• Tidak ada hasil yang ditemukan

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA BERDASARKAN PREFERENSI PKL DAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA BERDASARKAN PREFERENSI PKL DAN"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA BERDASARKAN PREFERENSI PKL DAN

MASYARAKAT SEKITAR

(Studi Kasus: Kawasan Perkotaan Sungguminasa, Kab. Gowa)

SKRIPSI

Tugas Akhir– 457D5236 Periode III

Tahun 2017/2018

Sebagai Persyaratan Untuk Ujian Sarjana Teknik

Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota

Oleh :

NOVI PRATIWI ADHYAKSA D521 13 320

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA DEPARTEMEN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN

2018

(2)
(3)

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA BERDASARKAN PREFERENSI PKL DAN MASYARAKAT SEKITAR

(Studi Kasus: Kawasan Perkotaan Sungguminasa, Kab. Gowa) Novi Pratiwi Adhyaksa(1), Arifuddin Akil(2), Abd. Rachman Rasyid(2)

(1)Mahasiswi Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik

(2)Dosen Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

Email:[email protected]

ABSTRAK

Kota Sungguminasa sebagai pusat aktifitas masyarakat berpeluang untuk tumbuhnya PKL. Usaha pemerintah untuk penertiban PKL hingga kini masih belum efektif. PKL cenderung memilih berjualan di luar bangunan, parkiran dan trotoar sehingga mengganggu aktivitas lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan preferensi PKL pada lokasi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah daerah, serta preferensi masyarakat terhadap keberadaan PKL di Kota Sungguminasa untuk dapat dibuatkan arahan penataan yang sesuai dengan karakteristik PKL sehingga penataan tersebut dapat diimplementasikan. Penelitian ini dilakukan di tiga lokasi, yaitu Kawasan Pasar Sentral, Kawasan Lapangan Syekh Yusuf, dan Ruas Jalan Usman Salengke. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, kuesioner, dan wawancara dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian ditemukan bahwa distribusi PKL cenderung berkelompok dengan jenis dagangan lain. Jenis dagangan yang paling banyak diminati adalah makanan. Kegiatan PKL sebagai salah satu sektor informal belum terantisipasi dalam perencanaan tata ruang kota sehingga sarana dan prasarana yang ada biasanya kurang mendukung kegiatan PKL. Arahan penataan PKL untuk kedepannya adalah diharapkan adanya pengelompokkan jenis dagangan, penggunaan sarana dan waktu berdagang , pembinaan terhadap PKL, mengukur kemampuan suatu lokasi untuk dapat menampung jumlah PKL, memasukkan PKL dalam perencanaan tata ruang kota, dan memindahkan PKL pada pasar-pasar yang telah disediakan dengan sosialisasi baik antara SKPD terkait dan PKL.

Kata Kunci: Pedagang Kaki Lima, Karakteristik PKL, Preferensi PKL, Preferensi Masyarakat

(4)

THE DIRECTION OF STYLING THE VENDORS BASED ON PKL PREFERENCE AND COMMUNITY AROUND

(Case Study: Sungguminasa City, Gowa District)

Novi Pratiwi Adhyaksa(1), Arifuddin Akil(2), Abd. Rachman Rasyid(2)

(!)Student Department of Urban and Regional Planning, Faculty of Engineering

(2)Lecturer Department of Regional and City Planning, Faculty of Engineering Hasanuddin University

Email:[email protected]

ABSTRACT

Sungguminasa city as the center of community activity has a chance to grow street vendors. Government efforts to curb street vendors are still not effective.

Street vendors tend to choose to sell outside the building, parking and sidewalks that interfere with other activities. This study aims to determine the characteristics and preferences of street vendors in locations that have been set by the local government, as well as the public preference for the existence of street vendors in the city of Sungguminasa to be made direction of arrangement in accordance with the characteristics of street vendors so that the arrangement can be implemented. The research was conducted in three locations, namely Central Market Area, Field Area Syekh Yusuf, and Usman Salengke Road Section. The data were collected by observation technique, questionnaire, and interview with using qualitative and quantitative descriptive analysis technique. The results of the study found that the distribution of street vendors tend to group with other types of merchandise. The most popular type of merchandise is food. The activity of street vendors as one of the informal sector has not been anticipated in urban spatial planning so that existing facilities and infrastructures usually do not support PKL activities. The direction of structuring PKL for the future is expected to grouping the types of merchandise, means and time of trade, guidance to street vendors, measuring the ability of a location to accommodate the number of street vendors, entering street vendors in urban spatial planning, and moving street vendors in markets that have been provided with good socialization between SKPD related and street vendors.

Keywords: Vendors, Characteristics of Street Vendors, Vendors Preferences, Community Preference

(5)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan mengucap puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas ridho dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Arahan Penataan Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Preferensi PKL dan Masyarakat Sekitar (Studi Kasus: Kawasan Perkotaan Sungguminasa)” ini. Meskipun banyak hambatan yang dialami dalam proses pengerjaannya, tetapi penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini pada tepat waktu.

Kemudian shalawat serta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Maksud dan tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan kelulusan program Studi Strata I pada Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Hasanuddin. Selain itu penulis juga dapat mencoba menerapkan dan membandingkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dibangku kuliah dengan kenyataan yang ada di lingkungan kerja.

Penulis merasa bahwa dalam menyusun skripsi ini masih menemui beberapa kesulitan dan hambatan, disamping itu juga menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan-kekurangan lainnya, maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak.

Menyadari penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada dosen pembimbing dan dosen LBE Urban Planning and Design serta kepada segenap pihak yang telah memberikan konstribusi dan arahan selama pembuatan skripsi ini. Tentunya, ada hal-hal yang ingin penulis berikan kepada masyrakat dari hasil skripsi yang penulis buat ini. Karena itu penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita bersama.

Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia-Nya dan membalas segala amal budi serta kebaikan pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan laporan ini dan semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Gowa, Maret 2018

(Novi Pratiwi Adhyaksa)

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH Bismillahirrahmanirrahim..

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..

Alhamdulillahi-rabbil alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Salam serta shalawat tak lupa juga penulis kirimkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa umat Islam ke jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.

Dari awal perjalanan pembuatan skripsi yang berjudul“Arahan Penataan Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Preferensi PKL dan Masyarakat Sekitar (Studi Kasus: Kawasan Perkotaan Sungguminasa, Kab. Gowa)” ini, mulai dari proposal, penelitian hingga seminar hasil, Penulis mendapat bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak yang telah ikhlas membantu baik secara langsung maupun tidak langsung serta memberikan dukungan kepada penulis yang tidak ada henti-hentinya. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1) Allah Subhanahu Wa Taala, yang senantiasa memberikan kesehatan, kekuatan, kemampuan dan kesabaran kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2) Teristimewa dan terima kasih tak ternilai kepada keluarga besar Penulis, khususnya kedua orang tua Penulis yang tiada henti, tiada tara dan tiada keluh kesah serta yang telah memberikan segala kasih sayang, cinta, pendidikan, dan perhatian yang teramat tulus dalam segala suka dan duka kepada anak-anaknya terutama kepada Penulis . Ayahanda, Bapak Muh.

Ishak (almarhum) dan Ibunda, Mama Sulastri, yang selama ini sangat mendambakan Penulis untuk segera menyelesaikan studi Strata Satu ini, gelar Sarjana Teknik ini untuk kalian.

3) Kepada kakak-kakak dan adik-adikku tersayang, Rhezky Amelia Oktavia, SH, Annisa Ramadhani, S.Hi, Yul Maulina Adhyaksa, Navriani Adhyaksa, dan adik jagoanku yang paling lucu, Muh. Bintang Afghan Syahputra, kalian yang selalu menjadi semangat Penulis saat jenuh menghadapi skripsi ini. Terima kasih atas segala do’a pengertian dan dorongannya selama penulis menempuh pendidikan. I love U dear..

4) Bapak Dr. Ir. Arifuddin Akil, MT sebagai dosen pembimbing pertama yang telah bersedia untuk meluangkan waktu untuk membimbing, memeriksa, serta memberikan petunjuk-petunjuk serta saran dalam penyusunan skripsi ini.

5) Bapak Dr. Eng. Abdul Rachman Rasyid, ST, M.Si sebagai dosen pembimbing kedua dan selaku Kepala Studio Akhir. yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memeriksa, dan memberikan dukungan dan motivasi serta memberikan petunjuk-petunjuk dalam penyusunan skripsi.

6) Dosen penguji, Bapak Prof. Dr. Ir. Ananto Yudono, M.Eng, Bapak Dr. Ir.

H. Muhammad Yoenus Osman, M.SP, dan Ibu Sri Aliah Ekawati, ST, MT yang telah meluangkan waktu dan pemikiran dalam menguji dan memberikan pengarahan dan nasihat sebagai penyempurnaan skripsi penulis.

(7)

7) Ibu Dr. Ir. Hj. Mimi Arifin, M.Si sebagai Ketua Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.

8) Ibu Dr. Techn. Yashinta Kumala Dewi Sutopo, ST, M.IP, selaku Penasehat Akademik Penulis selama menjalankan perkuliahan Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Hasanuddin.

9) Bapak dan Ibu Dosen Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota yang telah membagi ilmu, pengetahuan dan nasihat-nasihat, serta membimbing dan memberikan materi perkuliahan kepada penulis selama proses perkuliahan di Universitas Hasanuddin.

