• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Pada bagian ini akan dipaparkan latar belakang masalah serta research gap baik theoritical gap maupun empirical gap yang mendasari dilakukannya penelitian ini. Theoritical gap menunjukkan kesenjangan hasil-hasil riset sebelumnya yang berkaitan dengan perbedaan teori yang digunakan, variabel yang diuji, serta nisbah antar variabel dalam model penelitian. Sedangkan empirical gap adalah senjang hasil penelitian karena setting (area studi) yang berbeda. Berdasarkan gap riset tersebut maka permasalahan dan tujuan penelitian dirumuskan. Selain itu, akan dijelaskan juga lingkup dan manfaat hasil penelitian.

1.1 Latar Belakang Masalah

Orientasi pasar (market orientation) merupakan falsafah pemasaran yang berpandangan bahwa pada dasarnya tugas pemasar adalah memuaskan pelanggan atau klien. Dengan demikian pemasar harus memahami dengan baik apa yang dibutuhkan dan diinginkan pelanggannya. Semua kegiatan organisasi yang berorientasi pasar seluruh kegiatan organisasinya digerakkan oleh pelanggan. Kegiatan organisasi merupakan respon terhadap apa yang diinginkan pelanggan (Kohli dan Jaworski, 1990; Kotler dan Keller, 2014). Hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan hanya bisa diwujudkan jika organisasi dapat memahami dengan baik konsumen sasarannya dan mampu memenuhi kebutuhan dan keinginannya di waktu sekarang maupun yang akan datang. Organisasi yang memfokuskan upayanya pada pasar dikatakan sebagai organisasi yang berorientasi pasar.

Orientasi pasar dipandang memiliki relevansi terhadap kinerja organisasi sehingga diterima sebagai konsep lintas bidang. Orientasi pasar dihipotesiskan sebagai faktor yang menentukan (anteseden) kinerja organisasi dan diduga memiliki konstribusi bagi kesuksesan organisasi dalam jangka panjang. Baik akademisi maupun praktisi memiliki pandangan bahwa orientasi pasar merupakan falsafah pemasaran yang menekankan pentingnya untuk memahami dan memenuhi kebutuhan pelanggan saat ini maupun di waktu yang akan datang. Pandangan ini menyiratkan makna bahwa agar tetap memiliki keunggulan bersaing, organisasi harus mampu memahami dan memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan yang terus mengalami perubahan seiring dengan berbagai perubahan yang terjadi di lingkungannya. Organisasi yang berorientasi

(2)

pasar secara terus menerus berusaha untuk menyesuaikan sumber-sumber baik yang dimiliki maupun yang bisa dijangkau dari pihak lain dalam rangka mencapai tujuan organisasi (Yorke, 2001).

Sebagai bentuk penerapan konsep pemasaran, orientasi pasar telah didefinisikan dengan berbagai pandangan yang berbeda. Zebal dan Goodwin (2011) menyimpulkan bahwa ada tiga perspektif yang mendominasi pengertian orientasi pasar. Ketiga perspektif tersebut adalah perspektif keperilakuan (behavioral) dari Kohli dan Jaworski (1990), perspektif budaya dari Narver dan Slater (1990) dan perspektif integrasi atau penggabungan dari Homburg dan Pflesser (2000), Cervera et al., (2001) menyatakan bahwa beberapa definisi orientasi pasar diajukan dengan sejumlah penekanan yang berbeda meliputi filosofi, budaya, komponen keperilakuan, atau unsur strategik. Perbedaan definisi orientasi pasar ini cenderung disebabkan adanya penekanan atau fokus yang berbeda untuk realitas yang sebenarnya sama.

Studi tentang orientasi pasar mulai berkembang semenjak munculnya dua tulisan serupa dari Kohli dan Jaworski (1990) dan Narver dan Slater (1990). Dua tulisan ini secara umum diterima sebagai pendahulu dalam studi mengenai orientasi pasar. Studi dalam area ini diawali dengan klarifikasi konstruk orientasi pasar (Narver dan Slater, 1990; Kohli dan Jaworski, 1990; Day, 1994; Jaworski dan Kohli, 1996). Selanjutnya diikuti dengan penelitian yang berkaitan dengan isu-isu tentang pengukuran orientasi pasar (Narver dan Slater, 1990; Kohli, Jaworski, dan Kumar, 1993; Deshpande dan Farley, 1998; Homburg dan Pflesser, 2000; Ward, Girardi, dan Lewandwska, 2006 ). Pada tahap berikutnya muncul sejumlah studi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi (anteseden) orientasi pasar dan dampak (konsekuensi) diterapkannya orientasi pasar dalam organisasai (Kohli, Jaworski, dan Kumar, 1993; Slater dan Narver, 1994; Green Jr. et.al.,2005). Pada dekade selanjutnya penelitian tentang orientasi pasar lebih banyak mengkaji relevansi orientasi pasar pada setting studi yang lebih luas dan beragam. serta menggunakan pendekatan analisis meta untuk melakukan simpulan empiris yang lebih luas tentang temuan studi pada berbagai negara (Kirca, Jayachandran, dan Bearden, 2005; Ellis, 2006)

Konsep orientasi pasar menjadi kajian yang menarik karena diyakini memiliki pengaruh positif terhadap kinerja organisasi. Hubungan positif orientasi pasar dan kinerja organisasi. pada awal perkembangan studi (dekade 1990), ditemukan pada area studi di negara barat, namun hubungan tersebut kurang kuat bahkan tidak signifikan pada area studi di negara timur (Jaworski dan Kohli, 1993; Bhuian, 1997; Cano, Carrillat, dan Jaramillo, 2004). Dalam beberapa studi

