• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekologi Dan Etnobotani Rotan Pada Masyarakat Suku Anak Dalam Di Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ekologi Dan Etnobotani Rotan Pada Masyarakat Suku Anak Dalam Di Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

EKOLOGI DAN ETNOBOTANI ROTAN PADA SUKU ANAK

DALAM DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS JAMBI

DWI MAIRIDA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Ekologi dan Etnobotani Rotan pada Masyarakat Suku Anak Dalam di Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

memanfaatkan rotan sebagai bahan kerajinan, obat, makanan tambahan, pewarna kerajinan, ritual, pengawet, tali temali dan sumber penghasilan. TNBD merupakan kawasan pelestarian hutan berkaitan kearifan lokal SAD. Informasi pemanfaatan rotan dan kearifan lokal SAD belum banyak diketahui masyarakat umum, sehingga penelitian ini bertujuan mengkaji komposisi jenis rotan, pohon inang, karakter edafik habitat rotan, dan strategi konservasi, menginventarisasi jenis rotan serta mengkaji kearifan lokal SAD memanfaatkan rotan.

Penelitian dilakukan di kawasan zona pemanfaatan TNBD Sarolangun Jambi bulan April-Juni 2014. Analisis vegetasi rotan dan inang menggunakan metode nested sampling. Pengumpulan data etnobotani dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi partisipasi aktif dan dokumentasi menggunakan teknik snowball sampling. Identifikasi rotan di Herbarium Bogoriense Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong. Identifikasi tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB Dramaga Bogor. Analisis data dengan indeks nilai penting, indeks asosiasi, dan indeks kepentingan budaya. Karakteristik edafik mencirikan keberadaan rotan ditentukan dengan metode Analisis Komponen Utama dan kemiripan karakteristik edafik antar habitat rotan dengan analisis Hirarki Gabungan Klaster (HGK) menggunakan software XLSTAT 2014.

Hasil penelitian menyatakan terdapat 22 jenis rotan dimanfaatkan masyarakat SAD yaitu Calamus ornatus (Blume), C. caesius (Blume), C. Korthalsia echinometra (Becc.) dan K. Rosrata (Blume). Jenis yang mendominasi zona pemanfaatan adalah D. geniculata (INP=21,49%), C. ornatus (INP=17,45%), C. caesius (INP=16,51%).

(5)

pemanfaatan adalah Litsea tomentosa (INP=13,31%), Artocarpus elasticus (INP=11,73%) dan Palaquium gutta (INP=10,75%).

Jenis D. draco sangat berguna bagi masyarakat SAD karena getah buahnya digunakan untuk pewarna kerajinan, obat sakit kepala, demam, diare dan luka, sehingga jenis tersebut memiliki ICS berkategori tinggi (60). Selanjutnya untuk pelestarian rotan, masyarakat SAD menetapkan dua kebijakan adat yaitu kebijakan pemanfaatan rotan dan pengelolaan habitat rotan.

Strategi konservasi Calamus sp.2, C. ornatus, C. caesius D. geniculata dan K. echinometra yaitu dengan mempertahankan habitat dan meningkatkan intensitas pemanfaatan, karena jenis tersebut memiliki INP tinggi dan ICS rendah. C. flabellatus, C. manan, C. javensis, C. scipionum dan D. draco perlu strategi konservasi dengan mempertahankan habitat dan intensitas pemanfaatan, karena INP dan ICS mereka tinggi. C. axillaris dan D. vericiliarias perlu dilakukan budidaya dan mempertahankan intensitas pemanfaatan karena INP dan ICS-nya rendah.

(6)

SUMMARY

DWI MAIRIDA Ecology and Ethnobotany Rattan on Community Anak Dalam Tribe in Bukit Duabelas National Park, Jambi. Supervised by MUHADIONO and IWAN HILWAN.

Rattan is plant species belongs to family Arecaceae were climbing and vine as who have a thorns in every segment. Anak Dalam tribe settled in the forest Bukit Duabelas National Park by using rattan as craft materials, medicine, food additives, coloring crafts, rituals, preservatives ropes and source of income. Bukit Duabelas National Park is a forest conservation area that is associated with local knowledge of Anak Dalam tribe. By information and local knowledge of Anak Dalam tribe rattan utilization is not known by the general public, therefore this study aimed to assess the composition of rattan species, the host tree, Soil characters of rattan habitat and conservation strategies, inventory the species of rattan and local wisdom of Anak Dalam tribe examined the use of rattan.

The research was conducted in the area of utilization zone Bukit Duabelas National Park, Sarolangun Jambi from month of April to June 2014. Analysis of rattan vegetation and host used nested sampling method. Ethnobotany data collection was done through in-depth interviews, observation and documentation of active participation using snowball sampling technique. Identification of rattan was done in Herbarium of Bogoriense, Indonesian Institute of Sciences, Cibinong. Identification of soil characters has been performed in the Soil Laboratory, Department of Soil Science and Land Resources, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University, Bogor. Analysis of data was done by importance value index (IVI) and Index of Cultural Significance (ICS). The abundance of rattan is determined by the method of Principal Component Analysis (PCA) and characteristics similarities between rattan habitat soil with analysis of hierarchy cluster (AHC) using XLSTAT 2014 software.

(7)

was supported by the presence of the host as propagation. Dominant host species in the utilization zone were Litseatomentosa (IVI=13.31%), Artocarpus elasticus (IVI=11.73%) and Palaquium gutta (IVI=10.75%).

Species D. draco is very useful for the people of Anak Dalam tribe because the sap of the fruit used to dye crafts, to treat migraine headaches, fever, diarrhea and injuries, therefore that these spescies have high ICS category (60). Furthermore, for the preservation of rattan, the community Anak Dalam tribe set two custom policies, on policy of the use of rattan and rattan habitat management.

Conservation strategy of species Calamus sp.2, C. ornatus C. caesius, D. geniculata and K. echinometra is necessary to maintain habitat and increase the intensity of utilization because the type of high IVI and low ICS. Species C. flabellatus, C. manan, C. javensis, C. scipionum and D. draco need strategies to maintain habitat conservation and intensity of use due to their ICS and high IVI . It is necessary to maintain of cultivation and utilization of spesies C. axillaris and D. vericiliaris as IVI and ICS is low.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Biologi Tumbuhan

EKOLOGI DAN ETNOBOTANI ROTAN PADA SUKU ANAK

DALAM DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS JAMBI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini ialah rotan, dengan judul ekologi dan etnobotani rotan pada masyarakat Suku Anak Dalam di Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Muhadiono M.Sc dan Dr. Ir. Iwan Hilwan, MS selaku pembimbing, serta Dr. Dra. Nunik Sri Ariyanti, M.Si dan Dr. Ir Miftahudin M.Si yang telah banyak memberikan masukan berupa saran dan arahan guna perbaikan tesis ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada bapak Betaring sebagai Temenggung dan selaku kepala adat Masyarakat SAD, serta pihak Balai Taman Nasional Bukit Duabelas, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 7

TINJAUAN PUSTAKA 4

METODE 10

Waktu dan Lokasi Penelitian 10

Alat dan Bahan 10

Teknik Pengumpulan Data 10

Analisis Data 12

HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Ekologi 15

Komposisi Floristik Rotan 15

Komposisi Floristik Inang Rotan 16

Karakteristik Edafik Habitat Rotan 19

Hirarki Gabungan Klaster 21

Etnobotani 23

Pemanfaatan Rotan Masyarakat SAD 23

Produk Hasil Olahan Rotan 25

Pengetahuan pemanfaatan rotan Masyarakat SAD 30

Nilai Kepentingan Budaya Pemanfaatan rotan 31

Pelestarian Tradisional Rotan 31

Kebijakan Adat Pemanfaatan Rotan 32

Kebijakan Adat Pengelolaan Habitat Rotan 32

Budaya Tanam Rotan 33

Strategi Konservasi Rotan 34

SIMPULAN DAN SARAN 36

DAFTAR PUSTAKA 37

LAMPIRAN 42

(14)

DAFTAR TABEL

1 Skala kategori SDR 13

2 Skala kategori nilai ICS 13

3 Kategorisasi strategi konservasi rotan 14

4 Komposisi jenis rotan di zona pemanfaatan TNBD Sarolangun Jambi

Tahun 2014 15

5 Komposisi lima jenis tertinggi strata pohon pada zona pemanfaatan

TNBD Sarolangun Jambi Tahun 2014 17

6 Komposisi lima jenis tertinggi strata tiang pada zona pemanfaatan

TNBD Sarolangun Jambi Tahun 2014 17

7 Komposisi lima jenis tertinggi strata pancang pada zona pemanfaatan

TNBD Sarolangun Jambi Tahun 2014 18

8 Komposisi lima jenis tertinggi strata semai pada zona pemanfaatan

TNBD Sarolangun Jambi Tahun 2014 19

9 Matriks karakteristik edafik rotan di zona pemanfaatan TNBD

Sarolangun Jambi 20

10 Manfaat rotan bagi masyarakat SAD di TNBD Sarolangun Jambi tahun

2014 24

11 Harga penjualan rotan masyarakat SAD di TNBD Sarolangun Jambi

tahun 2012 30

12 Strategi konservasi rotan yang perlu dilakukan pada kawasan TNBD

Sarolangun Jambi 35

DAFTAR GAMBAR

1 Sketsa penelitian ekologi dan etnobotani rotan pada masyarakat SAD di

TNBD Sarolangun, Jambi Tahun 2014 3

2 Peta Lokasi Taman Nasional Bukit Duabelas 4

3 Peta lokasi penelitian ekologi dan etnobotani rotan pada masyarakat SAD di zona pemanfaatan TNBD Sarolangun Jambi 10 4 Petak contoh pengumpulan rotan dan inang di zona pemanfaatan TNBD

Sarolangun Jambi 11

5 Kerapatan total inang rotan strata pertumbuhan di TNBD Sarolangun

Jambi tahun 2014 19

6 Hasil AKU unsur tanah habitat rotan di zona pemanfaatan TNBD

Sarolangun Jambi Tahun 2014 20

7 Dendrogram kluster tanah rotan di TNBD Sarolangun Jambi 22

8 Kerajinan Ambung masyarakat SAD 25

9 Kerajinan masyarakat SAD A. Ambung; B. Penampion; C. Tekalo 26 10 Getah jernang (D. draco) yang dimanfaatkan masyarakat SAD di

TNBD 27

11 Buah rotan manau (C. manan) sebagai makanan ibu hamil (ngidam)

pada masyarakat SAD 28

(15)

13 Area padang rotanmasyarakat SAD A. Tenggelow B. Subon sebagai area

pelestarianrotan dan pandan 33

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kunci identifikasi tekstur tanah 43

2 Dokumentasi penelitian ekologi dan etnobotani rotan pada masyarakat

SAD di TNBD Sarolangun Jambi Tahun 2014 44

3 Nilai kualitas, intensitas dan ekslusivitas penggunaan rotan 49 4 Komposisi jenis rotan di TNBD Sarolangun Jambi tahun 2014 51 5 Komposisi jenis strata pohon pada kawasan TNBD Sarolangun Jambi

tahun 2014 52

6 Komposisi jenis strata tiang pada kawasan TNBD Sarolangun Jambi

tahun 2014 56

7 Komposisi jenis strata pancang pada kawasan TNBD Sarolangun Jambi

tahun 2014 59

8 Komposisi jenis strata semai pada kawasan TNBD Sarolangun Jambi

tahun 2014 62

9 Nilai kontribusi variabel unsur tanah habitat rotan di TNBD Sarolangun

Jambi 65

10 Hasil faktor edafik analisis kimia dan fisik tanah rotan di TNBD

Sarolangun Jambi 66

11 Hasil perhitungan ICS rotan yang dimanfaatkan masyarakat SAD di

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki banyak manfaat bagi kelangsungan hidup manusia antara lain sebagai penyedia sumber makanan, penghasil devisa dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Indonesia merupakan salah satu negara mega-biodiversity karena memiliki kekayaan alam hayati yang sangat melimpah serta beranekaragam. Alikodra (2010) menyatakan keanekaragaman hayati Indonesia menempati peringkat kedua terbesar di dunia. Putra et al. (2012) menambahkan Indonesia memiliki 17% jumlah jenis tumbuhan di dunia. Provinsi Jambi memiliki kawasan hutan hujan tropis dataran rendah yang cukup luas, dan beragam kekayaan jenis tumbuhan yang belum diketahui potensi serta pemanfaatannya (BKSDA 2009). Salah satunya adalah Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) terletak di kabupaten Sarolangun, Tebo dan Batanghari yang menjadi tempat tinggal masyarakat Suku Anak Dalam (SAD). Masyarakat SAD merupakan suku pedalaman Provinsi Jambi yang kebutuhan hidupnya diperoleh dari sumber daya hutan.

Hutan TNBD merupakan kawasan konservasi dengan keanekaragaman hayati berpotensi untuk dikembangkan antara lain Hasil Hutan Non Kayu (HHNK) yang mampu menunjang kehidupan masyarakat lokal SAD sebagai bahan kerajinan, obat, bahan tumah tangga dan sumber pendapatan (BKSDA Jambi 2009). Saat ini pengelolaan HHNK masih tersingkirkan, belum mendapat perhatian dari masyarakat umum, karena keterbatasan pengetahuan dan informasi nilai ekonomi serta manfaatnya. Salah satu HHNK yang dapat dikembangkan adalah rotan.

Rotan merupakan salah satu tumbuhan hutan yang mempunyai nilai komersial dan merupakan sumber devisa negara. Sanusi (2012) menyatakan tahun 2005 rotan mampu menyumbang devisa sebesar US$ 222.387.659, untuk itu potensi rotan perlu dikembangkan dalam rangka meningkatkan pelestarian, pemanfaatan, dan konservasi sumber genetik. Masyarakat SAD menggunakan rotan untuk bahan kerajinan, peralatan rumah tangga dan sumber penghasilan (Mairida et al. 2012). Setyowati (2003) menambahkan rotan digunakan sebagai tali temali dan pangan tambahan. Rotan merupakan sumberdaya hutan non kayu yang mempunyai nilai ekonomi dan budaya untuk kepentingan masyarakat SAD, sehingga masyarakat SAD memiliki budaya atau kearifan lokal dalam menjaga kelestarian rotan.

(18)

2

Perumusan Masalah

Informasi ekologi dan pemanfaatan rotan oleh SAD masih terbatas sehingga perlu dilakukan penelitian. Mengingat kebutuhan rotan meningkat dan bernilai guna tinggi, dikhawatirkan ketersedian jenis rotan menurun seiring meningkatnya penggunaan, maka diharapkan adanya informasi mengenai ekologi dan etnobotani rotan, guna untuk merencanakan upaya pengembangan dan pelestarian rotan, khususya di TNBD Sarolangun, Jambi.

Tujuan penelitian

Penelitian bertujuan mengkaji komposisi jenis rotan dan pohon inang, serta karakter edafik habitat rotan, menginventarisasi jenis rotan yang dimanfaatkan, mengkaji kearifan lokal masyarakat SAD memanfaatkan rotan dan strategi konservasi di hutan TNBD Sarolangun, Jambi.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan memberi informasi mengenai ekologi dan potensi rotan sebagai acuan upaya konservasi rotan berkelanjutan di TNBD Sarolangun, Jambi.

Ruang Lingkup Penelitian

Objek penelitian dibatasi jenis rotan yang dimanfaatkan masyarakat SAD. Lokasi penelitian di TNBD wilayah Sarolangun dan pengambilan plot sampel di kawasan zona pemanfaatan.

Kerangka Pemikiram

(19)

3

Gambar 1 Sketsa penelitian ekologi dan etnobotani rotan pada masyarakat SAD di TNBD Sarolangun, Jambi Tahun 2014.

Keanekaragaman hayati di TNBD

Potensi rotan

Pemanfaatan ICS Sebaran jenis rotan INP

Berapa spesies rotan?

Bagaimana stuktur populasi dan karakteristik edafik rotan? Bagaimana pemanfaatan dan kearifan lokal SAD dalam memanfaatkan rotan?

Penelitian

Ekologi

Metode nested sampling komposisi rotan dan inang

Data lingkungan Faktor edafik

Wawancara Pemanfaatan

Analisis data INP, Indeks asosiasi, AKU, HGK, ICS.

Hasil ekologi dan etnobotani rotan

(20)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Masyrakat SAD di TNBD

Deskripsi TNBD

Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) merupakan salah satu kawasan hutan hujan tropis dataran rendah di Provinsi Jambi. Kawasan TNBD terletak pada tiga wilayah kabupaten yaitu di Kabupaten Batanghari (Kecamatan Maro Sebo Ulu dan Batin XXIV), Sarolangun (Kecamatan Air Hitam) dan Tebo (Kecamatan Muara Tabir) dengan luas kawasan sebesar 60.500 hektar (Sasmita 2009) (Gambar 2). Secara geografis, TNBD terletak di antara 102o31’37” sampai 102o48’27” Bujur Timur dan antara 1o44’35” sampai 2o03’15” Lintang Selatan (BKSDA 2009).

Gambar 2 Peta Lokasi Taman Nasional Bukit Duabelas (Sumber BKSDA 2009)

(21)

5 Kawasan TNBD memiliki beberapa kawasan zona, dibagi ke dalam enam tipe zonasi pengembangan yang ditetapkan Departemen Kehutanan (2007) yaitu: 1. Zona inti, berupa daerah perbukitan, hutan rimba dan daerah dengan kondisi

masih asli.

2. Zona rimba, daerah disekitar zona inti, sebagai ruang kehidupan dan penghidupan komunitas Suku Anak Dalam (SAD).

3. Zona pemanfaatan, yaitu daerah yang memiliki potensi alam dan diperuntukkan kegiatan penelitian dan pendidikan.

4. Zona tradisional, berupa perkebunan, areal perburuan dan lokasi pondok masyarakat SAD, serta pohon sialang. Kawasan ini artinya diperuntukkan khusus memfasilitasi kebutuhan kehidupan dan penghidupan komunitas SAD. 5. Zona religi, mencakup kawasan sakral masyarakat SAD, seperti tanah

peranokan, tempat bebalai, tanah dewo, sentubung budak, dan tanah besetan. 6. Zona rehabilitasi, merupakan kawasan yang terbuka karena kebakaran, perambahan dan lahan kritis yang memerlukan penanaman kembali dengan tanaman asli.

Aksesibilitas TNBD

Letak geografis kawasan TNBD yang berada dibagian tengah wilayah Provinsi Jambi memberikan kemudahan pencapaian ke lokasi TNBD tersebut, melalui jalur perhubungan darat Lintas Tengah Sumatera. Jalur ini terhubung langsung dengan sejumlah pintu masuk regional/ internasional perhubungan udara dan laut yakni : Bagian Utara yaitu Medan, Padang, Pekanbaru dan Banda Aceh, bagian Selatan adalah Palembang dan Lampung (Sasmita 2009).

Kawasan TNBD ditempuh dari Jambi ke Pauh menggunakan kendaraan (mobil/motor) melewati Muara Bulian dengan jarak tempuh sekitar 144 km. Dari Pauh dilanjutkan ke Pematang Kabau Kecamatan Air Hitam menggunakan kendaraan dengan jarak tempuh sekitar 60 km. Selain jalur masuk dari Pauh, TNBD juga dapat ditempuh dari jalur masuk Kecamatan Pemenang, kabupaten Merangin (Mairida et al. 2014).

Memasuki kawasan hutan TNBD dapat menggunakan kendaraan bermotor (roda dua) sampai wilayah perkebunan karet, sawit masyarakat SAD dan kawasan tanaman obat. Selanjutnya dilanjutkan dengan berjalan kaki untuk menjelajahi kawasan hutan tersebut.

Sikap hidup masyarakat SAD

(22)

6

Masyarakat SAD di TNBD Sarolangun bekerja sebagai petani dan menyadap karet di perkebunan mereka sendiri. Hasil sadapan karet dijual langsung ke boy (tengkulak) yang merupakan orang penerima atau pembeli getah. Boy berasal dari masyarakat luar atau orang terang (bukan anggota SAD). Sumber makanan masyarakat SAD berasal dari jenis umbi, buah, daun dan umbut. Sementara itu kebutuhan mendapatkan makanan protein hewani dengan berburu atau menjerat hewan di hutan, seperti babi hutan (Sus vitatus), rusa (Cervus equimus) dan kijang (Muntiacus muntjak), kancil (Tragulus sp.) serta mencari ikan. Menurut Bahri (2011), berburu merupakan kegiatan mendapatkan makanan yang mengandung protein hewani bagi masyarakat SAD, mereka merupakan pemburu handal.

Kehidupan Masyarakat SAD menjunjung tinggi adat istiadat yang diatur dalam hukum adat. Kebijakan adat merupakan perwujudan utama pada aturan hukum adat yang wajib ditaati seluruh masyarakat SAD. Masyarakat SAD melompokkan hukuman dalam kehidupan sehari-hari menjadi tiga kelompok yaitu (Weintre 2003):

1. Hukum bangun yaitu setiap kesalahan yang di lakukan dikenakan denda membayar 500 lembar kain. Jenis kesalahan hukum tersebut seperti membunuh orang, menebang pohon sialang, menebang pohon durian, merusak pohon tenggeris anak, menebang dan merusak pohon jernang. Ketentuan sanksi hukum tersebut, jika penghulu membunuh rakyat maka denda menjadi dua kali lipat (2 x 500 lembar kain) dan jika rakyat membunuh penghulu maka denda menjadi tiga kali lipat (3 x 500 lembar kain).

2. Hukum pampay adalah sanksi dengan kesalahan memperkosa istri orang, menakik pohon tenggeris anak dan sialang, membuat orang lain menderita luka. Jenis luka yang dimaksud ada dua macam, pertama luka tinggi, jika luka mengenai tangan dan kaki yang digunakan untuk bekerja maka hukumannya 250 lembar kain (setengah bangun). Kedua luka gores yaitu menakik pohon sialang dan tenggeris anak, maka didenda membayar 120 helai kain.

3. Hukum cempalo yaitu sanksi atas kesalahan berhubungan dengan perempuan seperti berbicara pada anak gadis, janda, istri orang, mencarut, dll. Hukuman dikenakan membayar 120 lembar kain.

Masyarakat SAD mempercayai hukuman dari kesalahan tersebut tidak hanya diberikan penghulu atau ketua adat, tetapi juga diberikan oleh dewo seperti kesialan, penyakit, kematian, lumpuh, gila dan balak (musibah). Masyarakat SAD percaya bahwa mantera dan seloko (sejenis pantun) adalah kumpulan doa yang dipanjatkan kepada dewa dan roh leluhur. Seloko yang menjadi pedoman hidup mereka adalah Bunuh adat nenek puyong kami, Samo lah bunuh hidup kami

Keanekaragaman hayati TNBD

(23)

7 jelutung (Dyera costulata), jernang (Daemonorops sp.), karet (Hevea brasiliensis) dan kemenyan (Styrax benzoin). Tumbuhan penghasil buah diantaranya adalah durian (Durio sp.), kedondong (Spondias pinnata). Tumbuhan penghasil kerajinan seperti rotan (Calamus spp.), bambu (Bambusa spp.) dan pandan (Pandanus sp.).

Kawasan TNBD menyimpan kekayaan fauna yang beragam, mulai jenis mamalia, primata, aves, reptilia, insekta dan pisces yang membentuk satwa liar di kawasan tersebut. Beberapa diantaranya termasuk satwa langka dan dilindungi seperti harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae), siamang (Hylobates syndactilus), Beruk (Macaca nemestrina), Macan dahan (Neofelis nebulosa), kancil (Tragulus sp.), beruang madu (Helarctos malayanus), kijang (Muntiacus muntjak), meong congkok (Prionailurus bengalensis), tapir (Tapirus indicus), rusa sambar (Cervus unicolor) (Sylviani 2008). Menurut Departemen Kehutanan (2007) TNBD memiliki jenis kupu-kupu yang tereksplorasi. Tidak kurang dari 12 jenis kupu-kupu telah teridentifikasi, diantaranya Trogonoptera brookiana, Papilio nephelus, Graphium doson, Papilio domeleus, Troides amprysus dan lain-lain.

Konsep Ekologi

Ekologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup lainnya atau lingkungannnya (Setiadi et al. 2014). Prinsip mempelajari ilmu ekologi yaitu adaya keseimbangan antara kebutuhan sumber daya alam manusia dan sumber daya alam yang ada di alam sehingga tercipta upaya pengelolaan konservasi sumber daya alam dan lingkungan.

Odum (1994) mendefinisikan ekologi sebagai interaksi antara organisme dengan lingkungannya, baik lingkungan bersifat biotis (hidup) maupun abiotis (tak hidup). Lingkungan biotis berupa organisme lain yang ada di sekitar kita baik organisme sejenis atau tidak sejenis. Lingkungan abiotis berupa lingkungan fisik seperti suhu, intensitas cahaya matahari, angin, curah hujan, dan lain sebagainya. Perkembangan ilmu ekologi dikenal dengan istilah sinekologi dan autekologi. Sinekologi mengkaji kelompok organisme yang berasosiasi membentuk satu kesatuan yang saling berinteraksi di alam. Autekologi adalah bagian dari bidang ilmu ekologi yang mempelajari individu organisme atau jenis yang berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan biotik maupun abiotik. Autekologi merupakan cabang ilmu ekologi yang mengkaji individu organisme atau jenis yang berkaitan dengan sejarah hidup dan perilaku penyesuaian diri terhadap lingkungan di mana individu atau jenis tersebut hidup. Selanjutnya disimpulkan, autekologi berkaitan dengan siklus hidup, mempelajari individu jenis di luar kondisi alami, adaptasi dan status perbedaan komunitas atau populasi.

Konsep Etnobotani

(24)

8

antara manusia dengan tumbuhan. Pemanfaatan tumbuhan tidak saja untuk keperluan ekonomi, tetapi juga kepentingan spiritual dan nilai budaya termasuk didalamnya pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan obat, sumber pangan dan kebutuhan manusia lainnya (Dharmono 2007).

Pengetahuan etnobotani berupa tinjauan interpretasi dan asosiasi yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dengan tumbuhan, bagaimana tumbuhan diklasifikasi dan diberi nama, digunakan serta dikelola. Pemanfaatan tumbuhan lebih diutamakan untuk kepentingan budaya dan kelestarian alam (Cotton 1996). Studi etnobotani memberi kontribusi besar dalam proses pengenalan sumberdaya alam di suatu wilayah melalui kegiatan pengumpulan kearifan lokal masyarakat setempat. Etnobotani menekankan bagaimana mengungkap keterkaitan budaya masyarakat dengan sumberdaya tumbuhan di lingkungan secara langsung ataupun tidak langsung. Pengetahuan etnobotani digunakan untuk membantu menemukan solusi masalah, seperti meningkatkan produksi pangan, meningkatkan petanian berkelanjutan, mengembangkan jenis obatan baru dan menemukan strategi konservasi lingkungan

Melalui kajian etnobotani terungkap cara berpikir suatu kelompok masyarakat, konsep mengenai tumbuhan, kebijakan pemanfaatan budidaya dan konservasi keanekaragaman hayati sesuai aturan, nilai budaya, kepercayaan dan ritual yang berlaku pada masyarakat tertentu. Selanjutnya etnobotani tidak hanya memberikan bahan baku bagi bidang genetika, agronomi, fitokimia, dan farmakologi, tetapi juga memberikan sumbangan terhadap program pemberdayaan masyarakat dan pembangunan ekonomi berkelanjutan.

Morfologi, Klasifikasi dan Sebaran Rotan

Rotan merupakan tumbuhan liana yang memanjat, memiliki duri disetiap ruas, dan tumbuh secara merumpun maupun tunggal (soliter). Rumpun rotan terbentuk dari berkembangnya tunas yang dihasilkan kuncup ketiak bagian bawah batang. Kuncup tersebut berkembang sebagai rimpang pendek, kemudian tumbuh menjadi batang di atas permukaan tanah (Dransfield dan Manokaran 1996). Rotan berbatang tunggal tidak beregenerasi dengan tunas atau dari tunggul yang terpotong, tetapi dengan biji.

Rotan merupakan salah satu tumbuhan khas daerah tropis, secara alami tumbuh pada hutan primer maupun sekunder termasuk daerah bekas perladangan liar dan belukar. Secara ekologis rotan tumbuh subur diberbagai tempat seperti rawa, tanah kering dataran rendah dan perbukitan, tanah kering berpasir, tanah liat berpasir terutama di daerah lembab seperti pinggiran sungai (Kalima, 2008). Jenis tanah ditumbuhi rotan adalah alluvial (biasanya sepanjang tepi sungai), latosol dan regosol tetapi pertumbuhan terbaik pada daerah lereng bukit cukup lembab dengan ketinggian antara 0-2900 meter dan iklim basah sampai kering (Anonim 2003).

(25)

9 sembilan marga, yaitu Calamus 333 jenis, Daemonorops 122 jenis, Korthalsia 30 jenis, Plectocomia 10 jenis, Plectocomiopsis 10 jenis, Calopspatha 2 jenis, Bejaudia 1 jenis, Ceratolobus 6 jenis dan Myrialepis (Dransfield 1974). Dunia botani, rotan termasuk anggota suku Arecacea tergolong anak suku Lepidocaryoideae. Penentuan jenis rotan melalui identifikasi karakter morfologi organ tanaman, yaitu: akar, batang, daun, bunga, buah dan alat pemanjat (Telu 2006).

(26)

10

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di TNBD Kabupaten Sarolangun, Jambi bulan April– Juni 2014. Pelaksanaan penelitian eksplorasi dilakukan pada zona pemanfaatan. Lokasi pengambilan sampel disajikan pada Gambar 3. Identifikasi jenis rotan dilakukan di Herbarium Bogoriense Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, Bogor. Analisis sifat fisik dan kimia tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB Dramaga Bogor.

Gambar 3 Peta lokasi penelitian ekologi dan etnobotani rotan pada masyarakat SAD di zona pemanfaatan TNBD Sarolangun Jambi.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan digunakan yaitu kertas label, koran, tali ukur, luxmeter, kardus, karung, GPS, sasak, plastik, etiket gantung, spiritus putih, tali rafia, kamera digital, perekam suara, panduan wawancara, buku identifikasi dan kunci determinasi, laptop, thermohigrograf dan perlengkapan tulis.

Teknik Pengumpulan Data

Studi ekologi

Studi ekologi meliputi teknik pengumpulan data ekologi primer dan karakter edafik habitat rotan. Data ekologi primer untuk mengetahui komposisi jenis rotan dan inang, menggunakan kombinasi metode jalur dan garis berpetak (nested sampling). Jumlah petak pengamatan dibuat sebanyak 35 petak (plot).

Kawasan TNBD

(27)

11 Pengambilan data komposisi rotan dilakukan pada plot berukuran 10 m x 10 m (Kalima & Jasni 2010). Pengumpulan data meliputi jumlah individu jenis rotan, diameter batang inang rotan, jumlah individu dan luas bidang dasar pohon inang. Ilustrasi plot ditunjukkan pada Gambar 4.

Keterangan:

a) Petak ukur 20 m x 20 m inang strata pohon (diameter > 20 cm)

b) Petak ukur 10 m x 10 m rotan dan inang strata tiang (diameter 7 – 20 cm) c) Petak ukur 5 m x 5 m inang strata pancang (tinggi ≥ 150 cm, diameter 2-7 cm) d) Petak ukur 2 m x 2 m inang strata semai (tinggi < 150 cm, diameter < 2 cm).

Gambar 4 Petak contoh pengumpulan rotan dan inang di zona pemanfaatan TNBD Sarolangun Jambi.

Pengambilan sampel tanah dilakukan pada lokasi lima jenis rotan yang mendominasi dan dua jenis bernilai ekonomi tinggi. Sampel tanah diambil dari lapisan top soil hingga kedalaman 20 cm (Rugayah et al. 2004) pada empat titik diagonal sebanyak 1 kg, lalu tanah dikompositkan. Sifat fisik tanah dianalisis meliputi tekstur tanah (pasir, debu, liat) dan sifat kimia meliputi kandungan bahan organik tanah dinyatakan dalam rasio C/N, kandungan Ca, Mg, K dan Na, serta nilai kapasitas tukar kation (KTK). Menentukan tekstur tanah menggunakan diagram segitiga dan Tabel fraksi kelas tekstur tanah berdasar persentase pasir, debu dan liat (Lampiran 1).

Studi etnobotani

Data etnobotani berupa pengetahuan lokal masyarakat SAD mengenai pemanfaatan rotan, meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam (in-depth interwiew) terhadap infoman kunci terkait jenis rotan yang dimanfaatkan masyarakat SAD dengan teknik snowball sampling, yaitu teknik pemilihan informan selanjutnya berdasar rekomendasi informan kunci (Sugiyono 2008). Observasi partisipasi aktif, mengikuti kegiatan masyarakat SAD memanfaatkan rotan. Data sekunder diperoleh melalui studi dokumentasi, literatur dan publikasi. Dokumentasi berupa pengambilan foto (Lampiran 2), rekaman suara dan video.

Pembuatan herbarium dan identifikasi rotan

(28)

12

serta menggunakan buku identifikasi Manual of the rattans of the Malay Peninsula (Dransfield 1979), The rattan of Sabah (Dransfield 1984), The rattan of Sarawak (Dransfield 1992), dan The rattan of Brunei Darussalam (Dransfield 1997).

Pembuatan herbarium, langkah pertama mengoleksi sampel dari lapangan. Sampel yang diambil diusahakan memiliki organ lengkap. Selanjutnya sampel disiram dengan spirtus putih, kemudian disusun dan disimpan dalam koran. Setelah itu sampel dimasukkan ke dalam kantong plastik berukuran 60 x 40 cm dan disiram dengan spiritus kembali secara merata, kemudian kantong plastik ditutup rapat.

Langkah selanjutnya pengeringan, sampel dikeluarkan dari kantong plastik, kemudian susunan sampel disasak dan diikat kuat dengan tali sehingga semua sampel terapit rata. Selanjutnya sampel dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60C. Setelah pengeringan, dilakukan proses pensterilan dengan difreezer selama

± tiga hari, selanjutnya dilakukan identifikasi.

Analisis Data

Indeks nilai penting

Indeks Nilai Penting (INP) merupakan parameter kuantitatif menyatakan tingkat dominasi jenis tumbuhan dalam suatu komunitas (Cox 1967). Nilai Penting jenis rotan berkisar antara 0-200% (Heddy 2012). Menghitung INP jenis rotan dan inang strata pancang serta semai menggunakan rumus; INP = KR (Kerapatan Relatif) + FR (Frekuensi Relatif). Menghitung INP inang strata pohon dan tiang; INP = KR + FR + DR (Dominansi Relatif). Nilai KR, FR dan DR dihitung menggunakan rumus :

Kerapatan (K)(ind/ha) Kerapatan Relatif (KR)

umla individu suatu jenis

Luas seluru petak conto ∑ 100

Frekuensi (F) (m2/ha) Frekuensi Relatif(FR)

umla petak ditemukan suatu jenis umla seluru petak conto 100

Dominansi (D) (m²/ha) Dominasi Relatif(DR)

Luas idang dasar suatu jenispetak conto 100

Summed dominance ratio (SDR)

SDR adalah parameter yang identik dengan INP untuk menyatakan ketersedian jenis dan penguasaan suatu habitat. Nilai SDR tertinggi menunjukkan spesies paling dominan dan sebaliknya. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut (Odum 1994):

(29)

13 Selanjutnya menentukan kategori SDR menggunakan Tabel 1.

Tabel 1 Skala kategori SDR (Modifikasi Setyaningrum 2009). No. Kisaran nilai SDR (%) Kategori Kode

1 ≥ 5 Tinggi T

2 2,5 – 4,9 Sedang SD

3 ≤ 2,49 Rendah R

Karakteristik edafik habitat rotan

Analisis Komponen Utama (AKU) untuk menentukan karakteristik faktor edafik habitat rotan. Mengetahui kemiripan karakteristik edafik antar habitat rotan dengan analisis Hirarki Gabungan Klaster (HGK). Analisis data AKU dan HGK menggunakan software XLSTAT 2014.

Indeks kepentingan budaya

Mengukur kepentingan jenis rotan bagi kehidupan masyarakat SAD dilakukan dengan analisis kepentingan budaya, meliputi nilai kualitas, intensitas dan ekslusivitas (tingkat kesukaan). Analisis kepentingan budaya SAD memanfaatkan rotan menggunakan Indeks of Cultural Significance (ICS) (Cunningham 2001), dihitung dengan rumus:

S ∑ q i e n

n

i 1

Keterangan: ICS = Indeks kepentingan budaya; q = Nilai kualitas (quality value); i = Nilai intensitas (intensity value); e = Nilai eksklusivitas (exclusivity value); nᵢ = menunjukkan urutan pemanfaatan tumbuhan kesekian.

ICS menunjukkan persamaan jumlah nilai guna suatu jenis rotan dari pemanfaatan ke-satu (i) hingga ke-n. Nilai kegunaan ditentukan memberi skor atau nilai kualitas suatu jenis rotan, nilai intensitas (intensity value) menggambarkan intensitas pemanfaatan jenis rotan dan nilai eksklusivitas (exclusivity value) merupakan tingkat kebutuhan tergantung budaya. Menentukan nilai kualitas, nilai intensitas, dan nilai eksklusivitas tersaji pada Lampiran 3. Menentukan skala kategori nilai ICS berdasar nilai pemanfaatan setiap jenis rotan, menggunakan Tabel 2.

Tabel 2 Skala kategori nilai ICS (Modiifikasi dari Setyaningrum 2009)

No. Kisaran nilai ICS Kategori Kode

1 ≥ 50 Tinggi T

2 25 – 49,5 Sedang SD

(30)

14

Analisis strategi konservasi

Kebijakan strategi konservasi perlu dilakukan dalam pemanfaatan dan pelestarian rotan berdasar hasil analisis perbandingan kategori SDR dengan ICS. Menentukan strategi konservasi rotan menggunakan Tabel 3.

Tabel 3 Kategorisasi strategi konservasi rotan (Batoro 2012) No. Kategori pembanding Strategi konservasi

SDR ICS

1 Tinggi/sedang Rendah Mempertahankan habitat dan

meningkatkan intensitas pemanfaatan 2 Tinggi/sedang Tinggi/sedang Mempertahankan habitat dan intensitas

pemanfaatan

3 Rendah Tinggi/sedang Membudidayakan dan menurunkan intensitas pemanfaatan

(31)

15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekologi

Komposisi floristik rotan

(32)

16

Berdasarkan Tabel 4 komposisi jenis Daemonorops geniculata memiliki kerapatan tertinggi yaitu 15 individu/ha, kemudian Calamus ornatus 14 individu/ha dan Calamus caesius 12 individu/ha. Hal ini mengartikan bahwa jenis rotan dengan kerapatan tertinggi (D. geniculata, C. ornatus, dan C. caesius) merupakan jenis yang rapat dan tersebar hampir seluruh lokasi pengamatan (plot). Arrijani (2008) menyatakan nilai kerapatan merupakan gambaran ketersedian jenis rotan pada suatu area dalam satuan hektar.

Ketersediaan jenis rotan diperoleh dari hasil INP tertinggi pada masing-masing jenis. Menurut Sundarapandian dan Swamy (2000), INP merupakan salah satu parameter memberikan gambaran ketersedian jenis, penyebaran dan penguasaan jenis dalam suatu komunitas. Berdasarkan Tabel 4 komposisi jenis rotan pada zona pemanfaatan didominasi oleh D. geniculata (INP= 21,5 %) yang memiliki kerapatan tertinggi yaitu 15 individu/ha, kemudian C. ornatus (INP=17,45 %) dengan kerapatan 14 individu/ha, dan C. caesius (INP=16,51%) dengan kerapatan 12 individu/ha. Jenis rotan dengan kerapatan tertinggi (D. geniculata, C. ornatus, dan C. caesius) merupakan jenis yang rapat dan tersebar hampir seluruh lokasi pengamatan (plot). Arrijani (2008) menyatakan nilai kerapatan merupakan gambaran ketersedian jenis rotan pada suatu area dalam satuan hektar.

Berdasarkan jenis rotan yang memiliki INP tinggi mengindikasikan bahwa keberadaannya masih melimpah di zona pemanfaatan, hal ini disebabkan jenis tersebut dijaga kelestariannya melalui hukum adat, karena bermanfaat bagi masyarakat SAD. Selain itu kemungkinan jenis rotan yang mendominasi memiliki kemampuan untuk hidup dan daya adaptasi terhadap lingkungan cukup tinggi. Kalima dan Jasni (2010) menjelaskan hasil penelitiannya di hutan lindung Batu Kapar, Gorontalo Utara, ditemukan jenis C. ornatus yang mendominasi pada ketinggian 600-700 m dpl.

Komposisi floristik inang rotan

Rotan merupakan tumbuhan liana yang hidupnya tergantung pada pohon inang. Apabila pohon ianag terganggu, maka populasi rotan ikut terganggu. Soemarna (2009), menyatakan rotan membutuhkan pohon inang untuk kelangsungan hidup. Komposisi jenis inang rotan pada vegetasi strata pohon cukup bervariasi, terdapat 108 jenis pohon inang berasal dari 33 famili. Menurut masyarakat SAD seluruh jenis pohon mampu dijadikan inang rotan. Hal ini didukung pernyataan Soemarna (2009) bahwa semua jenis pohon di hutan dapat dijadikan pohon inang atau panjatan rotan. Jenis inang rotan strata pohon didominasi oleh famili Anacardiaceae, Dipterocarpaceae, dan Lauraceae. Data komposisi inang rotan lima jenis tertinggi strata pohon disajikan pada Tabel 5. Data selengkapnya pada Lampiran 5.

(33)

17 suatu areal dinyatakan sebagai jenis yang memiliki kemampuan adaptasi dan toleransi terhadap kondisi lingkungan. didominasi oleh Dipterocarpaceae, Lauraceae, dan Anacardiaceae, hal ini disebabkan kemampuan pertumbuhan anggota famili tersebut lebih cepat dan mampu berkompetisi dengan jenis famili lainnya. Setiadi (2004) menjelaskan jenis mendominasi suatu wilayah memiliki kemampuan adapatasi dan toleransi relatif lebih baik dibanding jenis lain. Ashton (1998) menambahkan, habitat Dipterocarpaceae adalah kondisi hutan primer alami sudah mencapai tahap klimaks dalam proses suksesi, sehingga keberadaan Dipterocarpaceae merupakan indikator kualitas habitat yang stabil. Data komposisi inang rotan lima jenis tertinggi strata tiang disajikan pada Tabel 6. Data selengkapnya pada Lampiran 6. Tabel 6 Komposisi lima jenis tertinggi strata tiang pada zona pemanfaatan TNBD

Sarolangun Jambi Tahun 2014

(34)

18

masyarakat SAD. Uminawar et al. (2013) menambahkan jenis pohon Palaquium sp. sangat berpotensi untuk dibudidaya secara agroforest dengan rotan.

Komposisi inang strata pancang ditemukan 63 jenis dengan kerapatan total 3200 individu/ha, didominasi oleh famili Dipterocarpaceae. Hal ini disebabkan keberadaan jenis tumbuhan dari famili tersebut dijaga keberadaannya, seperti jenis Shorea sp.. Masyarakat SAD memanfaatkan jenis tersebut sebagai bahan pembuat obor (penerangan), sehingga dilarang untuk menebangnya ketika tidak dibutuhkan. Famili dipterocarpaceae merupakan penyusun utama berbagai tipe hutan dataran rendah (Fajri 2008). Data komposisi inang rotan lima jenis tertinggi strata pancang disajikan pada Tabel 7. Data selengkapnya pada Lampiran 7.

Tabel 7 Komposisi lima jenis tertinggi strata pancang pada zona pemanfaatan adalah Pometia pinnata (INP=15,59% dengan kerapatan 18 individu/ha, Canarium pilosum (INP=13,30%) dengan kerapatan 16 individu/ha, dan Hopea dryobalanoides (INP=8,28%) dengan kerapatan 9 individu/ha. P. pinnata merupakan salah satu jenis penghasil buah masyarakat SAD, sehingga keberadaan jenis tersebut dijaga kelestariaannya. Rahayu et al. 2007 menambahkan P. pinnata merupakan jenis pohon yang umum dijumpai. Bentuk dan rasa buah menyerupai lengkeng, sehingga digemari masyarakat SAD dan satwa liar seperti kera, burung, kelelawar, dll. Pada musim berbuah biji jenis tersebut berhamburan di dasar hutan. Sumiasri et al. (2000) menyatakan masyarakat Sentani di Danau Sentani– Irian Jaya juga mengkonsumsi buah dan biji jenis tersebut dengan cara diolah terlebih dahulu. Heriyanto (2004) menjelaskan bahwa jenis tumbuhan strata sapihan dikatakan berpeluang menjadi inang rotan apabila nilai INP >10%, sehingga jenis P. pinnata dan C. pilosum berpeluang menjadi inang rotan dimasa mendatang.

(35)

19 kecambah jenis lain, sehingga jenis toleran naungan dan mampu bersaing yang dapat bertahan hidup. Menurut Alimuddin (2010), vegetasi strata semai berperan sebagai sumber cadangan utama kelestarian pohon inang rotan.

Tabel 8 Komposisi lima jenis tertinggi strata semai pada zona pemanfaatan

Proses regenerasi inang rotan berkembang dengan baik, hal ini ditunjukkan pada histogram kerapatan total inang (Gambar 5). Indriyanto (2012) menjelaskan proses regenerasi pohon berjalan dengan baik jika kondisi kerapatan jenis tingkat semai > pancang > tiang > pohon. Banyaknya jenis di kawasan hutan TNBD menunjukkan bahwa jenis tersebut memiliki kemampuan adaptasi dan berkompetisi cukup tinggi, sehingga tumbuh cepat di kawasan hutan. Secara ekologis, ketersediaan pohon mendukung pertumbuhan dan perkembangan rotan.

Gambar 5 Kerapatan total inang rotan strata pertumbuhan di TNBD Sarolangun Jambi tahun 2014

Karakteristik Edafik Habitat Rotan

Kondisi tanah merupakan salah satu faktor mempengaruhi persebaran tumbuhan di hutan TNBD. Adapun faktor tersebut yaitu tekstur tanah, temperatur, air dan unsur hara terkandung dalam tanah (Sofiah 2013). Analisis komponen utama dilakukan untuk menentukan keterkaitan karakteristik edafik dengan keberadaan jenis rotan di hutan TNBD. Informasi mengenai kedekatan variabel edafik terhadap keberadaan jenis rotan berdasar hasil AKU, disajikan biplot pada Gambar 6.

Mattjik dan Sumertajaya (2011), cara menginterpretasikan biplot diatas dengan dua langkah yaitu; 1) Posisi titik objek (spesies) searah dan berdekatan suatu vektor variabel (unsur tanah) menjelaskan bahwa keberadaan objek

(36)

20

dicirikan kuat ketersediaan variabel. Ini mengartikan semakin dekat titik jenis rotan dengan garis yang ditunjukkan suatu vektor unsur tanah, maka semakin tinggi unsur tersebut mencirikan keberadaan jenis rotan. 2) Kedekatan letak/posisi dua atau lebih, objek diinterpretasikan sebagai kesamaan karakteristik tanah yang mencirikan objek tersebut.

Keterangan: Kalium (K) Fosfor (P), Natrium (Na), Magnesium (Mg), Kalsium (Ca), Kerapatan Basa (KB), Sulfur (S), Kapasitas Tukar Kation (KTK), Keasaman Tanah (pH Tanah), Nitrogen total (N total), Karbon organik (C-org), R1 (Daemonorops geniculata), R2 (Calamus caesius), R3 (Calamus ornatus), R4 (Korthalsia echinometra), R5 (Calamus trachycoleus), R6 (Calamus manan), R7 (Daemonorops draco).

Gambar 6 Hasil PCA unsur tanah habitat rotan di zona pemanfaatan TNBD Sarolangun Jambi Tahun 2014

Berdasarkan hasil interpretasi biplot (Gambar 6) menunjukkan semakin dekat posisi titik dengan garis vektor variabel, semakin tinggi nilai kontribusi variabel yang ditentukan dari dua faktor komponen (Lampiran 9). Nilai tertinggi dalam kelompok variabel menyatakan ketersediaan variabel unsur tanah untuk mencirikan keberadaan jenis.Data disajikan selengkapnya pada Tabel 9.

Tabel 9 Matriks karakteristik edafik rotan di zona pemanfaatan TNBD sangat kuat oleh C-org, hal ini dilihat garis vektor C-org berhimpitan dengan titik C. manan, sehingga diduga jenis tersebut tumbuh pada tanah yang memiliki kandungan karbon organik. Kandungan C-org C. manan adalah 4,94% berkategori

(37)

21 tinggi (Lampiran 9). Kandungan bahan organik (C-org) yang tinggi memberikan pengaruh yang baik pada kesuburan tanah. kandungan C-org tinggi merupakan indikator tingginya jumlah bahan organik yang tersedia dalam tanah (Njurumana et al. 2008). Kandungan C-org dibutuhkan tumbuhan dalam fotosintesis dan pembentukan karbohidrat (Munawar 2011). Indriyanto (2012) menyatakan, pada ekosistem hutan hujan tropis memiliki keanekaragaman jenis yang sangat tinggi menyimpan C-org dalam biomassa tumbuhan, sehingga siklus C-org kedalam tanah berjalan cepat.

Keberadaan K. echinometra lebih kuat dicirikan oleh rasio C/N dan KTK, ditandai titik jenis tersebut berdekatan garis vektor rasio C/N dan KTK, maka jenis tersebut tumbuh pada tanah memiliki kandungan KTK sangat tinggi (22,00 me/100gr) dan rasio C/N rendah (14,19%). Rasio C/N merupakan perbandingan antara banyaknya kandungan unsur karbon (C) terhadap nitrogen. Mikroorganisme membutuhkan C dan N untuk aktivitas hidup. Bassirirad (2005) menjelaskan semakin tinggi rasio C/N, semakin lambat laju dekomposisi. Surtinah (2013) menambahkan, rasio C/N mempengaruhi ketersediaan unsur hara, jika rasio C/N tinggi, kandungan unsur hara sedikit tersedia untuk tanaman dan sebaliknya, jika rasio C/N rendah, ketersediaan unsur hara tinggi dan tanaman dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

KTK adalah jumlah kation dalam mili equivalen yang di jerap oleh tanah dalam 100 g. KTK merupakan sifat kimia yang berhubungan erat dengan kesuburan tanah (Hardjowigeno 2003). KTK menunjukan kemampuan tanah mengikat dan menukar antar unsur kation, secara tidak langsung KTK berpengaruh terhadap pertumbuhan. Sofiah (2013) menjelaskan, tanah KTK tinggi terhindar dari pencucian kation basa (Ca, Mg, K dan Na), sehingga unsur kation basa senantiasa berada dalam jangkauan perakaran tumbuhan. Hal ini mengindikasikan bahwa kandungan tanah habitat rotan mengalami minimnya proses pencucian kation basa, sehingga kesuburan tanah dan ketersedian kation basa tetap terjaga dan terkontrol. Hardjowigeno (2003) menambahkan, KTK berkategori tinggi bila tanah memiliki kemampuan tinggi untuk mengikat dan mempertukarkan kation basa meliputi: Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Kalium (K), dan Natrium (Na), serta mengatur mobilisasi ion Hidrogen dan ion Al dd. Keberadaan D. draco dan C. ornatus dicirikan oleh pasir, sehingga diduga jenis tersebut tumbuh pada tekstur tanah dengan persentase pasir tinggi (63,34% dan 63,22%).

Hirarki Gabungan Kluster (HGK)

(38)

22

dan R6 adalah 0,98 yang memperlihatkan kemiripan karakteristik edafik D. geniculata dan C. manan pada kandungan Ca (0,4-0,5 me/100gr) dan tekstur tanah lempung berliat dengan persentase debu (16-19%), liat (37-39%) dan pasir (44-45%). Data selengkapnya disajikan pada Gambar 7.

Keterangan: R1 (Daemonorops geniculata), R2 (Calamus caesius), R3 (Calamus ornatus), R4 (Korthalsia echinometra), R5 (Calamus trachycoleus), R6 (Calamus manan), R7 (Daemonorops draco).

Gambar 7 Dendrogram kluster tanah rotan di TNBD Sarolangun Jambi Hardjowigeno (2003), tekstur tanah adalah rasio relatif persentase fraksi pasir, debu dan liat yang menyusun massa tanah. Tekstur tanah lempung berliat memiliki nilai persentase KB rendah dan jika tinggi, hal tersebut merupakan suatu keuntungan dalam penyerapan koloid tanah dan terjadi rendahnya pencucian kation basa. Dengan demikian, jenis tanah tekstur lempung berliat dan lempung liat berpasir memiliki kesuburan tanah baik. Ca merupakan unsur hara yang berada di dalam kompleks jerapan tanah dan mempengaruhi nilai KTK serta KB (Sastrosayono 2003).

Fosfor (P) bagi tumbuhan berperan untuk pembelahan sel, perkembangan jaringan meristem, merangsang pertumbuhan akar tanaman muda, mem-percepat pembungaan dan pemasakan buah, biji, atau gabah, selain itu juga sebagai penyusun lemak dan protein (Munawar 2011). P adalah unsur hara yang sering kali kurang keberadaannya dalam tanah (Hanafiah 2007). Kandungan P habitat rotan rata-rata bernilai 11,76 ppm (Lampiran 10), termasuk kategori rendah.

Kandungan unsur Mg, Ca, Na dan K habitat rotan memiliki nilai rata-rata secara berurutan 0,25; 0,14; 0,63 dan 0,15 ppm. Nilai tersebut mengkontribusikan kategori berbeda. Unsur Mg berkategori sedang, Ca tinggi dan Na serta K rendah. Rendahnya kandungan Na mendukung pertumbuhan rotan dengan baik. Supriyadi (2009) menyatakan jika konsentrasi Na tanah tinggi, maka struktur tanah menjadi padat dan kurang subur.

Unsur kation basah tanah meliputi K, Na, Ca dan Mg berperan dalam berbagai metabolisme enzim tanaman (Supriyadi 2009). Mg merupakan unsur utama pembentuk klorofil dan berperan sistem kerja enzim. Mg memiliki pengaruh besar terhadap pertumbuhan tanaman (Sastrosayono 2003). Na merupakan unsur fungsional, keberadaannya dalam tanah mengganti peran K bagi

(39)

23 tumbuhan tertentu. Selain itu Na meningkatkan kelarutan K dari mineral ke larutan tanah (Lawani 1995).

Kejenuhan basa (KB) adalah perbandingan antara kation basa dengan jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada koloid tanah. Hardjowigeno (2003) menyatakan KB berkorelasi negatif dengan KTK, semakin rendah persentase KB, semakin tinggi nilai KTK dan berlaku sebaliknya. Unsur KB menunjukkan perbandingan antara jumlah kation basa dengan jumlah semua kation (kation basa dan kation asam) di dalam kompleks jerapan tanah. Jumlah maksimum kation yang diserap tanah menunjukkan besarnya nilai KTK tanah tersebut. Kation-kation basa umumnya diperlukan tanaman.

Kandungan KB tanah habitat rotan memiliki nilai rata-rata 9,11% berkategori sangat rendah. Hal ini disebabkan pH tanah yang rendah. Sudaryono (2009) menjelaskan KB berhubungan erat dengan pH tanah, jika pH tanah rendah KB ikut rendah dan sebaliknya. Nilai KB menentukan kemasaman tanah dan ketersedian unsur hara khususnya K, Ca dan Mg serta meningkatkan kesuburan tanah. Njurumana et al. (2008) menambahkan, reaksi tanah/pH tanah menggambarkan tingkat ketersediaan un-sur hara makro maupun mikro dalam ta-nah yang akan menjadi unsur tersedia ba-gi pertumbuhan tanaman. Berdasarkan Lampiran 8, rata-rata pH tanah habitat rotan berkisar 6-6,5, hal ini mengindikasikan bahwa rotan tumbuh dengan kondisi pH tanah masam agak alkalis. Dransfield dan Manokaran (1996) menjelaskan bahwa jenis rotan dijumpai di dataran rendah, pinggiran sungai dan hutan rawa-gambut yang memiliki pH tanah masam (< 7).

Munawar 2011 menjelaskan sulfur (S) berperan dalam pertumbuhan awal tumbuhan dan perkecambahan biji. Kandungan S tanah habitat rotan rata-rata bernilai 125,38 ppm berkategori tinggi untuk wilayah tropis. Sanchez (1992) memperkirakan tanah tropika mempunyai rata-rata kandungan sulfur ±100 ppm.

Etnobotani

Pemanfaatan rotan masyarakat SAD

Etnobotani digunakan sebagai salah satu usaha mendokumentasikan pengetahuan masyarakat tradisional memanfaatkan berbagai macam jasa tumbuhan untuk menunjang kehidupannya, seperti bahan makanan, pengobatan, bangunan, upacara adat budaya, pewarna dan lainnya. Etnobotani memberikan manfaat yang besar dalam proses pengenalan sumberdaya alam yang ada di suatu wilayah melalui kegiatan pengumpulan kearifan lokal dari masyarakat setempat. Hasil penelitian menunjukkan masyarakat SAD memanfaatkan 22 jenis rotan sebagai sumber penghasilan, bahan kerajinan, obat, pewarna, pengawet, ritual, dan materi sekunder. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 10.

(40)

24

sumber penghasilan, masyarakat SAD menjual seluruh jenis rotan yang ditemukan. Bagian rotan yang banyak digunakan oleh masyarakat SAD adalah batang, selanjutnya buah, getah, daun, umbut dan air batang.

Tabel 10 Manfaat rotan bagi masyarakat SAD di TNBD Sarolangun Jambi tahun 2014

No. Nama tumbuhan Kegunaan Bagian yang

digunakan

2 Rotan gelang Daemonorops verticiliaris

- Bahan kerajinan Batang

3 Rotan sabut Daemonorops brachystachys

- Sumber penghasilan Batang

4 Rotan jernang Daemonorops draco - Obat, pewarna, Sumber penghasilan

7 Rotan cacing Calamus javensis - Bahan kerajinan, - Sumber penghasilan

Batang

8 Rotan getah Calamus cf. ciliaris - Sumber penghasilan Batang 9 Rotan ikuk

titil

Calamus zonatus - Sumber penghasilan Batang

10 Rotan kona Calamus sp. 1 - Sumber penghasilan Batang

11 Rotan manau Calamus manan - Obat Air Batang

- Makanan ibu hamil Buah - Sumber penghasilan Batang 12 Rotan malang Calamus hispidulus - Sumber penghasilan Batang 13 Rotan sego air Calamus axillaris - Bahan kerajinan,

Sumber

Batang

- Penghasilan 14 Rotan sego

Putih

Calamus caesius - Bahan kerajinan,

Sumber penghasilan

Batang

15 Rotan senamo kekecik/pledais

Calamus flabellatus - Materi sekunder

(Pengikat), bahan

temiang/temati - Sumber penghasilan Batang

18 Rotan Tetebu Calamus ornatus - Makanan ibu hamil Buah - Sumber penghasilan Batang 19 Rotan telikung Calamus

rhomboideus

(41)

25 Tabel 10 Manfaat rotan bagi masyarakat SAD di TNBD Sarolangun Jambi tahun

2014 (Lanjutan)

No. Nama tumbuhan Kegunaan Bagian yang

digunakan Lokal Ilmiah

20 Rotan tunggal Calamus retrophyllus

- Sumber penghasilan Batang

21 Rotan semut Korthalsia rostrata - Sumber penghasilan Batang 22 Rotan

Masyarakat SAD memiliki pengetahuan dan keterampilan memanfaatkan rotan untuk keperluan hidup. Hasil penelitian, diperoleh berbagai macam produk olahan rotan masyarakat SAD, yaitu:

a) Bahan Kerajinan

Bahan kerajinan merupakan bahan olahan bernilai keindahan, guna dan ekonomi. Masyarakat SAD membuat kerajinan ambung, penampion dan tekalo untuk keperluan rumah tangga. Ambung merupakan tempat tembakau, saringan, menyimpan peralatan seperti piring, cangkir, panci, membawa hasil panen dan buah-buahan. Ambung memiliki bentuk seperti bakul, permukaan atas bulat, anyaman rapat, dan warna ambung berasal pewarna alami (Gambar 8), cara menggunakan yaitu digendong. Membuat ambung dianyam dan dijalin, pertama mengambil rotan dari tempat tumbuh, kemudian dipotong sepanjang ± satu meter, dibelah empat dan ditipiskan dengan dikeret (dikikis), dijemur hingga kering. Setelah kering dilakukan penganyaman dan penjalinan. Ambung dibuat oleh induk (ibu) dan anak perempuan, sedang kaum laki-laki membantu mencari rotan.

Gambar 8 Kerajiinan Ambung masyarakat SAD

(42)

26

Tekalo (bubu kecil) merupakan alat menangkap ikan, berbentuk bulat panjang, ukuran panjang berkisar 45-50 cm dan diameter berkisar 7-8 cm (Gambar 9B). Masyarakat SAD membuat tekalo dengan menganyam dan menjalin dua jenis rotan, yaitu K. echinometra untuk bilah, C. flabellatus sebagai penjalin dan pengikat. Tekalo digunakan menangkap ikan di sungai kecil atau anak sungai. Cara penangkapan yaitu menutup badan atau membendung anak sungai dengan menancap kayu dan disusun tegak seperti pagar di dalam sungai, proses tersebut disebut jerejak. Selanjutnya pada jerejak dipasang kayu secara melintang yang dinamakan bremban. Kemudian disumbat jerejak dan bremban dengan ranting kayu kecil dan tumpukan berbagai macam daun disebut papah. Sementara itu tekalo dipasang di depan penutupan atau bendungan air sungai tersebut dengan pangkal tekalo mengarah ke hulu anak sungai. Selanjutnya ditinggalkan hingga ikan terjerat di dalam tekalo.

Gambar 9 Kerajinan masyarakat SAD A. Penampion; B. Tekalo b) Bahan Obat

Tumbuhan berkhasiat obat merupakan bagian jenis tumbuhan seperti akar, batang, kulit, daun, buah, maupun hasil ekskresinya dipercaya mampu mengobati penyakit maupun perawatan kesehatan (Noorhidayah dan Sidiyasa 2006). Rotan merupakan sumber bahan baku obat bagi masyarakat SAD. Pengobatan tradisional menggunakan rotan telah dilakukan sejak dahulu secara turun temurun oleh masyarakat SAD. Hasil wawancara dengan Masyarakat SAD ditemukan tiga jenis rotan yang dimanfaatkan sebagai bahan obat yaitu air batang C. manan, umbi C. scipionum dan getah buah D. draco. Air batang C. manan digunakan untuk mengobati sesak nafas dan sakit perut.Cara meramu, batang rotan dipotong runcing, kemudian siapkan wadah penampung, selanjutnya bagian atas batang rotan dipotong, lalu tuang air batang rotan kedalam wadah dan diminum. Hariyadi dan Ticktin (2012) melaporkan orang Serampas Jambi, menggunakan getah C. manan untuk mengobati sariawan. Umbut C. scipionum digunakan sebagai obat bisul oleh masyarakat SAD, cara pengobatan yaitu umbi rotan ditumbuk dan ditempelkan kebagian bisul.

Masyarakat SAD memanfaatkan getah buah D. draco (Gambar 10) sebagai bahan obat pusing kepala, tukak/luka, demam dan diare. Cara mengobati tukak/luka, mengkikis getah buah kemudian ditaburkan ke bagian luka. Masyarakat SAD menganggap bahwa getah tersebut mampu menghentikan pendarahan. Soemarna (2009) menambahkan getah D. draco memiliki kandungan kimia benzopyran untuk menghentikan pendarahan dan saponin menetralkan racun. Mengobati sakit diare dilakukan hal sama dengan pengobatan tukak/luka yaitu kikis getah D. draco dan kikisan getah dicampur air, kemudian diminum. Waluyo

(43)

27 (2008) menjelaskan bahwa getah D. draco memiliki kandungan tanin yang dapat menghentikan diare. Sulasmi (2012) menyatakan getah D. draco dimanfaatkan masyarakat SAD desa Jebak, Batanghari, Jambi sebagai bahan sarana ritual pengganti kemenyan. Menurut Munawaroh et al. (2011), secara tradisional pemanfaatan getah D. draco digunakan sebagai bahan ramuan obat diare dan gangguan pencernaan. Masyarakat Eropa menggunakan getah ini untuk obat disentri dan diare. Di Malaysia digunakan obat gangguan pencernaan dan pada masa lalu di Yunani digunakan sebagai obat sakit mata (Yetty et al. 2013).

Gambar 10 Getah jernang (D. draco) yang dimanfaatkan masyarakat SAD di TNBD Sarolangun

c) Bahan Pewarna

Pemanfaatan bahan pewarna dari jenis tumbuhan secara tradisional sudah lama dimanfaatkan masyarakat SAD. Saat ini bahan pewarna alami tersebut telah menjadi produk pewarna yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi. Masyarakat SAD menggunakan jenis rotan sebagai bahan pewarna yang berasal dari getah buah D. draco. Getah tersebut mewarnai kerajinan yang memberikan warna merah kecoklatan terhadap pewarnaan ambung dan tikar. Menurut Wahyudi dan Jannetta (2011), jernang merupakan jenis tanaman palem yang permukaan kulit buah dilapisi resin berwarna merah darah atau merah tua. Cara pewarnaan kerajinan dengan getah D. draco yaitu buah ditumbuk dan diayak dalam ambung, selanjutnya mengoles getah ke bagian ambung dan tikar.

Pengolahan getah D. draco, pertama buah melekat pada tandan ditutup (diperam) selama tiga hari menggunakan terpal atau perlak untuk memudahkan buah lepas dari tandan. Kemudian buah ditumbuk dalam ambung menggunakan kayu cabang tiga agar biji tidak pecah. Setelah itu biji dibuang dan kulit buah diayak (disaring) untuk mengurangi kotoran pada getah. Selain masyarakat SAD, D. draco juga digunakan masyarakat Desa Lamban Sigatal dan Sipintun untuk pewarna cat. Proses pembuatan yaitu mencampur getah dengan spritus dan diaduk secara merata kemudian biarkan beberapa menit, pewarna cat siap digunakan (Yetty et al. 2013). Secara komersial getah jernang digunakan sebagai bahan baku pewarna vernis, keramik, porselen, marmer, cat, kertas dan kerajinan kayu, rotan, serta bambu (Winarto dan Alwis 2013).

d) Makanan tambahan

(44)

28

masam pada buah. (Rahayu et. al. 2007) menjelaskan masyarakat Melayu Jambi memanfaatkan buah rotan duduk (Calamus sp.) sebagai makanan tambahan. Selanjutnya Hendra (2012) menambahkan masyarakat Dayak Benuaq Kalimantan Timur memanfaatkan C. ornatus sebagai alat parutan kelapa.

Gambar 11 Buah rotan manau (C. manan) sebagai makanan ibu hamil (ngidam) pada masyarakat SAD (Foto Kalima dan Jasni 2010).

e) Bahan pengawet makanan

Pengawetan makanan adalah upaya membuat makanan memiliki daya simpan lama dan mempertahankan sifat fisik dan kimia makanan tersebut. Masyarakat SAD menggunakan daun rotan C. scipionum untuk mengawetkan makanan kue lempok durian (Durio spp.). Kue lempok durian adalah makanan yang terbuat dari campuran durian dengan proses pembuatan seperti dodol. Cara penggunaannya, mengambil daun rotan, kemudian dibersihkan dan membungkus lempok pada daun tesebut, lempok durian tahan hingga tiga bulan.

f) Bahan ritual turun padi

Purwanto dan Sukara (2011), umumnya terdapat tiga macam ritual masyarakat tradisional di Indonesia hingga kini, yaitu ritual berhubungan pelanggaran adat, siklus hidup dan eksploitasi hasil sumber daya alam khususnya pertanian. Ritual eksploitasi sumber daya alam, khususnya kegiatan pertanian ada beberapa ritual seperti sembahyang adat saat pembukaan ladang baru; upacara adat tanam; ritual menjelang panen dan pasca panen. Hal tersebut dilakukan masyarakat SAD saat menanam padi yang disebut ritual turun padi.

Ritual turun padi merupakan upacara memohon kepada dewa agar tanaman padi terlindung hama penyakit, tumbuh subur, dan memberikan hasil panen melimpah. Dalam ritual ini, masyarakat SAD memanfaatkan daun rotan D. geniculata. Cara penggunaan, daun diambil beserta pelepah, dijampi-jampi (dibacakan mantera) dan ditancapkan di sekitar ladang.

g) Bahan tali temali

(45)

29 (besi), masyarakat tradisional menggunakan tali untuk menyambung bagian-bagian bangunan. Masyarakat Dayak Benuaq Kalimantan Timur memanfaatkan rotan sebagai tali untuk mengikat pagar, kayu bakar, alat-alat rumah tangga dan jerat binatang.

Masyarakat SAD memanfaatkan batang rotan utuh untuk jemuran kain. Cara memanfaatkan, rotan yang sudah diambil dibersihkan dari pelepah dan duri. Selanjutnya mengikatkan rotan pada tiang jemuran. Rahayu et al. (2007) mengungkapkan, masyarakat melayu jambi memanfaatkan batang K. rostrata sebagai pengikat (tali). Hal ini berbeda dengan masyarakat SAD memanfaatkan batang K. rostrata sebagai sumber panghasilan.

Gambar 12 Rotan dimanfaatkan sebagai bahan materi sekunder; A. Pengikat pegangan jembatan, B. Pengikat tiang pondok SAD.

h) Sumber penghasilan

Pemanfaatan rotan sebagai sumber penghasilan merupakan kegiatan masyarakat SAD untuk menambah pendapatan keuangan dengan menjual batang dan getah buah rotan. Hasil penelitian menemukan 22 jenis rotan yang dijual masyarakat SAD yaitu Calamus ornatus, C. caesius, C. flabellatus, C. trachycoleus, C. diepenhorstii, C. csipionum, C. hispidulus, C. javensis, C. retrophyllus, C. cf. ciliaris, C. zonatus, C. axilliaris, Calamus sp. 1, Calamus sp. 2, Daemonorops geniculata, D. draco, D. brachytachys, D. verticiliaris, Korthalsia echinometra dan K. rosrata. Bagian dijual dari jenis tersebut adalah batang, namun jenis D. draco adalah bagian buah dan getah buah yang disebut jernang. Jernang atau dikenal istilah dragon blood adalah resin yang menempel pada buah muda dan menutupi bagian luar buah rotan D. draco (Sahwalita 2014). Januminro (2000) menambahkan jenis rotan lainnya menghasilkan jernang adalah D. brachytachys.

Masyarakat SAD menjual rotan, ketika mendapat pesanan dari masyarakat umum atau pengumpul rotan dengan cara mendatangi temenggung SAD. Selanjutnya temenggung menginformasikan ke kelompoknya untuk mencari rotan pesanan. Harga penjualan rotan bervariasi, tergantung jenis dan bagian yang dijual. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat lima jenis rotan dengan harga jual tertinggi yaitu D. draco, C.manan, C. ornatus, C. caesius dan K. rosrata. Jenis D. draco memiliki harga jual paling tinggi seharga Rp. 3.000.000,-/kg, bagian yang dijual adalah getah buah. Polosakan dan Susiarti (2011) menambahkan D. draco memiliki nilai ekonomi cukup tinggi seharga berkisar antara Rp. 770.000,- hingga Rp.1.200.000,-/kg tergantung kualitas. Selanjutnya batang C. manan seharga Rp. 9000,-/batang dengan ukuran panjang batang 3 m dan diameter batang 36 mm. Sasmita (2009) menyatakan harga batang C. manan yaitu Rp. 7.000 - 8.000/btg

(46)

30

dengan panjang batang 3 m, batang C. ornatus seharga Rp. 60.000/100 kg atau Rp. 2.500 - 4.500,-/batang dengan panjang 4 m. Dransfield dan Manokaran (1993) menyebutkan bahwa C. caesius termasuk rotan bernilai komersial. Daftar harga patokan perhitungan provisi sumberdaya hutan (PSDH) kayu dan rotan, harga rotan batang C. caesius tercantum Rp 500.000,-/ton dan dalam harga patokan ekspor (HPE) tercantum US$ 0,88/kg (Departemen Perindustrian 2008). Wardani (2008) menambahkan, harga batang C. caesius kering di Kalimantan Tengah dijual seharga Rp 5.000,-/kg. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Harga penjualan rotan masyarakat SAD di TNBD Sarolangun Jambi

Herliyana (2009) menjelaskan marga Calamus dan Daemonorops bernilai ekonomi tinggi. Pemanfaatan rotan sebagai sumber penghasilan tidak saja dilakukan masyarakat SAD, tetapi juga berlaku pada masyarakat Dayak Benuaq. Hendra (2012), selain digunakan sebagai bahan kerajinan, masyarakat Dayak Benuaq menjual rotan batangan, sehingga rotan mempunyai peranan penting sebagai sumber ekonomi rumah tangga mereka. Jenis rotan yang sering dijual masyarakat Dayak Benuaq Kalimantan Timur salah satunya adalah Daemonorops crinita ((Miq.) Bl.) seharga Rp 5000,- /kg.

Pengetahuan pemanfaatan rotan masyarakat SAD

Gambar

Gambar 1  Sketsa penelitian ekologi dan etnobotani rotan pada masyarakat
Gambaran Umum Masyrakat SAD di TNBD
Gambar 3  Peta lokasi penelitian ekologi dan etnobotani rotan pada masyarakat
Gambar 4  Petak contoh pengumpulan rotan dan inang di zona pemanfaatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana nilai-nilai kearifan lokal Suku Anak Dalam (Orang

SAD memanfaatkan tumbuhan sebagai pangan dan obat, bahkan ada beberapa tumbuhan yang menjadi sumber mata pencaharian, seperti Jelutung ( Dyera costulata ) merupakan tumbuhan

(2015) menyebutkan penyebabnya adalah aturan yang kurang mendukung. Agar populasi jelutung tetap terjaga dan mendorong industri pengolahan getah jelutung berkembang dan dalam

Hutan sangat berarti karena merupakan tempat hidup, mencari makan dan tempat adat istiadat didukung oleh pendapat Annafiandini (2016) yang mengatakan bahwa interaksi yang berada pada

Pentingnya mengetahui nilai dari kearifan lokal suatu daerah dalam hal ini bagaimana aktivitas perladangan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat Suku Anak Dalam

Hasil penelitian dapat memperkaya pengetahuan dalam dunia psikologi, terutama pada psikologi agama yang memfokuskan pada makna Muslim pada suatu masyarakat yang

Ketiga, Persepsi Suku Anak Dalam tentang hutan dilihat dari segi mata pencaharian, hutan tempat mereka bekerja baik untuk dimakan sendiri maupun untuk dijual,

Pemanfaatan dari setiap jenis rotan Jenis Rotan Bagian dimanfaatkan Bentuk pemanfaatan Manau Calamus manan Miq Batang Dimanfaatkan sebagai tongkat sapu, tongkat tombak, pinggiran