10) Staf Kepegawaian dan Administrasi Departemen PWK, Pak Haerul, Pak Syawalli, dan Pak John, terima kasih telah banyak membantu dalam pengurusan administrasi penulis dan mengurusan berkas.

11) Seluruh staf Perpustakaan Universitas Hasanuddin yang telah membantu penulis dalam peminjaman buku.

12) Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada kakak-kakak ipar Penulis, Serviandhika Permana, S.Pd dan Muh. Imam Rafly, S.E yang telah memberikan bantuan keuangan dan transportasi kepada Penulis selama masa perkuliahan.

13) Terima kasih juga Penulis ucapkan kepada keponakan-keponakan Penulis, Arsakha Ahyan Mohammad, Misykah Farzana Keenan, Kenzie Rafazka Faizar, Aam dan Adam. Terima kasih karena kalian telah memberikan senyum dan tawa kepada Penulis dengan tingkah lucu dan menggemaskan kalian.

14) Dan tak lupa pula kepada seluruh keluarga besar Penulis yang berada di Pare-Pare, Makassar, Pangkep, Jeneponto, Depok, yang selalu memberi semangat kepada Penulis saat duka. Kepada Puang Nenek & Mama Nenek, Om Natsir, Tamsir, Muharram, Didi, Mustamin, dan Agus, tante Irma, Tati, Yanti, Yana, Rohana, Sufi serta sepupuku Kk Fitri, Indah, Nugrah, Dela, Nayla, dan K’Yasmin sekeluarga yang selalu hadir saat Penulis mengalami kesedihan (duka)

15) Teman-teman Studio Akhir Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Kak Mardiansyah, ST, Kak Teten, Kak Ibon, Kak Yudi, Kak Gita, Kak Jeane, Kak Angga, Kak Fikri, Kak Edy, Kak Aang, Kak Angga, Kak Lopo, Kak AY, Arlyn,ST, Andin,ST, Ita,ST, Putri,ST, Mitha,ST, Jihan,ST, Fatin,ST, Githa, dan Intan, terima kasih atas canda tawa dan dukungan selama menyelesaikan tugas akhir bersama-sama di Studio Akhir.

Alhamdulillah ST

16) Kepada Teman-teman Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota angkatan 2013, Gandy,ST, Yuniza,ST, Amiq,ST, Berkah,ST, Ririn,ST, Wisna,ST, Yayu,ST, Evi,ST, Ikke,ST, Mahda,ST, Tata,ST, Yuni,ST, Ani,ST, Gio,ST, Fani,ST, Dimas,ST, Widi,ST, Randa,ST, Nosa,ST, Erwin, Ical, Buyu, Yuta, Adam, Ibnu, Zam, Adi, Adhim, Fredy, Arthur, Chandra, Madi, Irzam, Galang, Yusman, Buyung, Ansar, Yoga, Intan, Fakhrizal, Hendra, Aldi, Galih, Armand, Imam, dan Rudi (Sa’adah, Fadli, Citra, dan Adi Untoro, meskipun hanya 2 semester bersama), terima kasih canda tawa serta suka duka selama masa perkuliahan, semoga di masa depan kita

(8)

semua sukses di pencapaian masing-masing. Semangat buat Teman-teman Calon Sarjana Teknik.

17) Sahabat Abal-abal yang tercinta R.Nurfatin DH, Lasmita Latief, Jihan Jamaluddin, Githa Stacy Tobigo, dan Nur Sa’adah Sulaeman (Calon Dokter Hewan), terima kasih telah menjadi sahabat yang setia menemani dari awal perkuliahan sampai dengan mendapatkan gelar ST sama-sama, Terima kasih telah menampung segala bentuk keluh dan kesah serta memberikan motivasi kepada Penulis selama ini.

18) Terima kasih yang sangat mendalam juga Penulis sampaikan buat Muhammad Adhim Arasy, cS.T, teman yang selama ini banyak membantu Penulis dalam persiapan ujian, baik ujian hasil maupun ujian tutup.

19) Sahabat-sahabat Mikro Tersayang, Adiba Mubasyarah, S.Sos, Adlia Nafilzah, S.Farm, Winda Esti Lestari, S.Pd, Dirgahayu Lestari, dan Dewi Yulandari Ibrahim. Terima kasih telah menjadi sahabat yang mendengarkan keluh keah penulis dan suka duka selama hampir 10 tahun terakhir.

20) Sahabat-sahabat KKN Gel. 93 Kampiri Squad yang terkasih, Anas, SE, Nur, Dila, Faika, Rahman, S.Sos, Sudi, SE, dan Zam, terima kasih atas bantuan, semangat dan motivasinya.

21) Teman-teman Paskib dan OSIS Stemzha, Andha, Vita, Rany, Fany, Akbar, Rudi, Mushawwir, Khaidir, Kebo, Nisa, Ulfi dan juga teman-teman XII Gambar Bangunan SMKN 2 Makassar, khususnya Aliefka, Ashar, Arin, Rahmat, Fajry, Tety, serta yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

22) Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi, membantu dan mendukung Penulis selama ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, terima kasih atas doa dan dukungannya baik moril dan materil.

Demikian ucapan terima kasih yang Penulis dapat sampaikan, semoga Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi seua kalangan khususnya pengembang ilmu dalam bidang perencanaan wilayah dan kota dan dapat memperluas wawasan kita semua. Amin Yaa Rabbal Alamin

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Pertanyaan Penelitian ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Ruang Lingkup Pembahasan... 5

1.5.1 Ruang Lingkup Materi ... 5

1.5.2 Ruang Lingkup Wilayah ... 5

1.6 Sistematika Pembahasan ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sektor Informal ... 7

2.2 Pedagang Kaki Lima ... 8

2.2.1 Pengertian Pedagang Kaki Lima (PKL) ... 8

2.2.2 Karakteristik Pedagang Kaki Lima (PKL) ... 9

2.3 Pengertian Preferensi ... 19

2.4 Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) ... 19

2.4.1 Faktor-faktor Pemilihan dan Penentuan Lokasi Dalam Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) ... 19

2.4.2 Pengalaman Penanganan Pedagang Kaki Lima di Negara Lain ... 21

2.5 Kebijakan Pemerintah Terkait Pedagang Kaki Lima (PKL) ... 25

2.6 Penelitian Terdahulu ... 27

2.7 Kerangka Konsep ... 30

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 31

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

2.1.1 Lokasi Penelitian ... 31

2.1.2 Waktu Penelitian ... 31

3.3 Populasi dan Sampel ... 33

3.3.1 Populasi ... 33

3.3.2 Sampel ... 33

3.4 Jenis dan Sumber Data ... 35

3.4.1 Jenis Data ... 35

(10)

3.4.2 Sumber Data... 35

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 35

3.5.1 Data Primer ... 35

3.5.2 Data Sekunder ... 36

3.6 Metode Analisis Data ... 36

3.7 Variabel Penelitian ... 37

3.8 Alur Penelitian ... 39

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Gowa ... 41

4.1.1 Letak Geografis dan Letak Administratif ... 41

4.1.2 Penggunaan Lahan ... 43

4.1.3 Kependudukan... 44

4.1.4 Perekonomian... 45

4.1.5 Sarana dan Prasarana Perdagangan ... 47

4.1.6 Industri ... 47

4.2 Gambaran Umum Kecamatan Somba Opu ... 47

4.2.1 Letak Geografis dan Letak Administratif ... 47

4.2.2 Penggunaan Lahan ... 48

4.2.3 Kependudukan... 49

4.2.4 Perekonomian... 50

4.2.5 Sarana dan Prasarana Perdagangan ... 51

4.2.6 Industri ... 52

4.3 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 56

4.3.1 Letak Geografis dan Letak Administratif ... 56

4.3.2 Penggunaan Lahan ... 56

4.3.3 Kependudukan... 56

4.4 Karakteristik Lokasi Penelitian ... 59

4.4.1 Pasar Sentral Sungguminasa ... 59

4.4.2 Lapangan Syekh Yusuf ... 60

4.4.3 Ruas Jalan Usman Salengke... 61

4.5 Kebijakan Dan Strategi Pengembangan RUTR Kota Sungguminasa ... 64

4.6 Fasilitas Perkotaan ... 64

4.7 Kebijakan Pemerintah Kabupaten Gowa tentang PKL ... 65

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Pedagang Kaki Lima (PKL) ... 66

5.1.1 Karakteristik Umum PKL ... 67

5.1.2 Karakteristik Aktifitas PKL ... 74

5.1.3 Karakteristik Lokasi ... 81

5.2 Preferensi PKL dan Masyarakat Sekitar ... 87

5.2.1 Preferensi PKL ... 87

5.2.2 Preferensi Masyarakat ... 94

5.3 Arahan Penataan Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Preferensi PKL dan Masyarakat Sekitar ... 106 5.3.1 Kesesuaian Lokasi PKL dengan Peraturan Daerah No. 5

Tahun 2009 tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang

(11)

Kaki Lima... 106

5.3.2 Analisis Hubungan Antara Preferensi PKL dan Masyarakat ... 108

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 119

6.2 Saran... 120

DAFTAR PUSTAKA... 121

LAMPIRAN... 124

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kebijakan Pemerintah terkait Pedagang Kaki Lima (PKL)... 25

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu ... 27

Tabel 3.1 Jumlah Populasi dan Sampel ... 34

Tabel 3.2 Metode Penelitian ... 40

Tabel 4.1 Wilayah Administrasi Kabupaten Gowa ... 41

Tabel 4.2 Penggunaan Lahan Kabupaten Gowa ... 44

Tabel 4.3 Kepadatan Penduduk Kabupaten Gowa... 44

Tabel 4.4 Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) atas Dasar Harga Konstan... 45

