1
KONFLIK PEDAGANG DENGAN PENGELOLA PASAR DALAM REVITALISASI
PASAR WINDUJENAR SOLO
(Studi Deskriptif Kualitatif Konflik Pedagang Dengan Pengelola Pasar Dalam Revitalisasi Pasar Windujenar Solo)
Disusun Oleh :
FATWA NURUL HAKIM
NIM D0305029
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Sosiologi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
2
PERSETUJUAN
Telah Disetujui Untuk Dipertahankan Di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dosen Pembimbing
Dra. L.V. Ratna Devi S, M.Si NIP. 1960041419860122002
3
PENGESAHAN
Skripsi ini telah diterima dan disahkan oleh
Panitia Ujian Skripsi Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada hari : Tanggal : Panitia Penguji Dr. Mahendra Wijaya MS NIP. 196007231987021001 (………..) Ketua
Eva Agustinawati S.Sos, M.Si NIP. 197008131995122001
(………..) Sekretaris Dra. L.V. Ratna Devi S. M.Si
NIP. 196004141986012002
(………..) Penguji
Disahkan Oleh :
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Drs. H. Supriyadi SN. SU NIP. 195301281981031001
4
MOTTO
“Bertahanlah kamu terhadap ulat niscaya kamu akan melihat
kupu-kupu”
(Fatwa Nurul Hakim)
Jadikanlah Sabar dan Sholat sebagai penolongmu. Sesungguhnya
yang demikian sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang
5
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah,
Puji syukur kehadirat Allah SWT
atas Rahmat dan
karunia-Nya
sehingga Skripsi ini
dapat penulis selesaikan
Kupersembahkan skripsi ini untuk :
Ayah dan Ibu tercinta, terima kasih atas semua petunjuk
Dan pendidikan Selama Proses Pendewasaan.
6
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr Wb.
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Beranjak dari keinginan untuk mendalami masalah konflik sosial secara sosiologis, serta memberikan sumbangan kepada Pasar Windujenar Solo, maka dalam skripsi ini penulis mengambil judul Konflik Pedagang dengan Pengelola Pasar dalam Revitalisasi Pasar Windujenar Solo (Studi Deskriptif Kualitatif Konflik Pedagang dengan Pengelola Pasar dalam revitalisasi Pasar Windujenar Solo). Ketertarikan lainnya terhadap tema ini yaitu karena tema tersebut belum banyak diangkat dan dikaji, karena adanya anggapan bahwa situasi konflik selalu bersifat destruktif dan hanya akan membawa dampak negatif terhadap sistem dalam masyarakat. Namun ternyata, konflik acapkali dihindari oleh masyarakat, tidak selamanya bersifat destruktif . Konflik dapat fungsional serta merupakan mata rantai ke arah perubahan dan pembangunan.
Dalam penyusunan skripsi ini, tentunya tidak lepas dari bantuan dan dukungan serat doa dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada :
1. Drs. Supriyadi SN, SU selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Dra. Hj. Trisni Utami, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Dra. L.V. Ratna Devi S, M.Si selaku Pembimbing Akademik dan Pembimbing Penulisan Skripsi, terima kasih atas dukungan, masukan, kepercayaan, ketelitian dan kesabaran yang penuh dalam membimbing dan mengarahkan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh Dosen dan Staff karyawan Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
7
5. Bapak Ucok selaku Lurah Pasar Windujenar, terima kasih atas kerjasamanya serta informasi-informasi yang sangat berguna bagi penulis
6. Bapak Bambang HP selaku Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Windujenar (meskipun sekarang sudah berganti kepengurusan), terima kasih atas semua bantuannya.
7. Semua informan pedagang Pasar Windujenar yang dengan tulus dan ikhlas memberikan informasi kepada penulis.
8. Dinas Pengelola Pasar Pemerintah Kota Surakarta, terima kasih atas izin dan data-datanya yang relevan.
9. Keluarga Lab UCYD, Bapak. Dr. Drajat Tri Kartono, Mas Agung, Mas Adi, Mas Lilik, Mas Beni, mbak atik dan adik-adik 2008 terima kasih atas berbagai pengalaman saya bisa bekerja menimba ilmu dan pengalaman.
10.Teman-teman Sosiologi FISIP UNS angkatan 2005 terima kasih atas dukungannya.
11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari kesempurnaan memang masih jauh dalam penyusunan skripsi ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah khasanah keilmuan bagi penulis sendiri dan bagi pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr Wb.
Surakarta, April 2010
8 DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN MOTTO... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN... v
KATA PENGANTAR... vi
DAFTAR ISI... viii
DAFTAR TABEL... xii
DAFTAR BAGAN... xiii
DAFTAR GAMBAR... xiv
ABSTRAK... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 8
C. Tujuan Penelitian... 8
D. Manfaat Penelitian... 9
E. Kajian Pustaka... 9
1. Konsep yang digunakan………. 9
a. Konflik………... 9
9
c. Pedagang……….. 14
d. Pasar Tradisional………. 16
F. Teori yang Digunakan. ………. 18
1. Teori Konflik………... 18
G. Penelitian Terdahulu yang Menjadi Acuan………... 20
H. Definisi Konseptual………... 24 I. Kerangka Berpikir………. 25 J. Metode Penelitian……….. 27 1. Jenis Penelitian……… 27 2. Lokasi Penelitian………. 27 3. Unit analisis………. 27 4. Sumber Data……… 28
5. Teknik Pengumpulan data………... 28
6. Teknik Pengambilan Sample………... 30
7. Validitas data………... 31
8. Analisis Data……… 31
BAB II. DESKRIPSI LOKASI A. Potret Pasar Windujenar……… 36
1. Sejarah Pasar Windujenar……… 36
2. Letak Geografis………... 37
3. Bangunan kios dan sarananya………. 38
4. Pemilik kios/Pedagang……… 39
10
6. Permodalan………. 42
7. Pengunjung/Konsumen……… 43
8. Konsep Perancangan dan Perencanaan……… 44
9. Permasalahan Pasar Windujenar Saat ini……… 49
10.Perencanaan dan Perancangan………. 49
11.Informan Penelitian………. 52
BAB III. HASIL PENELITIAN A. Pasar Tidak Sekedar Sebuah Ruang……….. 56
B. Konflik Pedagang dengan Dinas Pengelola Pasar………. 57
1. Adanya event/pertunjukkan di Pasar Windujenar………... 58
2. Pintu Kios Sebelah Timur di buka agar bisa dilihat 2 sisi…….. 62
3. Merasakan Sepi Pembeli Pasca revitalisasi pasar……… 64
4. Penyempitan kios pedagang pasar Windujenar pasca revitalisasi pasar……….. 68
5. Janji DPP bahwa Atrium akan digunakan sebagai tempat untuk istirahat tamu dan tempat memajang barang dagangan yang tergolong antic dan istimewa………... 70
6. Masalah Kios Pasar Windujenar……….. 71
a. Kejanggalan dalam pengundian pasar Windujenar………... 71
b. Permintaan Pedagang yang dikelompokkan per Blok Menurut Jenis barang dagangannya……….. 74
c. Pedagang barang-barang berat agar ditempatkan di lantai bawah………. 77
11
d. Ada Indikasi bahwa DPP memikirkan bisnis……… 79
e. Retribusi Pasar Windujenar……… 79
f. Brand image Pasar Windujenar sebagai pasar barang antic yang merugikan pedagang………. 80
C. Konflik Pedagang Pasar Windujenar dengan Kontraktor…………. 81
1. Kebocoran saluran air……….. 82
2. Pintu kios yang sulit dibuka………. 83
3. Ventilasi dan Pencahayaan……….. 85
4. Depan kios pedagang ada tangga untuk ke lantai atas…………. 86
5. Pemborong dalam pembangunan pasar Windujenar kurang professional……….. 88
D. Konflik Pedagang Pasar Windujenar dengan Pedagang Pasar Windujenar……… 91
BAB IV. PEMBAHASAN……… 96
BAB V. PENUTUP……….. 105
A. Kesimpulan……….. 105
B. Implikasi……… 106
C. Saran………. 109 DAFTAR PUSTAKA
12
DAFTAR TABEL
Bab I.1. Banyaknya Jumlah Los dan Kios di Pasar Tradisional di Kota Surakarta Tahun 2008………... 2 Bab I.2. Daftar Jumlah Pedagang Pasar Windujenar... 40 Bab IV.1. Konflik pedagang pasar Windujenar dengan Dinas Pengelola
Pasar………... 97 Bab IV.2. Konflik pedagang Pasar Windujenar dengan perwakilan
pedagang pasar Windujenar……….. 100 Bab IV.3. Konflik Pedagang Pasar Windujenar dengan kontraktor……….. 101
13
DAFTAR BAGAN
Bab I.1. Kerangka Berfikir Konflik Pedagang dengan Pengelola Pasar
14
DAFTAR GAMBAR
Bab II.1. Denah lantai dasar Pasar Windujenar... 47
Bab II.2. Denah lantai atas Pasar Windujenar... 48
Bab III.1. Sudut kios pasar Windujenar……….. 63
Bab III.2. Pintu kios pasar Windujenar yang diganti pedagang dengan rooling door………. 83
Bab III.3. Tangga yang berada di depan kios……….. 87
Bab III.4. Tangga di depan kios yang telah dipotong besinya dan lebar tangga yang sempit………. 88
Bab III.5. Saluran air yang ditambahkan oleh pedagang………. 89
Bab III.6. Sempitnya tangga yang hanya bisa dilewati 1 orang……….. 90
Bab III.7. Pembangunan pasar Windujenar tahap 2 lantai 2………... 92
Bab III.8. Kios pasar Windujenar pada pembangunan tahap kedua yang sudah ditempati pedagang………. 95
15
ABSTRAK
FATWA NURUL HAKIM, D0305029, Konflik Pedagang dengan Pengelola Pasar dalam Revitalisasi Pasar Windujenar Solo (Studi Deskriptif Kualitatif Konflik Pedagang dengan Pengelola Pasar Dalam Revitalisasi Pasar
Windujenar Solo), Skripsi, FISIP, UNS, Surakarta 2010.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang menggambarkan Konflik Manajemen Pedagang Pasar Windujenar Solo. Penelitian ini menggambarkan perbedaan kepentingan yang menyebabkan konflik, pihak-pihak yang berkonflik yang terhubung sehingga terjadi konflik Manajemen. Sistematika Skripsi ini dibagi dalam lima bab . Bab I menggambarkan latar belakang dan metodologi yang digunakan, Bab II membahas deskripsi lokasi Pasar Windujenar Solo, Bab III menjelaskan hasil penelitian, Bab IV menjelaskan pembahasan dan Bab V penutup yang berisi kesimpuan, implikasi dan saran.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah berdasarkan Purposive sampling. Informan yang diambil adalah merupakan informan yang memiliki latar belakang yang sesuai dengan kebutuhan peneliti.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori konflik Dahrendorf, dimana Dahrendorf melihat konflik terjadi karena adanya perbedaan kepentingan antara kelompok dalam (in-group) dan kelompok luar (out group). Sifat konflik Dahrendorf ini memunculkan integrasi kelompok dalam (in-group).