(3)

selanjutnya dampak orientasi pasar terhadap kinerja terdukung secara empiris pada berbagai area studi (Vieira, 2010). Penelitian orientasi pasar telah dilakukan pada banyak area meliputi perusahaan pabrikan maupun jasa (Cadogan dan Diamantopoulos, 1995; Caruana dan Ewing, 1997; Cervera, 2000; Kara, et al., 2005) pada perusahaan dengan skala besar maupun skala kecil (Chang dan Chen, 1998; Caruana, Ramaseshan, dan Ewing, 1998; Verhees dan Meulenberg, 2004) pada level industri maupun organisasi (Vàzquez, Santos, Àlvarez, 2001; Qu dan Ennew, 2003; Sittimalakorn dan Hart, 2004; Kirca, Jayachandran, dan Bearden, 2005), pada organisasi di negara dengan perekonomian yang sudah maju (Ellis, 2006; Carr dan Lopez, 2007) maupun yang sedang berkembang (Soehadi dan Tagg, 2001; Arumugam, Guptan, dan Shanmugam, 2011; Lagat, Frankwick, dan Sulo, 2015); pada organisasi yang berorientasi profit (Narver dan Slater, 1990; Kara, Spillan, dan DeShield Jr., 2005) maupun nonprofit (Hurley dan Hult, 1998; Megicks dan Warnaby, 2008); pada pelayanan publik (Cervera et al., 2001; Dwairi, Akour, dan Sayyer, 2012) maupun pada sektor privat (Kohli dan Jaworski, 1993; Kuada dan Buatsi, 2005); bahkan pada berbagai negara baik negara barat maupun negara timur (Vieira, 2010; Zebal dan Goodwin, 2011). Pengaruh orientasi pasar terhadap kinerja juga teridentifikasi pada organisasi gereja (White dan Simas, 2008) dan juga pada universitas (Hammond, Webster, dan Harmon, 2006; Akonkwa, 2013). Analisis meta dan mega yang dilakukan terhadap sejumlah studi menunjukkan bahwa hubungan antara orientasi pasar dan kinerja bisnis adalah positif, kuat dan konsisten secara internasional (Vieira, 2010). Dapat disimpulkan bahwa orientasi pasar dan kinerja memiliki hubungan yang tangguh (robust).

Literatur yang ada menunjukkan bahwa studi tentang orientasi pasar lebih banyak dilakukan di negara maju, sedangkan studi yang dilakukan di negara berkembang jumlahnya relatif terbatas (Qu dan Ennew, 2005; Kuada dan Buatsi, 2005; Anwar. 2008). Dalam upaya menginvestigasi ketangguhan rerangka konsep dan analisis serta generalisasi hasil studi. beberapa peneliti merekomendasikan untuk dilakukan studi tentang orientasi pasar pada area studi yang berbeda dan spesifik (Narver dan Slater, 1990; Jaworski dan Kohli, 1993; Homburg dan Pflesser, 2000; Agarwal, Erramilli, dan Dev, 2003; Kara, Spillan, dan DeShields, Jr., 2004; Ward, Girardi, dan Lewandwska, 2006; Brettel et al., 2008). Bahkan beberapa akademisi menyarankan dilakukannya studi yang dapat menguji ketangguhan rerangka konseptual dan analisis. dengan melakukan replikasi studi pada konteks negara yang sedang berkembang (Kuada dan Buatsi, 2005).

(4)

Rerangka konseptual tentang orientasi pasar yang dikembangkan Kohli dan Jaworski (1990) dan Narver dan Slater (1990), telah dirujuk oleh sejumlah peneliti. Namun hasil penelitian belum menunjukkan temuan yang konklusif. Berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi (anteseden) orientasi pasar. Green Jr. et al. (2005) menunjukkan bukti empiris yang tidak mendukung proposisi bahwa struktur organisasi berpengaruh pada orientasi pasar. Jaworski dan Kohli (1993) dalam studi empirisnya juga tidak mendapatkan bukti yang kuat atas pengaruh struktur organisasi terhadap orientasi pasar. Temuan ini didukung oleh sejumlah temuan studi yang lain. bahwa beberapa faktor yang terkait dengan struktur organisasi (antara lain formalisasi, sentralisasi, departementalisasi) tidak berpengaruh terhadap orientasi pasar (Caruana dan Ewing, 1997; Kirca, Jayachandran, dan Bearden, 2005; Dwairi, Akour, dan Sayyer, 2012). Komitmen organisasi sebagai salah satu variabel konsekuensi orientasi pasar dalam model yang diajukan oleh Kohli dan Jaworski (1990). terdukung signifikan (Kirca, Jayacandran, dan Bearden, 2005), namun studi lain menunjukkan bahwa komitmen organisasi signifikan sebagai anteseden orientasi pasar (Sivaramakrishnan et al., 2008). Studi yang dilakukan pada sejumlah perusahaan di Ghana menunjukkan bahwa rerangka konsep Jaworski dan Kohli (1993) terbukti tangguh (robust). namun ada perbedaan interpretasi terhadap konstruk-konstruk pendukung yang ada dalam rerangka aslinya (Buatsi dan Kuada, 2005).

Penelitian tentang orientasi pasar pada manajemen publik sangat direkomendasikan (Cervera et al., 2001). Para Peneliti dalam bidang pemasaran menyatakan bahwa perlu terus diupayakan perluasan konstruk pemasaran pada area-area studi yang baru. Saat ini. studi tentang orientasi pasar pada area organisasi publik khususnya instansi pemerintah daerah sangat jarang dilakukan. Organisasi publik dewasa ini dituntut untuk berorientasi pasar. Hal ini juga diusulkan oleh Osborne dan Gaebler dalam bukunya Reinventing Government (1992). bahwa sebaiknya pemerintah berorientasi pada pasar (Muluk, 2006). Kondisi ini. menyiratkan dibutuhkannya rerangka teoritis serta analisis-analisis empiris berkaitan dengan orientasi pasar pada instansi pemerintah. Penjelasan tentang faktor-faktor yang mendukung orientasi pasar serta konsekuensi penerapan orientasi pasar dalam manajemen publik akan lebih baik jika dijelaskan melalui suatu penelitian tentang dinamika konstruk orientasi pasar.