Tabel 4.5 Jumlah Perusahaan Menurut Sub Sektor Tahun 2013 – 2015... 47

Tabel 4.6 Wilayah Administrasi Kecamatan Somba Opu ... 48

Tabel 4. 7 Penggunaan Lahan Kecamatan Somba Opu ... 49

Tabel 4. 8 Kepadatan Penduduk Kecamatan Somba Opu... 49

Tabel 4. 9 Jumlah Lapangan Usaha Kecamatan Somba Opu ... 50

Tabel 4. 10 Jumlah Bank di Kecamatan Somba Opu Tahun 2015 ... 51

Tabel 4. 11 Jumlah Sarana Perdagangan di Kecamatan Somba Opu Tahun 2015... 51

Tabel 4. 12 Jumlah Industri Pengolahan Menurut Kelurahan Pada Lokasi Permanen Kecamatan Somba Opu Hasil Sensus Tahun 2006... .. 52

Tabel 5.1 Jumlah Populasi dan Sampel ... 66

Tabel 5.2 Usia Pedagang Kaki Lima ... 67

Tabel 5.3 Tingkat Pendidikan Pedagang Kaki Lima ... 68

Tabel 5.4 Daerah Asal Pedagang Kaki Lima ... 70

Tabel 5.5 Jumlah Pekerja Pembantu yang Dimiliki Oleh PKL ... 70

Tabel 5.6 Lama Usaha Pedagang Kaki Lima ... 71

Tabel 5.7 Alasan Menjadi PKL ... 72

Tabel 5.8 Modal PKL ... 73

Tabel 5.9 Penghasilan PKL per Hari ... 74

Tabel 5.10 Jenis Usaha PKL ... 75

Tabel 5.11 Jenis Sarana Dagang PKL ... 75

Tabel 5.12 Pola Pelayanan PKL ... 79

Tabel 5.13 Pola Pengelompokkan PKL ... 79

Tabel 5.14 Lama Waktu Beraktivitas PKL ... 80

Tabel 5.15 Jumlah PKL ... 81

Tabel 5.16 Ruang Aktivitas PKL ... 83

Tabel 5.17 Luas Ruang Aktivitas PKL ... 83

Tabel 5.18 Alasan Memilih Lokasi ... 84

Tabel 5.19 Jarak Lokasi Usaha dengan Tempat Tinggal PKL... 84

Tabel 5.20 Perizinan ... 85

Tabel 5.21 Retribusi ... 86

Tabel 5.22 Preferensi PKL Terhadap Peran Struktural Pemerintah ... 87

Tabel 5.23 Preferensi PKL Terhadap Penanganan Masalah Lokasional PKL ... 88

(13)

Tabel 5.24 Preferensi PKL Terhadap Pola Pengelompokkan Dagangan

PKL ... 89

Tabel 5.25 Preferensi PKL Terhadap Penataan/ Pengaturan ... 90

Tabel 5.26 Preferensi PKL Terhadap Hal yang Perlu Diatur ... 91

Tabel 5.27 Preferensi PKL Terhadap Fasilitas Yang Perlu Ditambah... 92

Tabel 5.28 Preferensi PKL Terhadap Penambahan Penanda/ Rambu Lalu Lintas ... 92

Tabel 5.29 Preferensi PKL Terhadap Kesesuaian Lokasi ... 94

Tabel 5.30 Jumlah Sampel Masyarakat ... 94

Tabel 5.31 Preferensi Masyarakat Terhadap Alasan Berbelanja ... 95

Tabel 5.32 Jarak Lokasi Tempat Tinggal Masyarakat Dengan Lokasi PKL ... 96

Tabel 5.33 Moda Transportasi yang Digunakan Masyarakat ... 96

Tabel 5.34 Preferensi Masyarakat Terhadap Manfaat Keberadaan PKL ... 97

Tabel 5.35 Preferensi Masyarakat Terhadap Gangguan Keberadaan PKL ... 97

Tabel 5.36 Preferensi Masyarakat Terhadap Peran Struktural Pemerintah ... 98

Tabel 5.37 Preferensi Masyarakat Terhadap Penanganan Masalah Keberadaan PKL ... 99

Tabel 5.38 Preferensi Masyarakat Terhadap Pola Pengelompokkan Dagangan PKL ... 100

Tabel 5.39 Preferensi Masyarakat Terhadap Penataan/ Pengaturan PKL ... 101

Tabel 5.40 Preferensi Masyarakat Terhadap Hal yang Perlu Diatur ... 101

Tabel 5.41 Preferensi Masyarakat Terhadap Fasilitas Yang Perlu Ditambah ... 102

Tabel 5.42 Preferensi Masyarakat Terhadap Penambahan Penanda/ Rambu Lalu Lintas ... 103

Tabel 5.43 Preferensi Masyarakat Terhadap Kesesuaian Lokasi PKL ... 104

Tabel 5.44 Hubungan Preferensi PKL dan Masyarakat Terhadap Lokasi PKL ... 109

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Berbagai Macam Bentuk dan Sarana Berdagang PKL ... 11

Gambar 2.2 Pola Penyebaran Mengelompok (Focus Aglomeration) ... 12

Gambar 2.3 Pola Penyebaran Memanjang (Linier Concentration) ... 13

Gambar 2.4 Sifat Pelayanan PKL ... 14

Gambar 2.5 Kerangka Konsep ... 30

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian ... 32

Gambar 3.2 Alur Pemikiran ... 39

Gambar 4.1 Peta Administrasi Kabupaten Gowa ... 42

Gambar 4.2 Kontribusi Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Tahun 2008- 2015 ... 46

Gambar 4.3 Peta Administrasi Kecamatan Somba Opu ... 53

Gambar 4.4 Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Somba Opu ... 54

Gambar 4.5 Peta Kepadatan Penduduk Kecamatan Somba Opu ... 55

Gambar 4.6 Peta Lokasi Penelitian ... 57

Gambar 4.7 Peta Penggunaan Lahan di Lokasi Penelitian ... 58

Gambar 4.8 Kondisi Pasar Sentral Sungguminasa... 59

Gambar 4.9 Pembangunan lods Pasar Sentral Sungguminasa yang masih terbengkalai... 60

Gambar 4.10 PKL yang berdagang pada hari kerja sekitar Lapangan Syekh Yusuf ... 61

Gambar 4.11 Suasana sekitar Lapangan Syekh Yusuf di Hari Minggu saat Car Free Day ... 61

Gambar 4.12 Masyarakat yang berhenti di pinggir jalan untuk berbelanja ... 62

Gambar 4.13 Gerobak PKL diparkirkan di pinggir jalan... 62

Gambar 4.14 Peta Lokasi PKL ... 63

Gambar 5.1 Diagram Usia Pedagang Kaki Lima (PKL) ... 68

Gambar 5.2 Diagram Pendidikan Pedagang Kaki Lima (PKL) ... 69

Gambar 5.3 Diagram Jumlah Pekerja Pedagang Kaki Lima (PKL) ... 71

Gambar 5.4 Peta Persebaran PKL Berdasarkan Jenis Dagangannya ... 77

Gambar 5.5 Peta Persebaran PKL Berdasarkan Sarana Dagangannya... 78

Gambar 5.6 Peta Titik Lokasi PKL ... 82

Gambar 5.7 Diagram Preferensi PKL dan Masyarakat Terhadap Peran Struktural Pemerintah ... 104

Gambar 5.8 Diagram Preferensi PKL dan Masyarakat Terhadap Penanganan Masalah PKL ... 104

Gambar 5.9 Diagram Preferensi PKL dan Masyarakat Terhadap Pengelompokkan PKL... 105

Gambar 5.10 Diagram Preferensi PKL dan Masyarakat Terhadap Penataan PKL ... 105

Gambar 5.11 Diagram Preferensi PKL dan Masyarakat Terhadap Hal Yang Perlu Diatur ... 105

Gambar 5.12 Diagram Preferensi PKL dan Masyarakat Terhadap Fasilitas Yang Perlu Ditambah ... 105

(15)

Gambar 5.13 Diagram Preferensi PKL dan Masyarakat Terhadap

Penambahan Penanda/Rambu Lalu Lintas ... 105 Gambar 5.14 Diagram Preferensi PKL dan Masyarakat Terhadap

Kesesuaian Lokasi ... 105 Gambar 5.15 Tempat pembuangan sampah di Pasar Sentral

Sungguminasa ... 106 Gambar 5.16 Sarana dagang PKL di Lapangan Syekh Yusuf yang

ditinggal pada tempat usaha terkesan tidak teratur dan

membuat pemandangan yang kurang sedap ... 107 Gambar 5.17 Sarana dagang PKL di Jl. Usman Salengke yang ditinggal

pada tempat usaha terkesan tidak teratur dan

membuat pemandangan yang kurang sedap ... 107 Gambar 5.18 Pengaturan Parkir di Pasar Sentral Sungguminasa ... 113 Gambar 5.19 Peta Pengelompokkan PKL di Pasar Sentral

Sungguminasa Berdasarkan Jenis Dagangan ... 114 Gambar 5.20 Pemasangan Rambu Larangan Kendaraan Melintasi

Jalanan saat Car Free Day ... 115 Gambar 5.21 Peta Pengelompokkan PKL di Lapangan Syekh Yusuf

Berdasarkan Jenis Dagangan Pada Saat Hari Minggu (Car

Free Day) ... 116 Gambar 5.22 Peta Pengelompokkan PKL di Jl. Usman Salengke

Berdasarkan Jenis Dagangan ... 118

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Permohonan Menjadi Responden ... 124

Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden ... 125

Lampiran 3 Kuesioner Untuk Pedagang Kaki Lima (Pkl) ... 126

Lampiran 4 Kuesioner Untuk Masyarakat ... 132

(17)

BAB I

“Orang yang paling aku sukai adalah dia yang

menunjukkan kesalahanku. (Umar bin Khattab)”

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kawasan Perkotaan merupakan pusat dari kegiatan suatu masyarakat.

Sebagian besar masyarakat menganggap perkotaan sebagai tempat yang menjanjikan dalam hal mencari mata pencaharian. Hal inilah yang kemudian menyebabkan semakin besarnya tingkat urbanisasi. Namun seiring dengan waktu, pertumbuhan penduduk pun semakin tinggi dan menyebabkan ketidakseimbangan antara jumlah kesempatan kerja dengan penduduk angkatan kerja. Indonesia mengalami berbagai masalah yang salah satunya di bidang ekonomi. Krisis ekonomi menjadi beban yang harus ditanggung masyarakat. Beban tersebut membuat masyarakat memilih lapangan pekerjaan sendiri dalam sektor informal, karena pemerintah dianggap tidak mampu menangani masalah tersebut. Realitas sumber daya manusia Indonesia yang rata-rata berpendidikan rendah membuat kebanyakan masyarakat sulit untuk masuk ke sektor pekerjaan formal.

Salah satu bentuk dalam sektor informal adalah pedagang kaki lima (PKL).

Pedagang kaki lima (PKL) adalah orang dengan modal relatif sedikit berusaha di bidang produksi dan penjualan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan kelompok tertentu dalam masyarakat, usaha tersebut dilaksanakan ditempat yang dianggap strategis dalam suasana lingkungan yang informal.

Pemilihan dan penempatan lokasi pedagang kaki lima seringkali menimbulkan potensi konflik ruang yang akan berdampak negatif bagi ketertiban dan kenyamanan kota. Konflik ruang yang ditimbulkan oleh PKL biasanya terjadi ketika PKL sudah menempati ruang publik kota pada tingkatan tertentu sehingga mengakibatkan terganggunya fungsi ruang publik tersebut. Masalah yang sering terjadi adalah terganggunya fungsi trotoar sebagai tempat pejalan kaki dan fungsi jalan sebagai tempat penglaju kendaraan bermotor. Dalam kaitan inilah maka upaya penataan PKL menjadi sangat penting dilakukan sebagai bagian penataan ruang kota untuk menjamin terwujudnya ketertiban dan kenyamanan kota. Saat ini hal tersebut telah tertuang dalam UU No. 26 Tahun 2007 dimana salah satu pasalnya yaitu pasal 28c menyebutkan bahwa dalam rencana tata ruang wilayah

(19)

kota harus memuat rencana penyediaan dan pemanfaatan sarana dan prasarana untuk kegiatan sektor informal. Secara tersirat dari pasal tersebut diamanatkan bagi pemerintah untuk menyediakan ruang bagi kegiatan sektor informal, diantaranya PKL.

Banyaknya jumlah penduduk pada kawasan perkotaan membuat kebutuhan akan barang dan jasa ikut meningkat sedangkan harga-harga barang dan jasa pada toko-toko besar menjadi semakin mahal sehingga keberadaan pedagang kaki lima menjadi sangat dibutuhkan oleh masyarakat kelas bawah untuk memenuhi kebutuhan yang terjangkau.

Dengan demikian, merebaknya jumlah pedagang kaki lima bukan semata- mata karena keinginan para pedagang saja untuk memperoleh pendapatan (push factors), tetapi lebih karena tuntutan pasar yang membutuhkan jasa para pedagang kaki lima (pull factors). Di samping itu, jenis usaha ini juga memberikan dampak ikutan yang menguntungkan (positive spillovers) seperti mengurangi beban pemerintah untuk menyediakan lapangan kerja, membantu proses daur ulang beberapa jenis sampah, serta menjadi alternatif terbaik bagi kelompok berdaya beli rendah.

Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa pedagang kaki lima memiliki sisi positif dan juga sisi negatif sehingga membuat pemerintah menjadi dilema dalam mengatasi keberadaan para pedagang kaki lima yang menjamur.

Disatu sisi, keberadaan para pedagang kaki lima sebagai penyangga dalam perekonomian karena merupakan usaha yang dapat menyerap tenaga kerja yang tidak dapat tertampung dalam lapangan pekerjaan di sektor formal yang seharusnya disediakan sehingga dapat mengurangi beban pemerintah dalam mengatasi pengangguran. Namun di sisi lain, keberadaan pedagang kaki lima juga dapat menimbulkan masalah lain berupa kebersihan, kerapian dan ketertiban kota yang terganggu akibat adanya PKL yang sering dianggap kotor, kumuh dan tidak tertib terhadap lingkungan perkotaan yang tidak diinginkan oleh pemerintah kota dalam menata kotanya.

Pemerintah Kabupaten Gowa melalui Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 5 Tahun 2009 tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima telah berupaya untuk mengatur pedagang kaki lima, yang antara lain dengan penetapan

(20)

lokasi untuk para pedagang kaki lima, namun masih belum efektif. Upaya tersebut berupa penertiban dengan mengajak dan menghimbau agar PKL menempati beberapa kios yang masih kosong pada Pasar Minasa Maupa yang memang disediakan untuk menampung para PKL ini juga sudah dilakukan tapi sepertinya tidak efektif, karena setelah ditertibkan beberapa waktu kemudian pedagang kembali lagi berjualan di sepanjang bahu jalan. Bahkan ada PKL yang secara terang-terangan menolak ditertibkan (pindah ke dalam pasar) dan tetap akan bertahan berjualan di luar pasar, dengan alasan pembeli lebih senang bertransaksi di bahu jalan karena lebih leluasa (Tribun, 29 Agustus 2016). Di sisi lain, banyaknya pedagang di sepanjang bahu jalan juga banyak dikeluhkan masyarakat dan pedagang di kios dalam pasar. Masyarakat menginginkan tidak ada kemacetan dan kekumuhan, sedangkan pedagang di dalam pasar merasa dirugikan dengan adanya PKL di luar pasar karena pembeli menjadi malas masuk ke dalam pasar, akibatnya dagangan di dalam pasar kurang laku.

Pada saat ini, bukan tidak adanya upaya atau tindakan-tindakan untuk menekan pertumbuhan pedagang kaki lima, tetapi upaya/tindakan tersebut lebih ke dalam penertiban bukan dalam proses penataan sehingga dampak yang dihasilkan adalah dampak sesaat. Namun demikian, proses penataan pun tidak akan berhasil bila dilakukan hanya secara top down sehingga perlu juga dilakukan penataan secara buttom up untuk memberitahukan kepada pemerintah apa yang dibutuhkan oleh para pedagang kaki lima dalam menjalankan usahanya.

Untuk itu dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan kajian mendalam mengenai tindakan dalam penataan dengan mengadopsi karakteristik pedagang kaki lima masing-masing dalam menentukan penataan baru yang dapat merubah kawasan tersebut agar menciptakan tata ruang yang memiliki keserasian, kenyamanan dan ketertiban baik bagi pedagang kaki lima pada khususnya maupun masyarakat kota pada umumnya.

1.2 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka pertanyaan penelitian yang akan diambil pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana karakteristik pedagang kaki lima pada lokasi penelitian?

(21)

2. Bagaimana preferensi PKL dan masyarakat sekitar terhadap lokasi dan keberadaan PKL di lokasi penelitian?

3. Bagaimana arahan penataan pedagang kaki lima berdasarkan preferensi PKL dan masyarakat sekitar pada lokasi penelitian?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan pertanyaan penelitian yang telah dijabarkan di atas, maka sebagai dasar pelaksanaan penelitian harus dilandasi suatu tujuan yang dijadikan acuan dalam penelitian ini. Adapun tujuan penelitian yang akan diambil pada penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui karakteristik pedagang kaki lima pada lokasi penelitian.

2. Untuk mengetahui preferensi PKL dan masyarakat sekitar terhadap lokasi dan keberadaan PKL di lokasi penelitian.

3. Untuk mengetahui arahan penataan pedagang kaki lima berdasarkan preferensi PKL dan masyarakat sekitar pada lokasi penelitian.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Penyusun berharap hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dan landasan teori bagi perkembangan penataan pedagang kaki lima di Indonesia, khususnya Kabupaten Gowa, serta menambah literatur untuk melakukan kajian dan penelitian yang berkaitan dengan masalah Pedagang Kaki Lima (PKL).

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan bagi penyusun khususnya dan pembaca pada umumnya, bagi pemerintah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Dinas Perindag), Koperasi UMKM serta Satpol PP dalam mengambil suatu kebijakan yang lebih baik.

(22)

1.5 Ruang Lingkup Pembahasan 1.5.1 Ruang Lingkup Materi

Adapun ruang lingkup materi yang akan dibahas dalam laporan ini adalah sebagai berikut:

 Pengkajian karakteristik pedagang kaki lima.

 Pengkajian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Gowa dan Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima.

 Mengidentifikasi preferensi PKL dan masyarakat sekitar.

 Memberikan arahan penataan pedagang kaki lima berdasarkan preferensi PKL dan masyarakat sekitar.

