ISSN :2301-9085
PROFIL BERPIKIR KRITIS SISWA SMA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH DIMENSI TIGA DITINJAU DARI KECERDASAN SPASIAL
Ana Mar’atu Argiyanti
Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya e-mail: ana.maratu@gmail.com
Susanah
Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya e-mail: susanah@unesa.ac.id
Abstrak
Berpikir kritis adalah aktivitas mental yang dialami seseorang dalam menyelesaikan suatu masalah dengan mengaitkan informasi yang ada berdasarkan pada kriteria interpretasi, analisis, evaluasi, inferensi, penjelasan/eksplanasi, dan regulasi diri. Berpikir kritis berkaitan erat dengan penyelesaian suatu masalah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan profil berpikir kritis siswa SMA dengan tingkat kecerdasan spasial tinggi, sedang, maupun rendah dalam menyelesaikan masalah dimensi tiga ditinjau dari kecerdasan spasial.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian terdiri dari 3 siswa SMA kelas XII yang dipilih berdasarkan tingkat kecerdasan spasial. Data profil siswa dalam menyelesaikan masalah dimensi tiga dikumpulkan dengan wawancara pada hasil pekerjaan siswa dalam menyelesaikan masalah dimensi tiga. Data yang terkumpul dari hasil wawancara selanjutnya dianalisis untuk memperoleh data yang akurat yang akan digunakan untuk proses penyimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses siswa dalam menyelesaikan masalah dapat dikelompokkan menjadi empat tahap yaitu memahami masalah, membuat rencana, melaksanakan rencana, dan memeriksa kembali. Dalam setiap tahap penyelesaian masalah tersebut dapat dianalisis berdasarkan kriteria berpikir kritis yang muncul dari subjek penelitian. Siswa dengan kecerdasan spasial tinggi memiliki kriteria berpikir kritis yang lebih komplek dalam menyelesaikan masalah dimensi tiga. Siswa dengan kecerdasan spasial sedang memiki kriteria berpikir kritis yang cukup komplek dalam menyelesaikan masalah dimensi tiga. Dan siswa dengan kecerdasan spasial rendah memiki kriteria berpikir kritis yang kurang komplek dalam menyelesaikan masalah dimensi tiga.
Kata Kunci: berpikir kritis, dimensi tiga, dan kecerdasan spasial.
Abstract
Critical thinking is a mental activity experienced by a person in solving a problem by linking existing information based on the criteria of interpretation, analysis, evaluation, inference, explanation, and self regulation. Critical thinking is closely related to problem solving. This study aims to describe the profile of senior high school students critical thinking with high, average, and low levels of spatial intelligence in solving the problem of three dimensions seen from spatial intelligence.
This study is qualitative descriptive study. The subjects of this study consist of 3 high school students of class XII selected on the level of spatial intelligence. Student profile data in solving the problem of the three dimensions was collected by interviewing the students' work in solving the three dimensions problems. The data collected from the interviews then analyzed to obtain accurate data to be used for the inference process.
The results showed that the process of students in solving problems can be grouped into four stages of understood problems, made plans, implement plans, and re-examined. In each stage the problem solving can be analyzed based on criteria of critical thinking arising from the subject of research. Student with high spatial intelligence had most complex critical thinking skills in solving three dimensions problems. Student with average spatial intelligence has enough complex of critical thinking in solving three dimensions problems. And student with low spatial intelligence had less complex critical thinking skills in solving three dimensions problems.
Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang berperan penting dalam kehidupan manusia. Matematika menjadi pelayan bagi ilmu-ilmu lainnya, sehingga keberadaan matematika akan memberikan pengaruh terhadap disiplin ilmu lain. Mengingat adanya pengaruh yang cukup kuat dari matematika terhadap kehidupan dan pentingnya matematika untuk dipahami maka dalam struktur kurikulum nasional, mata pelajaran matematika diberikan disetiap jenjang pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa mempelajari matematika menjadi suatu keharusan terutama bagi siswa. Sebagaimana dengan tujuan kurikulum 2013 yaitu untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar menjadi pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia (Permendikbud, 2013).
Pentingnya mempelajari matematika karena matematika dapat melatih kemampuan berpikir. Berpikir memiliki peranan yang cukup penting. Oleh sebab itu matematika mampu melatihkan kemampuan berpikir bagi siswa. Agar matematika mampu melatihkan kemampuan berpikir, maka hal pertama yang sangat dibutuhkan yakni pemahaman terhadap matematika itu sendiri. Salah satu faktor terpenting dalam pemahaman matematika yakni berpikir.
Arends (2007) mengatakan bahwa berpikir merupakan proses intelektual yang melibatkan operasi-operasi mental suatu objek ataupun kejadian riil yang direpresentaikan secara simbolis (melalui bahasa), representasi simbolis tersebut digunakan dalam menganalisis, mengkritik dan menemukan prinsip-prinsip esensial objek dan kejadian tersebut. Suryabrata (2015) mengungkapkan bahwa proses berpikir ada tiga langkah yakni 1) pembentukan pengertian, 2) pembentukan pendapat, dan 3) penarikan kesimpulan. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa berpikir sangat erat kaitannya dengan cara sesorang dalam menangkap informasi yang diterimanya dan pada akhirnya akan mempengaruhi orang tersebut dalam menyampaikan kembali informasi yang diterimanya itu. Jika dikaitkan dengan pemahaman terhadap matematika itu sendiri, maka prosesberpikir yang dibutuhkan adalah proses berpikir kritis.
Ennis (1996) mengatakan bahwa berpikir kritis merupakan berpikir logis dan masuk akal yang difokuskan pada pengambilan keputusan tentang apa yang dipercaya dan dilakukan. Berpikir kritis ini digunakan terutama dalam menyelesaikan masalah, sebagaimana yang terdapat dalam salah satu tujuan pembelajaran matematika disekolah yaitu agar peserta didik mempunyai
2008).
Ada beberapa tahap yang harus dilakukan oleh seorang seseorang apabila dia ingin menyelesaikan masalah Matematika. Tahap-tahap tersebut juga tidak akan lepas dari proses berpikir seseorang dalam menemukan jawaban dari masalah matematika yang dia hadapi. Hal ini sejalan dengan pendapat Polya (2004) yang membagi langkah penyelesaian masalah menjadi empat tahap, yaitu (1) memahami masalah, (2) membuat rencana, (3) melaksanakan rencana, dan (4) memeriksa kembali. Dan masalah matematika itu sendiri dapat ditemui siswa pada setiap objek kajian dalam matematika.
Salah objek kajian dalam Matematika yang memiliki peranan penting adalah Geometri. Dalam menyelesaikan masalah geometri, ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi siswa, salah satu faktor tersebut adalah kecerdasan. Salah satu jenis kecerdasan yang diperlukan adalah kecerdasan spasial. Dengan kecerdasan spasial yang dimiliki dapat membantu siswa dalam menyelesaikan masalah geometri.
Kecerdasan spasial ini juga akan mempengaruhi cara seseorang dalam menangkap konsep yang diajarkan. Hal ini dikarenakan dalam menyelesaikan masalah geometri, seseorang dituntut untuk memvisualisasikan objek yang ada dalam masalah geometri. Van De Walle (1994) mengatakan bahwa siswa selalu memiliki cara yang berbeda-beda dalam memandang ide-ide geometri. Artinya, setiapsiswa memiliki kecerdasan yang berbeda. Menurut Carter (2012), kecerdasan spasial adalah kemampuan persepsi dan kognitif yang menjadikan seseorang mampu melihat hubungan ruang
Salah satu objek kajian dalam geometri adalah Dimensi Tiga. Dimensi tiga merupakan objek kajian geometri yang berkaitan dengan bangun ruang. Objek kajian pada dimensi tiga meliputi titik, garis, dan bidang termasuk didalamnya meliputi jarak, proyeksi, dan sudut. Dimensi tiga ini diajarkan pada jenjang sekolah menengah atas. Adanya perbedaan dalam pemahaman konsep tersebut, akan berpengaruh terhadap cara seseorang dalam menyelesaikan masalah yang terkait dengan dimensi tiga dan juga akan berpengaruh terhadap proses berpikirnya. Dalam menyelesaikan masalah terkait dimensi tiga, diperlukan adanya proses pemikiran yang matang berdasarkan konsep yang diberikan agar masalah tersebut dapat terpecahkan dengan hasil yang tepat.
ISSN :2301-9085
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan profil berpikir kritis siswa SMA dengan tingkat kecerdasan spasial tinggi, sedang maupun rendah dalam menyelesaikan masalah matematika dimensi tiga.
Menurut Fascione (2011) berpikir kritis adalah berpikiran terbuka dan analitis serta menilai sesuatu dengan kuat. Fascione (2011) mengungkapkan kriteria seseorang berpikir kritis yaitu interpretasi (interpretation), analisis (analysis), evaluasi (evaluation), inferensi (inference), penjelasan (explanation), dan regulasi diri (self-regulation). Uraianmengenai kriteria berpikir kritis yang diajukan oleh Fascione (2011) adalah sebagai berikut.
1. Interpretasi, yaitu mengungkapkan makna dari berbagai situasi, data, peristiwa, aturan maupun prosedur. Indikator dari interpretasi yaitu.
a. Kategorisasi, yaitu siswa mengungkapkan makna dari berbagai data, terkait masalah yang diajukan. b. Dekode, yaitu siswa membaca permasalahan dan
mengemukakan apa yang diketahui dan ditanyakan pada masalah yang diajukan.
c. Klarifikasi makna, yaitu siswa mengungkapkan makna dari suatu pernyataan
2. Analisis, yaitu mengidentifikasi hubungan antara pernyataan, pertanyaan, konsep, deskripsi untuk mengungkapkan penilaian, alasan, atau pendapat, termasuk memeriksa ide-ide, dan menganalisis argumen. Indikator dari interpretasi yaitu,
a. Identifikasi Argumen, yaitu siswa mengemukakan argumen terkait permasalahan yang diajukan b. Analisis Argumen, yaitu siswa menyatakan
argumen-argumen atau dasar-dasar yang dibuat dalam membuat suatu simpulan.
3. Evaluasi yaitu menilai kredibilitas pernyataan. Indikator dari interpretasi yaitu,
a. Penilaian Argumen, yaitu siswa menilai seberapa kuat argumen-argumen ini dan dapat mengemukakan seberapa yakin dengan kesimpulan yang dibuat.
4. Inferensi, yaitu mengidentifikasi unsur yang dibutuhkan untuk penarikan kesimpulan mempertimbangkan informasi yang relevan dari data dan pernyataan. Indikator dari interpretasi yaitu, a. Pemikiran Alternatif, yaitu siswa mengemukakan
alternatif-alternatif yang tidak dieksplorasi. b. Penarikan Kesimpulan. Ditandai dengan siswa
mengemukakan kesimpulan yang terjadi mengingat berdasarkan apa yang diketahui dalam soal.
c. Pemecahan Masalah. Ditandai dengan siswa menyebutkan informasi tambahan yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan
5. Eksplanasi atau penjelasan, yaitu meyakinkan sesuatu dengan hasil penalaran. Indikator dari interpretasi yaitu,
a. Penyajian Masalah, yaitu siswa menjelaskan dan menghubungkan hasil analisisnya.
b. Justifikasi Prosedur, yaitu siswa menjelaskan langkah-langkah untuk mendapat jawaban. c. Artikulasi Argumen, yaitu siswa menjelaskan
alasan jawaban.
6. Regulasi diri, yaitu keterampilan dalam analisis dan evaluasi untuk penilaian sendiri. Indikator dari interpretasi yaitu,
a. Penilaian diri, yaitu siswa menjelaskan seberapa bagus metode yang dilakukan.
b. Pengoreksian diri, yaitu siswa meninjau kembali apa yang sudah dilakukan sebelum mengambil keputusan akhir.
Menurut Fascione (2011) seseorang akan mampu berpikir kritis dengan baik apabila orang tersebut memenuhi banyak indikator dari kriteria berpikir kritis yang telah disebutkan diatas. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kriteria berpikir kritis yang dikemukakan oleh Fascione karena kategori berpikir kritis yang dikemukakan Fascione lebih komplek dan dalam setiap kriteria terdapat indikator-indikator tertentu yang dapat dianalisis dan diamati.
Terdapat empat langkah penyelesaian masalah yang digunakan dalam penelitian ini, yang dijelaskan sebagai berikut,
1. Memahami Masalah. Untuk memahami masalah maka harus memahami informasi yang digunakan sehingga siswa mampu menjelaskan bagian-bagian terpenting dari pertanyaan tersebut yang meliputi apa saja yang ditanyakan, apa sajakah data yang diketahui, bagaimana syaratnya, dan siswa mampu membuat ilustrasi jika diperlukan
2. Membuat Rencana. siswa harus mengorganisasikan informasi-informasi yang ada dengan pendekatan tertentu untuk menemukan kemungkinan penyelesaiannya. Kemudian membuat model matematika yang sesuai dengan masalah untuk mempermudah penyelesaiannya.
3. Melaksanakan Rencana. Dalam menyelesaikan masalah harus dilakukan dengan tepat sesuai dengan rencana yang telah disusun. Apabila ternyata rencana tersebut kurang tepat karena belum dapat ditemukan solusi yang tepat, maka dapat memilih rencana yang lain. Hal yang harus diperhatikan dalam tahap ini adalah dapatkah siswa melihat dengan jelas bahwa langkah yang dijalankannya telah benar.
berbagai kesalahan yang tidak perlu dapat terkoreksi kembali sehingga siswa dapat sampai pada jawaban yang benar dan sesuai dengan masalah yang diberikan. Pada tahap ini siswa menguji solusi yang telah didapatkan serta mengkritisi hasilnya. (Polya, 2004) Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tes bakat spasial umum untuk mengukur tingkat kecerdasan spasial seseorang. Carter (2012) menjelaskan bahwa kemampuan spasial berarti kemampuan perseptual dan kognitif yang memungkinkan seseorang menghadapi hubungan spasial. Tes bakat spasial umum ini menyelidiki kemampuan seseorang dalam mengidentifikasi pola dan makna dari sesuatu yang sekilas tampak seperti informasi yang acak atau sangat kompleks. Tes ini dirancang untuk bebas dari budaya apapun, sehingga tidak ada keuntungan yang diperoleh individu dari satu budaya relatif terhadap lainnya, dengan kata lain tes ini menghilangkan faktor bahasa atau kemampuan lain yang mungkin terikat erat dengan satu budaya tertentu.
Tabel 1 Kriteria Tingkat Kecerdasan Spasial Menurut Carter
Berdasarkan kriteria di atas, menurut Carter pengelompokkan tingkat kecerdasan spasial siswa yaitu dengan kriteria sebagai berikut.
a. Tingkat kecerdasan spasial tinggi. Siswa dikelompokan pada kelompok kecerdasan spasial tinggi jika mendapatkan poin antara 15 ≤ skor ≤ 20. b. Tingkat kecerdasan spasial sedang. Siswa
dikelompokan pada kelompok kecerdasan spasial sedang jika mendapatkan poin antara 9 ≤ skor < 15. c. Tingkat kecerdasan spasial rendah. Siswa
dikelompokan pada kelompok kecerdasan spasial rendah jika mendapatkan poin antara 0 ≤ skor < 9.
METODE
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif. penelitian deskriptif dirancang untuk menggambarkan suatu kejadian pada situasi yang alami dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk bahasa. Penelitian ini dirancang untuk membuat deskripsi
menyelesaikan masalah matematika dimensi tiga. Data yang dideskripsikan dalam penelitian ini adalah data kualitatif mengenai profil berpikir kritis siswa sma dalam menyelesaikan masalah matematika dimensi tiga ditinjau dari kecerdasan spasial.
Pengambilan data dilakukan kepada siswa kelas XII IPA 2 SMA Negeri 1 Kertosono Kabupaten Nganjuk pada semester genap tahun ajaran 2016/2017.
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain,
1. Instrumen Utama
Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Hal ini dijelaskan bahwa dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri merupakan alat pengumpul data utama. Peneliti berfungsi dalam merencanakan penelitian, memilih subjek penelitian, melakukan pengumpulan data, menganalisis data, dan menyimpulkan hasil penelitian.
2. Instrumen Pendukung
Instrumen pendukung pada penelitian ini yaitu,
a. Soal tes kecerdasan spasial
Digunakan untuk mengukur kecerdasan spasial siswa yang nantinya akan digunakan untuk mengelompokkan siswa berdasarkan tingkat kecerdasan spasialnya. Tes ini adalah tes bakat spasial umum yang diadaptasi dari Carter yang berisi 20 soal dengan waktu pengerjaan selama 60 menit. Pedoman penilaan tes ini adalah untuk setiap jawaban benar akan mendapatkan skor 1 poin.
b. Soal tes penyelesaian masalah
Penyusunan tes penyelesaian masalah matematika dimensi tiga ini dibuat sendiri oleh peneliti dan dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan guru bidang studi. Tes penyelesaian masalah matematika dimensi tiga tersebut terdiri dari 1 butir soal yang berkaitan dengan jarak pada bangun ruang kubus. Berikut ini merupakan soal tes penylesaian maalah yang diberikan,
Diketahui sebuah kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk a cm. Tentukan jarak antara
AH
´
danEB
´
!c. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara ini berisi pertanyaan yang digunakan untuk menggali dan melengkapi informasi mengenai proses subjek dalam menyelesaikan masalah dimensi tiga yang belum terlihat pada saat subjek mengerjakan tes tertulis penyelesaian masalah.
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut,
Skor Total Rating
19 ≤ skor ≤ 20 Level jenius 17 ≤ skor < 19 Keahlian tinggi 15 ≤ skor < 17 Ahli 13 ≤ skor < 15 Di atas rata-rata 11 ≤ skor < 13 Rata-rata
ISSN :2301-9085
1. Tes Tertulis
Dari data tes tertulis yang pertama yaitu tes kecerdasan spasial, diperoleh hasil tes yang beupa skor. Skor digunakan untuk mengelompokkan siswa menjadi 3 kelompok yaitu kelompok dengan kecerdasan spasial tinggi, sedang, dan rendah dengan rincian yaitu 1 orang siswa dari kelompok kecerdasan spasial tinggi, 1 orang siswa dari kelompok kecerdasan spasial sedang, dan 1 orang siswa dari kelompok kecerdasan spasial rendah. Ketiga siswa ini akan diberikan tes tulis kedua yaitu tes penyelesaian masalah.
Tes penyelesaian masalah digunakan untuk mendeskripsikan proses penyelesaian masalah matematika siswa berdasarkan tahapan Polya.
2. Tes Wawancara
Setelah melakukan tes penyelesaian masalah matematika, ketiga siswa tersebut melakukan wawancara. Wawancara digunakan untuk mengetahui langkah-langkah penyelesaian masalah matematika yang belum nampak pada saat pengerjaan tes penyelesaian masalah tertulis sehingga diperoleh data yang lebih terperinci tentang profil berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan masalah dimensi tiga ditinjau dari kecerdasan spasial.
Sesuai dengan jenis data dan instrumen dalam penelitian ini, maka teknik analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut.
1. Analisis Data kecerdasan Spasial
Pada tahap ini, peneliti menganalisis hasil yang diperoleh dari tes kecerdasan spasial yang telah dilakukan. Analisis pada tes kecerdasan spasial bertujuan untuk mengelompokkan siswa ke dalam 3 kelompok. Pengelompokan tersebut berdasarkan nilai tes kecerdasan spasial yang telah diperoleh siswa. 2. Analisis Data Penyelesaian Masalah Matematika
Pada tahap ini, peneliti memperoleh data dari tes penyelesaian masalah matematika siswa. Dari hasil tersebut, peneliti menganalisis setiap tahapan penyelesaian pada masing-masing soal. Analisis terhadap hasil tes penyelesaian masalah matematika tersebut berdasarkan langkah-langkah penyelesaian masalah Polya, yaitu memahami masalah, membuat rencana penyelesaian masalah, menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana, dan memeriksa kembali.
3. Analisis Data Wawancara
Pada tahap ini, peneliti menganalisis data yang diperoleh dari wawancara untuk melengkapi jawaban siswa pada tes tertulis penyelesaian masalah mudah dimengerti maupun ditafsirkan. Peneliti menuliskan dan mendefinisikan hasil penyelesaian masalah yang dilakukan subjek penelitian dan juga menuliskan hasil wawancara berupa transkrip. 5. Penarikan Kesimpulan
Pada tahap penarikan kesimpulan, peneliti membuat kesimpulan terhadap hasil tes tertulis penyelesaian masalah matematika dan hasil wawancara. Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan tentang profil siswa dalam menyelesaikan masalah matematika dimensi tiga ditinjau dari kecerdasan spasial.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pembahasan Profil Berpikir Kritis Subjek dengan Kecerdasan Spasial Tinggi (ST) dalam Menyelesaikan Masalah Dimensi Tiga.
a. Memahami Masalah
Subjek ST dalam memahami masalah, membuat sketsa gambar sesuai dengan soal yang diberikan. Subjek ST mampu menceritakan kembali informasi pada soal, pada tahap wawancara inilah muncul kriteria berpikir kritis kategorisasi dan klarifikasi makna.
Subjek ST juga menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal serta memberikan alasan mengapa subjek menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Alasan tersebut, karena menurut subjek ST apabila menuliskan diketahui dan ditanyakan, maka akan lebih mudah pada saat menyelesaikan soal. Pada tahap inilah kriteria berpikir kritis dekode muncul.
kubus yang dibuat ukurannya harus sama dengan kubus ABCD.EFGH agar lebih mudah apabila nanti dilakukan perhitungan. Pada bagian ini subjek memiliki kriteria berpikir kritis identifikasi argumen dan penilaian argumen.
Menurut subjek ST dari hasil wawancara, cara menentukan jarak antara
AH
´
danEB
´
harus dibuat dua bidang sejajar karenaAH
´
dan´
EB
merupakan dua garis yang bersilangan. Dan pada tahap ini subjek ST menjelaskan langkah-langkah untuk membuat dua bidang yang dimaksud tadi dengan benar. Kriteria berpikir kritis yang muncul pada tahap ini yaitu identifikasi argumen, analisis argumen, justifikasi prosedur dan artikulasi argumen.Jadi, pada tahap ini subjek membuat rencana dalam menentukan jarak antara
AH
´
danEB
´
dengan terlebih dahulu menganalisis bahwaAH
´
danEB
´
merupakan dua garis yang bersilangan. Dengan analisis yang demikian itu subjek selanjutnya menggambar dua kubus yang digunakan sebagai alat bantu dalam membuat dua bidang sejajar yang bersilangan tadi sama dengan jarak antara dua bidang yang sejajar. Berdasarkan uraian tersebut, subjek ST mampu membuat rencana penyelesaian masalah dengan baik.c. Melaksanakan Rencana
Subjek ST menentukan jarak antara
AH
´
dan´
EB
dengan cara membuat segitiga BQC, dan membuatBO
´
sebagai garis tinggi segitiga. Subjek ST menjelaskan bahwa panjangBO
´
ini sama dengan jarak antaraAH
´
danEB
´
. Langkah yang digunakan oleh subjek dalam menentukan jarak antaraAH
´
danEB
´
tersebut sudah benar. Pada tahap ini kriteria berpikir kritis yang muncul yaitu pemecahan masalah, penyajian masalah dan penarikan kesimpulan. Tetapi pada tahap ini subjek ST belum menentukan BO karena subjek lupa rumus cara menentukan BO.Jadi pada tahap ini dapat dilihat bahwa subjek ST menyelesaikan masalah yang diberikan sesuai dengan rencana yang telah dibuatnya. Pada saat wawancara dengan subjek, subjek ST tidak mampu menemukan
sehingga pada tahap ini tidak muncul kriteria berpikir kritis pemikiran alternatif.
d. Memeriksa Kembali
Subjek ST dua kali melakukan pengecekan pada langkah-langkah nya dalam menyelesaikan masalah, dan tidak ada langkah yang diubah oleh subjek ST setelah dilakukan pengecekan kembali.
2. Pembahasan Profil Berpikir Kritis Subjek dengan Kecerdasan Spasial Sedang (SS) dalam Menyelesaikan Masalah Dimensi Tiga.
a. Memahami Masalah
Subjek SS dalam memahami masalah membuat sketsa gambar kubus ABCD.EFGH terlebih dahulu, tetapi subjek SS tidak memberikan keterangan yang lengkap pada gambar berdasarkan soal yang diberikan. Subjek SS menjelaskan kembali informasi pada soal dengan benar. Pada tahap ini muncul kriteria berpikir kritis kategorisasi dan klarifikasi makna.
Subjek SS tidak menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Tetapi pada tahap ini subjek mengungkapkan argumennya bahwa subjek SS tidak menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan karena menurut subjek SS, apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan sudah jelas tercantum pada soal. Pada tahap ini muncul kriteria berpikir kritis analisis argumen dan penilaian argumen.
b. Membuat Rencana
Subjek SS membuat rencana penyelesaian dengan cara membuat bidang EBGX dan bidang AHCY terlebih dulu. Subjek menjelaskan bahwa bidang EBGX dan bidang AHCY saling sejajar sehingga dapat dihitung jaraknya. Menurut subjek, bidang EBGX dan bidang AHCY inilah yang akan digunakan untuk
Kriteria berpikir kritis artikulasi argumen muncul pada saat subjek memberikan argumen bahwa jarak antara
AH
´
danEB
´
sama dengan jarak penyelesaian. Subjek menentukan jarak antara´
ISSN :2301-9085
merupakan dua garis yang bersilangan. Dengan analisis yang demikian itu, subjek selanjutnya menggambar dua bidang karena dalam menentukan dua garis yang bersilangan caranya harus dibuat dua bidang yang saling sejajar yang memuat dua garis bersilangan tersebut. Dengan begitu, jarak antara dua garis bersilangan tadi sama dengan jarak antara dua bidang yang sejajar.
c. Melaksanakan Rencana
Subjek SS menyelesaikan masalah berdasarkan rencana yang telah dibuat sebelumnya. Subjek menentukan jarak antara bidang EBGX dan bidang AHCY dengan cara menarik garis antara bidang EBGX dan bidang AHCY. Subjek SS memberikan argumen bahwa bidang EBGX dan bidang AHCY yang digambarnya saling sejajar, dan jarak antara kedua bidang tersebut sama dengan jarak antara
´
AH
danEB
´
. Kriteria berpikir kritis yang muncul pada tahap ini yaitu pemecahan masalah, penyajian masalah, justifikasi prosedur, dan artikulasi argumen. Tetapi subjek melakukan kesalahan daam menentukan jarak antara dua bidang tadi. Subjek SS mengalami kesulitan dalam membayangkan jarak antara dua bidang yang sejajar.Jadi pada tahap ini dapat dilihat bahwa subjek SS menyelesaikan masalah yang diberikan sesuai dengan rencana yang telah dibuatnya, tetapi melakukan kesalahan pada saat perhitungan jarak antara
AH
´
danEB.
´
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa dalam menyelesaikan masalah, subjek SS melaksanakan rencana penyelesaian masalah dengan kurang baik.d. Memeriksa Kembali
Subjek SS tidak melakukan pemeriksaan kembali terhadap langkah-langkah yang dia tuliskan dalam menyelesaikan masalah, tetapi berdasarkan hasil wawancara, subjek SS hanya melihat kembali jawaban yang dia tuliskan dan hanya sebentar. 3. Pembahasan Profil Berpikir Kritis Subjek dengan
Kecerdasan Spasial Rendah (SR) dalam Menyelesaikan Masalah Dimensi Tiga
a. Memahami Masalah
Subjek SR dalam memahami masalah membuat sketsa gambar kubus ABCD.EFGH dan memberikan keterangan yang lengkap pada gambar berdasarkan soal yang diberikan. Subjek SR menjelaskan kembali informasi pada soal dengan benar. Pada tahap ini muncul kriteria berpikir kritis kategorisasi dan klarifikasi makna.
Subjek SR tidak menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Tetapi pada tahap ini subjek mengungkapkan argumennya bahwa subjek SR tidak menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan karena menurut subjek SR, menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan tidak akan mempengaruhi jawaban akhir dari soal tersebut. Pada tahap ini muncul kriteria berpikir kritis analisis argumen.
b. Membuat Rencana
Subjek SR menjelaskan bahwa
AH
´
dan´
EB
tidak berimpit sehingga dapat dicari jaraknya karena dapat ditarik garis antaraAH
´
danEB
´
, yaituOP
´
. Selanjutnya, subjek SR terlebih dahulu mencoba-coba langkah apa yang dapat digunakan untuk menentukan jarak antaraAH
´
danEB
´
, kemudian subjek menjelaskan bahwa pada akhirnya subjek menyelesaikan soal dengan menggunakan cara kesebangunan karena subjek menemukan bentuk segitiga pada gambar yang dibuatnya. Pada tahap ini, kriteria berpikir kritis yang muncul yaitu identifikasi argumen, analisis argumen dan pengoreksian diri.Subjek SR melakukan kesalahan pada tahap ini. Rencana penyelesaian masalah yang dikemukakan oleh subjek SR tidak sesuai dengan konsep jarak pada dimensi tiga. Untuk menentukan jarak antara
´
AH
danEB
´
seharusnya tidak digunakan konsep kesebangunan.c. Melaksanakan Rencana
Subjek melaksanakan rencana penyelesaian masalah dengan menggunakan rumus kesebangunan segitiga.
Jadi pada tahap ini dapat dilihat bahwa subjek SR menyelesaikan masalah yang diberikan sesuai dengan rencana yang telah dibuatnya. Subjek SR menentukan jarak antara
AH
´
danEB
´
dengan menggunakan kesebangunan segitiga. Berdasarkan uraian tersebut, subjek SR melakukan kesalahan dalam merencanakan masalah karena subjek telah melakukan kesalahan pada tahap sebelumnya. d. Memeriksa KembaliSubjek SR hanya melihat kembali jawaban yang dia tuliskan dan hanya sebentar.
yang muncul pada setiap tahapan penyelesaian masalah oleh subjek dengan kecerdasan spasial tinggi,
1) Memahami masalah. Kriteria berpikir kritis yang muncul yaitu,
Interpretasi: kategorisasi, klarifikasi makna dan dekode
2) Membuat Rencana. Kriteria berpikir kritis yang muncul yaitu:
analisis: analisis argumen dan identifikasi argumen evaluasi: penilaian argumen
eksplanasi: justifikasi prosedur dan artikulasi argumen
evaluasi: penilaian argumen
3) Melaksanakan Rencana. Kriteria berpikir kritis yang muncul yaitu,
inferensi: pemecahan masalah dan penarikan kesimpulan
eksplanasi: penyajian masalah
4) Memeriksa Kembali. Tidak muncul kriteria berpikir kritis.
Berdasarkan kriteria berpikir kritis yang muncul tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa subjek dengan kecerdasan spasial tinggi memiliki pemikiran kritis yang lebih komplek daam menyelesaikan masalah dimensi tiga.
Berikut ini merupakan kriteria berpikir kritis Fascione yang muncul pada setiap tahapan penyelesaian masalah oleh subjek dengan kecerdasan spasial sedang:
1) Memahami masalah. Kriteria berpikir kritis yang muncul yaitu,
interpretasi: kategorisasi dan klarifikasi makna analisis: identifikasi argumen
evaluasi: penilaian argumen eksplanasi: artikulasi argumen
2) Membuat Rencana. Kriteria berpikir kritis yang muncul yaitu,
analisis: identifikasi argumen dan analisis argumen evaluasi: penilaian argumen
3) Melaksanakan Rencana. Kriteria berpikir kritis yang muncul yaitu,
inferensi: pemecahan masalah dan penarikan kesimpulan
eksplanasi: penyajian masalah, artikulasi argumen dan justifikasi prosedur
4) Memeriksa Kembali. Tidak muncul kriteria berpikir kritis.
Berdasarkan kriteria berpikir kritis yang muncul tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa subjek dengan kecerdasan spasial sedang memiliki pemikiran kritis yang cukup komplek daam menyelesaikan masalah dimensi tiga.
yang muncul pada setiap tahapan penyelesaian masalah oleh subjek kecerdasan spasial rendah:
1) Memahami masalah. Kriteria berpikir kritis yang muncul yaitu,
analisis, analisis argumen
2) Membuat Rencana. Kriteria berpikir kritis yang muncul yaitu,
analisis: identifikasi argumen dan analisis argumen eksplanasi: artikulasi argumen dan justifikasi
prosedur
regulasi diri: pengoreksian diri
3) Melaksanakan Rencana. Kriteria berpikir kritis yang muncul yaitu:
inferensi: pemecahan masalah dan penarikan kesimpulan
eksplanasi: penyajian masalah
4) Memeriksa Kembali. Tidak muncul kriteria berpikir kritis.
Berdasarkan kriteria berpikir kritis yang muncul tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa subjek dengan kecerdasan spasial rendah memiliki pemikiran kritis yang kurang komplek daam menyelesaikan masalah dimensi tiga.
Saran
Pelaksanaan penelitian ini terbatas pada siswa SMA kelas XII materi Dimensi Tiga. Untuk penelitian selanjutnya yang sejenis diharapkan agar melakukan penelitian pada materi dan subjek yang lebih banyak agar profil kemampuan yang diperoleh juga lebih bervariasi.
DAFTAR PUSTAKA
Arends, Richard. 2007. Learning To Teach. Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Carter, Philip. 2010 . Tes IQ dan Bakat: Menilai Kemampuan, Penalaran Verbal, Numerik, dan Spasial Anda. Jakarta : PT. Indeks.
Carter, Philip. 2012. Buku Latihan Tes IQ dan Psikometri. Jakarta : PT. Indeks
Depdiknas. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Depdiknas.
Ennis, R.H. 1996. Critical Thinking. USA: Prentice-Hall. Fascione, P.A. (2011). Critical thinking: What It Is and
Why It Counts. http://www.insightassessment.com/ padaffiles/what&why99.padaf.
Permendikbud No 69. 2013. Kerangka Dasar Dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah.
ISSN :2301-9085
Suryabrata, Sumadi. 2015. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada