• Tidak ada hasil yang ditemukan

82434142 Pembuatan Ekstrak Kering Daun Jambu Biji

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "82434142 Pembuatan Ekstrak Kering Daun Jambu Biji"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN EKSTRAK KERING

DAUN JAMBU BIJI

(

Psidium guajava

L.)*)

NAMA

: MUTHIA

WAHYUNI

NIM :

2008014

BAB

I

PENDAHULUA

N

1.1 Latar Belakang

Tanaman obat memiliki khasiat dan kegunaan masing- masing, salah satu

diantaranya Jambu Biji (

Psidium guajava

L.) yang berkhasiat sebagai Anti Diare.

Pada daun jambu biji mengandung minyak lemak, damar, tanin, dimana tanin

mengandung sifat adstringen sehingga dapat mengobati penyakit diare. Disamping

itu, querseti n

berkhasiat sebagai anti virus dengue, minyak atsiri dapat digunakan

sebagai anti bakteri, menghentikan pendarahan, dan menurunkan kadar kolestrol

darah. Sehingga pada saat ini banyak sediaan fitofarmaka yang menggunakan Jambu

Biji (

Psidium guajava

L.) sebagai bahan obat (BPOM, 2004).

*) Proposal hasil penelitian ini diseminarkan di Akademi Farmasi Ranah Minang Padang pada :

Hari / Tanggal : Senin / 18 ± juli - 2011

Jam : 09.30 ± 11.00 wib

Tempat : Ruangan Seminar Akademi Farmasi

Pembimbing : 1. Drs. Harrizul Rivai, MS

2. Rahmadevi, S.Si, Apt

(2)

Bahan obat sediaan fitofarmaka umumnya menggunakan ekstrak cair, ekstrak

kental, dan tingtur. Sediaan fitofarmaka yang dibuat dari bahan ekstrak cair jika

disimpan dalam jangka waktu yang lama akan lebih cepat mengalami kerusakan

dalam penyimpanan, baik secara fisika, kimia, dan mikrobiologi. Berdasarkan hal

tersebut, ekstrak kering perlu dikembangkan dalam penggunaan bahan obat pada

sediaan fitofarmaka (BPOM, 2004).

Ekstrak kering adalah sediaan tanaman yang diperoleh dengan cara pemekatan

dan pengeringan ekstrak cair sampai mencapai konsentrasi yang diinginkan menurut

cara-cara yang memenuhi syarat. Pengaturan biasanya dilakukan ber dasar kan

kandungan bahan aktif dengan cara penambahan bahan tambahan inert (BPOM,

2004).

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti mengembangkan pembuatan ekstrak

kering dari simplisia daun Jambu Biji (

Psidium guajava

L.) sebagai ekstrak kering

memenuhi standar yang tercantum pada Farmakope Indonesia.

1.2 Perumusan

Masalah

1. Bagaimana cara membuat ekstrak kering Daun Jambu Biji ( Psidiu m guajav a L.) yang bermutu baik.

2. Bagaimana karakteristik ekstrak kering Daun Jambu Biji ( Psidiu m guajav a L.) .

1.3 Tujuan dan Manfaat

Penelitian 1.3.

1

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah membuat ekstrak kering dari daun jambu biji (Psidium guajava L.) dan menentukan karakteristiknya. 2

(3)

1.3. 2

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk :

1. Menambah pengetahuan tentang cara pembuatan ekstrak kering dar i daun jambu biji ( Psidium guajava L.)

2. Mengetahui karakteristik ekstrak kering daun jambu biji (

Psidiu m guajav

a

L.) sehingga dapat dipakai untuk standarisasi.

1.4 Hipotesis

Daun jambu biji (

Psidium guajava

L.) dapat dibuat menjadi ekstrak kering dan

memiliki karakterisasi yang sesuai dengan standar mutu ekstrak kering Parameter

Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.

1.5 Ruang Lingkup

Penelitian

Ruang lingkup ini merupakan bagian dari penelitian pengembangan obat

tradisional menjadi sediaan fitofarmaka. Obat tradisional yang diteliti ini adalah dari

daun Jambu Biji (

Psidium gajava

L.) .

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian untuk pembuatan ekstrak kering

dan penentuan karakter istik dari daun jambu biji (

Psidium guajava

L.) .

(4)

1.6 Kerangka Konsep Daun Jambu biji Identifikasi di (Psidium guajava L.) Herbariu m y Pemanenan y Sortasi Basah y Pencucian y Pengeringan Daun

Kering y Penetapan susut pengeringan

y Penetapan kadar abu

y Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

y Penetapan kadar abu yang larut air Simplisia Daun Jambu Biji ( Psidium guajava L.) Ekstraksi denganmaserasi Ekstrak Kental Pengeringan Ekstrak Kering Karakterisasi Ekstrak Terkarakterisasi Non Spesifik Spesifi k Susut pengeringan Identita s Bj Nyata dan Bj Mampat Organoleptis

Kadar abu total Kadar senyawa larut air

Kadar abu tak larut asam Kadar senyawa larut etanol

(5)

BAB

II

TINJAUAN

PUSTAKA

2.1 Tinjauan Botani Daun Jambu Biji

Tanaman jambu biji berasal dari benua Amerika yang beriklim Tropis,

menyebar ke Thailand kemudian ke negara Asia lainnya seperti Indonesia. Jambu

biji salah satu jenis tanaman perdu, umumnya ditanam di pekarangan dan di

ladang-ladang.

Nama lokal dari daun jambu biji adalah Breueh (Aceh), Masiambu (Nias),

Paraweh (Sumbar), Jambu klutuk (Sunda), Gayawas (Manado), Jambu Bhender

(Madura), Jambu Paratulaka (Makasar), Sotong Guawa (Nusa tenggara), Lutu Hatu

(Ambon), Sotong (Bali), Glimeu beru (Gayo), Galiman (Batak karo), Jambu Batu

(Melayu), Jambu Krikil (Jawa), Jambu paratugala (Makasar), (Dalimartha, 2000).

Klasifikasi Ilmiah Daun Jambu Biji : Kingdom : Plantae Divisi o : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Klass : Dicotyledonae Sub Kelas : Rosidae Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae Genus : Psidium L Spesies : Psidium guajava L. (Van Steenis, 1947).

(6)

Jenis jambu biji (varietasnya) adalah jambu sukun, jambu merah, jambu biji

buah besar, jambu biji daging buah putih, jambu apel, jambu palembang, jambu

merah getas. Jenis jambu biji yang akan dilakukan pengujian disini adalah jambu biji

daging buah

putih.

2.2 Tinjauan Farmakologi Jambu Biji ( Psidium guajava L.) 2.2. 1 Penggunaan Secara Tradisional

Daun jambu biji dapat mengobati penyakit diare, maagh, ambeien, sariawan,

dan kulit. Selain itu daun jambu biji juga dapat sebagai obat untuk menghentikan

pendarahan (obat luka baru). Sedangkan buah jambu biji dapat mengobati penyakit

diabetes mellitus dan membantu menaikkan tr ombosit darah pada penderita demam

berdarah (Dalimarta, 2007). Buah yang telah masak dimanfaatkan sebagai pencahar,

untuk mempermudah persalinan, obat luka, peluruh haid, serta penghenti

pendarahan. Akar, kulit batang dan daun digunakan untuk obat disentri, antelmintik

(Sudarsono, 2002).

2.2. 2

Beberapa Hasil Penelitian Farmakologi Tentang Jambu Biji (

Psidiu m guajavaL.)

Hasil penelitian Sunagawa dan Mayosari, (2004), ekstrak buah jambu biji

sebagai obat diabetes mellitus dan daunnya mengandung polifenol yang bersifat

antioksidan. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa konsumsi ekstrak jambu biji

tidak menurunkan kadar glukosa darah pada jangka waktu cepat setelah pemberian

glukosa. Tetapi kadar glukosa darah menurun dalam jangka waktu lama setelah

pemberian ekstrak buah jambu biji. Penurunan kadar glukosa darah disebabkan

karena adanya stimulasi sekresi insulin setelah mengkonsumsi ekstrak buah jambu

(7)

biji dalam jangka waktu lama. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya kadar insulin

dalam darah setelah pemberian ekstrak jambu biji.