Konflik yang terjadi di Pasar Windujenar adalah konflik yang bersifat langsung dan konflik tidak langsung. Konflik langsung terjadi antara pedagang dengan Dinas Pengelola Pasar. Konflik ini muncul karena adanya perbedaan kepentingan antara pedagang dengan Dinas Pengelola Pasar. Pedagang merasa Pasca Revitalisasi, pasar Windujenar masih sepi pembeli, sebaliknya DPP berkeinginan untuk merubah pasar Windujenar yang sebelumnya masih kotor, kumuh dan becek, sekarang menjadi bersih, modern, rapi. Konflik langsung di pasar Windujenar terjadi antar pedagang, penyebabnya ada perwakilan pedagang (yang sudah ditunjuk oleh beberapa pedagang) untuk mewakili aspirasi pedagang dalam revitalisasi pasar Windujenar tahap kedua, ada semacam keinginan dari perwakilan pedagang untuk menempati kios yang dekat dengan akses jalan. Niat perwakilan pedagang pasar Windujenar itu akhirnya tidak tercapai karena DPP telah mempertemukan 15 SHP pembangunan tahap II pasar Windujenar dan mengembalikan kios pedagang seperti semula.
Konflik tidak langsung yang terjadi di pasar Windujenar antara pedagang pasar Windujenar dengan Kontraktor Pasar Windujenar. Kontraktor pada dasarnya ditunjuk oleh DPP melalui proses lelang. Konflik ini terjadi karena pedagang merasa kontraktor dalam pembangunan Pasar Windujenar dianggap tidak professional.
16 ABSTRACT
FATWA NURUL HAKIM, D0305029, Merchant Conflict with pengelola pasar in revitalization Windujenar Market (Describtive Qualitative Study of Merchant Conflict with pengelola pasar in revitalization Windujenar Market Solo), Thesis, FISIP, UNS, Surakarta 2010.
This research is a descriptive-qualitative which describes Merchant Conflict Management of Windujenar Market Solo. This research describes the difference bussiness which causes conflict, the stake holder who connected so the management conflict happened. The sistematics of this thesis are devided in 5 chapters. Chapter I describes background and metodology that that is used, chapter II describes the location of Windujenar Market Solo, chapter III describes the result of the research, chapter IV describes the explanatio and chapter V is closing contains of conclution, implication and suggestion.
Sample taking in this research based on Purpossive sampling. The informants which are taken are those who have a suitable background for the researcher’s need.
The theory that is used in this reserach is Dahrendorf’s conflict theory, Dahrendorf saw conflict happend because of difference bussines between in-group and out in-group. The outlook of Dahrendorf’s conflict raised in-group integrity for in-gruop
Conflict that is happened in Windujenar Market is a direct conflict and undirect. Direct conflict happened between merchant and Dinas Pengelola Pasar. This conflict raised because of difference business between merchants and Dinas Pengelola Pasar. The merchants feel post-revitalization, Windujenar Market is still has no really much buyers, otherwise DPP wanted to change Windujenar Market which is still dirty, slum and muddy before, to be clean, modern, tidy. Direct conflict in Windujenar Market happened between the merchants. The cause is there was a merchant representative (that has already pointed) to represent aspiration of the merchants in second step revitalizing of Windujenar Market, there is any kind of intensions from merchant representative to dwell a kiosk which is near to road access. The intention of the representative of Windujenar merchants is not finally reached because DPP has met 15 development SHP part II of Windujenar market and restore merchants kiosk as before.
Undirect conflict happened in Windujenar Market between Windujenar merchants with contractor of Windujenar market, Contractor firstly pointed by DPP by auction process. This conflict happened because the merchants feel that the contractor in Windujenar market developing supposed to be unprofessional.
17 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pasar Windujenar merupakan pasar tradisional yang berada di kota Solo, terletak di Kalurahan Keprabon Kecamatan Banjarsari. Memiliki nilai sejarah karena keberadaannya berhadapan dengan Keraton Mangkunegaran. Pasar Windujenar merupakan pasar tradisional yang khas, lain dengan pasar-pasar tradisional lainnya dan juga menjadi identitas tersendiri atas dunia pariwisata di kota Solo, di kota Yogyakarta dan Semarang tidak ada pasar barang antik seperti Pasar Windujenar, hal ini karena nilai jual terletak pada existing-nya.1
Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta untuk mempercantik kota berimbas pada di revitalisasinya pasar-pasar tradisional di kota Solo, salah satunya adalah Pasar Windujenar. Sepanjang Jalan Slamet Riyadi telah dipercantik dengan city
walk nya, Gladak Langen Bogan (Galabo) dengan aneka makanan khasnya dan
Jalan Diponegoro dengan Night Marketnya. Kebijakan ini merupakan bukti keseriusan Pemerintah Kota Surakarta untuk menata dan mempercantik Kota Solo. Adapun data mengenai Pasar-pasar tradisional yang berada di Kota Surakarta berdasarkan kelas,jumlah los, dan kios.
1 Menurut Zainal, existing Pasar Triwindu sejak berdiri hingga saat ini bukan sekadar sebagai
ruang ekonomi. Pasar Triwindu juga menjadi ruang komunitas warga untuk bertukar pikiran, bercengkerama, bergurau dan bersilaturahmi. Dalam tataran praksis, warga yang datang ke Pasar Triwindu belum tentu bermaksud membeli barang antic tertentu. Banyak warga yang datang ke Pasar Triwindu sekadar inginberdiskusi tentang barang antic tertentu. Forum-forum inilah yang membangun atmosfer yang sangat khas di Pasar Triwindu sebagai Pasar barang antik. (Solopos, Kamis, 15 Juni 2006. Berita tentang : DPRD dukung pedagang Triwindu)
18
Tabel I.1. Banyaknya Jumlah Los dan Kios di Pasar Tradisional di Kota Surakarta Tahun 2008 POTENSI Petak PASAR KELAS LUAS TANAH (m2) Los Luas (m2) Kios Luas (m2) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1 Legi IA 16.640 1.542 7.746,50 236 4.337,25 2 Klewer IA 13.642 2.210 2.562,75 3 Singosaren IB 4.900 254 2.067,77 4 Notoharjo IB 10.800 1.018 a) 6 5 Gede IB 5.821 633 3.875,50 108 1.732,65 6 Nusukan IB 6.531 666 2.664,00 204 2.136,00 7 Harjodaksino IB 8.997 979 2.936,00 80 776,00 8 Jongke IB 12.253 786 3.144,00 97 9 Rejosari IIA 248 161 781,50 24 229,00 10 Turisari IIA 2.750 253 883,00 36 439,50 11 Purwosari IIA 1.272 189 570,00 14 181,00 12 Sidodadi IIA 844 247 522,00 29 239,00 13 Ledoksari IIA 499 42 126,00 20 399,00 14 Kadipolo IIB 150 439 1.317,00 7 47,00 15 Tanggul IIB 2.400 145 600,00 9 125,00 16 Depok IIB 4.480 281 1.026,00 17 Kabangan IIB 1.833 132 648,00 47 566,00 18 Penumping IIB 1.200 114 457,00 2 21,00 19 Ayam IIB 11.220 320 2.400,00 0 20 Kliwon IIB 2.301 168 672,00 94 657,00 21 Jebres IIB 1.461 120 464,00 18 310,50 22 Kembang IIB 1.409 80 376,00 38 330,84
23 Ayu Balapan IIB 35 344,20
24 Proliman IIB 154 828,00 25 Mebel IIB 6.820 67 1.961,00 18 504,00 26 Windujenar IIB 1.531 212 1.470,00 27 Ngemplak IIIA 947 57 181,50 14 120,00 28 Mojosongo IIIA 1.088 180 605,00 11 84,00 29 Bangunharjo IIIA 1.116 44 176,00 5 48,00 30 Sidomulyo IIIA 3.365 59 336,50 31 Gading IIIA 2.293 132 524,00 33 226,50 32 Sangkrah IIIA 1.122 140 6.563,00 4 51,00 33 Tunggulsari IIIA 740 145 226,50 19 200,50 34 Jurug IIIA 700 36 252,20 35 Dawung IIIA 36 Mojosongo IIIB 1.458 126 384,00 3 36,00
19 Perumnas 37 Ngumbul IIIB 450 42 126,00 11 825,00 38 Bambu IIIB 39 Besi IIIB 15.120 255 11.195,00 40 Joglo IIIB 101 61 209,25 29 377,50 41 Cinderamata 2.153 121 906,00 86 663,00
Sumber : Solo dalam angka 2008
Menurut table diatas Pasar Windujenar tergolong pasar dengan kelompok Kelas IIB dengan luas tanah 1.531 m2. Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta untuk merevitalisasi Pasar Windujenar menuai kontra dengan pedagang Pasar Windujenar. Pedagang Pasar Windujenar menginginkan untuk renovasi sebagian pasar saja yaitu perbaikan atap dan saluran air, alasannya adalah pengunjung pasar Windujenar mayoritas wisatawan asing yang apabila masuk ke pasar Windujenar harus menunduk karena atapnya rendah, dan sanitasi air juga perlu di renovasi karena apabila hujan air akan menggenang, sehingga pedagang lebih banyak diam di kios dan tidak dapat melayani pembeli.2 Pedagang mengharapkan revitalisasi Pasar Windujenar ini tidak menghilangkan nilai sejarah dari Pasar Windujenar. Pedagang Pasar Windujenar mengeluhkan karena semakin hari keadaan pasar yang sering menjadi tujuan turis asing itu tidak membaik, justru semakin tidak menentu dan ditambah dengan adanya peristiwa bom Bali 1 dan bom Bali 2.3
.
2 Lihat, Suara Merdeka, Jumat 16 Juni 2006, berita tentang : Pedagang Triwindu ingin renovasi
sebagian
3 senada dengan pernyataan Eni yang menyatakan bahwa kondisi pasar yang semakin memburuk
dan bertambah sepi. Ada juga pedagang yang selama 2 hari tidak didatangi oleh pembeli, hal ini dialami oleh Ratna yang menjual berbagai macam benda pecah belah dari bahan Kristal di pasar Triwindu. Selama dua hari praktis dia hanya menunggu tokonya, tidak ada barang yang terjual. Jangan kan ada yang membeli, yang melihat-lihat aja tidak ada, kata wanita yang asal Mangkubumen Wetan, Kecamatan Banjarsari itu. (Suara Merdeka, Kamis, 3 Juli 2003 berita tentang : Sepi, Pedagang barang antic mengeluh)
20
Pendapatan pedagang pasar Windujenar Solo mengalami penurunan drastis, pedagang yang pendapatannya turun adalah pedagang onderdil sepeda motor bekas, sementara pedagang cinderamata dan barang antik mengalami penurunan drastis antara 60%-70%.4
Permasalahan yang dialami pedagang itulah yang memicu Pemerintah Kota Surakarta untuk merevitalisasi Pasar Windujenar, dengan direvitalisasinya Pasar Windujenar diharapkan dapat mengubah persepsi masyarakat dari semula terlihat kumuh, sempit, dan kotor, menjadi pasar yang modern, luas, dan bersih.
Langkah pertama Pemerintah Kota Surakarta untuk merevitalisasi Pasar Windujenar adalah merelokasi pedagang Pasar Windujenar ke kawasan bekas studio Srimulat Sriwedari. Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta untuk merelokasi pedagang Pasar Windujenar ke kawasan bekas studio Srimulat Sriwedari, menimbulkan reaksi dari pedagang Pasar Windujenar. Pedagang mengkhawatirkan keamanan barang-barangnya, karena letak kawasan bekas studio Srimulat Sriwedari terlalu terbuka, tetapi kekhawatiran pedagang pasar Windujenar dapat teratasi karena Dinas Pengelola Pasar Kota Surakarta telah membentuk team untuk menjaga barang-barang dagangan Pasar Windujenar.5
4 “kasus bom Bali dampaknya hingga kini masih terasa. Turis Mancanegara yang biasanya banyak
datang, saat ini hanya beberapa saja yang belanja di Pasar Triwindu” kata Pengurus Paguyuban Pedagang Pasar Triwindu (P3T), Sunarto. Menurut dia sebelum terjadinya bom Bali, setiap pedagang cinderamata dan barang antic sebulan bisa memperoleh hingga jutaan rupiah. Namun sekarang ini dalam sebulan bisa memperoleh Rp.300.000,- saja sudah bagus. “Pengaruh bom Bali itu hingga saat ini masih dirasakan, imbuh dia. (Suara Merdeka, Kamis, 12 Mei 2005 berita tentang: penjualan cinderamata di Triwindu turun)
5 "Untuk mengamankan dagangan barang-barang antik milik pedagang di pasar darurat itu telah
21
Kekhawatiran pedagang Pasar Windujenar tidak hanya itu saja, ada pemasalahan yang muncul karena adanya kebijakan Pemerintah Kota Surakarta yang merevitalisasi Pasar dengan konsep membangun Pasar Windujenar menjadi 2 lantai. Pembangunan pasar menjadi 2 lantai dapat menyebabkan perebutan kios, karena pedagang merasa kios yang berada di bawah pasti akan lebih ramai dan lebih sering dikunjungi oleh pembeli. Permasalahan yang lain dalam revitalisasi Pasar Windujenar adalah sebagai berikut :
Permasalahan pertama, adanya perebutan kios diantara pedagang Pasar Windujenar terjadi karena di Pasar Windujenar terdapat 2 macam pedagang yaitu pedagang barang-barang antik dan pedagang onderdil motor. Kedua pedagang ini memperebutkan untuk mendapatkan kios yang berada di lantai bawah, umumnya di pasar Tradisional kios yang ramai adalah kios yang berada di lantai bawah padahal dari Dinas Pengelola Pasar telah mengatur letak kios yaitu pedagang barang-barang antik berada di lantai atas dan pedagang onderdil berada di lantai bawah, tetapi pedagang barang antik tidak terima dengan alasan bahwa kecenderungan pasar yang dikunjungi oleh konsumen adalah yang berada di lantai bawah.
Kedua, meskipun Pasar Windujenar telah di revitalisasi namun tidak mengubah luas lahan dan luas kios, Pasar Windujenar dirasa sempit meskipun pasar Windujenar telah memiliki 2 lantai, hal ini dikarenakan lahan yang dipakai
Pasar Kota Surakarta Satriyo Teguh Subroto di Solo, Senin (19/5). Tim yang berjaga di pasar darurat ini beranggotakan enam orang dan dibantu para pedagang. Pengamanan diutamakan pada malam hari karena kawasan tersebut terbuka. (Kompas, Senin, 19 Mei 2008 berita tentang : Bekas Gedung Srimulat Jadi Pasar Benda Antik)
22
untuk kios dikurangi luasnya untuk lahan parkir, memang parkir bisa dianggap sebelah mata, tapi parkir yang tertata rapi berdampak pada keindahan pasar Windujenar Solo.
