BOTULISME
Disusun Oleh:
Maria Dafrosa Yunita, S.Ked Sientiawati Tjahyono, S.Ked
Denny Christiawan, S.Ked Pembimbing
Dr. Utoyo Sunaryo, Sp.S
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya /
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan salah satu tugas makalah ini dengan baik. Tugas ini merupakan salah satu persyaratan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian neurologi.
Karena masih dalam tahap pembelajaran, maka kami menyadari kekurangan dari makalah yang bertema tentang “Botulisme”. Sehingga kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan makalah ini sangat kami harapkan. Dan tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penulisan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna untuk menambah pengetahuan. Terima kasih
Daftar Isi
Kata Pengantar ………. i Daftar Isi ……….. ii Bab I Pendahuluan ………. 1 1.1. Latar belakang ……….. 1 1.2. Rumusan masalah ………. 1 Bab II Pembahasan ………. 2 2.1. Definisi ………. 2 2.2. Insiden ……….. 2 2.3. Etiologi ………. 3 2.4. Patofisiologi ………. 3 2.5. Diagnosa ……… 3 2.6. Komplikasi ……… 4 2.7. Diangnosa banding ……… 4 2.8. Penatalaksanaan ……… 5 2.9. Prognosis ……… 6Bab III Penutup ………. 7
Kesimpulan ………... 7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Botulisme sangat jarang terjadi namun penyakit ini tergolong gawat dan sangat darurat, terbukti dengan cukup tingginya angka kematian yang disebabkan oleh penyakit ini, sekitar 50 – 70%. (4).
Diagnosa dini dan tindakan preventif sangat dibutuhkan untuk menghindari infeksi botulisme, pengetahuan yang kurang akan botulisme malah akan memicu meningkatnya insiden penyakit ini. Pengobatan dan perawatan yang intensif sangat dibutuhkan bagi penderita botulisme dalam mempertahankan hidupnya.
1.2. Rumusan Masalah
Dari tulisan pada latar belakang membuat pembaca bertanya apa itu botulisme? Bagaimana cara pengobatannya? Dan yang sering ditanyakan adalah tentang kegawat daruratan penyakit ini. Dalam pembahasan berikut penulis mencoba menguraikan pertanyaan-pertanyaan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Botulisme merupakan intoksikasi, seperti halnya dengan tetanus. Toksin botulisme diproduksi oleh
Closytrodium botulinum. Botulisme adalah penyakit langka tapi sangat serius. Merupakan penyakit paralisis gawat yang disebabkan oleh racun (toksin) yang menyerang saraf yang diproduksi bakteri Clostridium Botulinum.
Clostridium botulinum berkembang biak melalui pembentukan spora dan produksi toksin. Toksin tersebut dapat dihancurkan oleh suhu yang tinggi, karena itu botulisme sangat jarang sekali dijumpai di lingkungan atau masyarakat yang mempunyai kebiasaan memasak atau merebus sampai matang. (5)
Ada 3 jenis utama botulisme 1. Foodborne Botulisme
Disebabkan karena makanan yang mengandung toksin botulisme.
2. Wound Botulisme
Disebabkan toksin dari luka yang terinfeksi oleh
Clostridum Botulinum.