Studi pendahuluan telah dilakukan oleh peneliti (2009) pada instansi pemerintah kabupaten Sleman. Unit analisis dalam studi pendahuluan ini adalah semua Satuan Kerja Perangkat Daerah

(5)

(SKPD) beserta sub-sub bagian dalam setiap SKPD di kabupaten Sleman. Studi ini menguji model hubungan anteseden-orientasi pasar-kinerja dari Jaworski dan Kohli (1993). Hasil studi menunjukkan bahwa instansi pemerintah kabupaten Sleman sudah mengadopsi konsep orientasi pasar yang ditunjukkan skor rata-rata dari dimensi-dimensi orientasi pasar berada pada rentang skor lebih besar dari tiga. Ada tiga kelompok variabel anteseden dalam model yang diuji. meliputi aspek manajemen puncak (penekanan terhadap berorientasi pasar dan penghindaran risiko), aspek dinamika organisasi (keterkaitan antar bagian dan konflik), dan aspek sistem organisasional (formalisasi, desentralisasi, departementalisasi, dan sistem pemberian penghargaan). Hasil studi menunjukkan bahwa tidak semua variabel terdukung sebagai anteseden orientasi pasar. Variabel anteseden orientasi pasar yang terdukung signifikan meliputi variabel penghindaran risiko manajemen puncak (top management risk aversion), konflik dan keterkaitan antar bagian (conflict dan connectedness) dalam organisasi, dan sistem pemberian penghargaan (reward system). Variabel penekanan manajemen puncak terhadap berorientasi pasar (top management emphasis), yang dipandang tangguh sebagai anteseden orientasi pasar pada sebagian besar studi, justru tidak terdukung pada area studi instansi pemerintah daerah kabupaten Sleman. Temuan menarik lain adalah bahwa semua variabel pemoderasi meliputi turbulensi lingkungan, turbulensi teknologi, dan intensitas bersaing tidak mendapat dukungan empirik. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sebagian besar studi pada sektor publik dan berorientasi non-profit mengabaikan orientasi bersaing sebagai aspek dari orientasi pasar karena pesaing dipandang tidak ada dalam pasar publik (Cervera et al., 2001). Temuan ini sejalan dengan temuan Jaworski dan Kohli (1993); Kirca, Jayachandran, dan Bearden (2005), dan Vieira (2010). Sejumlah temuan ini mendukung simpulan yang diambil oleh Kirca, Jayachandran, dan Bearden (2005), bahwa masih dibutuhkan adanya pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana pengaruh sejumlah faktor terhadap orientasi pasar yang bervariasi diantara konteks budaya dan organisasi yang berbeda.

Riset dalam domain orientasi pasar lebih banyak dikembangkan pada organisasi swasta dan berorientasi profit (Kohli dan Jaworski, 1993; Taleghani, Gilaninia, dan Talab, 2013; Lagat, Frankwick, dan Sulo, 2015). Hal ini memunculkan kesadaran perlu diperluasnya studi pada organisasi non-swasta dan berorientasi non profit. Perluasan studi sangat diperlukan dengan tujuan untuk memberikan justifikasi terhadap studi sebelumnya dan membangun relasi antar konstruk yang lebih tangguh. Oleh karena itu perlu dikembangkan fondasi untuk pengembangan

(6)

teori orientasi pasar secara sistematis. Semua tentu mengharapkan akan diperoleh makna yang jelas, pengembangan teori yang kaya tradisi, dan temuan empiris yang terkait dengan tubuh teori. Selain itu, literatur memberikan perhatian yg kurang pada faktor konteks yg kemungkinan menunjukkan bahwa orientasi pasar lebih cocok untuk bisnis tertentu. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menginvestigasi hubungan antara anteseden orientasi pasar. orientasi pasar, dan konsekuensi orientasi pasar pada instansi pemerintah daerah.

1.2 Perumusan Masalah

Studi ini dimaksudkan untuk mengisi gap penelitian baik gap teoritis maupun gap empiris. Oleh karena itu pada bagian ini akan dijelaskan gap teoritis maupun gap empiris berkaitan dengan domain studi orientasi pasar yang merupakan hasil telaah literatur yang ada.

1.2.1 Gap Teoritis

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa gap teoritis adalah kesenjangan hasil-hasil riset sebelumnya yang berkaitan dengan perbedaan teori yang digunakan, variabel yang diuji, serta nisbah antar variabel dalam model penelitian. Pada bagian ini penjelasan mengenai gap teoritis akan dibagi menjadi dua yaitu gap teoritis berkaitan dengan konsekuensi orientasi pasar dan anteseden orientasi pasar.

1.2.1.1 Gap teoritis konsekuensi orientasi pasar

Studi mengenai orientasi pasar menjadi menarik baik bagi akademisi maupun praktisi karena penerapan orientasi pasar pada organisasi dipandang akan membawa konsekuensi positif bagi organisasi. Dampak orientasi pasar pada organisasi yang utama diharapkan adalah pengaruhnya terhadap peningkatan kinerja organisasi secara keseluruhan. Jaworski dan Kohli (1993) dalam penelitian untuk melakukan pengujian empiris atas proposisi yang diajukan dalam studi sebelumnya (Kohli dan Jaworski, 1990) menunjukkan bahwa orientasi pasar berpengaruh terhadap kinerja organisasional secara keseluruhan dengan ukuran kinerja berdasar judgment pimpinan. Namun penelitian tersebut tidak memberikan dukungan empiris bahwa orientasi pasar berpengaruh terhadap market share perusahaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa orientasi pasar berpengaruh positif terhadap kinerja organisasional berdasar ukuran judmental. Selanjutnya Cano, Carrillat, dan Jaramillo (2004) dalam studi analisis meta terhadap hasil

(7)