Ketiga, Penentuan harga kios dari Dinas Pengelola Pasar antara pedagang lama dan pedagang baru masih belum diketahui oleh pedagang Pasar Windujenar. Pedagang khawatir bila Dinas Pasar Pemerintah Kota Surakarta memberikan harga kios yang sama antara pedagang yang lama dengan pedagang baru yang berada di Pasar Windujenar. Pedagang yang sudah lama berjualan di Pasar Windujenar berharap agar Dinas Pengelola Pasar Pemerintah Kota Surakarta tidak memberikan harga kios yang mahal, karena pedagang lama itu telah bertahun-tahun berdagang di Pasar Windujenar, kemudian pedagang lama itu berpendapat agar para pedagang yang baru menempati pasar Windujenar itulah yang dikenakan harga kios.6
Keempat terdapatnya pedagang oprokan merupakan salah satu contoh riil yang terjadi di Pasar Windujenar, padahal Pemerintah Kota Surakarta dan stakeholder telah mengatur kios untuk pedagang, selain itu mekanisme penentuan harga kios juga harus jelas, karena apabila penentuan harga kios tidak jelas maka pedagang oprokan di Pasar Windujenar akan semakin bertambah. Peran Pemerintah Kota Surakarta dan Stakeholder sebagai pembuat kebijakan diharapkan tidak ada yang dirugikan. Untuk meramaikan kembali Pasar Windujenar setidaknya ada semacam upaya publikasi terhadap Pasar Windujenar,
6 Selain itu, kami juga mengkhawatirkan biaya-biaya lainnya seperti tingginya retribusi, biaya kios
dan lain-lain. Namun intinya, perombakan akan merugikan pedagang,”jelas Likman (Solopos, Rabu, 14 Juni 2006. Berita tentang : Pedagang Triwindu Tolak Perombakan)
23
seperti pembuatan gapura besar di Jalan Slamet Riyadi sebagai penunjuk arah keberadaan Pasar Windujenar.7
Sebagian besar pedagang Pasar Windujenar yang direlokasi di kawasan bekas Studio Srimulat Sriwedari, mengeluhkan kondisi penjualan mereka yang anjlok drastis. Omset penjualan mereka terjun bebas bahkan mencapai 100% per harinya. Lokasi yang kurang strategis menjadi faktor utama lesunya penjualan. Gimin, 40, pedagang pipa ledeng atau nonbenda antik, Minggu (19/4), mengaku dirinya belum menerima pembeli yang datang satu pun. Kondisi tersebut tidak ia rasakan hari kemaren saja, melainkan juga terjadi pada hari-hari sebelumnya. Setelah dipindah ke sini (kawasan Sriwedari –red) penjualan sepi. Lokasinya yang tidak sebagus di pasar Windujenar (Jl. Diponegoro Solo), jalurnya susah. Di sisi lain, banyak pembeli dari luar kota yang tidak tahu lokasi baru, “keluhnya. Hal senada juga di ungkapkan oleh pedagang lainnya, Philipus Sukijo, 59. Ia mengaku dalam sepekan ia bisa sampai lima hari dirinya tak memperoleh pembeli, kalau pun ada, omzetnya jauh berkurang. Ia mengaku semasa di lokasi lama pendapatannya bisa mencapai Rp. 100.000 lebih per hari. Namun Pascarelokasi tidak mencapai Rp. 20.000/hari, itupun kalau ada pembeli. “Sebenarnya lokasinya lebih enak disini, karena lebih luas. Di tempat yang lama lebih sempit tapi jauh lebih ramai, “ungkapnya.8
7 Lihat Solopos, Rabu, 14 Juni 2006. Berita tentang : Pedagang Triwindu tolak perombakan. 8 Lihat. Solopos, Senin 20 April 2009
24
Dengan fenomena yang terjadi di Pasar Windujenar itu maka saya selaku peneliti tertarik untuk penelitian mengenai konflik manajemen pedagang Pasar Windujenar Solo.
B. Rumusan Masalah
Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta untuk merevitalisasi Pasar Windujenar berdampak adanya suatu masalah dan kekhawatiran yang dialami oleh pedagang Pasar Windujenar, kekhawatiran ini di karenakan tidak sesuainya antara Pemerintah Kota Surakarta selaku pembuat kebijakan dengan Pedagang Pasar Windujenar yang terkena dampak dari revitalisasinya Pasar Windujenar Solo. Permasalahan yang menonjol adalah terkait dengan konflik manajemen pedagang Pasar Windujenar Solo. Masalah yang muncul adalah :
“Bagaimana konflik pedagang dengan pengelola pasar dalam revitalisasi Pasar Windujenar Solo”.
C. Tujuan Penelitian
1. Mapping konflik pedagang dengan pengelola pasar dalam revitalisasi Pasar Windujenar Solo
2. Sebagai analisa konflik pedagang dengan pengelola pasar dalam revitalisasi Pasar Windujenar Solo
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pedagang Pasar Windujenar
a. Memberikan pengetahuan tentang kebijakan-kebijakan manajemen Pemerintah Kota Surakarta.
25
b. Sebagai bahan acuan tentang cara menyikapi kebijakan Manajemen Pasar Windujenar Solo.
2. Bagi Pemerintah Kota Surakarta
a. Memberikan masukan dan gambaran ide kepada pemerintah sebelum membuat kebijakan manajemen.
b. Memberikan pengetahuan dalam penyuluhan di Paguyuban Pasar Windujenar Solo.
3. Untuk memenuhi syarat-syarat guna mencapai gelar sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
E. Kajian Pustaka
1. Konsep yang Digunakan
Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Konflik
Konflik adalah sebuah ekspresi heterogenitas kepentingan, nilai dan keyakinan yang muncul sebagai formasi yang baru yang ditimbulkan oleh perubahan sosial yang muncul bertentangan dengan hambatan yang diwariskan (Miall, 2000;7-8)
Webster (1966), istilah “conflict” didalam bahasa aslinya berarti suatu perkelahian, peperangan, atau perjuangan yaitu berupa konfrontasi fisik maupun non fisik antara beberapa pihak. “Tetapi arti kata itu kemudian berkembang dengan masuknya ketidaksepakatan yang tajam
26
atau oposisi atas berbagai kepentingan ide, dan lain-lain”, dengan kata lain, istilah tersebut sekarang juga menyentuh aspek psikologis dibalik konfrontasi fisik yang terjadi, selain konfrontasi fisik itu sendiri. Secara singkat istilah “conflict” menjadi begitu meluas sehingga beresiko kehilangan statusnya sebagai sebuah konsep tunggal.
Definisi Webster yang kedua tentang konflik adalah persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest), atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan. Mencoba menjelaskan asal mula terjadinya perbedaan kepentingan dari apa yang dipersepsikan oleh pihak-pihak yang berkonflik.
Sanderson mengatakan bahwa konflik merupakan pertentangan kepentingan antara berbagai individu dan kelompok sosial, baik yang mungkin pecah menjadi konflik terbuka atau kekerasan fisik. Konflik merupakan hubungan antara dua atau lebih, baik itu individu maupun kelompok dimana mereka mempunyai tujuan dan kepentingan yang bertentangan.
Ichsan Malik dalam buku menyeimbangkan kekuatan pilihan strategi menyelesaikan konflik atas sumber daya alam. Konflik Dilihat dari sifatnya dibedakan menjadi dua yaitu konflik laten dan konflik manifest. Konflik laten adalah konflik yang tertutup atau belum mencuat ke permukaan, misalnya konflik kesenjangan dalam pengupahan antara pekerja perempuan dalam pekerja laki-laki dalam suatu perusahaan yang
27
berlangsung secara diam-diam dan tertutup oleh dominasi patrimonial yang pada suatu saat akan menjadi konflik terbuka. Sedangkan konflik yang bersifat manifest adalah konflik yang terbuka dan sudah mencuat ke permukaan, sehingga masyarakat yang berada di sekitarnya mengetahui konflik tersebut. Adapun Dilihat dari asal mula konflik dibedakan menjadi dua, yaitu konflik langsung dan konflik tidak langsung. Konflik langsung adalah konflik yang terjadi tidak melalui perantara pihak ketiga, tetapi konflik tidak langsung adalah konflik yang terjadi ada pihak ketiga, jadi ada perantara dalam konflik itu.
Uraian konsep konflik diatas dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa konflik merupakan hubungan antara dua pihak atau lebih, baik itu individu maupun kelompok yang memiliki sasaran dan kepentingan yang berbeda. Jadi dalam penelitian konflik manajemen pedagang Pasar Windujenar Solo ini ada suatu ketidaksesuaian antara kebijakan Pemerintah Kota Surakarta melalui Dinas Pengelola Pasar dengan Pedagang Pasar Windujenar Solo, yang masing-masing mempunyai tujuan dan kepentingan yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan pedagang yang menyatakan penolakan mengenai ide perombakan pasar.9
b. Manajemen
9 Komisi III dan komisi IV DPRD Solo mendukung sikap pedagang Pasar Triwindu yang menolak
wacana perombakan pasar tersebut. Pasalnya, perombakan dinilai justru akan kontraproduktif terhadap eksistensi Pasar Triwindu (Solopos, Kamis Pon, 15 Juni 2006, Berita tentang: soal penolakan terhadap ide perombakan pasar; DPRD dukung pedagang Triwindu)
28
Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.10 Maksud organisasi dari penelitian ini adalah organisasi merupakan institusi pengambil kebijakan dalam hal ini adalah Dinas Pengelola Pasar.
