• Tidak ada hasil yang ditemukan

RMI the Indonesian Institute for Forest and Environment

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RMI the Indonesian Institute for Forest and Environment"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

CIROMPANG DALAM PROSES PENGELOLAAN KAWASAN Mengejar secercah harapan...

Tim Penulis: Nia Ramdhaniaty Bagus Priatna

Editor: Latipah Hendarti

RMI – the Indonesian Institute for Forest and Environment

(2)
(3)

Bab I. Pendahuluan

Sebuah Pengantar Potret Pengelolaan Sumberdaya Hutan di Desa Cirompang, Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak, Banten

1.1Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara tropis di dunia yang menyimpan berjuta kekayaan sumberdaya alam. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang saat ini sudah tidak bisa kita nikmati lagi. Laju kerusakan hutan di Indonesia sudah mencapai dua juta hektar setiap tahunnya. Sementara WALHI menyebutkan 3,5 juta hektar setiap tahunnya.

Saat ini, hanya kurang dari separuh Indonesia yang memiliki hutan, merepresentasikan penurunan signifikan dari luasnya hutan pada awalnya. Antara 1990 dan 2005, negara ini telah kehilangan lebih dari 28 juta hektar hutan, termasuk 21,7 persen hutan perawan. Penurunan hutan-hutan primer yang kaya secara biologi ini adalah yang kedua di bawah Brazil pada masa itu, dan sejak akhir 1990an, penggusuran hutan primer makin meningkat hingga 26 persen. Kini, hutan-hutan Indonesia adalah beberapa hutan yang paling terancam di muka bumi

Menurut data yang dikeluarkan oleh Forest Watch Indonesia (2004) bahwa Indonesia tengah mengalami kehancuran hutan sebanyak 2 juta ha setiap tahunnya. Dan dalam konteks kehutanan, dalam kurun waktu Januari 1997 hingga Juni 2003 telah terjadi konflik terdata sebanyak 359 konflik (CIFOR, 2004).

Kawasan Halimun merupakan salah satu kawasan hutan yang masih tersisa di Jawa Barat dan Banten. Dari luasan yang mencapai 211.463,691 ha, kawasan Halimun masih memiliki keragaman sumberdaya alam dan budaya serta masyarakat yang bermukim di dalamnya. Desa Cirompang merupakan salah satu desa di Kabupaten Lebak, Propinsi Banten yang saat ini masih memiliki keragaman hayati yang cukup tinggi untuk ketahanan pangan dengan pengelolaan yang sesuai dengan aturan adat yang berlaku di wilayahnya. Warga Cirompang merupakan warga adat keturunan dari Kasepuhan Citorek dan Kasepuhan Ciptagelar yang hidup dan mengelola wilayahnya secara turun temurun.

Namun di tengah keragaman tersebut juga tersimpan rasa tidak aman dalam mengelola sumberdaya alam yang mereka miliki. Hampir lima puluh persen wilayah Cirompang di klaim masuk ke dalam areal perluasan kawasan konservasi (Taman Nasional Gunung Halimun Salak-TNGHS). Tarik menarik pengelolaan sumberdaya hutan di Kawasan Halimun membuat daftar panjang tumpukan kasus tenurial. Sebagai masyarakat adat, salah satu pilihan hukum yang harus diambil dalam memperjuangkan hak atas tanah dan sumberdaya alam adalah mendapatkan pengakuan keberadaan masyarakat adat oleh negara, dalam bentuk Peraturan Daerah (sesuai dengan UUNo. 41/99 tentang Kehutanan dan SK BPN No. 5/1999). Namun prasyarat diakuinya sebagai masyarakat adat perlu dibuktikan secara ilmiah.

(4)

Dalam konteks kawasan konservasi, PP No. P56/2006 tentang zonasi dan PP. No. P19/2006 tentang kolaborasi menjadi alternatif lain yang bisa digunakan untuk mulai melibatkan masyarakat setempat dalam pengelolaan kawasan hutan. Saat ini masih dalam proses finalisasi, pemerintah tengah mempersiapkan peraturan pemerintah tentang Model Desa Konservasi (MDK) yang diharapkan bisa menjadi model pengelolaan kolaboratif kawasan konservasi bersama masyarakat.

Proses pembuktian Cirompang sebagai masyarakat adat dan atau alternatif-alternatif pilihan hukum yang lain menjadi tantangan untuk dibuktikan sesuai dengan aturan yang berlaku di negara ini. Kearifan tradisional dalam pengelolaan sumberdaya alam, sejarah asal usul serta pembuktian wilayah adat menjadi dasar pembuktian bersama. Konsep Nyanghulu Ka Hukum, Nyanghunjar Ka Nagara yang masih menjadi panutan warga Cirompang, merupakan bentuk padu serasi menyeleraskan aturan adat dan aturan negara di Indonesia.

1.2Tujuan

Tulisan ini merupakan bentuk sosialisasi keberadaan warga Cirompang yang menjadi keturunan / incu putu dari Kasepuhan Citorek (Kabupaten Lebak) dan Kasepuhan Ciptagelar (Kabupaten Sukabumi) yang masih menjalankan dan mengelola ruang hidupnya (sumberdaya alam) dengan kearifan tradisional yang dimiliki.

1.3Metodologi

Penulisan ini dilakukan dengan mengkompilasi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh langsung dari sumbernya, dalam hal ini adalah masyarakat Cirompang. Pengambilan data primer dilakukan dengan metode Participatory Rural Appraisal (PRA), Focus Group Discussion (FGD) dan Wawancara. Sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil studi literatur, seperti buku, jurnal, catatan proses, buletin, artikel, dan lain sebagainya. Hasil kompilasi dari dua sumber data ini kemudian dianalisis untuk memperoleh sebuah hasil dan keputusan bagi Cirompang.

(5)

Bab II. Mengungkap Kabut Cirompang

a. Potret Wilayah

Secara geografis Desa Cirompang berada di Sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Sedangkan secara administrative, Desa Cirompang masuk ke dalam wilayah Kecamatan Sobang Kabupaten Lebak-Banten. Berdasarkan hasil pemetaan partisipatif (2009) Desa Cirompang memiliki luas areal 637,501 ha dengan batas administratif wilayah yang meliputi1:

Barat : Berbatasan Dengan Desa Sindang Laya Kec. Sobang (Batas Alam : Sungai Citujah)

Utara : Berbatasan Dengan Desa Sukaresmi Kec. Sobang (Batas Alam : Sungai Cikiruh, Pasir Pinang, Jalan Raya Cibeas-Cimerak)

Timur : Berbatasan Dengan Desa Sukamaju Kec. Sobang (Batas Alam : Sungai Cibitung, Pamatang Pasir Pinang, Jalan Saidun)

Selatan : Berbatasan Dengan Desa Citorek Timur-Tengan-Barat Kec Cibeber (Batas Alam : Gunung Kendeng Membujur Dari Barat ke Timur)

Berdasarkan cerita yang diperoleh Cirompang merupakan nama sebuah bukit (Gunung Rompang), dimana ada kepercayaan bahwa di setiap tempat itu ada penghuninya. Dan tanah yang berada di gunung tersebut tidak utuh karena dipakai penghuninya untuk melempar burung Garuda yang sedang bertengger di Gunung Bongkok yang letaknya berada di sekitar Gunung Rompang. Keberadaan burung Garuda tersebut dirasakan akan mengganggu kehidupan penghuni setempat sehingga mereka harus mengusirnya. Dan akhirnya gunung tersebut tampak rarompang (bahasa Sunda berarti tidak utuh) akibat pelemparan yang mereka lakukan. Desa Cirompang merupakan hasil pemekaran dari Desa Sukamaju pada tahun 1988. Desa Sukamaju, Desa Majasari dan Desa Citujah merupakan hasil pemekaran dari Desa Citujah pada tahun 1980an.

Jalan menuju wilayah Desa Cirompang dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua (umum/ojeg) dan kendaraan roda empat, dengan kondisi jalan aspal dan sebagian masih berbatu. Jarak ke pusat pemerintahan Kecamatan Sobang lebih kurang 3-4 km dengan waktu tempuh 20 menit. Sedangkan jarak ke pusat pemerintahan Kabupaten Lebak 70 km dengan waktu tempuh 3 jam (kendaraan ojeg dan mini bus)2.

Hidrologi

1

. Hasil Kajian Partisipatif Mayarakat Desa Cirompang Tahun 2008-2009. 2

(6)

Sebagai wilayah yang berada di kawasan hulu dan dataran tinggi serta di sekitar kawasan hutan, di Desa Cirompang terdapat sungai dan mata air yang dimanfaatkan oleh masyarakat serta mengalir ke kawasan hilir (Jabotabek). Terdapat sungai (Cirompang, Cikatomas, Cilulupang, Sungai Ciodeng, Sungai Citujah) hulu dari sungai-sungai tersebut berada di sekitar Pasir Lame dan Gunung Kendeng (Area Kebun Campuran Kayu-Buah/Dudukuhan, Leuweung/hutan)3.

Vegetasi

Sebaran vegetasi yang ada mencakup tanaman hutan (Kayu Rasamala, Puspa, Mahoni, Pasang, Maranti). Terdapat juga sebaran tanaman kebun campuran kayu dan buah/dudukuhan (Afrika, Jengjeng, Aren, Nangka, Durian, Rambutan, Picung, Bambu, Kopi, Dadap, Kelapa), selain itu tanaman pangan yang di budidayakan di sawah dan huma (Padi, Jagung, Kacang Panjang,

Pisang, Waluh, Kukuk, Singkong, Ubi, Lengkuas/Laja, Jahe). Termasuk tanaman obat (Cecenet, Capeu, Kumis Ucing, Jawer Kotok). Tanaman pangan utama (pokok) adalah padi yang dibudidayakan di sawah (Sri Kuning, Raja wesi, Gantang, Cere, Ketan Jangkung, Ketan langasari, Ciherang, Pandanwangi, Super,Sadane).

b. Siapa Masyarakat Cirompang

Masyarakat yang bermukim di Desa Cirompang merupakan keturunan/incu putu dari Kasepuhan Citorek dan Ciptagelar. Mereka mulai bermukim di Desa Cirompang sejak masa penjajahan Belanda-Jepang. Berikut adalah runutan kokolot/sesepuh di Desa Cirompang pada masing-masing kasepuhan.

Tabel Asal-Usul Masyarakat Di Desa Cirompang

No Asal Kasepuhan Runutan

1 Citorek Olot Sarsiah-Olot Sawa-Olot Sahali-Olot Amir (Sekarang) 2 Ciptagelar Olot Selat-Olot Jasim-Olot-Sali-Olot Opon (Sekarang) 3 Ciptagelar Olot-Sata-Olot Nalan-Olot Nasir (Sekarang)

Sumber : Catatan proses pendampingan, RMI, 2009

Secara umum hingga akhir 2012 jumlah penduduk Desa Cirompang mencapai 500 KK atau 1.530 Jiwa (perempuan 773 jiwa dan laki-laki 757 jiwa) yang tersebar di enam kampung. Berikut adalah tabel sebaran penduduk Desa Cirompang di enam kampung.

3

(7)

Tabel Jumlah Penduduk di Desa Cirompang

No. Nama Kampung Jumlah Kepala Keluarga (KK) Jumlah Jiwa

1 Cirompang 231 718 2 Pasir Muncang 23 75 3 Cibama Pasir 86 260 4 Cibama Lebak 49 155 5 Muhara 33 104 6 Sinargalih 31 102

Sumber: Data Monografi Desa Cirompang, 2008

Masyarakat Cirompang umumnya telah menempuh pendidikan hingga Sekolah Dasar (SD), gambaran pendidikan di Desa Cirompang sampai akhir tahun 2008 dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel Tingkat Pendidikan di Desa Cirompang No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa)

1 Belum Sekolah 170

2 Tidak Pernah Sekolah 87

3 Sekolah Dasar (SD) Tidak Tamat 260

4 Sekolah Dasar Tamat 370

5 SLTP 95

6 SLTA 66

7 Perguruan Tinggi 25

Sumber: Data monografi Desa Cirompang, 2012

Kelembagaan

Masyarakat Cirompang memiliki bentuk kelembagaan tersendiri dalam menata keseharian kehidupan Desa Cirompang. Secara umum kelembagaan yang ada terbagi menjadi dua, yaitu kelembagaan yang terkait dengan urusan adat dan kelembagaan yang terkait dengan urusan desa (kenegaraan). Kelembagaan adat disini bukan sebagai pengambil keputusan dalam urusan adat, melainkan hanya garis koordinasi dan komunikasi. Sedangkan pengambil keputusan dalam urusan adat tetap berada di pusat Kasepuhan Citorek dan Ciptagelar. Kokolot di Cirompang di bantu oleh barisan pager sebagai lapisan koordinasi pertama dan lajer sebagai lapisan kedua koordinasi sebagai saluran informasi-informasi terkait urusan ada, khususnya dalam konteks pertanian (tatanen). Selanjutnya masing-masing lajer akan mengkomunikasikan kepada 20 KK di Cirompang. Oleh karena itu lajer tersebar di setiap kampung di Desa Cirompang.

Berikut adalah garis komunikasi dan koordinasi Kokolot Cirompang dengan incu putu Kasepuhan Citorek dan Ciptagelar yang terdapat di Desa Cirompang.

(8)

Alur Komunikasi dan Koordinasi Kokolot Cirompang untuk Kasepuhan Citorek

Alur Komunikasi dan Koordinasi Kokolot Cirompang untuk Kasepuhan Ciptagelar

Selain pager dan lajer, terdapat fungsi-fungsi lain di masing-masing kokolot Kasepuhan, diantaranya adalah Juru Basa, Ronda Kokolot, Amil, Ma Beurang dan Palawari. Berikut adalah tugas keseharian dari fungsi-fungsi tersebut.

Tabel Tugas Keseharian Fungsi Kelembagaan di Masing-masing KokolotKasepuhan

No Kelembagaan Tugas Keseharian

1 Juru Basa Mengurus keperluan orang luar terkait dengan adat

Kasepuhan Citorek

Kokolot Cirompang

(Olot Amir)

Pager Pager Pager Pager Pager Pager Pager Pager Pager

Lajer Lajer Lajer Lajer Lajer Lajer Lajer Lajer

Lajer 20 KK 20 KK 20 KK 20 KK 20 KK 20 KK 20 KK 20 KK 20 KK Kasepuhan Ciptagelar Kokolot Cirompang

(Olot Opon) Kokolot(Olot Nasir) Cirompang

Pager Pager

Lajer Lajer Lajer

20

KK 20 KK

16 KK

(9)

Kasepuhan, Mendampingi kasepuhan (Olot)

2 Pager/Lajer Mengurus Incu-Putu (Warga) yang tersebar di beberapa kampung

3 Ronda Kokolot Menjaga keamana kasepuhan dan kampung 4 Amil Mengurus pernikahan dan kematian

5 Ma Beurang Mengurus persalinan (kelahiran)

6 Palawari Mengurus acara-acara hajatan (Kasepuhan dan Warga) Dalam konteks kenegaraan, Cirompang dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh perangkat desa lainnya, seperti Badan Perwakilan Desa (BPD), Sekretaris Desa, RW/Pangiwa dan RT yang berada di tiap kampung. Sesuai dengan fungsinya, Pemerintah Desa Cirompang memiliki kewenangan mengatur segala hal yang berhubungan dengan pemerintahan serta menyelesaikan apabila terjadi perselisihan di tingkat masyarakat.

Sumber Penghidupan

Sebagian besar warga Cirompang merupakan petani (42,79%) dan buruh tani (41,19%). Seluruh sumber penghidupan warga Cirompang berada di lahan SPPT dan lahan garapan (wilayah yang diklaim sebagai wilayah TNGHS). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan warga Cirompang terhadap lahan kehutanan sangat tinggi (90%).

Tabel Sumber Penghidupan di Desa Cirompang

No Sumber Penghidupan Jumlah (Jiwa) Prosentase (%)

1 Tani 187 2 Buruh Tani 170 3 Buruh Swasta 33 4 PNS 12 5 Pengrajin 8 6 Pedagang 25 7 Peternak 15 Total

Sumber : Data Monografi Desa Cirompang, 2012 c. Ketika Cirompang Mulai Gelisah

Jika dilihat dari sejarah asal-usul, warga Cirompang mulai bermukim dan mengelola wilayah Cirompang sejak jaman penjajahan Belanda. Tingkat ketergantungan yang cukup tinggi pada wilayah hutan menyebabkan warga Cirompang bertahan secara turun temurun dalam mengakses dan mengelola sumberdaya alamnya. Namun ini mulai mengalami perubahan sejak Perum Perhutani Unit III Jawa Barat mulai mengelola hutan Cirompang menjadi hutan produksi pada tahun 1978. Akses masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangan semakin terbatas. Terlebih dengan ditetapkannya pajak inkonvesional sebesar 25% dari total hasil bumi yang dihasilkan.

(10)

Kekhawatiran warga masih berlanjut hingga terjadi alih fungsi kawasan hutan, dari hutan produksi menjadi hutan konservasi perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak pada tahun 2003 (sebelumnya adalah Taman Nasional Gunung Halimun sejak tahun 1992). Pajak inkonvensional yang ditetapkan pada masa Perum Perhutani Unit III Jawa Barat pun masih berlanjut hingga saat ini, meskipun tidak tertulis.

“Nyawah ge hese, ari geus kaala hasilna kudu babagi ka Taman Nasional. Beuki ngurangan we jeung dahar teh --- (Mau bersawah saja susah, kalau dah ada hasilnya harus berbagi ke Taman Nasional. Semakin berkurang saja bahan pangan kami)....(ibu An, 65 tahun, 2009)”

Berdasarkan hasil pemetaan partisipatif (2009), luas Desa Cirompang mencapai 637,501 ha. Dari 1.414 jiwa penduduk Cirompang, maka areal yang bisa di manfaatkan oleh warga Cirompang hanya 0,45ha/jiwa atau 1,40 ha/KK. Namun jika dilihat dan ditumpangtindihkan dengan peta TNGHS, maka wilayah Desa Cirompang yang “aman” untuk dikelola hanya 275,799 ha. Ini berarti hanya 0,19 ha/jiwa atau 0,6 ha/KK. Perubahan rata-rata kepemilikan tanah yang cukup signifikan setelah dikurangi dengan areal di luar SPPT. Berikut adalah tabel kepemilikan tanah di Cirompang.

Tabel Rata-rata Kepemilikan tanah warga Cirompang Pengelola Kawasan Luas (ha)

Desa Cirompang 637,501

TNGHS (di luar SPPT) 361,701

Yang bisa diakses masyarakat 275,799 Rata-rata kepemilikan tanah (455 KK) 0,6/KK Rata-rata kepemilikan tanah (1.414 Jiwa) 0,19/Jiwa Sumber : Pemetaan Partisipatif Cirompang, RMI, 2009

Data di atas menunjukkan bahwa petani Cirompang termasuk kategori petani gurem yang hidup dari luasan tanah kurang dari 1 ha. Padahal mata pencaharian pokok warga adalah bertani yang memandang lahan sebagai alas hak dalam pemenuhan kebutuhan hidup nya.

d. Harapan Cirompang

Kami mah ayeuna ngan hoyong hirup tenang, aman, teu diganggu jeung dipentaan deui ku taman nasional. Ari kudu mere ka taman nasional, eta mah lain paksaan, sifatna sodakoh --- (Kami hanya ingin hidup tenang, aman, tidak diganggung dan dimintai oleh taman nasional. Kalau harus memberi, itu bukan paksaan, tapi sifatnya sedekah) ... (anonim, 2009)