penelitian di 23 negara dari 5 benua. memperlihatkan bahwa hubungan antara orientasi pasar dan kinerja bisnis. positif dan konsisten sedunia. Secara lebih rinci. hasil studi menunjukkan bahwa hubungan orientasi pasar lebih kuat pada perusahaan-perusahaan jasa dibanding pabrikan. Penelitian ini juga memperlihatkan bahwa pengaruh orientasi pasar lebih kuat pada perusahaan yang berorientasi non-profit dibanding yang berorientasi profit. Sejalan dengan temuan tersebut. Kara,Spillan, dan DeShields Jr. (2004) melakukan studi pada organisasi jasa non-profit di Amerika Serikat dan hasil studinya memberikan justifikasi bahwa orientasi pasar berpengaruh pada kinerja perusahaan jasa yang berorientasi non-profit. Jika dikaitkan dengan budaya negara berdasar kategorisasi Hofstede (1980), pengaruh orientasi pasar terhadap kinerja organisasi lebih kuat pada negara dengan budaya low power distance dan uncertainty avoidance. Temuan serupa juga ditunjukkan oleh Kirca, Jayachandran, dan Bearden (2005). Penelitian dilakukan dengan pendekatan analisis meta pada 114 sampel hasil penelitian yang diterbitkan sebelum tahun 2004 yang ada dalamdaftarABI/INFORM, Science Direct dan Wilson Busienss Abstract. Hasil studinya menunjukkan dukungan yang kuat bahwa orientasi pasar berpengaruh terhadap kinerja organisasi secara keseluruhan. Hasil studi ini juga menunjukkan bahwa hubungan antara orientasi pasar dengan kinerja organisasional lebih kuat pada setting perusahaan pabrikan dibanding jasa. baik berdasarkan ukuran revenue maupun berdasarkan ukuran biaya. Dengan demikian. temuan ini memberikan justifikasi pada studi Cano et al. (2004). Selanjutnya. dukungan pengaruh positif orientasi pasar terhadap kinerja organisasional dihasilkan oleh Kara, Spillan, dan DeShields, Jr, (2005) yang melakukan studi di negara Amerika Serikat (Maryland, NewYork, Pensylvania) terhadap 153 perusahaan kecil dan menengah. Dengan menggunakan analisis path hasil studi menunjukkan bahwa orientasi pasar berpengaruh kuat terhadap kinerja organisasional. Studi ini mendapat dukungan dari penelitian Ellis (2006) yang dengan menggunakan pendekatan meta analysis dan perbandingan hasil penelitian antar negara menyimpulkan bahwa hubungan antara orientasi pasar dan kinerja organisasi positif dan tangguh. Vieira (2010), menggunakan metode Brazilian Meta dan International Mega Analysis dari 27 hasil penelitian menunjukkan dukungan bahwa orientasi pasar berpengaruh positif dan kuat terhadap kinerja organisasional. Studi yang dilakukan pada tahun 2013 pada perusahaan asuransi di Nigeria oleh Ogbonna dan Ogwo menunjukkan hasil yang serupa bahwa orientasi pasar berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja korporat. Temuan ini sejalan dengan studi dari Pinho et al. (2014) pada organisasi kesehatan yang

(8)

berorientasi non-profit di Portugis. Hasil studi memberikan dukungan empiris bahwa orientasi pasar berpengaruh pada kinerja organisasional.

Meskipun hubungan antara orientasi pasar dengan kinerja keseluruhan organisasi dipandang tangguh pada berbagai area studi dan pada berbagai situasi lingkungan eksternal. namun ada sebagian studi yang menunjukkan hasil yang tidak sejalan. Han, Kim, dan Srivastava (1998) dalam studi yang dilakukan di 134 bank di Midwestern State, menunjukkan bahwa orientasi pasar berhubungan positif dengan kinerja organisasi namun tidak signifikan. Dari telaah literatur yang dilakukan menunjukkan bahwa ada studi lain yang menghasilkan temuan yang tidak memberikan dukungan bahwa orientasi pasar berpengaruh positif terhadap kinerja organisasional antara lain adalah Greenley (1995), Hart dan Diamantopoulos (1993), Au dan Tse (1995), Bhuian (1997), Sargeant dan Mohamad (1999), Agarwal, Erramilli, dan Dev (2003), Sandvik dan Sandvik (2004), serta Olavarrieta dan Friedmann (2008). Selanjutnya Widiartanto dan Suhadak (2013) dengan pendekatan sensus melakukan studi pada 110 hotel berbintang di Jawa Tengah. Sebagai sumber data adalah manajer hotel dan pengumpulan data dilakukan melalui kuesiner dan wawancara. Dengan teknik analisis stuctural equation modeling (SEM) hasil studi menunjukkan bahwa orientasi pasar tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap kinerja hotel. Dari beberapa telaah literatur tersebut dapat disimpulkan bahwa temuan tentang pengaruh orientasi pasar terhadap kinerja organisasi belum konklusif.

Selain berdampak positif terhadap kinerja organisasi. orientasi pasar dipandang memiliki pengaruh positif terhadap komitmen organisasional. Beberapa penulis melaporkan bahwa orientasi pasar memiliki konsekuensi positif bagi sikap dan perilaku karyawan antara lain terhadap kepuasan kerja, komitmen organisasional, dan peran stress (Gordon 2010). Kohli dan Jaworski (1990) dalam rerangka konsep hubungan antesedsen-orientasi pasar-konsekuensi mengajukan komitmen organisasi sebagai salah satu konsekuensi dari orientasi pasar. Studi empiris yang dilakukan oleh Jaworski dan Kohli (1993) memberikan hasil yang mendukung adanya hubungan positif signifikan antara orientasi pasar dan komitmen organisasional. Hasil penelitian ini mendapat dukungan dari penelitian Kirca, Jayacandran, dan Bearden (2005). Penelitian yang dilakukan oleh Abzari, Ghorbani, dan Madani (2011) pada hotel berbintang di kota Isfahan Iran, dengan 100 sampel manajer hotel, hasil studinya menunjukkan bahwa orientasi pasar secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap komitmen organisasional.

(9)

Zebal dan Quazi (2011) memberikan dukungan pada hasil studi sebelumnya bahwa komitmen organisasional terdukung sebagai konsekuensi dari diadopsinya orientasi pasar pada bank swasta di Bangladesh.

Meskipun banyak studi yang mendukung proposisi yang diajukan oleh Kohli dan Jaworski (1990) bahwa salah satu konsekuensi diadopsinya orientasi pasar dalam organisasi adalah terbentuknya komitmen organisasional, namun ada sejumlah studi lain yang menunjukkan bahwa komitmen organisasi merupakan anteseden orientasi pasar (Cervera, 2001; Haver dan Gresham, 2008; Sivaramakrishnan et.al., 2008). Temuan ini mendapat dukungan dari studi yang dilakukan oleh Vazifehdoost, Hooshmand, dan Dehafarin (2012). Dalam penelitiannya pada bank swasta di Iran, hasil studinya menunjukkan bahwa komitmen organisasional memiliki pengaruh positif dan signifikan pada orientasi pasar bank. Kondisi ini menyiratkan simpulan belum konklusifnya hasil studi tentang hubungan orientasi pasar dengan komitmen organisasional. sehingga masih membutuhkan kajian lebih lanjut untuk kepentingan justifikasi.