Terry G mengatakan (dalam Endang Siti Rahayu, 2003) bahwa manajemen adalah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya melalui usaha-usaha orang lain. Dalam ensiklopedi administrasi, manajemen adalah segenap perbuatan menggerakkan sekelompok orang dan menggerakkan fasilitas dalam usaha kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Sehingga dalam pengelolaan pasar Windujenar pembuat kebijakan yaitu Dinas Pengelola Pasar harus bisa berdialog atau bersosialisasi terlebih dahulu mengenai konsep apa yang akan diterapkan di Pasar Windujenar, apakah kebijakan itu dapat mengarah ke progress atau regress. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, manajemen adalah pemanfaatan sumber daya secara efektif untuk mencapai tujuan atau sasaran yang dimaksud. Sumber daya ini meliputi stakeholder yang terlibat di pasar Windujenar yang sesuai dengan pemanfaatan modal social (social capital) yang meliputi nilai tanggung jawab, kebersamaan dan kejujuran dalam pengelolaan Pasar Windujenar. Dalam kamus sosiologi, manajemen
10 James A.F. Stoner, Management, Prentice/ Hall International, Inc, Englewood Cliffs, New York,
29
dimaksud sebagai system pengendalian untuk mencapai tujuan tertentu (Soerjono Soekanto, 1983)
Atas dasar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya manajemen dapat didefinisikan sebagai bekerja dengan orang-orang untuk menentukan, mengintepretasikan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), dan pengawasan (controlling). Dalam penelitian ini terjadi suatu ketidaksesuaian dari pelaku pengambil kebijakan untuk Pasar Windujenar dari segi perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan dengan pedagang Pasar Windujenar, karena pedagang merasa ada ketidaknyamanan dari segi pengelolaan. Karena fungsi-fungsi manajemen menurut Henry Fayol ada lima, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pengawasan.
c. Pedagang
Pasar tempat jalinan hubungan antara pembeli dan penjual serta produsen yang turut serta dalam pertukaran. Mereka melakukan transaksi tukar-menukar, baik pada suatu tempat maupun pada suatu keadaan yang lain. Dalam ilmu ekonomi pasar itu dibagi menjadi dua golongan :
1. pasar yang nyata, yakni tempat para penjual dan pembeli berkumpul untuk berjual beli akan barang-barangnya.
30
2. Pasar Nirkala, yang abstrak. Barang diperdagangkan tidak sampai di pasar. Jual beli berlaku langsung atau hanya menurut contoh barang (Dien Majid, 1988) dalam penelitian ini berfokus pada pasar nyata, maka penjual dan/pedagang pasar menjadi elemen penting yang menentukan gerak pasar.
Menurut Damsar (1997) pedagang adalah orang atau institiusi yang memperjual belikan produk atau barang, kepada konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung. Pedagang dibedakan menurut jalur distribusi yang dilakukan yaitu:
1. Pedagang distributor (tunggal) yaitu pedagang yang memegang hak distribusi satu produk dari perusahaan tertentu.
2. Pedagang (partai) besar yaitu pedagang yang membeli suatu produk dalam jumlah besar yang dimaksudkan untuk dijual kepada orang lain. 3. Pedagang eceran yaitu pedagang yang menjual produk langsung
kepada konsumen.
Menurut Geertz (1963), Mai dan Buchholt (dalam Damsar, 1997) disimpulkan bahwa pedagang dibagi atas:
1. Pedagang professional yaitu pedagang yang menganggap aktivitas perdagangan merupakan pendapatan dari hasil perdagangan merupakan sumber utama dan satu-satunya bagi ekonomi keluarga. Pedagang professional mungkin saja ia adalah pedagang distributor, pedagang partai besar atau pedagang eceran.
31
2. Pedagang semi professional adalah pedagang yang mengakui aktivitasnya untuk memperoleh uang tetapi pendapatannya dari hasil perdagangan merupakan sumber tambahan dari ekonomi keluarga. 3. Pedagang subsistensi merupakan pedagang yang menjual produk atau
barang dari hasil aktivitas atau subsistensi untuk memenuhi ekonomi rumah tangga. Hasil dari penjualan ini dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan subsistensi.
4. Pedagang semu adalah orang yang melakukan kegiatan perdagangan karena hobi atau untuk mendapatkan suasana baru atau mengisi waktu luang.
Geertz (1973) juga menyatakan bahwa peranan pedagang dalam suatu pekerjaan bersifat non amatir, memerlukan kecakapan teknis dan membutuhkan segenap waktu. Adapun hubungan antara pedagang itu bersifat spesifik : ikatan-ikatan komersial itu sama sekali dipisahkan dari ikatan-ikatan sosial persahabatan, ketetanggaan, bahkan kekerabatan. Menurut Jennifer Alexander dalam pasar tradisional dikenal dengan juragan dan bakul. Juragan adalah pedagang besar dan bakul adalah pedagang kecil (Hefner, 2000 : 292).
Dari uraian di atas pedagang di Pasar Windujenar adalah orang yang memperjualbelikan produk atau barang, kepada konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung, dan pada penelitian ini terfokus pada pedagang Pasar Windujenar Solo.
32 d. Pasar Tradisional
Pasar adalah tukar-menukar, perdagangan sebagai kegiatan tukar menukar yang sebenarnya, dan uang sebagai alat penukar. Pasar adalah pranata pembangkit sedangkan perdagangan dan uang adalah fungsi-fungsinya. Tukar menukar, perdagangan, uang dan pasar sebagai suatu system yang membentuk suatu keseluruhan yang tidak terpisahkan. Kerangka konsepnya adalah pasar (Mahendra Wijaya, 2007:83).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pasar berarti tempat orang berjual beli. Dengan kata lain, pasar merupakan organisasi dimana penjual dan pembeli dapat saling berhubungan dengan mudah. Selanjutya oleh Pemerintah Daerah, pasar adalah tempat untuk berjual beli bagi umum dan tempat berkumpulnya para pedagang mendasarkan dan menjual barang dagangannya baik dengan atau tidak dengan melakukan usaha kerajinan dan pertukangan kecil (Perda No 5, Tahun 1983 tentang Pasar). Tetapi secara sosiologis, pasar menunjuk pada suatu tempat yang diperuntukkan bagi kegiatan yang bersifat indigenous market trade sebagaimana telah di praktekan sejak lama (mentradisi), serta bercirikan bazaar economic type. Pasar adalah suatu pranata ekonomi sekaligus cara hidup, maka perdagangan bagi seorang pedagang merupakan latar belakang yang permanen, dimana hampir segala kegiatannya dilakukannya. Pasar adalah lingkungannya; yang merupakan gejala alami dan gejala kebudayaan dan keseluruhan pola dari kegiatan pengelolaan dan penjajaan secara
kecil-33
kecilan yang menjadi ciri masyarakat pada umumnya. Gejala perdagangan pasar ini meresap keseluruh kawasan.
Untuk memahami pasar dalam arti yang luas, maka harus dilihat dari tiga sudut pandangan :
1. Sebagai arus barang dan jasa menurut pola tertentu
2. Sebagai rangkaian mekanisme ekonomi untuk memelihara dan mengatur arus barang dan jasa.
Sebagai system sosial dan kebudayaan dimana mekanisme itu tertanam (Geertz, 1973). Menurut Jennifer Alexander (dalam Hefner, 2000) pasar sebagai suatu system tukar menukar barang. Masalah yang menonjol dari perspektif ini menyangkut hubungan penyebaran pasar yang longgar (spasial) dan fungsi-fungsi ekonominya. Selain itu pasar juga adalah suatu system sosial, penekanannya pada penggambaran tipe-tipe pedagang, karier mereka, dan lembaga-lembaga sosial yang menyalurkan mereka ke jaringan rumit hubungan-hubungan sosial. Dia juga menyatakan bahwa pasar sebagai suatu aliran informasi yang terstruktur. Berdasarkan budaya dan meneliti cara-cara yang membuat para pedagang menghidupi mereka dengan memperoleh informasi dan menyembunyikannya dari yang lain. Perspektif ini memusatkan perhatian pada proses-proses pembelian dan penjualan melalui suatu analisis praktik perdagangan yang berjajar dari “lokalisasi” para penjual barang dagangan yang sama di suatu tempat dan kemitraan dagang yang stabil yang telah lazim hingga ke pemanfaatan tawar-menawar sebagai suatu mekanisme
34
penentuan harga. Menurut Heru Nugroho (Dalam majalah Equilibrium, 2005) terdapat ciri pasar tradisional, yaitu : pasar tradisional para pedagangnya melakukan kegiatan ekonomi dilandasi oleh moralitas berkecukupan, atau motif ekonomi untuk mempertahankan hidup.
Dalam penelitian ini fokus kajiannya adalah konflik manajemen pedagang yang terjadi di Pasar Windujenar yang meliputi pedagang, kontraktor dan Dinas Pengelola Pasar.
F. Teori Yang Digunakan
1. Teori Konflik
Tokoh yang membahas mengenai teori konflik yaitu Ralph Dahrendorf. Dahrendorf menganggap masyarakat bersisi ganda, memiliki sisi konflik dan sisi kerja sama. Proses sosial yang ditekankan dalam model konflik mungkin berlaku untuk hubungan sosial antara kelompok dalam (in-group) dan kelompok luar (out-(in-group). Kekuatan Solidaritas internal dan integrasi kelompok dalam (in-group) akan bertambah tinggi karena tingkat permusuhan atau konflik dengan kelompok luar (out-group) bertambah besar. Dengan adanya 2 sisi tersebut terjadi suatu bentuk integrasi yang kuat antara kelompok pedagang sebagai kelompok yang merasa dirugikan dengan pembuat kebijakan yaitu Dinas Pengelola Pasar, kelompok pedagang ini melakukan perlawanan dengan cara memperkuat in groupnya agar dapat melawan kebijakan dari Dinas Pengelola Pasar. Dahrendorf telah melahirkan kritik penting terhadap pendekatan yang pernah dominan dalam sosiologi, yaitu kegagalan dalam menganalisa masalah konflik sosial. Dia menegaskan
35
bahwa proses konflik sosial itu merupakan kunci bagi struktur sosial. Dahrendorf telah berperan sebagai corong teoritis utama yang menganjurkan agar perspektif konflik dipergunakan dalam rangka memahami dengan lebih baik fenomena sosial..
Dahrendorf membedakan golongan yang terlibat konflik itu menjadi dua tipe. Kelompok semu (quasi group) merupakan kumpulan dari para pemegang kekuasaan atau jabatan dengan kepentingan yang sama yang terbentuk karena munculnya kelompok kepentingan. Tipe yang kedua adalah kelompok kepentingan (interest group), terbentuk dari kelompok semu yang lebih luas. Kelompok kepentingan ini mempunyai struktur, organisasi, program, tujuan serta anggota yang jelas. Kelompok kepentingan inilah yang menjadi sumber nyata timbulnya konflik dalam masyarakat.
Aspek terakhir teori konflik Dahrendorf adalah mata rantai antara konflik dan perubahan sosial. Konflik menurutnya memimpin kearah perubahan dan pembangunan. Dalam situasi konflik golongan yang terlibat melakukan tindakan-tindakan untuk mengadakan perubahan dalam struktur sosial. Kalau konflik itu terjadi secara hebat maka perubahan yang timbul akan bersifat radikal. Begitu juga jika konflik itu disertai oleh penggunaan kekerasan maka perubahan struktural akan efektif.
Konflik timbul disebabkan karena adanya beberapa hal yaitu:
1. Perbedaan antara individu-individu. Perbedaan pendirian dan perasaan mungkin akan melahirkan bentrokan antara mereka
36
2. Perbedaan kepentingan baik antar individu maupun kelompok. Kepentingan ini dapat bermacam-macam, ada kepentingan ekonomi, politik dsb.
G. Penelitian Terdahulu yang Menjadi Acuan.
Penelitian yang dilakukan oleh Eva Agustinawati S,Sos untuk mencapai derajat sarjana S-2. Penelitian tentang Dinamika Konflik Pasar Gede yang dilakukan di kota Surakarta tepatnya di komplek Pasar Gede. Konflik yang terjadi bersumber pada perbedaan pendapat mengenai pembangunan kembali Pasar Gede setelah terbakar tanggal 28 April 2000. Perbedaan kepentingan menjadi latar belakang munculnya perbedaan pendapat tentang desain Pasar Gede yang akan dibangun. Berbagai permasalahan dapat disimpulkan sebagai berikut.
Pertama, terjadinya konflik antar warga Pasar Gede dengan Pemerintah
disebabkan adanya perbedaan pendapat dalam menentukan alternative desain Pasar Gede. Walikota sebagai wakil dari Pemda pertama kali melontarkan ide untuk membangun kembali Pasar Gede menjadi bangunan pasar yang modern (mall). Tujuan dari pembangunan tersebut agar bangunan Pasar Gede tidak ketinggalan jaman.
Selain dengan walikota, warga pasar juga berhadapan dengan DPRD dalam penentuan alternative desain. Kelima fraksi yang ada didalam DPRD, empat diantaranya setuju dengan alternative I yaitu dibangun seperti semula tanpa ada perubahan sedikitpun. Hanya satu fraksi yaitu PDIP yang tidak setuju dengan alternative I dan lebih memilih alternative III dimana ada penambahan ruang di dalama pasar. Menurut PDIP dengan adanya penambahan ruang diharapkan
37
pedagang baru dapat masuk sehingga ada peningkatan retribusi yang nantinya akan dapat juga menaikkan PAD kota Solo. Selain itu PDIP juga menginginkan agar Pasar Gede menjadi pasar modern sehingga pasar modern sehingga kota Solo menjadi megacity
Kedua, bentuk yang muncul akibat isu yang muncul dari berbagai pihak
misalnya isu perubahan desain Pasar Gede yang pertama kali dikemukakan oleh Walikota Surakarta yaitu menjadi mall. Bangunan Pasar Gede yang merupakan peninggalan dari Kraton Surakarta akan diganti dengan bangunan modern. Isu lain yang muncul bahwa pasar akan dibangun oleh investor. Kata investor merupakan sosok yang ditakuti oleh para pedagang. Mekanisme pasar sebagai pasar tradisional kemungkinan akan diganti dengan mekanisme bisnis dengan untung yang sebesar besarnya. Isu yang dibangun investor ditambah lagi dengan isu penambahan ruang di dalam pasar. Penambahan ruang membuka kesempatan pedagang baru untuk masuk didalamnya. Persaingan antar pedagang akan bertambah, kemungkinan pedagang kecil akan kalah bersaing dengan pedagang dengan modal besar. Semua isu yang muncul berinti pada isu kepentingan ekonomi. Pemda menginginkan agar pembangunan pasar juga dapat dijadikan alat utuk menaikkan PAD. Warga pasar sendiri juga mempunyai keinginan agar pasar tetap seperti semula sehingga pendapat mereka tidak terganggu. Pedagang di pasar Gede sebagian besar adalah pedagang kecil yang hanya mengantungkan kehidupannya dari berjualan. Besar kecilnya pendapatan ditentukan dari laku tidaknya barang dagangan. Jika dibangun menjadi pasar modern dan adanya
38
penambahan ruang yang menyebabkan ada pedagang baru maka mereka akan tersingkirkan.
Ketiga, perbedaan kepentingan tersebut telah melahirkan konflik yang
nyata antara pemerintah sebagai pemegang kekuasaan dengan warga pasar sebagai pihak yang dikuasai. Pemerintah ingin menggunakan otoritasnya sebagai pemegang kekuasaan dalam menentukan bentuk bangunan Pasar Gede. Alasan kota Solo dimasa depan dan untuk menambah pemasukan PAD menjadikan landasan untuk menjadikan Pasar Gede menjadi pasar modern. Tragedi pasar Singosaren yang telah menyingkirkan pedagang kecil akan terulang lagi. Janji pemda pada waktu itu akan mengutamakan pedagang lama telah diingkari. Pedagang besar dengan modal besar yang mampu masuk dan membeli lahan di pasar yang baru. Pedagang pasar sebagai pihak yang dikuasai oleh pemda tidak lagi punya otorita untuk menentangnya terlebih lagi untuk menagih janji.
Warga pasar sebagai yang dikuasai berusaha untuk melawan pemegang kekuasaan. Konflik pun akan muncul jika pemegang kekuasaan bertahan dalam menggunakan kekuasaannya. Dinamika konflik menurut Dahrendorf akan muncul karena adanya suatu isu tertentu yang memunculkan dua kelompok untuk berkonflik. Dasar pembentukan kelompok adalah otorita yang dimiliki oleh setiap kelompok yaitu kelompok yang berkuasa dan kelompok yang dikuasai. Kepentingan kelompok yang berkuasa adalah mempertahankan kekuasaanya sedangkan kelompok yang dikuasai adalah menentang legitimasi otoritas yang ada.
39
Keempat, konflik di pasar gede ternyata membawa dampak positif
dikalangan warga pasar. Kelompok kecil dengan ikatan yang kuat melawan musuh dari luar maka kelompok tersebut tidak akan member toleransi pada pertikaina internal. Dalam mempertahankan kelompok dari konflik dengan pihak luar maka memakai katub penyelamat (savety value). Warga Pasar Gede dengan ikatan yang kuat untuk mempertahankan struktur yang ada serta konflik dengan pihak luar maka dibentuklah paguyuban. Sebuah paguyuban dalam suatu konflik merupakan jalan keluar uang digunakan sebagai peredam konflik.
