• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I Pendahuluan. Laporan Pilot Project Percepatan SPM Tanah di Kabupaten Parimo. A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I Pendahuluan. Laporan Pilot Project Percepatan SPM Tanah di Kabupaten Parimo. A. Latar Belakang"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

Page 1

BAB I

Pendahuluan

A.

Latar Belakang

Tanah sebagai salah satu sumberdaya alam, wilayah hidup, media lingkungan dan faktor produksi termasuk produksi biomassa yang mendukung kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya yang harus dijaga dan dipelihara kelestariannya. Di sisi lain, kegiatan produksi biomassa yang tidak terkendali dapat mengakibatkan kerusakan tanah untuk produksi biomassa, sehingga dapat menurunkan mutu dan fungsinya, pada akhirnya dapat mengancam kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 150 tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa, Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/kota, mengatur dengan jelas bahwa provinsi dan kabupaten/kota mempunyai mandat antara lain melakukan pengawasan atas pengendalian kerusahan lahan/tanah. Mandat ini dipertegas dengan keluarnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.19 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Lingkungan Hidup Daerah`Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 20 Tahun 2008 tentang Petunjuk Teknis SPM Bidang Lingkungan Hidup Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 150 tahun 2000 telah menetapkan kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi Biomassa, termasuk di dalamnya parameter-parameter yang harus ditetapkan serta metodologi pengukurannya. Sedangkan tatacara pengukuran kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 07 tahun 2007. Kedua produk perundangan ini menjadi acuan dalam penyusunan Peta Status Kerusakan Tanah.

Pilot Project Percepatan Penerapan SPM Tanah merupakan salah satu kegiatan Pusat Pengelolaan Ekoregion Sulawesi dan Maluku (PPE Sulawesi Maluku) Tahun Anggaran 2013 yang bertujuan memberikan acuan kepada daerah suatu model penerapan SPM Tanah. Perlunya acuan ini mengingat rendahnya pemenuhan SPM Tanah kab/kota yang target capaiannya sudah harus 100% pada tahun 2013.

Permasalahan saat ini adalah belum tersedianya data-data kondisi tanah dan status kerusakan tanah baik luasan maupun penyebarannya di berbagai daerah. Oleh karena itu agar pengawasan dan pengendalian kerusakan tanah dapat berlangsung dengan baik, maka terlebih dahulu harus dilakukan kegiatan

(2)

Page 2

inventarisasi data kondisi tanah dan kerusakannya yang selanjutnya dituangkan dalam Peta Kondisi Tanah dan Peta Status Kerusakan Tanah.

Di sisi lain terdapat pula permasalahan Sumberdaya Manusia (SDM) di dalam melakukan kegiatan pemetaan tersebut. Ketersediaan SDM di berbagai daerah sangat beragam baik dalam jumlah maupun kualitasnya. Oleh karena itu di dalam penyusunan Peta Kondisi Tanah dan Peta Status Kerusakan Tanah masih diperlukan suatu kegiatan yang sifatnya untuk memberi pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan penyusunan peta. Pedoman teknis perlu diujicobakan tahapannya di lapangan yang lebih mudah dipahami dan diikuti sehingga memberi kemudahan bagi para operator lapangan di daerah.

Sehubungan dengan hal tersebut, PPE Sulawesi dan Maluku mengalokasikan kegiatan yang sifatnya pilot proyek dengan judul ”Pilot Project Percepatan SPM Tanah di Kabupaten Parimo (Sulteng).”

Alasan Kegiatan Dilaksanakan

 Evaluasi pelaksanaan SPM LH oleh Asdep Kelembagaan - KLH menunjukkan rendahnya pelaksanaan SPM penyediaan informasi kerusakan tanah untuk produksi biomassa kab/kota,

 Penyelenggaraan Pelayanan Informasi Status Kerusakan Lahan dan/atau Tanah memerlukan keahlian dan ketrampilan khusus untuk mengerjakannya serta software yang spesifik. Untuk itu perlu ada kegiatan (model) yang dapat dicontoh oleh daerah dalam menyelenggarakan Penyediaan informasi kerusakan tanah untuk produksi biomassa

B. Maksud dan Tujuan Maksud

Meningkatkan kompetensi SDM LH di daerah Kabupaten/Kota dalam melaksanakan Penyusunan Peta Status Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa.

Tujuan

 Mendorong kab/kota di kawasan Teluk Tomini memberikan pelayanan informasi status mutu tanah sebagai salah satu SPM Bidang LH;

 Memberikan model (contoh) penerapan SPM Tanah (penyusunan peta status kerusakan tanah untuk produksi biomassa) di Kawasan Teluk Tomini ;

 Membantu kab/kota mengurangi pembiayaan anggaran pelaksanaan SPM tanah antara lain pembiayaan pihak ketiga dan pengadaan software GIS berbayar yang relatif mahal;

(3)

Page 3 C. Output dan Outcome

Output

Output :1 (satu) buah model penyusunan peta status kerusakan tanah untuk produksi biomassa kabupaten/kota di kawasan Teluk Tomini yang memuat hasil kegiatan penyusunan peta kerusakan tanah untuk Produksi Biomassa Kabupaten Parigi Moutong berupa data dan peta status kerusakan tanah untuk Produksi Biomassa. Output ini merupakan output antara dari Output Laporan

Pengelolaan Lingkungan Kawasan Teluk Tomini. Pilot project ” Percepatan

SPM Tanah di Kabupaten Parigi Moutong Propinsi Sulawesi Tengah ” merupakan bagian dari kegiatan output 2 PPE Suma untuk TA 2013 yaitu Laporan Pelaksanaan Pengelolaan Kawasan Teluk Tomini.

Outcome

Terlaksananya SPM penyediaan informasi status kerusakan tanah untuk produksi biomassa oleh Kabupaten/Kota yang ada Suma

D.

Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Kegiatan Pilot Project Percepatan SPM Tanah di Kabupaten Parimo (Sulteng) ini berlokasi di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) , Provinsi Sulawesi Tengah.

Kegiatan ini dilaksanakan selama empat bulan (September 2013 s.d. Desember 2013).

E. Sumber dan Jumlah Anggaran

Sumber pembiayaan Pilot Project Percepatan SPM Tanah di Kabupaten Parimo (Sulteng) berasal dari APBN TA 2013 sebesar Rp. 245.460.000 (biaya di RKA-KL TA 2013 versi Revisi 03). Namun demikian sampai kegiatan rampung (data status kerusakan tanah untuk produksi biomassa tercapai), realisasi serapan anggaran hanya Rp. 102.746.480,- (42% dari total pagu anggaran yang tersedia, karena ada beberapa tahapan kegiatan yang direncanakan yang tidak dapat dilaksanakan karena kendala waktu).

(4)

Page 4

BAB II

Metodologi

A.

Rasionale

Pilot Project Percepatan SPM Tanah di Kabupaten Parimo (Sulteng) berlokasi di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Provinsi Sulawesi Tengah dengan alasan :

 Kabupaten Parigi Moutong berkomitmen untuk berpartisipasi dalam kegiatan ini (pimpinan BLHD Kabupaten Parimo). Hal ini dapat dilihat dari kemampuan BLHD menyediakan peta RTRW dalam format .shp. Untuk menghasilkan peta status kerusakan tanah untuk produksi biomassa, selain persyaratan ketersediaan peta tematik, peta tata ruang kabupaten/kota sangat menentukan. Peta Tata Ruang Kabupaten Parimo yang sudah di Perdakan dengan Perda Nomor 2 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Parigi Moutong 2010-2030 telah disediakan oleh BLHD Kabupaten Parimo.

 Daerah daratan khususnya kawasan pesisir Kabupaten Parimo hampir 60% bersentuhan langsung dengan Teluk Tomini. Kondisi daratan Kabupaten Parimo bisa mempengaruhi kualitas Teluk Tomini;

 Provinsi Sulawesi Tengah telah mendapatkan paket bimtek Penyusunan Peta Status Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa lengkap (Bimtek Sampling Tanah Maret 2013 dan Bimtek Penyusunan Peta Status Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa Oktober 2013). Dengan demikian, Kabupaten Parimo dianggap siap untuk menjadi lokasi pilot proyek.

Kegiatan ”Pilot Project Percepatan SPM Tanah di Kabupaten Parimo (Sulteng)” terdiri dari beberapa tahapan kegiatan yaitu :

o Tahapan I : Tahapan ini merupakan tahapan pesiapan kegiatan pilot project. Kegiatan utama adalah memastikan tersedianya peta RTRW Kabupaten Parimo dengan permintaan kepada BLHD Kabupaten Parigi Moutong untuk menyiapkan Peta RTRW Kabupaten Parigi Moutong yang telah diperdakan.

o Tahapan II : Karena kegiatan ini merupakan kegiatan yang belum pernah dilaksanakan sebelumnya dan merupakan uji coba penerapan salah satu Permen LH dan pedoman teknisnya yang sudah lama ditetapkan, maka diperlukan pembekalan teknis. Hal ini terkait dengan pekerjaan penyusunan peta, verifikasi lapangan (sampling tanah) dan pengolahan data (data spasial dan tabel). Pertemuan Teknis Pilot Project Percepatan SPM Tanah

(5)

Page 5

dilaksanakan di kantor BLH Kabupaten Parigi Sulawesi Tengah pada 9 Oktober 2013.

o Tahapan III : Pertemuan teknis Pilot Project Percepatan SPM Tanah di Kab. Parigi Moutong (21 Oktober 2013 di Parigi Moutong). Pertemuan ini merupakan persiapan teknis kegiatan verifikasi lapangan.

o Tahapan IV : Koordinasi persiapan pelaksanaan verifikasi lapangan Pilot Project SPM Tanah dengan staf BLHD Kabupaten Parimo dan pihak Lab Tanah Fakultas Pertanian Untad (via telpon dan email)

o Tahapan V : Melakukan pendampingan verifikasi lapangan untuk sampling dan analisis tanah yang akan dilakukan di areal PR III Kecamatan Parigi oleh personil dari Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Tadulako (31 Oktober 2013, di Parigi Moutong)

 Tahapan V : Pendampingan penyelesaian peta status kerusakan tanah untuk produksi biomassa kabupaten Parimo (19-22 Nopember 2013 di Palu), berupa pengolahan dan analisis data tabular dan data spasial.