1.2.1.2 Gap teoritis anteseden orientasi pasar

Penelitian tentang faktor-faktor apa yang mendorong (anteseden) orientasi pasar organisasi telah banyak dilakukan. Faktor anteseden orientasi pasar menarik untuk diteliti karena dengan teridentifikasinya faktor anteseden orientasi pasar, arah kebijakan organisasi untuk menjadikan organisasi berorientasi pasar menjadi lebih fokus. Meskipun penelitian sudah banyak dilakukan. namun studi berkaitan dengan anteseden orientasi pasar belum menghasilkan temuan yang konklusif. Pada bagian ini akan dipaparkan beberapa gap teoritis dari hasil penelitian sebelumnya tentang anteseden orientasi pasar.

Pengaruh orientasi pasar terhadap kinerja organisasi telah diteliti dan mendapat dukungan empiris yang cukup besar pada berbagai area studi (Kara, Spillan, dan DeShields, Jr., 2005; Vieira, 2010). Sejalan dengan pentingnya orientasi pasar dalam menentukan kinerja organisasi maka upaya untuk menginvestigasi faktor-faktor yang mendorong orientasi pasar organisasi menjadi menarik untuk dilakukan. Mengawali penelitian tentang orientasi pasar. Kohli dan Jaworski (1990) dan Jaworski dan Kohli (1993) mengajukan tiga kelompok anteseden penentu orientasi pasar yaitu faktor-faktor pimpinan atau manajemen puncak, faktor-faktor dinamika

(10)

organisasi, dan sistem organisasional. Dari sejumlah studi. variabel yang dipandang tangguh sebagai anteseden orientasi pasar adalah penekanan manajemen puncak terhadap orientasi pasar (Jaworski dan Kohli, 1993; Kirca et al., 2005; Kuada dan Buatsi, 2005; Ellis, 2006; Sivaramakrishnan, 2008; Haver dan Gresham, 2008; Zebal dan Goodwin, 2011). Namun tidak demikian untuk variabel yang lain (penghindaran risiko, keterhubungan antar bagian, konflik antar bagian, sentralisasi, formalisasi, sistem pemberian penghargaan).

Berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi (anteseden) orientasi pasar. Green Jr. et. al. (2005) memberikan bukti empiris yang tidak mendukung proposisi bahwa struktur organisasi berpengaruh pada orientasi pasar. Jaworski dan Kohli (1993), dalam studi empirisnya juga tidak mendapatkan bukti yang kuat atas pengaruh struktur terhadap orientasi pasar. Temuan ini didukung oleh sejumlah temuan studi yang lain, bahwa beberapa faktor yang terkait dengan struktur organisasi (antara lain formalisasi. sentralisasi. departementalisasi) tidak berpengaruh terhadap orientasi pasar (Caruana dan Ewing, 1997; Kirca, Jayachandran, dan Bearden, 2005). Penelitian yang dilakukan pada sampel pabrikan di Iran menunjukkan bahwa dari faktor formalisasi, spesialisasi, desentralisasi, dan integrasi yang diuji sebagai anteseden orientasi pasar, hanya faktor sentralisasi yang terdukung berpengaruh signifikan terhadap orientasi pasar (Dashtmir, 2014). Sebaliknya, studi yang dilakukan pada sektor publik di Bahrain, menemukan bahwa sentralisasi dan sistem penghargaan tidak signifikan sebagai anteseden orientasi pasar sebagaimana dihipotesiskan sebelumnya (Dwairi, Akour, dan Sayyer, 2012).

Faktor anteseden orientasi pasar yang berikutnya adalah faktor eksternal organisasi. Pada studi yang dilakukan oleh Jaworski dan Kohli (1993). faktor lingkungan eksternal organisasi yaitu turbulensi pasar. turbulensi teknologi. dan intensitas bersaing. diuji sebagai variabel pemoderasi pengaruh orientasi pasar terhadap kinerja organisasional. Namunh hasil penelitiannya tidak memberikan dukungan terhadap hipotesis tersebut. Selanjutnya. dengan pendekatan analisis meta terhadap 114 hasil studi. Kirca et al. (2005) dalam penelitiannya. tidak menunjukkan cukup bukti bahwa turbulensi lingkungan. intensitas bersaing. dan turbulensi teknologi signifikan sebagai variabel pemoderasi pengaruh orientasi pasar terhadap kinerja organisasi. Zebal dan Goodwin (2011) dalam penelitiannya pada bank swasta di Bangladesh

(11)

menunjukkan bahwa variabel intensitas bersaing dan turbulensi pasar terdukung sebagai pemoderasi hubungan oreintasi pasar dengan konsekuensinya. meskipun sebagian.

Berbeda dengan riset sebelumnya dari Jaworski dan Kohli (1993), Cervera et al. (2001) mengajukan faktor lingkungan eksternal organisasi sebagai anteseden orientasi pasar. Sejalan dengan studi dari Cervera et al. (2001) tersebut. penelitian ini menempatkan variabel lingkungan eksternal organisasi sebagai anteseden orientasi pasar. Zebal dan Quazi (2011) dalam penelitiannya pada bank swasta di Bangladesh. juga menempatkan faktor lingkungan eksternal sebagai anteseden orientasi pasar. Hasil studinya menunjukkan bahwa turbulensi teknologi terdukung signifikan sebagai anteseden orientasi pasar. Variabel intensitas bersaing juga terdukung sebagai anteseden oriantasi pasar. meskipun tidak signifikan sebagai anteseden untuk dimensi penyebaran intelijen. Namun demikian. hasil studi menunjukkan bahwa variabel turbulensi pasar tidak terdukung sebagai anteseden orientasi pasar dan dimensi-dimensi orientasi pasar. Dapat disimpulkan bahwa temuan studi faktor lingkungan eksternal organisasi sebagai anteseden orientasi pasar belum menunjukkan simpulan yang konklusif. sehingga masih diperlukan investigasi lebih lanjut.