Kelima, penyelesaian konflik antara warga pasar dengan pemda dilakukan
dengan konsiliasi yaitu melalui diskusi dalam mengambil keputusan. Pihak yang berkonflik berusaha untuk mengambil kata sepakat mengenai sesuatu yang dipertentangkan. Salah satu pihak mengalah untuk mencapai kesepakatan dalam hal ini PDIP. Hal ini sudah seharusnnya karena DPRD sebagai wakl rakyat semestinya mendengar apa yang menjadi kehendak rakyat, apalagi PDIP disimbolkan dengan partainya wong cilik. Kepentingan penguasa tidak lagi harus menjadi prioritas tetapi kepentingan rakyat yang dikuasai yang harus diutamakan. H. Definisi Konseptual
1. Konflik
Konflik merupakan pertentangan antara berbagai individu dan kelompok sosial dimana mereka mempunyai tujuan dan kepentingan yang berbeda. Adapun kepentingannya adalah keinginan untuk merubah pasar menjadi bangunan yang lebih modern, tetapi di sisi lain dengan modernnya pasar membuat sepinya kegiatan perekonomian. Sifat konflik adalah konflik
40
laten yaitu konflik tertutup yang belum mencuat ke permukaan, sedangkan konflik manifest adalah konflik terbuka yang sudah mencuat ke permukaan. Adapun konflik yang berdasarkan asal mulanya, yaitu konflik langsung yang merupakan pertentangan yang terjadi tanpa ada perantara dan konflik tidak langsung adalah pertentangan yang terjadi melalui perantara pihak ketiga.
2. Manajemen
Manajemen merupakan proses perencanaan, pengelolaan, pengorganisasian, dan pengawasan untuk mencapai tujuan tertentu.
3. Pedagang
Orang atau sekelompok orang yang memperjualbelikan produk atau barang, kepada konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung. 4. Pasar Tradisional
Pasar tradisional merupakan tempat jual beli dimana ditemui suatu proses tawar-menawar untuk mendapatkan harga yang sesuai antara penjual dan pembeli.
5. Konflik Manajemen
Perbedaan kepentingan yang berkaitan dengan pengelolaan, perencanaan, pengorganisasian dan pengawasan
41
Revitalisasi Pasar Windujenar memunculkan konflik pengelolaan pedagang pasar Windujenar. Konflik ini melibatkan Dinas Pengelola Pasar, pedagang Pasar Windujenar dengan kontraktor pasar Windujenar. Dinas Pengelola Pasar merupakan institusi yang mempunyai kebijakan dalam revitalisasi Pasar Windujenar, sedangkan kontraktor adalah lembaga yang ditunjuk oleh DPP melalui proses lelang dimana terjadi kesepakatan harga untuk merevitalisasi pasar Windujenar. DPP dan kontraktor merupakan partner dalam revitalisasi pasar Windujenar. Revitalisasi Pasar Windujenar ini berdampak adanya kebijakan pengelolaan di Pasar Windujenar, hal yang paling menonjol adalah direvitalisasinya pasar Windujenar menjadi 2 lantai yang memunculkan konflik dengan pedagang. Kebijakan DPP itu juga berdampak pada adanya konflik antar sesama Pedagang Pasar Windujenar karena kurangnya komunikasi yang baik antara DPP dengan pedagang sehingga memunculkan kesalahpahaman antar pedagang Pasar Windujenar.
Untuk lebih jelasnya kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat disusun dalam bagan berikut ini:
Bagan I.1. Kerangka Berfikir Konflik Pedagang dengan Pengelola Pasar Windujenar
Dinas Pengelola Pasar 1. pihak
2. sebab Revitalisasi konflik 3. waktu
42 J. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif (Koentjaraningrat, 1993;129). Sebagaimana telah disebutkan dalam perumusan masalah dan tujuan penelitian, penelitian ini bertujuan untuk menggali sumber-sumber data dan informasi berkaitan dengan permasalahan penelitian dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan data, klasifikasi dan analisis data mengenai konflik manajemen pedagang Pasar Windujenar Solo terkait adanya revitalisasi.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih adalah Pasar Windujenar Solo yang berada di kelurahan Keprabon Kecamatan Banjarsari Kotamadya Surakarta. Untuk pengambilan data dari pemerintah dipilih lokasi di Balaikota Surakarta khususnya di Dinas Pengelola Pasar (DPP). Lokasi penelitian ini sengaja dengan maksud menemukan data-data yang sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun alasan pemilihan lokasi itu karena lokasi tersebut merupakan tempat dimana konflik manajemen pedagang itu terjadi.
3. Unit Analisis
Unit analisis dari penelitian ini adalah pedagang Pasar Windujenar yang terdiri dari beberapa pedagang yaitu pedagang barang antic, pedagang
43
onderdil motor, pedagang perpipaan, pedagang pusaka dan pedagang timbangan.
4. Sumber Data
a. Data Primer : Sumber data primer diperoleh secara langsung dari informan yang diperoleh melalui wawancara mendalam (indept interview). Informan dalam penelitian ini adalah pedagang barang antic, pedagang onderdil motor, pedagang perpipaan, pedagang pusaka, pedagang timbangan di Pasar Windujenar Solo
b. Data Sekunder : Data yang diperoleh bukan secara langsung dari sumbernya. Dalam penelitian ini data sekunder yang dipakai adalah sumber tertulis seperti data atau arsip-arsip yang terkait dengan Pasar Windujenar yang diperoleh dari Lurah Pasar Windujenar dan data-data dari Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta tentang Pasar Windujenar. Dalam penelitian ini data sekunder yang sudah diperoleh dari Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta yaitu data keadaan geografis dari Pasar Windujenar Solo, dan data Banyaknya Jumlah Los dan Kios di Pasar Tradisional di Kota Surakarta Tahun 2008.
5. Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan bersumber pada dua jenis yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara mendalam (dept
44
tesis, skripsi, hasil penelitian, arsip dan internet yang terkait dengan konflik manajemen pedagang Pasar Windujenar Solo.
a. Wawancara mendalam
Wawancara ini dilakukan dengan struktur yang ketat, namun dengan pertanyaan yang semakin memfokus sehingga informasi yang dikumpulkan cukup mendalam. Kelonggaran cara ini akan mampu mengorek kejujuran informan untuk memberikan informasi yang sebenarnya terutama yang bersangkutan dengan perasaan, sikap, pandangan dan perbuatan mereka.
Wawancara mendalam dilakukan dengan key informan yaitu ketua paguyuban yang dianggap mengetahui permasalahan dengan lengkap serta dapat menunjuk responden lain yang diperlukan. Wawancara dilakukan dengan tujuan untuk menggali tentang permasalahan yang muncul di Pasar Windujenar sampai keputusan revitalisasi pasar. Wawancara dilakukan tidak hanya dengan sekali datang bisa sampai berkali-kali.
Pelaksanaan wawancara menggunakan alat bantu flashrecord atas persetujuan responden. Untuk mempermudah wawancara pertanyaan yang diajukan sudah disusun dan dihafal sebelumnya. Pertanyaan terhadap responden diajukan sepanjang berkaitan dengan tema penelitian, jika masih ada pertanyaan yang terlewat atau timbul data baru yang menimbulkan pertanyaan baru maka dilakukan wawancara lanjutan. Wawancara dianggap cukup apabila kesimpulan akhir sudah didapat.
45
Key Informan juga diwawancarai mengenai sejarah Pasar Windujenar karena beliau merupakan keturunan ahli waris tanah di kawasan Pasar Windujenar dan ketua Paguyuban Pasar Windujenar menulis “Potret Pasar Windujenar”.
b. Dokumen
Pengumpulan data ini digunakan untuk memperoleh data sekunder dari Kantor Dinas Pengelola Pasar, kantor Pemkot untuk mengetahui latar belakang dari Pasar Windujenar Solo. Dari tulisan berbagai media masa juga artikel digunakan data sekunder untuk melengkapi informasi yang diperlukan begitu juga dengan arsip-arsip yang ada di berbagai instansi yang berhubungan dengan Pasar Windujenar Solo. Misalnya di Dinas Pariwisata mengenai event-event yang digelar di Pasar Windujenar.
6. Teknik Pengambilan Sample
Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan purposive sample, yaitu memilih informan yang dapat dipercaya karena dianggap paling mengetahui dan menguasai permasalahan di lapangan, yang kemudian dapat berkembang menjadi snowball sampling. Adapun alasan pemilihan Purposive sample adalah untuk menggali data mengenai konflik manajemen pedagang Pasar Windujenar harus benar-benar mencari informan yang terlibat konflik, bisa dilihat dari letak kios, kepentingan pedagang antara satu dengan yang lain dan pedagang yang melakukan complain kepada DPP ketika DPP meninjau pembangunan Pasar Windujenar. Adapun pedagang dalam pengambilan
46
sample ini adalah pedagang barang antic, pedagang onderdil motor, pedagang timbangan, pedagang perpipaan, dan pedagang pusaka.