1.5.2 Ruang Lingkup Wilayah

Wilayah kawasan penelitian berada di Kawasan Perkotaan Sungguminasa, tepatnya pada Kec. Somba Opu, Kab. Gowa. Dimana peneliti hanya fokus pada 3 (tiga) lokasi saja, yaitu Kawasan Lapangan Syekh Yusuf, Pasar Sentral Sungguminasa, dan Ruas Jalan Usman Salengke.

1.6 Sistematika Pembahasan

1. Bab pertama, berisi tentang pendahuluan yang menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup pembahasan dan sistematika pembahasan.

2 Bab kedua, berisi tentang studi literatur yang berisi kajian teori yang akan digunakan untuk menguraikan dan menganalisis permasalahn studi yang menjadi pertanyaan penelitian. Yang antara lain berisi pengertian dan karakteristik PKL, pengertian preferensi, pengertian metode analisis yang digunakan, faktor-faktor pemilihan dan penentuan lokasi dalam penataan PKL, dan pengalaman penanganan PKL di negara lain, serta kebijakan pemerintah, hasil penelitian terdahulu, dan kerangka pemikiran penelitian.

3 Bab ketiga, berisi tentang metode penelitian yang menjelaskan jenis penelitian, waktu dan tempat penelitian, populasi dan sampel, jenis

(23)

dan sumber data, metode pengumpulan data, metode analisis data, dan variabel penelitian.

4 Bab keempat, berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian yang menjelaskan secara umum gambaran tentang lokasi penelitian.

5 Bab kelima, berisi tentang hasil dan analisa yang menguraikan tentang karakteristik dan preferensi PKL, serta preferensi masyarakat sekitar terhadap keberadaan PKL dan lokasinya, analisis kesesuaian Perda No. 5 Tahun 2009 serta arahan mengenai penataan pedagang kaki lima berdasarkan preferensi PKL dan masyarakat sekitar.

6 Bab keenam, merupakan bab terakhir dari laporan penelitian ini yang berisi penutup yaitu kesimpulan dan saran-saran.

(24)

BAB II

“Ilmu tanpa adanya agama adalah suatu

kecacatan, dan Agama tanpa Ilmu merupakan

Kebutaan”

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sektor Informal

Menurut Zarida Hermanto (1995) dalam Akliyah (2008), konsep sektor informal pedagang kaki lima pertama kali diperkenalkan oleh Keith Hart pada tahun 1971, dari hasil penelitiannya tentang “Small-scale Enterpreneurs in Ghana”. Konsep ini kemudian dipopulerkan oleh ILO/UNDP pada tahun 1972 melalui hasil penelitian di Kenya. Selanjutnya Suethuratnam (1976) dalam Agustinus (2010) secara intensif melalui berbagai penelitiannya baik perorangan maupun bersama-sama dengan ILO/UNDP memperluas konsep sektor informal ini. Walaupun konsep ini telah lama diperkenalkan, namun konsep dan definisi baku dari sektor informal belum ada seperti apa yang dikemukakakn oleh Hans Singer dikutip oleh Lubel (1991, p:11). (Akliyah, 2008)

Sedangkan menurut Hidayat (1983) dalam Hermanto (1995) dalam Budi (2006), di Indonesia pengertian umum dari sektor informal pedagang kaki lima meliputi tiga hal: (1) sektor yang tidak menerima bantuan atau proteksi ekonomi dari pemerintah, seperti perlindungan tarif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan, pemberian kredit dengan bunga yang relatif rendah, pembimbingan teknis dan ketatalaksanaan, perlindungan dan perawatan tenaga kerja, penyediaan teknologi dan hak paten; (2) sektor yang belum mempergunakan bantuan ekonomi pemerintah, walaupun bantua itu telah tersedia; dan (3) sektor yang telah menerima dan menggunakan bantuan atau fasilitas yang disediakan oleh pemerintah, tetapi bantuan itu belum sanggup membuat unit usaha tersebut berdiri.

Konsep operasional lain yang dapat digunakan untuk menjelaskan atau membatasi siapakah yang tergolong ke dalam sektor informal adalah sebagai berikut: (1) unit usaha yang kecil; (2) pola kegiatannya tidak teratur baik dalam arti waktu permodalan maupun penerimaannya; (3) tidak mempunyai tempat yang tetap atau keterkaitan dengan usaha lain; (4) tidak membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus sehingga secara luas dapat menyerap bermacam-macam tingkatan angkatan kerja; (5) modal peralatan dan perlengkapan maupun

(26)

omzetnya kecil dan diusahakan atas dasar hitungan harian; (6) tidak disentuh oleh peraturan atau ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah sehigga sering dikatakan liar. (Hermanto, 1995 dalam Akliyah, 2008)

2.2 Pedagang Kaki Lima (PKL)

2.2.1 Pengertian Pedagang Kaki Lima (PKL)

Istilah sektor formal dan informal diperkenalkan oleh Keith Hart dari University of Manchester pada tahun 1973 (Sardjito,1988) Konsep sektor informal sendiri pertama dipopulerkan dalam suatu laporan ILO, dari hasil penelitian di Kenya (UripSoewarno,1978). (Budi, 2006)

Penelitian tentang pedagang kaki lima (termasuk sektor informal), sudah dimulai sejak tahun 1970. Penelitian ini dirintis oleh Terry Mc Gee di Hongkong (Soetjipto Wirosardjono,1976) dan atas pimpinan Hans Dieter Evers di Singapore.

(Ambarwaty, 2003)

Menurut Mc Gee dan Yeung, bahwa pedagang kaki lima mempunyai pengertian yang sama dengan “hawkers” yang didefinisikan sebagai orang yang menawarkan barang dan jasa untuk dijual di tempat umum, terutama di pinggir jalan dan trotoar. (Budi, 2006)

Dari hasil penelitian Soedjana yang secara spesifik di kemukakan pengertian tentang pedagang kaki lima adalah sekelompok orang yang menawarkan barang dan jasa untuk dijual di atas trotoar atau di tepi jalan, di sekitar pusat perbelanjaan/pertokoan, pasar, pusat rekreasi/hiburan, pusat perkantoran dan pusat pendidikan, baik secara menetap atau setengah menetap, berstatus tidak resmi atau setengah resmi dan dilakukan baik pagi, siang, sore maupun malam hari. (Budi, 2006)

Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah, PKL masuk dalam kelompok usaha mikro. Usaha mikro sesuai pasal 6 ayat 1 mempunyai pengertian usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

a). memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

(27)

b). memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).

Terlepas dari asal usul nama kaki lima tersebut, dapat disimpulkan bahwa pedagang kaki lima ialah setiap orang yang melakukan usaha dengan maksud memperoleh penghasilan yang sah, dilakukan secara tidak tetap dan dengan kemampuan terbatas, berlokasi di tempat atau pusat-pusat konsumen serta tidak mamiliki ijin usaha.

2.2.2 Karakteristik Pedagang Kaki Lima (PKL) 1. Karakteristik Umum PKL

Menurut Firdausy (1995) dalam Budi (2006), mendeskripsikan karakteristik dan masalah yang dihadapi PKL dalam beberapa aspek, sebagai berikut:

a) Aspek Ekonomi : PKL merupakan kegiatan ekonomi skala kecil dengan modal relatif minim. Aksesnya terbuka sehingga mudah dimasuki usaha baru, konsumen lokal dengan pendapatan menengah ke bawah, teknologi sederhana/tanpa teknologi, jaringan usaha terbatas, kegiatan usaha dikelola satu orang atau usaha keluarga dengan pola manajemen yang relatif tradisional. Selain itu, jenis komoditi yang diperdagangkan cenderung komoditi yang tidak tahan lama, seperti makanan dan minuman.

b) Aspek Sosial-Budaya : sebagian besar pelaku berpendidikan rendah dan migran (pendatang) dengan jumlah anggota rumah tangga yang besar.

Mereka juga bertempat tinggal di pemukiman kumuh.

c) Aspek Lingkungan : kurang memperhatikan kebersihan dan berlokasi di tempat yang padat lalu lintas.

2. Karakteristik Aktivitas PKL a. Jenis Dagangan PKL

Menurut Mc. Gee dan Yeung (1977: 82-83) dalam Budi (2006) , jenis dagangan PKL sangat dipengaruhi oleh aktivitas yang ada di sekitar kawasan dimana pedagang tersebut beraktivitas. Misalnya di suatu kawasan perdagangan, maka jenis dagangan yang ditawarkan akan beranekaragam, bisa berupa makanan/ minuman, barang kelontong, pakaian, dan lain-lain.

(28)

Adapun jenis dagangan yang ditawarkan oleh PKL dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok utama , yaitu:

1) Makanan yang tidak dan belum diproses, termasuk didalamnya makanan mentah, seperti daging, buah-buahan, dan sayuran.

2) Makanan yang siap saji, seperti nasi dan lauk pauknya dan juga minuman.

3) Barang bukan makanan, mulai dari tekstil hingga obat-obatan.

