• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebutuhan Siswa Kelas X Smk Kristen 1 Salatiga Akan Layanan Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial Pada Semester I/2011-2012 T1 132008062 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebutuhan Siswa Kelas X Smk Kristen 1 Salatiga Akan Layanan Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial Pada Semester I/2011-2012 T1 132008062 BAB II"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Program Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial 2.1.1 Pengertian Bimbingan dan Konseling

Bimbingan dalam rangka menemukan menemukan pribadi

dimaksudkan agar peserta didik mengenal kekuatan dan kelemahan

dirinya sendiri, serta menerima secara positif dan dinamis sebagai

modal pengembangan diri lebih lanjut. Bimbingan dalam rangka

mengenal lingkungan dimaksudkan agar peserta didik mengenal

secara objektif lingkungan, baik lingkungan social dan lingkungan

fisik, dan menerima berbagai kondisi lingkungan itu secara positif

dan dinamis.

Bimbingan dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian

bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan

supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri, sehingga

dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar,

sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga,

dan masyrakat dan kehidupan pada umumnya. Bimbingan membantu

individu mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai

makhluk social. (Rochman Natawidjaja, 1987)

Konseling sebagai terjemahan dari “Counseling” merupakan

(2)

6

teknik.” Layanan konseling adalah jantung hati layanan bimbingan

secara keseluruhan (counseling is the heart of guidance)”, (Sukardi,

1985). Dan Ruth Strang menyatakan bahwa : “ Counseling is a

mo9st important tool of guidance” (Ruth Strang, 1958). Jadi

konseling merupakan inti dari alat yang paling penting dalam

bimbingan. Selanjutnya Rochman Natawijaya mendefinisikan bahwa

Konseling merupakan satu jenis layanan yang merupakan bagian

terpadu dari bimbingan. Konseling dapat diartikan sebagai hubungan

timbal balik antara dua individu, dimana yang seorang (konselor)

berusaha membantu yang lain ( klien ) untuk mencapai pengertian

tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah

yang dihadapinya pada waktu yang akan datang. (Rochman

Natawijaya, 1987)

Pakar lain mengungkapkan bahwa: “Konseling itu

merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada konseli supaya dia

memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri, untuk

dimanfaatkan olehnya dalam memperbaiki tingkah lakunya pada

masa yang akan datan. Dalam pembentukan konsep yang sewajarnya

mengenai : (a) dirinya sendiri, (b) orang lain, (c) pendapat orang lain

tentang dirinya, (d) tujuan- tujuan yang hendak dicapai, dan (e)

(3)

7

Lebih lanjut Prayitno (1983), mengemukakan: ”Konseling

adalah pertemuan empat mata antara klien dan konselor yang berisi

usaha yang laras, unik, dan human (manusiawi), yang dilakukan

dalam suasana keahliaan yang didasarkan atas norma – norma yang

berlaku.”

Dengan membandingkan pengertian tentang konseling yang

dikemukakan pakar diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

konseling merupakan suatu upaya bantuan yang dilakukan dengan

empat mata atau tatap muka antara konselor dan klien yang berisi

usaha yang laras, unik, human (manusiawi), yang dilakukan dalam

suasana keahlian dan yang didasarkan atas norma-norma yang

berlaku, agar klien memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri

sendiri dalam memperbaiki tingkah lakunya pada saat ini dan

mungkin pada masa yang akan datang.

2.1.2. Pengertian Program Bimbingan dan Konseling

Menurut pendapat Hotch dan Costor yang dikutip oleh

Gipson dan Mitchell (1981) program bimbingan dan konseling adalah

suatu program yang memberikan layanan khusus yang dimaksudkan

untuk membantu individu dalam mengadakan penyesuaian diri.

Program bimbingan itu menyangkut dua faktor, yaitu : (1) faktor

pelaksana atau orang yang akan memberikan bimbingan dan (2)

(4)

8

layanan siswa-siswa, dan sebagainya, yang mempunyai kaitan dengan

kegiatan bimbingan (Abu Ahmadi, 1977).

Program pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah

disusun berdasarkan kebutuhan peserta didik (need assessment) yang

diperoleh melalui aplikasi instrumentasi, dengan substansi program

pelayanan mencakup: (1) empat bidang, (2) jenis layanan dan

kegiatan pendukung, (3) format kegiatan, (4) sasaran pelayanan, dan

(5) volume/ beban tugas konselor.

2.1.3. Jenis – jenis Program Bimbingan dan Konseling

Program bimbingan dan konseling merupakan kegiatan

layanan dan kegiatan pendukung yang akan dilaksanakan pada

periode tertentu.

1. Program harian, yaitu program yang langsung dilaksanakan

pada hari-hari tertentu dalam satu minggu, yang merupakan

jabaran dari program mingguan.

2. Program mingguan, yaitu program yang akan dilaksanakan

secara penuh untuk kurun waktu satu minggu tertentu dalam

satu bulan, yang merupakan jabaran dari program bulanan.

3. Program bulanan, yaitu program yang akan dilaksanakan

secara penuh untuk kurun waktu satu bulan tertentu dalam

satu semester, yang merupakan jabaran dari program satu

(5)

9

4. Program semesteran, yaitu program yang akan dilaksanakan

secara penuh untuk kurun waktu satu semester tertentu dalam

satu tahun pelajaran yang merupakan jabaran dari program

satu tahunan.