Hasil penelitian

Syarif,

dk k

, (1988) ekstrak daun dan buah jambu biji sudah

dilakukan uji klinis pada anak-anak yang menderita diare. Uji klinis ini dilakukan

terhadap 62 orang anak-anak yang menderita diar e. Setelah tiga hari, uji ini

memberikan angka kesembuhan 87,1%. Ini menunjukkan bahwa ekstrak daun dan

buah jambu biji dapat mengobati penyakit diare dan mempunyai khasiat yang baik

untuk kesembuhan anak-anak yang menderita diare.

Hasil penelitian Aisah (2004) menunjukkan bahwa infusa daun jambu biji

dosis 5g/kgBB mempunyai efek antiinflamasi pada tikus putih jantan galur Wistar

yang diinduksi karagenin 1% dengan persen daya antiinflamasinya 40,08%.

Hasil penelitian Dahliyanti (2007) menunjukkan fraksi etil asetat buah jambu

biji memiliki aktivitas antioksidan paling paten dibanding ekstrak metanol, fraksi

klorofor m, fraksi air dan vitamin E. 57,88% aktivitas antioksidan merupakan

kontribusi dari senyawa fenolik, sedang 75,78% merupakan kontribusi dari senyawa

flavonoid .

Hasil penelitian Natsir (1986) secara in vitro, rebusan daun jambu biji kadar

5%, 10% dan 20% b/v dapat mengurangi konstraksi usus halus terpisah mar mot,

yang sebanding dengan atropin sulfat 2,5 mcg/ml. Kekuatan relaksasi antara rebusan

5%, 10% dan 20% b/v tidak menunjukan perbedaan yang nyata.

(8)

Hasil penelitian Yuniarti (1991) secara in vitro, infus daun jambu biji dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus

dengan per kiraan kadar terendah sebesar 2% b/v tetapi tidak menghambat pertumbuhan

bakteri Escherichi a col i sampai batas 10%.

Hasil penelitian dari BADAN POM RI (2010) antara lain :

y Ekstrak etanol / air daun jambu biji kering dosis 200 mg/kgBB dapat

menghambat peningkatan kadar glukosa darah pada mencit yang diinduksi

aloksan.

y Ekstrak air buah segar pada dosis 5 dan 8 mg/kgBB dapat menurunkan kadar

glukosa darah pada tikus yang diinduksi sr eptozotosin.

y Jus buah segar jambu biji dosis 1 g/kgBB yang diberikan secara i.p pada tikus

yang diinduksi aloksan, mempunyai efek menurunkan kadar gula darah.

y Jus buah segar yang diberikan pada manusia dewasa pada dosis 1 g/kgBB, secara signifikan mempunyai aktivitas penurun kadar gula

darah.

2.3 Tinjauan Kimia Daun Jambu Biji

Daun jambu biji mengandung senyawa kimia yaitu Tanin, Zat Samak

Pirogalol, Minyak Lemak, Minyak Atsiri (euginol), Limomen, Kariofilen, Quersetin,

Damar, Triterpenoid, Asam Malat, Asam Ursolat, Asam Guajaverin, Asam

Krategolat, Asam Oleonolat, Asam Psidiolat, Leukosianidin, Amritosida, dan

Avikular in (Gunawan, 2001).

(9)

Asam Oleanolat (C

H 0 ) Asam Krategolat (C H O )

29 43 3 31 47 4

(

Ester arabinosa asam heksahidr oksidifenat Kuersetin (C H O ) 15 10 7 (C H 0 )19 22 13 Avicularin (C H O ) Asam Guajaverin (C H O ) 20 12 11 20 12 11

Asam elagat (C H O ) Kariofilen (C

H ) Asam Galat (C

H O )

14 6 8 15 25 7 6 5

Gambar 1. Struktur Kimia Senyawa Yang Terkandung dalam Daun Jambu

Biji (Gunawan,

(10)

2.4 Tinjauan Farmakognosi Daun Jambu Biji (Depkes, 1977)

2.4.1 Bentuk

Makroskopik

Daun tunggal, bertangkai pendek, dengan ukuran tangkai daun 0,5 - 1 cm,

helai daun berbentuk bundar telur atau agak bulat memanjang, dengan ukuran

panjang 5 - 13 cm, lebar 3 - 6 cm, pinggir daun rata agak menggulung ke atas, permukaan atas agak licin, warna hijau kelabu, kelenjar minyak tampak sebagai

bintik - bintik berwarna gelap dan bila daun direndam tampak sebagai bintik-bintik

yang tembus cahaya, tulang daun utama dan cabang menonjol pada permukaan

bawah, bertulang menyirip, wana putih kehijauan.

2.4.2 Bentuk

Mikroskopik

Epider mis atas : Terdiri dari 1 lapis sel, pipih, terentang tangensal, bentuk

poligonal, dinding antiklina lurus, tidak terdapat stomata.

Epider mis bawah : Sel lebih kecil, pipih, terentang tangensal, bentu poligonal,

dinding antiklina lurus, terdapat stomata.

Stomata : Tipe anomositik, banyak terdapat pada permukaan bawah.

Rambut penutup : T erdapat pada kedua per mukaan, lebih banyak pada per mukaan

bawah, bentuk kerucut ramping yang umumnya agak bengkok,

ter diri dari 1 sel, ber dinding tebal, jernih, panjang rambut 150

µm ± 300 µ m, pangkal rambut kadang ± kadang agak

membengkok, lumen kadang ± kadang mengandung zat

berwarna kuning

kecoklatan.

Jaringan air : Terdapat dibawah epidermis atas, ter diri dari 2 ± 3 lapis sel yang besar, jer nih dan tersusun rapat tanpa ruang antar

sel.

(11)

Idiobla : Terdapat dibeberapa tempat, berisi hablur kalsium oksalat

berbentuk roset yang besar dan bentuk prisma.

Kelenjar minyak : Rongga minyak bentuk lisigen besar, ter dapat lebih banyak

dibagian bawah dari pada bagian atas.

Jaringan palisade : Terdir i 5 ± 6 lapis sel, terletak di bawah jaringan air, 2 lapis

sel yang pertama lebih besar dan mengandung lebih banyak zat

hijau daun, lapisan ± lapisan berikutnya ber ongga lebih

banyak .

Ser buk daun : Warna hijau keabu ± abuan. Fragmen pengenal banyak

ter dapat rambut penutup yang terlepas, hablur kalsium oksalat,

stomata tipe anomositik , mesofil dengan kelenjer lisigen.

2.5

Simplisia

Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum

mengalami pengolahan apapun dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah

dikeringkan. Simplisia di bedakan simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia

pelikan ( mineral). Simplisia nabati merupakan simplisia yang berupa tumbuhan utuh,

bagian tumbuhan, atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan adalah isi sel yang

secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau senyawa nabati lainnya yang dengan cara tertentu

dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia hewani

yaitu simplisia berupa hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan

belum berupa bahan kimia mur ni dan simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia

(12)

berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara

sederhana dan belum berupa bahan kimia mur ni (Depkes, 1989).

Pengeringan adalah suatu cara pengawetan dan pengelolaan simplisia dengan cara mengurangi kadar air sehingga pembusukan dapat terhambat dalam proses ini.