4) Jasa, yang terdiri dari beragam aktivitas, misalnya tukang potong rambut dan lain sebagainya.

b. Bentuk Sarana Perdagangan PKL

Bentuk sarana perdagangan yang dipergunakan oleh para PKL dalam menjalankan aktivitasnya sangat bervariasi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mc. Gee dan Yeung (1977: 82-83) dalam Budi (2006) di kota- kota di Asia Tenggara diketahui bahwa pada umumnya bentuk sarana tersebut sangat sederhana dan biasanya mudah untuk dipindah atau dibawa dari satu tempat ke tempat lain dan dipengaruhi oleh jenis dagangan yang dijual. Adapun bentuk sarana perdagangan yang digunakan oleh PKL menurut Waworoentoe (1973, dalam Widjajanti, 2000: 39-40) dalam Apriliyana (2003) adalah sebagai berikut:

1) Gerobak/kereta dorong, bentuk sarana ini terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu gerobak/kereta dorong tanpa atap dan gerobak/kereta dorong yang beratap untuk melindungi barang dagangan dari pengaruh cuaca. Bentuk ini dapat dikategorikan dalam bentuk aktivitas PKL yang permanen (static) atau semi permanen (semi static), dan umumnya dijumpai pada PKL yang berjualan makanan, minuman, dan rokok.

2) Pikulan/keranjang, bentuk sarana perdagangan ini digunakan oleh PKL keliling (mobile hawkers) atau semi permanen (semi static), yang sering dijumpai pada PKL yang berjualan jenis barang dan minuman. Bentuk ini dimaksudkan agar barang dagangan mudah dibawa atau dipindah tempat.

3) Warung semi permanen, terdiri dari beberapa gerobak/kereta dorong yang diatur sedemikian rupa secara berderet dan dilengkapi dengan kursi dan meja. Bagian atap dan sekelilingnya biasanya ditutup dengan pelindung yang terbuat dari kain plastik, terpal atau lainnya yang tidak tembus air.

(29)

Berdasarkan sarana usaha tersebut, PKL ini dapat dikategorikan pedagang permanen (static) yang umumnya untuk jenis dagangan makanan dan minuman.

4) Kios, bentuk sarana PKL ini menggunakan papan-papan yang diatur sedemikian rupa sehingga menyerupai sebuah bilik semi permanen, yang mana pedagang yang bersangkutan juga tinggal di tempat tersebut. PKL ini dapat dikategorikan sebagai pedagang menetap (static).

5) Gelaran/alas, PKL menggunakan alas berupa tikar, kain atau lainnya untuk menjajakan dagangannya. Berdasarkan sarana tersebut, pedagang ini dapat dikategorikan dalam aktivitas semi permanen (semi static). Umumnya dapat dijumpai pada PKL yang berjualan barang kelontong dan makanan.

Gambar 2.1 Berbagai Macam Bentuk dan Sarana Berdagang PKL Sumber : Basman dkk, 2016

c. Pola penyebaran PKL

Berdasarkan pola penyebarannya, aktivitas PKL menurut Mc. Gee dan Yeung (1977: 36-37) dalam Budi (2006) dapat dikelompokkan dalam 2 (dua) pola, yaitu:

1) Pola Penyebaran Mengelompok (Focus Aglomeration)

Pedagang informal pada tipe ini pada umumnya selalu akan memanfaatkan aktivitas-aktivitas di sektor formal dan biasanya pusat-pusat perbelanjaan menjadi salah satu daya tarik lokasi sektor informal untuk menarik konsumennya. Selain itu pada ujung jalan, ruang-ruang terbuka, sekeliling

(30)

pasar, ruang-ruang parkir, taman-taman dan lain sebagainya merupakan lokasi- lokasi yang banyak diminati oleh sektor ini. Pola penyebaran seperti ini biasanya banyak dipengaruhi oleh adanya pertimbangan aglomerasi, yaitu suatu pemusatan atau pengelompokkan pedagang sejenis atau pedagang yang mempunyai sifat komoditas yang sama atau saling menunjang. Biasanya dijumpai pada para pedagang makanan dan minuman.

Gambar 2.2 Pola Penyebaran Mengelompok (Focus Aglomeration) Sumber: Mc. Gee dan Yeung (1977:37) dalam Google, 2016

2) Pola Penyebaran Memanjang (Linier Concentration)

Pada umumnya pola penyebaran memanjang atau linier concentration terjadi di sepanjang atau di pinggir jalan utama (main street) atau pada jalan yang menghubungkan jalan utama. Dengan kata lain pola perdagangan ini ditentukan oleh pola jaringan jalan itu sendiri. Pola kegiatan linier lebih banyak dipengaruhi oleh pertimbangan aksesibilitas yang tinggi pada lokasi yang bersangkutan. Dilihat dari segi pedagang informal itu sendiri, hal ini sangat menguntungkan, sebab dengan menempati lokasi yang beraksesibilitas tinggi akan mempunyai kesempatan yang tinggi dalam maraih konsumen. Jenis komoditi yang biasa diperdagangkan adalah pakaian, kelontong, jasa reparasi, buah-buahan, rokok/obat-obatan, dan lain-lain.

(31)

Gambar 2.3 Pola Penyebaran Memanjang (Linier Concentration) Sumber: Mc. Gee dan Yeung (1977:37) dalam Google, 2016

d. Pola Pelayanan Aktivitas PKL

Pola pelayanan menurut Mc. Gee dan Yeung (1977: 76) dalam Budi (2006) adalah cara berlokasi aktivitas PKL dalam memanfaatkan ruang kegiatan sebagai tempat usaha. Berdasarkan pola pelayanan ini, aktivitas PKL dapat ditinjau dari aspek sifat, golongan pengguna jasa, skala pelayanan, dan waktu pelayanan.

1) Sifat Pelayanan PKL

Berdasarkan sifat pelayanannya, PKL menurut Mc. Gee dan Yeung (1977: 82) dalam Budi (2006) dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu:

a) Pedagang menetap (static).

Pedagang menetap adalah suatu bentuk layanan yang mempunyai cara atau sifat menetap pada suatu lokasi tertentu. Dalam hal ini setiap pembeli atau konsumen harus datang sendiri ke tempat pedagang dimana ia berada. Sarana fisik berdagang dengan sifat seperti ini biasanya berupa kios atau jongko/roda/kereta beratap.

b) Pedagang semi menetap (semi static).

Pedagang semi menetap merupakan suatu bentuk layanan pedagang yang mempunyai sifat menetap yang sementara, yaitu hanya pada saat-saat tertentu saja. Dalam hal ini PKL akan menetap bila ada kemungkinan datangnya pembeli yang cukup besar. Biasanya pada saat bubaran bioskop, para pegawai masuk/keluar kantor atau saat ramainya pengunjung di pusat kota. Apabila tidak ada kemungkinan pembeli yang cukup besar, maka pedagang tersebut berkeliling. Dengan kata lain ciri utama PKL yang memilih pola pelayanan seperti ini adalah adanya pergerakan PKL yang menetap pada suatu lokasi

(32)

pada periode tertentu, setelah waktu berjualan selesai (pada sore atau malam hari). Adapun sarana fisik yang dipergunakan untuk berdagang berupa kios beroda, jongko atau roda/kereta beratap.

c) Pedagang keliling (mobile).

Pedagang keliling yaitu suatu bentuk layanan pedagang yang dalam melayani konsumennya mempunyai sifat yang selalu berusaha mendatangi atau mengejar konsumen. Biasanya pedagang yang mempunyai sifat ini adalah pedagang yang mempunyai volume dagangan yang kecil. Aktivitas PKL dalam kondisi ini ditunjukkan dengan sarana fisik perdagangan yang mudah dibawa. Dengan kata lain ciri utama dari unit ini adalah PKL yang berjualan bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Biasanya bentuk sarana fisik perdagangan mereka adalah kereta dorong dan pikulan/keranjang.

Gambar 2.4 Sifat Pelayanan PKL Sumber: Google, 2016

2) Skala Pelayanan Aktivitas PKL

Skala pelayanan suatu aktivitas jasa pedagang sektor informal dapat diketahui dari asal pengguna jasa. Besar kecilnya skala pelayanan tergantung dari jauh dekatnya pengguna jasa tersebut. Semakin dekat asal pengguna, maka skala pelayanan semakin kecil, sebaliknya semakin jauh asal pengguna jasa tersebut, maka skala pelayanan semakin besar (Manning dan Effendi, 1996:

366-372) dalam Ambarwaty, 2003.

(33)

3) Waktu Pelayanan Aktivitas PKL

Mc Gee dan Yeung (1977: 76) dalam Budi (2006) menyatakan bahwa pola aktivitas PKL menyesuaikan terhadap irama dari ciri kehidupan masyarakat sehari-hari. Penentuan periode waktu kegiatan PKL didasarkan pula atau sesuai dengan perilaku kegiatan formal. Adapun perilaku kegiatan keduanya cenderung sejalan, walaupun pada saat tertentu kaitan aktivitas keduanya lemah atau tidak ada hubungan langsung antara keduanya. Temuan ini didasarkan pada penelitianmnya terhadap “hawkers” di kota-kota Asia Tenggara.

Saat teramai pada suatu waktu pelayanan dipengaruhi oleh orientasi jasa terhadap pusat-pusat kegiatan disekitarnya. Saat teramai bagi aktivitas pedagang sektor informal di dekat pusat-pusat perbelanjaan akan berbeda dengan saat-saat teramai di dekat kawasan wisata, kawasan permukiman, kawasan perkantoran, dan sebagainya.

