• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS RANTAI PASOK DAGING SAPI DARI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN CIAWITALI SAMPAI KONSUMEN AKHIR DI KOTA GARUT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS RANTAI PASOK DAGING SAPI DARI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN CIAWITALI SAMPAI KONSUMEN AKHIR DI KOTA GARUT"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS RANTAI PASOK DAGING SAPI DARI RUMAH

PEMOTONGAN HEWAN CIAWITALI SAMPAI KONSUMEN AKHIR

DI KOTA GARUT

THE ANALYSIS OF SUPPLY CHAIN AS BEEF DISTRIBUTION

AGENT FROM THE CIAWITALI SLAUGHTERHOUSE UNTIL END

CONSUMER AT GARUT CITY

Zahra Nur Amirah*, Maman Paturochman**, Adjat Sudrajat Masdar** Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

*Alumni Fakultas Peternakan Unpad Tahun 2015 **Staf Pengajar Fakultas Peternakan Unpad

e-mail: qwillaster@yahoo.co.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui saluran tataniaga daging sapi dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH) sampai konsumen akhir, kontibusi rantai pasok daging sapi dari Rumah Pemotongan Hewan dan struktur biaya dan margin dalam rantai pasok daging sapi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey, yang telah dilakukan di Rumah Potong Hewan Ciawitali yang terletak di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saluran rantai pasok daging sapi dimulai dari Rumah Pemotongan Hewan ke pedagang besar kemudian menuju pedagang pengecer dan konsumen, namun ada juga daging sapi yang dari pedagang besar langsung ke konsumen. Biaya penjualan dari RPH ke pedagang besar berkisar Rp. 75.000,00 - Rp. 90.000,00. Margin yang diperoleh pedagang besar sebesar Rp. 7.000,00 – Rp. 11.000,00 dan pedagang pengecer sebesar Rp. 3.000,00 – Rp. 4.000,00. Margin keuntungan yang dikenakan kepada konsumen adalah sebesar 15% sehingga kisaran harga yang ada di lingkungan Pasar Ciawitali berkisar diantara Rp. 110.000,00 – Rp. 115.000,00/kg.

Kata kunci: Rantai Pasok, Daging Sapi

Abstract

The purpose of this research was to knew beef supply chain system from the slaughterhouse to the end consumer, contributing beef supply chain, cost structure and margins of beef supply chain. The method of this research was survey at The Ciawitali Slaughterhouse, Garur Regency, West Java. The result of this research showed that the beef supply chain started from the slaughterhouse to the wholesaler then to the retailers and ends at the consumers, but sometimes the wholesalers sell beef to the consumer directly. Range sale price from the slaughterhouse to the wholesaler was 75.000,00 - Rp. 90.000,00. The range margin of the wholesaler was Rp. 7.000,00 – Rp. 11.000,00 and the range margin of the retailers was Rp. 3.000,00 – Rp. 4.000,00. Percentage of profit from the retailers to the consumer was 15%. The average range of beef price in The Ciawitali Market was Rp. 110.000,00 – Rp. 115.000,00/kg.

(2)

Pendahuluan

Daging sapi merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, serta merupakan komoditas ekonomi yang mempunyai nilai sangat strategis. Pemenuhan daging sapi di Kabupaten Garut tidak tergantung pada pasokan daging sapi impor, hal tersebut terlihat dari data pada tahun 2012 bahwa pasokan daging sapi lokal sebanyak 100% (2.097.236 kg) (Dinas Peternakan Jawa Barat, 2014). Namun, terkadang terjadi kenaikan harga yang tidak menentu sehingga banyak pedagang yang gulung tikar yang berdampak negatif untuk perekonomian setempat. Harga eceran komoditas sangat tergantung pada efisiensi dari kegiatan distribusi. Efisiensi kegiatan distribusi komoditas sangat dipengaruhi oleh panjang mata rantai distribusi dan besarnya margin keuntungan yang ditetapkan oleh setiap mata rantai distribusi. Semakin pendek mata rantai distribusi dan semakin kecil margin keuntungan, maka kegiatan distribusi tersebut semakin efisien. Harga daging di tingkat pengecer atau konsumen sangat ditentukan oleh harga pokok (di tingkat produsen), biaya penambahan nilai, biaya transaksi, keuntungan lembaga yang terlibat dan keseimbangan permintan dan penawaran.

Distribusi daging sapi yang terjadi di berbagai Rumah Potong Hewan mendorong para pelaku distribusi seperti pedagang besar dan pedagang pengecer selaku perantara yang berhubungan langsung dengan konsumen melakukan strategi pemasaran dalam melakukan kegiatannya. Dalam melakukan Kegiatan pemasaran yang dilakukan memerlukan strategi pemasaran yaitu sejumlah tindakan yang terintegrasi yang diarahkan untuk mencapai kompetitif yang berkelanjutan (Kotler, 1997).

Pada prinsipnya, distribusi tidak berbeda jauh dengan rantai pasok karena distribusi berada dalam sistem rantai pasok. Rantai pasokan atau ‘supply chain’ merupakan suatu konsep dimana terdapat sistem pengaturan yang berkaitan dengan aliran produk, aliran informasi maupun aliran keuangan (finansial) (Indrajit & Djokopranoto, 2002). Pengaturan ini penting untuk dilakukan terkait banyaknya mata rantai yang terlibat dalam rantai pasokan daging sapi dan melihat karakteristik produk yang mudah rusak dan harganya relatif tinggi jika dibandingkan dengan hasil komoditas ternak lainnya. Pendekatan pada sistem rantai pasok yang berupa aliran informasi berfungsi untuk mengetahui porsi setiap pelaku

(3)

pemasaran dalam kegiatan rantai pasok. Porsi merupakan kapasitas produk yang dapat dialirkan dari satu pelaku pemasaran ke pelaku lainnya.

Rantai pasokan daging sapi harus memperhatikan beberapa aspek yang dapat mempengaruhi kelancaran proses distribusi hingga ke tangan konsumen akhir. Pemasaran dan distribusi daging sapi membutuhkan lembaga pemasaran yang bekerja secara efektif, kerena daging sapi memiliki sifat produk yang mudah rusak. Penyaluran daging sapi dari tangan produsen ke konsumen memerlukan proses dan tindakan-tindakan yang khusus. Kegiatan ini dilakukan untuk menciptakan, menjaga dan meningkatkan nilai serta manfaatnya. Kesalahan dalam memilih saluran distribusi dapat memperlambat bahkan dapat terjadi kemacetan usaha penyaluran barang dan jasa tersebut dari produsen ke konsumen. Panjangnya rantai pasok pada produk pertanian jika tidak dikelola secara baik bisa menyebabkan biaya yang tinggi, baik untuk biaya transaksi, biaya transportasi, biaya penyimpanan, biaya pengemasan, biaya kerusakan dan keuntungan masing-masing pelaku dan sebagainya. Faktor penting dalam sistem penjualan adalah margin dan struktur biaya tataniaga yang terjadi. Margin tataniaga perlu dianalisis untuk mengetahui biaya, keuntungan dan harga jual ternak tersebut.Struktur biaya atau cost structure adalah proporsi relatif biaya tetap, variabel dan biaya campuran yang ditemukan dalam sebuah organisasi usaha (Mulyadi, 2005).

Salah satu faktor kunci untuk mengoptimalkan rantai pasokan adalah dengan menciptakan alur informasi yang bergerak secara mudah dan akurat antara jaringan atau mata rantai tersebut dan pergerakan barang yang efektif, efisien dan responsif terhadap perubahan permintaan kosumen sehingga menghasilkan kepuasan maksimal pada konsumen. Faktor yang mempengaruhi kinerja dari rantai pasok adalah pergudangan (inventory), transportasi (transportation), fasilitas (facilities) dan informasi (information) (Siagian, 2005). Hal ini erat kaitannya dengan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) sebagai penyedia jasa yang mendukung terjaminnya penyediaan daging ternak potong secara teratur dan memadai. RPH sebagai penyedia jasa berusaha untuk dapat menyediakan kebutuhan daging bagi masyarakat disamping memenuhi standar kualitas yang baik dengan harga yang dapat diterima konsumen.

(4)

Pada umumnya RPH merupakan tempat para pedagang besar melakukan pemotongan pada sapi mereka untuk dijual kepada pemborong maupun pedagang pengecer. Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Ciawitali di kota Garut Propinsi Jawa Barat merupakan unit pelayanan publik memiliki fungsi teknis, ekonomis dan sosial dalam pemotongan hewan di Garut. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui bentuk saluran rantai pasok daging sapi dari Rumah Pemotongan Hewan, untuk mengetahui porsi rantai pasok daging sapi dari Rumah Pemotongan Hewan dan mengetahui struktur biaya dan marjin dalam rantai pasok daging sapi.

Bahan dan Metode

Objek Penelitian

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah pelaku pemasaran dalam rantai pasok daging sapi sebagai lembaga tataniaga yang berperan dalam menyalurkan daging sapi sampai ke konsumen akhir. Para pelaku dalam penelitian adalah pedagang besar daging sapi, pedagang pengecer daging sapi dan konsumen daging sapi.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey. Penelitian survey adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun dan Effendi, 1989). 1. Penentuan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan Ciawitali, Kabupaten Garut. rumah makan hefchick yang berada di daerah Baleendah. Penentuan lokasi berdasarkan pertimbangan bahwa RPH Ciawitali merupakan tempat berskala besar dalam jumlah pemotongan ternak sapi potong yang berperan dalam penyedia kebutuhan daging di Kota Garut.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara snow ball sampling, yaitu dengan cara mengikuti alur pemasaran dari produsen hingga produk sampai ke konsumen akhir yang melibatkan pedagang besar, pedagang pengecer dan konsumen akhir. Berdasarkan survey

(5)

pendahuluan diketahui bahwa jumlah pedagang besar yaitu 15 orang dan sebagai sampel pedagang besar adalah sebanyak 3 orang atau 20%. Banyaknya pedagang pengecer dari 4 orang pedagang besar tersebut ada 20 orang dan diambil sampel sebanyak 9 orang atau 45%. Banyaknya konsumen adalah 180 orang dan diambil sampel 18 orang atau sebanyak 10%. Menurut Singarimbun dan Effendi (1989), ketika keadaan populasi homogen, maka dua sampel yang diambil pun sudah mewakili jumlah populasi.

3. Operasional Variabel

Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini, yaitu saluran rantai pasok daging, struktur biaya, harga jual recahan daging sapi, harga beli recahan daging sapi dan biaya tataniaga yang terdiri dari biaya pengangkutan, retribusi, tenaga kerja, sewa tempat, peralatan dan pengemasan. Adapun perhitungan margin yang terdiri dari margin tataniaga parsial dan total, presentase margin tataniaga parsial dan total, serta Volume penjualan.

4. Model Analisis

(1).Pola dan Peta Distribusi dalam Rantai Pasok Daging Sapi

Pola dan peta distribusi dalam rantai pasok daging sapi dari produsen hingga ke konsumen akhir dianalisis secara deskriptif dan tidak memerlukan analisis statistik.

(2). Struktur Biaya dan Marjin dalam Rantai Pasok Daging Sapi

Struktur biaya dan marjin dalam rantai pasok daging sapi dianalisis melalui penelusuran pemindahan produk potongan-potongan daging sapi dari produsen hingga ke konsumen akhir secara deskriptif dan menggunakan perhitungan besarnya presentase margin, biaya dan keuntungan tataniaga parsial dan total pada berbagai rantai pasok daging sapi dilakukan dengan rumus yang dikemukakan oleh Hamid (1972) sebagai berikut :

1. Margin Tataniaga Parsial =

2. Margin Tataniaga Total = 3. Presentase Margin Tataniaga Parsial

4. Keuntungan Tataniaga = 5. Presentase Biaya Tataniaga Parsial

(6)

6. Presentase Keuntungan Tataniaga Parsial =

7. Presentase Biaya Tataniaga Total =

8. Presentase Keuntungan Tataniaga Total =

Hasil dan Pembahasan

Keadaan Rumah Potong Hewan (RPH) Ciawitali

RPH Ciawitali termasuk dalam kategori 2 kelas C yang hanya menyediakan tempat untuk pemotongan ternak berasal dari pedagang atau peternak. RPH Ciawitali dilengkapi dengan sarana pendukung kegiatan seperti tackel, pisau, ember, timbangan digital, bak penyedian air bersih dan dapur tempat perebusan jeroan. Bangunan RPH Ciawitali dikelilingi oleh pagar beton dengan satu pintu sebagai tempat keluar dan masuk bagi ternak dan pekerja. Bangunan RPH sebagian besar terbuat dari semen, bagian lantai terbuat juga dari semen sedangkan atap terbuat dari asbes.

Ternak yang baru tiba, ditampung di tempat penampungan ternak (karantina) atau cattleyard yang juga berfungsi sebagai tempat peristirahatan ternak. Sistem pembuangan limbah dialirkan ke Sungai Cimanuk yang jaraknya ±100 m dari RPH. Pengairan di lokasi RPH cukup baik, hal ini di dukung dengan adanya bak penampungan air dan tangki yang cukup untuk dialirkan ke tiap-tiap saluran air yang tersedia.

Identitas Responden

Responden pada penelitian ini terdiri dari tiga kelompok utama, yaitu:

1. Pedagang besar adalah pedagang yang membeli daging sapi langsung dari jagal di Rumah Pemotongan Hewan Ciawitali dalam jumlah banyak ( 200 - 1200 kg/hari) untuk dijual langsung ke pedagang pengecer atau konsumen.

(7)

2. Pedagang pengecer adalah pedagang yang membeli daging sapi dari pedagang besar untuk dijual langsung ke konsumen sebanyak 25 – 150 kg/hari.

3. Konsumen adalah orang yang secara langsung mengonsumsi produk, baik bagi kepentingan diri sendiri, orang lain, maupun makhluk hidup lain sebanyak 1-30 kg/hari.

Adapun identitas responden pada penelitian ini, yaitu:

1. Usia, sebagian besar umur responden termasuk dalam usia produktif, yaitu sebesar 76,67% dan hanya 23,33% saja yang termasuk usia non produktif. Semua pedagang pengecer termasuk dalam usia yang produktif. Menurut Herliawati (2007), kelompok umur produktif merupakan sumber tenaga yang produktif sehingga diharapkan mampu mengembangkan usahanya. Kelompok usia produktif akan dapat bekerja dengan baik sehingga keuntungan usaha yang diperoleh diharapkan maksimal.

2. Pengalaman Berdagang, rata-rata pedagang pengecer memiliki pengalaman berdagang selama 6-20 tahun, sedangkan pedagang besar selama 16-30 tahun. Salah satu faktor yang menentukan maju mundurnya usaha adalah pengalaman, yaitu lamanya seseorang berkecimpung dalam usaha yang dilakukannya (Herliawati, 2007). Pedagang besar memiliki pengalaman yang lebih lama dan pengetahuan yang lebih banyak dibandingkan dengan pedagang pengecer. Hasil survey menunjukan bahwa pedagang besar berasal dari pedagang pengecer.

Pola Rantai Pasok Daging

Ilustrasi 1. Pola Rantai Pasok Daging Sapi di Kabupaten Garut

Feedlot Rumah Pemotongan

Hewan (RPH)

Peternak

Pedagang Besar

Pedagang Besar daging Sapi

Pedagang Pengecer

Konsumen 75%

(8)

Pedagang Pengecer Rumah

Pemotongan Hewan

Pedagang Besar

Berdasarkan ilustrasi di atas, pola rantai pasok daging sapi di Kabupaten Garut diawali dari peternak besar (feedlot) menuju peternak penggemukan atau langsung dijual ke penjual besar. Sebanyak 75% pedagang besar mendapat pasokan sapi dari peternak penggemukkan dengan dan 25% lainnya diambil langsung dari peternak beasr (feedlot).

Feedlot hanya berkonsentrasi pada pembibitan sehingga untuk mendapatkan sapi dalam kondisi siap potong, pedagang besar lebih memilih membeli kepada petrenak penggemukkan. Pedagang besar kemudian menjual atau mengirimkan sapi siap potong ke RPH Ciawitali, ada pula sebagian pedagang besar yang melakukan proses pemotongan sendiri dengan menyewa petugas pemotongan yang ada di RPH Ciawitali. Hal ini dikarnakan kapasitas RPH Ciawitali yang kecil sehingga kurang bisa memberikan pelayanan yang maksimal untuk proses pemotongan hewan ternak.

Porsi Rantai Pasok Daging Sapi

Ilustrasi 2. Pola Distribusi dan Porsi Rantai Pasok Daging Sapi dari RPH Ciawitali sampai Pedagang Pengecer RPH Ciawitali Ida (250 kg) Erfan (20 kg) Euis (30 kg) Iki (10 kg) H. Ade (200 kg) H. Eneng (50 kg) Uus (25 kg) Imas (5 kg) Tetin (180 kg) Dedi (10 kg) Diki (10 kg) Megan (5 kg)

(9)

Struktur Biaya dan Marjin dalam Rantai Pasok Daging Sapi

1. Struktur Biaya dan Marjin dari RPH ke Pedagang Besar

Pembelian sapi dari para peternak atau feedlot oleh pedagang besar yang akan dipotong di RPH Ciawitali, dilakukan metode pembelian taksiran daging hidup. Hal ini terjadi karena hampir sebagian besar pelaku ternak di Kabupaten Garut belum memiliki timbangan sehingga proses jual beli ternak kepada pedagang besar biasanya dilakukan dengan cara penaksiran berat badan berdasarkan asumsi lingkar pinggang sapi. Harga pasaran pembelian pedagang besar sapi kepada peternak seitar Rp.55.000,00 – 60.000,00/kg timbangan hidup, dengan penyusutan dikisaran 30- 45% dengan rataan timbangan sapi siap potong di kisaran 220-280 Kg.

Tabel 1. Struktur Biaya dan Margin dari RPH ke Pedagang Besar No. Kegiatan Harga

1. ... Rp... Ongkos angkut Sewa mobil Bensin Upah supir Upah angkut 300.000,00 150.000,00 100.000,00 100.000,00 2. Sewa tempat 50.000,00/ekor 3. Retribusi potong 15.000,00/ekor 4. Biaya pembersihan 100.000,00 5. Upah pemotongan 150.000,00/ekor

Jumlah 965.000,00

Dengan harga pembelian Rp.45.000,00/kg hidup, tiap ekor sapi siap potong dikisaran 240 kg maka biaya awal yang dikeluarkan oleh pedagang besar sapi ada pada kisaran Rp.10.800.000,00 ditambah dengan biaya operasional sebesar Rp.965.000,00. Penyusutan daging sapi 40%, maka hasil dari produksi daging yang dihasilkan hanya 144 kg dari tiap ekor sapi yang dipotong. Dengan keuntungan yang diraih tiap pedagang besar sebesar 10% maka akan keluar harga daging sapi dari Rumah Potong Hewan (RPH) pada kisaran :

Biaya produksi : (10.800.000 + 965.000) = 11.765.000

x 11.765.000 = 1.176.500

(10)

Dengan biaya produksi ditambah dengan laba yang diperoleh maka akan keluar biaya produksi sebesar Rp. 12.941.500,00 dengan asumsi bahwa hanya menghasilkan daging pada kisaran 144 kg, maka akan diperoleh harga pasaran daging pada kisaran Rp.89.871,00/Kg.

2. Struktur Biaya dan Margin dari Pedagang Besar ke Pedagang Pengecer dan Pengecer Perantara

Pada tingkatan margin harga dari tingkatan pedagang besar ke pedagang pengecer, tidak terjadi perubahan yang sangat besar terhadap potensi perkembangan harga. Hal ini disebabkan sebagian besar pedagang pengecer melaksanakan praktek pembelian daging sapi dengan sistem pembayaran lain waktu dan sebagian besar pedagang pengecer merupakan kerabat dekat atau masih lingkup pekerja dari para pedagang besar.

Tabel 2. Struktur Biaya dan Margin dari Pedagang Besar ke Pedagang Pengecer No Kegiatan Volume Harga Jumlah

....kg.... ...Rp... 1 Pembelian daging sapi 50 89.871 4.493.550 2 Ongkos angkut 1 35.000 35.000 3 Ongkos pembersihan 50.000 50.000 4 Opersional lainya 100.000 100.000

Jumlah 4.678.550

Pada margin harga dari pedagang besar kepada pengecer perantara, peneliti hanya mencari data sebagai gambaran umum bahwa dalam tingkatan perniagaan daging sapi terjadi sebuah proses produksi yang menyebabkan terjadinya margin harga yang terjadi sebelum daging sapi dapat dikonsumsi secara langsung oleh konsumen. Pada kasus ini, peneliti mengambil sampel data dari para pedagang baso, yang sebagian besar merupakan rekanan para pedagang besar sehingga penulis mengelompokan mereka kepada pedagang pengecer perantara.

(11)

Tabel 3. Margin Harga dari Pedagang Besar kepada Pengecer Perantara No Kegiatan Volume Harga Jumlah

....kg.... ...Rp... 1 Pembelian daging 10 89.871 898.710 2 Ongkos angkut - 10.000 10.000 3 Operasional kerja Gas 1 18.000 18.000 Upah kerja 2 30.000 60.000 Bahan tambahan 150.000 150.000 Jumlah 1.136.710

3. Struktur Biaya dan Margin dari Pedagang Pengecer ke Konsumen

Dalam struktur biaya dan margin dari pedagang pengecer ke konsumen, peneliti memberikan ilustrasi rantai niaga hanya pada tindakan perniagaan antara pedagang pengecer langsung dengan konsumen. Hal ini dikarenakan lebih jelasnya melihat margin harga dikarenakan variable- variabel yang terlibat dalam perniagaan ini lebih jelas.

Tabel 4. Struktur Biaya Dan Margin Dari Pedagang Pengecer Ke Konsumen No Kegiatan Volume Harga Jumlah

....kg.... ...Rp... 1 Pembelian daging sapi 50 89.871 4.493.550 2 Ongkos angkut 1 35.000 35.000 3 Ongkos pembersihan 50.000 50.000 4 Opersional lainya 100.000 100.000

Jumlah 4.678.550

Harga jual pengecer ke konsumen = (Harga beli pengecer + beban produksi pengecer + margin keuntungan yang di inginkan)

= (4.493.550 + 35.000 +50.000 +100.000) + (15%)/50

=

= 107.606,65

Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka didapatkan data bahwa khususnya di lingkungan Pasar Ciawitali seolah- olah ada kesepakatan bersama bahwa margin keuntungan yang dikenakan kepada konsumen adalah sebesar 15%, sehingga dari data ilustrasi diatas dapat penulis simpulkan bahwa harga daging sapi yang dibeli konsumen ada pada kisaran harga:

(12)

Harga jual ke konsumen:

4.678.550 + ( x 4.678.550) : 50 = (4.678.550 + 701.782) : 50 = 5.380.332.5 : 50

= 107.606,65

Dari ilustrasi diatas didapatkan bahwa harga daging sapi dari pedagang pengecer langsung kepada konsumen adalah seharga Rp. 107.606,65, 00, dari data yang didapatkan oleh peneliti di lapangan bahwa kisaran harga daging sapi yang ada di lingkungan Pasar Ciawitali berkisar diantara Rp. 110.000,00 – Rp. 115.000,00/kg.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Bentuk saluran rantai pasok daging sapi dari produsen (RPH) dimulai dari pedagang besar ke pedagang pengecer lalu ke konsumen.

2. Pelaku rantai pasok daging sapi dari Rumah Pemotongan Hewan sampai ke konsumen akhir adalah pedagang besar dan pedagang pengecer. Kontribusi para pelaku rantai pasok yaitu berupa pertukaran meliputi fungsi penjualan dan pembelian, fungsi fisik yaitu fungsi pengangkutan dan fungsi pengemasan serta fusngsi fasilitas adalah fungsi pembiayaan dan informasi pasar. Peran pelaku rantai pasok adalah sebagai penyalur daging sapi sampai ke konsumen dalam waktu, bentuk, dan tempat yang diinginkan konsumen.

3. Biaya penjualan dari RPH ke pedagang besar berkisar Rp. 75.000,00 - Rp. 90.000,00, sedangkan pedagang besar menjualnya ke pedagang pengecer sebesar Rp. 86.000,00 - Rp. 97.000,00 dan harga juala pedagang pengecer ke konsumen berkisar Rp. 90.000,00 – Rp. 100.000,00. Margin yang diperoleh pedagang besar sebesar Rp. 7.000,00 – Rp. 11.000,00 dan pedagang pengecer sebesar Rp. 3.000,00 – Rp. 4.000,00. Variabel utama yang menyebabkan terjadinya margin harga adalah variabel luas area dan sebaran yang tidak merata yang menyebabkan terjadinya ongkos pengangkutan yang begitu besar sehingga berdampak cukup besar terhadap tata perniagaan sapi.