5. Program tahunan, yaitu program yang akan dilaksakan secara

penuh untuk kurun waktu satu tahun tertentu dalam jenjang

sekolah, yang merupakan akumulasi, singkronisasi dan

rekapitulasi dari seluruh kegiatan BK selama satu tahun untuk

masing-masing kelas. (belajarkonseling.com)

2.1.4. Kebutuhan Siswa akan Layanan Bimbingan dan Konseling 2.1.4.1. Karakteristik dan Kebutuhan Siswa

Dengan memahami karakteristik siswa berarti guru

dapat memilih pendekatan dan teknik yang tepat dalam

memperlakukan siswa sebagai individu yang sedang

bertumbuh kembang dan mengetahui kebutuhan siswa.

Dengan pemahaman ini guru pembimbing dapat

merelevansikan program layanan bimbingan konseling pribadi

sosial untuk memenuhi kebutuhan siswa yang telah dapat

diidentifikasikannya

2.1.4.2. Kebutuhan Siswa akan Layanan Bimbingan dan Konseling Kebutuhan Siswa sebagai peserta didik

Layanan Bimbingan dan konseling pribadi sosial

(6)

10

psikologis, sosial budaya, dan pendidikan. Bimbingan di

se-kolah adalah proses pemberian bantuan kepada siswa, dengan

memperhatikan siswa itu sebagai individu dan mahluk sosial

serta memperhatikan adanya perbedaan-perbedaan individu,

agar siswa itu dapat membuat tahap maju seoptimal mungkin

dalam proses perkembangannya dan agar bimbingan dapat

menolong dirinya, menganalisis dan memecahkan

masalahnya.

Untuk melaksanakan bimbingan di sekolah seperti

diartikan di atas, menurut Ridwan (2004) ada beberapa hal

yang perlu diperhatikan:

1. Sekolah dan siswa harus mengetahui kemampuan

potensial, bakat kepribadian,kecerdasan, dan abilitas

siswa.

2. Sekolah dan siswa harus mengetahui lingkungan tempat

siswa itu sekarang berada, baik lingkungan keluarga,

maupun lingkungan pendidikan dan lingkungan

pekerjaan yang ada di masyarakat.

3. Sekolah dan siswa harus mengetahui kemungkinan

kesempatan yang dapat dimiliki guna perkembangan

siswa pada masa yang akan datang.

4. Sekolah dan siswa harus mengetahui kondisi fisik dan

(7)

11

yang mungkin dapat menghambat perkembangan siswa

sebagi individu.

Kebutuhan siswa akan bantuan yang bersifat profesional

makin dirasakan dikarenakan oleh berbagai faktor, yaitu:

1. Perkembangan, perubahan dan kemajuan jaman yang

memberi masalah, tantangan maupun tuntutan baru

kepada individu.

2. Goyahnya nilai-nilai, norma-norma dan sistem nilai

dunia yang telah menjadi pedoman akibat akulturasi

kebudayaan.

3. Perkembangan teknologi yang menggoncangkan dunia

kerja sehingga mempersukar proses lulusan sekolah dan

pendidikan tinggi melakukan persiapan memasuki kerja.

Siswa memerlukan layanan bimbingan konseling pribadi sosial

Karena dunia kehidupan bersekolah siswa adalah dunia yang penuh dengan

kesukaran, tantangan dan godaan, akan tetapi dunia siswa itu juga

merupakan masa-masa yang indah. Selain itu, struktur, sistem, ukuran

sekolah sering menyebabkan siswa kurang diperhatikan oleh orang tua dan

bahkan gurunya, seperti sifat-sifat pribadi beserta pergumulan batinnya yang

kurang mendapat tempat, juga akan mempengaruhi studinya.

Tujuan pelayanan bimbingan konseling pribadi sosial ialah agar

konseli dapat: 1) Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan

(8)

12

seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin. 3)

Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat

serta lingkungan kerjanya. 4) Mengatasi hambatan dan kesulitan yang

dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan,

masyarakat, maupun lingkungan kerja.

2.2. Managemen Program Bimbingan dan Konseling 2.2.1. Perencanaan Program

Penyusunan program bimbingan dan konseling di

Sekolah/Madrasah dimulai dari kegiatan asesmen, atau kegiatan

mengidentifikasi aspek-aspek yang dijadikan bahan masukan bagi

penyusunan program tersebut. Kegiatan asesmen ini meliputi (1)

asesmen lingkungan, yang terkait dengan kegiatan mengidentifikasi

harapan Sekolah/Madrasah dan masyarakat (orang tua peserta didik),

sarana dan prasarana pendukung program bimbingan, kondisi dan

kualifikasi konselor, dan kebijakan pimpinan Sekolah/Madrasah; dan

(2) asesmen kebutuhan atau masalah peserta didik, yang menyangkut

karakteristik peserta didik, seperti aspek-aspek fisik (kesehatan dan

keberfungsiannya), kecerdasan, motif belajar, sikap dan kebiasaan

belajar, minat-minatnya (pekerjaan, jurusan, olah raga, seni, dan

keagamaan), masalah-masalah yang dialami, dan kepribadian; atau

tugas-tugas perkembangannya, sebagai landasan untuk memberikan

(9)

13

Berikut adalah struktur pengembangan program berbasis

tugas-tugas perkembangan sebagai kompetensi yang harus dikuasai

oleh peserta didik. Dalam merumuskan program, struktur dan

isi/materi program ini bersifat fleksibel yang disesuaikan dengan

kondisi atau kebutuhan peserta didik berdasarkan hasil penilaian

kebutuhan di masing-masing Sekolah/Madrasah.

1. Rasional

Rumusan dasar pemikiran tentang urgensi bimbingan dan

konseling dalam keseluruhan program Sekolah/Madrasah. Ke

dalam rumusan ini dapat menyangkut konsep dasar yang

digunakan, kaitan bimbingan dan konseling dengan

pembelajaran/implementasi kurikulum, dampak perkem-bangan

iptek dan sosial budaya terhadap gaya hidup masyarakat

(termasuk para peserta didik), dan hal-hal lain yang dianggap

relevan.