Kadar air dan reaksi ± reaksi zat aktif dalam simplisia akan berkurang, air yang

masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat menjadi pertumbuhan kapang

dan jasad renik lainnya. Enzim lain tertentu dalam sel masih dapat bekerja

menguraikan senyawa aktif saat setelah sel mati dan selama bahan simplisia tersebut

mengadung air tertentu. Simplisia dinilai cukup aman bila mmempunyai kadar air <

10%. Kadar air adalah banyaknya hidrat yang terkandung atau banyak air yang

terserap zat (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Teknik pengeringan secara alami tergantung dari zat aktif yang terkandung

dalam organ yang dikeringkan, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :

a. Dengan panas cahaya matahari langsung. Cara ini dilakukan untuk

mengeringkan simplisia yang relatif keras (kayu, kulit kayu, akar, biji, dsb),

dan mengandung zat aktif yang relatif stabil.

b. Dengan cara diangin ± anginkan dan tidak kena cahaya matahari langsung,

cara ini untuk pengeringan simplisia lunak (bunga, daun, dsb), dan

mengandung zat atau kandungan zat aktif yang mudah menguap dan tidak

tahan terhadap panas matahari

(Gunawan dan Mulyani, 2004).

(13)

2.6 Ekstraksi Dengan Menggunakan Pelarut

Ekstraksi adalah proses penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga

terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Cairan pelarut dalam

pembuatan ekstrak adalah pelarut yang optimal untuk menarik zat aktif yang

dikandung simplisia. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia

akan mempermudah pemilihan pelar ut dan cara ekstraksi yang tepat (Depkes, 2000).

Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol 95% dilakukan

dengan cara maserasi. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia, dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada

temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip

metoda pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti

dilakukan pengadukan yang kontiniu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan

pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama

dan seterusnya (Depkes, 2000).

Cairan pelarut dipilih agar dapat melarutkan hampir semua metabolit

sekunder yang terkandung di dalamnya. Faktor utama untuk pertimbangan pada

pemilihan cairan antara lain stabil, selektif, ekonomis, dan aman. Namun kebijakan

pemer intah dalam hal ini juga membatasi pelarut yang dibolehkan. Pada prinsipnya

pelarut yang digunakan memenuhi syarat kefarmasian ³Phar maceutical Grade ´

Sampai saat ini pelarut yang diperbolehkan adalah air dan alkohol (etanol) serta

campurannya (Depkes,

(14)

2.7 Standarisasi Ekstrak

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, E kstrak adalah sediaan kental yang

diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani

menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga

memenuhi baku yang telah ditetapkan. Standarisasi ekstrak dilakukan secara

parameter non spesifik dan parameter spesifik (Anonim, 1995).

Ekstrak kering adalah sediaan yang berasal dari tanaman, diperoleh dengan

cara pemekatan dan pengeringan ekstrak cair sampai mencapai konsentrasi yang

diinginkan menurut cara-cara yang memenuhi syarat. Pengaturan biasanya dilakukan

berdasarkan kandungan bahan aktif dengan cara penambahan bahan tambahan inert

(BPOM, 2004).

2.7.1 Parameter Non Spesifik (Depkes, 2000) a) Susut Pengeringan

Pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 105rC selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai

persen. Tujuan penentuan parameter ini adalah memberikan batasan

maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses

pengeringan .

a) Bobot Jenis Nyata dan Bobot Jenis Mampat

Merupakan massa per satuan volume pada suhu kamar tertentu (25

C)

r

yang ditentukan dengan alat khusus tab volumeter.

(15)

b) Kadar Air

Pengukuran kandungan air yang berada dalam bahan, dilakukan

dengan cara yang tepat diantara cara titrasi, destilasi atau garavimetri. Tujuan

penentuan parameter ini memberikan batasa minimal atau rentang tentang

besarnya kandungan air didalam bahan.

c) Kadar Abu

Prinsip penentuan parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada

temperatur dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan

menguap. Sehingga tinggal unsur mineral dan anorganiknya saja. Tujuan

penentuan parameter ini adalah memberikan gambaran kandungan mineral

internal dan eksternal yang ber asal dari proses awal sampai terbentuknya

ekstrak. Penentuan kadar abu ada dua macam yaitu :

1) Penetapan kada abu total

2) Penetapan kadar abu tidak larut asam

2.7.2 Parameter Spesifik (Depkes, 2000) a)

Identitas

Merupakan parameter tentang deskripsi tata nama :

Nama ekstrak Nama latin tumbuhan

Bagian tumbuhan yang digunakan

Nama Indonesia tumbuhan

Senyawa Identitas

Bertujuan memberikan identitas obyektif dari nama dan spesifik dari senyawa

identitas .

(16)

b)

Organoleptik

Merupakan parameter yang ditentukan dengan penggunaan

pancaindera secara kasat mata mendiskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa.

Tujuan penentuan parameter ini adalah pengenalan awal yang sederhana

dengan seobyektif

mungkin.

c) Senyawa T erlarut Dalam Pelarut Tertentu

Merupakan parameter yang ditentukan dengan melarutkan ekstrak dengan

pelarut (alkohol atau air) untuk ditentukan jumlah solut yang identik dengan

jumlah senyawa kandungan ekstrak secara gravimetri. Sehingga memberikan

gambaran awal jumlah kandungan senyawa. Dibedakan atas dua, yaitu :

1) Kadar senyawa yang larut dalam air

Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan 100 ml air

klor oform LP menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok

selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring, uapkan

20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal yang telah ditara, panaskan

residu pada suhu 105 C hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen

r

senyawa yang lar ut dalam air, dihitung terhadap ekstrak awal (Depkes, 2000).

2) Kadar senyawa yang larut dalam etanol

Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan 100 ml

etanol (95%), menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok

selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring cepat

dengan menghindarkan penguapan etanol 90%, kemudian uapkan 20 ml

filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara,

panaskan residu pada suhu 105 C hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam

r

(17)

persen senyawa yang larut dalam etanol (95%), dihitung terhadap ekstrak

awal (Depkes, 2000).

d) Uji Kandungan Kimia Ekstrak

1) Pola

Kromatogram

Ekstrak ditimbang, diekstraksi dengan pelarut dan cara tertentu,

kemudian dilakukan analisis kr omatografi sehingga memberikan pola

kromatogram yang khas. Bertujuan memberikan gambaran awal

komposisi kandungan kimia berdasarkan pola kr omatografi lapis tipis

(KLT), kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), kromatografi gas (KG).

a) Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Umumnya dibuat kromatogram pada lempeng silika gel

dengan berbagai jenis fase gerak sesuai dengan golongan kandungan kimia sebagai sasaran analisis. Evaluasi dapat

dilakukan dengan dokumentasi foto hasil pewarnaan lempeng

kromatografi dengan per eaksi yang sesuai atau dengan melihat kromatogram hasil perekaman menggunakan

instrumen

densitometer (TLC-Scaner). Perekaman dapat dilakukan secara

absorbsi-refleksi pada panjang gelombang 254 nm, 365 nm dan

415 nm atau pada panjang gelombang lain yang spesifik untuk

suatu komponen yang telah diketahui.

b) Kromatografi Gas (KG)

Sistem kromatografi gas mempunyai resolusi tinggi sehingga

optimal untuk pemisahan komponen yang stabil dengan

pemanasan. Umumnya dibuat profil kandungan minyak atsiri atau

metabolit sekunder tertentu lainnya seperti jenis fitosterol. Jenis

(18)

kolom umunya ada 3 jenis sesuai dengan urutan kepolaritasannya,

yaitu OV-1, OV-% dan Carbowax 20M. Pemisahan dilakukan

dengan menggunakan program temperatur, dari temperatur rendah

sampai temperatur maksimal kolom. Detektor yang digunakan

umumnya hanya FID karena metabolit sekunder tumbuhan

umunya senyawa organik

hidrokarbon.

c) Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Umunya pola kromatogram kandungan kimia yang ter molabil

dibuat dengan HPLC. Kemampuannya tergantung pada jenis

kolom, fase gerak dan detektor. Kolom umunya digunakan jenis

ODS (RP 18). Eluasi dilakukan dengan program gardien linear.

Deteksi dengan spektr ofotometer monokromatis dilakukan pada

panjang gelombang 210 nm, 254 nm, 300 nm dan 365 nm. Deteksi

secara spektrofluoresensi digunakan jika dibutuhkan pola

kromatogram yang selektif dan khusus pada golongan kandungan

kimia .

