• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi dan Pemanenan Buah Rotan Jernang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Potensi dan Pemanenan Buah Rotan Jernang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Potensi dan Pemanenan Buah Rotan Jernang

Potential and Harvesting of Jernang Rattan Fruit

Juang Rata Matangaran1 dan Lana Puspitasari2

1Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor-16680. Penulis korespondensi: e mail [email protected]

2Alumnus Fakultas Kehutanan IPB

ABSTRACT

One kinds of Non Timber Forest Products (NTFPs) which high economic value is a product derived from rattan fruit called “jernang” or dragon blood’s. Jernang is used for colloring in batik industry and porcelain industry, as a mixture of cure such as wounds medicine.

The research was conducted to analyse the potential of jernang rattan fruit and to describe the technique of harvesting jernang rattan fruit of the community. The reseach was conducted at natural forest and community forest at Sarolangun district at Jambi Province

Potential of jernang at natural forest is 96.51 tons per year and form the community forest is 130.16 ton per year, therefore the total potential of jernang from Sarolangun district is about 226.66 tons per year.

The mature fruit which suitable to be harvested is the rippen enough. The colour of ripe jernang fruit which suitable to be harvested is the brownish red color. The fruit takes time about 11−13 months to be ripe fruit. Farmers harvest the fruit by using a hook tool and a pole, then if the rattan is too high the farmer climbs its host tree.

Ke words: Jernang rattan fruits, dragon’s blood, Sarolangun Jambi, NTFPs.

PENDAHULUAN

Jernang merupakan salah satu Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang telah lama dikenal didalam dunia perdagangan dengan sebutan “dragon’s blood”. Jernang dihasilkan dengan cara memanen buah rotan jenis tertentu dari marga Daemonorps diproses secara sederhana dengan cara menumbuk untuk menghasilkan jernang. Jernang merupakan resin yang terdapat pada daging dan permukaan kulit buah rotan jernang dewasa. Kegunaan jernang adalah untuk bahan baku pewarna dalam industri keramik, marmer, alat-alat batu, kayu, kertas dan keperluan industri farmasi (Januminro 2000, Purwanto et al.2005).

Semakin banyak orang mengetahui manfaat jernang yang cukup banyak, maka banyak yang memanen tanpa memperhatikan kelestariannya Potensi resin jernang tergolong semakin menurun disebabkan oleh pola produksi yang tidak lestari. Masyarakat Suku Kubu di Sumatera dan Suku Dayak di Kalimantan telah lama memanfaatkan resin jernang sebagai bahan pewarna pakaian. Namun, karena tidak disertai upaya penanaman kembali, serta pemanenan yang dilakukan dengan cara memotong batang sehingga dapat mengakibatkan kelestarian produksi tidak terjamin. Saat ini, masyarakat sudah mulai kesulitan memperoleh jernang di hutan alam (Arifin 2007). Menurut Kalima (1991), jika terpaksa pemanenan buah dilakukan dengan cara rotan di tarik dengan alat pengait atau ditebang dan dipanen batangnya.

Beberapa penelitian dilakukan untuk meningkatkan rendemen dan menurunkan kadar kotoran untuk meningkatkan mutu. Menurut Suwardi et al. (2003),

cara pengolahan buah yang menggunakan alkohol atau metanol mampu menghasilkan jernang dari sumber buah yang sama akan meningkat sekitar 4 sampai dengan 5 kali cara masyarakat. Bahkan bila ekstraksi hanya dilakukan terhadap daging buah saja, rendemen yang diperoleh mencapai 31,5% dengan pelarut metanol dan 29% dengan pelarut alkohol. Meskipun cara ekstraksi jernang dengan alkohol menghasilkan rendemen yang tinggi namun investasi alat, biaya operasional yang akan dikeluarkan jauh lebih besar dan sulit diterapkan oleh masyarakat setempat, sehingga perlu dicari alternatif teknologi pengolahan yang tepat guna.

Penelitian mengenai jernang masih sangat sedikit, sedangkan potensinya cukup besar dan masih dapat dikembangkan. Cara masyarakat dalam memanen dan mengolah rotan masih dapat diperbaiki dalam rangka meningkatkan rendemen dan mutu jernang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi jernang di Kabupaten Sarolangun Jambi beserta teknik pemanenannya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi buah rotan jernang di Sarolangun Jambi, dan mendeskripsikan teknik pemanenan buah rotan jernang yang dilakukan masyarakat lokal.

BAHAN DAN METODE

Lokasi Penelitian dan Pengumpulan data

Pengumpulan data potensi jernang dilakukan melalui penelusuran pustaka, dan wawancara dengan ISSN: 2086-8227

(2)

masyarakat tentang luas tanaman rotan jernang dan jumlah panen per rumpun. Penelitian dilaksanakan di Hutan Rakyat (HR) Desa Lamban Sigatal Kecamatan Pauh Kabupaten Sarolangun, Jambi. Luas hutan rakyat dan luas hutan alam diperoleh dari data sekunder. Dikumpulkan data tentang luas hutan alam dan potensi jernang perhektar di hutan alam maupun hutan rakyat. Potensi per hektar dapat diketahui dari banyaknya rumpun rotan per hektar, banyaknya rotan yang siap berbunga dalam satu rumpun, jumlah batang perumpun dan jumlah tandan perbatang, serta jumlah buah dalam satu tandan setiap kali panen. Dikumpulkan informasi berapa kali panen setiap tahunnya.

Potensi jernang pertahun (ton/ha/tahun) = Jumlah rumpun x jumlah batang siap berbuah x jumlah tandan x jumlah buah pertandan x frekuensi panen pertahun x 1 hektar

Cara yang digunakan untuk memperoleh informasi mengenai teknik pemanenan buah rotan jernang adalah melalui pengamatan langsung di lapangan yaitu mengamati teknik masyarakat memanen buah rotan jernang dengan mengetahui ciri-ciri kemasakan buah yang siap untuk dipanen dan alat pemanenan yang digunakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi Jernang

Berdasarkan data BPS (2010), produksi jernang di Propinsi Jambi semakin menurun. Produksi terakhir pada tahun 1995 tercatat sebanyak 15 ton jernang yang dihasilkan di Provinsi Jambi. Setelah tahun 1995 sampai 2010, produksi jernang tidak tercatat lagi. Produk jernang di Kabupaten Sarolangun sampai tahun 2010 juga tidak tercatat. Menurut Sumarna (2009), secara keseluruhan populasi rotan Daemonorops draco di TN Bukit 12 Jambi relatif semakin menurun, selain karena tidak berlangsungnya sistem regenerasi alami secara optimal, juga lebih disebabkan oleh pola panen produksi buah yang dilakukan masyarakat terkadang dengan cara menebang batang rotan. Sumber jernang di Kabupaten Sarolangun terdapat di Hutan Alam dan Hutan Rakyat (BPS 2009).

Berdasarkan wawancara masyarakat desa, pada hutan rakyat dalam 1 ha terdapat 500 rumpun jernang dengan jarak tanam 4 m x 5 m. Dalam satu rumpun terdapat lima batang, diperoleh 2.500 batang/ha. Menurut masyarakat hanya 60% batang rotan yang dapat berbunga ( 1.500 batang siap berbunga). Dalam satu batang menghasilkan lima sampai enam tandan buah, pada umumnya dalam satu kali panen hanya tiga tandan yang berbuah, sehingga dapat menghasilkan 4.500 tandan buah. Dari 50 tandan dapat menghasilkan 1 kg jernang dan dari 4.500 tandan buah dapat menghasilkan jernang sebanyak 90 kg/ha. Panen dilakukan sebanyak dua kali dalam satu tahun yaitu panen raya dan panen sela sehingga menghasilkan jernang sebanyak 180 kg/ha/th.

Hasil inventarisasi Siswanto dan Wahjono (1996) di Hutan Alam Sarolangun-Bangko, dalam 1 ha ditemukan jernang sebanyak tiga rumpun. Namun, pencari jernang menyatakan bahwa dalam 1 ha hutan blok Bukit Bahar Tajau Pecah paling sedikit ditemukan tiga rumpun jernang. Berdasarkan wawancara masyarakat, dalam satu rumpun terdapat lima batang, sehingga terdapat 15 batang/ha. Menurut masyarakat 60% betina sehingga sembilan batang/ha siap berbunga. Dalam satu batang menghasilkan lima sampai enam tandan buah, pada umumnya dalam satu kali panen hanya tiga tandan yang berbuah, sehingga menghasilkan 27 tandan buah/ha. Dari 50 tandan dapat menghasilkan 1 kg jernang sehingga dari 27 tandan menghasilkan 0,54 kg/ha. Panen dilakukan dua kali dalam satu tahun yaitu panen raya dan panen sela sehingga dapat menghasilkan 1,08 kg/ha/th.

Sumber jernang di Kabupaten Sarolangun terdapat di dua tempat yaitu Kecamatan Air Hitam dan Pauh. Potensi jernang di Hutan Alam blok Bukit Bahar Tajau Pecah Kecamatan Air Hitam sebesar 96,51 ton/ha dan di Hutan Rakyat. Lamban Sigatal Kecamatan Pauh sebesar 130,16 ton/ha. Total potensi jernang di Kabupaten Sarolangun dapat dihitung sebesar 226,66 ton/ha (Tabel 1). Jernang laku dijual dipasaran seharga sampai dengan Rp 700.000/kg.

Tabel 1. Potensi jernang di Kabupaten Sarolangun

No

Keca-matan Lokasi Jenis hutan

Luas Jernang Potensi *) (ha) (kg/ha/

th) kg/th) (ton/th) 1 Air Hitam Hutan blok

Bukit Bahar tajau pecah Hutan Alam 89.357,87 1,08 96.506,50 96,51 2 Pauh Lamban Sigatal HR 723,09 180 130.156,20 130,16 226.662,70 226,66 Keterangan:

Data Luas hutan bersumber Disbunhut (2009)dan Gita Buana (2008) *) dihitung berdasarkan luas dikali potensi jernang/ha/tahun. Potensi

jernang per hektar yang dipanen pertahun diketahui dari wawancara dengan masyarakat.

Pemanenan Buah Rotan Jernang oleh Masyarakat

Rotan tanaman penghasil jernang mulai berbuah pada umur empat tahun. Tandan buah akan keluar dari pangkal ruas bagian atas setelah itu tandan buah akan keluar terdiri dari sejumlah calon buah dalam jumlah yang dipengaruhi oleh umur pohon. Masa proses pembuahan hingga buah dalam satuan tandan akan masak memerlukan waktu antara 11 sampai 13 bulan. Secara umum antara satu sampai dua bulan sebelum buah masak, potensi resin yang terbentuk sangat optimal. Waktu panen jernang dalam satu tahun adalah dua kali yaitu pada bulan April dan September (Winarni

et al. 2005).

Pemanenan buah rotan jernang yang dilakukan petani masih bersifat memanfaatkan yang disediakan oleh alam. Petani mengambil buah dengan cara memanjat pohon disebelahnya dan menggunakan galah dan alat pengait. Terdapat hukum adat di Desa Lamban Sigatal, apabila terdapat pencari jernang yang

(3)

memotong batang rotan maka sangsinya adalah dikeluarkan dari desa atau diasingkan sehingga petani menghindari memotong batang rotan walaupun kondisi tidak memungkinkan untuk mengambil buah. Buah yang dipanen adalah buah yang sudah tua namun belum terlalu masak.

Pengumpulan buah didasarkan kepada masaknya buah dengan ciri kemasakan sesuai dengan warna. Buah rotan jernang yang sudah tua berwarna cokelat kemerahan. Buah yang menghasilkan banyak jernang adalah buah yang tua namun belum terlalu masak. Apabila buah yang dipetik sudah masak maka resin yang terkandung dalam buah rotan jernang telah berkurang karena resin dapat mencair dengan sendirinya dan membusuk.

Masyarakat mengambil buah rotan jernang dengan menggunakan galah panjang dan alat pengait yang terbuat dari kayu untuk melilitkan tandan buah. Kesulitan dalam memanen buah rotan jernang adalah apabila rotan terlalu tinggi maka masyarakat harus memanjat pohon inang dengan kondisi licin dan terhalang oleh duri rotan dan ranting pohon, terkadang buah rotan jernang yang terkait beberapa terlepas dari tandannya karena terlalu kuat menarik tandan buah rotan jernang. Buah rotan jernang dikumpulkan dalam keranjang. Buah yang diambil dikumpulkan kemudian diangin-anginkan semalam. Namun ada pula yang hanya menunggu waktu malam atau subuh untuk menumbuknya. Buah diangin-anginkan dengan tujuan agar lebih mudah memisahkan buah dari tandannya. Buah yang sudah diangin-anginkan lebih mudah ditumbuk dan resin tidak lengket di buah.

Jernang yang dihasilkan masyarakat terbagi menjadi dua tipe yaitu jernang murni dan jernang campuran. Jernang murni artinya jernang yang dihasilkan dari proses penumbukan, sedangkan jernang campuran artinya jernang dicampur dengan damar. Damar dipilih menjadi bahan campuran karena memiliki daya rekat yang baik. Bahan campuran yang lain pada umumnya ditambahkan secara bersama-sama dengan damar yaitu biji dan daging buah rotan jernang itu sendiri yang sudah dihaluskan. Serbuk jernang hasil tumbukan mudah sekali menggumpal, sehingga dalam proses pencetakan mudah dilakukan. Serbuk jernang yang murni langsung dimasukkan dalam plastik, dalam waktu ± 1 jam serbuk jernang akan mengeras.

Proses pencampuran jernang dengan damar dilakukan dengan dipanaskan di atas tungku. Damar dicampur dengan serbuk jernang yang murni sampai menyatu. Waktu yang dibutuhkan dalam proses pencampuran tidak menentu, tergantung banyaknya serbuk jernang. Namun, pada umumnya waktu yang diperlukan selama 10 sampai dengan 15 menit. Jernang yang sudah tercampur didinginkan dan dimasukkan ke dalam plastik dan dalam waktu ± 1 jam jernang akan mengeras (Gambar 1).

Tahapan Pemanenan Buah Rotan Jernang yang Dilakukan Masyarakat

Daemonorops draco (Willd.) Blume atau yang

dikenal dengan nama rotan jernang ditanam disekitar Desa Lamban Sigatal.Para pencari jernang yang berasal

dari Desa Lamban Sigatal sudah mulai kesulitan dalam mencari buah rotan jernang, karena rotan jernang yang berada disekitar desa sudah sulit diperoleh. Petani berlomba-lomba mencari buah rotan jernang ke kawasan hutan blok Bukit Bahar Tajau Pecah karena jernang dianggap bernilai jual yang tinggi. Pencarian buah rotan jernang dilakukan secara berkelompok dan mengolahnya langsung di dalam hutan. Petani hanya membawa pulang biji dan serbuk jernang yang diperoleh dari proses penumbukan.

Apabila dilihat dari daur dan masa produksi, rotan jernang mulai berbuah pada umur empat tahun. Tandan buah akan keluar dari pangkal ruas bagian atas setelah itu tandan buah akan keluar terdiri dari sejumlah calon buah dalam jumlah yang dipengaruhi oleh umur pohon. Masa proses pembuahan hingga buah dalam satuan tandan akan masak memerlukan waktu antara 11 sampai 13 bulan. Secara umum antara satu sampai dua bulan sebelum buah masak, potensi resin yang terbentuk sangat optimal. Waktu panen jernang dalam satu tahun adalah dua kali yaitu pada bulan April dan September (Winarni et al. 2005).

Berdasarkan hasil wawancara masyarakat, jernang tumbuh merambat ke atas apabila menemukan pohon inang sedangkan akan merambat ke kanan kiri bila tidak menemukan pohon inang. Pohon inang pada umumnya jenis gaharu, ulin, karet dan sungkai. Teknik pemanenan buah dilakukan dengan memperhatikan kondisi optimal terbentuknya resin pada kulit buah.

Pemanenan buah rotan jernang yang dilakukan petani masih bersifat memanfaatkan yang disediakan oleh alam. Petani mengambil buah dengan cara memanjat pohon disebelahnya dan menggunakan galah dan alat pengait. Terdapat hukum adat di Desa Lamban Sigatal, apabila terdapat pencari jernang yang memotong batang rotan maka sangsinya adalah dikeluarkan dari desa atau diasingkan sehingga petani menghindari memotong batang rotan walaupun kondisi tidak memungkinkan untuk mengambil buah. Berdasarkan Winarni et al. (2005), pemanenan buah rotan jernang yang dilakukan oleh Suku Kubu adalah dengan cara memanjat pohon yang berada di dekat rotan jernang dengan bantuan galah untuk dapat menjangkau tandan buah. Buah yang dipanen adalah buah yang sudah tua namun belum terlalu masak.

Pemetikan buah rotan jernang

Pengumpulan buah didasarkan kepada masaknya buah dengan ciri kemasakan sesuai dengan warna. Buah rotan jernang yang sudah tua berwarna cokelat kemerahan. Buah yang menghasilkan banyak jernang adalah buah yang tua namun belum terlalu masak. Apabila buah yang dipetik sudah masak maka resin yang terkandung dalam buah rotan jernang telah berkurang karena resin dapat mencair dengan sendirinya dan membusuk.

Buah rotan jernang dipanen dengan cara memanjat pohon terdekatnya. Masyarakat mengambil buah rotan jernang dengan menggunakan galah panjang dan alat pengait yang terbuat dari kayu untuk melilitkan tandan buah. Tandan buah rotan jernang tersebut akan tersangkut pada alat pengait. Kesulitan dalam memanen

(4)

buah rotan jernang adalah apabila rotan terlalu tinggi maka masyarakat harus memanjat pohon inang dengan kondisi licin dan terhalang oleh duri rotan dan ranting pohon, terkadang buah rotan jernang yang terkait beberapa terlepas dari tandannya karena terlalu kuat menarik tandan buah rotan jernang. Buah rotan jernang dikumpulkan dalam keranjang. Cara mengatasi kesulitan dalam memanjat pohon yaitu saat memanjat pohon inang kaki disarungi dengan karung plastik yang dibuat melingkar (masyarakat Desa Lamban Sigatal menyebutnya “semprat”). Petani menghindari memotong batang rotan walaupun sulit memperoleh buah rotan jernang, karena rotan sudah sulit diperoleh disekitar desa. Namun jika terpaksa, batang rotan dipotong untuk memperoleh buah rotan. Mengingat saat ini buah rotan jernang sudah sulit diperoleh, maka masyarakat desa melakukan upaya penanaman rotan di lahan milik melalui pembibitan dari biji.

Buah rotan jernang diangin-anginkan

Masyarakat yang mengambil buah rotan jernang di hutan blok Bukit Bahar Tajau Pecah pada umumnya langsung mengerjakannya di dalam hutan. Petani membawa peralatan ke dalam hutan alam seperti ambung (keranjang), kayu penyanggah, kayu penumbuk buah dan plastik penampung jernang. Buah yang diambil dikumpulkan kemudian diangin-anginkan semalam. Namun ada pula yang hanya menunggu waktu malam atau subuh untuk menumbuknya. Buah diangin-anginkan dengan tujuan agar lebih mudah dalam memisahkan buah dari tandannya. Buah yang sudah diangin-anginkan akan lebih mudah ditumbuk dan resin tidak lengket di buah.

Menurut Kalima (1991), buah rotan jernang yang dipanen disimpan dalam keranjang terlebih dahulu agar kadar air dalam buah berkurang kemudian dijemur di bawah sinar matahari selama tiga sampai empat hari atau sampai kering dan mengkerut, setelah itu baru dapat ditumbuk agar resin yang keluar lebih banyak. Penjemuran buah rotan jernang yang dilakukan oleh petani hanya sebatas diangin-anginkan saja dan tidak melibatkan sinar matahari. Hal ini dikarenakan memerlukan waktu yang cukup lama dan keadaan cuaca yang tidak menentu untuk menjemur selama tiga sampai empat hari, sedangkan petani menumbuk buah rotan jernang langsung di dalam hutan.

Proses pembuatan jernang

Jernang yang dihasilkan oleh masyarakat melalui cara penumbukan merupakan cara yang sederhana. Buah rotan jernang yang kering dapat dengan mudah ditumbuk. Untuk memperoleh jernang yang maksimal, penumbukan tidak dilakukan di area terbuka dan pada saat angin kencang karena serbuk jernang mudah sekali terbawa angin. Penumbukan buah rotan jernang dilakukan agar resin yang menempel pada kulit buah terlepas. Menumbuk buah tidak terlalu kuat agar biji tidak pecah. Lapisan resin pada kulit luar buah akan lepas seluruhnya akibat bertumbukan, sehingga serbuk jernang bercampur dengan kulit buah. Jernang yang mengandung kulit buah terlihat tidak bersih dan dapat menurunkan mutu jernang tersebut.

Berdasarkan wawancara kepada masyarakat, jernang yang dihasilkan masyarakat terbagi menjadi dua tipe yaitu jernang murni dan jernang campuran. Jernang murni artinya jernang yang dihasilkan dari proses penumbukan, sedangkan jernang campuran artinya jernang dicampur dengan damar. Damar dipilih menjadi bahan campuran karena memiliki daya rekat yang baik. Bahan campuran yang lain pada umumnya ditambahkan secara bersama-sama dengan damar yaitu biji dan daging buah rotan jernang itu sendiri yang sudah dihaluskan. Menurut Suwardi et al. (2003), masyarakat terkadang menambahkan gondorukem di dalam jernang. Serbuk jernang hasil tumbukan mudah sekali menggumpal, sehingga dalam proses pencetakan mudah dilakukan. Serbuk jernang yang murni langsung dimasukkan dalam plastik, dalam waktu ± 1 jam serbuk jernang akan mengeras (Gambar 2).

Proses pencampuran jernang dengan damar dilakukan dengan dipanaskan di atas tungku. Damar dicampur dengan serbuk jernang yang murni sampai menyatu. Waktu yang dibutuhkan dalam proses pencampuran tidak menentu, tergantung banyaknya serbuk jernang. Namun, pada umumnya waktu yang diperlukan selama 10 sampai dengan 15 menit. Jernang yang sudah tercampur didinginkan dan dimasukkan ke dalam plastik dan dalam waktu ± 1 jam jernang akan mengeras. Menurut Waluyo (2008), serbuk jernang yang dimasukkan dalam wadah plastik dan dalam waktu ± 30 menit akan menggumpal/mengeras. Cara lain untuk mempercepat penggumpalan dengan mengukus serbuk jernang dalam plastik selama ± 5 menit (Gambar 2).

Jernang yang sudah mengeras di dalam plastik kemudian dijual. Penjualan dilakukan secara sederhana. Petani menjual jernang ke pedagang pengumpul yang ada di desa dengan harga Rp 400.000/kg. Harga tersebut dipengaruhi oleh mutu jernang. Jernang yang murni akan memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan jernang campuran. Namun, kebanyakan petani menjual hasilnya kepada pedagang pengumpul di kecamatan karena belum terbukanya penjualan keluar kecamatan dan akses untuk ke Jambi cukup jauh sehingga memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya.

KESIMPULAN

Potensi jernang di Kabupaten Sarolangun terdapat di dua kecamatan yaitu di Kecamatan Air Hitam dan Pauh. Potensi jernang di Kecamatan Air Hitam (Hutan alam) sebesar 96,51 ton pertahun dan di Desa Lamban Sigatal (Hutan Rakyat) sebesar 130,16 ton pertahun atau total potensi jernang di Kabupaten Sarolangun sebesar 226,66 ton pertahun.

Pemanenan buah rotan jernang dilakukan dengan menggunakan galah dan alat pengait. Buah rotan jernang yang baik dipanen adalah buah yang tua tetapi belum terlalu masak dengan ciri berwarna cokelat kemerahan.

(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin W. 2007. Konservasi Hutan Dataran Rendah Melalui Budidaya Rotan Jernang. Warta Gita Buana

1:2-4.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2001. Sarolangun Dalam

Angka. Kabupaten Sarolangun: Badan Pusat

Statistik.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Jambi Dalam Angka. Jambi: Badan Pusat Statistik.

[DISBUNHUT]. 2009. Laporan Tahunan Dinas

Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Sarolangun.

Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Jambi.

Gita Buana. 2008. Peta Usulan Kawasan Kelola Jernang. Sarolangun. Jambi: Lembaga Swadaya Masyarakat.

Januminro. 2000. Rotan Indonesia: Potensi, Budidaya, Pemanenan, Pengolahan, Standar Mutu dan

Prospek Pengusahaan. Yogyakarta: Kanisius.

Kalima T. 1991. Beberapa Jenis Daemonorops Penghasil Jernang dan Permasalahannya. Sylva Tropika 6 (1):15-18.

Purwanto Y, Polosakan R, Susiarti S, Walujo E. 2005. Ekstraktivisme Jernang (Daemonorops spp) dan Kemungkinan Pengembangannya. Laporan Teknik.

Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi-LIPI.

Bogor.

Risna RA. 2006. Dragon’s blood(Daemonorops draco)

Tumbuhan Obat Yang Menjanjikan Dari Taman

Nasional Bukit Tiga Puluh. Warta Kebun Raya

6(1):45-49.

Siswanto BE, Wahjono D. 1996. Metode Inventarisasi Rotan di Kelompok Hutan Sungai Limun/Sungai Tembesi, Kesatuan Pemangkuan Hutan Sarko-Kerinci, Jambi. Jurnal Penelitian Hasil Hutan

600:15-26.

Sumarna Y. 2009. Ekologi dan Teknik Perkecambahan dan Pembibitan Rotan Jernang Pulut (Daemonorops draco (Willd.) Blume). Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 (1):31-39.

Suwardi SE, Zulnely, Yusnita E. 2003. Peningkatan Efisiensi dan Teknik Isolasi Jernang. Laporan Hasil Penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. hlm 1-12.

Waluyo TK. 2008. Teknik Ekstraksi Tradisional dan Analisis Sifat-Sifat Jernang Asal Jambi (Tradisional Extraction Technique and Analysis Of Properties Of Jambi Dragon’s Blood). Jurnal Penelitian Hasil Hutan 26(1): 30-40.

Winarni I, Waluyo TK, Hastoeti P. 2005. Sekilas Tentang Jernang Sebagai Komoditi yang Layak Dikembangkan. Di dalam: Penguatan Industri Kehutanan Melalui Peningkatan Efisiensi, Mutu dan Diversifikasi Produk Hasil Hutan. Prosiding

Ekspose Hasil-Hasil Litbang Hasil Hutan. Bogor, 14 Desember 2004. Bogor: Pusat penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. hlm173-177.

(6)

`

Gambar 1. Pemanenan buah rotan dan pengolahan sederhana menjadi jernang

(a)

(b)

Gambar 2. Bagan alir (a) tahapan pemanenan jernang, (b) dan proses pembuatan jernang. Pemetikan buah

rotan jernang

Buah rotan jernang yang dianginkan

Penumbukan buah rotan jernang

Hasil penumbukan buah rotan jernang Pencampuran jernang

dengan damar Jernang dikemas dalam

plastik

Ciri buah masak berwarna merah kecokelatan

Buah dikumpulkan dalam keranjang dan diangin-anginkan

Buah dalam keranjang ditumbuk Serbuk jernang

Campur damar mata kucing/ gondorukem kemudian panaskan Serbuk jernang

Jernang campuran Masukkan dalam plastik ± 1 jam akan mengeras

Jernang murni Pencetakan ± 1 jam dimasukkan ke dalam plastik

Didinginkan Petani mengambil buah dengan cara memanjat pohon dengan bantuan galah dan alat pengait

Gambar

Tabel 1.  Potensi jernang di Kabupaten Sarolangun
Gambar 2.  Bagan alir  (a) tahapan pemanenan jernang, (b) dan proses pembuatan jernang

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian bertujuan mengkaji komposisi jenis rotan dan pohon inang, serta karakter edafik habitat rotan, menginventarisasi jenis rotan yang dimanfaatkan, mengkaji kearifan

Menurut Nazaruddin dan Muchlisah (1996), suatu jenis buah disebut unggul apabila memiliki ciri-ciri: (1) produktivitas buah per pohon dalam suatu musim panen lebih besar

Hasil penelitian karakteristik morfologi rotan jernang ditunjukan oleh akar serabut, batang silindris warna hijau dan memiliki ruas batang, daun warna hijau

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,