• Tidak ada hasil yang ditemukan

manajemen konflik antara dinas pasar dengan pedagang kaki

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "manajemen konflik antara dinas pasar dengan pedagang kaki"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN KONFLIK ANTARA DINAS PASAR DENGAN PEDAGANG KAKI LIMA (STUDI: DI PASAR RAYA KOTA PADANG SUMATERA BARAT)

ARTIKEL

MELISA AFRILLIA FITRI NPM. 11070216

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT

PADANG

2016

(2)
(3)

Melisa Afrillia Fitri (11070216), Between Conflict Management Office Market With Street Vendors (Study:

In the City of Pasar Raya Padang, West Sumatra, Thesis Sociology of Education Studies Program STKIP PGRI West Sumatra, Padang, 2016

Oleh

Melisa Afrillia Fitri1 Drs. Wahyu Pramono,M.Si2 Sri Rahmadani, M.Si3 Department of Sociology Education

Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat Email: [email protected]

ABSTRACT

This study discusses the existence of street vendors (PKL) as the informal sector, which is a phenomenon of the economic activities of small people. The presence of street vendors needed by the people because the price is cheaper than in the shops. But the existence of street vendors in addition to favorable also brings new problems when the activities of street vendors are considered as illegal activities. Various issues related to the order problems are being addressed by the management of the market, namely the Office of Market, as a party to supervise the street vendors in the trade. The enforcement action is a source of conflict between street vendors by market agencies which originated from non-compliance vendors in the trade. The purpose of this study was to describe the conflict between the official market with street vendors in Pasar Raya Padang City and the efforts made in managing the conflict between the official market with street vendors in Pasar Raya Padang.

The theory used in this research is the theory of conflict by Ralf Dahrendrof. This study used a qualitative research approach invitation descriptive type. Selection of informants in this experiment using purposive sampling technique.

The data used are primary data and secondary data. Methods of data collection in the form of non-participant observation, in-depth interviews and document study. Unit analisinya groups, street vendors and market services.

Analysis of the data used by the interactive data analysis model (Milles and Huberman), which includes four stages, namely (1) the collection of data (2) data reduction stage (3) the stage of presentation of data (4) conclusion. The research found that the conflict between street vendors (PKL) with market services due to several factors, namely;

not open on time in the trade, through the line or a predetermined threshold, and enlarge the place or stall trade.

Meanwhile, conflict management efforts undertaken namely the presence of a third party that municipal police with the aim to solve the conflict by giving counseling, counseling given in the form of oral or written action. Then communicate the implementation of policies.

Keywords: Conflict Management, Street Vendors

1. Mahasiswa sosiologi (STKIP) PGRI Sumatera Barat tahun ajaran 2011.

2. Pembimbing I dosen (STKIP) PGRI Sumatera Barat.

3. Pembimbing II dosen (STKIP) PGRI Sumatera Barat.

(4)

PENDAHULUAN

Pasar salah satu pusat dari perdagangan baik golongan atas, menengah dan bawah. Hal ini telah dibuktikan dengan kehadiran Pedagang Kaki Lima (PKL), yang juga tergolong kepada pedagang menengah ke bawah. Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan orang yang melakukan usaha dagang atau jasa di tempat umum, baik menggunakan atau tidak menggunakan sesuatu dalam melakukan usahanya. Tempat yang sering digunakan dalam berdagang yaitu, tepi-tepi jalan umum, trotoar, lapangan, serta tempat lainya. Karena mereka tidak memiliki kios atau toko dalam berdagang, sehingga mereka melakukan aktifitas berdagang di tempat yang tidak seharusnya mereka tempati. Tempat yang seharusnya berfungsi untuk kepentingan publik, seringkali dimanfaatkan secara permanen oleh pedagang kaki lima (Widyaningrum, 1996: 19- 35).

Pengetahuan tentang karakteristik formal dan informal menjadi penting jika dikaitkan dengan kebijakan. Pedagang Kaki Lima (PKL) sering dianggap sebagai kegiatan informal yang tidak tercatat, kontribusi ekonomi mereka kemudian tidak diperhitungkan di dalam kegiatan ekonomi kota. Karena kontribusi ini tidak dihitung, maka pendekatan yang diambil pemerintah kota terhadap kelompok Pedagang Kaki Lima (PKL) terutama adalah pendekatan yang bersifat pengaturan/pengontrol dan pelarangan (Widyaningrum,1996:6).

Dengan demikian Pedagang Kaki Lima (PKL) juga sering menimbulkan konflik ketika mereka menggunakan atau memakai ruang publik yang mereka anggap strategis secara ekonomis, dalam hal ini keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang tidak teratur akan menimbulkan suatu konflik. Konflik merupakan suatu kenyataan hidup tidak terhindarkan dan sering bersifat kreatif, terjadi ketika tujuan masyarakat tidak sejalan. Konflik bisa muncul pada skala yang berbeda seperti konflik antar- orang (interpersonal conflict), konflik antar kelompok (intergroup conflict), konflik antar kelompok dengan negara (vertical conflict), dan konflik antar negara (inter state conflict)(Susan, 2009 : 5).