2) Kadar Total Golongan Kandungan Kimia

Dengan penerapan metode spektrofotometri, titrimetri, volumetri,

gravimetri atau lainnya, dapat ditetapkan kadar golongan kandungan

kimia. Metode harus sudah teruji validitasnya, terutama selektivitas dan

batas linearitas, ada beberapa golongan kandungan kimia yang dapat

dikembangkan dan ditetapkan metodenya, yaitu golongan minyak atsiri,

steroid, tanin, flavonoid, triterpenoid (saponin), alkaloid, dan antrakinon.

(19)

Bertujuan memberikan infor masi kadar golongan kandungan kimia

sebagai parameter mutu ekstrak dalam kaitannya dengan efek

farmakologis .

a) Penetapan kadar minyak atsiri

Letakkan labu alas bulat 1 liter, berleher pendek dalam mantel

pemanas yang dilengkapi dengan pengaduk maknetik. Masukkan

batang pengaduk magnetik kedalam labu, hubungkan labu dengan

pendingin dan alat penampung berskala.

b) Penetapan kadar steroid

Larutan baku : timbang seksama 1 mg sitoster ol, larutkan dalam

etanol P secara bertingkat sehingga diperoleh kadar 5 µg per ml, 10

µg per ml dan 20 µg per ml.

Larutan uji : timbang seksama 1 g ekstrak, larutkan dalam 20 ml

etanol dalam labu takar. Ulangi tiga kali dengan cara yang sama. Ke

dalam dua labu yang masing-masing berisi larutan uji dan larutan

baku dan ke dalam labu tiga berisi 20 ml etanol P sebagai blangko,

tambahkan 2 ml larutan yang dibuat dengan melarutkan 50 mg biru

tetrazolium P dalam 10 ml metanol P, dan campur. Kemudian ke

dalam tiap labu tambahkan 2 ml campuran etanol P dan tetrametil

amonium hidroksida LP (9 : 1), campur dan biarkan dalam gelas

selama 90 menit. Ukur segera serapan larutan yang diperoleh dari

larutan uji dan lar utan baku pada panjang gelombang lebih kurang

525 nm dibandingkan terhadap blangko.

(20)

c) Penetapan kadar tanin

Lebih kurang 2 g ekstrak yang ditimbang saksam panaskan

dengan 50 ml air mendidih di atas tangas air selam 30 menit sambil

diaduk. Diamkan selama beberapa menit enap tuangkan melalui

segumpal kapas kedalam labu takar 250 ml. Sari sisa dengan air

mendidih, saring larutan kedalam labu takar yang sama. Ulangi

penyarian beberapa kali hingga larutan bila direaksikan dengan besi

(III) amonium sulfat tidak menunjukkan adanya tanin. Dinginkan

cairan dan tambahkan air secukupnya hingga 250 ml. Pipet 25 ml

larutan kedalam labu 1000 ml tambahkan 750 ml air dan 25 ml asam

indigo sulfonat LP, titrasi dengan kalium permanganat 0,1 N hingga

larutan berwarna kuning emas. 1 ml kalium permanganat 0,1 N setara

dengan 0,004157 g tanin.

d) Penetapan kadar flavonoid

Flavonoid ditetapkan kadarnya sebagai aglikon dengan

terlebih dahulu dilakukan hidrolisis dan selanjutnya dilakukan

pengukuran spektrometri dengan mereaksikan AlCl

yang selektif

3

dengan penambahan Heksametilentetramina pada panjang gelombang

maksimum .

e) Penetapan kadar saponin Hemolisa

.

Larutan dapar fosfat pH 7,4. Larutan 16 g natr ium fosfat P yang telah

dikeringkan pada suhu 130rC hingga bobot tetap dan 4,4 g natrium

dihidrogen fosfat P dalam 1000 ml air. Untuk menambah stabilitas

tambahkan 0,1 g natrium fluorida P.

(21)

Cara percobaan : Campur 0,5 g ekstrak yang diperiksa dengan 50 ml

larutan dapar fosfat pH 7,4 ,panaskan sebentar, dinginkan, saring.

Ambil 1 ml filtrat, campur dengan 1 ml suspensi darah. Untuk ekstrak

yang mengandung tanin encerkan 0,2 ml filtrat dengan 0,8 ml larutan

dapar fosfat pH 7,4, campur dengan 1 ml suspensi darah. Diamkan

selama 30 menit, terjadi haemolisa total, menunjukkan adanya

saponin. Kadar saponin dalam ekstrak dapat ditetapkan dengan melakukan berbagai pengenceran filtrat dan diamati kadar yang masih

menghasilkan haemolisa total, dibandingkan dengan saponin

pembanding .

f) Penetapan kadar alkaloid

Timbang seksama 1 g ekstrak, masukkan dalam corong pisah

125 ml pertama, kemudian tambahkan 20 ml larutan asam sulfat P (1

dalam 350) dan kocok kuat selam 5 menit. T ambahkan 20 ml eter P,

kocok hati-hati, saring lapisan asam ke dalam cor ong pisah 125 ml

kedua. Kocok lapisan eter dua kali, tiap kali dengan 10 ml larutan

asam sulfat P ( 1 dalam 350), saring tiap lapisan asam kedalam corong

pisah 125 ml kedua dan buang lapisan eter. Pada ekstrak asam

tambahkan 10 ml natrium hidroksida LP dan 50 ml eter P, kocok

hati-hati, pindahkan lapisan air ke dalam cor ong pisah 125 ml ketiga berisi

50 ml eter P. Kocok corong pisah ketiga hati-hati, buang lapisan air,

cuci lapisan eter pada cor ong pisah kedua dan ketiga berturut-turut dengan 20 ml air, buang lapisan air. Ekstraksi kedua lapisan ester

masing-masing dengan 20 ml, 20 ml dan 5 ml lar utan asam sulfat P (1

dalam 70). Lakukan ekstraksi pada corong pisah ketiga lebih dahulu,

(22)

setelah itu corong pisah kedua. Campur ekstrak asam dalam labu terukur 50 ml, encerkan dengan asam sampai tanda. Lakukan hal yang

sama terhadap 25 mg alkaloid pembanding yang tersedia. Encer kan

masing-masing 5 ml larutan uji dan larutan pembanding dengan

larutan asam sulfat P (1 dalam 70) hingga 100 ml dan tetapkan

serapan setiap larutan pada panjang gelombang tertentu menggunakan

larutan asam sulfat P (1 dalam 70) sebagai blangko.

g) Penetapan kadar

antarkinon

Timbang 0,1 g ekstrak kocok, dengan 10 ml air panas selama 5

menit. Saring dalam keadaan panas, dinginkan filtrat dan ekstraksi

dengan 10 ml benzena. Pisahkan lapisan benzena. Tambahkan pada

lapisan air 10 ml laritan feri klorida 5 % dan 5 ml asam klorida.

Panaskan campuran pada penangas air selama 10 menit dalam tabung

refluks. Dinginkan dan ekstraksi dengan 10 ml benzena. Uapkan

cairan hingga habis pada cawan porselen dengan pemanasan lemah.

Larutkan residu dalam 5 ml larutan kalium hidroksida 5 % dalam

metanol. Ukur resapan pada 515 nm. Hitung kadar total antarkinon

glikosida berdasarkan kur va baku antar kinon pembanding.

3) Kadar Kandungan Kimia Tertentu

Dengan tersedianya suatu kandungan kimia yang berupa senyawa

identitas atau senyawa kimia utama ataupun kandungan kimia lainnya,

maka secara kromatografi instrumental dapat dilakukan penetapan kadar

kandungan kimia tersebut. Intrumen yang dapat digunakan adalah

Densitometer, Kromatografi Gas, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau

intrumen lain yang sesuai. Metode penetapan kadar harus diuji dahulu

(23)

validitasnya, yaitu batas deteksi, selektivitas, linearitas, ketelitian,

ketepatan dan lain-lain. Bertujuan memberikan data kadar kandungan

kimia tertentu sebagai senyawa identitas atau senyawa yang diduga bertanggung jawab pada efek

(24)

BAB

III

METODOLOGI

PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2011 di Laboratorium

Penelitian Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Padang.