Secara skematik, alur tahapan kegiatan tergambar pada Gambar 1.

Gambar 1 : Tahapan Pilot Project Percepatan SPM Tanah di Kabupaten Parimo

(Sulteng)

Tahapan Kegiatan Pilot Project

Pembicaraan dengan Ka. BLHD Kab. Parimo ; ketersediaan peta RTRW (Sept 2013)

Untuk menjelaskan tujuan dan skenario pelaksanaan pilot kpd. Pemda (9 Oktober

2013)

Menyampaikan dan menyepakati penetapan titik-titik sampling (kegiatan verifikasi lapangan) dgn

Pemda serta orientasi lapangan (21 Okt, 2013) Pelaksanaan sampling lapangan oleh staf

Lab Faperta Untad di Palu (107 titik pd areal PR III) untuk mendapatkan data

kualitas tanah sebagai bahan koreksi indikasi peta potensi kerusakan tanah /peta kondisi awal (31 Okt. 2013 – minggu

II Nov 2013). Staf PPE dan Pemda mendampingi dan mengontrol kegiatan

sampling lapangan oleh Untad di awal kegiatan sampling 31 Oktober 2013) Penyesuaian –penyesuaian jumlah dan lokasi titik sampling Proses pembelajaran Pengolahan & analisis peta (penyusunan peta kondisi Awal)

Pengolahan Data dan Penyusunan Laporan Kegiatan

Bahan Laporan SPM daerah Laporan Pelaksanaan Pilot Proyek

(6)

Page 6

B.

Metode Penyusunan Peta Status Kerusakan Tanah untuk

Produksi Biomassa

1.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pekerjaan penyusunan peta status kerusakan tanah untuk Produksi Biomassa :

1.1. Peta Dasar

Peta dasar adalah peta yang menyajikan informasi-informasi dasar dari suatu wilayah antara lain jalan, pemukiman/kampung, sungai, gunung, tutupan lahan, elevasi dan wilayah administrasi. Peta dasar yang digunakan peta topografi, peta sungai, peta administrasi dan peta jalan. Peta dasar ini akan membantu dalam proses penetapan jumlah dan lokasi titik sampling dalam rangka verifikasi lapangan kondisi tanah wilayah yang akan dipetakan. Peta dasar diperoleh dari bank data PPE Suma (Subbid Inventarisasi LH).

1.2. Peta RTRW Kabupaten Parimo yang sudah diperdakan

Peta RTRW harus tersedia dalam kegiatan ini. Peta pola ruang adalah Peta RTRW yang akan banyak digunakan nantinya. Namun demikian, peta struktur ruang juga penting untuk membantu melakukan screening dan pemetaan lokasi sampling. Demikian pula peta administrasi kabupaten penting untuk menjadi acuan batas kabupaten. Hal ini terkait dengan tahapan penyaringan areal kerja efektif untuk mempersempit batas wilayah yang menjadi obyek penetapan status kerusakan tanah. Prinsip dasar dari penyusunan peta status kerusakan tanah ini adalah status kerusakan berlaku hanya pada tanah kawasan budidaya untuk produksi biomassa yaitu kawasan pertanian, kehutanan (non hutan lindung dan kawasan konservasi), dan perkebunan serta RTH untuk kawasan perkotaan yang ditetapkan dalam RTRW Kabupaten/Kota yang telah disahkan (diperdakan).

1.3. Peta Tematik

Peta tematik dibutuhkan sebagai bahan untuk penilaian potensi kerusakan tanah dalam proses penyusunan peta kondisi awal (Peta Potensi Kerusakan Tanah). Peta potensi kerusakan tanah adalah peta yang menginformasikan areal-areal yang berpotensi rusak. Peta ini merupakan peta indikasi dan harus dilakukan verifikasi lapangan untuk menetapkan statusnya rusak atau tidak. Peta tematik yang dibutuhkan

(7)

Page 7

dalam kegiatan ini terdiri dari 4 (empat) peta tematik yaitu peta jenis tanah, peta lereng, peta curah hujan dan peta penggunaan lahan (land cover = LC).

Peta jenis tanah (JT), peta lereng, dan peta curah hujan yang digunakan dalam kegiatan ini berasal dari Asdep Kehati - KLH dalam bentuk elektronic file dalam format .shp. (bahan yang sama pernah didistribusikan ke semua kabupaten kota di Suma yang menghadiri acara sosialisasi kelembagaan LH di Hotel Singgasana di Makassar).

Peta penggunaan lahan (LC) ada juga berasal dari dari Asdep Kehati-KLH dalam bentuk elektronic file dalam format .shp. (bahan yang sama pernah didistribusikan ke semua kabupaten /kota yang menghadiri acara sosialisasi kelembagaan LH di Hotel Singgasana di Makassar). Namun demikian, mengingat di PPE Suma (Bank Data Subbid Inventarisasi LH) tersedia peta LC Program MIH 2011, maka peta LC yang digunakan dalam proses penyusunan peta ini adalah peta tersebut karena dianggap peta kondisi terbaru yang mendekati kondisi penggunaan lahan yang ada saat ini.

1.4. Peta dan data lainnya

Peta lahan kritis Kabupaten Parimo tidak diperoleh tetapi ada beberapa peta lain dalam peta RTRW (peta struktur ruang) yang digunakan sebagai referensi. Data lain yang digunakan adalah data-data terkait dengan proses Geographic Information System (GIS) dan penyusunan laporan.

1.5. Pedoman Teknis

Pedoman Teknis yang digunakan adalah Pedoman Teknis Penyusunan Status Kerusakan Untuk Produksi Biomassa (KLH-2009), PP 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa dan referensi lainnya terkait status kerusakan tanah untuk produksi biomassa.

1.6. Komputer yang kompatibel

Komputer yang digunakan dalam mengolah data spasial adalah laptop dengan spesifikasi Intel Core i3 .

1.7. Software pengolah peta

Software pengolah peta yang digunakan dalam kegiatan ini adalah Quantum GIS 1.8.0 versi Lisboa. Software ini sifatnya free (tidak berbayar), sehingga daerah dapat menggunakannya secara bebas tanpa

(8)

Page 8

ada kewajiban untuk membeli seperti software GIS lainnya yang harganya sangat mahal.

Alur Kerja :

Alur kerja penyusunan peta status kerusakan tanah untuk produksi biomassa digambarkan dalam Gambar 2.

Gambar 2 : Urutan Pekerjaan Penyusunan Peta Status Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa

Tahapan – tahapan:

Persiapan/Penyusunan Peta Kondisi Awal:

• Proses Pengolahan informasi, data dan pengolahan peta-peta tematik untuk menduga Potensi KerusakanTanah.

• Output: Peta Kondisi AwalTanah/ Peta Potensi Kerusakan Tanah

Verifikasi Lapangan:

. Inventarisasi dan identifikasi data . Output: Peta Kondisi Tanah (Sementara)

Penyusunan Peta KondisiTanah:

. Disusun berdasarkan hasil verifikasi lapangan dan data laboratorium

. Output: Peta Kondisi Tanah

Penyusunan Peta Status KerusakanTanah:

. Disusun berdasarkan matching antar Kondisi tanah dengan kriteria baku

. Output: Peta Status Kerusakan Tanah untuk Produksi biomassa Skema Tahapan Pemetaan

Sumber : Diinterpretasi dari Pedoman Teknis Penyusunan Peta Status Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa, 2009

10/17/2013

2.

Metode Penyusunan Peta Potensi Kerusakan Tanah

Metode penyusunan Peta Potensi Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa (Peta Kondisi Awal) merujuk kepada pedoman teknis yang dikeluarkan oleh KLH tahun 2009. Secara skematis, metode penyusunan peta potensi kerusakan tanah dapat dilihat pada Gambar 3.

(9)

Page 9

Gambar 3: Skema Penyusunan Peta Potensi Kerusakan Tanah (Peta Kondisi Awal)

Pembuatan Peta Kondisi Awal

Peta Lereng Peta CH Peta Tanah Peta LC skoring skoring skoring skoring Peta Pola Ruang

screening

overlay Perhitungan Skor Total dan Penetapan

Potensi Kerusakan Tanah Peta Hasil

Overlay

Peta Kondisi Awal Areal Kerja Efektif

(Pertanian, Perkebunan, H.Tanaman, dan H.Produksi)

intersect

10/17/2013

Sumber : Bahan presentase Bintek SPM Tanah di Palu, 17 Oktober 2013

Peta potensi kerusakan tanah merupakan peta yang berisi informasi pendugaan potensi kerusakan tanah pada areal kawasan budidaya untuk produksi biomassa dalam suatu kabupaten/kota. Pendugaan potensi kerusakan tanah disusun dengan metode:

a. Peta lereng (L), peta jenis tanah (JT), peta curah hujan (CH) dan peta LC masing-masing diberi bobot, rating dan skor. Skor merupakan perkalian dari bobot dan rating (proses dilakukan di data atribut peta dalam format .shp);

b. Keempat peta tematik yang sudah diisi data atributnya sampai skor,

ditumpangsusunkan (overlay) secara intersect sehingga

menghasilkan satu unit peta baru ;

c. Areal kerja efektif ditarik dari peta Pola Ruang Kabupaten Parimo. Peta pola ruang kawasan budidaya disaring kawasan produksi biomassanya saja seperti pertanian (lahan kering dan basah/sawah), perkebunan, kawasan hutan produksi menjadi areal kerja efektif. Peta baru dari hasil saringan ini hanya berisi informasi kawasan budidaya untuk produksi biomassa saja.

(10)

Page 10

d. Peta hasil overlay peta-peta tematik pada poin b ditumpangsusunkan (overlay) dengan peta areal kerja efektif (peta hasil di poin c) secara intersect untuk menghasilkan peta baru. Peta hasil overlay ini kemudian dilengkapi data atributnya dengan menambah kolom skor total. Nilai skor total diperoleh dari hasil akumulasi skor dari keempat peta tematik yang telah ditumpangsusunkan. Selanjutnya ditambahkan satu kolom lagi dengan judul Potensi yang berisi informasi kategori potensi kerusakan tanah (PR I, PR II, PR III, PR IV dan PR V).

Tabel 1: Kriteria Pembagian Kelas Potensi Kerusakan Tanah Berdasarkan Nilai Skor Total

Simbol Potensi Kerusakan Tanah Skor Pembobotan (Skor Total) PR I Sangat rendah < 15 PR II Rendah 15 – 24 PR III Sedang 25 – 34 PR IV Tinggi 35 – 44 PR V Sangat tinggi 45 – 50

Sumber : Pedoman Teknis Penyusunan Peta Status Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa, 2009 (hal. 13)

Penentuan kategori potensi kerusakan tanah mengacu kepada pedoman teknis (Tabel 1). Peta inilah yang menjadi peta potensi kerusakan tanah untuk produksi (Peta Kondisi awal)

(11)

Page 11 3 A ku m u la si 4 2 3 12

Potensi Kerusakan Tanah:

sedang

Peta Tematik Skoring Skor

+ Jenis Tanah: Typic Hapludults Penggunaan Lahan: Tegalan Lereng: 8% Curah hujan 2500 mm/th Dibandingkan dengan kriteria Persiapan

Skema Penilaian Potensi Kerusakan Tanah

Sumber : Pedoman Teknis Penyusunan Peta Status Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa, 200910/17/2013

Sumber : Pedoman Teknis Penyusunan Peta Status Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa, 2009 (hal. 15)

Peta potensi /kondisi awal pada prinsipnya menyajikan informasi dugaan potensi kerusakan tanah, luasan dan sebarannya. Peta ini akan digunakan dalam mengarahkan kegiatan verifikasi lapangan nantinya.

3.

Verifikasi Lapangan

Verifikasi lapangan harus mengacu kepada Peta Kondisi Awal (Peta Potensi Kerusakan Tanah). Kunci utama kegiatan verifikasi adalah sampling tanah. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam verifikasi lapangan ini adalah ketersediaan biaya verifikasi lapangan. Hal ini penting karena harus memperhitungkan berapa biaya dibutuhkan per titik lapangan yang akan diambil contoh tanahnya untuk diukur di lapangan maupun untuk diuji dan dianalisis di lab.

Apabila pendanaan tidak terbatas, maka akan lebih mudah. Titik sampling diprediksi dengan cara sistem bebas. Pada setiap satuan lahan (poligon) dilakukan sampling secara acak (random). Penentuan jumlah titik sampling dilakukan dengan cara tiap luasan 100 ha minimal diwakili 4 titik sampling, tetapi dalam meletakkan posisi titik dalam poligon dilakukan secara acak. Atau dengan cara tiap poligon dibagi 25

(12)

Page 12

ha. Proporsi titik berdasarkan poligon penting karena pada perhitungan frekuensi relatif nanti berdasarkan poligon.

Namun demikian, apabila anggaran terbatas lakukan prioritas areal yang akan disampling. Prinsipnya adalah prioritaskan areal yang berada pada kategori PR V, kemudian PR, IV , PR III dan seterusnya. Pendekatan pertama yang dapat dilakukan adalah apabila jumlah titik sampling pada semua areal PR tertinggi dapat disampling semua dalam satu kabupaten dengan anggaran yang ada, maka pilih PR tertinggi itu saja untuk diverifikasi untuk ditetapkan statusnya pada tahun berjalan. Kategori selanjutnya dianggarkan pada anggaran tahun berikutnya. Pendekatan kedua adalah apabila anggaran tidak mencukupi untuk melakukan pendekatan pertama, maka pendekatan kedua dilakukan dengan cara memilih salah satu kecamatan saja dulu. Pendekatan ketiga dilakukan apabila pendekatan kedua tidak memungkinkan yaitu dengan cara memilih PR tertinggi dalam satu kecamatan tersebut.

Kegiatan verifikasi lapangan dapat dilakukan sendiri oleh staf BLHD kabupaten/kota apabila sumber daya manusia tersedia. Namun demikian, apabila tidak tersedia sumber daya daya manusia dan lab pengujian parameter tanah sesuai dengan PP 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa, dapat menggunakan jasa pihak ketiga. Usahakan menggunakan lab tanah perguruan tinggi setempat untuk menekan biaya dan mempermudah transfer pengetahuan dan keterampilan sampling tanah dan pengujian parameter kualitas tanah dari perguruan tinggi kepada staf BLHD.

Acuan dalam melakukan sampling tanah di lapangan dan pengujian di lab adalah PermenLH No . 07 Tahun 2007 tentang Tatacara Pengukuran Kriteria Baku Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa. Beberapa parameter kriteria baku kerusakan tanah diukur langsung di lapangan, sedangkan parameter lainnya harus melalui analisis laboratorium. Pada kegiatan pilot project ini kegiatan sampling lapangan dan pengujian contoh tanah dilakukan oleh staf Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Unversitas Tadulako (Untad) Palu. Staf lab BLHD Kabupaten Parimo hanya ikut mendampingi untuk transfer pengetahuan dan keterampilan. Staf PPE juga mendampingi pada awal kegiatan sampling lapangan untuk memastikan sampling dilakukan sesuai dengan aturan dalam rangka quality control pekerjaan. Pada kegiatan pilot project ini tidak dilakukan pengukuran erosi tanah karena tidak memenuhi syarat waktu (interval waktu pengukuran). Lihat ketentuan dalam Pedoman Teknis Penyusunan Peta Status Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa (2009; hal. 18).

(13)

Page 13

4.

Penyusunan Peta Kondisi Tanah

Peta kondisi tanah bersifat deskriptif. Peta ini hanya memberi gambaran tentang sifat-sifat tanah pada wilayah yang disurvey. Peta kondisi tanah memuat nilai parameter-parameter kriteria baku kerusakan tanah. Nilai dicantumlkan dalam format tabel yang berisi nilai kisaran dari masing-masing parameter.

5.

Metode Analisis Data Hasil Verifikasi Lapangan

Data-data hasil verifikasi lapangan dan pengujian di lab diolah dan dianalisis untuk menentukan status kerusakan tanah yang diwakili oleh contoh uji tanah. Metode yang digunakan adalah metode matching dan metode skoring frekuensi relatif kerusakan tanah.

Metode matching adalah membandingkan antara data parameter-parameter kerusakan tanah yang terverifikasi (data hasil pengukuran lapangan dan uji lab) dengan nilai-nilai parameter kriteria baku kerusakan tanah (sesuai dengan PP 150 tahun 2000). Selanjutnya

frekuensi relatif (%) per parameter dihitung dengan cara

membandingkan jumlah titik sampling yang tergolong rusak (melampaui baku mutu) dengan jumlah titik sampling dalam satu poligon dikalikan seratus persen. Untuk penentuan status kerusakan tanah, lebih detail lihat pada Tabel 2 dan 3 dan Gambar 5 dan 6.

(14)

Page 14

Analisis Hasil Sampling (PP No. 150 Tahun 2000

tentang Kriteria Baku Kerusakan Tanah)

Peta Kondisi Tanah

Menghitung Frekuensi Relatif (FR) Setiap Parameter ; skoring FR per parameter , dan mengakumulasikan total skor FR (dari semua

parameter) Penetapan Kategori

Status Kerusakan Tanah

Peta Status

Kerusakan Tanah

Pembuatan Peta Status Kerusakan Tanah

Jumlah sample yang > BM Jumlah seluruh sampel dalam

satu unit lahan

X 100% FR (%)=

10/17/2013

Sumber : Bahan presentase Bintek SPM Tanah di Palu, 17 Oktober 2013

Dalam penetapan status kerusakan tanah langkah-langkah yang dilalui adalah sebagai berikut:

a. Menghitung frekuensi relatif (%) dan setiap parameter kerusakan tanah;

b. Memberikan nilai skor untuk masing-masing parameter berdasarkan nilai frekwensi relatifnya dengan kisaran nilai dari 0 sampai 4 ;

c. Melakukan penjumlahan nilai skor masing-masing parameter criteria kerusakan tanah;

d. Penentuan status kerusakan tanah berdasarkan hasil penjumlahan nilai skor .

Tabel 2: Skor Kerusakan tanah berdasarkan frekwensi relatif dari berbagai parameter-parameter kerusakan tanah.

Frekwensi Relatif Tanah Rusak (%)

SKOR Status Kerusakan Tanah

(15)

Page 15

11- 25 1 Rusak ringan

26 – 50 2 Rusak sedang

51 -75 3 Rusak berat

76 -100 4 Rusak sangat berat

Sumber : Pedoman Teknis Penyusunan Peta Status Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa, 2009 (hal. 20)

Alur penilaian status kerusakan tanah berdasarkan data hasil verifikasi lapangan ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6: Skema Penilaian Status Kerusakan Tanah per Parameter

Status Kerusakan Tanah: Rusak

ringan

Parameter Skoring Skor

Frekwensi relatif

+

Ketebalan Solum Kebatuan Permukaan Komposisi Fraksi kasar Berat isi Dibandingkan dengan kriteria Frekwensi relatif Tanah rusak Porositas Total Derajat Pelulusan Air

pH (H2O) 1:2.5

Daya hantar listrik (DHL) Redoks Jumlah Mikroba: 40 % 20% 20% 10% 10% 20% 0 0 0 30% 2 1 1 0 0 1 0 0 0 2 Jumlah : 7 D ia kum ul as ik an

Skema Penilaian Status Kerusakan Tanah Peta Status KerusakanTanah

Sumber : Pedoman Teknis Penyusunan Peta Status Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa, 2009

10/17/2013 Sumber : Pedoman Teknis Penyusunan Peta Status Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa, 2009 (hal. 15)

Tabel 3:Status Kerusakan Tanah Berdasarkan Nilai Akumulasi Skor Kerusakan Tanah untuk Lahan Kering dan Lahan Basah.

Simbol

Status Keruskaan

Tanah

Nilai akumulasi skor kerusakan tanah

Lahan Kering Lahan Basah Tanah lahan gambut bersubstratum Tanah gambut lain atau mineral

(16)

Page 16 pasir kuarsa

N Tidak Rusak 0 0 0

R.I Rusak Ringan 1- 4 1 - 12 1 – 8 R.II Rusak Sedang 15 – 24 13 - 17 9 – 14 R. III Rusak Berat 25 – 34 18 - 24 15 – 20 R. IV Rusak Sangat

Berta

35 – 40 25 - 28 21 – 24

Sumber : Pedoman Teknis Penyusunan Peta Status Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa, 2009 (hal. 20)

Dalam pilot project ini kriteria yang dipakai hanya untuk lahan kering karena tidak ada lahan gambut di lokasi kegiatan.

5. Penyusunan Peta Status Kerusakan Tanah

Penyusunan status kerusakan tanah merupakan tahap akhir dalam penyusunan peta. Data hasil analisis dijadikan dasar menetapkan status kerusakan pada poligon tertentu dari peta potensi kerusakan tanah. Ada kemungkinan peta potensi menyatakan satu poligon berpotensi rusak sedang, tetapi hasil verifikasi dan penetapan status menyatakan statusnya sebagai lahan dengan potensi kerusakan ringan. Demikian juga sebaliknya.

BAB III

Penyusunan Peta Kerusakan Tanah untuk Produksi

Biomassa

(17)

Page 17

Peta status kerusakan tanah merupakan bagian dari Standar Pelayanan Minimal (SPM) kabupaten/kota yaitu Penyediaan Informasi Status Kerusakan Tanah untuk

Produksi Biomassa. Sebagai bentuk pelayanan publik, pemerintah

kabupaten/kota menyajikan informasi status kerusakan, luas dan sebarannya. Peta status kerusakan dihasilkan dari rangkaian proses analisis peta dan analisis matematis. Secara skematis, proses penyusunan status kerusakan tanah untuk produksi biomassa digambarkan dalam Gambar 7.

Gambar 7: Skema Penyusunan Peta Status Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa berdasarkan PermenLH Nomor 20 Tahun 2008

Identifikasi awal tanah untuk menentukan areal yang berpotensi

mengalami kerusakan

Analisis Sifat Dasar Tanah

Evaluasi Untuk Menetapkan Status Kerusakan Tanah

Status Kerusakan

Tanah

Penetapan Kondisi Tanah

Penetapan Status Kerusakan Tanah

Penanggulangan kerusakan dan pemulihan tanah Pencegahan kerusakan tanah Rusak Tidak Rusak Kondisi Iklim, topografi, potensi kerusakan dan penggunaan tanah Kriteria baku kerusakan tanah nasional Penetapan kriteria baku kerusakan tanah daerah Informasi awal sifat dasar tanah

Data-data lainnya (citra satelit, foto

udara, dll Peruntukan kawasan produksi biomassa sesuai RTRW Prov/kab Sampling dan pengujian kualitas tanah

Sumber : Lampiran II Permen Lh No. 20 /2008

A.

Gambaran Umum Lokasi

Pilot Project

Kabupaten Parimo dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Parigi Moutong di Provinsi Sulawesi Tengah, yang kemudian diresmikan pada tanggal 10 Juli 2002. Luas Wilayah Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) adalah 6.231,85 km2 terdiri dari 22 (dua puluh dua)

(18)

Page 18

kecamatan, 220 (dua ratus dua puluh) desa dan 5 (lima) kelurahan. Secara geografis Kabupaten Parimo terletak pada 0,750LU – 1 0LS dan 120 – 121 0BT dan dilalui oleh garis khatulistiwa yang membentang dari Desa Maleali Kecamatan Sausu sampai Desa Muotong Timur Kecamatan Moutong sepanjang ± 472 Km. Kabupaten Parimo mempunyai batas-batas wilayah antara lain:

 Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Buol, Kabupaten Toli-Toli dan Provinsi Gorontalo;

 Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Poso dan Provinsi Sulawesi Selatan;

 Sebelah Barat, berbatasan dengan Kota Palu dan Kabupaten Sigi Biromaru; dan

 Sebelah Timur berbatasan dengan Teluk Tomini.

Jumlah penduduk Kabupaten Parimo berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 mencapai 413.588 jiwa, yang terdiri dari 212.809 jiwa penduduk laki-laki dan 200.779 jiwa penduduk perempuan. Laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,9%. Kepadatan penduduk sekitar 66 jiwa /km2. Kecamatan terpadat penduduknya bukan Kecamatan Parigi sebagai ibukota Kabupaten, tetapi Kecamatan Bolano Lambunu diikuti oleh Kecamatan Tinombo. Kecamatan Parigi hanya urutan ketiga tingkat kepadatan penduduknya (Kabupaten Parimo dalam Angka, 2011).

Kabupaten Parimo berada pada ketinggian antara 0- 2900 meter dpl. (BKPMD Kabupaten Parigi Moutong, 2012). Kondisi topografi daratan Kabupaten Parigi Moutong terdiri 4 tipe yaitu datar(kemiringan lereng 0-8%) seluas 146.134 Ha, bergelombang (kemiringan lereng 8-15%) seluas 60.443 Ha; curam (kemiringan lereng 15-45%) seluas 142.186 Ha dan sangat curam (kemiringan lereng > 45%) seluas 1.97 Ha.

Iklim Kabupaten Parigi Moutong terdiri dari 2 musim, musim hujan dan musim kemarau. Curah hujan tertinggi yang tercatat terjadi pada Mei-Juni sebesar 446 mm dan terendah 60 mm (BKPMD Kabupaten Parigi Moutong, 2012).

Jenis tanah pada kawasan budidaya untuk produksi biomassa Kabupaten Parimo adalah Dystropepts; Eutropepts; Tropudalfs; Dystropepts; Humitropepts;

Tropohumults; Haplorthox; Fluvaquents; Tropaquepts; Tropohemists;

Fluvaquents; Rendolls; Sulfaquents; Hydraquents; Tropofluvents

Tropopsamments; Tropaquents; Ustropepts; Haplustults; Haplustalfs;

Paleustults; Ustifluvents (Peta Jenis Tanah -Asdep Kehati-KLH).

Adapun jenis landcover (LC) pada areal kawasan budidaya untuk produksi biomassa Kabupaten Parimo terdiri dari tegalan/ladang, perkebunan, kebun campuran, hutan primer,hutan sekunder, semak belukar, sawah, mangrove, tanah terbuka dan rawa (Peta MIH, 2011)

(19)

Page 19

Berdasarkan arahan dalam RTRW Kabupaten Parimo 2010 – 2030, kawasan budidaya terdiri dari:

a. Kawasan hutan produksi yang meliputi : 1)hutan produksi terbatas seluas lebih 110.008 ha tersebar di Kecamatan Sausu, Balinggi, Torue, Parigi Selatan, Parigi Barat, Parigi Utara, Siniu, Ampibabo, Toribulu, Kasimbar, Tinombo Selatan, Palasa, Bolano Lambunu , Taopa dan Moutong; 2)hutan produksi tetap seluas kurang lebih 21.805 Ha tersebar di Kecamatan Sausu, Balinggi, Torue, Parigi Selatan, Siniu, Tinombo dan Mepangga; dan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas 16.900 ha tersebar di Kecamatan Sausu, Simiu dan Ampibabo;

b. Kawasan peruntukan pertanian meliputi : 1) kawasan pertanian lahan basah seluas 52.048 Ha tersebar di Kecamatan Sausu, Balinggi, Torue, Parigi Selatan, Parigi Barat, Parigi, Siniu, Ampibabo, Kasimbar, Toribulu, Tinombo Selatan, Tomini, Palasa, Taopa, Mepangga, Bolano Lambunu dan Moutong; 2) Kawasan pertanian lahan kering seluas 81.172 Ha yang tersebar di hampir semua kecamatan;

c. Kawasan Perkebunan meliputi : kawasan pengembangan kakao seluas 65.439 Ha, kawasan pengembangan kelapa seluas 27.328 Ha, dan kawasan pengembangan tanaman cengkeh seluas 3.331 Ha yang tersebar di Kecamatan Sausu, Balinggi, Torue, Parigi Selatan, Parigi Utara, Parigi Barat, Parigi, Parigi Tengah, Siniu, Ampibabo, Toribulu, Kasimbar, Tinombo Selatan, Tinombo, Palasa, Tomini, Mepanga, Bolano Lambunu, Taopa, Moutong, Ampibabo. Kawasan perkebunan lainnya seluas 2.117 Ha tersebar di seluruh kecamatan.

Wilayah Studi yang menjadi lokasi verifikasi lapangan berada di Kecamatan Parigi. Luas kecamatan Parigi 23,5 km2 (235.000 Ha) atau hanya sekitar 0,38% dari luas Kabupaten Parimo. Berdasarkan arahan dalam RTRW Kabupaten Parimo 2010 – 2013 areal kawasan budidaya untuk produksi biomassa di Kecamatan Parigi terdiri pertanian lahan basah dan lahan kering, HPT dan HP, dengan luas 9.470,354 Ha. Namun demikian luas areal yang diverifikasi hanya sekitar 3.358,455 Ha saja.

B.

Penyusunan Peta Potensi (Kondisi Awal) Kerusakan Tanah

untuk Produksi Biomassa

Penyusunan peta potensi kerusakan tanah untuk produksi biomassa (Peta Kondisi Awal) merupakan langkah awal proses penyusunan peta status kerusakan tanah untuk produksi biomassa. Tujuan kegiatan ini untuk mendapatkan informasi awal kondisi kerusakan tanah di Kabupaten Parimo. Output kegiatan berupa 1 (satu) peta kondisi awal /potensi kerusakan tanah untuk produksi biomassa Kabupaten

(20)

Page 20

Parimo yang berisi informasi luas, sebaran dan parameter kerusakan tanah untuk produksi biomassa Kabupaten Parimo .

Bahan yang diperlukan untuk menyusunan peta potensi kerusakan tanah untuk produksi biomassa adalah 4 jenis peta tematik : peta Jenis Tanah (JT), peta kelerangan (L), peta Curah Hujan (CH), dan peta Landcover (LC). Selain empat peta tematik tersebut, peta dasar seperti peta topografi dan peta tata ruang (pola ruang dan struktur ruang), akan sangat membantu dalam menetapan batas wilayah kabupaten dan menganalisis peta nantinya. Bahan-bahan peta tersebut telah disediakan oleh Asdep Kehati –KLH (pada acara sosialisasi kelembagaan telah dibagikan kepada peserta dari kabupaten/kota) dan peta RTRW disediakan oleh BLHD Kabupaten Parimo dalam bentuk elektronik file.

Selain bahan, aspek penting lain adalah tersedianya software pengolah data spasial (GIS) yang akan mengolah peta-peta tematik tersebut. Dalam kegiatan ini sangat didorong untuk menggunakan software GIS yang gratis. Software GIS yang digunakan Quantum GIS ver 1.8.0 Lisboa. Software ini dapat diakses lewat internet secara gratis. Kegiatan persiapan teknis penggunaan software Quantum GIS ver 1.8.0 Lisboa telah dilakukan sejak akhir Agustus 2013/awal September 2013. Peta-peta tematik dari Kabupaten Parimo diolah menggunakan software Quantum GIS ver 1.8.0 Lisboa.

Langkah-langkah pekerjaan analisis spasial:

a. Peta-peta tematik Provinsi Sulawesi Tengah berupa peta Jenis Tanah (JT), peta kelerangan (L), peta Curah Hujan (CH), dan peta Landcover (Lc) ) dipotong dengan proses clip. Peta yang menjadi input adalah peta tematik dan peta batas administrasi kabupaten yang menjadi peta clip (peta yang menjadi pemotong). Peta administrasi Kabupaten Parimo yang digunakan adalah peta administrasi RTRW.

Gambar 8: Alur Kerja Pemotongan Peta Tematik Provinsi Sulteng dengan Menggunakan Peta Administratif Kabupaten Parimo

Peta ch_sulteng

Ch_parimo

Administrasi_kabupaten

(21)

Page 21

b. Selanjutnya masing-masing peta tematik baru hasil proses clip dari skala provinsi menjadi skala kabupaten diberi bobot, rating dan skor. Hal ini dilakukan karena peta potensi kerusakan Kabupaten Parimo yang diperoleh dari Asdep Kehati_KLH, tidak digunakan, terutama peta jenis tanah. Selain itu, dengan proses pemotongan dengan batas administrasi dari Peta RTRW, legalitas peta dapat tertelusur (sumber peta).

c. Setelah keempat peta tematik Kabupaten Parimo telah memiliki data atribut tambahan berupa skor, maka keempat peta tematik Kabupaten Parimo tersebut ditumpangsusunkan (overlay) dengan cara intersect. Hasil dari proses overlay ini adalah satu buah peta yang berisi gabungan informasi 4 peta tematik tersebut. Peta tersebut belum berisi informasi status potensi rusak sehingga perlu ditambah data pada tabel peta. Informasi tambahan adalah skor total yang merupakan akumulasi skor dari gabungan 4 peta tematik tersebut dengan cara penjumlahan (proses ini dilakukan pada data tabel peta). Setelah skor total selesai, tabel ditambahkan satu kolom informasi tambahan yaitu kolom status potensi kerusakan dengan mengacu kepada petunjuk teknis seperti yang disajikan pada tabel 4.

Tabel 4: Kriteria Potensi Kerusakan Tanah

Simbol Potensi Kerusakan

Tanah Skor Total PR. I Sangat rendah < 15 Peta soil_sulteng Peta lc_Sulteng_2011 Peta_lereng_sulteng

Clip

Administrasi_kabupaten soil_parimo

Clip

Administrasi_kabupaten lc_parimo

Clip

Administrasi_kabupaten L_parimo

(22)

Page 22

PR. II Rendah 15 – 24

PR. III Sedang 25 – 34

PR. IV Tinggi 35 – 44

PR. V Sangat tinggi 45 – 50

Sumber : Pedoman Teknis Penyusunan Peta Status Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa (2009)

Modul proses penyusunan Peta Potensi Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa dengan menggunakan software Quantum GIS ver 1.8.0 Lisboa terlampir. Setelah semua proses selesai, maka peta status potensi kerusakan tanah untuk produksi biomassa Kabupaten Parimo telah tersedia (Lampiran 1). Tabel 5 menyajikan informasi status potensi kerusakan tanah untuk produksi biomassa Kabupaten Parimo per kecamatan, yang ditarik dari data tabel peta potensi kerusakan tanah untuk produksi biomassa.

Tabel 5:Luas dan Potensi Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa di Kawasan Budidaya Kabupaten Parimo

No KECAMATAN PR I (Ha) PR II (Ha) PR III (Ha) PR IV (Ha) Luas Total (Ha)

1 Ampibabo 10.082,151 12.624,354 22.706,505 2 Balinggi 5.962,368 6.965,058 19,507 12.946,932 3 Bolano Lambunu 12.067,100 41.916,529 3.463,518 57.447,147 4 Kasimbar 60,436 10.556,237 15.061,812 6,823 25.685,307 5 Mepanga 1.435,050 85,949 0,000 1.521,000 6 Moutong 786,180 8.171,869 645,347 9.603,396 7 Palasa 1.543,010 22.745,887 6.320,018 30.608,916 8 Parigi 3.940,653 5.529,700 9.470,354 9 Parigi Barat 200,139 1.814,365 2.014,504 10 Parigi Selatan 2.571,043 2.327,012 15,958 4.914,013 11 Parigi Tengah 796,154 3.639,443 15,914 4.451,511 12 Parigi Utara 311,551 2.853,279 15,439 3.180,269 13 Sausu 6.884,254 25.546,783 116,281 32.547,318 14 Siniu 3.154,185 4.190,182 7.344,367 15 Taopa 196,016 6.524,192 121,385 6.841,593 16 Tinombo 4.175,243 33.815,950 6.295,715 44.286,908 17 Tinombo Selatan 183,864 10.061,952 20.118,683 18,423 30.382,922 18 Tomini 1.683,349 3.743,030 454,469 5.880,849 19 Toribulu 3.710,518 4.543,055 8.253,573 20 Torue 3.926,103 26.969,797 30.895,901 Grand Total 244,299 84.043,258 249.186,929 17.508,797 350.983,283

(23)

Page 23

Tabel 5 merupakan hasil penyaringan areal kerja efektif yaitu hanya kawasan budidaya untuk produksi biomassa. Kawasan budidaya untuk produksi biomassa Kabupaten Parimo terdiri dari 4 kriteria potensi kerusakan yaitu PR I, PR II, PR III dan PR IV (Potensi kerusakan tanah sangat rendah – tinggi) dengan luas total 350.983,283 Ha. Areal ini yang akan diverifikasi (sampling) dan ditetapkan statusnya nantinya. Kawasan budidaya dimaksud adalah kawasan hutan produksi, kawasan pertanian lahan kering , perkebunan dan pertanian lahan basah (sawah).

Data pada Tabel 5 menunjukkan areal dengan kategori PR III (Potensi kerusakan tanah sedang) merupakan kategori potensi kerusakan tanah yang dominan di Kabupaten Parimo. PR III merupakan 71% dari keseluruhan areal kawasan budidaya untuk produksi biomassa yang ada di Kabupaten Parimo (Gambar 9), sedangkan PR I luasnya tidak mencapai 1% dari total areal kawasan budidaya untuk produksi biomassa. Areal dengan kategori PR IV (potensi kerusakan tanah tinggi) mencakup 5% dari total kawasan budidaya untuk produksi biomassa di Kabupaten Parimo yang tersebar di 14 Kecamatan. Luas areal dengan kategori PR IV terluas terdapat di Kecamatan Palasa (6.320,018 Ha ) dan Kecamatan Tinombo (6.295,715 Ha).

Gambar 9: Diagram Perbandingan Persentasi Potensi Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa per Kategori

Sumber : data diolah (PPE Suma , 2013)

Karena Kabupaten Parimo sangat luas dan kemampuan pembiayaan pilot proyek oleh PPE Suma terbatas, maka perlu dilakukan proses screening (penyaringan) areal yang akan diverifikasi. Tidak semua kawasan budidaya untuk produksi biomassa yang telah diduga potensi kerusakannya akan diverifikasi karena anggaran terbatas .

Berdasarkan Buku Parimo dalam Angka 2012 (BPS Kab. Parimo), luas Kabupaten Parimo 6231,85 km2 (623.185 Ha). Berdasarkan data pada Tabel 5 terlihat sekitar 56,32% (350.983,283 Ha) wilayah Kabupaten Parimo merupakan kawasan budidaya untuk produksi biomassa berupa Kawasan Perkebunan, Hutan Produksi

(24)

Page 24

Terbatas (HPT), Kawasan Pertanian Lahan Kering dan Kawasan Pertanian lahan basah.

Tabel 5 menunjukkan luas kawasan budidaya untuk poduksi biomassa di Kabupaten Parimo adalah 350.983, 283 ha, maka idealnya jumlah titik sampling yang akan diverifikasi sekitar 14.000-an titik (angka ini didapat dari pembagian luas total areal kawasan budidaya untuk produksi biomassa dibagi 25 ha dengan asumsi tiap 100 ha minimal 4 titik). Angka tersebut, masih perkiraan kasar karena dalam proses peta nantinya jumlah ini akan berkurang karena membaginya per poligon. Dengan prediksi titik sampling sekitar 14.000 tersebut, maka harus dilakukan prioritisasi.

Tabel 5 menunjukkan sebaran lokasi dengan status PR IV pada umumnya berlokasi jauh dari ibukota Provinsi Sulawesi Tengah (berbatasan dengan Provinsi Gorontalo) dan akses ke lokasi agak jauh dan sulit sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan sampling tanah pada areal tersebut dengan jumlah anggaran dan alokasi waktu yang tersedia. Strategi yang harus dilakukan adalah melakukan screening dengan menggunakan peta aministrasi kecamatan, di mana Kabupaten Parimo memiliki 20 kecamatan.

C.

Penetapan Jumlah dan Lokasi Sampling Tanah

Berdasarkan data Tabel 5, maka dilakukan perhitungan dan analisis untuk menetapkan kecamatan mana yang paling memungkinkan untuk diverifikasi dengan dana dan alokasi waktu yang ada. Selain itu perlu diperhitungkan juga akses ke ibukota provinsi untuk pengujian contoh tanah di laboratorium Tanah Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Tadulako (Untad).

Metode penentuan jumlah dan lokasi titik sampling adalah menganalisis data pada Tabel 5. Luas (ha) masing-masing poligon dibagi 25. Hasil pembagian itu merupakan jumlah titik per poligon. Selanjutnya ditotalkan jumlah titik pada semua poligon berdasarkan statusnya, maka diperoleh data seperti Tabel 6.

Tabel 6: Prediksi Jumlah Titik Sampling per Kecamatan dan Status Potensi Kerusakan Tanah .

No Kecamatan Jumlah Titik Sampling

PR I PR II PR III PR IV Grand Total

1 Ampibabo 0 403 504 0 908 2 Balinggi 0 238 278 0 517 3 Bolano Lambunu 0 482 1676 138 2297 4 Kasimbar 2 422 602 0 1027

(25)

Page 25

Sumber : Data diolah (PPE Suma, 2013)

Berdasarkan hasil analisis data Tabel 6 kecamatan yang paling memungkinkan dilakukan verifikasi lapangan (sampling tanah) dapat diidentifikasi. Data pada Tabel 6 menunjukkan hanya Kecamatan Parigi Barat yang paling memungkinkan untuk diverifikais secara lengkap dengan jumlah total titik sampling 81 titik. Jumlah titik ini memang ideal, namun setelah diamati dengan peta topografi (peta dasar), ternyata semua lokasi sampling berada pada ketinggian di atas 1000 m yang berupa hutan dan akses jalan ke lokasi hampir tidak ada. Dengan fakta kondisi medan seperti itu, dengan alokasi waktu dan dana yang tersedia, tidak memungkinkan dilakukan sampling pada lokasi dengan kondisi medan seperti itu. Harga sampling per titik sangat mahal jadinya sehingga kemungkinan jumlah titik akan berkurang. Hal ini makin diperkuat hasil dari rapat koordinasi teknis I di Kabupaten Parimo dengan pimpinan dan staf BLHD Kabupaten Parimo yang terkait.

Kecamatan lain yang menjadi kandidat adalah Kecamatan Parigi.

Pertimbangannya adalah medan lebih datar dan akses mudah. Namun demikian,

5 Mepanga 0 57 3 0 60 6 Moutong 0 31 326 25 384 7 Palasa 0 61 909 252 1224 8 Parigi 0 157 221 0 378 9 Parigi Barat 0 8 72 0 80 10 Parigi Selatan 0 102 93 0 196 11 Parigi Tengah 0 31 145 0 178 12 Parigi Utara 0 12 114 0 127 13 Sausu 0 275 1021 4 1301 14 Siniu 0 126 167 0 293 15 Taopa 0 7 260 4 273 16 Tinombo 0 167 1352 251 1771 17 Tinombo Selatan 7 402 804 0 1215 18 Tomini 0 67 149 18 235 19 Toribulu 0 148 181 0 330 20 Torue 0 157 1078 0 1235

(26)

Page 26

ada beberapa titik yang tetap berada pada ketinggian. Peta Kondisi Awal /Potensi Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa terlampir dengan skala 1: 100.000 (Lampiran 2)

Gambar 10: Peta Kondisi Awal Kecamatan Parigi Berdasarkan Penggunaan Lahannya

Sumber : Pengolahan data (PPE Suma, 2013)

Kecamatan Parigi hanya memiliki 2 status potensi kerusakan tanah yaitu PR II (potensi rusak rendah) dengan prediksi jumlah titik sampling 157 titik dan PR III (potensi rusak sedang) dengan prediksi jumlah total titik sampling 221 titik (setelah dihitung secara detail- per poligon dengan mengabaikan luas poligon di bawah 20 ha). Luas total kawasan budidaya untuk produksi biomassa di Kecamatan Parigi adalah 9.470,354 Ha (2,69% dari total kawasan budidaya untuk produksi biomassa di Kabupaten Parimo). Dari luasan tersebut, sekitar 3.940,653 Ha termasuk PR II dan 5.529,7 Ha termasuk PR III. Berdasarkan juknis, maka prioritas sampling dilakukan pada areal dengan potensi kerusakan tanah tertinggi. Dengan demikian, kita hanya akan fokus pada areal dengan status potensi kerusakan kategori PR III. Akan tetapi dengan pengerucutan ini ternyata

(27)

Page 27

jumlah titik juga masih sangat banyak dan ada yang berada pada ketinggian di atas 500 m (hal ini dapat dilihat pada saat survey awal). Akhirnya dilakukan negosiasi dengan pihak yang akan melakukan sampling dari Untad. Pemilihan personil dari Untad (dosen dan mahasiswa) yang melakukan sampling dengan pertimbangan lebih banyak titik yang dapat di ambil contoh tanahnya (sampling) per hari dibandingkan apabila dilakukan oleh pemula (PPE atau BLHD). PPE dan BLHD tetap mendampingi kegiatan sampling beberapa hari dalam kapasitas sebagai bagian dari transfer pengetahuan dan keterampilan sampling tanah terutama untuk parameter lapangan dan parameter-parameter yang tersedia alatnya di lab BLHD Parimo. Selain itu, proses pengiriman sampling tanah ke lab Untad akan lebih mudah jika sampling dilakukan oleh personel dari lab Tanah Untad sendiri.

Setelah negosiasi dengan pihak Untad, disepakati hanya 107 titik dari 221 titik dengan kategori PR III di Kecamatan Parigi yang dapat diverifikasi. Luas yang diwakili oleh 107 titik tersebut adalah 3.358,4557 Ha berada pada 25 poligon. Luas tersebut meliputi 66,85% dari luas total areal dengan kategori PR III di Kecamatan Parigi.

Metode penetapan lokasi sampling dilakukan dengan cara :

a. Setelah ditetapkan bahwa hanya PR III saja yang akan diverifikasi, maka dilakukan screening dengan cara poligon dibawah 25 ha dikeluarkan. Hasil dari penyaringan ini adalah 126 titik sampling. Karena dari sisi penganggaran masih tidak memungkinkan dilakukan saringan berdasarkan kondisi lapangan dan hasil negosiasi dengan pihak Lab Tanah Untad dengan tetap menjaga seleksi masih memperhitungkan poligon (unit lahan). Titik yang terpilih harus titik yang mewakili poligon karena akan berpengaruh pada proses analisis (penetapan frekuensi relatif) untuk penetapan status kerusakan;

b. Pertimbangan kedua adalah titik-titik yang akan dipilih nantinya juga akan mudah aksesnya kecuali poligon berupa hutan, tidak ada pilihan tetap harus diambil. Namun demikian jumlahnya akan lebih sedikit dibanding dengan titik sampling pada lokasi datar.

c. Titik-titik sampling juga diusahakan agar mewakili semua jenis peruntukan kawasan sesuai tata ruang.

d. Dari proses a,b,dan c di atas diperoleh jumlah dan sebaran titik yang akan diverifikasi. Peta Sebaran dan lokasi (koordinat titik sampling) disajikan pada Lampiran 3 dan Lampiran 4

Penempatan titik koordinat lokasi sampling dengan menggunakan metode random sampling (sampling acak) dalam satu poligon (unit lahan).

(28)

Page 28

Gambar 11: Peta Sebaran 107 Titik Sampling Verifikasi Lapangan pada Areal Kategori PR III Kecamatan Parigi

Sumber : Pengolahan dan analisis data (PPE Suma , 2013)

Selain penetapan jumlah titik sampling untuk kegiatan verifikasi lapangan di Kecamatan Parigi, prediksi jumlah titik sampling per kecamatan lainnya di Kabupaten Parimo dapat diolah dari peta penyaringan areal kerja efektif Kab. Parimo pada Tabel 6. Data ini dapat dijadikan dasar penyusunan anggaran untuk kegiatan penyusunan Peta Status Kerusakan seluruh Kabupaten Parimo pada tahun 2014.

D.

Verifikasi Lapangan dan Uji Lab Parameter Kerusakan Tanah

Verifikasi lapangan dilakukan setelah ditetapkan jumlah dan lokasi titik koordinat yang akan diambil contoh tanah untuk dinilai parameter lapangannnya dan diuji di lab. Dari hasil analisis peta dan data tabel terdapat 107 titik sampling yang akan diverifikasi. Hasil koordinasi dan diskusi dengan tim lapangan (Tim Untad), disepakati terdapat 3 (tiga) parameter yang akan diukur langsung di lapangan yaitu kedalaman solum, kebatuan permukaan dan permeabilitas. Enam (6) parameter lainnya akan diuji di lab Tanah Faperta Untad yaitu parameter komposisi fraksi kasar, berat isi, porositas total, derajat pelulusan air, pH(H2O) 1: 2,5, daya hantar listrik (DHL), dan redoks. Satu

(29)

Page 29

parameter yaitu parameter jumlah mikroba tidak dilakukan pengukuran karena dianggap lokasi pilot proyek belum ada kegiatan yang mengindikasikan terjadinya pencemaran logam berat yang mengharuskan pengujian parameter jumlah mikroba. Pengambilan contoh tanah (sampling) lapangan dilakukan selama kurang lebih 2 minggu (23 Oktober sampai dengan 12 November 2013).

Gambar 12: Kondisi Lokasi Sampling : Jenis fungsi kawasan dalam RTRW adalah ladang dan perkebunan (Sumber Foto : Dokumentasi Tim Sampling Lab Jurusan Tanah Faperta, Untad, November 2013)

Gambar 13: Profil Solum Tanah Salah Satu Titik Sampling dan Kegiatan Pengeboran Sample (contoh) Tanah (Sumber Foto : Dokumentasi Tim Sampling Lab Jurusan Tanah Faperta, Untad, November 2013)

Pengujian laboratorium contoh tanah di lab Jurusan Tanah Faperta Untad dilakukan selama kurang lebih 2 minggu (1 Nov – 18 Nov 2013). Data hasil analisis tanah dari 107 titik sampling terlampir (Lampiran 5). Jumlah parameter

(30)

Page 30

yang diuji hanya 9 buah dari 10 buah parameter dengan pertimbangan lokasi sampling relatif belum ada yang terkontaminasi B3.

Gambar 14: Aktifitas Uji contoh tanah di Lab Tanah Jurusan Tanah Faperta Untad (Sumber Foto : Dokumentasi Tim Sampling Lab Jurusan Tanah Faperta, Untad, November 2013)

Hasil LHU asli contoh tanah hasil verifikasi dari Lab Tanah Fakultas Pertanian Untad terlampir.

(31)

Page 31

Penyusunan peta kondisi tanah menghasilkan peta kondisi tanah yang bersifat deskriptif yang memberikan gambaran tentang sifat tanah pada wilayah yang disurvey. Peta ini memuat nilai parameter kriteria baku mutu kerusakan tanah, jenis tanah, kemiringan lereng, curah hujan tahunan dan penggunaan lahan.

Kondisi tanah Kecamatan Parigi dengan kategori PR III yang merupakan lokasi verifikasi lapangan diwakili oleh kondisi aspek jenis tanah, curah hujan tahunan, kelerengan dan jenis tutupan lahan (LC). Adapun informasi aspek jenis tanah disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7: Jenis Tanah Areal PR III Terverifikasi di Kecamatan Parigi

Jenis Tanah Luas (Ha) Luas (%)

Dystropepts; Eutropepts; Tropudalfs; 537,10 10,69 Dystropepts; Tropudults; Humitropepts 264,34 5,26 Dystropepts; Tropudults; Troperthents 2.539,75 50,55 Dystropepts; Tropudults; Tropudalfs 217,31 4,33 Tropaquepts; Tropofluvents; Fluvaquents 1.465,36 29,17

Grand Total 5.023,87 100.00

Sumber : Pengolahan dan analisis data (PPE Suma , 2013)

Tabel 7 menunjukkan jenis tanah dominan pada areal yang PR III Kecamatan parigi adalah Dystropepts; Tropudults; Troperthents yang meliputi sekitar 50,55 % dari luas total PR III.

Untuk kelas lereng, Kecamatan Parigi dengan kategori PR III didominasi oleh kelas lereng antara 25 – 40%, diikuti oleh kelas lereng 15-25% dan kelas lereng < 2%> Luas areal dengan kemiringan lereng 25-40% sekitar 1.909,88 Ha atau sekitar 38,02% dari total luas areal PR III. Kelas lereng Kecamatan Parigi kategori PR III dalam luas (Ha) dan persentase (%) dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8: Kelas Lereng Areal PR III Terverifikasi di Kecamatan Parigi

Kelas Lereng Luas (Ha) Luas (%)

< 2 778,53 15,50 > 40 339,50 6,76 15 – 25 1.267,19 25,22 2 – 8 686,83 13,67 25 – 40 1.909,88 38,02 8 – 15 41,94 0,83 Grand Total 5,023.87 100.00

(32)

Page 32

Untuk curah hujan tahunan hanya terdapat 1 kelas curah hujan pada areal PR III terverifikasi di Kecamatan Parigi yaitu 1750 mm.

Jenis tutupan lahan (LC) pada areal PR III Kecamatan Parigi terdiri dari 3 jenis yaitu hutan primer, kebun campuran dan tegalan/ladang. Tabel 9 menunjukkan sebaran jenis tutupan lahan (LC) pada Kecamatan Parimo pada kategori PR III terdiri dari kebun campuran yaitu sekitar 50 persen dari luas keseluruan areal dengan kategori PR III. Sisanya berupa tegalan/ladang dengan cakupan sekitar 30% dan 20% berupa hutan primer. Data tersebut juga menunjukkan bahwa di Kecamatan Parigi akan ada hutan primer yang akan dikembangkan menjadi kawasan budidaya untuk produksi biomassa berdasarkan arahan dalam RTRW Kabupaten Parimo.

Tabel 9: Jenis Tutupan Lahan (LC) Areal PR III Terverifikasi di Kecamatan Parigi

Jenis Tutupan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

Hutan Primer 1.001,76 19,94

Kebun campuran 2.514,81 50,06

Tegalan/Ladang 1.507,30 30,00

Sumber : Data diolah ( PPE Suma, 2013)

Gambar 16: Diagram Tutupan Lahan Kecamatan Parigi

Sumber : Pengolahan dan analisis data (PPE Suma, 2013)

Adapun data hasil pengukuran lapangan dan analisis lab yang merupakan deskripsi peta kondisi tanah disajikan pada Lampiran 6.

(33)

Page 33

Hasil analisis tanah dari Lab Tanah Faperta Untad Palu menjadi data yang akan diolah dan dianalisis untuk menentukan status kerusakan tanah untuk produksi biomassa pada lahan yang diwakili oleh titik sampling pada kategori PR III (Potensi Rusak Sedang) di Kecamatan Parigi.

Metode analisis menggunakan metode matching dan dilanjutkan dengan skoring dari frekuensi relatif kerusakan tanah yang mengacu kepada petunjuk yang ada dalam Pedoman Teknis Penyusunan Peta Status Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa (2009). Jumlah poligon (unit lahan) dari 107 titik sampling yang telah diverifikasi adalah 25 poligon. Namun demikian, data hasil verifikasi lapangan yang dapat diolah dan dianalisis hanya data lapangan 106 titik sampling karena titik sampling No. 67 pada poligon (unit lahan) 26 bergeser ke koordinat 120.0807, - 0,7047 dan keluar dari poligon 26. Hal ini terjadi kemungkinan karena faktor lapangan yang menyebabkan tim sampling bergeser.

Hasil analisis dan perhitungan skor frekuensi relatif dan status kerusakan tanah relatif 9 parameter dari 106 titik yang meliputi 25 poligon (unit lahan) disajikan pada tabel (Lampiran 7). Hasil analisis menunjukkan dari 25 poligon kategori PR III yang diverifikasi, terdapat 8 poligon dengan luas sekitar 419,769 Ha yang berstatus tidak rusak (N) dan sisanya sekitar 2.938,687 Ha yang berstatus Rusak Ringan (RI). Tabel sebaran arela dengan status kerusakan N dan R1 dapat dilihat pada Lampiran 8. Dengan demikian, status kerusakan tanah PR III di Kecamatan Parigi, Kabupaten Parimo, Provinsi Sulawesi Tengah yang diverifikasi berstatus tidak rusak dan rusak ringan.

G.

Penyusunan Peta Status Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa

Peta status kerusakan tanah untuk produksi biomassa berisi informasi tentang status, sebaran dan luasan kerusakan tanah pada wilayah yang dipetakan. Data-data hasil analisis tanah dan penentuan statusnya menjadi dasar penyusunan peta status kerusakan tanah untuk produksi biomassa. Peta status kerusakan tanah untuk produksi biomassa PR III di Kecamatan Parigi, Kabupaten Parimo yang terverifikasi terlampir (Lampiran 9)

(34)

Page 34

Kesimpulan dan Saran

A.

Kesimpulan

Dari hasil kegiatan Pilot Project SPM Tanah Kabupaten Parimo (Provinsi Sulteng), ada beberapa hal yang dapat disimpulkan:

1. Dari hasil analisis peta dan matematis, areal berpotensi rusak sedang ( PR III) di Kecamatan Parigi yang terverifikasi seluas 3.358,455 Ha. Sekitar 419,769 Ha (8 poligon) yang berstatus tidak rusak (N) dan sekitar 2.938,686 Ha (17 poligon) yang berstatus rusak ringan (R I). Jumlah titik sampling verifikasi adalah 106 titik dalam 25 poligon. 2. Luas total areal PR III Kecamatan Parigi 5.023,866 Ha, sementara luas

yang terverifikasi hanya 3.358,455 Ha (66,85%). Luas areal terverifikasi tersebut hanya sekitar 0,95% dari luas kawasan budidaya untuk produksi biomassa Kabupaten Parimo seluas 350.983,3 Ha. Dengan demikian pada kegiatan pilot proyek ini hanya sekitar 1% dari luas areal kawasan budidaya untuk produksi biomassa yang dapat ditetapkan status kerusakannya oleh Pemda Kabupaten Parimo pada tahun 2013. Hal ini terkait dengan luas wilayah Kabupaten Parimo yang sangat luas sedangkan dana yang disiapkan untuk pilot project oleh PPE terbatas. 3. Kecilnya areal yang dapat ditentukan status kerusakannya pada kegiatan

pilot project ini tidak menjadi masalah, karena kegiatan ini hanya bersifat percontohan. Tugas untuk menetapkan status kerusakan tanah untuk Produksi Biomassa Kabupaten Parimo adalah tugas Pemerintah Daerah Kabupaten Parimo dengan mengacu kepada proses yang dilakukan pada kegiatan pilot project ini.

4. Kegiatan penyusunan peta status kerusakan tanah untuk produksi biomassa membutuhkan sumber daya yang cukup besar. Hal ini terkait dengan sumber daya manusia untuk melakukan analisis GIS dan analisis data hasil lab serta pembiayaan kegiatan verifikasi lapangan.

5. Dari kegiatan pilot project telah terjadi transfer knowledge dan skill kepada aparat BLHD Kabupaten Parimo. Sekitar 5 orang staf BLHD Kabupaten Parimo terlibat secara intensif dalam setiap tahapan pilot project (koordinasi, sampling lapangan dan mengolahan serta analisis data). Dengan adanya proses alih pengetahuan ini penentuan status kerusakan tanah untuk produksi biomassa Kabupaten Parimo dapat dilakukan sendiri oleh BLHD Kabupaten Parimo Tahun 2014.

6. Pengolahan dan analisis data spasial pada kegiatan ini murni menggunakan software yang tidak berbayar software Quantum GIS ver 1.8.0 Lisboa. Keterampilan menggunakan software ini telah ditransfer kepada beberapa staf BLHD Kab. Parimo sehingga diharapkan

(35)

Page 35

keterampilan ini dapat menjadi modal dalam menetapkan status kerusakan tanah untuk produksi biomassa tahun selanjutnya.

7. Laboratorium Tanah Faperta Untad masih terbatas dalam hal SDM dan pengetahuan verifikasi lapangan terutama terkait dengan pekerjaan pemetaan. Ke depan, kegiatan bitek Penyusunan Peta Status Tanah untuk Produksi Biomass melibatkan Lab Tanah perguruan tinggi di masing-masing provinsi.

B.

Saran

1. Dari sisi penyelenggaraan :

a. Karena perencanaan tentang biaya verifikasi lapangan kurang matang, maka dalam negosiasi biaya sampling masih banyak hal-hal yang kurang diantisipasi. Demikian pula biaya sampling yang dapat dilakukan hanya 107 titik pada PR III dari 221. Idealnya, agar seluruh Kecamatan Parigi dapat terverifikasi, jumlah titik sampling seharusnya 378 titik ( PR II dan PR III). Perencanaan pembiayaan verifikasi lapangan harus betul-betul matang dan detil dan dilengkapi dengan data harga parameter uji lapangan dan laboratorium;

b. Waktu pelaksanaan terlalu pendek, hanya 4 bulan (koordinasi teknis, pertemuan persiapan, sampling, pengolahan data dan penyusunan laporan). Hal ini terjadi karena menunggu revisi. Perlu memperhitungkan kemungkinan revisi yang memakan waktu sehingga perencanaan harus betul-betul bagus karena lokasi kegiatan cukup jauh dan akses sulit;

c. SDM BLHD daerah yang akan dilibatkan dalam pilot project ini seharusnya diberi pembekalan teknis beberapa bulan sebelum pelaksanaan kegiatan, sehingga mereka sudah siap secara skill dan pengetahuan.

d. Karena SPM Tanah ini merupakan kewajiban Pemda Kabupaten/kota, maka sangatlah penting menyebar luaskan pedoman teknis penyusunan peta status kerusakan tanah kepada lab tanah di perguruan tinggi setempat sehingga dapat menjadi mitra pemda dalam penerapan SPM ini terutama terkait dengan kapasitas SDM lab.

2. Dari sisi teknis:

a. Perlu adanya Diklat GIS yang menggunakan software yang tidak berbayar bagi Pemda agar dapat menerapkan SPM tanah ini.

b. Perangkat komputer yang kompatibel untuk pengolahan data spasial harus disiapkan oleh Pemda agar pekerjaan GIS dapat dikerjakan oleh staf BLHD sendiri tanpa harus meggunakan jasa pihak ketiga.

(36)

Page 36

c. Karena tidak ada lab tanah yang terakreditasi di Provinsi Sulawesi Tengah, maka lab yang digunakan bukan lab yang terakreditasi. d. Kegiatan penyusunan status kerusakan tanah untuk biomassa dapat

menjadi pendorong berfungsinya peralatan laboratorium LH di daerah Kabupaten/Kota yang telah dibiayai oleh Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang Lingkungan Hidup terutama terkait parameter kualitas tanah.

e. Pedoman Teknis Penyusunan Peta Status Kerusakan Tanah yang diterbitkan oleh KLH pada Tahun 2009 harus disosialisasikan kepada daerah secara intensif. Pedoman teknis tersebut masih bersifat umum dan tidak mudah untuk dipahami sehingga perlu diperbaiki dan dilengkapi dengan modul yang berisi instruksi tahapan pekerjaan secara detail karena SDM daerah tidak punya pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam GIS.

Gambar

Gambar  1  :  Tahapan  Pilot  Project  Percepatan  SPM  Tanah  di  Kabupaten  Parimo  (Sulteng)
Gambar 2 : Urutan Pekerjaan Penyusunan Peta Status Kerusakan Tanah  untuk Produksi Biomassa
Tabel  1:  Kriteria  Pembagian  Kelas  Potensi  Kerusakan  Tanah  Berdasarkan Nilai Skor Total
Tabel  2:  Skor  Kerusakan  tanah  berdasarkan  frekwensi  relatif  dari  berbagai parameter-parameter kerusakan tanah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data yang dikumpulkan untuk menilai kesesuaian lahan unuk tanaman padi sawah dan tanaman lahan kering adalah kedalaman efektif tanah, kelas besar butir pada mintakat

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan untuk diolah, dianalisis, dan diinterpretasikan, sehingga dapat memperoleh

Penyebab terjadinya kerusakan pantai akibat kegiatan manusia (antropogenik) di antaranya pengambilan maupun alih fungi lahan pelindung pantai dan pembangunan di

untuk menentukan tingkat kesesuaian antara lahan dan tanaman komoditas serta metode AHP dalam hal pembobotan dan scoring data unstructured sehingga menghasilkan

Harga tanah cenderung naik bahkan diperkirakan akan terus mengalami peningatan Persediaan dari lahan atau tanah untuk tinggal bersifat tetap dan di sisi lain

Jalan Diponegoro merupakan jalan vital yang berada di Kecamatan Palu Barat Kota Palu dan termasuk Jalan Kelas II yang pada umumnya jalan kelas ini sesuai untuk dilewati

Berangkat dari latar belakang di atas, penelitian ini menggunakan analisis campuran spektral secara linier untuk mendeteksi perubahan penutup lahan yang terdiri dari tanah

Tindakan pengembangan terhadap pengolahan lahan pertanian dan perkebunan yang hanya berorientasi pada nilai ekonomis dan memandang tanah hanya sebagai sarana untuk