2. Visi dan Misi

Secara mendasar visi dan misi bimbingan dan konseling

perlu dirumuskan ulang ke dalam fokus isi: Visi Membangun

iklim Sekolah/ Madrasah bagi kesuksesan seluruh peserta didik

Misi: Memfasilitasi seluruh peserta didik memperoleh dan

menguasai kompetensi di bidang akademik, pribadi-sosial, karier

berlandaskan pada tata kehidupan etis normatif dan ketaqwaan

(10)

14

3. Deskripsi Kebutuhan

Rumusan hasil needs assessment (penilaian kebutuhan)

peserta didik dan lingkungannya ke dalam rumusan

perilaku-perilaku yang diharapkan dikuasai peserta didik. Rumusan ini

tiada lain adalah rumusan tugas-tugas perkembangan, yakni

Standar Kompetensi Kemandirian yang disepakati bersama.

4. Tujuan

a) Rumuskan tujuan yang akan dicapai dalam bentuk perilaku

yang harus dikuasai peserta didik setelah memperoleh

pelayanan bimbingan dan konseling. Tujuan hendaknya

dirumuskan ke dalam tataran tujuan.

b) Penyadaran, untuk membangun pengetahuan dan

pemahaman peserta didik terhadap perilaku atau standar

kompetensi yang harus dipelajari dan dikuasai.

c) Akomodasi, untuk membangun pemaknaan, internalisasi,

dan menjadikan perilaku atau kompetensi baru sebagai

bagian dari kemampuan dirinya, dan

d) Tindakan, yaitu mendorong peserta didik untuk mewujudkan

perilaku dan kompetensi baru itu dalam tindakan nyata

sehari-hari.

5. Komponen Program.

Komponen program meliputi: (a) Komponen Pelayanan

(11)

15

Perencanaan Individual, dan d) Komponen Dukungan Sistem

(manajemen).

6. Rencana Operasional (Action Plan)

Rencana kegiatan (action plans) diperlukan untuk menjamin

peluncuran program bimbingan dan konseling dapat dilaksanakan

secara efektif dan efesien. Rencana kegiatan adalah uraian detil

dari program yang menggambarkan struktur isi program, baik

kegiatan di Sekolah/Madrasah maupun luar Sekolah/Madrasah,

untuk memfasilitasi peserta didik mencapai tugas perkembangan

atau kompetensi tertentu.

2.2.2. Strategi Implementasi Program

Strategi pelaksanaan program untuk masing-masing komponen

pelayanan dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Pelayanan dasar

a. Bimbingan Kelas

Program yang dirancang menuntut konselor untuk

melakukan kontak langsung dengan para peserta didik di kelas.

b. Pelayanan Orientasi

Pelayanan ini merupakan suatu kegiatan yang

memungkinkan peserta didik dapat memahami dan menyesuaikan

diri dengan lingkungan baru, terutama lingkungan

Sekolah/Madrasah, untuk mempermudah atau memperlancar

(12)

16

c. Pelayanan Informasi

Yaitu pemberian informasi tentang berbagai hal yang

dipandang bermanfaat bagi peserta didik. melalui komunikasi

langsung, maupun tidak langsung (melalui media cetak maupun

elektronik, seperti : buku, brosur, leaflet, majalah, dan internet).

d. Bimbingan Kelompok

Konselor memberikan pelayanan bimbingan kepada peserta

didik melalui kelompok-kelompok kecil (5 s.d. 10 orang).

Bimbingan ini ditujukan untuk merespon kebutuhan dan minat

para peserta didik.

e. Pelayanan Pengumpulan Data (Aplikasi Instrumentasi)

Merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data atau

informasi tentang pribadi peserta didik, dan lingkungan peserta

didik. Pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan berbagai

instrumen, baik tes maupun non-tes.

2. Pelayanan responsif

a. Konseling Individual dan Kelompok

Pemberian pelayanan konseling ini ditujukan untuk

membantu peserta didik yang mengalami kesulitan, mengalami

(13)

17

b. Referal (Rujukan atau Alih Tangan)

Apabila konselor merasa kurang memiliki kemampuan untuk

menangani masalah konseli, maka sebaiknya dia mereferal atau

mengalihtangankan konseli kepada pihak lain yang lebih berwenang,

seperti psikolog, psikiater, dokter, dan kepolisian. Konseli yang

sebaiknya direferal adalah mereka yang memiliki masalah, seperti

depresi, tindak kejahatan (kriminalitas), kecanduan narkoba, dan

penyakit kronis.

c. Kolaborasi dengan Guru Mata Pelajaran atau Wali Kelas

Konselor berkolaborasi dengan guru dan wali kelas dalam rangka

memperoleh informasi tentang peserta didik (seperti prestasi belajar,

kehadiran, dan pribadinya), membantu memecahkan masalah peserta

didik, dan mengidentifikasi aspek-aspek bimbingan yang dapat

dilakukan oleh guru mata pelajaran.

d. Kolaborasi dengan Orang tua

Konselor perlu melakukan kerjasama dengan para orang tua

peserta didik. Kerjasama ini penting agar proses bimbingan terhadap

peserta didik tidak hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah, tetapi juga

oleh orang tua di rumah. Melalui kerjasama ini memungkinkan

terjadinya saling memberikan informasi, pengertian, dan tukar pikiran

(14)

18

peserta didik atau memecahkan masalah yang mungkin dihadapi peserta

didik.

e. Kolaborasi dengan pihak-pihak terkait di luar Sekolah/Madrasah

Yaitu berkaitan dengan upaya Sekolah/Madrasah untuk

menjalin kerjasama dengan unsur-unsur masyarakat yang dipandang

relevan dengan peningkatan mutu pelayanan bimbingan. Jalinan

kerjasama ini seperti dengan pihak-pihak (1) instansi pemerintah, (2)

instansi swasta, (3) organisasi profesi, seperti ABKIN (Asosiasi

Bimbingan dan Konseling Indonesia), (4) para ahli dalam bidang

tertentu yang terkait, seperti psikolog, psikiater, dan dokter, (5) MGP

(Musyawarah Guru Pembimbing), dan (6) Depnaker (dalam rangka

analisis bursa kerja/lapangan pekerjaan).

f. Konsultasi

Konselor menerima pelayanan konsultasi bagi guru, orang tua,

atau pihak pimpinan Sekolah/Madrasah yang terkait dengan upaya

membangun kesamaan persepsi dalam memberikan bimbingan kepada

para peserta didik, menciptakan lingkungan Sekolah/Madrasah yang

kondusif bagi perkembangan peserta didik, melakukan referal, dan

meningkatkan kualitas program bimbingan dan konseling.

g. Bimbingan Teman Sebaya (Peer Guidance/Peer Facilitation)

Bimbingan teman sebaya ini adalah bimbingan yang dilakukan

oleh peserta didik terhadap peserta didik yang lainnya. Peserta didik

(15)

19

pembinaan oleh konselor. Peserta didik yang menjadi pembimbing

berfungsi sebagai mentor atau tutor yang membantu peserta didik lain

dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, baik akademik maupun

non-akademik. Di samping itu dia juga berfungsi sebagai mediator yang

membantu konselor dengan cara memberikan informasi tentang kondisi,

perkembangan, atau masalah peserta didik yang perlu mendapat

pelayanan bantuan bimbingan atau konseling.

h. Konferensi Kasus

Yaitu kegiatan untuk membahas permasalahan peserta didik dalam

suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan

keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya

permasalahan peserta didik itu. Pertemuan konferensi kasus ini bersifat

terbatas dan tertutup.

i. Kunjungan Rumah

Yaitu kegiatan untuk memperoleh data atau keterangan tentang

peserta didik tertentu yang sedang ditangani, dalam upaya

menggentaskan masalahnya, melalui kunjungan ke rumahnya.

3. Perencanaan individual

Konselor membantu peserta didik menganalisis kekuatan dan

kelemahan dirinya berdasarkan data atau informasi yang diperoleh, yaitu

yang menyangkut pencapaian tugas-tugas perkembangan, atau aspek-aspek

pribadi, sosial, belajar, dan karier. Melalui kegiatan penilaian diri ini, peserta

(16)

20

secara positif dan konstruktif. Pelayanan perencanaan individual ini dapat

dilakukan juga melalui pelayanan penempatan (penjurusan, dan penyaluran),

untuk membentuk peserta didik menempati posisi yang sesuai dengan bakat

dan minatnya.

Konseli menggunakan informasi tentang pribadi, sosial, pendidikan

dan karier yang diperolehnya untuk (1) merumuskan tujuan, dan

merencanakan kegiatan (alternatif kegiatan) yang menunjang pengembangan

dirinya, atau kegiatan yang berfungsi untuk memperbaiki kelemahan

dirinya; (2) melakukan kegiatan yang sesuai dengan tujuan atau perencanaan

yang telah ditetapkan, dan (3) mengevaluasi kegiatan yang telah

dilakukannya.

4. Dukungan sistem

a. Pengembangan Profesi

Konselor secara terus menerus berusaha untuk “meng-update”

pengetahuan dan keterampilannya melalui (1) in-service training, (2)

aktif dalam organisasi profesi, (3) aktif dalam kegiatan-kegiatan

ilmiah, seperti seminar dan workshop (lokakarya), atau (4)

melanjutkan studi ke program yang lebih tinggi (Pascasarjana).

b. Manajemen Program

Program pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin

akan tercipta, terselenggara, dan tercapai bila tidak memiliki suatu

sistem manajemen yang bermutu, dalam arti dilakukan secara jelas,

(17)

21

harus ditempatkan sebagai bagian terpadu dari seluruh program

Sekolah/Madrasah dengan dukungan wajar baik dalam aspek

ketersediaan sumber daya manusia (konselor), sarana, dan

pembiayaan.

2.2.3. Evaluasi dan Akuntabilitas 2.2.3.1. Maksud dan tujuan

Penilaian kegiatan bimbingan di Sekolah/

Madrasah adalah segala upaya, tindakan atau proses untuk

menentukan derajat kualitas kemajuan kegiatan yang

berkaitan dengan pelaksanaan program bimbingan di

Sekolah/Madrasah dengan mengacu pada kriteria atau

patokan-patokan tertentu sesuai dengan program bimbingan

yang dilaksanakan.

Kriteria atau patokan yang dipakai untuk menilai

keberhasilan pelaksanaan program pelayanan bimbingan

dan konseling di Sekolah/Madrasah mengacu pada

ketercapaian kompetensi, keterpenuhan

kebutuhan-kebutuhan peserta didik dan pihak-pihak yang terlibat baik

langsung maupun tidak langsung berperan membantu

peserta didik memperoleh perubahan perilaku dan pribadi

ke arah yang lebih baik.

Dalam keseluruhan kegiatan pelayanan bimbingan

(18)

22

umpan balik terhadap keefektifan pelayanan bimbingan

yang telah dilaksanakan. Dengan informasi ini dapat

diketahui sampai sejauh mana derajat keberhasilan kegiatan

pelayanan bimbingan. Berdasarkan informasi ini dapat

ditetapkan langkah-langkah tindak lanjut untuk

memperbaiki dan mengembangkan program selanjutnya.

2.2.3.2. Fungsi Evaluasi

a. Memberikan umpan balik (feed back) kepada guru pembimbing

konselor) untuk memperbaiki atau mengembangkan program

bimbingan dan konseling.

b. Memberikan informasi kepada pihak pimpinan Sekolah/

Madrasah, guru mata pelajaran, dan orang tua peserta didik

tentang perkembangan sikap dan perilaku, atau tingkat

ketercapaian tugas-tugas perkembangan peser-ta didik, agar

secara bersinergi atau berkolaborasi meningkatkan kualitas

implementasi program Bimbingan dan Konseling di Sekolah/

Madrasah.

2.2.3.3. Aspek-aspek yang Dievaluasi

Ada dua macam aspek kegiatan penilaian program kegiatan

bimbingan, yaitu penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian

proses dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana

keefektifan pelayanan bimbingan dilihat dari prosesnya, sedangkan

(19)

23

keefektifan pelayanan bimbingan dilihat dari hasilnya. Aspek yang

dinilai baik proses maupun hasil antara lain:

a. kesesuaian antara program dengan pelaksanaan;

b. keterlaksanaan program;

c. hambatan-hambatan yang dijumpai;

d. dampak pelayanan bimbingan terhadap kegiatan belajar

mengajar;

e. respon peserta didik, personil Sekolah/Madrasah, orang tua,

dan masyarakat terhadap pelayanan bimbingan;

f. perubahan kemajuan peserta didik dilihat dari pencapaian

tujuan pelayanan bimbingan, pencapaian tugas-tugas

perkembangan, dan hasil belajar; dan keberhasilan peserta

didik setelah menamatkan Sekolah/Madrasah baik pada studi

lanjutan ataupun pada kehidupannya di masyarakat.

Apabila dilihat dari sifat evaluasi, evaluasi bimbingan dan konseling

lebih bersifat “penilaian dalam proses” yang dapat dilakukan dengan cara

berikut ini.

a. Mengamati partisipasi dan aktivitas peserta didik dalam

kegiatan pelayanan bimbingan.

b. Mengungkapkan pemahaman peserta didik atas bahan-bahan

yang disajikan atau pemahaman/pendalaman peserta didik atas

masalah yang dialaminya.

(20)

24

perolehan peserta didik sebagai hasil dari partisipasi/

aktivitasnya dalam kegiatan pelayanan bimbingan.

d. Mengungkapkan minat peserta didik tentang perlunya

pelayanan bimbingan lebih lanjut.

e. Mengamati perkembangan peserta didik dari waktu ke waktu

(butir ini terutama dilakukan dalam kegiatan pelayanan

bimbingan yang berkesinambungan).

f. Mengungkapkan kelancaran proses dan suasana

penyelenggaraan kegiatan pelayanan.

Berbeda dengan hasil evaluasi pengajaran yang pada umumnya

berbentuk angka atau skor, maka hasil evaluasi bimbingan dan konseling

berupa deskripsi tentang aspek-aspek yang dievaluasi. Deskripsi tersebut

mencerminkan sejauh mana proses penyelenggaraan pelayanan/ pendukung

memberikan sesuatu yang berharga bagi kemajuan dan perkembangan

dan/atau memberikan bahan atau kemudahan untuk kegiatan pelayanan

terhadap peserta didik.

2.2.3.4. Langkah-langkah Evaluasi

Dalam melaksanakan evaluasi program ditempuh

langkah-langkah berikut.

a. Merumuskan masalah atau instrumentasi.

b. Mengembangkan atau menyusun instrumen pengumpul data.

c. Mengumpulkan dan menganalisis data.

(21)

25 2.2.3.5. Akuntabilitas

Akuntabilitas pelayanan terwujud dalam kejelasan

program, proses implementasi, dan hasil-hasil yang dicapai serta

informasi yang dapat menjelaskan apa dan mengapa sesuatu

proses dan hasil terjadi atau tidak terjadi. Hal yang amat penting

di dalam akuntabilitas adalah informasi yang terkait dengan

faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan/atau

kegagalan peserta didik di dalam mencapai kompetensi. Oleh

karena itu seorang konselor perlu menguasai data dan bertindak

atas dasar data yang terkait dengan perkembangan peserta didik.

2.2.4. Analisis Hasil Evaluasi Program dan Tindak Lanjut

Hasil evaluasi menjadi umpan balik program yang memerlukan

perbaikan, kebutuhan peserta didik yang belum terlayani, kemampuan

personil dalam melaksanakan program, serta dampak program terhadap

perubahan perilaku peserta didik dan pencapaian prestasi akademik,

peningkatan mutu proses pembelajaran dan peningkatan mutu pendidikan.

Hasil analisa harus ditindak lanjuti dengan menyusun program

selanjutnya sebagai kesinambungan program, mengembangkan jejaring

pelayanan agar pelayanan bimbingan dan konseling lebih optimal,

melakukan referal bagi peserta didik-peserta didik yang memerlukan

bantuan khusus dari ahli lain, serta mengembangkan komitmen baru

kebijakan orientasi dan implementasi pelayanan bimbingan dan koseling

(22)

26

2.3. Layanan Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial

2.3.1. Pengertian Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial

Bimbingan Pribadi Sosial merupakan salah satu bidang

bimbingan yang ada di sekolah. Menurut Dewa Ketut Sukardi (1993)

mengungkapkan bahwa bimbingan pribadi-sosial merupakan usaha

bimbingan, dalam menghadapi dan memecahkan masalah

pribadi-sosial, seperti penyesuaian diri, menghadapi konflik dan pergaulan.

Sedangkan menurut pendapat Abu Ahmadi

(1991) Bimbingan pribadi-sosial adalah, seperangkat usaha bantuan

kepada peserta didik agar dapat mengahadapi sendiri

masalah-masalah pribadi dan sosial yang dialaminya, mengadakan

penyesuaian pribadi dan sosial, memilih kelompok sosial, memilih

jenis-jenis kegiatan sosial dan kegiatan rekreatif yang bernilai guna,

serta berdaya upaya sendiri dalam memecahkan masalah-masalah

pribadi, rekreasi dan sosial yang dialaminya.

Inti dari pengertian bimbingan pribadi-sosial yang

dikemukakan oleh Abu Ahmadi adalah, bahwa bimbingan

pribadi-sosial diberikan kepada individu, agar mampu menghadapi dan

memecahkan permasalahan pribadi-sosialnya secara mandiri. Hal

senada juga diungkapkan oleh Syamsu Yusuf (2005) yang

(23)

27

untuk membantu para individu dalam memecahkan masalah-masalah

sosial-pribadi.

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan

bahwa bimbingan pribadi-sosial merupakan suatu bimbingan yang

diberikan oleh seorang ahli kepada individu atau kelompok, dalam

membantu individu menghadapi dan memecahkan masalah-masalah

pribadi-sosial, seperti penyesuaian diri, menghadapi konflik dan

pergaulan.

2.3.2. Pengertian Perilaku Sosial Siswa

Hurlock (1999) perilaku social menunjukan terdapatnya

tingkah laku yang sesuai dengan tuntutan social/ kemampuan untuk

menjadi orang yang bermasyarakat.

Skinner (Sarwono 2000) perilaku manusia berkembang dan

dipertahankan oleh anggota masyarakat yang member penguat

kepada individu untuk berperilaku tertentu (yang dikehendaki oleh

masyarakat) dengan demikian maka tidak dapat dihindarkan bahwa

perilaku social muncul pada situasi-situasi terjadinya interaksi social

dalam upaya menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat.

Maryana (2006) perilaku social adalah suatu kegiatan yang

ditampakkan oleh siswa saat berinteraksi dengan teman, baik secara

individu maupun kelompok di lingkungan sekolah.

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan

(24)

28

berinteraksi yang sesuai dengan kemampuan individu dan tuntutan

lingkungan sekitar.

Yusuf (1984) perilaku social adalah perilaku yang sudah

merupakan satu pola yang relatif menetap, yang diperlihatkan oleh

individu didalam interaksinya dengan orang lain. Perilaku sosial

individu mungkin merupakan aksi atau rangsangan bagi timbulnya

reaksi atau perilaku sosial pada orang lain, aksi dan reaksi antara

satu individu dengan individu yang lain saling mempengaruhi. Dari

perilaku yang merupakan indicator, terhadap sifat-sifat reaksi

interpersonal, dapat diketahui bahwa perilaku sosial itu dapat dilihat

dari tujuh aspek yaitu:

a. Aspek kemampuan dalam bergaul

b. Aspek keterbukaan sikap

c. Aspek kepemimpinan

d. Aspek inisiatif sosial

e. Aspek partisipasi dalam kegiatan kelompok

f. Aspek tanggung jawab terhadap tugas

g. Aspek toleransi terhadap teman

Beberapa factor yang mempengaruhi perilaku sosial individu

diantaranya:

Lingkungan keluarga, menurut Yusuf (1984) mengemukakan

bahwa adanya keterkaitan antara self esteem terhadap pembentukan

(25)

29

umumnya ada tiga syarat yang harus dipenuhi oleh keluarga untuk

membentuk pertumbuhan harga diri, ketaatan dan kebebasan pada anak

yaitu: (a) menerima anak dengan kasih sayang penuh, (b) penegakkan

beberapa batas tegas yang tidak boleh dilanggar dalam berperilaku, (c)

pemberian kebebasan seluas mungkin, selama batas yang dimaksud tidak

dilanggar oleh anak. Peranan orang tua dan keluarga sangat berpengaruh

dalam pembentukan perilaku sosial remaja saat remaja tersebut belajar

bersosialisasi dengan lingkungan di luar keluarga.

Lingkungan sekolah, perilaku sosial remaja pada lingkungan

sekolah merupakan salah satu karakteristik siswa. Insani (1993)

mengartikan perilaku sosial disekolah sebagai aktifitas siswa dalam

memerankan peran sosialnya dengan teman sebaya di sekolah. Siswa akan

mampu melihat hubungan interpersonalnya secara realistic dengan

disadari oleh kesadaran akan diri dan lingkungan serta tanggung jawab

sosialnya.

Hurlock (1996) siswa yang diterima kelompoknya jauh lebih

berhasil dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah sebagai kemampuannya

daripada siswa yang ditolak/ diabaikan oleh anggota kelompok. Siswa

yang diterima teman sebayanya, serta berhasil menyesuaikan dirinya

dengan baik tidak suka mengacaukan dirinya dikelas, tetapi siswa yang

ditolak dilingkungannya sering menunjukkan sikap memberontak, bolos

(26)

30

Lingkungan teman sebaya, Hurlock (1996) agar individu dapat

menyesuaikan diri dengan tuntutan sosialnya diperlukan tiga proses

sosialisasi yaitu: (1) Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial,

(2) belajar memainkan peran yang dapat diterima, (3) perkembangan sikap

sosial.

Yang tergolong dalam masalah-masalah sosial-pribadi adalah

masalah hubungan dengan sesama teman, dengan guru, serta staf,

permasalahan sifat dan kemampuan diri, penyesuaian diri dengan

lingkungan pendidikan dan masyarakat tempat mereka tinggal dan

penyelesaian konflik.

Tipe perilaku sosial menurut Sarwono (2000) terdiri sebagai

berikut:

a. Perilaku kurang sosial (under sosial behavior) timbul jika kebutuhan

akan inklusi kurang terpenuhi, misal sering tidak diacuhkan oleh

keluarga sejak kecil. Kecenderungannya, individu akan menghindari

hubungan dengan orang lain, atau tidak mau ikut dalam

kelompok-kelompok, tidak mau tau, acuh tak acuh.

b. Perilaku terlalu sosial (over social behavior) psikodinamikanya sama

dengan perilaku kurang sosial, yaitu kebutuhan inklusi kurang

terpenuhi. Tetapi, pernyataan perilakunya sangat berlawanan .

Individu yang berperilaku terlalu sosial cenderung memamerkan diri

(27)

31

selalu menarik perhatian orang, memaksakan dirinya untuk selalu di

terima dalam kelompok.

c. Perilaku sosial (social behavior) adalah perilaku yang tidak memiliki

masalah dalam hubungan antar pribadi. Berada bersama orang lain

atau sendirian bisa sama- sama menyenangkan, tergantung pada

situasi dan kondisinya. Ia sangat bisa berpartisipasi tetapi juga tidak

hanya sebatas mengikuti teman/ orang-orang disekitarnya.

2.3.3. Perkembangan Sosial Remaja

Perkembangan social menurut Syamsudin 2004 diartikan

sebagai sequence dari perubahan yang berkesinambungan dalam

perilaku individu untuk menjadi mahluk social dewasa. Charlotte

Buhler mengidentifikasi tahapan dan cirri-ciri perkembangan perilaku

social.

Tahap Ciri-ciri

Kanak-kanak Awal (0-3)Subjektif

Segala sesuatu dilihat berdasarkan pandangan sendiri

Kritis I (3-4) Trozt Alter Pembantah, Keras kepala Kanak-kanak Akhir (4-6)

Masa Subyektif menuju Masa Objektif

Mulai Bisa menyesuaikan diri dengan aturan

Anak Sekolah (6-12) MasaObjektif

Membandingkan dengan aturan-aturan

Kritis II (12-13) Masa Pre Puber

Perilaku coba-coba, serba salah, ingin diuji

Remaja Awal (13-16) Masa Subjektif menuju Masa Objektif

Mulai menyadari adanya kenyataan yang berbeda dengan sudut

pandangnya Remaja Akhir (16-18) Masa

Objektif

(28)

32

Menurut Hurlock (1994) pada masa remaja, individu mengalami

beberapa perubajan social, seperti meningkatkannya pengaruh kelompok

sebaya, perubahan dalam perilaku social, pengelompokan social yang

baru, nilai-nilai yang baru dalam memilih teman, nilai-nilai baru dalam

dukungan dan penolakan social, dan nilai-nilai dalam selaksi pemimpin.

Kematangan perilaku social ditunjukan dengan pola pengelompokan dan

partisipasi dalam kegiatan sekolah dalam kelompok teman sebaya lawan

jenis.

2.3.4. Tujuan Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial

Menurut Yusuf 2006 bimbingan Pribadi Sosial merupakan

bimbingan yang dilakukan untuk membantu para siswa dalam

memecahkan masalah-masalah, membantu siswa dalam mengembangkan

kompetensi social yang optimal.

Bidang bimbingan yang terdiri dari empat bidang yaitu: bidang

pribadi, social, belajar dna karir ini memiliki cakupan maslah-maslah yang

berbeda-beda. Adapun yang tergolong dalam masalah pribadi social

diantaranya :

a. Mengendalikan / mengarahkan emosi

b. Memiliki nilai-nilai kehidupan untuk menganbil keputusan /

memecahkan masalah

c. Memahami perkembangan psikoseksual yang sehat

d. Memahami prasangka dan menguji akibat-akibatnya

(29)

33

f. Lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat, serta keterkaitannya

g. Memahami situasi-situasi dan cara-cara mengendalikan konflik

h. Membuat keputusan dengan bermacam resiko

i. Mengenal dan menghargai keunikan diri

j. Berfikir dan bersikap positif terhadap diri dan orang lain

k. Pemanfaatan waktu luang / ketrampilan pribadi untuk kesehatan fisik

dan mental

l. Menilai keadaan dan efektifitas hubungan sosial dan keluarga.

Proses kegiatan bimbingan pribadi social diarahkan untuk

memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu

dalam menangani masalah-masalah dirinya. Bimbingan ini merupakan

layanan yang mengarah pada pencapaian pribadi yang seimbang dengan

memperhatikan keunikan karakteristik pribadi serta ragam permasalahan

yang dialami oleh individu.

Kegiatan bimbingan pribadi social diberikan dengan cara

menciptakan lingkungan yang kondusif, interaksi pendidikan yang akrab,

mengembangkan system pengembangan diri dan sikap-sikap yang positif

(30)

34

Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi

social konseli adalah:

a. Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan

dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan

pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/ Madrasah,

tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya.

b. Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling

menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.

c. Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif

antara yang menyenangkan (anugrah) dan yang tidak menyenangkan

(musibah), serta dan mampu meresponnya secara positif sesuai dengan

ajaran agama yang dianut.

d. Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan

konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan;

baik fisik maupun psikis.

e. Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.

f. Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat

g. Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai

orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya.

h. Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk

(31)

35

i. Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship),

yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan,

persaudaraan, atau silaturahim dengan sesama manusia.

j. Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah)

baik bersifat internal (dalam diri sendiri) maupun dengan orang

lain.

k. Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.

2.3.5. Peranan Bimbingan Pribadi Sosial dalam Pengembangan Perilaku Sosial

Sekolah yang merupakan lembaga pendidikan formal yang

bertujuan salah satunya untuk menjadikan peserta didik berkembang

secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki. Dalam kelembagaan

sekolah terdapat sejumlah bidang kegiatan dan bidang pelayanan

bimbingan dan konseling mempunyai kedudukan dan peran yang khusus.

Dasar penyelenggaraan bimbingan dan konseling disekolah

menurut Rambu-rambu Penyelenggraan Bimbingan dan Konseling

disekolah (2007) tidak semata-mata terletak pada ada atau tidak ada

landasan hukum atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting

adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik agar mampu

mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas

perkembangannya (mneyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, social dan

(32)

36

Perkembangan siswa-siswi di sekolah, khususnya sekolah

menengah yang berada pada usia 15-18 tahun dan berad apada masa

remaja. Menurut Buhler (Makmun, 2004) menjelaskan bahwa pada usia

remaja perkembangan social ditunjukan dengan perilaku social sesuai

dengan tuntutan masyarakat dan kemampuan diri. Sehingga, pada masa

remaja dituntut untuk dapat berperilaku sesuai dengan tuntutan

masyarakat dan juga sesuai dengan kemampuan diri sendiri.

Bimbingan dan konseling di sekolah diadakan untuk membantu

atau memfasilitasi perkembangan siswa-siswi di sekolah yang salah

satunya adalah aspek social, yang merupakan cakupan bidang bimbingan

dan konseling di sekolah. Yusuf (2006) ditilik dari aspek potensi dan arah

perkembangan siswa, bimbingan dapat diklasifikasikan menjadi empat

bidang yaitu, bidang pribadi, social, akademik, dan karir.

Melalui bimbingan pribadi social, siswa diarahkan untuk mampu

mengoptimalkan kemampuan atau potensi yang dimilikinya, guna

mengembangkan pribadi siswa yang baik dan memiliki kemampuan

untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.

Untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan dan konseling perlu

dilaksanakan strategi dalam kegiatan layanan bantuan. Menurut

Nurikhsan (2005) bahwa strategi adalah suatu pola yang direncanakan

dan ditetapkan secara sengaja untuk melakukan kegiatan atau tindakan.

Strategi bimbingan dan konseling terdiri dari konseling individual /

(33)

37

MGBK (2008) strategi bimbingan dan konseling diklasifikasikan

berdasarkan jenis layanan. Pengembangan perilaku social cenderung

dilakukan dengan pemberian responsive dan layanan dasar dengan

strategi diantara konseling individual, konseling kelompok, bimbingan

kelompok.

2.4. Hasil-Hasil Penelitian yang Berhubungan

Tinus (1993) dalam Yulius Balla Njurumay 2009 melakukan penelitian

tentang Relevansi antara Pelaksanaan Bimbingan di Sekolah dengan

Kebutuhan Siswa: Studi Kasus mengenai Kegiatan BP dalam Melayani

Kebutuhan Siswa pada SMA Aloysius Bandung dengan temuan sebagai

berikut:

1. Ada tiga jenis kebutuhan pokok siswa akan bimbingan yang

terindentifikasi, yakni: (1) kebutuhan yang berhubungan dengan

kehidupan dalam sekolah, diantaranya; pengenalan kegiatan belajar

mengajar, tenaga pengajar, jadwal; pengenalan kegiatan administrasi

sekolah seperti data siswa, SPP dan biaya-biaya insidental; pengenalan

tentang kegiatan bimbingan dan pembinaan siswa; pengenalan

kegiatan ekstrakurikuler sekolah.

2. Pemilihan jenis pendidikan dan rencana vokasional yang meliputi:

pemilihan jenis pendidikan/jurusan yang ada di sekolah, pemilihan

jenis-jenis kegiatan kurikuler dan ekstra-kurikuler yang sesuai dengan

(34)

38

pemilihan jenis vokasional yang sesuai dengan bakat minat,

kemampuan untuk dimasuki atau dikembangkan kelak.

3. Pemecahan masalah pribadi, yang terdiri atas empat bagian utama,

yakni: masalah yang berhubungan dengan kegiatan dan proses

belajar-mengajar, masalah yang berkaitan dengan orang tua/ keluarga, masalah

yang berhubungan dengan pergaulan sosial dan teman sebaya, serta

masalah yang berkait dengan tuntutan norma keagamaan dan norma

Referensi

Dokumen terkait

[r]

c) Di sumber lain dikatakan bahwa silsilah kerajaan Brunei didapatkan pada Batu Tarsilah yang menuliskan silsilah raja-raja Brunei yang dimulai dari Awang Alak Batatar, raja

Persepsi siswa tentang kompetensi pedagogik guru terhadap hasil belajar. siswa sebesar

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. © Merry Merliyani 2016

Temuan selama implementasi Lesson Study sejak sosialisasi, kajian akademik, workshop penyusunan perangkat pembelajaran ( plan ), observasi pelaksanaan pembelajaran

Mata tidak tertutup oleh kulit, sungut umumnya lebih panjang daripada

a) ASEAN Training Centre for Narcotics Law Enforcement di Bangkok Bidang penegakan hukum ini dicetuskan setelah pertemuan ASEAN Drug Experts ke-4 pada tahun 1979 yang

Skripsi dengan judul “Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dengan Prestasi Belajar Mata Pelajaran Matematika pada Siswa kelas VIII SMP Islam Sunan Gunung Jati