3.2 Alat dan

Bahan

a. Alat-alat yang digunakan adalah :

Alat-alat gelas, maserator, corong, rotari evaporator, krus, piknometer,

kompor gas, cawan penguap, kertas saring, aluminium foil, timbangan, tab

volumeter dan labu

bersumbat.

b. Bahan-Bahan yang digunakan antara lain :

Aquadest, daun jambu biji (

Psidium guajava

L.), etanol 95%,

laktosa, air- kloroform, HCl encer, heksan dan asam sulfat encer.

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.

1

Pengumpulan dan Identifikasi Sampel

a) Pemanenan daun jambu biji (

Psidium guajava

L.)

Pemetikan dilakukan pada pagi hari, dilakukan dengan cara manual,

daun yang dipetik adalah daun dari tumbuhan yang sudah dewasa.

b) Identifikasi jambu biji

Identifikasi tumbuhan di Herbarium Universitas Andalas

(25)

c) Sortasi Basah

Daun yang telah dipetik dipisahkan dari kotoran dan membuang

bagian-bagian yang tidak perlu sebelum pengeringan, sehingga didapatkan

daun yang layak untuk digunakan, cara ini dapat dilakukan dengan manual.

d) Pencucian simplisia

Dilakukan untuk menghilangkan pengotor yang masih melekat pada

simplisia setelah pelaksanaan sortasi basah. Pencucian dilakukan dengan air

mengalir dan dalam waktu yang sesingkat mungkin bertujuan untuk

menghilangkan mikroba dan pengotor, namun tidak menghilangkan zat

berkhasiat simplisia

tersebut.

e) Pengeringan

simplisia

Dilakukan pengeringan dengan cara diangin-anginkan atau tidak kena

cahaya matahari langsung atau pada suhu kamar. Pengeringan ini

berlangsung 10 hari sampai kadar air < 10%.

3.3.2 Pengujian Simplisia (Depkes, 1980)

a) Penetapan Susut Penger ingan

Timbang saksama 1 gram simplisia yang telah dirajang dalam botol

timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu

penetapan selama 30 menit dan telah ditara, masukkan ke dalam ruang

pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap.

Sebelum setiap penimbangan, biarkan botol dalam keadaan tertutup

mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar. Pengeringan dilakukan pada

suhu 105 C selama satu jam atau hingga bobot tetap.

(26)

b) Penetapan Kadar Abu Total

Timbang saksama 3 gram simplisia uji yang telah digerus, masukkan

kedalam krus silikat, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis,

dinginkan, timbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat hilang, tambahkan

air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa dan kertas

saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan,

pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap simplisia

yang telah dikeringkan di udara. W2 X 100% 1 W o Rumus Kadar Abu = W11 W o Keterangan :

Wo = Berat krus porselen kosong

W1 = Berat krus porselen dan simplisia

W2 = Berat krus porselen setelah pengeringan konstan

c) Penetapan Kadar Abu tidak Larut Asam

Abu yang diperoleh padaPenetapan kadar abu

, didihkan dengan 25

ml asam klorida encer P selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut

dalam asam. Saring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu,

cuci dengan air panas, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar

abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan yang telah dikeringkan di

udara. Penetapan kadar abu tidak larut asam tidak lebih dari 4,5% W2 X 100% 1 W o Rumus Kadar Abu tidak larut

asam

=

W11 W o

(27)

Keterangan :

Wo = Berat krus porselen kosong

W1 = Berat krus porselen dan simplisia

W2 = Berat krus porselen setelah pengeringan konstan

d) Penetapan Kadar Abu Yang Larut Dalam Air

Abu yang diperoleh padaPenetapan kadar abu

, didihkan dengan 25

ml air selama 5 menit. Kumpulkan bagian yang tidak larut, saring melalui

krus kaca masir atau kertas saring bebas abu. Cuci dengan air panas dan pijarkan selama 15 menit pada suhu tidak lebih dari

450

, hingga bobot tetap,

r

timbang. Perbedaan bobot sesuai dengan jumlah abu yang larut dalam air.

Hitung kadar abu yang larut dalam air terhadap bahan yang dikeringkan di

udara.

3.3.3 Pembuatan ekstrak kental

Ekstrak dibuat dengan cara maserasi simplisia daun jambu biji (

Psidiu m guajav

a

L.) menggunakan etanol 95%. Satu bagian serbuk kering daun jambu biji

dimasukkan ke dalam maserator, ditambah 10 bagian etanol 95% direndam selama 6

jam sambil diaduk-aduk kemudian didiamkan sampai 24 jam. Maserat dipisahkan,

dan proses diulangi 2 kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua

maserat dikumpulkan dan diuapkan dengan penguap vakum menggunakan rotari

evaporator hingga diperoleh ekstrak kental. Rendeman yang diperoleh ditimbang dan

dicatat. Rendemen tidak kurang dari 12,3% (Depkes, 2004).

(28)

3.3. 4

Pengeringan Ekstrak

Ekstrak kental yang telah didapat, keringkan dengan menambahkan sebagian

saccharum lactis. Pada campuran ini tambahkan pelarut heksan tiga kali bagian

ekstrak, kemudian aduk sempurna beberapa kali selama 2 jam. Biarkan mengendap

dan enaptuangkan cairan, lalu campurkan sisa dengan heksan lagi tiga kali bagian

ekstrak aduk sempurna dan pisahkan kelebihan heksan, ulangi pencucian sekali lagi

dengan heksan, baru keringkan pada suhu 70 C, timbang serbuk ini dan tentukan r karakteristiknya (Martin, dk k , 1961). 3.3.5 Karakterisasi Ekstrak Kering Parameter Non Spesifik a) Susut Pengeringan

Ekstrak ditimbang secara saksama sebanyak 1 gram dan dimasukkan

ke dalam botol timbang dangkal tertutup yang sebelumnya telah

dipanaskan pada suhu 105 C selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum

r

ditimbang ekstrak diratakan dalam botol timbang, dengan

menggoyangkan botol, hingga terdapat lapisan setebal lebih kurang 5 mm

sampai 10 mm. Jika ekstrak yang diuji berupa ekstrak kental, ratakan

dengan bantuan pengaduk. Kemudian dimasukkan ke dalam ruang

pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu 105

C hingga bobot tetap.

r

Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup dingin

dalam eksikator hingga suhu kamar (Depkes, 2000).

b) Bobot Jenis Nyata dan Bobot Jenis Mampat

Sebanyak 10 gr sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur 25 ml,

ratakan per mukaannya dan catat volumenya (Vo) kemudian dilakukan

(29)

hentakan dengan alat tab volumeter sampai 1250 kali, dan catat

volumenya. Bobot jenis nyata dan bobot jenis mampat dapat dihitung dengan rumus Berat serbuk Bj ! Nyat a Volum e

serbuk sebelum ketuka n Berat serbuk Bj ! Mampa t Volum e

serbuk setelah ketuka n

Index Carr¶s dan Rasio Hausner dihitung dengan rumus : Bj mampa t - Bj nyata Index v Carr's ! 100% B j mampa t Bj mampa t Rasio Hausner ! B j nyata c) Kadar Abu

a) Penetapan Kadar Abu

Sebanyak 2 g Ekstrak yang telah digerus dan ditimbang

saksama, dimasukkan ke dalam kr us silikat yang telah dipijarkan dan

ditara, diratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis,

dinginkan dan timbang. Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan,

tambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijar kan

sisa dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke

dalam krus, uapkan, pijar kan hingga bobot tetap, timbang. Hitung

kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara. Penetapan

kadar abu total tidak lebih dari 0,8% (Depkes RI, 2000).

(30)

b) Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan

dengan 25 ml asam sulfat encer P selama 5 menit, kumpulkan bagian

yang tidak larut dalam asam, saring melalui krus kaca masir atau

kertas sar ing bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan hingga bobot

tetap, timbang. Hitung kadar abu yang tidak larut dalam asam

terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara, penetapan kadar abu

tidak larut asam tidak lebih dari 0,2% (Depkes RI, 2000).

Parameter Spesifik

A. Identitas

Identitas tanaman uji ini dikeluarkan oleh Herbarium Universitas Andalas . B. Organoleptis a) Bentuk

Pengujiannya : Ekstrak dilihat dengan kasat mata bagaimana bentuknya.

b) War na

Pengujiannya : Ambil dengan spatel sedikit ekstr ak kering diletakkan di

atas wadah yang beralaskan war na putih.

c) Bau

Pengujiannya : Ambil sedikit sampel lalu cium bau apa yang terjadi.

d) Rasa

Pengujiannya : Sedikit sampel diletakkan di ujung lidah dan dirasakan.

(31)

C. Senyawa Terlarut Dalam Pelarut Tertentu

a) Kadar senyawa yang larut dalam air

Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan

100 ml air kloroform LP menggunakan labu bersumbat sambil

ber kali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiar kan

selama 18 jam. Saring, uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam

cawan dangkal yang telah ditara, panaskan residu pada suhu 105 Cr

hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen senyawa yang larut

dalam air, dihitung terhadap ekstrak awal (Depkes, 2000).

W1 v1 W o

Kadar senyawa yang larut dalam air= vP 100%

W2 Keterangan :

Wo = Berat cawan penguap kosong

W1 = Berat cawan penguap dan sampel setelah pengeringan konstan

W2 = Berat ekstrak awal

P = Faktor Pengenceran

b) Kadar senyawa yang larut dalam Etanol

Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan

100 ml etanol (95%), menggunakan labu bersumbat sambil

berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan selama 18

jam. Saring cepat dengan menghindarkan penguapan etanol 95%,

kemudian uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal

(32)

hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen senyawa yang larut

dalam etanol (95%), dihitung terhadap ekstrak awal (Depkes, 2000).

W1 v1 W o

Kadar senyawa yang larut dalam etanol = %

vP 100

W2 Keterangan :

Wo = Berat cawan penguap kosong

W1 = Berat cawan penguap dan sampel setelah pengeringan konstan W2 = Berat ekstrak awal P = Faktor pengenceran 32

(33)

BAB

IV

HASIL

PENELITIAN

DAN

PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Penelitian

Hasil identifikasi tanaman di Herbarium Universitas Andalas Jurusan Biologi

f mipa Universitas Andalas (ANDA) adalah spesies Psidium guajava L. (famili Myrtaceae) (Lampiran 1).

Hasil pengujian simplisia kering daun jambu biji adalah sebagai berikut :

Tabel 1

Hasil Pengujian Parameter

Fisikokimia

Simplisia Kering Daun Jambu Biji (

Psidium guajava L.)

No Parameter Nilai Rata-rata ± SD 6,381% 1 Susut penger ingan 7,193% 6,326% 0,895% 5,405% 7,528 % 2 Uji Kadar abu

total

7,209% 7,337% 0,169%

7,274% 0,198% 3 Uji kadar abu

tidak

0,137% 0,201% 0,065%

larut asam

0,267% 7,330% 4 Uji kadar abu

larut

7,072% 7,136% 0,171%

air

(34)

Setelah dilakukan pembuatan ekstrak kering daun jambu biji dan

karekteristiknya maka didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 2

Hasil Pembuatan Ekstrak Kering

Daun Jambu Biji ( Psidium guajava L.) No Tahapan Hasil 1 Simplisia segar 4,0 kg 2 Simplisia kering 1,25 kg 3 Ekstrak kental (dari 100 g

simplisia

22,8 g (Rendemen : 22,8 %)

kering )

4 Ekstrak kering yang didapat (Setelah

33,716 g penambahan saccharum lactis

dan

pencucian dengan heksan)

(35)

Tabel 3 Hasil Pengujian Parameter Non Spesifik

Ekstrak Kering Daun Jambu Biji (

Psidium guajava L.) No

Parameter Nilai Rata-rata ±

SD 1,300% 1 Susut 1,896% pengeringan 1,463% 0,378% 1,194% 0,714 g/ml 2 Bobot jenis nyata 0,689 g/ml 0,690 g/ml 0,024 g/ml 0,667 g/ml Bobot jenis 0,885 g/ml 3 mampa t 0,883 g/ml 0,839 g/ml 0, 043g/ml 0,800 g/ml 19,333% 4 Index Carr¶s 17,287 % 17,745% 1,406% 16,625 % 1,239 5 Rasio Hausner 1,209 1,216 0,021 1,199 0,549%

6 Kadar Abu total 0,499%

0,532% 0,076% 0,598%

0,100%

7 Kadar abu yang 0,15%

Tidak larut asam 0,117% 0,029%

(36)

Tabel 4

Hasil Pengujian Parameter Spesifik Ekstrak Kering Daun Jambu Biji

(

Psidium guajava L.)

No Parameter Nilai Rata-rata ± SD Or ganoleptis Bentu k Serbuk Kering

1 Warna Hijau Tua

Bau Khas daun jambu

biji

Rasa Kelat

63,8 %

2 Kadar senyawa yang 72,8 %

Larut dalam air 72,433% 8,456%

80,7 % 44,9 %

3 Kadar senyawa yang 46,5 %

Larut dalam etanol 45,4% 0, 954%

44,8 %

(37)

4.2.

Pembahasan

Pengambilan sampel ini dilakukan di daerah Aur Duri, Kelurahan Parak

Gadang, Kecamatan Padang Timur, Sumatera Barat. Daun yang diambil daun yang

masih muda karena kandungan senyawa aktifnya masih banyak dan pengambilan

dilakukan pada pagi hari sebelum mengalami fotosintesis, hal ini dilakukan untuk

menyeragamkan waktu panen, setelah dipanen dilakukan sortasi basah, pencucian

dengan air mengalir, dan

pengeringan.

Sampel yang digunakan untuk pengujian ini adalah daun jambu biji yang

telah dilakukan uji identifikasi di Herbarium Universitas Andalas (ANDA), Jurusan

Biologi FMIPA Universitas Andalas Kampus Limau Manis, Padang, Sumbar,

Indonesia dengan hasil

specimen

Psidium guajava

L. (famili :

Myrtaceae).

Pengeringan sampel dilakukan dengan cara di anginkan atau tidak kena

cahaya matahari langung, selama 10 hari sampai diperoleh kadar air <10%. Alat

yang digunakan untuk pengeringan sampel adalah wadah yang terbuat dari plastik

yang ada lobang-lobang udaranya. Hal ini bertujuan agar sampel memperoleh udara

yang baik sehingga sampel yang didapatkan cepat kering, tidak berjamur atau tidak

ditumbuhi kapang. Kadar air yang diperoleh berkisar antara 5,431% ± 7,221%. Jadi

kadar air memenuhi standar parameter, dimana kadar air dari daun tidak lebih dar i

10% .

Setelah itu dilanjutkan dengan pengujian simplisia yang bertujuan untuk

mendapatkan simplisia yang bermutu baik dan memenuhi standarisasi Materia

Medika Indonesia (1977), yaitu di antaranya :

(38)

y Uji kadar abu total

Hasil yang didapat 7,337% 0,169% berkisar antara 7,168% - 7,506%.

y Uji kadar abu tidak larut asam

Hasil yang didapat 0,201% 0,065% berkisar antara 0,136% - 0,266%. Hasil

penelitian yang didapat memenuhi parameter Materia Medika Indonesia

(1977) yaitu tidak lebih dari 4,5%.

y Uji kadar abu larut air

Hasil yang didapat 7,136% 0,171% bekisar antara 6,965% - 7,307% .

Setelah itu dilanjutkan dengan pembuatan ekstrak, sampel yang telah kering

dirajang sampai halus, ditimbang sebanyak 100 g untuk dijadikan ekstrak. Ekstrak

dibuat dengan cara maserasi, pelarut yang digunakan adalah etanol 95%. 100 g serbuk kering daun jambu biji dimasukkan ke dalam maserator, ditambah 1000 ml

etanol 95% direndam selama 6 jam sambil sekali-kali diaduk. Maserat dipisahkan

dan proses diulangi 2 kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua

maserat dikumpulkan dan diuapkan dengan penguap vakum (Rotary Evaporator)

pada suhu dibawah 50rC, hal ini bertujuan agar ekstrak tidak rusak, hingga

diperoleh ekstrak kental. Sehingga hasil yang diperoleh dari maserasi sebanyak 100 g

sampel dalam 3 x 1000 ml etanol 95% adalah 22,8 g ekstrak kental, rendemen yang

diperoleh 22,8 %. Bearti ekstrak ini memenuhi standar parameter yang tidak kurang

dari 12,3 %.

(39)

Ekstrak kental yang telah jadi tersebut, dilanjutkan dengan pembuatan ekstrak

kering dengan cara :

Ekstrak dimasukkan ke dalam lumpang yang telah dipanaskan (22,8 g

ekstrak kental) lalu tambahkan saccharum lactis sama banyak (22,8 g), sedikit demi

sedikit aduk sempurna, penambahan saccharum lactis ini bertujuan untuk membantu

mengeringkan ekstrak. Setelah tercampur sempur na lalu tambahkan 68,4 ml heksan,

kemudian aduk sempurna beberapa kali selama 5 menit. Biarkan mengendap dan

enaptuangkan cairan, lalu campurkan sisa dengan heksan lagi 68,4 ml aduk sempurna

dan pisahkan kelebihan heksan, ulangi pencucian sekali lagi dengan heksan, heksan

digunakan untuk membebaskan lemak pada ekstrak sehingga lemak terekstraksi.

Baru keringkan pada suhu 70rC, timbang serbuk ini dan tentukan karakteristiknya.

Ekstrak yang didapat berupa ekstrak kering sebanyak 34,716 g. Hal ini berarti

ekstrak kering yang diperoleh sekitar 1/3 dari 100 g simplisia yang dimaserasi dalam

3 x 1000 ml etanol 95%.

Selanjutnya dilakukan pengujian karakteristik ekstrak kering daun jambu biji (Psidium guajava L.) antara lain : 1.Parameter Non Spesifik a. Susut Pengeringan

Nilai yang diperoleh pada susut pengeringan ekstrak kering daun

jambu biji 1,463% 0,378% dengan rentang 1,085% - 1,841%. Berarti

ekstrak ker ing daun jambu biji ini tidak banyak mengandung air dan

memenuhi parameter standar umum ekstrak tumbuhan obat, dimana kadar air

dari ekstrak tidak lebih dari 10%. Ekstrak yang diperoleh diharapkan tidak

ditumbuhi jamur dan kapang.

(40)

b. Bobot Jenis Nyata Dan Bobot Jenis Mampat

Nilai yang

diperoleh :

o BJ nyata 0,69 g/ml 0,024g/ml berkisar antara 0,666 g/ml ± 0,714

g/ml. Bj nyata ini menunjukkan sifat alir serbuk.

o BJ mampat 0,839 g/ml 0,043 g/ml berkisar antara 0,796 g/ml ±

0,882 g/ml. Bj mampat ini menunjukkan sifat alir serbuk.

o Index Carr¶s 17,745% 1,406% berkisar antara 16,339% - 19, 151%.

Berguna untuk menunjukkan persentase daya mampat dari serbuk.

o Rasio Hausner 1,216 0,021 ber kisar antara 1,195 ± 1,237.

Menunjukkan day mampat dari serbuk semakin kecil daya

mampatnya maka semakin jelek sifat alir serbuk.

c. Kadar Abu Total

Nilai yang diperoleh 0,532% ± 0,076 dengan rentang 0, 456% -0,608%. Maksimal atau r entang yang diperbolehkan terkait kemurnian dan

kontaminasi. Kadar abu yang diper oleh pada ekstrak kering daun jambu biji

rendah, berarti ekstrak kering hanya sedikit mengandung oksida logam

dibandingkan ekstrak kental daun jambu biji.

d. Kadar Abu Tidak Larut Asam

Nilai yang diperoleh 0,117% ± 0,029% dengan rentang 0,088%

-0,146%. Maksimal atau rentang yang diperbolehkan terkait dengan

kemurnian dan kontaminasi oleh pasir.

(41)

2.Parameter Spesifik

a.

Identitas

y Nama ekstrak : Extractum Psidii Guajavae Folii Siccum

(ekstrak kering daun jambu biji)

y Nama Latin tumbuhan : (

Psidium guajava

L.) y Bagian tumbuhan digunakan :

Daun

y Nama Indonesia tumbuhan : Jambu Biji.

b.

Organoleptis

Ektrak kering daun jambu biji (

Psidium guajava

L.) yang

diperoleh

berupa serbuk kering, yang berwarna hijau tua, dengan bau khas seperti

simplisia daun jambu biji dan rasanya yang kelat.

c. Kadar Senyawa Yang Larut Dalam Air

Nilai yang diperoleh 72,433% 8,456% dengan rentang 63,977% -80,889%. Kadar senyawa larut air yang diperoleh cukup tinggi ini berarti

ekstrak kering daun jambu biji (

Psidium guajava

L.) banyak

mengadung senyawa polar, karena zat polar hanya larut dalam pelarut polar.

d. Kadar Senyawa Yang Larut Etanol

Nilai yang diperoleh 45,4% 0,954% dengan r entang antara

44,446% - 46,354%. Kadar senyawa larut etanol yang diperoleh rendah, ini bearti ekstrak ker ing daun jambu biji

(

Psidium guajava

L.) sedikit mengandung senyawa semi

(42)

BAB

V

KESIMPULAN

DAN

SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di dapatkan kesimpulan

sebagai berikut :

a) Ektrak kering daun jambu biji (

Psidium guajava

L.) dapat dibuat dengan memaserasi simplisia daun jambu biji dengan etanol 95%, dilanjutkan dengan

penguapan pelarut mengunakan rotary evaporator. Kemudian lanjutkan

dengan penambahan saccharum lactis untuk membantu pengeringan ekstrak,

pembebasan lemak memakai heksana dan pengeringan ekstrak di atas

waterbath pada suhu < 70rC.

b) Karakteristik ekstrak kering daun jambu biji (

Psidium guajava

L.) yang diper oleh sebagai

berikut : b

Identitas :

o Nama ekstrak : Extractum Psidii Guajavae Folii

Siccum (ekstrak kering daun jambu biji)

o Nama Latin tumbuhan : (

Psidium guajava

L.) o Bagian tumbuhan digunakan :

Daun

o Nama Indonesia tumbuhan : Jambu Biji.

(43)

Organoleptis :

y Bentuk : Serbuk Ker ing

y War na : Hijau Tua

y Bau : Khas seperti simplisia daun jambu biji

y Rasa : Kelat

Susut pengeringan = 1,463% 0,378% Kadar abu total = 0,532% 0,076%

Kadar abu tak larut asam = 0,117% 0,029% Bobot jenis nyata = 0,690 g/ml 0, 024 g/ml

Bobot jenis mampat = 0,839 g/ml 0, 043 g/ml

Index Carr¶s = 17,745% 1,406%

Rasio Hausner = 1,216 0,021

Kadar senyawa larut air = 72,433% 8,456% Kadar senyawa larut etanol= 45,4% 0,954% 5.2. Saran

Disarankan pada peneliti berikutnya agar dapat menentukan kadar zat aktif

pada ekstrak daun jambu biji untuk melengkapi standar ekstrak kering daun jambu biji ( Psidium guajva L.) .

(44)

DAFTAR

PUSTAKA

Anief, M.,

1997,

Ilmu meracik obat Teori dan Praktek,

Yogyakarta: Gadjah

Mada University

Press.

Aisah, N., 2004, E fek Antiinflamasi Infusa Daun Jambu biji (

Psidium guajava

L.) Pada Tikus Putih ( Rattus

norvegicus ) Jantan, Skrips i , Surakarta: Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah

Surakarta. BPOM,

2004,

Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia,

volume I.

Jakarta :

Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan RI.

BPOM, 2010,

Acuan Sediaan Herbal

, Volume 5, E disi 1. Jakarta: Badan

Pemeriksaan Obat dan Makanan RI.

Dalimartha, S.,

2003,

Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Diabetes Mellitus

,

Jakarta: Penebar

Swadaya.

Dahliyanti, R., 2007, Penentuan Antioksidan Buah Jambu biji ( Psidium guajava L.), Skrips i

, Yogyakarta: Fakultas Farmasi, UGM.

Depkes, 1972, Farmakope

Indonesia,

edisi II. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Depkes, 1977, Materia Medika

Indonesia

, Jilid I. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Depkes, 1979, Farmakope

Indonesia,

edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Depkes, 1980, Materia Medika

Indonesia

, Jilid IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI . Depkes,1981 , Pemanfaatan Tanaman Obat,

edisi II. Jakarta : Departemen Kesehatan

RI .

Depkes, 1983, Pemanfaatan tanaman

obat,

edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan

RI .

Depkes, 1989, Materia Medika

Indonesia,

jilid V. Jakarta: Departemen Kesehatan

RI .

Depkes, 1995, Farmakope

Indonesia,

edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Depkes, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan

Obat,

cetakan I.

Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Djamal, 1980,

Kimia Bahan Alam,

Padang: Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas

Andalas.

Evan, W.C.,

2002,

Trease and Evan¶s Pharmakognosy,

London : WB Saunders.

(45)

Gunawan, D., Sudarsono., Wahyuono, S., dan Purnomo, S., 2001, Tumbuhan Obat II

,

Hasil Penelitian, sifat-sifat dan Penggunaan

, Yogyakarta : PPOT UGM.

Gunawan, D., dan Mulyani, S., 2004,

Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I , 9-11, Jakarta : penebar Swadaya. I mam, S., 1981,

Efek Farmakologis Daun Jambu Biji

, Jakarta : Unair.

Martin, E.W., Fullerton, E.C., Emerson, E.L., Arthur, O.E., Linwood, F.T., Clar ence, T.V.M., 1961, Remington¶s Practice Of Pharmacy , Easton: Mack Publishing Company . Muhtadi, A., 1987,

Uji Efek Ekstrak Kental Buah Phaseolus Vulgarin Linn.Ferhadap

Kadar Glukosa Darah Tikus

, Bandung : Tesis S2 Farmasi-ITB.

Natsir, P., 1986, Manfaat Rebusan Daun Jambu

Bij i

, Jakarta : Buku Kompas.

Sunagawa., & Mayosari., 2004, Plasma, Insulin Consentration Was Increased by Longterm Ingestion of Guajava Juice in Spotaneus Non Insulin

Dependent Diabetes Millitus Rats , J. of Healt Sci , 50 (6) : 674-678.

Syarif, A., Santoso, S.O., Zubaidi, J., dan Ibrahim, F., 1988, Efek Daun Jambu Biji Untuk Mengatasi Diare Akut Pada Anak Usia 1-5

tahun,

Simposium Penelitian Obat Tradisional

VI,

Fakultas Farmasi, Jurusan Matematika Dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Depok, Jakarta : Universitas Indonesia.

Soetarno, K., & Soediro, I. S., 1997,

Cara Pembuatan Jamu Yang Terbaik,

Bandung :

Prosiding Temu Ilmiah Nasional Bidang Farmasi.

Supriadi, 2001, Tumbuhan Obat

Indonesia

, Edisi I. Jakarta : Pustaka Populer Obat.

Sudarsono, G.D., Wahyono, S., Donatus, I. A., dan Purnomo., 2002,

Tumbuhan Obat

II (Hasil Penelitian, Sifat-sifat dan Penggunaan)

, 157-158, Yogyakarta : Pusat

Studi Obat Tradisional-Universitas Gadjah Mada.

Sari, R.M.,

2010,

Karya Tulis Ilmiah,

³Analisa Fisikokimia dan Fitokimia Ekstrak

Cair Daun Jambu Biji (Psidium Guajava L.)´, Padang : Akfar Ranah Minang. Van Steenis, C.G.G.J., 1947, Flora untuk sekolah , diterjemahkan oleh Surjowinoto,

M.,Jurusan Botani Universitas Gadjah Mada, 34-69, 315-316,Jakarta: Pradnya

Paramita .

Yuniarti, P., 1991, Pengaruh Antibakteri Dekok Daun Jambu biji ( Psidium guajava L.) terhadapStaphylococcus aureus dan Escherichia coli , Skrips i , Yogyakarta: Fakultas Farmasi, UGM. Yuniarti, T., 2008,

Ensiklopedia Tanaman Obat Tradisional

, Yogyakarta : Medpr es.

(46)

Lampiran 1. Data Hasil Penelitian

(47)

Lampiran 1 (Lanj utan)

Tabel 5

Susut Pengeringan Simplisia Daun Jambu Biji ( Psidium guajava L. ) No. (Wo) Cawan (W ) Cawan (W ) Cawan Susut 1 2

Penguap Kosong penguap dan penguap setelah pengeringan

sampel pengeringan

1 29,000 g 30,003 g 29,939 g 6,381 %

2 37,802 g 38,803 g 38,731 g 7,193%

3 31,449 g 32,448 g 32,394 g 5,405%

Tabel 6

Kadar Abu Total Simplisia Daun Jambu Biji (

Psidium guajava L.)

No. (Wo) Krus (W ) Krus Porselen (W ) Krus Abu

Total

1 2

Porselen Kosong dan sampel Porselen setelah

simplisi a menjadi abu 1 60,922 g 63,950 g 61,150 g 7,528 % 2 59,007 g 61,920 g 59,225 g 7,209 % 3 59,007 g 62,004 g 59,225 g 7,274 % Tabel 7

Kadar Abu Tak Larut Asam Daun Jambu Biji

(Psidium Guajava L.)

No. (Wo) Krus (W ) Krus Porselen (W ) Krus Abu

tak

1 2

Porselen Kosong dan sampel Porselen setelah larut

asam simplisi a menjadi abu 1 60,922 g 63,950 g 60,928 g 0,198 % 2 59,007 g 61,920 g 59,011 g 0,137 % 3 59,007 g 62,004 g 59,015 g 0,267 %

Gambar

Tabel  Hasil     Pengujian     Parameter   Non 3 Spesifik

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini yang berjudul “ Penentuan Kadar Lemak

Berdasarkan pada perangkat MAIN dengan 16 turunan dimensinya, maka kita dapat melihat gratifikasi apa yang paling banyak dicari pengguna situs untuk media musik

a) Sistem floating tidak sesuai untuk obat-obat yang memiliki masalah kelarutan atau stabilitas pada cairan lambung. b) Obat-obatan seperti nifedipine yang diserap di seluruh

Bangunan-bangunan di Kota Madiun secara umum saat ini diarahkan kepada penataan sesuai dengan fungsi kaw asan yang telah direncanakan, baik untuk kegiatan

Menurut saya salah satu pengambat untuk pembelajaran baca tulis Alquran ini adalah alokasi waktu yang kurang mbak, karena materi yang akan diajarkan itu banyak sekali,

Calon peserta Local Government Leadership Training Angkatan VIII BPSDMD Provinsi Jawa Tengah tahun 2021 adalah para ASN yang telah masuk dalam8. database Talent Pool

Untuk mewujudkan perangkat penjaminan mutu akademik yang memadai di lingkungan Perguruan Tinggi (kebijakan akademik, standar akademik, peraturan akademik, manual

Pengguna hak pilih dalam Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb)/pengguna KTP dan KK/Nama sejenis lainnyta.. Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb)/pengguna KTP dan KK/nama