1.2.2 Gap Empirik

Kerangka yang dikembangkan oleh Kohli dan Jaworski (1990) telah menjadi rujukan oleh banyak peneliti selanjutnya. Studi empiris untuk mendukung rerangka konsep hubungan antara anteseden-orientasi pasar-konsekuensi dilakukan oelh Jaworski dan Kohli (1993) dengan area studi pabrikan. Selanjutnya banyak dikembangkan penelitian yang berkaitan dengan orientasi pasar baik bertujuan untuk menguji ukuran yang dikembangkan. dimensional orientasi pasar. maupun menguji ketangguhan konsep orientasi pasar pada berbagai area studi. Kara, Spillan, dan DeShields Jr. (2004) melakukan studi pada perusahaan jasa yang berorientasi non-profit. Adapun penelitiannya bertujuan untuk menguji dimensional orientasi pasar dari Kohli dan Jaworski (1990) dan Jaworski dan Kohli (1993). Dalam penelitiannya diuji hubungan orientasi pasar dalam organisasi jasa yang berorientasi non-profit berkinerja tinggi dan berkinerja rendah. Hasil studinya mendukung semua hipotesis yang diajukan bahwa ada perbedaan tingkat orientasi pasar dari organisasi yang berkinerja tinggi dibanding yang organisasi yang berkinerja rendah, serta bahwa pengembangan intelijen.,penyebaran intelijen, dan daya tanggap teruji sebagai dimensi orientasi pasar.

(12)

Chan dan Ellis (1998) sebagai pihak pertama yang berpandangan bahwa kemungkinan “setting study” merupakan faktor yang mempengaruhi hubungan orientasi pasar dan kinerja organisasi sehingga temuan studi menjadi tidak konklusif. Dari telaah literatur ditemukan bahwa efek hubungan yang lebih kuat pada umumnya ditemukan pada studi di negara Amerika Serikat (negara barat) sebagai asal konsep orientasi pasar pertama kali dimunculkan. Namun pada dekade kemudian ditemukan hubungan positif dan signifikan antara orientasi pasar dan kinerja di berbagai setting studi di luar Amerika Serikat. Temuan ini mematahkan kesimpulan bahwa konsep orientasi pasar merupakan konsep yang hanya cocok di negara Amerika Serikat. Selain setting negara. ada sebagian pandangan bahwa hubungan orientasi pasar dengan anteseden dan konsekuensi juga ditentukan oleh tingkat perekonomian yang ada. Dari hasil analisis meta yang dilakukan. Ellis (2006) menunjukkan bahwa ukuran pengaruh orientasi pasar terhadap kinerja organisasi lebih kuat di negara Amerika Serikat dibanding tempat lain dimanapun juga. mendukung pengamatan asli dari Chan dan Ellis (1998). Ukuran pengaruh di Eropa barat lebih tinggi dibanding di Eropa Timur. sedangkan di Asia dan Australia ukuran pengaruhnya hampir sama.

Perluasan studi tentang orientasi pasar pada area studi yang lebih luas banyak direkomendasikan. Narver dan Slater (1990) memberikan saran dilakukannya studi pada lingkungan yang berbeda dalam rangka mendapatkan dukungan bahwa orientasi pasar berperan dalam menentukan profitabilitas organisasai. Demikian juga Kohli et al. (1993) menyarankan untuk menerapkan dan mengadaptasikan instrumen MARKOR pada bentuk organisasi yang non-tradisional antara lain insitusi negara atau pemerintah (Cervera et al.. 2001). Penelitian pada instansi pemerintah daerah akan berkontribusi pada perluasan studi untuk kepentingan intersubjectively certifiable.

Meskipun penelitian ini tidak memasukkan budaya ke dalam model untuk di uji. namun sejumlah studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa budaya memiliki pengaruh terhadap orientasi pasar yang pada gilirannya akan mempengaruhi hubungan antara orientasi pasar dengan kinerja organisasi (Narver dan Slater, 1990; Homburg, Christian and Pflesser, 2000; Leisen, Lilly, and Winsor, 2002; Gray, Matear, and Matheson, 2002; Ellis, 2006). Sejalan dengan pemikiran tersebut, karena studi ini dilakukan di Indonesia. yang secara kultural digolongkan sebagai negara berbudaya timur (Ellis, 2006) dan secara ekonomi masuk ke dalam kategori

(13)

negara yang sedang berkembang. maka dapat disimpulkan studi ini akan berkontribusi pada perluasan area studi.

Negara atau pemerintahan merupakan organisasi publik yang berbeda dengan organisasi publik yang lain. Tugas utama Pemerintah adalah menyediakan barang publik (public goods) yaitu menyediakan layanan publik. Hal inilah yang membedakannya dengan sektor swasta. Pemerintah memiliki tujuan utama untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat dan bukan untuk menghasilkan laba.

Sebagaimana diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 diperbarui dengan Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi dalam daerah propinsi, daerah kabupaten. dan daerah kota yang bersifat otonom (pasal 2 ayat 1). Daerah propinsi berkedudukan juga sebagai wilayah administrasi. Wilayah daerah propinsi terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh dua batas mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan atau ke arah perairan kepulauan. Dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi dibentuk dan disusun daerah propinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat (pasal 4 ayat 1). Selanjutnya. daerah-daerah tersebut masing-masing berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hirarki satu sama lain. Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial-budaya. sosial-politik. jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.

Pasal 21 Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menegaskan adanya delapan hak yang dimiliki daerah dalam menyelenggarakan otonomi yaitu: 1) Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya, 2) Memilih pimpinan daerah, 3) Mengelola aparatur daerah, 4) Mengelola kekayaan daerah, 5) Memungut pajak daerah dan retribusi daerah, 6) Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah, 7) Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah, dan 8) Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Selain hak-hak yang tercantum dalam undang-undang, daerah juga memiliki mempunyai kewajiban yang diatur dalam Pasal 2. Terdapat lima belas kewajiban yang dimiliki oleh daerah

(14)

yaitu: 1) melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan, dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, 2) meningkatkatkan kualitas kehidupan masyarakat, 3) mengembangkan kehidupan demokrasi, 4) mewujudkan keadilan dan pemerataan, 5) meningkatkan pelayanan dasar pendidikan, 6) menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan, 7) menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak, 8) mengembangkan sistem jaminan sosial, 9) menyusun perencanaan dan tata ruang daerah, 10) mengembangkan sumber daya produktif di daerah, 11) melestarikan lingkungan hidup, 12) mengelola administrasi kependudukan, 13) melestarikan nilai sosial budaya, 14) membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya, dan 15) kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan (http://www.negarahukum.com/hukum/tugas-dan-kewenangan-pemerintahan-daerah.html). Hak dan kewajiban daerah diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah tersebut dilakukan secara efesien. Efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut dan taat pada peraturan perundang-undangan.

Dari perundang-undangan yang mengatur berbagai kewajiban dan hak pemerintah daerah, tersirat karakteristik organisasi pemerintah yang berbeda dengan karakteristik organisasi yang lain, khususnya organisasi swasta. Memberikan layanan publik yang berorientasi pada kesejahtraan dan keadilan publik adalah tujuan utama organisasi pemerintah. Meskipun demikian pada dasarnya sasaran dari organisasi pemerintah dan organisasi swasta adalah sama yaitu memuaskan publiknya. Dengan demikian pantas diduga bahwa konsep orientasi pasar juga terap untuk organisasi pemerintah. Sejalan dengan hal tersebut tuntutan terhadap organisasi pemerintah untuk menerapkan konsep-konsep baru dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, semakin menguat. Pemerintah didorong untuk lebih berorientasi pada publik dalam merumuskan kebijakan-kebijakannya (Keban, 2000; Muluk, 2006). Dengan kata lain bahwa pemerintah dewasa ini semakin dituntut untuk berorientasi pasar. Oleh karena itu studi tentang orientasi pasar pada manajemen publik perlu mendapat dukungan. Sehubungan dengan hal tersebut maka dibutuhkan studi tentang orientasi pasar pada instansi pemerintah. Kajian tentang rerangka teoritis dan analisis empiris perlu dilakukan untuk mengidentifikasi dinamika model anteseden-orientasi pasar -konsekuensi pada instansi pemerintah.

(15)

Menurut Hunt (1991), pemasaran makro adalah studi tentang sistem pemasaran, pengaruh sistem pemasaran terhadap masyarakat, dan pengaruh masyarakat terhadap sistem pemasaran. Pemasaran makro merupakan konstruk multi dimensi dan spesifikasi lengkapnya harus mencakup kriteria tingkat agregasi, kriteria generalisasi pada kepentingan masyarakat (seperti topik tanggung jawab sosial dan peran pemasaran dalam perkembangan ekonomi). serta kriteria mengenali pengaruh masyarakat terhadap pemasaran (seperti topik aspek legal pemasaran dan konsekuensi sistem nilai sosial dan politik yang berbeda terhadap pemasaran). Jadi pengkategorian penelitian ke dalam kategori pemasaran makro dan pemasaran mikro didasarkan pada tingkat agregasi, perspektif, dan konsekuensinya. Berdasarkan konsekuensi dari sebuah penelitian maka penelitian yang menganalisis dampak sistem pemasaran terhadap masyarakat termasuk dalam penelitian pemasaran makro. Oleh karena itu, studi anteseden dan konsekuensi orientasi pasar pada instansi pemerintah daerah dapat dikategorikan dalam pemasaran makro.

Berdasarkan gap riset yang telah diuraikan sebelumnya ada beberapa permasalah penelitian yang teridentifikasi sebagai berikut. Sebagaimana dihipotesiskan bahwa orientasi pasar akan membawa pengaruh positif pada organisasi, baik pengaruh pada sikap dan perilaku karyawan maupun pengaruh positif terhadap kinerja organisasi secara keseluruhan (Jaworski dan Kohli, 1993). Namun masih ada perbedaan temuan studi tentang pengaruh orientasi pasar bagi organisasi. Cukup banyak hasil studi yang mendukung hubungan positif orientasi pasar dan kinerja organisasi (Cano, Carrillat, dan Jaramillo, 2004; Kara, Spillan, dan DeShields Jr. 2005; Vieira, 2010 ), namun ada sejumlah studi yang menunjukkan hasil yang tidak mendukung (Greenley, 1995; Hart dan Diamantopoulos, 1993; Au dan Tse, 1995, Bhuian, 1997; Sargeant dan Mohamad, 1999; Agarwal, Erramilli, dan Dev, 2003; Sandvik dan Sandvik, 2004; Widiartanto dan Suhadak, 2013).

Permasalahan kedua adalah bahwa belum konklusifnya simpulan tentang hubungan komitmen dengan orientasi pasar. Beberapa temuan penelitian memberikan dukungan bahwa orientasi pasar berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional (Kirca, Jayacandran, dan Bearden, 2005; Abzari, Ghorbani, & Madani, 2011; Vazifehdoost, Hooshmand, dan Dehafarin, 2012; Pinho et al,, 2014), artinya komitmen organisasional merupakan konsekuensi dari orientasi pasar. Namun beberapa hasil penelitian lain menunjukkan

(16)

hasil bahwa komitmen organisasional adalah anteseden orientasi pasar (Cervera, 2001; Haver dan Gresham, 2008; Sivaramakrishnan et al, 2008),

Permasalahan selanjutnya adalah masih banyaknya hasil penelitian tentang anteseden orientasi pasar baik dari segi jenis maupun besaran pengaruhnya yang menunjukkan hasil yang tidak konklusif (Jaworski dan Kohli, 1993; Kuada dan Buatsi, 2005; Haver dan Gresham, 2008; Wang, Chen, dan Chen, 2012; Dwairi, 2012).

Hubungan positif antara orientasi pasar dan kinerja bisnis telah didokumentasikan dengan baik, namun belum ada kesimpulan konklusif. Beberapa studi menunjukkan hubungan yang lemah atau bahkan tidak signifikan. Diduga hubungan tersebut dimoderasi oleh variabel lain seperti turbulensi pasar, turbulensi teknologi, dan intensitas persaingan, namun dugaan ini juga tidak menghasilkan simpulan yang konklusif (Jaworski dan Kohli, 1993; Kirca, Jayachandran, dan Bearden, 2005; Wang, Chen, dan Chen, 2012). Dengan demikian masih dibutuhkan investigasi untuk memberkan justifikasi pada ketangguhan hubungan antar variabel dalam domain orientasi pasar.

Permasalahan yang terakhir adalah masih terbatasnya penelitian tentang orientasi pasar yang dilakukan pada instansi pemerintah baik di negara maju maupun di negara berkembang khususnya di Indonesia.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasar permasalahan penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya. dan merujuk pada model hubungan anteseden-orientasi pasar-konsekuensi dari sejumlah studi sebelumnya (Jaworski dan Kohli, 1993; Cervera et. al., 2001; Kirca, Jayachandran, dan Bearden, 2005; Zebal dan Goodwin, 2011), maka secara rinci dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sehingga memberikan arah yang jelas dalam melakukan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah penekanan manajemen puncak pada pentingnya orientasi pasar berpengaruh pada orientasi pasar?

2. Apakah penghindaran risiko manajemen puncak berpengaruh pada orientasi pasar? 3. Apakah konflik antar bagian dalam organisasai berpengaruh pada orientasi pasar?

(17)

4. Apakah keterhubungan antar bagian dalam organisasi berpengaruh pada orientasi pasar? 5. Apakah formalisasi berpengaruh pada orientasi pasar?

6. Apakah sentralisasi berpengaruh pada orientasi pasar?

7. Apakah sistem pemberian penghargaan berpengaruh pada orientasi pasar?

8. Apakah persepsi manajemen puncak terhadap turbulensi pasar berpengaruh pada orientasi pasar?

9. Apakah persepsi manajemen puncak terhadap intensitas bersaing berpengaruh pada orientasi pasar?

10. Apakah persepsi manajemen puncak terhadap turbulensi teknologi berpengaruh pada orientasi pasar?

11. Apakah orientasi pasar berpengaruh terhadap komitmen organisasional? 12. Apakah orientasi pasar berpengaruh terhadap esprit de corps?

13. Apakah orientasi pasar berpengaruh pada kinerja organisasional?

1.4 Tujuan Penelitian

Merujuk pada model Jaworski dan Kohli (1993), studi ini akan menguji pengaruh beberapa variabel anteseden terhadap orientasi pasar dan konsekuensi yang dihasilkan oleh orientasi pasar pada instansi pemerintah daerah kabupaten dan kota. Perbedaan dengan model asli adalah bahwa dalam model penelitian ini ditambahkan variabel persepsi manajemen puncak lingkungan eksternal organisasi sebagai anteseden orientasi pasar, yang mencakup variabel turbulensi pasar, intensitas bersaing dengan pemerintah daerah lain, dan turbulensi teknologi.

1.5 Lingkup Penelitian

Fokus penelitian ini adalah menguji model anteseden-orientasi pasar-konsekuensi yang dirujuk dari Jaworski dan Kohli (1993) serta beberapa penelitian sebelumnya antara lain dari Kohli dan Jaworski (1990), Cervera et. al. (2001), Kirca et. al. (2005), dan Zebal dan Goodwin (2011) yang akan dikembangkan pada area studi instansi pemerintahan kabupaten dan kota di propinsi Jawa Tengah. Alasan dipilihnya dua kategori pemerintahan sebagai area studi dengan pertimbangan bahwa kedua kategori pemerintahan kabupaten dan pemerintahan kota memiliki

(18)

karakteristik wilayah yang berbeda. Pemerintahan kota yang dipimpin oleh seorang wali kota memiliki kondisi publik serta lingkungan fisik yang berbeda dengan pemerintah kabupaten. Perbedaan tersebut meliputi aspek mata pencaharian penduduk. luas wilayah cakupan. kepadatan penduduk. sosial budaya. struktur pemerintahan. dan pendapatan ekonomi.

Dibanding dengan pemerintah kabupaten, kota merupakan suatu kawasan yang aktivitas penduduknya di bidang pertanian relatif lebih kecil. Mata pencaharian penduduk kota banyak bergerak dalam sektor perdagangan dan jasa. Biasanya memiliki cakupan wilayah yang lebih sempit dibandingkan dengan kabupaten, sehingga pembangunan infrastuktur di kota lebih merata. Kepadatan penduduk di kota lebih tinggi, yang dapat dilihat dari rapatnya pemukiman di kota. Penduduk kota biasanya memiliki tingkat pendidikan dan kesehatan yang lebih tinggi, didukung oleh sarana pendidikan dan pelayanan publik kota yang sudah cukup memadai dan mudah diakses oleh masyarakat. Struktur pemerintahan kota terdiri dari kecamatan dan kelurahan, diaman lurah diangkat langsung oleh walikota. Pendapatan di perkotaan relatif lebih tinggi, ditunjukkan oleh pendapat asli daerah yang lebih tinggi dibanding dengan kabupaten. Mata pencaharian penduduk kabupaten masih banyak bergerak di sektor agraris atau pertanian. Di kabupaten, meskipun tersedia pelayanan publik yang memadai, tidak semua masyarakat dapat mengakses pelayanan tersebut dengan mudah karena terkendala sarana dan prasarana transportasi, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah terpencil. Saat ini. kabupaten terdiri dari kecamatan, kelurahan dan desa. Desa ini merupakan wilayah otonom dalam lingkup kabupaten, sehingga dalam penentuan kepala desa dipilih oleh masyarakat langsung. Berbeda dengan lurah baik di kota ataupun di kabupaten, lurah diangkat langsung oleh bupati atau walikota.

Penelitian ini menggunakan desain survei dengan unit analisis adalah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang ada di pemerintahan kabupaten dan kota. Penggunaan metode survei sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis hubungan antara beberapa anteseden dengan

orientasi pasar dan dampak orientasi pasar terhadap organisasi. Tujuan ini bermakna perluasan studi untuk kepentingan intersubjectively certifiable terhadap pola hubungan antar variabel. Fink (1995) menyatakan desain penelitian survei adalah pendekatan terbaik untuk menganalisis fenomena empirik karena campur tangan peneliti terhadap perilaku obyek riset maupun konstruk sangat minimal.

Referensi

Dokumen terkait

Kebutuhan sekunder adalah kebutuhan yang pemenuhannya setelah kebutuhan primer terpenuhi, namun tetap harus dipenuhi, agar kehidupan manusia berjalan dengan baik. Contoh: pariwisata

Suku bunga efektif adalah suku bunga yang secara tepat mendiskontokan estimasi penerimaan atau pembayaran kas di masa datang (mencakup seluruh komisi dan bentuk

Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dengan pendekatan manajemen strategi untuk mengetahui lingkungan perusahaan

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, teknis dan kewajaran harga serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk penawaran paket pekerjaan

Penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah tertentu dari tenaga kerja yang digunakan dalam suatu unit usaha tertentu atau dengan kata lain penyerapan tenaga kerja

terapi musik instrumental 82% depresi ringan, 18% depresi berat, 2) setelah melakukan terapi musik instrumental 88% tidak depresi dan 12% depresi ringan, 3) hasil

“Kecuali mengenai Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur, Labuan dan Putrajaya, hukum Syarak dan undang-undang diri dan keluarga bagi orang yang menganut agama Islam,

Latar Belakang: Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat