Pertanggungjawa
ban Hukum
I.
Hubungan Hukum Tenaga Medis
dan pasien
II.
Aspek Hukum Profesi Kesehatan
Hukum Administrasi
Hukum Perdata
Memiliki persyaratan / kualifikasi dan
mempertahankannya:
Memiliki Sertifikat Kompetensi, Surat
Tanda Registrasi, Surat Iziin Praktik /
Kerja, dll
Mematuhi Kode Etik Profesi
Mematuhi Standar Profesi
Mematuhi Standar Pelayanan dan
SPO
Oleh karena itu ia bertanggungjawab atasPutusan PN Menado
MKEK Menado Putusan MA
Berdasarkan Kesaksian dan alat bukti yang ada maka tidak terdapat
kelalaian yang dilakukan oleh dr. A cs
MKEK Pusat Sulawesi Utara menyatakan tidak ada
kesalahan prosedur dan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh para
terdakwa dalam
melakukan operasi kepada korban ;
1. MA menetapkan dr. Ayu CS bersalah, dengan alasan tidak memiliki ijin praktik 2. MA menetapkan dr. Ayu CS
bersalah, dengan alasan dr. Ayu dkk memalsukan tanda tangan dari pihak keluarga terhadap surat ijin.
3. MA menuduh telah terjadi pembiaran pasien selama 15 jam
Putusan Bebas penyebab kematian korban adalah masuknya udara dalam jantung tidak dapat diprediksi sebelumnya
sehingga dikategorikan bukan kelalaian.
UNDANG-UNDANG
UU No. 44 Tahun 2009
tentang Rumah sakit
UU No. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan
UU No. 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran
PERATURAN PEMERINTAH
Peraturan Pemerintah
Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
Permenkes No.
290/Menkes/Per/III/2008
tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran
Permenkes No.
269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis
Permenkes No. 512 tahun 2007
ttg Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran
Permenkes No. 1691 Tahun
2011 ttg Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Permenkes No. 17 Tahun 2013
tentang ijin dan
penyelenggaraan praktik perawat
PMK No. 2052 Tahun 2011
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor
PERATURAN LAINNYA
KUHP
Black’s Law Dictionary merinci persyaratan untuk suatu medical malpractice ke dalam 4 hal, yaitu:
the existence of a physician’s duty to the
plaintiff, usually based upon the existence of the physician - patient relationship;
the applicable standard of care and its violation; a compensable injury;
a causal connection between the violation of the
Malpractice dirumuskan sebagai:
the failure of a physician or surgeon in the treatment
of patient to passes and employ that reasonable degree of learning, skill and experience which
ordinarily is possessed by others of his profession; or
his failure to exercise reasonable and ordinary care
and diligence in the exertion of his skill and the application of his knowledge; or
his failure to exert his best judgement as to the
treatment of the case entrusted to him; or
his failure to bestow such reasonable and ordinary
care, skill and diligene as physician and surgeons in the same neighbourhood in the same general of
practice ordinarily have and exercise in like cases
TIADA SANKSI PIDANA TANPA KESALAHAN
Kesalahan
Sengaja/Dolus Lalai /culpa
Ex: Abortus Provokatus Criminalis
Culpa lata : Serius, Culpa levis :Biasa
Culpa Levissima :Ringan
Parameter: SOP&SPM
Derajat Kesalahan
Pembuktian
Penghapus pidana
SOP&SPM
•
wajib simpan rahasia kedokteran
•
Standar Profesi - POGI
•
Standar Pelayanan Medik
•
Panduan Bayi Risiko Tinggi
•
Penegakan diagnosis
•
Bukti ilmiah
(evidence
) yang digunakan
•
Prognosis
•
Informasi/komunikasi efektif,
informed
Alasan pembenar (rechtvaardigingsgrond)
adalah alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan.
perintah jabatan’ (ambtelijk bevel) diatur dalam pasal 51 KUHP Ayat (1).
Alasan pemaaf (schulduitsluitingsgrond)
adalah alasan yang menghapuskan kesalahan pelaku tindak pidana; berkaitan dengan
culpabilitas.
Syarat:
i.
ada hubungan antara pemberi perintah
dengan pelaksana perintah berdasarkan
hukum publik;
ii.
kewenangan pemberi perintah harus
sesuai dengan jabatannya berdasarkan
hukum publik tersebut; dan
iii.
perintah yang diberikan itu termasuk
dalam lingkungan kewenangan
KRITERIA PIDANA YE
S NO
Pelanggaran wajib simpan rahasia kedokteran (pasal 322)
Euthanasia (pasal 344)
Melakukan pengguguran atau abortus provocatus (pasal 346-349)
Penganiayaan (pasal 351) LUKA BERAT (PASAL 90).
Kealpaan sehingga mengakibatkan kematian atau luka-luka berat pada diri orang lain (pasal 359 hingga 361).
Kriteria Pidana Yes Nopenipuan terhadap penderita atau pasien (pasal 378);
pembuatan surat keterangan palsu (pasal 263 dan 267 KUHP);
kesengajaan membiarkan penderita tidak tertolong (pasal 349 KUHP);
tidak memberikan pertolongan pada orang yang berada dalam bahaya maut (pasal 267 KUHP);
pelanggaran kesopanan (pasal 290 ay.1, pasal 294 ay.1, pasal 285 dan 286 KUHP);
Pembelaan Yes NoBuktikan salah satu unsur kelalaian tidak ada : near miss CARI PEMBENAR:
RISIKO MEDIK DAPAT DITERIMA
RISIKO MEDIK : UNFORESEEABILITY Adverse events (+) ttp pasca the only way PERJALANAN PENYAKIT / KOMPLIKASI
CARI PEMAAF: TEKANAN SITUASI-KONDISI DARURAT/LIFE SAVING
LIMITED RESOURCES, WAKTU
Dokumen Konsensus Mis : SpOG Yes NoKonsensus mutakhir: infertilitas
Panduan ANC/partogram
Panduan Bayi Risiko Tinggi
Dokumen Rekam Medis dan Rujukan dari PPK 1
Konsensus Perinatal antara SpOG-SpA
Fatwa IDI
Pedoman-Pedoman Profesi POGI
Pedoman Analisis : Dini Yes NoIdentifikasi insight/potensi keluhan utama pengaduan Insight penyelidikan PDSp/Komdik RS
Kategori motivasi aduan/gugatan pasien
kelalaian nyata (gross negligence) : tertinggalnya benda asing (doktrin res ipsa loquituur)
Pedoman Analisis – Cek hubungan dokter - pasien : Yes No
Status & Hubungan Hukum: Pasien pribadi/kontrol/rujukan, dokter pengganti, doktrin captain of the ship (penanggungjawab utama tim dokter), jadwal jaga/dinas (dokter, perawat), kewajiban dokter/RS, dll
Analisis Kasus Yes NoDiagnosis / Indikasi medik : tepatkah (tujuannya) ? adakah penyimpangan atau perluasan ? (peran peer review atau
second opinion, adakah kesengajaan : ingat teori fraud/white collar crime ditunjang oleh pertanggungjawaban pidana).
Analisis Kasus : Diagnosis Yes No
Upaya penegakan diagnosis keseluruhan, sistematis ?
Ketelitian/kehati-hatian dalam penegakan diagnosis : bukti ilmiah (evidence) yang digunakan
kelaziman (best practice) : substandar ? overstandar ? (peran ahli selingkung),
ANALISIS KASUS : PROGNOSIS YES NO
Foreseeability yang lazim (adverse events) = can it causality
“disease-rate”
Avoidability = will it causality persiapan antisipatif risiko tsb pd
kasus
Sistem rujukan ke mana ?
Kontrak dgn pusat rujukan
Kondisi khusus pasien : Alergi, imuno-kompromais, dll
Analisis Kasus : Therapi Yes No
Mekanisme kontrol akurasi (alat, SOP, penunjang lain ) Rawat bersama : captain of the ship?
Kompetensi & inkapasitas pelaksana,
Product liability:daluwarsa, insert warning
Deteksi dini penyulit durante tindakan? = superseding cause
Tepatkah (kategori, cara) simpul penyulit
Analisis Kasus : Komunikasi Informasi Yes NoRujukan sebagai komunikasi tertulis tentang kondisi pasien
Setelah yg umum : msh perlu informed consent khusus (form kasus spesifik)?,
Adakah mispersepsi/mitos ? Contextual features (anak mahal dll) + quality of life
Keluasan info : Reasonable person or DR’s standard ?
perubahan status medik (situasi) : kegawatan/kedaruratan
Biaya + syarat peserta asuransi
Analisis kasus :Hambatan/gangguan proses medik (diagnosis, prognosis, terapi)
Yes No
Pasien non-otonom : anak/uzur,
Pasien tak mampu;
Adakah iatrogenik atau risiko
adakaH andil kesalahan pasien/keluarganya ?
Miskomunikasi/tdk puas ec rusak harapan
Dilema etik / konflik etikolegal persisten
Evaluasi check point pengelolaan
KATEGORI UMUM KASUS Yes No
“Putih”/ “abu2” / “hitam”
Penyingkiran mslh litigious legal procedures BPA, asuransi profesi Pengedepanan pembelaan terbatas
Rencana pendisiplinan
Koordinasi dgn Dewan Kehormatan PDSp, MKEK/MDTK, dll Saksi ahli “selingkung” utk norma
Kategori Yes No
Baru pertama kali / Residivis
Pelanggaran hukum (terbukti)
Pelanggaran KDB (terbukti)
Kemungkinan tercemarnya korsa
Turunnya kredibilitas bangsa
Implikasi preseden
Iritasi kemanusiaan
• Pasal 23 ayat (3), 42 UU No. 36 Tahun 2009
• Pasal 36 , Pasal 80 Ayat (1) dan (2) UU No. 29 Tahun 2004
Prosedur Perijinan Nakes diatur dalam Pasal 7 PMK No. 512 Tahun 2007 jo PMK No. 2052
Tahun 2011
Pada Kasus : Nakes
Dr. Obsgyn, Dr.
Anestesi, DPJP, Perawat Anestesi
Pada Kasus : RS Kandow
Perijinan RS, SOP RS
Pasal 46 UU No. 44 Tahun 2009
Pelaksanaan Inform Consent?
Pasal 8, 56 Permenkes No. 290 Tahun
2008
Pelaksanaan Rekam Medik?
Pelaksanaan SOP RS?
Pasal 8 Permenkes No. 290 Tahun 2008:
Setiap orang berhak memperoleh informasi
tentang data kesehatan dirinya termasuk
tindakan dan pengobatan yang telah maupun
yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.
Pasal 56 ayat (1)
Pasal 45
(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup :
a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
Pasal 23 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2009
: Dalam menyelenggarakan pelayanan
kesehatan, tenaga kesehatan wajib
memiliki izin dari pemerintah.
Pasal 36 UU No. 29 Tahun 2004 :
Setiap dokter dan dokter gigi yang
melakukan
praktik
kedokteran
di
Pasal 7 PMK No. 512 Tahun 2007 jo PMK No. 2052 Tahun 2011 :
Dekan FK/Dekan FKG berdasarkan surat persetujuan KKI yang diberikan pada awal pendidikan PPDS/PPDGS, harus memberitahukan peserta PPDS dan PPDGS yang sedang mengikuti pendidikan yang meliputi nama perorangan, jadual, dan tahap pendidikan, kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dimana rumah sakit tempat pendidikan spesialis berada.
Dokter atau dokter gigi yang sedang
Lingkup dan tingkat kewenangan
penyelenggaraan praktik kedokteran bagi
masing-masing dokter atau dokter gigi
sesuai dengan sertifikat kompetensi,
dan/atau surat keterangan kompetensi
dari Ketua Kolegium atau KPS atas nama
Ketua Kolegium bagi peserta Program
1.Atributif
Kewenangan yang berasal dari adanya
penyerahan atau pemberian suatu
kewenangan yang baru oleh suatu
ketentuan peraturan
perundang-undangan .Tidak terjadi distribusi
kewenangan.
Pada kewenangan atributif pelaksanaan
dilakukan oleh pejabat yang menerima
kewenangan yang baru tersebut
Pertanggungjawaban tindakan adalah di
2.Delegasi
Merupakan kewenangan yang bersumber dari
pelimpahan wewenang dari suatu subyek
hukum atau organ pemerintah kepada subyek
hukum atau organ pemerintah yang lain
berdasarkan undang-undang yang berlaku.
Kewenangan sudah ada terlebih dahulu .Tidak
ada kewenangan yang baru.
Kewenangan sudah dimiliki pejabat
administrasi negara yang
lama.Pada
1.Atributif
Kewenangan yang berasal dari adanaya
penyerahan atau pemberian suatu
kewenangan yang baru oleh suatu
ketentuan peraturan
perundang-undangan .Tidak terjadi distribusi
kewenangan.
Pada kewenangan kewenangan atributif
pelaksanaan dilakukan oleh pejabat yang
menerima kewenangan yang baru itu
yang bertanggung jawab adalah di
2.Delegasi
Merupakan kewenangan yang bersumber
dari pelimpahan wewenang dari suatu
organ pemerintah kepada organ
pemerintah yang lain berdasarkan
undang-undang yang berlaku.
Kewenangan sudah ada terlebih dahulu
.Tidak ada kewenangan yang
baru.Kewenangan sudah dimiliki pejabat
administrasi negara yang lama.Pada
kewenangan delegasi yang mempunyai
tanggung jawab adalah pejabat yang
3.Mandat/amanah/penugasan
Kewenangan yang bersumber dari
proses pelimpahan dari pejabat yang
lebih tinggi kepada pejabat yang lebih
rendah.
Pada mandat secara yuridis tanggung
jawab tetap berada pada pejabat yang
memberi mandat.
Pada setiap saat si pemberi mandat
dapat menggunakan sendiri
Kepmenkes No. 779 Tahun 2008 Standar Pelayanan Anestesiologi dan
Reanimasi di RS Instruksi
Pasal 15 PMK No. 512 Tahun 2007 jo PMK No. 2052 Tahun 2011 :
Dokter dan dokter gigi dapat memberikan
pelimpahan suatu tindakan kedokteran atau kedokteran gigi kepada perawat, bidan atau tenaga kesehatan tertentu lainnya secara tertulis dalam melaksanakan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
Pelimpahan wewenang kepada perawat, bidan atau
tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam
kemampuan dan keterampilan yang telah
dimiliki oleh penerima pelimpahan;
pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap
di bawah pengawasan pemberi pelimpahan;
pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab
atas tindakan yang dilimpahkan sepanjang
pelaksanaan
tindakan
sesuai
dengan
pelimpahan yang diberikan;
tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk
mengambil keputusan klinis sebagai dasar
pelaksanaan tindakan; dan
tindakan yang dilimpahkan tidak bersifat
Pelayanan anestesiologi dan reanimasi
dilakukan
oleh
dokter
spesialis
anestesiologi. Pelayanan anestesiologi
dan reanimasi yang dilakukan oleh
perawat
anestesia
merupakan
pelimpahan
wewenang
dari
dokter
spesialis anestesiologi atau dokter yang
melakukan
tindakan
Pelimpahan wewenang tersebut dapat terjadi dalam keadaan sebagai berikut :
Jika dokter spesialis anestesiologi tidak ada di kamar
operasi tetapi masih didalam rumah sakit, dapat
dimintakan izin lisan dan kemudian harus dicatat
dalam rekam medis dan diparaf;
Jika tidak ada dokter spesialis anestesiologi
tetapi ada dokter umum yang ditugaskan dalam pelayanan anestesiologi maka dokter tersebut menggantikan peran dokter spesialis anestesiologi;
Jika tidak ada dokter spesialis anestesiologi maupun
dokter umum, perawat dapat mengerjakan sesuai
Tindakan anestesia harus dikerjakan dalam
kerja sama tim.
Seorang dokter spesialis anestesiologi
harus didampingi perawat terlatih.
Jika anestesia dilakukan oleh perawat
anestesia juga harus didampingi perawat
terlatih lainnya.
Pelayanan anestesia adalah tindakan medis yang
harus dilakukan oleh tenaga medis.
Namun, saat ini jumlah dokter spesialis anestesiologi
masih sangat terbatas padahal pelayanan anestesia sangat dibutuhkan di rumah sakit.
Memperhatikan kondisi tersebut, untuk dapat
terselenggaranya kebutuhan pelayanan anestesia di rumah sakit yang tidak ada dokter spesialis anestesiologi, diperlukan pemberian kewenangan tanggung jawab medis anestesiologi kepada dokter PPDS atau dokter lain.
Prosedur pemberian kewenangan diatur dalam
Pasal 42 UU No. 36 Tahun 2009 : Pimpinan sarana pelayanan
kesehatan dilarang mengizinkan dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki surat izin praktik untuk melakukan praktik kedokteran di sarana pelayanan kesehatan tersebut.
Pasal 80 UU No. 29 Tahun 2004 :
1) Setiap orang yang dengan sengaja mempekerjakan dokter atau
dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh korporasi, maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah sepertiga atau dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan izin.
Pasal 46 UU No. 44 Tahun 2009 : Rumah Sakit bertanggung
SYARAT SUBYEKTIF
1.
Sepakat mereka
yang
mengikatkan
dirinya
2.
Kecakapan untuk
membuat suatu
perikatan
SYARAT OBYEKTIF
3.
Suatu hal tertentu
4.Suatu sebab yang
Pada perkara perdata berlaku asas “
Actori
in cumbit probatio sese ipsa
”
Artinya siapa yang mendalilkan suatu hak
maka dialah yang harus membuktikan
Penentukan perkara adalah oleh para
pihak yang bersengketa sehingga apabila
para pihak (pasien) tidak mengajukan
perkara perdata tersebut maka tidak akan
diproses perkara tersebut oleh
Perjanjian antara dokter dan pasien untuk
tujuan penyembuhan
Gugatan dalam perjanjian terapeutik dapat
terjadi karena :
wanprestasi
Perbuatan melawan hukum.
Pada kasus Dr. “A” dkk gugatan karena
wanprestasi tidak dapat dilakukan
karena dr “A” cs telah melakukan prestasinya
berupa pertolongan persalinan dimana bayi
lahir dalam kondisi selamat.
Namun tindakan yang dilakukan dr Ayu cs
Ditinjau dari syarat sah perjanjian pasal 1320
KUHPerdata maka didalam kasus dr Ayu cs tidak memenuhi unsur syarat sah perjanjian yaitu
syarat subjektif (harus dipenuhi oleh subjek perjanjian) yaitu :
Sepakat mereka yang mengikatkan diri
Dalam kasus tersebut terjadi cacat kehendak karena adanya penyalahgunaan keadaan. Pasien dalam
kondisi kesakitan dimintakan consent. Kecakapan untuk membuat perjanjian
Pihak yang mengikatkan diri harus mampu
menyadari akibat perbuatannya. Dalam consent
Dengan tidak dipenuhinya syarat subjektif ini maka perjanjian
tersebut dapat dibatalkan. Pasal-pasal dalam KUHPerdata yang dapat diterapkan pada kasus dr Ayu cs adalah:
Pasal 1365 KUHPerdata (melakukan perbuatan melawan hukum) ditujukan kepada dr Ayu.
Dalam Pasal 1365 KUHPerdata disebutkan bahwa “tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,mengganti kerugian tersebut”.
Pasal 1367 KUHPerdata (captain on the ship/melalaikan pekerjaan sebagai penanggungjawab). Dalam Pasal 1367 KUHPerdata
disebutkan bahwa “seorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada dibawah pengawasannya”. Dalam kasus ini gugatan Pasal tersebut ditujukan pada :
1.
PASIEN
2.
TENAGA KESEHATAN DI RS
3.
RS
4.
FK PENYELENGGARA PPDS?
PENGAWASA N DARI DINKES KAB/KOTA
PERIJINAN
Sidang kasus diselesaikan di Majelis
Kode Etik Profesi Kedokteran