Begitu lah suara warga Cirompang yang berharap lebih aman dalam mengelola sumber-sumber kehidupannya. Rasa tidak aman karena tidak memperoleh akses informasi yang tepat serta belum adanya kesepakatan warga dengan pihak TNGHS memacu warga untuk melakukan sejumlah upaya memperjuangkan hak hidup layak. Harapan ini tertuang dari keinginan warga Cirompang melakukan dialog dan negosiasi dengan pihak Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Perangkat

(11)

yang dipersiapkan hingga saat ini adalah pemetaan wilayah kelola warga Cirompang secara partisipatif. Selain dengan TNGHS, proses dialog juga dilakukan di tingkat Kecamatan Sobang, Pemerintah Kabupaten Lebak dengan harapan mendapatkan dukungan atas upaya yang sedang dilakukan. Beruntung bagi warga Cirompang, tokoh adat (kokolot) Cirompang beserta Pemerintah Desa Cirompang bisa berjalan bersamaan dan saling mendukung, sehingga proses menjalankan upaya memperjuangkan hak atas tanah dan kehidupan yang lebih layak bisa berjalan dengan baik.

Penyusunan konsep pengelolaan menjadi langkah negosiasi berikutnya yang akan dilakukan oleh warga Cirompang.

(12)

Bab III. Pengelolaan Hutan dan Lahan

”Gunung Aya Maungan (di Gunung/dataran tinggi ada Macan), Lebak Aya Badakan (di dataran yang lebih rendah ada tempat mencari makan), Lembur Aya Kolotna (di kampung ada sesepuhnya), Rahayat Aya Jarona (rakyat ada Kepala Desa nya)...”

(Kokolot Cirompang, 2009) Filosofi di atas merupakan bentuk keseriusan nyata warga Cirompang dalam mengelola ruang hidupnya yang berpijak pada pengetahuan/nilai-nilai adat setempat. Selain untuk memenuhi kebutuhan pangan atau kebutuhan ekonomi mereka, aspek ekologi juga menjadi konsentrasri warga Cirompang dalam memenuhi kebutuhan air. Maka tak heran jika lahan garapan warga sangat bervariasi vegetasinya. Selain sawah dan huma, lahan garapan warga Cirompang dipenuhi dengan pohon Aren (Arenga pinnata) yang bisa diolah warga untuk dijadikan gula Aren. Gula ini dimanfaatkan secara subsisten maupun dijual. Berbagai pohon kayu, seperti Pohon Sengon (Albazia Falcataria) dan pohon buah (Nangka, Durian, Manggis, dan lain-lain) juga tumbuh di lahan garapan warga. Begitu pula dengan sayuran dan palawija. Beragam komoditi menjadi pilihan warga Cirompang karena selain menghasilkan beragam pilihan hasil bumi untuk dikonsumsi, juga dipilih karena dapat mengembalikan kesuburan tanah. Berikut adalah tata guna lahan yang terdapat di Desa Cirompang.

Tabel Tata Guna Lahan Desa Cirompang No. Jenis Penggunaan Lahan Luasan

(ha/m2)

Keterangan

1 Sawah 104 Budidaya Tanaman Pangan (Padi)

2 Ladang (huma)/Kebun 70 Budidaya palawija, sayur, tanaman kayu dan buah

3 Hutan (leuweung) 666 Diisi oleh vegetasi (tanaman) hutan 4 Pemukiman/Lembur 23,5 Pemukiman Warga, Fasilitas Sosial

dan Umum

Total 865,5

Sawah

Sawah merupakan areal yang digunakan warga untuk menanam padi lokal. Jenis padi yang ditanam masih menggunakan padi lokal dengan pupuk yang seringkali digunakan adalah pupuk Urea dan TSP. Namun seiring dengan program go organik yang dicanangkan pemerintah, kini Desa Cirompang termasuk desa yang juga mendapatkan subsidi pupuk organik. Upaya ini pada dasarnya mendapatkan respon yang baik dari warga Cirompang, karena memang pada dasarnya Cirompang sudah sejak dulu menggunakan pupuk organik. Dan saat ini Cirompang tengah berupaya mengembalikan pupuk organik untuk menyuburkan tanah dan pertanian warga Cirompang.

(13)

Kearifan lokal yang dimiliki warga Cirompang terlihat dalam pengelolaan sawah. Dalam setiap aktivitas di sawah, peran petani perempuan dan petani laki-laki terlihat dengan jelas. Dari 15 tahapan bersawah, ada 11 tahapan yang dilakukan oleh petani perempuan, dan 2 diantaranya hanya dilakukan oleh petani perempuan. Sedangkan peran petani laki-laki bisa dijumpai di 12 tahapan aktivitas bersawah, dan 3 diantaranya hanya dilakukan oleh petani laki-laki. Peran petani perempuan Berikut ini adalah tahapan aktivitas dalam pengelolaan sawah di Desa Cirompang.

Tabel Tahapan Aktivitas Pengelolaan Sawah

No Tahapan Pengertian Lama

Waktu

Dilakukan Oleh Perempuan Laki-Laki 1 Beberes Persiapan Awal (Ritual

Adat)

2 Bulan Kasepuhan

2 Macul Menggemburkan tanah 1 Minggu  

3 Babad Membersihkan Rumput di Pematang Sawah

1 Minggu 

4 Sebar/Teb ar

Menyebar Benih Padi 1 Hari 

5 Cabut Memindahkan Benih Padi

1 Hari  

6 Tandur Menanam Padi di Sawah 1-7 Hari  

7 Ngoyos Membersihkan Rumput 1 Minggu  

8 Ngubaran Selamatan dan Pemupukan-mengobati hama penyakit. (Ritual Adat/Kasepuhan)

40 Hari  

9 Mapag Selamatan ketika padi berbunga (Ada Ritual Adat/Kasepuhan)

40 Hari  

10 Beberes Selamatan ketika padi akan dipanen (Ada Ritual Adat/Kasepuhan)

40 Hari  

11 Mipit Memulai Memanen Padi

(Ada Ritual

Adat/Kasepuhan)

1 Hari  

12 Mocong Mengikat Padi Setelah Kering

½ Bulan 

13 Ngunjal Memindahkan padi dari lantaian ke Leuit

1 Hari 

14 Netepkeun Selamatan Padi Selama Berada di Leuit (Ada Ritual Adat/Kasepuhan)

1 Hari 

15 Seren Tahun

Selamatan Atas Hasil Bumi (Padi) yang telah didapat

(14)

Huma / Ladang

Huma atau yang biasa disebut ladang atau sawah kering/sawah tadah hujan merupakan ciri masyarakat Sunda. Huma merupakan warisan sejak jaman dulu dan saat ini keberadaannya mulai berkurang. Ini bisa terlihat di Kabupaten Bogor yang jarang sekali ditemukan huma. Padahal dulu sangat banyak huma bisa ditemukan di Kabupaten Bogor.

Huma yang dikelola di Desa Cirompang sama seperti yang dikelola oleh warga lain di Kawasan Halimun. Sistem gilir balik menjadi bentuk pengelolaan huma secara bijak, baik dari sisi lingkungan (ekologi) maupun pemanfaatannya secara ekonomi. Secara umum, sistem gilir balik ini merupakan proses sirkulasi tanam dan masa istirahat tanah. Dengan adanya sistem gilir balik ini, setelah masa panen padi tiba, tanah kemudian diistirahatkan dengan sebutan masa bera. Ini merupakan masa pengembalian unsur hara di dalam tanah. Secara ekologis, tanah huma relatif lebih subur. Data lapang (RMI, 2009) berhasil mengidentifikasi lebih dari 30 jenis tanaman yang terdapat di huma. Selang beberapa tahun kemudian fungsi huma berubah menjadi reuma, dimana tumbuh beragam tanaman obat. Dan ketika tanaman-tanaman ini mulai meninggi, lahan huma akan kembali menjadi hutan. Berikut adalah tahapan ngahuma di Desa Cirompang.

Tabl Tahapan Ngahuma

No Tahapan Pengertian Lama

Waktu

Dilakukan Oleh Perempuan Laki-Laki 1 Beberes Persiapan Awal (Ritual

Adat)

2 Bulan Kasepuhan

2 Nyacar Membersihkan Lahan Yang Akan Di Tanami

1 Bulan  

3 Ngahuru Membakar hasil dari pembersihan lalan

1 Hari  

4 Ngaduruk Membakar sisa ngahuru agar lebih bersih

1 Minggu  

5 Ngaseuk Menebar benih padi huma atau palawija.

1 Minggu  

6 Ngored Membersihkan tanaman pengganggu (gulma)

1 Bulan 

7 Ngubaran Selamatan dan Pemupukan-mengobati hama penyakit. (Ritual Adat/Kasepuhan)

40 Hari  

8 Mapag Selamatan ketika padi berbunga (Ada Ritual Adat/Kasepuhan)

40 Hari  

9 Beberes Selamatan ketika padi akan dipanen (Ada Ritual Adat/Kasepuhan)

40 Hari  

(15)

(Ada Ritual Adat/Kasepuhan)

11 Mocong Mengikat Padi Setelah Kering

½ Bulan 

12 Ngunjal Memindahkan padi dari lantaian ke Leuit

1 Hari 

13 Netepkeun Selamatan Padi Selama Berada di Leuit (Ada Ritual Adat/Kasepuhan)

1 Hari 

14 Seren Tahun

Selamatan Atas Hasil Bumi (Padi) yang telah didapat

 

Bukan hanya sawah, di dalam tahapan ngahuma pun peran perempuan dan laki-laki saling melengkapi. Dari empat belas tahapan ngahuma, 9 diantaranya di lakukan secara bersamaan, 1 tahapan dilakukan hanya oleh perempuan dan 3 tahapan dilakukan hanya oleh laki-laki.

Ngebon (dudukuhan)

Kebun masyarakat dikenal dengan istilah Dudukuhan. Jenis vegetasi yang berhasil teridentifikasi selama proses kajian RMI, 2009 berlangsung, lebih dari 30 jenis yang didominasi oleh pohon kayu (seperti Sengon, Manii, Afrika, dll serta pohon buah seperti Rambutan, Durian, Duku, dll). Pengelolaan kebun bagi warga Cirompang sangat penting untuk menjaga keberlanjutannya. Oleh karenanya sistem agroforestry sangat dipertahankan untuk menjaga keberlangsungan secara ekologi dan ekonomi. Berikut adalah tahapan ngebon yang biasa dilakukan oleh warga Cirompang.

Ngebon Kayu-Buah (Dudukuhan)

No Tahapan Pengertian Lama

Waktu

Dilakukan Oleh Perempuan Laki-Laki 1 Beberes Persiapan Awal (Ritual

Adat)

2 Bulan Kasepuhan

2 Nyacar Membersihkan Lahan Yang Akan Di Tanami

1 Bulan  

3 Ngahuru Membakar hasil dari pembersihan lalan

1 Hari  

4 Ngaduruk Membakar sisa ngahuru agar lebih bersih

1 Minggu

 

5 Ngaseuk Menebar Benih Kayu-Buah, Kadang bersamaan dengan benih padi huma atau palawija

1 Minggu

 

6 Ngored Membersihkan tanaman pengganggu (gulma)

1 Bulan 

7 Ngubaran Selamatan dan

Pemupukan-mengobati

(16)

hama penyakit. (Ritual Adat/Kasepuhan) 8 Membiarkan Tanaman Kayu dan Buah

Menunggu masa panen dengan lama waktu lebih kurang 5 tahun hingga lebih.

Hutan (Leuweung)

Hutan bagi warga Halimun pada umumnya merupakan titipan yang harus dijaga. Sebagai areal yang berfungsi mempertahankan kuantitas dan kualitas air, hutan yang saat ini mencapai 53,742 ha masih tetap dipertahankan keberadaannya. Dalam konteks air, Dungus menjadi istilah yang sering disebut-sebut sebagai area yang didalamnya terdapat mata air. Dungus berada di dalam kawasan hutan, jadi hutan sangat berarti keberadaannya bagi warga Cirompang. Untuk menjaga agar tetap lestari dan berkelanjutan warga Cirompang memiliki aturan main dalam pengelolaan Dungus atau hutan ini. Diantaranya adalah perlu menjaga sumber mata air sejauh 7 tumbak (50 m) dengan jenis tanaman yang bisa menyuburkan air, seperti Picung, Kayu Dadap, Kayu Manglid, Kayu Leles, Bambu.

Bukan hanya bagi masyarakat di hulu, masyarakat di hilir pun sangat bergantung pada ketersediaan air. Pentingnya air bagi warga Cirompang bisa ditunjukkan dengan filosofi hidup “cai eta mangrupakeun sumber anu nangtukeun hirup keur kahuripan – air merupakan sumber yang menentukan hidup untuk kehidupan” yang artinya ada banyak konsekwensi logis atas keberlangsungan hutan. Maka dari itu sumber air sangat penting untuk dijaga keberlanjutannya dan dilestarikan keberlangsungannya. Pengelolaan konsep kawasan hutan yang lebih “aman” yang saat ini tengah disusun oleh warga Cirompang diharapkan bisa diterima oleh semua pihak termasuk TNGHS yang juga diberi hak kelola oleh negara.

(17)

Tujuan dan Manfaat dari konsep pengelolaan Kawasan Hutan Cirompang yang diharapkan :

a. Menjaga Kelestarian Hutan untuk menghindari dan mengurangi terjadinya bencana alam serta perbaikan lahan kritis.

b. Menumbuhkan peran aktif masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam (hutan) yang berorientasi pada ekologi dan ekonomi.

c. Membangun hubungan antar pihak yang terkait dengan pengelolaan suberdaya alam (hutan).

d. Memperbaiki hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan sumber daya hutan yang berpijak pada pengetahauan masyarakat setempat.

e. Masyarakat dapat merasakan manfaat yang diperoleh dari pengelolaan sumber daya hutan baik dilihat dari sisi ekologi maupun dari sisi ekonomi, termasuk manfaat dari sisi pendidikan (lingkungan).

f. Menjadikan pengetahuan adat dengan prinsip keseimbangan ekologi dan ekonomi.sebagai komponen dalam melakukan dialog dengan para pihak.

(18)

Bab IV. Mungkinkah harapan itu bisa terwujud?

Indonesia merupakan negara yang menghormati dan menghargai sejarah asal usul masyarakat. Ini terlihat pada Peraturan Pemerintah No. 72/2005 tentang Desa pasal 7 yang menyatakan bahwa urusan pemerintah yang menjadi kewenangan desa mencakup urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa. Hak asal usul desa yang dimaksud adalah hak untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan asal usul, adat istiadat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Desa Cirompang yang didalamnya terdapat incu putu dari Kasepuhan Citorek dan Ciptagelar memiliki kearifan tradisional yang bisa berjalan beriringan dengan pemerintahan Desa Cirompang. Selain mengelola sumberdaya alam yang dikelola dengan arif dan bijaksana, terdapat upacara adat lain yang dilakukan Desa Cirompang. Upacara adat ini merupakan bentuk rasa syukur yang mendalam bagi warga Cirompang atas rizki hasil bumi yang diperoleh selama ini. Sekaligus sebagai bentuk doa agar hasil bumi berikutnya bisa lebih banyak dan berlimpah yang bisa mencukupi kebutuhan pangan warga Cirompang dan warga adat lainnya. Seperti yang dielaborasikan melalui filosofi berikut: “saeutik kudu mahi, loba kudu nyesa – sedikit harus cukup, banyak harus bersisa”. Berikut adalah beberapa acara adat yang masih eksis hingga saat ini Cirompang dan dipanuti oleh seluruh warga adat Cirompang.

Tabel Acara Adat di Desa Cirompang

No Acara Adat Pengertian

1 Seren Tahun Selamatan Atas Hasil Bumi (1 Tahun Satu Kali)

2 Sedekah Bumi Selamatan sebelum proses tandur (tanam padi) dilakukan 3 Nyapar Selamatan Rutin Setiap Awal Bulan Safar

4 Nyimur Mendata masyarakat (incu-putu) sambil dibersihkan (ritual) 5 Ngajiwa Mendata Masyarakat (incu-putu) tanpa ada ritual

6 Netepkeun Selamatan sebelum melakukan acara hajatan

Dalam konteks penataan ruang, PP No. 69 tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang menyebutkan bahwa masyarakat memiliki hak untuk berperan aktif dalam proses penataruangan, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan dan pemeliharaannya. Artinya sangat terbuka luas bagi masyarakat untuk turut berperan serta dalam penataan ruang hidupnya dan tidak bertentangan dengan aturan negara.

Dalam konteks kehutanan, khususnya di kawasan konservasi, melalui Peraturan Menteri Kehutanan No. P 19/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam dan Peraturan Menteri Kehutanan No. P 56/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional, beberapa pilihan hukum di kawasan konservasi sedikit lebih terbuka. Cirompang yang termasuk ke dalam ZONA KHUSUS TNGHS memiliki peluang untuk bisa berkolaborasi dengan pihak TNGHS dengan konsep

(19)

pengelolaan kawasan yang sesuai dengan aturan adat yang berlaku di wilayah setempat.

Dalam rangka meminimalisir konflik-konflik di kawasan konservasi, kini Pemerintah Indonesia sedang finalisasi draft Peraturan Menteri Kehutanan tentang Model Desa Konservasi (MDK) dalam rangka Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Hutan Konservasi. Draft kebijakan ini masih dalam diskusi dan perbaikan untuk mendapatkan kebijakan yang lebih adil dan bijaksana, baik untuk sosial ekonomi masyarakat maupun secara ekologi. Model Kampung Konservasi (MKK) merupakan salah satu program TNGHS yang merespon kebijakan kolaborasi dan zonasi di kawasan konservasi. Konsep MKK ini pun masih didiskusikan ulang bersama pihak TNGHS, khususnya jangka waktu kesepakatan.

Beberapa pilihan hukum yang disebutkan diatas merupakan pilihan bagi warga Cirompang untuk mewujudkan harapannya. Harapan warga Cirompang bisa terwujud melalui konsep pengelolaan kawasan yang adil dan lestari bagi lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat dan disepakati oleh banyak pihak.

Gambar

Tabel Asal-Usul Masyarakat Di Desa Cirompang
Tabel Tingkat Pendidikan di Desa Cirompang  No  Tingkat Pendidikan  Jumlah (Jiwa)
Tabel Tugas Keseharian Fungsi Kelembagaan di Masing-masing Kokolot Kasepuhan
Tabel Sumber Penghidupan di Desa Cirompang
+6

Referensi

Dokumen terkait

Judul : PERANAN DIVINIL BENZENA TERHADAP KOMPATIBILITAS CAMPURAN LOW DENSITY POLYETHYLENE (LDPE) DAN ABU BAN BEKAS MENGGUNAKAN INISIATOR DIKUMIL PEROKSIDA.. Kategori :

Dengan demikian dapat diartikan bahwa arsitektur enterprise mengandung arti perencanaan, pengklasifikasian, pendefinisian, dan rancangan konektifitas dari berbagai

Arus sumber dan spektrum harmonisa arus sumber phasa A beban non-linier seimbang Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai THD rata-rata arus sumber sistem beban non linier

Buku ini juga membahas permasalahan spektrum 4G yang akan digunakan di Indonesia, teknologi akses jamak OFDMA dan SC-FDMA yang digunakan pada jaringan 4G, arsitektur jaringan 4G

Kloset Duduk keramik merk toto manual buah Kloset Duduk keramik merk Ina manual buah Kloset Duduk keramik merk Lolo manual buah Kloset Duduk keramik merk Mono Blok American Standar

18.000 s/d 20.000/kg seperti yang dijual di Pasar Pesiapan dan Pasar Galiran minggu ke 3 dan minggu ke 4 harga terendah Ikan Lemuru terjadi di Pasar Umum Jembrana

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui faktor eksternal dalam bauran pemasaran (7P) untuk meningkatkan bisnis PT. Seloko Batam Shipyard, 2) Mengetahui faktor