3. Karakteristik Lokasi PKL

Pembangunan suatu tempat bagi kegiatan perdagangan sangat tergantung pada lokasi. Begitu pula halnya dengan munculnya kegiatan perdagangan sektor informal. Aktivitas sektor ini akan muncul mendekati lokasi-lokasi strategis, dimana terdapat tingkat kunjungan tinggi. Hal ini berkaitan dengan salah satu fungsi dari pemasaran, yaitu mendekatkan komoditi pada konsumen (place utility). Oleh karena aktivitas kegiatan perdagangan sektor informal akan hadir di lokasi-lokasi keramaian seperti pada kawasan perdagangan, perkantoran, pendidikan, perumahan, dan lokasi-lokasi strategis lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh Bromley (dalam Manning dan Effendi, 1996: 232) dalam (Alderina dan Fransisco, 2010) berdasarkan hasil penelitiannya mengenai pedagang sektor informal di Cali, Colombo, bahwa para pedagang sektor informal dijumpai di semua sektor kota, terutama berpusat di tengah kota dan pusat-pusat hiburan lainnya ketika ada pertunjukkan, sehingga menarik sejumlah besar penduduk.

Adanya kecenderungan penggunaan ruang kota bagi aktivitas usaha PKL ini tidak lepas dari adanya keberadaan sektor formal di suatu lokasi. Atau

(34)

dengan kata lain adalah ada interaksi ekonomi antara sektor formal (perkantoran dan pertokoan) dengan sektor informal (PKL). Rachbini dan Hamid (1994: 90- 91) dalam Budi, 2006 dalam observasinya mengenai PKL di Jakarta dan Surabaya menemukan adanya kecenderungan bahwa setiap berdirinya gedung bertingkat di Jalan Sudirman Jakarta dapat disaksikan sejumlah PKL berderet sepanjang jalan. Mereka melayani para karyawan atau pegawai bergaji rendah.

Mc. Gee dan Yeung (1977: 61) dalam Budi, 2006 menyatakan bahwa pada umumnya PKL cenderung untuk berlokasi secara mengelompok pada area yang memiliki tingkat intensitas aktivitas yang tinggi, seperti pada simpul-simpul jalur transportasi atau lokasi-lokasi yang memiliki aktivitas hiburan, pasar, maupun ruang terbuka. Shirvani (1985: 37) dalam Effendi, 2003 dalam Akliyah, 2008 menyatakan bahwa aktivitas PKL di perkotaan merupakan pendukung aktivitas (activity support) dari aktivitas-aktivitas yang ada. Aktivitas-aktivitas tersebut timbul karena adanya aktivitas-aktivitas fungsional kota.

Berdasarkan pemanfaatan ruang, aktivitas sektor informal PKL pada umumnya menempati ruang umum dan ruang privat atau pribadi yang ada.

Ruang umum merupakan jenis ruang yang dimiliki pemerintah yang diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat luas. Contoh dari ruang umum adalah taman kota, trotoar, ruang terbuka, lapangan, dan sebagainya. Termasuk pula fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana yang terdapat di ruang umum tersebut, seperti halte, jembatan penyeberangan, dan sebagainya. Sedangkan ruang privat atau pribadi adalah jenis ruang yang dimiliki oleh individu atau kelompok tertentu. Misalnya lahan pribadi yang dimiliki oleh pemilik pertokoan, perkantoran, dan sebagainya. Karena penggunaan ruang-ruang inilah yang akhirnya menimbulkan conflict of interest, karena lahan tersebut seharusnya dipergunakan oleh berbagai pihak dengan berbagai kepentingan, tidak saja bagi pelaku sektor informal.

Suatu studi yang dilakukan oleh Joedo (1977, dalam Widjajanti, 2000: 35) dalam Satyahadewi dan Debataraja, 2013 berkaitan dengan lokasi yang diminati aktivitas perdagangan sektor informal, diketahui beberapa ciri sebagai berikut:

(35)

a. Terdapat akumulasi orang yang melakukan kegiatan bersama-sama pada waktu yang relatif sama sepanjang hari. Ciri ini bisa kita jumpai di lokasi- lokasi perdagangan, pendidikan, dan perkantoran.

b. Berada pada kawasan tertentu yang merupakan pusat kegiatan-kegiatan perekonomian kota dan pusat non ekonomi perkotaan, tetapi sering dikunjungi dalam jumlah besar. Kondisi ini merupakan ciri dari suatu lokasi-lokasi wisata atau ruang-ruang rekreatif kota, seperti taman-taman kota dan lapangan olah raga yang biasa ramai di hari libur.

c. Tidak memerlukan ketersediaan fasilitas dan utilitas pelayanan umum.

d. Mempunyai kemudahan untuk terjadi hubungan antara pedagang dengan calon pembeli, walaupun dilakukan dalam ruang yang relatif sempit.

4. Pilihan Ruang Aktivitas PKL

Sudah merupakan fenomena yang umum terjadi bila kita melihat trotoar dan bahu jalan, terutama di lokasi keramaian kota, dipenuhi oleh pelaku sektor informal PKL, yang menggunakannya sebagai tempat melakukan aktivitas usahanya. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Bromley (dalam Manning dan Effendi, 1996: 236) dalam Akliyah, 2008 terjadi karena PKL dalam memilih lokasi bagi aktivitas usahanya akan berusaha untuk selalu mendekati pasar atau pembeli. Mereka akan berusaha agar barang atau jasa yang dijual terlihat oleh pembeli. Oleh karena itu mereka akan memilih lokasi-lokasi yang strategis dan menguntungkan di pusat kota atau di suatu lokasi yang merupakan lokasi aktivitas masyarakat. Sehingga dapat kita jumpai kehadiran PKL di sekitar lokasi aktivitas perdagangan, pendidikan, perkantoran, dan aktivitas sosial masyarakat lainnya. Dalam teori lokasi juga disebutkan bahwa bagi pedagang terdapat kecenderungan untuk berorientasi kepada konsentrasi konsumen dalam menentukan lokasi tempat usaha (Djojodipuro, 1992: 30) dalam Anggrivianto, 2013.

Ciri atau karakteristik tersebut diatas adalah bagian dari strategi pemasaran. Pemasaran menurut William J. Stanton (dalam Ambarwaty, 2003:

50) merupakan suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan

(36)

barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan, baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.

Disamping faktor lokasi yang strategis dalam arti dekat dengan keramaian atau mudah dijangkau pembeli, PKL juga memperhitungkan faktor kedekatan (proximity). Dean Forbes (dalam Manning dan Effendi, 1996: 348), dari hasil penelitiannya mengenai PKL di Ujung Pandang, menyatakan bahwa ada variasi pemusatan-pemusatan ruang dalam PKL di kota Ujung Pandang yang disebabkan oleh hubungan yang kompleks antara suplai pekerja, keperluan produksi, perilaku pemasaran, dan sarana serta prasarana transportasi. Perlunya lokasi produksi dan pemasaran dekat dengan sumber bahan baku telah mendorong munculnya pemusatan sektor informal PKL.

Rachbini dan Hamid (1994: 101) dalam Budi, 2006 berdasarkan hasil penelitiannya mengenai PKL di Jakarta dan Surabaya mengemukakan bahwa ada korelasi yang tinggi antara tingkat mobilitas tempat usaha dengan mobilitas tempat tinggal. Artinya mobilitas tempat tinggal terjadi karena mobilitas tempat usaha dan bukan sebaliknya. Massa pedagang dan jasa informal harus mengikuti dan bertempat tinggal dimana saja dan kemana gerobak alat dagangannya itu akan dipangkalkan. Mereka harus dekat dengan tempat usahanya, jika tidak mereka akan dililit oleh masalah ongkos transportasi dan kesulitan-kesulitan lain yang menyangkut cara membawa dan menyimpan alat-alat usahanya.

Dalam teori lokasi yang mengemukakan tentang transportasi disebutkan bahwa penting untuk menentukan lokasi sedemikian sehingga diperoleh biaya angkutan yang minimum (Djojodipuro, 1992: 30) dalam Suryani (2015). Hal ini berkait pula dengan ketersediaan sarana transportasi, baik bagi PKL bersangkutan maupun bagi pembeli/konsumen. Aktivtias perekonomian kota umumnya merupakan tempat yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan pelaku kegiatan.

Penempatan lokasi kegiatan ekonomi yang tidak mudah dijangkau, dalam arti sarana transportasi yang tersedia kurang/tidak memadai merupakan faktor penyebab kegagalan bagi pelaku yang terlibat di dalamnya. Oleh karena itu seringkali relokasi PKL yang dilakukan oleh Pemerintah kurang mendapat respon yang baik, karena tidak didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana

(37)

yang memadai, termasuk sarana transportasi. Tempat baru tersebut tidak memenuhi kriteria sebagai lokasi bagi aktivitas perdagangan. Akhirnya PKL yang diberi lokasi baru tersebut kembali ke lokasi yang lama (Kompas, 5 Juni 2001).

Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam menentukan pilihan lokasi bagi aktivitas usahanya, para PKL akan mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Adanya orientasi kepada konsentrasi konsumen, dalam arti PKL akan memilih lokasi sedekat mungkin dengan konsumennya.

2. Adanya pertimbangan terhadap faktor kedekatan lokasi, baik dengan pusat kegiatan masyarakat, tempat tinggal, sumber bahan baku, permukiman penduduk terdekat.

3. Adanya pertimbangan terhadap kemudahan transportasi.

2.3 Pengertian Preferensi

Preferensi adalah istilah bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Inggris preference yang dapat diartikan sebagai lebih menyukai/memilih (Wojowasito dalam Priono 2004:42). Menurut kamus online (www.kamus-online.com) preference dapat diartikan sebagai simpati, pilihan dan sesuatu yang lebih disukai.