7. Validitas Data
Dalam penelitian ini peneliti menguji validitas data dengan melakukan Triangulasi data dan cross-check antar informan sehingga dapat diketahui kebenaran dari data yang telah didapat di lapangan. Teknik trianggulasi ada empat macam, yaitu pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyelidik, teori.
Dalam penelitian ini, untuk mengecek kembali derajat kepercayaan suatu informasi dengan trianggulasi sumber dapat dengan cara :
a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data yang diperoleh dari hasil wawancara.
b) Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan. (Lexy J. Moleong;2002; 176) 8. Analisis Data
Untuk analisa data pada penelitian ini dipergunakan cara analisa tiga alur kegiatan yang dikemukakan oleh Miles dan Hubberman, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
a. Reduksi Data
Reduksi Data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada proses penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi
47
data ‘kasar’ yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terus-menerus selama kegiatan penelitian berlangsung di lapangan. Bahkan sebelum data benar-benar terkumpul, antisipasi akan adanya reduksi data sudah nampak. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadilah tahapan reduksi berikutnya yaitu membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat pemilihan data, menulis memo. Reduksi data ini berlanjut terus-menerus sesudah penelitian dilapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengkoordinasikan data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan finalnya dapat di tarik dan diverifikasi.
b. Penyajian Data
Alur penting yang kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data, penyajian data yang paling sering digunakan pada masa lalu adalah bentuk bentuk teks naratif. Dalam penelitian kita mendapatkan data yang amat banyak. Data tersebut amatlah tidak praktis bila kita sajikan semuanya. Teks tersebut terkadang masih terpencar-pencar, tidak simultan, tersusun kurang baik, dan kadangkala berlebih-lebihan. Peneliti tidak boleh mengambil kesimpulan yang gegabah, menyingkirkan hal-hal yang tidak perlu, mengadakan pembobotan, menyeleksi.
48
Sekali lagi perlu dicatat di sini, sama halnya dengan reduksi data, penciptaan dan penggunaan penyajian data tidaklah terpisah dari analisisnya. Ia merupakan bagian dari analisis.
c. Penarikan Kesimpulan/verifikasi
Penarikan kesimpulan hanyalah sebagian dari suatu konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penulisan berlangsung. Verifikasi merupakan tinjauan-tinjauan ulang pada data yang ada. Singkatnya, makna-makna yang muncul dari data yang harus diuji kebenaran, kekokohan, dan kecocokan. Hal ini merupakan validitasnya.
Adapun kegiatan penelitian ini telah dilaksanakan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Persiapan
· Mengurus perijinan penelitian : Fakultas, Universitas Negeri Sebelas Maret, KesBangLinMas, Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta, Pasar lokasi yaitu Pasar Windujenar.
· Meninjau pasar terpilih sebagai lokasi penelitian untuk secara sepintas mempelajari keadaannya, serta kemungkinan memilih informan yang tepat, khususnya para pelaku pasar.
· Mendatangi Lurah Pasar Windujenar untuk menanyakan segala sesuatu yang berkaitan dengan pedagang Pasar Windujenar.
· Menyusun persiapan penelitian, pengembangan pedoman pengumpulan data (daftar pertanyaan) dan juga penyusunan jadwal kegiatan secara rinci.
49 b. Pengumpulan data
· Mengumpulkan data di lokasi studi dengan melakukan, wawancara mendalam kepada pedagang Pasar Windujenar berdasarkan tempat kios yang berkonflik
· Mencatat dokumen data sekunder dari Kantor Lurah Pasar Windujenar Surakarta.
· Melakukan review dan pembahasan beragam informasi yang telah terkumpul kemudian dipilih data yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan.
· Menentukan strategi pengumpulan data yang paling tepat, dan menentukan fokus, serta pendalaman dan pemantapan data, pada proses pengumpulan data berikutnya.
c. Analisis data
· Melakukan verivikasi dan validasi data dengan mengkroscekkan data yang diperoleh dari informan I ke informan yang selanjutnya dan berjalan seterusnya hingga informan terakhir. Semua hasil wawancara direkam dalam flashrecord, yang kemudian dibuat naratifnya, reduksi dan belum di buat simpulannya.
· Hasil wawancara tersebut peneliti pilih yang sesuai dengan konsep yang dipakai dalam penelitian, kemudian peneliti sajikan
50
dalam bentuk matriks-matriks hasil wawancara. Data yang dimasukkan ke dalam matriks adalah data yang telah direduksi (dibuang yang tidak perlu) oleh peneliti.
· Dari matrik yang telah dibuat peneliti melakukan analisis dan simpulan. Analisis dilakukan untuk mengetahui konflik pedagang yang ada di pasar Windujenar
d. Penyusunan Laporan penelitian
· Penyusunan laporan awal
· Peneliti menyusun semua data dan analisis yang telah dibuat.
· Setelah semua disusun secara sistematis, peneliti mendiskusikannya dengan dosen pembimbing.Kemudian diberikan kritik dan masukan oleh dosen pembimbing.
· Peneliti memperbaiki hal-hal yang kurang sesuai dan menambahkan masukan yang diberikan oleh dosen pembimbing.
51 BAB II
DESKRIPSI LOKASI
A. Potret Pasar Windujenar 1. Sejarah Pasar Windujenar
Pasar Windujenar sejak 5 Juli 2008 mengalami pemugaran sesuai arsitektur budaya Solo. Pasar tradisional ini adalah pasar tempat penjualan benda-benda antik, yang dulu terkenal bernama Pasar Triwindu. Menurut sejarahnya, Pasar Windujenar dibangun pada 1939 sebagai peringatan ke-24 tahun atau tiga windu kenaikan tahta Mangkunegara VII. Mungkin karena sebab itulah pasar Windujenar juga dikenal sebagai pasar Triwindu. Sebelum dibangun pasar lokasi tersebut adalah kandang kuda. Menurut sejarahnya, Pasar Triwindu atau Windujenar adalah hadiah ulang tahun ke-24 Gusti Putri Mangkunegara VII yang bernama Nurul Khamaril. Pasar yang diberi nama Triwindu artinya tiga delapan. Awalnya penjual di sini menggunakan sistem barter dengan menggelar barang dagangannya di meja-meja, karena semakin bertambah sejak 1960 mereka mendirikan kios. Di Pasar Windujenar ini, dipasang tiga topeng panji besar di wajah bangunan depan pasar sebagai hiasan eksterior. Tiga topeng yang terpasang di bangunan Windujenar itu, tidak hanya sebagai hiasan eksterior belaka, melainkan menjadi spirit Panji yang mengilhami Festival Seni Pasar Panji ini. Nilai-nilai kultural Panji menjadi inspirasi kreatif untuk menggerakan pertumbuhan pasar tradisional di
52
Solo dan kepedulian masyarakat Solo terhadap pelestarian pusaka budaya serta ekonomi kreatif.
Tanah yang beralamat di Jl. Diponegoro dengan luas 2384 m² merupakan asset Kota Surakarta yang saat ini status penggunaannya berada di bawah SKPD Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta. Pada saat ini diatas tanah tersebut terdapat bangunan pasar. Sehingga termasuk pada kategori tanah untuk bangunan gedung tempat perdagangan. Pada saat peringatan 3 Windu Tahta Mangkunegoro 7 menyelenggarakan Pasar Malam dilokasi tersebut dan membawa keberuntungan dan berlanjut sampai sekarang menjadi pasar, tahun 2002 ada perbaikan saluran air, menjadi Pasar barang antik, tahun 2008 rehap total pasar. Pada awalnya tanah tersebut merupakan Tanah Negara eks Swapraja DMN yang kemudian dikuasai Pemerintah Kota Surakarta sejak tahun 1950. Pada tanggal 24 april 2000 tanah tersebut disertifikasi dengan status hak pakai nomor 1/ kelurahan Keprabon atas nama Pemerintah Kota Surakarta, tercatat dalam Buku Sertifikat Nomor AP 978235. Peruntukan yang tertulis dalam sertifikat adalah Pasar Triwindu.
2. Letak Geografis
Lokasi Pasar Windujenar berada di Jalan Diponegoro (Ngarsopuro), tepatnya di depan Puro Mangkunegaran di tengah kota Surakarta, batas Pasar Windujenar yaitu : Depan (sebelah barat) Jalan Diponegoro (Ngarsopuro), belakang (sebelah timur) jalan Lingkungan dan Pemukiman, Sebelah kanan (sebelah Utara) jalan lingkungan dan kantor Kalurahan Keprabon dan