• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ABSTRACT"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PELATIHAN PENGELOLAAN SAMPAH SKALA RUMAH TANGGA DAN PEMILIHAN

LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH DI DESA PANJI ANOM,

KABUPATEN BULELENG

I Gede Yudi Wisnawa

1

, Wayan Damar Windu Kurniawan

2

, I Gst. Ngr. Yoga Jayantara

3

ABSTRACT

ABSTRAK

PENDAHULUAN

Permasalahan sampah menjadi persoalan yang

pelik karena sekarang kita hidup dalam kondisi

masyarakat “serba membuang”, yaitu membeli

produk sekali pakai lalu dibuang. Hal ini

menyebabkan pertumbuhan jumlah sampah di

kota-kota meningkat tetapi peningkatannya

tidak diikuti dengan peningkatan pelayanan

sampah oleh pemerintah terkait. Upaya

pengelolaan sampah berbasis masyarakat

mandiri (tidak bergantung kepada pemerintah)

perlu dilaksanakan.

Menurut Munas Dwiyanto (2011) Pengelolaan

sampah berbasis masyarakat adalah upaya

penanganan

sampah

yang

melibatkan

pasrtisipasi aktif dari masyarakat untuk

mengelola

sampah

mulai

dari

tahap

penimbunan, pengumpulan, pengolahan hingga

pemrosesan akhir.

Adapun permasalahan mitra, antara lain:

Belum adanya introduksi IPTEK pengolahan

sampah dapur menjadi kompos; serta Belum

tersedianya Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

sampah di desa.

Guna menjawab permasalahan yang dialami

oleh masyarakat di Desa Panji Anom ini,

berdasarkan justifikasi program yang sempat

dibahas antara tim pengusul P2M dengan

masyarakat setempat diperlukan usaha terpadu

sebagai alternatif pemecahan masalah mitra.

Beberapa

upaya

yang

dirancang

untuk

dilakukan

diantaranya:

(1)

Pelatihan

pengolahan sampah rumah tangga melalui

1,2,3Jurusan Geografi FHIS UNDIKSHA

Email: [email protected]

The problem of garbage is a complicated problem because now we live in a society that throws things away. The partners' problems include the absence of the introduction of science on processing kitchen waste into compost; and the unavailability of final waste disposal sites (TPA) in the village. Waste management can be pursued through efforts to minimize the quantity of household organic waste in the form of compost processing, one of which is the Takakura method; as well as through efforts to strengthen BUMDes institutions, especially in the aspects of the mechanization of Integrated Waste Disposal Sites (TPST) in the village scope.

Keywords: management, waste, compost, BUMDes

Permasalahan sampah menjadi persoalan yang pelik karena sekarang kita hidup dalam kondisi

masyarakat serba membuang.

Adapun permasalahan mitra, antara lain belum adanya introduksi ilmu pengetahuan pengolahan sampah dapur menjadi kompos; serta Belum tersedianya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di desa. Pengelolaan sampah dapat ditempuh melalui upaya meminimalkan kuantitas sampah organik rumah tangga dalam bentuk pengolahan menjadi kompos salah satunya dengan metode Takakura; serta melalui upaya penguatan kelembagaan BUMDes terutama pada aspek mekanisasi Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) lingkup desa.

(2)

pembuatan kompos dengan metode Takakura;

(2) Fokus Group Disscusion (FGD) antara

pemerintah desa, perwakilan masyarakat, LSM

dan akademisi dalam upaya mencarikan solusi

lokasional atas keberdaaan TPA di wilayah

Desa Panji Anom.

Menurut

Reksosoebroto

(1990),

bahwa

penanganan

sampah

yang

baik

akan

memberikan

manfaat

yang

besar

bagi

kehidupan manusia dan lingkungan. Manfaat

lain penanganan sampah yang baik adalah

menurunkan 90% angka kehidupan lalat

menurunkan 90% angka kehidupan tikus

menurunkan 30% angka kehidupan nyamuk,

menurunkan 70% angka kerusakan jembatan

dan menurunkan 90% angka kerusakan pipa

bangunan.

Wasito

(1970)

mengemukakan

bahwa

pelaksanaan pengelolaan sampah meliputi

beberapa phase penyelenggaraan, dan pada

phase pembuangan akhir terdiri dari beberapa

macam metode, yaitu: (1) Phase penyediaan

atau

phase

penampungan

(2)

Phase

pengumpulan dan pengangkutan; (3) Phase

pembuangan.

Selanjutnya Hadiwiyoto (1983) menyatakan

bahwa sampah adalah sisa-sisa bahan yang

telah mengalami perlakuan baik karena telah

diambil

bagian

utamanya

atau

karena

pengolahan dan sudah tidak bermanfaat

sedangkan jika ditinjau dari sosial ekonomi

sudah tidak ada harganya dan dari segi

lingkungan dapat menyebabkan pencemaran

atau gangguan kelestarian.

Menurut Murtadho (1988), sampah organik

meliputi sampah semi basah berupa

bahan-bahan organik yang umumnya berasal dari

sektor pertanian dan makanan misalnya sisa

dapur sisa makanan, sampah sayuran dan kulit

buah, yang kesemuanya mudah membusuk.

Sampah Anorganik meliputi sampah yang

tidak dapat membusuk, yang berasal dari

produk industri seperti plastik, karet, kaca dan

lain sejenisnya.

Menurut Hadiwiyoto (1983), bahwa kuantitas

dan kualitas sampah sangat dipengaruhi oleh

berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat.

Beberapa faktor penting yang mempengaruhi

produksi sampah, yaitu: (1) Jumlah penduduk

semakin banyak jumlah penduduk maka

semakin banyak pula produksi sampahnya, hal

ini

berpacu

dengan

laju

pertambahan

penduduk; (2) Keadaan sosial ekonomi,

semakin tinggi sosial ekonomi masyarakat

maka semakin banyak sampah yang diproduksi

yang biasanya bersifat sampah tidak dapat

membusuk dan hal ini tergantung bahan yang

tersedia, peraturan yang berlaku juga

kesadaran

masyarakat;

(3)

Kemajuan

teknologi, kemajuan teknologi akan menambah

jumlah maupun kualitas sampah karena

pemakaian bahan baku yang semakin beragam,

cara pengepakan dan produk manufaktur yang

semakin beragam pula.

Menurut Wasito (1970), bahwa kualitas

sampah kota dilihat dari komposisinya terdiri

dari serat kasar (41- 61% ), lemak (3-9%), abu

(4-20%), air (30-60%), ammonia (0,5-1,4 mg/g

sampah) senyawa nitrogen organik (4,8-14

mg/g sampah) total nitrogen (7-17 mg/g

sampah) protein (3,1-9,3%) dan pH (5-8).

Tujuan program P2M ini adalah untuk

meningkatkan kemampuan mandiri masyarakat

didalam mengolah sampah rumah tangga

organik, serta memberikan pemecahan masalah

terkait lokasional Tempat Pembuangan Akhir

(TPA) sampah di Desa Panji Anom.

Mengacu pada tujuan kegiatan, adapun

rancangan luaran dari P2M terdapat beberapa

aspek yang disasar, diantaranya meliputi: (1)

terciptanya kemampuan mandiri masyarakat

didalam mengolah sampah organik; (2)

diperolehnya

solusi

lokasional

Tempat

Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Desa

Panji

Anom;

(3)

artikel

ilmiah

yang

dipublikasikan yang diseminarkan dalam

forum ilmiah berskala nasional.

METODE

Kegiatan

pengabdian

pada

masyarakat

menyasar kepada masyarakat desa dan aparatur

Desa Panji Anom, dengan harapan mampu

(3)

mendorong kepedulian masyarakat untuk

mengolah sampah mulai dari rumah tangganya

masing-masing.

Untuk

mendorong

maksimalisasi

keberhasilan

program

pengabdian masyarakat ini maka dilaksanakan

dalam beberapa tahapan dan kategori kegiatan.

Tahapan pertama, peningkatan meningkatkan

kemampuan mandiri masyarakat didalam

mengolah sampah rumah tangga organik

melalui kegiatan pelatihan dan pendampingan

pemilahan sampah dan pembuatan kompos

dengan metode takakura.

Tahapan kedua, pemecahan masalah terkait

lokasional Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

sampah di Desa Panji Anom. Dalam hal ini tim

pengabdi mengupayakan mencarikan solusi

lokasional TPA dengan kajian teknis melalui

pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG)

menggunakan

perangkat

lunak

ArcGIS.

Penentuan lokasi TPA dilakukan melalui tiga

tahap penilaian. Penilaian tahap pertama

dilakukan dengan metode binary untuk

menentukan zone layak atau tidak layak

sebagai lokasi TPA berdasarkan delapan

kriteria penilaian kelayakan regional. Pada

lahan yang memenuhi kriteria penilaian diberi

nilai 1 dan lahan yang tidak memenuhi kriteria

penilaian diberi nilai 0. Sehingga zone layak

TPA ditetapkan apabila nilai lahan mencapai

jumlah maksimal (delapan). Penilaian tahap

kedua dilakukan dengan metode Analytical

Hierarchy Process (AHP) dan Weighted

Linear Combination (WLC) untuk menentukan

tingkat kesesuaian lahan dari beberapa

alternatif lokasi yang telah diperoleh pada

penilaian tahap pertama berdasarkan tujuh

kriteria penilaian kelayakan penyisih. AHP

digunakan untuk menentukan bobot dan nilai

dari masing- masing kriteria penilaian,

sedangkan WLC digunakan untuk operasi

perhitungan nilai kesesuaian sebagai lokasi

TPA. Pada akhir tahap ini akan ditempuh

melalui Focus Group Discussion (FGD)

melibatkan

aparatur

desa,

perwakilan

masyarakat,

akademisi,

serta

Lembaga

Swadaya Masyarakat ataupun Kelompok

Swadaya Masyarakat (KSM) yang telah

menerapkan upaya pengelolaan sampah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan pengabdian pada masyarakat

Penerapa IPTEKS sampai bulan September

telah terlaksana 70% dari total keseluruhan

kegiatan yang direncanakan yang meliputi

tahap

sosialisasi,

perijinan,

diskusi

pendahuluan

dan

perencanaan

program,

Penyuluhan dan Pelatihan pembuatan kompos

metode Takakura, Focus Group Discusion

(FGD), dan Klarifikasi Hasil. Tahapan

kegiatan pengabdian dilakukan berdasarkan

analisis situasi mitra untuk berkumpul bersama

menerima

tahapan

kegiatan

baik

oleh

narasumber maupun oleh tim pelaksana.

Sebelum kegiatan pengabdian dilaksanakan

sebelumnya telah dilakukan penentuan lokasi

pelatihan dan pendampingan berdasarkan

kalender kerja dan kesepakatan tim pelaksana

dengan mitra sehingga sehingga pelaksanaan

kegiatan dapat berjalan efektif mengingat

kalangan peserta yang disasar dalam pelatihan

pengolahan sampah organic dengan metode

Takakura Sebagian besar adalah kalangan semi

produktif dari Kelompok Wanita Tani (KWT),

Penggerak Program Kesejahteraan Keluarga

(PKK) Desa, serta pengelola Badan Usaha

Milik Desa (BUMDes).

Pada dasarnya kegiatan P2M ini ditujukan

mengintegrasikan

program

3R

yang

dicanangkan

dalam

konteks

pengelolaan

sampah,

yaitu:

Pengurangan

(Reduce),

Penggunaan Kembali (Reuse), dan Pendaur

ulangan (Recycle) terhadap sampah rumah

tangga. Sehingga pengelolaan sampah dapat

sedini mungkin dimulai dari lingkungan rumah

tangga

sebagai

penghasil

sampah.

Pengurangan melalui pemanfaatan sampah

organic sebagai bahan baku kompos padat

ataupun cair. Penggunaan kembali melalui

pemanfaatan kembali barang bekas agar dapat

dimanfaatkan sebagai barang bernilai guna.

Pendaur ulangan dilakukan sebagai fase akhir

dengan jumlah maksimal 30% dari residu

(4)

sampah awal yang bersumber dari rumah

tangga dalam bentuk pengelompokan serta

pendistribusian sampah yang dapat didaur

ulang oleh sektor industri.

1. Pelatihan dan pendampingan pemilahan

sampah dan pembuatan kompos dengan

metode takakura

Pada tahapan kegiatan ini tim pelaksana

mengadakan kegiatan sosialisasi, focus grup

discussion, dan perencanaan yang ditujukan

kepada

kelompok

mitra

agar

terjadi

penyamaan

persepsi

terhadap

pemetaan

partisipatif

dan

identifikasi

masalah.

Kelompok mitra mengikutsertakan 20 orang

anggotanya ke dalam pelatihan ini (Gambar 1).

Dalam kegiatan pelatihan ini para peserta dari

kalangan Kelompok Wanita Tani (KWT),

Penggerak Program Kesejahteraan Keluarga

(PKK) Desa, serta pengelola Badan Usaha

Milik Desa (BUMDes) nampak antusias

dengan materi yang tim berikan, karena selama

ini telah banyak cara yang ditempuh dalam

upaya mencarikan pola pengelolaan sampah

rumah tangga. Dimana selama ini pengelolaan

sampah yang diterapkan murni sepenuhnya

berupa aktivitas pengangkutan (dumping)

secara swadaya dengan bantuan BUMDes

Panji Anom yang saat ini turut mengelola

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah

dengan cara mencarikan areal lahan dengan

metode kontrak sebagai penampungan sampah

sementara local desa.

Pengolahan

sampah

metode

“Takakura”

merupakan metode yang diperkenalkan oleh

Mr. Takakura yang berasal dari Jepang, pada

pelatihan pengolahan sampah organik di Pusat

Kota Surabaya. Prinsip kerja pada proses

komposisasi

adalah

fermentasi

(bukan

pembusukan), yaitu penguraian yang dilakukan

melalui aktivitas mikroba butuh oksigen

(aerob) dan tidak butuh oksigen (anaerob).

Sehingga hasilnya tidak berbau tengik dan

mengeluarkan air lindi.

Adapun alat dan bahan dari metode kegiatan

ini, antara lain:

a. Keranjang/wadah berlubang

Berfungsi untuk menjaga sirkulasi udara pada

kompos. Dapat terbuat dari ember tau kaleng

yang dilubangi, keranjang cucian yang

berlubang, serta bambu yang bersusun.

b. Bantalan

Berfungsi untuk menjaga kelembaban kompos.

Bantalan dapat terbuat dari jarring plastik,

jaring paranet, atau kain yang diisi serabut

kelapa, sekam, atau kain perca. Bantalan

diletakkan pada bagian alas da atau keranjang.

c. Kardus pelapis

Berfungsi

sebagai

pengatur

kelembaban

kompos dengan cara menyerap kelembaban

air, serta menjaga agar kompos tidak keluar

dari keranjang.

d. Pengaduk

Merupakan alat yang digunakan untuk

mengaduk kompos agar oksigen dapat masuk

ke dalam bahan kompos. Pengaduk dapat

dibuaut dari pipa, kayu atau besi dengan tinggi

batang

pengaduk

menyesuaikan

tinggi

keranjang.

e. Biang kompos

Yaitu kompos setengah jadi yang mengandung

mikroba, berfungsi sebagai pemicu fermentasi

sehingga terjadi komposisasi. Jumlah starter

yang dibutuhkan yaitu ½ dari waktu maksimal

pada keranjang.

(5)

Gambar 1. Sosialisasi, perijinan, diskusi pendahuluan

serta perencanaan program

Sumber: dokumentasi

Proses pengomposan sampah organik secara

alami digunakan oleh mikroba yang terdiri dari

bakteri, jamur, dan ragi, serta berbagai jenis

hewan kecil yang hidup di tanah.

Dimana bahan organik apabila ditambahkan

oksigen dalam media semi tertutup, maka akan

menghasilkan kompos beserta Karbondioksida

dan panas akibat fermentasi. Bahan baku yang

dibutuhkan terdiri dari bahan yang kaya Carbon

(C) sebagai sumber energi bagi mikroba dan

Nitrogen (N) untuk mendukung mikroba

tumbuh dan berkembang biak. Kategori sampah

coklat sebagai bahan baku sumber C antara lain

dapat berupa: daun kering, rumput kering,

serbuk gergaji, sekam padi, kertas, kulit jagung

kering, jerami, tangkai sayuran. Kategori

sampah hijau (bahan baku sumber N) antara

lain dapat berupa: sayuran, buah-buahan,

potongan rumput segar, sampah dapur, bubuk

teh/kopi, kulit telur, pupuk kandang, dan kulit

buah. Bahan baku sumber C memiliki bentuk

yang kering, kasar atau berserat dan berwarna

coklat. Sedangkan bahan baku sumber N

umumnya

mengandung

banyak

air

dan

berwarna hijau. Perbandingan ideal sampah

coklat dan sampah hijau adalah 1:2 atau dapat

disesuaikan dengan kondisi bahan kompos.

Terlalu

banyak

sampah

hijau

akan

menyebabkan kompos lebih basah sehingga

memicu

proses

pembusukan.

Akibatnya,

kompos akan menghasilkan air lindi dan berbau

tengik.

Terlalu

banyak

sampah

kering

menyebabkan sampah terlalu kering, sehingga

proses pengomposan akan berlangsung lama

bahkan akan terhenti.

Prosedur Teknik pengomposan dengan

menggunakan

metode

Takakura

dapat

dijelaskan sebagai berikut:

a. Sediakan alat dan bahan yang dibutuhkan.

Letakkan bahan sebagai alas dan kardus

sebagai pelapis keranjang.

b. Masukkan biang (starter) kompos sebagai

biang kurang lebih hingga 5 cm di atas

permukaan tatakan alas.

c. Masukkan sampah coklat dan sampah hijau

dengan

perbandingan

1:2

ke

dalam

keranjang yang berisi biang kompos.

Kemudian aduk hingga rata.

d. Baik sampah coklat maupun sampah hijau

yang akan dimasukkan, sebaiknya sampah

dicacah terlebih dahulu agayr proses

pengomposan berlangsung lebih cepat.

e. Sampah hijau berasal dari makanan sisa

yang mengandung minyak atau lemak

sebaiknya dicuci terlebih dahulu sebelum

dimasukkan ke dalam keranjang.

(6)

f. Proses pengomposan dapat dipercepat

dengan menambahkan bekatul atau dedak.

Bahan tersebut berfungsi sebagai suplemen

yang akan meningkatkan aktivitas mikroba.

g. Proses pematangan berlangsung selama 7-10

hari, diaduk setiap 2-3 hari sekali.

h. Sebelum sampah dimasukkan, adonan

kompos yang lama diaduk terlebih dahulu

untuk menjaga ketersediaan oksigen di

bagian bawah.

i. Jika keranjang telah penuh, adonan kompos

dapat dipindahkan ke keranjang yang lebih

berat.

j. Proses pengomposan berjalan apabila

adonan kompos hangat jika dipegang serta

keluar uap jika diaduk. Seteleh kompos

diaduk, barulah alas diletakkan Kembali,

sebelum keranjang ditutup.

k. Kompos

yang

sudah

jadi,

diayak

menggunakan ayakan kawat berukuran 0,5

cm, kompos halus dapat digunakan sebagai

pupuk.

Sedangkan,

kompos

kasar

dikembalikan ke dalam keranjang untuk

digunakan sebagai biang kompos.

2. Fokus Group Disscusion (FGD) antara

pemerintah desa, perwakilan masyarakat,

LSM

dan

akademisi

dalam

upaya

mencarikan

solusi

lokasional

atas

keberadaaan TPA di wilayah Desa Panji

Anom melalui kajian teknis tim pengabdi.

Tahapan kedua kegiatan pengabdian pada

masyarakat ini yaitu pemecahan masalah terkait

lokasional Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

sampah di Desa Panji Anom. Dalam hal ini tim

pengabdi rencana awalnya mengupayakan

mencarikan solusi lokasional TPA dengan

kajian teknis melalui pendekatan Sistem

Informasi

Geografis

(SIG)

menggunakan

perangkat lunak ArcGIS. Namun, bersamaan

dengan dimulainya kegiatan Pengabdian kepada

masyarakat ini pemerintah Desa Panji Anom

telah menetapkan lokasi TPA untuk lingkup

desanya pada sebidang lahan yang berstatus

sewa kontrak guna pakai. Dengan demikian,

upaya pemilihan lokasi tidaklah menjadi

prioritas,

sehingga

pelaksana

pengabdian

beralih

dengan

menempuh

agar

dapat

menyentuh membangun kelembagan BUmDes

selaku pengelola aktivitas pengelolaan sampah

di Desa Panji Anom melalui Focus Group

Discussion (FGD) melibatkan aparatur desa,

perwakilan

masyarakat,

akademisi,

serta

Lembaga Swadaya Masyarakat serta Kelompok

Swadaya Masyarakat (KSM) yang telah

menerapkan upaya pengelolaan sampah.

Pada kesempatan FGD ini, pelaksana

kegiatan P2M mengikutsertakan 2 orang

narasumber, diantaranya: Bapak Dr. Dewa

Made Atmaja, M.Si selaku pakar ilmu

lingkungan

dari

Universitas

Pendidikan

Ganesha yang memaparkan materi umum

mengenai penggolongan sampah rumah tangga;

serta Sdr. Made Kusuma Jaya, S.KM selaku

Pengelola BumDes Desa Bangli, Baturiti,

Kabupaten

Tabanan

sekaligus

penggiat

pengelolaan sampah dari Madefficient, Tabanan

yang

memaparkan

kiat-kiat

pengelolaan

sampah skala desa secara swakelola.

Beberapa hal diantaranya yang menjadi

penekanan dalam kegiatan FGD pada tanggal 9

September 2020 ini antara lain:

a. Sesuai dengan ketentuan UU Lingkungan

Hidup, sebenarnya tidak dibenarkan skala

pemerintahan desa mengalokasikan kegiatan

untuk pengelolaan Tempat Pembuangan

Akhir (TPA) sampah karena tidak diatur

dalam Rencana Tata Ruang Kabupaten

(RTRK) ataupun Rencana Detail Tata Ruang

(RDTR), namun lebih baik diarahkan

kepada pengelolaan Tempat Pembuangan

Sementara Terpadu (TPS-T) sampah secara

swakelola di lingkup Desa Panji Anom.

b. Menyarankan kepada pemerintah Desa Panji

Anom agar mengalihkan istilah dan aktivitas

pengelolaan sampah di desanya dalam

konteks pengelolaan sampah terpadu dengan

meminimalkan (reduksi) sampah residu

yang

tidak

terpakai

dengan

cara

menggiatkan pengolahan sampah organik di

lingkup rumah tangga, kelompok wanita tani

(KWT) dan PKK sehingga mereduksi

sampah

organik,

bahkan

dapat

pula

(7)

memperoleh nilai tambah berupa produksi

pupuk kompos organik padat.

c. Menyarankan kepada pemerintah Desa Panji

Anom agar melakukan pendaur ulangan

terhadap kategori sampah plastik yang dapat

didaur ulang dengan bekerja sama dengan

unit usaha swasta yang bergerak di bidang

terkait.

d. Fase terakhir, meminimalkan residu sampah

yang

terangkut

melalui

aktivitas

pengangkutan sampah (dumping) dengan

cara pembakaran dengan menggunakan alat

combusting atau incinerator terpadu untuk

pemusnahan residu sampah. Hal ini dapat

dilakukan

dengan

cara

menggandeng

penggiat usaha yang menyediakan alat-alat

utama pengelolaan sampah yang beberapa

diantaranya tergabung dalam komunitas

pengusaha lokal Bali.

e. Menyarankan peninjauan kembali kelayakan

TPS-T di Desa Panji Anom ditinjau dari

jarak dari lokasi permukiman, kemiringan

lereng, dan status kepemilikan lahan.

f. Menyarakan pengelolaan sampah desa ini

sebagai bentuk usaha yang dapat dikelola

oleh BUMDes melalui retribusi sampah,

produksi kompos, dan aktivitas daur ulang.

SIMPULAN

Pengelolaan sampah dapat ditempuh melalui

upaya meminimalkan kuantitas sampah organik

rumah tangga dalam bentuk pengolahan

menjadi kompos salah satunya dengan metode

Takakura; serta melalui upaya penguatan

kelembagaan BUMDes terutama pada aspek

mekanisasi Tempat Pembuangan Sampah

Terpadu (TPST) lingkup desa.

DAFTAR RUJUKAN

Azwar A, 1995. Pengantar Ilmu Kesehatan

Lingkungan, PT. Mutiara sumber Widya,

Jakarta.

Hadiwiyoto,

S.

1983.

Penanganan

dan

Pemanfaatan Sampah. Yayasan Idayu.

Jakarta.

Hidayat,(2005),

Seri

Panduan

Pemetaan

Partisipatif No. 2 - Mengenalkan

Pemetaan Partisipatif,Garis Pergerakan,

Bandung.

Kusworo, Hendrie Adjie. 2000. Pembangunan

Pariwisata

Berkelanjutan:

Peluang

Pengusaha

Kecil

dan

Menengah

Memanfaatkan

Kecenderungan

Baru

Pariwisata

Internasional.

Lembaga

Penelitian Universitas Gadjah Mada.

Murtadho, D dan Said, E.G. 1988. Penanganan

Pemanfaatan Limbah Padat. Jakarta:

Sarana Perkasan.

Prihandito, Aryono. 1998. “Kartografi”. Mitra

Gama Widya, Yogyakarta.

Reksosoebroto, S. 1990. Hygiene dan Sanitasi.

APK-TS. Jakarta

Romadan, Hery. 2000. Panduan Sederhana

Pemetaan Oleh Masyarakat. Lembaga

Pengembangan

Lingkungan

dan

Sumberdaya Manusia (PLASMA).

Soemirat,

J.

2000. Kesehatan

Lingkungan. Yogyakarta Gadjah Mada

University Press.

Sudarso. 1985. Pembuangan Sampah, Proyek

Pengemangan

Pendidikan

Tenaga

Sanitasi Pusat-Pusat Pendidikan Tenaga

Kesehatan, Departemen Kesehatan.

Wasito, Sidik.1970. Sanitasi Pembuangan

Sampah, Jakarta.

Romadan, Hery. 2000. Panduan Sederhana

Pemetaan Oleh Masyarakat. Lembaga

Pengembangan

Lingkungan

dan

Gambar

Gambar 1. Sosialisasi, perijinan, diskusi pendahuluan                     serta perencanaan program

Referensi

Dokumen terkait

Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 cabang Bengkulu tahun 2013- 2015 dianalisis dengan rasio keuangan asuransi kerugian yang meliputi rasio solvabilitas, rasio beban klaim, rasio

Berlandaskan keinginan untuk mengubah kawasan untuk menjadi kawasan yang lebih berprospek dengan penambahan pilihan dalam housing dan juga moda transportasi, maka

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti berdasarkan peluang dan partisipasi perempuan dalam kebutuhan dan layanan kesehatan reproduksi yang akan

Surat-surat pendek adalah surat-surat yang ada di dalam al quran yang memiliki jumlah ayar relatif sedikit dan ayatnya singkat-singkat atau pendek-pendek (Rahmawati

Perubahan yang mengarah pada kemajuan yang berasal dari Belanda, mulai diperkenalkan kepada masyarakat Tobelo dengan tujuan agar hubungan baik masyarakat Tobelo dengan pihak

Pada sekitar tahun 695 M,, di Ibukota Kerajaan Sriwijaya hidup lebih dari 1000 orang biksu dengan tugas keagamaan dan mempelajari agama Budha melalui berbagai buku yang tentu

Sejauh yang penulis teliti dari ketiga skripsi diatas terjadi perbedaan antara karya yang penulis buat dengan ketiga skripsi tersebut, letak perbedaannya yaitu terdapat pada

Perbedaan insang ikan mas pada kontrol dengan insang yang telah diberikan bahan toksik terlihat dari warnanya, pada insang kontrol terlihat insang berwarna