3. Infant Botulisme
Disebabkan karena spora dari bakteri botulinum, yang kemudian berkembang dalam usus dan melepaskan toksin. (3)
Semua bentuk botulisme dapat fatal dan merupakan keadaan darurat. Foodborne botulisme mungkin merupakan jenis botulisme yang paling berbahaya karena banyak orang dapat tertular dengan mengkonsumsi makanan yang tercemar. (2, 3)
2.2. Insiden
Di USA dilaporkan sekitar 110 kasus terjadi tiap tahunnya. Dan sekitar 25% nya foodborne botulisme, 72% infant botulisme dan sisanya adalah wound botulisme. Foodborne botulisme biasanya karena mengkonsumsi makanan kaleng. Wound botulisme meningkat karena penggunaan heroin terutama di california. (3)
2.3. Etiologi
Etiologi dari botulisme adalah Clostridium botulinum. Clostridium botulinum merupakan kuman anaerob, gram positif, mempunyai spora yang tahan panas, dapat membentuk gas, serta menimbulkan rasa dan bau pada makanan yang terkontaminasi. (8)
2.4. Patofisiologi
Clostridium Botulinum berbiak melalui pembentukan spora dan produksi toksin. Racun botulisme diserap di dalam lambung, duodenum dan bagian pertama jejunum. Setelah diedarkan oleh aliran darah sistemik, maka racun tersebut melakukan blokade terhadap penghantaran serabut saraf kolinergik tanpa mengganggu saraf adrenegik. Karena blokade itu, pelepasan asetilkolin terhalang. Efek ini berbeda dengan efek kurare yang menghalang-halangi efek asetil kolin terhadap serabut otot lurik. Maka dari itu efek racun botulisme menyerupai khasiat atropin, sehingga manifetasi klinisnya terdiri dari kelumpuhan flacid yang menyeluruh dengan pupil yang lebar (tidak bereaksi terhadapt cahaya), lidah kering, takikardi dan perut yang mengembung. Kemudian otot penelan dan okular ikut terkena juga, sehingga kesukaran untuk menelan dan diplopia menjadi keluhan penderita. Akhirnya otot pernafasan dan
penghantaran impuls jantung sangat terganggu, hingga penderita meninggal karena apnoe dan cardiac arrest. (5)
2.5 Diagnosa
Kecurigaan akan botulisme sudah harus dipikirkan dari riwayat pasien dan pemeriksaan klinik. Bagaimanapun, baik anamnesa dan pemeriksaan fisik tidak cukup untuk menegakkan diagnosa karena penyakit lain yang merupakan diagnosa banding, seperti Guillain-Barre Syndrome, stroke dan myastenia gravis memberikan gambaran yang serupa.
Dari anamnesa didapatkan gejala klasik dari botulisme berupa diplopia, penglihatan kabur, mulut kering, kesulitan menelan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan kelemahan otot. Jika sudah lama, keluhan bertambah dengan paralise lengan, tungkai sampai kesulitan nafas karena kelemahan otot-otot pernafasan.
Pemeriksaan tambahan yang sangat menolong untuk menegakkan diagnosa botulisme adalah CT-Scan, pemeriksaan serebro spinalis, nerve conduction test seperti electromyography atau EMG, dan tensilon test untuk myastenia gravis.
Diagnosa dapat ditegakkan dengan ditemukannya toksin botulisme di serum pasien juga dalam urin. Bakteri juga dapat diisolasi dari feses penderita dengan foodborne atau infant botulisme. (3,4,5)
2.6 Komplikasi
Botulisme dapat menyebabkan kematian karena kegagalan nafas. Dalam 50 tahun terakhir, banyak pasien dengan botulisme yang meninggal menurun dari 50% menjadi 8%. Pasien dengan botulisme yang parah membutuhkan alat bantu pernafasan sebagai bentuk pengobatan dan perawatan
yang intensif selama beberapa bulan. Pasien yang selamat dari racun botulisme dapat menjadi lemah dan nafas yang pendek selama beberapa tahun dan terapi jangka panjang dibutuhkan untuk proses pemulihan (2, 3)
2.7 Diagnosa Banding
1. Sindroma Guillain-Barre
Sebelum kelumpuhan timbul terdapat anamnesa yang khas yaitu infeksi traktus respiratorius bagian atas. Di antara masa infeksi tersebut sampai timbulnya kelumpuhan terdapat masa bebas gejala penyakit yang berkisar antara beberapa hari sampai 3-4 minggu.
Kelumpuhan timbul pada keempat anggota gerak, pada umumnya bermula di bagian distal tungkai kemudian menjalar ke proksimal ke lengan, leher bahkan wajah serta otot penelan. Pada tahap permulaan gangguan miksi dan defekasi dapat menjadi ciri penyakit tersebut. Kelumpuhan ini bersifat flacid dan bilateral simetris. Bila radiks dorsalis terserang terdapat parestesia pada daerah lesi, sering pada tangan dan kaki (gloves and stocking).
Pemeriksaan cairan serebrospinalis terdapat kadar protein yang tinggi yaitu 1000mg/100ml (normal 15-45mg/ml) sedangkan jumlah sel (limfosit dan sel mononuclear) biasanya dalam keadaan normal 0-3/mm³ dan tidak melebihi 5/mm³. Keadaan ini dikenal dengan sebutan dissociation cytoalbuminigue yang merupakan ciri khas sindroma ini.