Sehubungan dengan penelitian ini, maka preferensi dapat diartikan sebagai pilihan yang lebih disukai oleh subjek (PKL dan masyarakat) terhadap suatu objek (aktivitas dan lokasi yang diinginkan PKL dan masyarakat). Masing-masing orang mempunyai preferensi yang berbeda-beda. Keanggotaan seseorang dalam suatu kelompok sosial akan berimplikasi terhadap adanya preferensi kelompok/bersama.

(Satyahadewi dan Debataraja, 2013)

2.4 Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL)

2.4.1 Faktor-Faktor Pemilihan dan Penentuan Lokasi Dalam Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL)

Dalam hal pemilihan lokasi penataan, pedagang kaki lima sebaiknya berada pada lokasi yang ramai dan luas. Penataan Pedagang Kaki Lima pada lokasi yang tidak ada aktivitas perdagangannya, sangat sulit diharapkan akan dikunjungi oleh

(38)

masyarakat. Sedangkan jumlah penduduk, pendapatan perkapita, distribusi pendapatan, aglomerasi dan kebijaksanaan pemerintah juga sangat mempengaruhi penentuan lokasi suatu kegiatan (Djojodipuro, 1992) dalam Budi, 2006. Daerah dengan penduduk besar, merupakan pasar yang perlu diperhatikan.

Menurut Miles (1999) dalam Suryani, 2015, faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemilihan lokasi adalah:

a. Zoning (peruntukan lahan) b. Fisik (physical features) c. Utilitas

d. Transportasi e. Parkir

f. Dampak lingkungan (sosial dan alam)

g. Pelayanan publik

h. Penerimaan/respon masyarakat (termasuk perubahan perilaku) i. Permintaan dan penawaran

(pertumbuhan penduduk, penyerapan tenaga kerja, distribusi pendapatan)

De Chiara dan Koppelman (1999) dalam Budi, 2006, menambahkan kriteria yang harus dipenuhi dalam menentukan lokasi pasar/pusat perbelanjaan adalah:

a. Kedekatan dengan pangsa pasar b. Kedekatan dengan bahan baku c. Ketersediaan tenaga listrik dan

air d. Iklim

e. Perlindungan terhadap kebakaran, perlindungan polisi, pelayanan kesehatan

f. Ketersediaan modal g. Peraturan setempat h. Perumahan/permukiman

penduduk

i. Pertumbuhan kota di masa yang akan datang.

Menurut Fajrin dan Rahmawati (2011) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh dalam penataan pedagang kaki lima (PKL), yaitu:

a. Kebersihan lokasi PKL;

b. Tingkat kemacetan;

c. Isentif dan disentif;

d. Perijinan;

e. Penyuluhan tentang sadar hukum;

f. Penyuluhan waktu berdagang;

g. Interaksi pemerintah dengan PKL;

h. Jaminan perlindungan ; i. Pembinaan PKL ; j. Pengaturan usaha; dan

k. Kerjasama antara PKL dengan pemerintah.

(39)

2.4.2 Pengalaman Penanganan Pedagang Kaki Lima di Negara Lain

Sampai dengan saat ini belum ada rumusan yang baku mengenai penanganan PKL. Permasalahan PKL dan berbagai akibatnya juga dialami oleh negara-negara lain, bahkan di negara maju sekalipun. Berdasarkan alasan tersebut, perlu diketahui pengalaman negara lain dalam menangani PKL, yang memiliki kemiripan kondisi sosial, budaya, dan permasalahan yang sama, sebagai perbandingan dalam menyusun strategi yang tepat yang dapat diadopsi ke dalam tatanan peraturan di Indonesia. (Tinjauan Pustaka USU)

1. Bangkok (Thailand)

Hampir di sepanjang trotoar jalan di Thailand banyak gerai PKL yang menjual makanan, minuman, buah-buahan segar, pakaian dan aksesoris wanita serta dagangan lainnya. Pemerintah kota Bangkok telah menetapkan sebanyak 287 lokasi PKL termasuk 14 lokasi di atas tanah pribadi. Namun lokasi tersebut tidak dapat menampung seluruh PKL di kota Bangkok, diperkirakan terdapat 407 lokasi PKL yang tidak resmi.

Menurut penelitian FAO dalam Akliyah (2008) pada tahun 1993 terdapat 6.040 PKL resmi atau 30 persen dari keseluruhan jumlah PKL yang ada (sekitar 20.000 pedagang). Sedangkan pada tahun 2001, jumlah PKL resmi meningkat sebanyak 26.000 pedagang dan diperkirakan total PKL sebanyak 100.000 pedagang. Peningkatan tersebut disebabkan oleh beberapa alasan, yaitu budaya masyarakat setempat untuk makan di luar, pesatnya urbanisasi yang berdampak pada upah pekerja yang murah dan jam kerja yang panjang sehingga memiliki waktu sedikit untuk memasak, berdagang makanan dapat menarik para turis yang berburu makanan lokal, keluarga dengan penghasilan rendah cenderung membeli makanan murah dari PKL dan ini merupakan manfaat tersendiri bagi mereka.

Salah satu lokasi PKL yaitu pasar akhir pekan Chatuchak (Chatuchak Week End Market) di Bangkok. Pasar ini dirancang khusus untuk menampung para PKL untuk menjual barang dagangannya. Sesuai namanya, pada hari kerja lokasinya berubah menjadi lahan kosong yang dimanfaatkan untuk area parkir. Mereka mulai berdagang pada sabtu pagi hingga minggu malam dengan sistem tenda bongkar pasang (tidak permanen) dan langsung dibawa pulang (tidak boleh dititipkan di suatu tempat di kawasan pasar).

(40)

Komitmen pemerintah Thailand terhadap kelangsungan hidup rakyatnya seperti petani, nelayan, pengrajin dan PKL sangat tinggi. Dominasi produk lokal di pasar Thailand rata-rata mencapai 90 % berasal dari dagangan PKL, terlebih pemerintah Thailand mencanangkan konsepsi ”One Village One Product” (satu desa mempunyai satu produk unggulan) sejak tahun 2004, dan gencar dipromosikan di media massa termasuk ke CNN.

Kebijakan tersebut mendorong kemunculan keanekaragaman produk pertanian dan perikanan unggulan serta pengayaan produk kerajinan yang inovatif. Dengan demikian timbul gerakan peningkatan produktifitas secara bersama-sama di hampir semua desa dan ini membawa dampak pada peningkatan pendapatan perseorangan dan pendapatan daerah.

2. Singapura

Singapura merupakan satu-satunya negara di dunia yang memberikan ijin resmi kepada semua PKL. Pemerintah mempunyai lembaga yang bertugas mengecek bahwa tidak ada PKL yang tanpa ijin dan mengecek masalah perijinan bagi pedagang yang ingin berusaha di trotoar. Seperti di kebanyakan negera- negara di Asia tenggara, PKL yang menjual makanan juga sangat mendominasi.

Pada tahun 1971, program nasional yang bertujuan untuk membangun pasar dan pusat makanan untuk menampung PKL resmi dijalankan. Program ini menyediakan fasilitas kios dan layanan air bersih, listrik serta sarana kebersihan.

Pada tahun 1996, seluruh PKL telah tertampung di pasar-pasar tersebut.

Pada tahun 1988, dari 23.331 PKL yang ada tersebar di 184 pusat makanan, 18.878 merupakan pedagang makanan yang diolah (dimasak). Sekarang terdapat sekitar 50.000 pedagang di negara ini. Lembaga yang mengurus PKL memainkan peran aktif dalam memastikan lingkungan lokasi PKL yang bersih dan tidak mengganggu para pejalan kaki. Para petugas mengawasi seluruh kios dan kepatuhan pedagang sesuai UU Kesehatan Lingkungan Tahun 1968. Lembaga ini juga mengadakan pelatihan-pelatihan kesehatan dan gizi makanan. Dari tahun 1990 sampai 1996 lembaga ini telah melatih lebih dari 10.000 pedagang.

Komposisi populasi PKL di kota berubah, pedagang muda yang lebih terdidik bermunculan. Perubahan ini disebabkan oleh meningkatnya angka

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisa yang diperoleh berdasarkan temuan penelitian bahwa penataan PKL di Kota Malang melalui sosialisasi kebersihan dan keindahan, PKL Trunojoyo tidak ada relokasi

Konsep penataan PKL juga ber- tujuan menekan pertumbuhan PKL menjadi zero growth. Artinya, setelah program penataan dilakukan, pemerintah tidak menghendaki munculnya PKL baru

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pemerintah Kota Malang dalam hal penataan pkl di kawasan alun-alun Kota Malang dapat dikatakan belum maksimal, dikarenkan

21 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merumuskan arahan penataan untuk mengatur keberadaan pedagang kaki lima di sekitar Museum Tugu Pahlawan ditinjau dari segi

6 PKL; (9) Cara pembayaran bahan mentah/barang dagangan secara kontan; (10) Bebas menentukan waktu usahanya atau tidak mengenal pembatasan waktu usaha. James E

PKL Kota Tasikmalaya saat ini, juga mengalami perkembangan sehingga memerlukan adanya penataan yang mengakomodasi aspirasi seluruh pihak yang terkait. Hal ini ditunjang

Padahal pada kenyataannya pengelompokan lokasi tersebut sangat penting dan sangat berpengaruh terhadap penataan para PKL karena pada saat ini aktivitas para PKL di Pasar Anyar dikatakan

2 yang diperoleh penulis dalam penelitian ini yaitu implementasi kebijakan penataan PKL di cagar budaya Candi Muaro Jambi sudah berjalan secara efektif,hal terlihat dari tercapainya