Konflik memiliki dua bentuk pembagian di dalamnya yaitu konflik vertikal dan horizontal. Konflik vertikal

merupakan konflik yang terjadi pada individu atau kelompok status yang berbeda, sedangkan yang horizontal kebalikan dari konflik vertikal yang merupakan konflik dari status yang sama (Susan,2009:92).

Pada permasalahan ini berkaitan erat dengan konflik vertikal, contoh konflik vertikal yang ditemukan dalam permasalahan ini seperti para anggota dinas pasar yang memberi sanksi berupa penggusuran atau penarikan barang-barang yang dimiliki oleh para Pedagang Kaki Lima (PKL), dikarenakan Pedagang Kaki Lima (PKL) selalu melanggar aturan yang diberikan oleh dinas pasar. Dinas pasar dengan Pedagang Kaki Lima (PKL) memiliki status yang berbeda, dinas pasar adalah pihak yang memiliki wewenang atau otoritas sedangkan Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah pihak yang tidak memiliki wewenang atau otoritas. Oleh karena itu dinas pasar sebagai orang yang berhak memiliki otoritas untuk menjalankan aturan dan para Pedagang Kaki Lima (PKL) wajib mematuhi aturan tersebut.

Berhubungan dengan permasalahan tersebut yang ditemukan di kota-kota besar, terutama Kota Padang Sumatera Barat yang bertempat di Blok A Pasar Raya Kota Padang bahwa kegiatan pedagang sehari-hari yaitu berdagang atau berjualan banyak sekali mengalami ketidaksesuaian antara para Pedagang Kaki Lima (PKL) dengan pihak dinas pasar dalam sistem perdagangan dan lokasi perdagangan. Selain itu Pasar Raya juga merupakan sentral pasar di Kota Padang dari pasar-pasar kecil lainnya, seperti Pasar Lubuak Buaya, Pasar Nanggalo, Pasar Alai, Pasar Bandar Buat, Pasar Belimbing, Pasar Simpang Haru, Pasar Ulak Karang dan Pasar Tanah Kongsi, sehinggga konflik lebih dominan terjadi di Pasar Raya, dari segi interaksi, persaingan, kerjasama dan sebagainya. Dari segi lain juga bisa menimbulkan masalah seperti tidak mematuhi aturan dalam berdagang. Misal, idealnya pedagang-pedagang yang melakukan kegiatan berjualan sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh pihak yang mengatur terutama dinas pasar.

Aturan yang diberikan berupa dimana seharusnya tempat atau lokasi dalam berdagang, batas waktu dagang yang diberikan, serta sistem pembayaran bagi pihak-pihak yang berdagang dan sebagainya.

(5)

Sistem waktu yang ditetapkan oleh dinas pasar terhadap para pedagang baik itu pedagang tetap maupun pedagang tidak menetap. Di antaranya, pertama, dari pukul 08.00-18.00 WIB ditetapkan untuk para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan buah, makanan, minuman dan sebagainya.

Kemudian dari pukul 13.15-18.00/20.00 WIB untuk para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang barang dagangannya tidak membuat mereka rugi atau tidak membusuk seperti pakaian, sepatu, tas, dan sebagainya. Waktu yang telah ditetapkan oleh dinas pasar tersebut harus dipatuhi oleh para Pedagang Kaki Lima (PKL), bagi siapa yang melanggar akan diberi sanksi, seperti penyitaan barang.

Berhubungan permasalahan di kawasan Pasar Raya Kota Padang tepatnya di Blok A karena kawasan ini sangat sembraut dalam berdagang, sehingga banyak terjadi pelanggaran oleh para pedagang.

Untuk mengatasi ketidaktertiban dalam berdagang tersebut maka pihak dinas pasar memberikan aturan, dan wajib untuk dipatuhi. Adapun aturan pokok yang dibuat dinas pasar untuk para Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah:

1) Diwajibkan kepada seluruh pedagang pasar terutama pedagang kaki lima untuk buka pada jam yang sudah ditetapkan.

2) Berjualan sesuai dengan batas lapak yang ditentukan dan petugas dinas pasar memberi tanda batas garis putih sesuai besar lapak dagang.

3) Melakukan pembayaran retribusi lapak secara teratur dan dapat menjaga ketertiban dan kenyamanan pasar dalam berdagang.

4) Dalam berjualan tidak memakan badan jalan sesuai dengan tempat yang telah disediakan.

Apabila pedagang melakukan pelanggaran maka ada tahap-tahap represif yang dilakukan oleh dinas pasar, yaitu:

1) Pihak dinas pasar melakukan teguran kepada para pedagang.

2) Memberikan surat peringatan atau surat edaran.

3) Memanggil para ketua usaha dagang masing-masing dan memberikan arahan.

4) Tindak lanjut berupa penangkapan barang-barang dagangan.

Para Pedagang Kaki Lima (PKL) banyak yang tidak mematuhi aturan yang dibuat dinas pasar. Sering kali Pedagang Kaki Lima (PKL) memperbesar lapak wilayah dagangnya padahal batas lapak dagang sudah diberikan sesuai batas yang ditentukan, dan para dinas pasar juga memberi tanda dengan garis putih menandakan batas tempat jualan dan juga sesuai retribusi yang dibayar Pedagang Kaki Lima (PKL) kepada dinas pasar. Adapun para Pedagang Kaki Lima (PKL) melakukan aksi protes apabila mereka dituntut untuk patuh kepada dinas pasar dan juga memarahi para petugas dinas, apabila diatur oleh dinas pasar hal ini menjadikan Pedagang Kaki Lima (PKL) selalu berkonflik dengan para aparat dinas pasar, dan juga para persatuan pedagang juga melimpahkan aksi kekesalaannya dengan melakukan aksi demo dan protes.

Konflik akan semakin memanas jika kedua belah pihak tidak bisa mengarahkan yang lebih positif meskipun kedua belah pihak telah berusaha agar membentuk perdamaian namun pada kenyataannya konflik tersebut belum juga bisa teratasi. Oleh karena itu pihak yang berkonflik sangat membutuhkan sekali jalan keluar agar konflik tidak bertambah besar, maka dari itu pula pihak yang berkonflik melibatkan pihak ketiga atau aktor dari pihak lain, dengan tujuan untuk menyatukan kedua belah pihak yang berkonflik. Adapun pihak ketiga yang dimaksud dalam masalah ini yaitu tim Satpol PP (satuan polisi pamong praja). Kehadiran tim Satpol PP sebagai pihak ketiga antara pihak Dinas Pasar dengan Pedagang Kaki Lima, dengan tujuan memfasilitasi dalam pengelolaan konflik agar konflik cepat teratasi. Dalam pengelolaan konflik sering kita istilahkan dengan kata manajemen konflik. Manajemen konflik dapat dipahami sebagai penanganan atau pengelolaan konflik secara positif, istilah ini digunakan untuk merujuk pada pembatasan, pelonggaran dan isolasi konflik dengan kekerasan ( Miall dkk,2002:30-31).

Berhubungan dengan permasalahan di atas maka manajemen konflik sangat penting dan dibutuhkan oleh pihak-pihak yang berkonflik terutama dinas pasar dengan pedagang kaki lima. Dalam melihat berbagai kondisi tersebut maka penting untuk diteliti lebih lanjut tentang “Manajemen Konflik

(6)

Antara Dinas Pasar Dengan Pedagang Kaki Lima (Studi Di Pasar Raya Kota Padang Sumatera Barat)’’.

Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori konflik menurut Ralf Dahrendrof, teori ini menjelaskan adanya dua kelompok, yaitu kelompok yang memegang otoritas dan yang tidak memiliki otoritas dan mempunyai kepentingan masing-masing, dimana kepentingan tersebut saling bertentangan dan konflik ini terjadi karena perbedaan antara Dinas Pasar dan Pedagang Kaki Lima (PKL). Dinas Pasar merupakan kelompok yang memiliki otoritas dan wewenang untuk mengatur daerah pasar agar terciptanya usaha dagang yang teratur bagi pedagang. Sementara itu para Pedagang Kaki Lima (PKL) bukan merupakan pihak memegang otoritas melainkan pihak yang tidak memiliki otoritas.

METODOLOGI PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.

Pendekatan kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari manusia dan perilaku yang dapat diamati, pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara secara mendalam dan metode lain yang dapat menghasilkan data yang bersifat deskriptif tentang sesuatu, misalnya sebab terjadinya suatu peristiwa yang dialami oleh subyek penelitian (Lufri, 2005:57).

Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang mendeskripsikan gejala, fakta, peristiwa atau kejadian yang sedang atau sudah terjadi. Sehingga tipe penelitan deskriptif mengambil masalah atau memusatkan perhatian kepada masalah- masalah aktual yang sedang atau sudah terjadi dan diungkapkan sebagaimana adanya atau tanpa manipulasi (Lufri, 2005:56). Tipe deskriptif ini digunakan karena dapat menggambarkan dan menjelaskan manajemen konflik antara dinas pasar dengan pedagang kaki lima di Pasar Raya Kota Padang.

Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan tentang situasi kondisi serta permasalahan yang berhubungan dengan penelitian, berguna

untuk membantu peneliti dalam menjelaskan permasalahan yang diteliti. Artinya, informan adalah orang-orang yang benar- benar mengetahui situasi dan kondisi yang terjadi dan bersedia meluangkan waktu agar kita sebagai peneliti bisa mendapatkan informasi yang valid dan faktual (Moleong, 2010:132).

Teknik pemilihan informan yang digunakan adalah purposive sampling.

Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan- pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011:12).

Teknik purposive sampling ini digunakan karena dalam penelitian ini ditentukan kriteria informan atau subjek penelitian secara jelas agar tercapai fokus dalam menjawab permasalahan penelitian. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan di Blok A sebanyak 17 orang dengan jenis dagangan seperti pedagang yang menjual pakaian anak dan orang dewasa, sandal, serta accessories. Selain para PKL yang dijadikan informan penelitian pihak dinas pasar juga dijadikan sebagai informan sebanyak empat orang karena PKL dengan dinas pasar yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini. Untuk mendukung data mengenai manajemen konflik antara dinas pasar dengan pedagang kaki lima peneliti juga mewawancarai lima orang Satpol PP, Satpol PP.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua bentuk jenis data yaitu data primer dan sekunder. Metode pengumpulan data yaitu observasi non partisipan, wawancara mendalam, studi dokumen. Unit analisis dalam penelitian ini adalah kelompok yaitu dinas pasar dan pedagang kaki lima.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data dalam penelitian kualitatif, dimana peneliti mencari data melalui hasil dari pengamatan atau observasi dan melalui wawancara.

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuan dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit,

(7)

melakukan sistensa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan ingin dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain, dan teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Pengumpulan data, 2) Reduksi data, 3) Penyajian data, 4) Kesimpulan (Sugiyono, 2011:334 &338).

Penelitian ini dilakukan di Pasar Raya Kota Padang, dipilihnya daerah ini sebagai lokasi penelitian karena di daerah ini sangat sembraut para pedagang kaki lima dalam melakukan aktifitas berdagang, sehingga mengakibatkan konflik ketika pelaksana kebijakan berusaha menertibkan para PKL.

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Pasar Raya Padang terletak di pusat kota bagian Padang Barat dengan luas 7,00 km2 dan letak daerah Lintang Selatan 0,58, Bujur Selatan 100,21’11. Pasar Raya Padang terdapat di Kelurahan Kampung Jao.

Kampung Jao merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Padang Barat. Kelurahan Kampung Jao, berbatasan sebelah Utara dengan Kelurahan Padang Pasir, bagian Barat berbatasan dengan Kelurahan Olo, bagian Selatan berbatasan dengan Kelurahan Belakang Tangsi dan bagian Timur berbatasan dengan Kecamatan Padang Timur.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Mulai PKL Berjualan di Depan Blok A Pasar Raya Kota Padang merupakan salah satu pasar tradisional yang masih bertahan sampai sekarang. Pasar Raya ini dihuni oleh para pedagang-pedagang dari berbagai daerah, baik pedagang yang menetap maupun tidak atau disebut juga dengan Pedagang Kaki Lima (PKL). Dalam sistem perdagangan di pasar juga terdapat para pihak pengelola pasar yaitu dinas pasar.

Dinas pasar ini merupakan pihak yang berhak mengelola dan menjaga keadaan daerah pasar, dinas pasar juga telah menentukan daerah atau lokasi bagian mana yang boleh untuk ditempati dan tidak boleh ditempati para pedagang terutama pedagang kaki lima.

Lokasi berdagang PKL yang dikelola oleh dinas pasar berjumlah 24 lokasi dari masing-masing lokasi berbeda jumlah PKL yang menempatinya. Pada penelitian ini

peneliti lebih mengfokuskan permasalahan di kawasan Pasar Raya Padang tepatnya di Blok A. Pada lokasi Blok A ini terdapat jumlah PKL sebanyak 59 orang, dari masing-masing mereka berbeda awal mulai berdagang dan lama mereka berdagang di Blok A sesuai dari hasil temuan di lapangan dapat terlihat pada tabel 5 PKL yang paling lama berdagang di lokasi Blok A tersebut yaitu 10 tahun yang dimulai pada tahun 2007 hingga sekarang ini.

2. Pengaturan yang dilakukan Dinas Pasar

Pengaturan yang dilakukan oleh dinas pasar terhadap PKL berupa pengaturan lokasi dagang, artinya tempat berdagang diatur sedemikian rupa yang disesuaikan dengan jenis barang dagangan, penyediaan lapak-lapak, los/petak bagi pedagang. Dinas Pasar melakukan pengawasan dan pengendalian dengan menjadikan Kepala Pasar sebagai pemantau langsung di dalam pasar tersebut, dimana kepala pasar beserta bawahannya diharapkan mampu mengendalikan keamanan dan ketertiban di wilayah pasar itu sendiri seperti penataan dapat dilakukan, misalnya dengan pengkaplingan area atau lokasi berjualan untuk setiap Pedagang Kaki Lima.

Mengelompokan jenis barang dagangan yang dijual, menyiapkan dan membongkar perlengkapan berjualan pada waktu yang telah ditentukan. Menjaga kebersihan, ketertiban serta penataan sarana usaha yang rapi, indah, dan bersih sehingga kesan kumuh tidak ada atau dapat dikurangi.

Selain itu juga menentukan sistem waktu dan pembuatan batas tempat berdagang atau lapak. Seperti halnya terhadap pembagian waktu usaha dagang yang diberikan, waktu tersebut yaitu dari pukul 08.00-18.00 WIB ditetapkan untuk PKL yang berjualan buah atau barang dagangan yang mudah membusuk. Sementara itu dari pukul 13.15- 20.00 WIB ditetapkan untuk para PKL yang berjualan seperti pakaian atau yang tidak mudah busuk.

Kemudian dinas pasar juga menentukan lapak/tempat untuk PKL berdagang, dalam hal ini dinas pasar telah membuat lapak-lapak utuk masing-masing PKL. Dalam pemakaian lapak ini dinas pasar memberikan ukuran atau besar lapak seluas dua meter untuk masing-masing PKL.

(8)

Ukuran lapak yang telah diberikan tersebut tidak boleh ditambah atau diperbesar lagi, bagi siapa yang melanggar peraturan tersebut akan dikenakan sanksi dari pihak dinas pasar berupa penyitaan barang dagangan.

3. Pelanggaran yang dilakukan PKL Kenekatan para pedagang kaki lima dalam berjualan masih banyak ditemukan, meskipun peraturan telah diberi namun banyak dari mereka masih melanggar aturan, kebiasaan buruk ini semakin lama semakin berkembang dilakukan banyak para pedagang terutama pedagang kaki lima, bisa dikatakan setiap harinya jarang untuk patuh terhadap aturan yang telah ditetapkan oleh pihak dinas pasar. Bahkan para pedagang yang sudah sering diperingatkan kadang masih nekat untuk menjual barang dagangannya, malahan tetap nekat berjualan sepanjang hari. Pelanggaran yang sering dilakukan para pedagang kaki lima ini seperti, ketetapan waktu berdagang maksudnya ketetapan waktu ini pihak dinas pasar telah membentuk pembagian waktu berdasarkan jenis dagangannya, waktu yang diberikan dari pukul 08.00-18.00 WIB ditetapkan untuk PKL yang berjualan buah atau barang dagangan yang mudah membusuk. Sementara itu dari pukul 13.15- 20.00 WIB ditetapkan untuk para PKL yang berjualan seperti pakaian atau yang tidak mudah busuk. Namun pada kenyataanya ketetapan waktu tersebut tidak diberlakukan para PKL terutama PKL yang menjual barang dagangan sejenis pakaian. Pedagang pakaian ini seharusnya diwajibkan mulai buka dagangan dari pukul 13.15-20.00 WIB, tetapi pada kenyataannya mereka tetap nekat untuk buka barang dagangan pada waktu yang bukan ditetapkan untuk mereka yaitu buka jam 09.30/10.00 WIB.

Selain ketetapan waktu, ketentuan tempat berdagang juga menjadi persoalan dalam berdagang. Tempat berdagang telah diatur oleh pihak yang berhak, pihak dinas pasar memberikan tempat/lapak berdagang sebesar dua meter untuk masing-masing, namun luas lapak yang diberikan masih merasa kurang bagi PKL apalagi barang dagangannya semakin hari semakin bertambah, di sinilah PKL berfikir tempat yang diberikan terlalu kecil sehingga mereka berani mengambil untuk menambah luas tempat dagangan meskipun akan beresiko

terhadap dagangan mereka ketika dinas pasar melakukan penertiban.

Dalam ketentuan tempat berdagang ini PKL juga sering menggunakan badan jalan sehingga membuat para pengunjung pasar terdesak-desak atau terjadinya kemacetan jalan karena PKL ini dengan sesukanya telah menerobosi batas/pinggir tempat berdagang atau disebut juga dengan garis batas yang berbentuk garis putih gunanya agar tidak terjadinya sembraut para PKL dalam berdagang, akan tetapi hal yang diperintahkan tidak didengarkan malahan para PKL semaunya saja untuk melewati batas yang telah diberikan asalkan barang dagangannya habis.

4. Tindakan yang dilakukan Dinas Pasar terhadap Pelanggaran PKL

Sebagai pedagang yang menempati area publik, para PKL sering mengalami tindakan yang mengatasnamakan ketertiban dan keindahan kota. Tindakan penertiban merupakan perlakuan yang dialami para PKL ketika berada di lokasi pasar karena PKL banyak yang melanggar aturan yang telah dibuat, terkadang seolah-olah mereka tidak menghiraukan peraturan tersebut.

Dengan hal demikian aparat dinas pasar turun ke lokasi pasar mengadakan operasi atau razia kepada pedagang kaki lima yang terkenal dengan sebutan operasi ketertiban umum, bentuk kegiatan yang dilakukan adalah mengamati, mengatur, menegur dan memberi sanksi kepada PKL yang tidak sesuai dengan aturan atau melanggar aturan Perda.

Aturan ini adalah bahwa PKL hanya bisa menempati lokasi yang sudah disepakati saja dan tidak bergeser dari garis/batas sehingga melewati badan jalan. Jika kesepakatan ini dilanggar maka dinas pasar akan memberikan sanksi melalui serangkaian proses, yaitu teguran secara lisan, pemberian surat peringatan paling banyak tiga kali dan penyitaan alat dan barang dagangan. Alat dan barang yang disita akan dibawa ke kantor dinas pasar.

Kemudian akan ditindak lanjuti sebagai tindak pidana ringan. Jika barang dan alat tersebut ingin diambil maka PKL harus membuat surat perjanjian dan membayar sejumlah uang. Jumlah uang tergantung kesepakatan antara petugas dan PKL.

(9)

5. Reaksi PKL terhadap Tindakan Dinas Pasar

Pada saat operasi ketertiban umum dilakukan oleh pihak dinas pasar para PKL banyak yang tidak bisa menerima bahkan bisa terjadinya resistensi atau perlawanan antara dinas pasar dengan PKL. Resistensi itu terjadi dalam bentuk protes, memberontak dan marah. Hal demikian terjadi PKL tidak terima atas penertiban yang pihak dinas pasar lakukan karena perlakuan mereka terhadap para PKL seringkali tidak bersifat manusiawi dengan melakukan penggusuran, penyitaan barang dan bahkan memporak-porandakan dagangan mereka tanpa mempertimbangkan kepentingan ekonomi mereka. Alasan pihak dinas pasar dengan dalih tidak tertib dan tidak teratur dalam berdagang sehingga menimbulkan kemacetan jalan.

6. Faktor Penyebab Konflik

Secara umum keberadaan PKL telah membuka lapangan pekerjaan sehingga angka pengangguran dapat ditekan dan keberadaannya dibutuhkan oleh semua masyarakat baik itu kelas atas, menengah dan bawah karena harga yang relatif lebih murah dari toko atau restoran modern.

Namun keberadaan PKL selain menguntungkan juga mendatangkan permasalahan baru. Kegiatan para PKL dianggap sebagai kegiatan liar karena penggunaan ruang tidak sesuai dengan peruntukannya sehingga mengganggu kepentingan umum. Seperti kegiatan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang mengunakan trotoar dan jalan atau badan jalan sebagai tempat berdagang, sehingga mengakibatkan kemacetan jalan karena sembrautnya PKL dalam berdagang.

Konflik yang terjadi berkaitan dengan ketertiban di Pasar Raya Kota Padang, konflik dipicu oleh tidak patuhnya para PKL terhadap kebijakan yang telah dibuat oleh dinas pasar seperti harus mematuhi peraturan dalam berdagang sesuai dengan Perda No 3 tahun 2014 tentang penataan dan pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang terdapat pada pasal 21 yang berbunyi seperti:

1. Mematuhi kegiatan usaha yang telah ditetapkan Walikota.

2. Memelihara keindahan, ketertiban, keamanan, kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat usaha.

3. Menetapkan dan menata barang dagangan dan atau jasa serta peralatan dagang dengan tertib dan teratur.

4. Tidak melalui lalu lintas dan kepentingan umum.

5. Menyerahkan tempat usaha atau lokasi usaha tanpa menuntut ganti rugi dalam bentuk apapun apabila tempat usaha tidak ditempati selama satu bulan atau sewaktu waktu tempat tersebut dibutuhkan oleh pemerintah.

Sembraut tersebut membuat para pihak pengelolaan pasar merasa tidak senang atas perilaku para PKL. Pihak pengelolaan pasar yaitu Dinas Pasar, dinas pasar dituntut untuk mengelola dan menjaga keadaan daerah pasar supaya tercermin dalam ketertiban, keamanan dan kebersihan pasar serta penataan pedagang kaki lima di dalam dan di luar lingkungan pasar agar baik, rapi, aman, dan nyaman. Untuk keamanan dan ketertiban pihak Dinas Pasar selalu melakukan pemantauan dan pengendalian dengan melakukan patroli ke seluruh wilayah pasar untuk menciptakan kondisi pasar yang aman, tertib dan teratur.

Pelaksanaan operasional keamanan dan ketertiban memerlukan personil petugas trantib serta didukung dengan sarana perlengkapan yang memadai seperti mobil petugas, gerobak angkut serta perlengkapan lainya.

a. Buka tidak tepat Waktu

Ketika pedagang melakukan aktifitas jualbeli dari sebagian mereka masih ingin buka lebih cepat padahal untuk jam buka dalam berdagang telah ditetapkan menurut jenis dagangan, untuk yang jenis dagangan seperti buah-buahan, makanan-makanan dan sebagainya yang pastinya barang yang cepat busuk ditetapkan buka dari jam 08.00-18.00 WIB dan untuk jenis barang dagangan seperti pakaian, sepatu, tas,dan sebagainya buka mulai jam 13.15-20.00 WIB. Ternyata peraturan tersebut masih juga dilanggar oleh pedagang yang jenis dagangannya berupa pakaian, seharusnya mereka buka dagangan mulai jam 13.15-20.00 WIB tetapi mereka malah nekat membuka dan menggelar

(10)

barang dagangannya terlalu cepat yaitu pada pukul 09.30/10.00 WIB. Meskipun pihak dinas pasar sudah memberitahu atau himbauan setiap harinya dengan melalui mikrofon namun hal tersebut masih juga dilakukan, menurut mereka jangka waktu yang diberikan sangatlah minim sekali akan mengakibatkan jumlah pendapatan mereka berkurang kalau buka dari siang sampai sore.

b. Melewati Garis Putih/Batas yang telah Ditentukan

Menurut pihak dinas pasar garis putih atau garis batas berguna untuk menjaga kelangsungan para PKL dalam berdagang secara teratur agar tidak memakan badan jalan yang akan menyebabkan kemacetan, maka dari itu peraturan yang telah dibuat oleh pihak dinas pasar yaitu tidak memperbolehkan kepada para PKL melewati garis putih tersebut. Sementara itu berbeda menurut pendapat PKL, mereka beranggapan kalau mereka berjualan terlalu jauh dari jalan akan menyebabkan barang yang mereka jual akan sedikit pengunjungnya karena jauh terlihat dari jalan yang mengakibatkan jualbeli mereka berkurang.

c. Memperbesar Tempat atau Lapak Berdagang

Tempat atau lapak berdagang adalah suatu lokasi atau daerah yang sudah ditentukan yang dipergunakan pedagang untuk melakukan aktivitas perdagangan.

Tempat berdagang merupakan hal terpenting bagi mereka sebagai seorang pedagang karena kalau tempat berdagang tidak ada maka seorang pedagang tidak bisa melakukan aktivitas jual beli secara tetap.

Lokasi perdagangan ini sudah ditentukan dan diberikan batas-batas dan luas tempat berdagang sebesar 2 meter untuk masing- masing pedagang. Namun pada kenyataannya tempat yang sudah ditentukan ini masih banyak yang memperbesar di antara para pedagang, mereka beralasan karena luas yang diberikan oleh dinas pasar terlalu sempit dan kecil dan tidak sesuai dengan jumlah barang yang diperdagangkan.

7. Bentuk-bentuk konflik a. Konflik Tertutup

Konflik tertutup yaitu suatu keadaan yang di dalamnya banyak terdapat persoalan, sifat tersembunyi dan perlu diangkat ke permukaan agar bisa ditangani (Susan 2009-93). Konflik tertutup yang mempunyai sikap yang tersembunyi seperti kesal, rasa sakit hati, membangkang dan amarah yang tidak terungkapkan secara jelas. Ketika para pihak Dinas Pasar melakukan razia atau penangkapan barang dagangan terhadap pedagang kaki lima hal tersebut membuat pedagang tidak merasa senang dengan kehadiran pihak Dinas Pasar, karena PKL beranggapan pihak dinas pasar tidak memiliki rasa kasihan terhadap mereka yang bertindak semaunya saja.

b. Konflik Terbuka

Konflik terbuka adalah situasi konflik yang telah muncul kepermukaan yang berakar dalam dan yang sangat nyata (Susan, 2009:93). Konflik yang terjadi antara PKL dengan pihak Dinas Pasar merupakan konflik terbuka karena selalu mewujudkan sesuatu yang akan menimbulkan konflik atau perlawanan, ketika pihak dinas pasar melakukan razia dan sekaligus melakukan penangkapan barang dagangan terhadap PKL yang tidak mematuhi peraturan yang mereka berikan. Bentuk konflik yang terjadi yaitu, sebagai berikut:

1. Perlawanan

Perlawanan terjadi ketika salah satu pihak merasa dirugikan dan tidak bisa menerima atas perlakuan yang diberikan oleh pihak yang memberi kerugian.

Perlawanan ini muncul ketika perbedaan pandangan yang saling menentang dan menimbulkan sikap emosional yang tidak bisa dikontrol. Perlawanan tersebut juga dialami oleh PKL dengan Dinas Pasar di Pasar Raya, perlawanan ini karena tidak bisanya PKL menerima perlakuan dari pihak dinas pasar yang bertindak terlalu menuntut kepada PKL seperti, penangkapan dan mengacak-acak barang, hal ini memunculkan perasaan sakit hati para pedagang kaki lima terhadap dinas pasar, maka dari itu para PKL ingin terus menentang tindakan dinas pasar.

(11)

2. Demo

Demo merupakan bentuk aksi protes yang diungkapkan secara bersama dan juga diakibatkan oleh ketidakpuasan, keinginan dan harapan. Sama halnya dengan aksi demo yang terjadi antara para PKL dengan Dinas Pasar. Dalam hal ini para kumpulan pedagang melakukan aksi demo kepada pihak dinas pasar demi menyampaikan aspirasi bersama yang merasa barang dagangannya dirusak oleh dinas pasar.

Demo yang dilakukan PKL bisa dibentuk dan dijalankan dalam jangka bulanan maupun tahunan sesuai tuntutan dan permasalahan yang terjadi dalam sistem perdagangan mereka.

8. Upaya yang dilakukan dalam Memanajemen Konflik oleh Pihak Ketiga

Peraturan yang telah dibuat tentang penatatertiban PKL dalam berdagang bahkan di lokasi berdagang diberikan spanduk tentang pemberitahuan terhadap PKL dalam melakukan usaha dagang dengan teratur, namun pemberitahuan tersebut dianggap nihil oleh PKL. PKL masih tetap tidak patuh terhadap kebijakan yang diberikan, sehingga hal tersebut yang menimbulkan konflik antara dinas pasar dengan PKL.

Ketika konflik ini terjadi maka sangat dibutuhkan penyelesaian agar konflik antara mereka tidak terus terjadi, maka dalam hal ini dibutuhkan pihak ketiga untuk menangani masalah tersebut. Pihak ketiga di sini berfungsi untuk penengah , pembatas pihak yang berkonflik atau juga disebut dengan manajemen konflik, manajemen konflik di sini untuk mengelola konflik dan memberi arahan kepada kedua belah pihak.

Dalam masalah ini yang menjadi pihak ketiga adalah tim Satpol PP, di samping tim Satpol PP penegak tatatertib, Satpol PP juga berperan sebagai pengelola perselisihan, hal ini sesuai dengan peraturan Pemerintah Kota No 6 tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja dalam undang- undang pasal 8 yang terdapat pada ayat 3, sebagai berikut:

“Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum dan ketentraman masyarakat”.

a. Penyuluhan tentang Waktu Usaha, Tempat Usaha, dan Sarana Usaha

Penyuluhan merupakan salah satu bentuk tindakan baik secara lisan/tulisan yang bersifat persuasif. Sehingga dalam hal ini para Satpol PP melakukan penyuluhan kepada pedagang dalam mengantisipasi pedagang liar. Penyuluhan secara lisan dilakukan pada saat kontak langsung dengan PKL bahwa PKL harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang ada. Sedangkan secara tulisan adalah dengan memberikan pengumuman melalui selebaran dan surat pemberitahuan. Selebaran tersebut berupa pemberitahuan tentang waktu usaha, tempat usaha dan sarana yang digunakan, dan surat pemberitahuan diberikan pada saat kondisi- kondisi tertentu. Dalam kegiatan penyuluhan yang dilakukan para aparat tersebut perbulannya melakukan roling pasar/penyuluhan pasar sebanyak empat sampai enam kali, penyuluhan tersebut dilakukan di waktu siang hari jam 10.00- 16.00 WIB.

b. Komunikasi terhadap Pelaksana Kebijakan

Upaya penanganan konflik tidak hanya diberikan kepada PKL tetapi juga diberikan terhadap dinas pasar, supaya tidak berpihak kepada siapapun. Upaya yang diberikan seperti berkomunikasi dengan pelaksanaan kebijakan di Pasar kepada dinas pasar agar tidak terlalu menekan PKL.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil olah data yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa manajemen konflik antara dinas pasar dengan pedagang kaki lima ini disebabkan karena PKL dalam melakukan aktivitas berdagang setiap harinya selalu melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, dan ketika pihak dinas pasar melakukan razia di lokasi berdagang banyak yang ditemui oleh pihak dinas tersebut pedagang-pedagang yang masih membandel atau melanggar aturan seperti: buka tidak tepat waktu, melewati batas atau garis putih yang telah ditentukan dan memperbesar lokasi berdagang atau lapak-lapak. Dengan ketidakpatuhan para pedagang di sini menyebabkan masalah baru atau konflik.

Konflik akan semakin bertambah jika kedua belah pihak tidak bisa mengarahkan ke arah yang positif meskipun kedua belah pihak telah berusaha melakukan perdamaian namun pada kenyataannya konflik tersebut belum juga teratasi. Oleh karena itu pihak

(12)

yang berkonflik sangat membutuhkan jalan keluar, maka dari itu pula pihak yang berkonflik melibatkan pihak ketiga atau aktor dari pihak lain, dengan tujuan untuk menyatukan kedua belah pihak yang berkonflik.

Adapun aktor atau pihak ketiga yang dimaksud yaitu Satpol PP. Kehadiran tim Satpol PP sebagai pihak ketiga dengan tujuan memfasilitasi dalam pengelolaan konflik agar konflik cepat teratasi. Sering kita istilahkan dengan manajemen konflik dapat dipahami sebagai penanganan atau pengelolaan secara positif. Dalam masalah ini upaya yang dilakukan dalam memanajemen konflik oleh pihak ketiga yaitu, pertama; memberikan penyuluhan yang berupa tentang waktu usaha, tempat usaha dan sarana usaha dalam berdagang.

Penyuluhan tersebut berbentuk lisan/tulisan, mengarahkan kepada aturan-aturan yang wajib untuk dipatuhi dalam berdagang dan hal serupa juga terdapat pada pemberian selembaran surat kepada pedagang tentang hal yang sama, dengan tujuan yang dilakukan terhadap PKL untuk menertibkan mereka dan selain itu juga agar tidak terjadinya konflik dengan dinas pasar.

Kedua; selain diberikan penyuluhan kepada PKL untuk mengatasi konflik, Satpol PP juga berkomunikasi terhadap pelaksana kebijakan yakni dinas pasar. Komunikasi yang diberikan seperti memperingati pihak dinas pasar agar tidak terlalu menuntut dan memberi sanksi kepada PKL, dan tidak juga memperlakukan mereka secara kasar karena dengan memperlakukan mereka seperti itu akan membuat mereka semakin membangkang dan tidak jera terhadap tindakan tersebut.

SARAN

Berdasarkan kesimpulan di atas maka dapat diusulkan beberapa saran yang dapat menjadi bahan pertimbangan terutama bagi peneliti selanjutnya, pedagang kaki lima, dan dinas pasar.

Pedagang kaki lima: Bagi pedagang kaki lima seharusnya lebih bisa sadar mengenai peraturan yang telah diberikan bahwa peraturan yang diberikan mengarah kepada yang baik dalam berdagang dan untuk ketertiban bersama.

Dinas pasar: Bagi pihak dinas pasar lebih mengontrol dan mengawasi lagi keberadaan PKL, tetapi bukan berarti harus

terlalu menuntut mereka yang membuat mereka merasa dirugikan dan tidak menggunakan kekerasan ketika melaksanakan kebijakan.

DAFTAR PUSTAKA BUKU

Lufri. 2005. Metodologi Penelitian.

Padang: UNP Press.

Moleong, Lexy. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Miall,dkk. 2002. Resolusi Damai Konflik Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sugiyono. 2011. Metode penelitiaan pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Susan, Novri. 2009. Sosiologi Konflik Isu- Isu Konflik Kontemporer. Jakarta:

Kencana.

JURNAL

Widyaningrum,dkk.1996. Memahami Isu di Balik Ekonomi Informal Perkotaan, Bandung: Yayasan Akatiga.

Referensi

Dokumen terkait

Arahan penataan PKL untuk kedepannya adalah diharapkan adanya pengelompokkan jenis dagangan, penggunaan sarana dan waktu berdagang , pembinaan terhadap PKL, mengukur

Dal am mencapaihasi lyangmemuaskansel ai nhar usbel aj arj uga di t unj angdenganpener apanpol aasuhyangt epatdar ior angt uapada anak,kar enaapabi l adal am mener apkanpol