(13)

Saran

Dalam kegiatan rantai pasok daging sapi harus diperhatikan tentang kualitas daging sapi agar daging sapi tidak rusak, yaitu dari Rumah Pemotongan Hewan daging yang dibawa oleh pedagang besar ke kios sebaiknya menggunakn plastik atau pengemasan terlebih dahulu. Perlu dilakukan penelitian cara yang tepat untuk lebih lanjut agar diperoleh untuk pemerataan pendapat dari semua pihak yang terkait.

Ucapan Terimakasih

Penulis pada kesempatan ini mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. H. Maman Paturochman, M.S dan Ir. Adjat Sudrajat Masdar, M.Si. selaku pembimbing anggota, yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis.

Daftar Pustaka

Dinas Peternakan Jawa barat Data Supply-Demand Impor Daging Sapi Tahun 2009. 2010

Hamid,A.K.1972. Tataniaga Pertanian. Institut Pertanian Bogor : Bogor.

Herliawati, S. 2007. Analisis Saluran dan Margin Tataniaga Telur Itik. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Sumedang.

Indrajit, R.E , dan Djokopranoto, R. 2002. Konsep Manajemen Supply Chain : Cara Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang. PT. Gramedis Widiasarana Indonesia, Jakarta

Kotler. Philip. 1993. Manajemen Pemasaran Analisis Perencanaan Implementasi dan Pengendalian buku 2 edisi ke 8. Jakarta : Salemba 4

Mulyadi. 2005. Akuntansi Biaya edisi ke 5 cetakan ke 7.UUP STIM YKPN. Yogyakarta. Siagan, Yolanda M.2005. Aplikasi Supply Chain Management dalam Dunia Bisnis. Jakarta:

PT. Grasindo Widiarsarana Indonesia.

Singarimbun, M. dan Effendi, S., ed. 1989. Metode Penelitian Survey. Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta.

Gambar

Ilustrasi 1. Pola Rantai Pasok Daging Sapi di Kabupaten Garut
Ilustrasi 2. Pola Distribusi dan Porsi Rantai Pasok Daging Sapi dari RPH Ciawitali sampai  Pedagang Pengecer RPH Ciawitali Ida (250 kg)  Erfan (20 kg) Euis (30 kg) Iki (10 kg) H
Tabel 1. Struktur Biaya dan Margin dari RPH ke Pedagang Besar
Tabel 2. Struktur Biaya dan Margin dari Pedagang Besar ke Pedagang Pengecer
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya produktivitas pengusaha pedagang daging yang memotong sapi di RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor dengan varibel biaya,

Terdapat tiga model rantai pasok sapi dan daging dari mulai pemasok sampai ke konsumen yang terungkap pada studi ini yaitu di Nusa Tenggara; di wilayah ini RPH mendapatkan sapi

Rumah Pemotongan Hewan Pesanggaran sebagai satu satunya RPH terbesar di Bali, yang dikatagorikan sebagai RPH tipe A dengan rata-rata jumlah pemotongan setiap

Pendapatan RPH berasal dari penarikan retribusi terhadap jasa pemotongan sapi per ekor. Untuk meningkatkan kapasitas produksi daging sapi di RPH, diperlukan perbaikan

Terdapat tiga model rantai pasok sapi dan daging dari mulai pemasok sampai ke konsumen yang terungkap pada studi ini yaitu di Nusa Tenggara; di wilayah ini RPH mendapatkan sapi

Populasi dalam penelitian adalah semua daging sapi dari tempat pemotongan hewan yang ada di Kota Gorontalo sebanyak 10 tempat dan sampel masing-masing sebanyak ¼

Kinerja penerapan manajemen rantai pasok (SCM) pada komponen perencanaan di tingkat peternak sapi potong memberikan gambaran sebagai berikut: (1) indikator

Sistem informasi manajemen rantai pasok ini dibuat dengan tujuan untuk memudahkan pihak-pihak yang terkait dengan distribusi daging sapi untuk melakukan transaksi