Terjadi asidosis respiratorik bila otot-otot pernafasan terkena. Merupakan keadaan gawat darurat
yang dapat menimbulkan koma bahkan membawa kematian (6)
2. Miastenia gravis
Kelainan mulai dari otot-otot kelopak mata, otot pengunyah parese palatum mole/arkus faringeus/uvula/otot-otot faring dan lidah (tahap awal). Pada tahap lanjut otot-otot leher dapat terkena sehingga kepala harus ditegakkan dengan tangan. Kemudian menyusul otot anggota gerak dan interkostal.
Gejala yang khas yaitu pada pagi hari pasien merasa tidak terdapat gangguan, makin siang kelainan mulai dari kelopak mata yang setengah menutup (ptosis) dan badan terasa lemah. Bicara mulai parau, kesukaran menelan, merupakan keluhan bila sudah lama. (7)
2.8 Penatalaksanaan
Para penderita botulisme dapat mengalami kesulitan bernafas (pada stadium lanjut) karena itu membutuhkan alat bantuan nafas atau ventilator selama berminggu-minggu (biasanya 4 minggu) atau sampai efek toksin habis, ditambah perawatan dan pengobatan yang intensif. Setelah beberapa minggu, paralisis secara bertahap muncul dan semakin jelas. Jika diagnosa bisa ditegakkan secara awal, foodborne dan wound botulisme dapat diobati dengan anti toksin yang dapat memblok aksi toksin dalam peredaran darah. Hal ini dapat membantu agar keadaan pasien tidak memburuk, tapi proses pemulihan masih membutuhkan waktu selama berminggu-minggu. Mungkin diperlukan enema atau memancing agar penderita muntah untuk mengeluarkan makanan
yang mengandung toksin yang masih ada di dalam usus. Luka harus segera diobati, biasanya dengan operasi, untuk menyingkirkan sumber produksi dari toksin botulisme. Penggunaan anti toksin tidak untuk mengobati infant botulisme perlu dipikirkan lagi, sedangkan antibiotika tidak dibutuhkan, kecuali pada wound botulisme. (1, 3) 2.9 Prognosa
Sementara, prognosis dari botulisme bervariasi, tergantung dari jenis botulisme yang menginfeksi dan kecepatan diagnosis dan pemberian obat. Makin awal diagnosis dapat ditegakkan atau makin cepat penderita berobat, makin baik prognosisnya. (3)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Botulisme adalah penyakit paralisis gawat yang disebabkan oleh racun (toksin) yang menyerang saraf yang diproduksi bakteri Clostridium Botulinum.
2. Ada 3 jenis botulisme, yaitu : a. Foodborne botulisme
b. Wound botulisme c. Infant botulisme
3. Gejala dari botulisme adalah diplopia, penglihatan kabur, mulut kering, kesulitan menelan, kelumpuhan flacid yang menyeluruh dengan pupil yang lebar (tidak bereaksi terhadap cahaya), lidah kering, takikardi dan perut yang mengembung. Otot pernafasan dan penghantaran impuls jantung sangat terganggu, hingga penderita meninggal karena apnoe dan cardiac arrest.
4. Diagnosa dari botulisme dibuat berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan berupa CT-Scan, pemeriksaan serebro spinalis, nerve conduction test seperti electromyography atau EMG, dan tensilon test untuk myastenia gravis.
5. Pengobatan dan perawatan botulisme antara lain: Anti toksin pada diagnosa dini.
Antibiotika untuk Wound Botulisme.
Enema atau untuk memancing penderita muntah pada foodborne botulisme.
Ventilator sebagai alat bantu napas pasien pada stadium lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.who/nt/mediacentre/factsheets/who270/en 2. http://www.cdc.gov/ncidod/dbrnd/diseaseinfo/botulism-9.htm 3. http://www.en.wikipdia.org/wiki/botulism 4. http://www.nhdirect.nhs.uk/he.asp?articleid=57&linkid =23435. Sidharta P, Neurologi klinis dasar, Dian Rakyat Jakarta, 1999,hal 160;168-170;183
6. Sidharta P, Mardjono M, Neurologi klinis dasar, Dian Rakyat Jakarta, 2003, hal 42-43
7. Harsono (Ed.), Kapita Selekta Neurologi, Gajah Mada University press, edisi 2, oktober 2003, hal 189;192;224
8. Chusip, J.G, Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional Bag.2, Gajah Mada University press, 1990, hal 589