• Tidak ada hasil yang ditemukan

pengaruh lingkungan terhadap upaya pengembangan sikap disiplin siswa di smp n 3 subang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "pengaruh lingkungan terhadap upaya pengembangan sikap disiplin siswa di smp n 3 subang"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Banyak realita kehidupan siswa yang sering terjadi pada masa sekarang ini, baik yang secara langsung tampak di lingkungan sekolah maupun melalui pemberitaan dari surat kabar atau majalah-majalah tentang kehidupan atau kejadian sehari-hari yang menimpa para siswa. Di antara realita itu adalah ketidakdisiplinan siswa, baik di sekolah maupun di lingkungan keluarga dan masyarakat. Sebagai contoh ketidakdisiplinan di sekolah misalnya siswa melanggar tata tertib sekolah. Kenakalan siswa di sekolah dan perkelahian antar pelajar. Sedangkan dalam lingkungan keluarga misalnya kurang patuhnya siswa terhadap orang tua dan tidak hormat kepada masyarakat di lingkungannya sendiri.

Adapun faktor penyebab dari kenyataan tersebut adalah karena kurangnya rasa disiplin dari masing-masing individu dan kurangnya perhatian dalam kehidupan sehari-hari terutama dari orang tuanya. Ketidakdisiplinan dalam masyarakat mungkin pula dipengaruhi oleh lingkungan itu sendiri, karena masyarakat terdiri dari unsur-unsur yang datang dari lapisan masyarakat yang berbeda, seperti mulai dari masyarakat petani sampai masyarakat pedagang, dari yang berstatus ekonominya rendah sampai yang berstatus ekonominya tinggi dan juga dari yang agamanya kuat hingga yang lemah. Hal ini sesuai dengan pengertian masyarakat yang diungkapkan oleh Mac Iver dan Page ( 1987 :20 ), yaitu :

(2)

masyarakat. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial. Dan masyarakat selalu berubah”.

Dengan adanya lapisan-lapisan masyarakat tersebut secara tidak langsung dapat membawa ketidakdisiplinan terhadap siswa, karena mungkin adanya perbedaan-perbedaan yang dapat mengubah dirinya menjadi seorang anak yang tidak disiplin, yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh lingkungan yang kurang baik dalam mengembangkan sikap disiplin siswa, misalnya masyarakat itu sendiri sebagian besar tidak mengenal bangku sekolah, masalah keagamaannya kurang dan sebagian besar dari masyarakat banyak yang tidak mempunyai pekerjaan.

Pengaruh lingkungan keluarga sangat menentukan dalam meningkatkan kedisiplinan siswa, karena melalui lingkungan keluarga anak dapat berkumpul setiap saat dengan orang tua, secara tidak langsung pendidikan kedisiplinan dapat diterapkan melalui kegiatan sehari-hari. Adapun menurut pendapat Henkie Liklikuawata ( 1983 : 128 ) menyatakan bahwa :

“Kenakalan seorang anak akibat dari latar belakang yang serba semrawut. Sebaliknya faktor keluarga sebagai faktor dasar dalam pembentukan pribadi anak benar-benar harmonis. Kendari seorang anak berasal dari keluarga; keluarga suatu basis yang maha penting dalam menanggulangi kenakalan anak”.

Melalui kegiatan yang dilakukan di rumah, anak apat menerapkan sikap disiplin dalam keluarga. Sedangkan dalam lingkungan sekolah, guru beserta stafnya dapat mengarahkan siswa dalam meningkatkan kedisiplinan melalui kegiatan belajar mengajar.

(3)

bangsa yang terhormat, Indonesia, perlu sekali memperhatikan pendidikan moral bagi generasi yang akan datang.

Untuk meningkatkan kedisiplinan siswa, seharusnya para orang tua memikirkan kembali posisinya dalam masyarakat. Jangan satu segi terlalu menonjol tetapi rumah tangga terlupakan dan mengakibatkan adanya perilaku aneh yang menimbulkan buah bibir orang lain, misalnya nampak sebagai seorang terpandang dalam masyarakat, tetapi anaknya menjadi seorang berandal dan meresahkan orang lain. Selain itu juga orang tua harus dapat mengembangkan pribadi anak-anaknya pada tahap permulaan, dalam hal ini memberikan pendidikan kepada anak-anaknya supaya menjadi manusia yang mempunyai kepribadian yang luhur dan disiplin yang kuat.

Hal ini sesuai dengan apa yang diharapkan dalam tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam GBHN yang isinya :

Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila bertujuan untuk meningkatkan kwalitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti yang luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat jasmani dan rohani. ( GBHN 1988 )

(4)

B. Rumusan dan Pembatasan Masalah

1. Rumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut :

a. Bagaimana pengaruh keluarga dan lingkungan sekolah dalam upaya mengembangkan sikap disiplin siswa.

b. Sejauh manakah perangan orang tua dan guru dalam mengembangkan sikap disiplin siswa.

c. Kegiatan apakah yang dapat mengembangkan sikap disiplin siswa, baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan keluarga dan masyarakat.

2. Pembatasan Masalah

Membatasi masalah yang diteliti dalam penelitian ini hanya akan membahas tindakan-tindakan siswa yang tidak disiplin dan bagaimana cara menanggulanginya, dalam hal ini penulis tidak akan membahas hal-hal yang menyangkut kondisi sekolah dan prestasi belajar siswa.

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi yang erat kaitannya dengan masalah peningkatan kedisiplinan siswa di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Secara khusus penelitian ini bertujuan :

(5)

2. Mengetahui sejauh mana peranan orang tua dan guru dalam mengembangkan kedisiplinan.

3. Mengetahui kegiatan apa yang dilakukan oleh orang tua dan guru dalam mengembangkan kedisiplinan siswa yang tidak disiplin.

D. Aanggapan Dasar dan Hipotesis

1. Anggapan Dasar

Yang dimaksud dengan anggapan dasar menurut Winarno Surakhmad ( 1982 : 63 ) adalah :

“Di dalam suatu penelitian dibutuhkan sesuatu anggapan dasar dimana anggapan dasar merupakan titik tolak penelitian berupa suatu pendapat yang tidak perlu dibuktikan kebenarannya”.

Penelitian ini bertitik tolak dari anggapan dasar sebagai berikut :

1. Peranan orang tua dan guru dalam membimbing siswa perlu dilakukan secara aktif, baik di rumah maupun di sekolah, maka usaha untuk mengembangkan sikap disiplin siswa akan mudah tercapai.

2. Melalui kegiatan-kegiatan positif yang dilakukan siswa di lingkungan keluarga maupun di lingkungan sekolah, maka siswa dapat mengembangkan sikap disiplin, baik di rumah maupun di sekolah.

2. Hipotesis

(6)
(7)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Disiplin Sekolah

1. Pengertian Disiplin

Disiplin begitu penting bagi semua kegiatan kelompok yang terorganisir. Para anggota harus mengendalikan keinginan pribadi masing-masing dan bekerja sama untuk kebaikan bersama. Dengan kata lain mereka harus mengikuti dengan layak tata perilaku yang ditetapkan oleh pemimpin organisasi, sehingga tujuan-tujuan yang telah disepakati itu bisa dicapai. Disiplin mengandung maksud bahwa para anggota suatu organisasi, apakah itu suatu perkumpulan, kantor, perusahaan, pemerintahan atau sekolah, harus mematuhi peraturan atau hukum yang telah ditetapkan oleh organisasi, apabila tidak maka organisasi itu akan menghadapi keruntuhan yang sukar dihindari. Kata disiplin berasal dari bahasa latin “disciplana” yang berarti : “Latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat”. ( Brigjen TNI Amiroeddin Syarif, SH., 1983 : 11 ). Kata disiplin mengandung arti :“Sebagai pedoman dan pemberian kepastian berpijak”. ( Muh. Said 1989 : 87 ).

Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan disiplin tersebut perlu dilihat dari kenyataan-kenyataan yang dapat kita temui di dalam kehidupan manusia.

(8)

Istilah “disiplin” mengandung banyak arti. Good’s dictionary of Education menjelaskan disiplin sebagai berikut :

1. Proses atau hasil pengarahan atau pengendalian keinginan, dorongan atau kepentingan demi suatu cita-cita atau untuk mencapai tindakatn yang lebih efektif.

2. Pencarian suatu cara bertindak yang terpilih dengan gigih, aktif, sekalipun menghadapi rintangan.

3. Pengendalian perilaku dengan langsung dan otoriter melalui hukuman dan atau hadiah.

4. Pengekangan dorongan, sering melalui cara yang tak enak dan menyakitkan. ( Prof. Dr. Oteng Sutisna, 1983 : 97 ) Sedangkan “disiplin sekolah” didefinisikan sebagai kadar karakteristik dan jenis keadaan serba teratur pada suatu sekolah tertentu atau cara-cara dengan mana keadaan teratur itu diperoleh; pemeliharaan kondisi yang membantu kepada efisiensi fungsi-fungsi sekolah.

Webter’s New World Dictionary memberikan sejumlah definisi kepada kata

“disiplin” itu, empat yang pokok diantaranya adalah :

1. Latihan yang mengembangkan pengendalian diri, karakter atau keadaan serba teratur dan efisien.

2. Hasil latihan serupa itu, pengendalian diri dan perilaku yang tertib., 3. Penerimaan atau kepatuhan terhadap kekuasaan dan kontrol. 4. Perlakuan yang menghukum atau menyiksa.

Definisi-definisi tersebut di atas menyarankan adanya dua pengertian pokok tentang disiplin.

- Pengertian pertama : Proses atau hasil pengembangan karakter, pengendalian diri, keadaan teratur dan efisiensial.

(9)

nama, yaitu ; disiplin negatif, disiplin otoriter ( Administrasi Pendidikan, 1983 : 98 )

Berdasarkan uraian di atas, maka pengertian disiplin dibagi menjadi dua pengertian, yaitu :

a. Disiplin positif

Pendekatan positif terhadap disiplin menciptaan suatu sikap dan iklim organisasi dimana para anggotanya mematuhi peraturan-peraturan yang perlu dari organisasi tersebut atas kemauan sendiri, baik selaku perorangan maupun kelompok, patuh pada tata tertib, karena mereka memahami, meyakini dan mendukungnya. Mereka berbuat begitu karena mereka menghendakinya, bukan karena takut akan akibat-akibat dari ketidakpatuhannya.

b. Disiplin negatif

Pendekatan negative terhadap disiplin menggunakan kekuasaan dan kekuatan. Hukuman diberikan kepada pelanggar peraturan untuk menjerakan dan untuk menakutkan orang lain, sehingga mereka tidak akan berbuat kesalahan yang sama. Singkatnya, pendekatan jenis disiplin ini menekankan pada penghindaran hukuman, tidak pada kerja sama yang bergairah, yang tulus ikhlas. ( Oteng Sutisna, 1983 : 98-99 )

Dalam hubungannya dengan pendidikan formal, Tatang Kartadinata ( 1986 : 103 ) mengemukakan :

“Dalam arti luas disiplin mencakup setiap pengaruh yang ditujukan untuk membantu siswa agar dia dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan dan juga penting tentang cara-cara menyelesaikan tuntutan yang mungkin ingin ditujukan siswa terhadap lingkungannya”.

(10)

diterima dalam upaya memelihara kepentingan bersama. Di lingkungan sekolah untuk berupaya memelihara kelancaran tugas-tugas sekolah. Keuntungan lain dari adanya pengembangan disiplin di sekolah adalah siswa belajar hidup dengan pembiasaan yang baik, positif dan bermanfaat bagi diri dan lingkungannya.

Menegakkan disiplin tidak bertujuan untuk mengurangi kebebasan atau kemerdekaan seseorang atau siswa, akan tetapi sebaliknya untuk memberikan kemerdekaan yang lebih besar kepada seseorang atau siswa dalam batas-batas normatif yang dia miliki.

Akan tetapi bila kebebasan siswa atau individu terlampau dikurangi, dikekang dengan peraturan, maka dia akan mencari penyaluran atau mengalami frustasi dan kecemasan. Di sekolah misalnya, disiplin banyak digunakan untuk mengontrol tingkah laku siswa yang dikehendaki agar tugas-tugas sekolah dapat berjalan dengan optimal.

Tujuan disiplin adalah untuk melatih kepatuhan dengan jalan melatih cara-cara berperilaku yang legal dan beraturan, tetapi tujuan disiplin yang hakiki ialah untuk ketetapan kemauan dan kegiatan yang berorientasi pada masyarakat.

2. Pengertian Sekolah

Sebagai pusat pendidikan formal, sekolah lahir dan berkembang demi pemikiran efesiensi dan efektivitas di dalam pemberian pendidikan kepada warga masyarakat. Lembaga pendidikan atau sekolah, lahir dan tumbuh untuk masyarakat. Pengertian sekolah menurut Sanafiah Faisal adalah :

(11)

Fungsi pemberian pendidikan, memang bukan sepenuhnya dan memang tidak mungkin diserahkan sepenuhnya kepada lembaga persekolahan, sebab pengalaman belajar pada dasarnya bisa diperoleh di sepanjang hidup manusia, kapanpun dan dimanapun, termasuk di lingkungan keluarga dan masyarakat itu sendiri.

Sekolah merupakan lembaga sosial yang tumbuh dan berkembang dari dan untuk masyarakat. Lembaga sosial formal tersebut, bisa disebut sebagai suatu organisasi, yaitu terikat pada tata aturan formal, mempunyai program dan mempunyai target atau sasaran yang jelas serta memiliki struktur kepemimpinan penyelenggaraan atau pengelolaan yang pasti dan resmi. Karena itu, fungsi sekolah terikat kepada target atau sasaran-sasaran yang dibutuhkan oleh masyarakat itu sendiri.

Istilah masyarakat di sini, di dalamnya termasuk orang tua, pemerintah dan lembaga-lembaga sosial lainnya yang berkepentingan dengan hasil pendidikan. Dengan demikian pendidikan diberikan melalui banyak lembaga dan tugas itu tidak merupakan monopoli sekolah, maka perlu dipelajari dalam hal apa saja sekolah itu merupakan sesuatu yang khas dan dapat dibedakan dari lembaga-lembaga pendidikan yang lain.

Sekolah menurut R. Iyeng Wiraputra, M.Sc. adalah mempunyai dua kekhususan, yaitu :

a. Sekolah merupakan suatu lembaga sosial yang direncanakan dan diakui untuk mencapai tujuan tertentu dan tidak bersifat insidential.

b. Tujuan utama dan khas ialah mendidik. ( R. Iyeng Wiraputra, M.Sc., 1987 : 46 )

3. Pengertian Disiplin Sekolah

(12)

menjamin kepentingan-kepentingan terhadap bahaya di dalam lingkungan masyarakat. Namun apabila peraturan-peraturan tersebut sudah tidak ditaati, maka akan timbul kegelisahan-kegelisahan yang tidak bisa diatasi. Muh. Said ( 1989 ) menyatakan :

“Tugas sekolah sebagai salah satu masyarakat pendidikan ialah untuk mempengaruhi generasi muda dengan perilaku yang diakui dan mengikat supaya tujuan utama dari masyarakat dapat dibantu dan diwujudkan. Denagan jalan begini masyarakat dapat meneruskan dan dapat mengembangkan kelangsungan hidupnya. Untuk menjalankan tugasnya diadakan pengorganisasian dengan penentuan wewenangnya, program komunikasinya, pengawasan, sanksi-sanksi bagi para anggota kelompoknya berupa tata tertib yang belaku di sekolah tersebut”. ( Ilmu Pendidikan, 1989 : 166)

Tata tertib yang berlaku di lembaga-lembaga pendidikan merupakan salah satu contoh disiplin di sekolah dengan maksud untuk mengatasi segala permasalahan yang mungkin timbul di sekolah. Maka setiap lembaga pendidikan menyediakan tata tertib di sekolah agar menjamin terjadinya proses belajar mengajar yang berhasil dan berdaya guna. M. Ngalim Purwanto, mengatakan :

“Disipin di sekolah merupakan titik pusat dalam memberikan pendidikan di sekolah, dalam membentuk manusia seutuhnya, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang terkandung dalam GBHN : Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila, bertujuan untuk menngkatkan ketaqwaan terhada Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kecerdasan dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air dan agar dapat membangun manusia-manusia pembangunan, yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”. (M. Ngalim Purwanto, 1989 : 160 )

(13)

lagi pendidikan secara lebih jauh kepada anak-anaknya, seperti diungkapkan di bawah ini :

“Sekolah didirikan oleh masyarakat atau negara untuk membentuk dan memenuhi kebutuhan keluarga yang sudah tidak mempu lagi memberikan bekal persiapan hidup bagi anak-anaknya, untuk mempersiapkan anak-anaknya agar hidup cukup bekal dengan kepandaian dan kecakapan dalam masyarakat yang modern yang tertib yang harus dipatuhi oleh siswanya, karena tujuan tata tertib sekolah itu adalah untuk mendidik para siswa. Tata tertib yang berlaku di setiap lembaga pendidikan adalah untuk memberikan ketegasan dan kepastian bagi setiap siswa yang melanggarnya, begitu juga merupakan suatu hak dan kewajiban yang harus ditaati sesuai dengan ketentuan yang belaku.

“Sekolah adalah untuk anak remaja, dan peranan pendidikan hendaknya didesain bagi mereka. Jika mereka hendak menerima perhatian sepenuhnya pada setiap tingkat perkembangan mereka, sekolah harus menyediakan program pelayanan murid yang selengkap mungkin”. ( Oteng Sutisna, 1983 : 65 )

Sekolah sebagai tempat terjadinya proses belajar mengajar. Apa yang dimaksud dengan belajar ?

“Belajar adalah perubahan dalam disposisi atau kesanggupan yang berlaku selama waktu tertentu dan tidak dapat dinyatakan sebagai proses pertumbuhan”. ( Robert M. Gagne, 1989 : 91 )

(14)

Mengajar tidak identik dengan penyampaian sesuatu/konsep dan bukan semata-mata bicara atau khotbah di muka kelas. Juga bukan memberikan perintah kepada siswanya dan janganlah menafsirkan mengajar adalah berdiri di muka kelas atau menjadi komandan yang maha tahu, maka kuasa bagi siswa-siswanya, tetapi mengajar dapat diartikan sebagai :

a. Seluruh upaya dan

penampulan guru dalam menyampaikan stimulus/stimuli pengajaran.

b. Serentetan kegiatan atau

suasan interaksi/transaksi/dialog siswa dengan guru melalui sejumlah media pengajaran.

c. Sejumlah penampilan guru

di muka para siswanya di kelas. ( Ahnad Kosasih Djahari, 1988 : 94 )

Dari kedua pendapat di atas, pada hakekatnya sama, yaitu berbagai upaya mendewasakan anak/siswa, di antara sikap dewasa itu adalah sikap disiplin, yaitu mematuhi peraturan-peraturan yang ada di sekolah. Contoh-contoh disiplin di sekolah :

a. Siswa harus mengikuti upacara yang diadakan setiap hari Senin sebelum pelajaran dimulai.

b. Siswa harus hadir di sekolah paling lambat 10 menit sebelum pelajaran dimulai.

c. Siswa diharuskan masuk dengan tertib dan teratur.

d. Pada waktu istirahat siswa dilarang berada di ruang kelas, kecuali yang sedang menjalankan tugas kebersihan.

e. SIswa diperbolehkan pulang setelah pelajaran selesai.

f. Siswa harus senantiasa memelihara dan menjaga kebersihan dan kerapihan sendiri.

(15)

h. Setiap siswa wajib membayar SPP melalui Tata Usaha/Bedahara yang ditunjuk oleh Kepala Sekolah.

Apabila siswa tidak mematuhi peraturan-peraturan tersebut maka siswa akan mendapat sanksi (hukuman) baik dari guru maupun dari kepala sekolah.

4. Sanksi-sanksi Terhadap Pelanggaran

Dalam suatu ketentuan atau peraturan selalu harus diimbangi dengan sanksi. Sanksi adalah sama dengan hukuman bagi siapa yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang sudah ditetapkan. Agar peraturan dapat ditegakkan dan mempunyai kekuatan yang memaksa, artinya tidak boleh tidak harus dipatuhi oleh seluruh lapisan masyarakat yang terikat oleh peraturan tersebut. Demikian juga dengan tata tertib dan sanksi yang terdapat dalam lingkungan persekolahan.

Sanksi atau hukuman yang merupakan suatu alat untuk mencegah agar setiap manusia yang terikat oleh peraturan itu, berusaha untuk tidak melanggarnya dan diharapkan adanya kesadaran pada setiap manusia yang terikat oleh peraturan itu dan tata tertib tersebut, sehingga dapat menyadari bahwa pelanggaran itu tidak baik.

Hukuman adalah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang (orang tua, guru, penegak hukum dan lain sebagainya), sesudah terjadi pelanggaran, kejahatan atau keselahan. Sanksi dijatuhkan atas perbuatan jahat atau buruk yang telah dilakukan. ( M. Ngalim Purwanto, 1987 : 236 )

Maksud orang memberikan hukuman itu bermacam-macam, dan hal ini sangat erat dengan pendapat orang tentang teori-teori hukum :

a. Teori Perbaikan

Menurut teori ini hukuman diadakan untuk membasmi kejahatan. Jadi maksud hukuman ini ialah untuk memperbaiki si pelanggar agar jangan berbuat kesalahan seperti itu lagi. Teori ini lebih bersifat pedagogis, karenanya bermaksud memperbaiki si pelanggar, baik lahiriyah maupun batiniah.

(16)

Menurut teori ini hukuman dilakukan untuk melindungi masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang tidak wajar. Dengan adanya hukuman ini masyarakat dilindungi dari kejahatan-kejahatan yang dilakukan si pelanggar.

c. Teori Pembalasan

Menurut teori ini hukuman diberikan sebagai suatu pembalasan terhadap kelalaian atau pelanggaran yang telah dilakukan oleh seseorang, sehingga teori ini tidak tepat untuk dipakai dalam pendidikan sekolah.

d. Teori ganti rugi

Menurut teori ini hukuman diadakan untuk mengganti kerugian-kerugian yang telah diderita akibat perbuatan-perbuatan kejahatan pada pelanggaran itu. Teori ini banyak digunakan dalam masyarakat atau pemerintahan. ( M. Ngalim Purwanto, 1987 : 238 )

Hukuman atau sanksi hendaknya berfungsi sebagai pendidikan dan harus bersifat mendidik, hal ini sesuai pula dengan pendapat dari Prof. Dr. Lengeveld ( 1987 :245 ), yang menyatakan bahwa :

“Hukuman itu tidak boleh bersifat balas dendam si anak yang mendapat duka cita, hukuman harus mengetahui bahwa yang menghukum juga merasakan duka citanya, suatu duka cita yang ditimbulkan si anak meskipun tidak dihilangkan sama sekali, karena duka cita si anak maka hubungan yang renggang antara pendidik harus sanggup mengampuni dengan kerelaan hati untuk membawa anak yang bersedih kepada alamnya, atau kepada keadaan semula”.

Dalam proses pendidikan, hukuman itu penting, karena sifatnya untuk mendidik, sehingga anak didik menyadari sepenuhnya bahwa perbuatan-perbuatan itu tidak baik dan dapat menghindari perbuatan-perbuatan yang tidak baik tersebut.

5. Penanggulangan Pelanggaran Disiplin

(17)

merupakan usaha penanggulangan pelanggaran disiplin. Contoh alat untuk menanggulangi pelangaran disiplin :

a. Interest-invertory, merupakan cara sederhana yang dapat dibuat oleh guru. Alat ini berupa sejumlah pertanyaan tentang buku apa yang mereka senangi, hobby favorit apa yang siswa kerjakan kalau punya waktu senggang, acara apa yang paling disenangi dari siaran TV, guru yang paling disenangi, dan sebagainya.

b. Sosiogram, yang dibuat dengan maksud untuk melihat bagaimana persepsi mereka dalam rangka hubungan sosial pishikologis dengan teman-temannya. c. Feedback letter, dimana siswa diminta untuk membuat satu karangan atau

satu surat tentang perasaan mereka terhadap sekolahnya, apa yang disukainya pada hari pertama masuk sekolah. ( Tatang Kartadinata, 1986 : 106 )

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Siswa

Disiplin merupakan salah satu nilai yang menentukan tingkat moral seseorang, terutama kaitannya dengan kepentingan bersama, termasuk kepentingan bangsa dan negara yang kita kenal dengan Disiplin Nasional. Timbulnya sikap disiplin dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama faktor lingkungan, faktor pembawaan ada namun relatif kecil.

Lingkungan yang mempengaruhi nilai-nilai seorang siswa, termasuk sikap berdisiplin, dapat dibagi ke dalam : lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Pengaruh ketiga lingkungan tesebut tidak berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan dan salah satunya mungkin paling dominan.

1. Faktor Lingkungan Keluarga

(18)

berada di tengah-tengah orang tua yang tidak rukun. Anak-anak yang gelisah dan cemas itu mudah tergoda kepada perbuatan-perbuatan yang merupakan ungkapan rasa hatinya, biasanya mengganggu ketentraman orang lain.

Demikian juga halnya dengan anak-anak yang merasa kurang mendapat perhatin, kasih sayang dan pemeliharaan orang tua, mereka akan mudah mencari kepuasan di luar rumah.

Kenakalan seorang anak akibat dari latar belakang yang serba semrawut, sebaliknya faktor keluarga sebagai faktor dasar dalam pembentukan pribadi anak-anak, benar-benar harmonis. Kendali seorang anak berasal dari keluarga. Keluarga merupakan basis yang maha penting dalam menanggulangi kenakalan anak. Sedangkan sekolah hanya sekedar faktor penunjang. Jadi jangan terlalu berharap dari sekolah sebelum dasar ini kukuh ditanamkan. ( Henkie Liklikuawata, 1989 : 128 )

Mengenai sebab-sebab timbulnya tindakan tidak disiplin yang berasal dalam keluarga, dikemukakan oleh Sofyan Wills, 1981 : 62-64, yaitu :

a. Kehidupan keluarga yang tidak harmonis.

b. Anak kurang mendapat kasih sayang dari orang tuanya, sehingga hal yang amat dibutuhkan itu terpaksa dicari di luar rumah.

c. Lemahnya keadaan ekonomi orang tua, telah menyebabkan tidak mampu mencukup kebutuhan anak-anaknya.

Demikian uraian di atas menunjukkan betapa pentingnya dan betapa besarnya pengaruh dan peran keluarga terhadap sikap dan perilaku seorang anak, termasuk sikap indisipliner dan kenakalan remaja.

2. Faktor Lingkungan Sekolah

(19)

Khusus mengenai tugas kurikuler, maka sekolah berusaha memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didiknya sebagai bekal untuk kelak jika anak dewasa dan terjun ke masyarakat. Akan tetapi tugas kurikuler saja tidaklah cukup untuk membina anak menjadi dewasa yang bertanggung jawab. Dalam hal ini peranan guru sangat diperlukan.

Sekolah merupakan masyarakat kecil bagi anak. Di lingkungan sekolah, anak terlatih bergaul dengan sesamanya. Dalam rangka menjadi anggota masyarakat yang baik, kepada anak diberikan teori serta prakteknya yang menyangkut moral, mental dengan perasaan sosialnya, termasuk di dalamnya sikap berdisiplin. Apa yang dididikkan kepada anak diketengahkan oleh M. Ngalim Purwanto ( 1987 : 218 ), di antaranya :

a. Anak-anak dibiasakan datang dan pergi ke sekolah tepat pada waktunya : masuk dan keluar pada waktunya.

b. Anak-anak diajar bekerja perorangan maupun berkelompok, dalam hal ini perasaan tanggung jawab pada anak harus dipupuk.

c. Anak-anak diajar bergaul dan menyesuaikan diri dengan anak-anak lain di sekolah.

Sekolah merupakan suatu sistem, terdiri dari berbagai komponen yang satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi, seperti guru, kondisi sarana, kurikulum dan lain-lain yang kesemuanya menentukan hasil belajar siswa. Di antara hal-hal tersebut ada yang berkaitan dengan sikap moral, khususnya nilai disiplin. Hal-hal yang dapat mendorong seorang siswa bersikap tidak disiplin, di antaranya :

a. Mutu guru tidak sesuai dengan tuntutan sebagai pendidik, akibatnya guru dalam menjalankan tugasnya hanya menyampaikan ilmu saja tanpa memperhatikan perubahan tingkah laku yang terjadi pada anak didik. Hal ini mendorong timbulnya tindakan indisipliner pada siswa di sekolah. Misalnya : tidak punya minat untuk menjadi guru atau kondisi sosial ekonomi guru sangat minim.

(20)

c. Kurang kompaknya guru-guru dalam menyampaikan norma-norma pendidikan di sekolah, menyebabkan adanya pilih kasih di antara siswa di sekolah. Hal ini bisa mendorong timbulnya tindakan indisipliner siswa di sekolah.

d. Kurang nya tenaga pendidikan, mengakibatkan sering terjadi waktu kosong bagi anak didik, karena guru sering absent. Hal ini dapat mendorong siswa untuk melakukan tindakan indisipliner.

e. Kurang tegasnya kepala sekolah dalam menindak anak yang melakukan tindakan indisipliner, sehingga mengakibatkan kebiasaan pada siswa untuk selalu melakukan tindakan yang bertentangan dengan tata tertib. ( Sofyan Wills, 1981 : 72 ) pribadinya. Pendapat Brighman yang dikutip oleh Oten Sutisna ( 1985 : 144 ) :

“Masyarakat adalah tempat dimana hidup sejumlah kelompok manusia yang mempunyai ketentuan dan peraturan hidup yang disepakati bersama dan berkembangnya norma-norma yang berlainan di dalamnya. Lingkungan dan hubungannya dengan pembawaan atau pengaruh lingkungan terhadap pendidikan manusia, merupakan penyebab dan akibat dari cara maupun efek pasif yang eksistensinya tidak dapat dilepaskan dari lingkungan”.

Interaksi antara menusi menyebabkan adanya kehidupan masyarakat. Bentuk-bentuk interaksi ini kemudian mewarnai kondisi sosial dalam kehidupan masyarakat. Dalam proses interaksi ini dapat ditemukan berbagai sifat hubungan antar manusia, mulai dari hubungan yang sangat intim, agak renggang, malahan kadang kala hubungan dalam arti benturan antar kelompok kepentingan yang satu dengan yang lainnya.

(21)

dalam lingungan masyarakat. Banyak hal-hal yang terdapat di lingkungan masyarakat yang dapat menimbulkan kesulitan dalam menyesuaikan diri anak dan perkembangannya. Pengaruh pergaulan bebas dan kekerasan serta tingkah laku yang bertentangan dengan Pancasila, menimbulkan hal-hal negatif bagi anak-anak dan remaja.

Faktor lingkungan masyarakat merupakan penunjang dalam pembenrukan kepribadian siswa, tetapi juga merupakan faktor yang menyebabkan kemungkinan timbulnya perbuatan-perbuatan indisipliner pada siswa, seperti diungkapkan oleh Sofyan Wills (1981 : 65-68 ), yang menyatakan sebagai berikut :

a. Kurangnya ajaran-ajaran agama secara konsekuen dalam masyarakat. b. Masyarakat yang kurang memperoleh pendidikan.

c. Kurangnya pengawasan terhadap anak. d. Pengaruh-pengaruh/norma dari luar (asing).

Faktor lingkungan yang bernafaskan agama sangat besar artinya dalam mendorong anak untuk berkembang jadi manusia yang taat melaksanakan kewajiban yang dibebankan dalam agama bagi pemeluknya, dan ini akan mendorong siswa untuk mengembangkan kepribadiannya, ke arah pribadi yang positif.

C. Pembinaan Terhadap Siswa

(22)

Pada dasarnya dalam pelaksanaan pembinaan terjadi proses komunikasi yang timbal balik secara formal maupun non formal. Pola dasar pembinaan dan pengembangan generasi muda dikemukakan oleh Direktorat Jendral PLSPO Depdikbud ( 1980 : 61 ) sebagai berikut :

“Pembinaan dan pengembangan pada dasarnya adalah upaya pendidik baik formal maupun non formal yang dilaksanakan secara sadar, berencana, terarah dan teratur serta tanggung jawab dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan, membimbing serta mengembangkan suatu dasar-dasar kepribadian yang seimbang, utuh dan selaras. Pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan bakat, kecerdasan, keinginan serta kemampuan-kemampuan sebagai bekal untuk melanjutkan atas prakarsa sendiri, menambah, meningkatkan dan mengembangkan dirinya, sesame maupun lingkungan ke arah tercapainya martabat, mutu dan kemampuan manusia yang optimal dan pribadi yang mandiri”.

Pembinaan terhadap siswa adalah tugas utama yang bersifat mutlak. Oleh karena itu peran keluarga, sekolah dan masyarakat sangat diperlukan. Bimbingan dan pembinaan terhadap siswa dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

1. Pembinaan khusus dalam keluarga

Secara prinsipal keluarga adalah lembaga pertama yang melakukan pembinaan terhadap anak, karena itu keluargalah yang meletakkan pondasi bagi hari depan anaknya. Selain itu juga fungsinya sebagai lingkungan utama generasi muda, yang faktor-faktor kondisional dan situasional lingkungannya dapat memberi pengaruh menguntungkan atau merugikan pertumbuhan dan perkembangan generasi muda. Oleh karena itu usaha-usaha pembinaan generasi muda penting sekali.

Tujuan dari pembinaan keluarga itu adalah :

(23)

b. Tujuan umum, agar supaya anak (generasi muda) mendapatkan suatu lingkungan keluarga yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak dalam rangka pembangunan nasional secara konperhensip. (Simanjuntak B., S.H., Drs., 1990 : 66 )

Sasaran operasi pembinaan meliputi keluarga-keluarga di lingkungan masyarakat pedesaan maupun di lingkungan masyarakat kota, baik keluarga-keluarga yang tergolong kaya, menengah maupun miskin. Perhatian yang lebih, dicurahkan pada pembinaan keluarga-keluarga di daerah.

Materi operasi pembinaan meliputi :

a. Usaha-usaha penyuluhan, bimbingan dan pendidikan kesejahteraan keluarga.

b. Usaha konsultasi masalah-masalah keluarga dan masalah-masalah anak.

c. Usaha menerbitkan peraturan perundang-undangan tentang kesejahteraan keluarga.

d. Usaha perlindungan dan jaminan sosial serta asistensi sosial. e. Usaha peningkatan ekonomi keluarga.

f. Usaha pemenuhan kebutuhan perlengkapan dan persyaratan pembinaan anak dan remaja.

(24)

Pembinaan putra-putri adalah tugas keluarga yang bersifat mutlak. Oleh karena itu peran keluarga sangat diperlukan dengan bimbingan dan pembinaan yang terarah.

2. Pembinaan khusus pada Lembaga Pendidikan Formal/Sekolah

Lembaga pendidikan formal yang terdiri dari sekolah dan atau kursus, merupakan lembaga kedua yang melaksanakan pembinaan terhadap anak (generasi muda). Komplek sekolah atau kursus juga merupakan lingkungan kedua yang diharapkan berpengaruh baik pada perkembangan kepribadian anak. Walaupun sekolah atau kursus sebagai lembaga kedua dalam pembinaan anak (generasi muda) telah melakukan usaha-usaha pembinaan dengan penuh kesengajaan dan secara teratur, akan tetapi kekurangan-kekurangan masih banyak terdapat pada lembaga pendidikan formal tersebut, karena kompleksnya permasalahan.

Sasaran operasi pembinaan lembaga pendidikan formal adalah keseluruhan unsur pemerintahan dan masyarakat yang melakukan kegiatan-kegiatan yang telah terlembaga terutama dalam bentuk pendidikan persekolahan dari mulai tingkatan Taman Kanak-kanak (TK) sampai dengan Perguruan Tinggi (PT), kursus kejuruan/keahlian, sekolah agama dan pesantren.

Materi operasi pembinaan meliputi usaha-usaha sebagai berikut :

a. Intensifikasi penerangan terhadap keluarga dan anak pada khususnya ; masyarakat pada umumnya, tentang tujuan pendidikan, sistem pendidikan yang berlangsung, masalah–masalah pendidikan dan kesepakatan pendidikan yang dapat ditempuh.

(25)

sekolah kejuruan dihubungkan dengan lapangan kerja yang ada dan dengan kemungkinan-kemungkinan kesempatan pendidikan yang dapat dibuka atau yang akan tersedia.

c. Peningkatan kemampuan guru sesuai dengan perkembangan dan perubahan ilmu dan teknologi, sesuai pula dengan perkembangan dan perubahan sosial yang berlangsung, sesuai pula dengan tuntutan kebutuhan yang juga berubah dan meningkat. Tidak kurang pula pentingnya usaha peningkatan pendapatan, pemenuhan kebutuhan perumahan, sandang dan pangan, serta kebutuhan perlengkapan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.

d. Meningkatkan dan melengkapi sarana dan prasarana pendidikan, baik untuk sekolah atau kursus, maupun untuk masyarakat pada umumnya, seperti misalnya : ekstensifikasi perpustakaan rakyat, penyediaan buku-buk pelajaran dan sebagainya.

e. Penyempurnaan kurikulum pendidikan (dalam arti luas) dan perbaikan sistem pendidikan yang dapat menjamin semakin majunya mutu pendidikan.

f. Mengembangkan dan meningkatkan pendidikan luar biasa, baik bagi golongan anak-anak yang menderita ketunaan, buta, tuli, bisu, lemah mental, cacat badan, maupun bagi golongan anak-anak yang brilyan/genius.

(26)

Melalui usaha-usaha yang dilakukan dalam pembinaan di sekolah diharapkan dapat meningkatkan sikap disiplin di sekolah. Oleh karena itu peranan sekolah sangat diperlukan dengan bimbingan dan pembinaan terarah.

3. Pembinaan khusus dalam masyarakat

Dalam rangka pembinaan anak didik, masyarakat mempunyai peranan penting dan tanggung jawab yang besar. Sebagai suatu kesatuan, masyarakat lembaga Pembina dan sekaligus pula sebagai lingkungan ketiga bagi anak (generasi muda).

Memperhatikan fungsi masyarakat tersebut yang mungkin dapat memberikan pengaruh yang baik maupun yang merugikan, maka dirasakan perlu adanya usaha-usaha pembinaan masyarakat.

Tujuan pembinaan masyarakat adalah agar dapat lebih fungsional dalam perannya sebagai Pembina maupun sebagai lingkungan yang dapat membawa serta mengantarkan anak ke arah perkembangan jasmani, rohano, sosial, dan moral yang sehat, serta berkemampuan dan bertanggung jawab dalam kegiatan pembangunan di masyarakat dan pembangunan bangsa dan negara pada umumnya.

Sasaran operasi pembinaan dalam masyarakat adalah keseluruhan masyarakat di desa dan di kota dan komponen-komponen dalam masyarakat yang mempunyai peranan atau pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak pada khususnya.

Komponen masyarakat itu antara lain :

a. Lembaga, badan dan organisasi masyarakat, organisasi olahraga, organisasi kesenian.

b. Kondisi dan situasi sosial budaya, sosial ekonomi dan sosial psikologi. c. Media massa, film, bacaan, gambar-gambar dan literatur-literatur

(27)

d. Tempat-tempat hiburan umum dengan bermacam-macam bentuk hiburannya, tempat-tempat rekreasi, lalu lintas dan kegiatan-kegiatan pengisi waktu luang. ( Simanjuntak, B., S.H., Drs., 1990 : 70-71 ) Untuk pembinaan masyarakat, materi yang diperlukan antara lain :

a. Penyuluhan dan bimbingan guna menyebarluaskan pengertian tentang masalah-masalah siswa serta pembinaan dan memotivasi masyarakat kepada peningkatan partisipasi dalam pembinaan generasi muda.

b. Bimbingan terhadap kegiatan masyarakat terarah kepada kegiatan yang terorganisir dan sistematik serta kontinyu dengan memperkuat sistem koordinasi, pendirian organisasi-organisasi olahraga, kesenian, kepemudaan, studi group, pramuka, perpustakaan dan sebagainya.

c. Menggerakkan pengarahan sumber-sumber dana dan fasilitas guna melengkapi dan atau menyediakan sarana dan prasarana pembinaan anak didik, perlu ada paling sedikit satu lapangan sepak bola dan fasilitas olahraga lainnya, fasilitas kesenian, untuk tiap-tiap desa di daerah pedesaan dan untuk tiap-tiap Rukun Warga di kota.

(28)

BAB III

LAPORAN HASIL PENELITIAN

A. Metode dan Teknik Penelitian

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Penulis memilih metode ini karena penelitiannya berkenaan dengan situasi yang ada pada saat ini dan penelitian ini bermaksud menggambarkan apa adanya.

Sedangkan untuk mengumpulkan data, penulis menggunakan teknik penelitian sebagai berikut :

1. Observasi, dalam teknik ini penulis langsung mengadakan penelitian ke lokasi yang akan dijadikan tempat penelitian.

2. Angket, dalam teknik ini penulis menggunakan angket yang disebarkan kepada siswa dan orang tua untuk mengumpulkan data.

3. Wawancara, dengan teknik ini penulis dapat mengetahui secara langsung dari guru tentang sebab-sebab siswa melakukan tindakan tidak disiplin.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Adapun yang dijadikan populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP N 3 Subang yang berjumlah 780 orang, guru 45 orang dan orang tua berjumlah 780 orang.

2. Sampel

(29)

sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti dinamakan sampel apabila kita bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil penelitian sampel.” Dalam penelitian ini, penulis mengambil sampel 25 % dari jumlah keseluruhan populasi, yaitu :

Siswa = 200 orang

Orang tua = 200 orang

Guru = 20 orang +

Jumlah = 420 orang

C. Persiapan Penelitian

Kegiatan yang dilakukan oleh penulis dalam persiapan penelitian terlebih dahulu mengadakan pra penelitian.

Langkah-langkah pra penelitian itu adalah sebagai berikut :

1. Instrumen penelitan disusun dalam bentuk angket untuk mengumpulkan data dari siswa dan bahan pertangaan untuk mewawancarai guru secara langsung.

2. Mempersiapkan persyaratan administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah jalannya penelitian.

(30)

D. Pengumpulan Data

Untuk memastikan agar data yang diperoleh sesuai dengan metode yang digunakan, maka perlu adanya komunikasi antara peneliti dengan yang diteliti. Adapun teknik yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah teknik komunikasi tidak langsung dengan menggunakan alat pengumpul data. Alat pengumpul data yang penulis gunakan antara lain :

a. Angket

Yang dimaksud dengan angket adalah seperti apa yang dikemukakan oleh Setya Yuwana Sudikin pada Penuntun Penyusunan Karya Ilmiah ( 1983 : 38 ), yaitu :

“Angket adalah teknik pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan yang disampaikan oleh peneliti kepada sejumlah responden secara tertulis untuk mendapatkan jawaban seperlunya dan sesudah diisi oleh responden daftar pertanyaan dan daftar isian diserahkan kembali pada peneliti”.

Adapun angket yang digunakan pada penelitian adalah angket bervariasi (dalam setiap item atau pertanyaan telah disediakan alternatif jawabannya).

b. Wawancara

Yang dimaksud dengan wawancara, menurut Setya Yuwana Sudikin pada Penuntun Penyusunan Karya Ilmiah ( 1983 : 42 ) adalah :

“Wawancara yaitu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu, merupakan proses tanya jawab lisan yang dilakukan dua orang atau lebih berhadapan secara fisik”.

Penulis menggunakan teknik wawancara tersebut bertujuan :

(31)

c. Observasi

Yang dimaksud dengan observasi adalah pengamatan secara langsung terhadap obyek yang diteliti guna memperoleh data yang obyektif.

d. Studi Dokumentasi

Studi Dokumentasi dimaksudkan untuk mengumpulkan sejumlah laporan dan data-data dari guru BP secara langsung mengenai perbuatan siswa yang tidak disiplin.

E. Pengolahan Data

Menentukan cara dan teknik pengolahan data merupakan langkah yang sangat penting. Hal ini dimaksudkan agar data yang diperoleh mempunyai arti dan akhirnya akan menghasilkan kesimpulan sebagai hasil penelitian.

Pada penelitian ini, data diolah dengan mempergunakan beberapa langkah teknik pengolahan sebagai berikut :

1. Pemeriksaan data, yaitu sebelum data diolah lebih lanjut, terlebih dahulu diperiksa agar tidak terjadi kekeliruan.

2. Tabulasi data, yaitu setiap data mentah yang didapatkan melalui teknik angket, dimasukkan pada kolom tabel sehingga setiap option alternatif jawaban dari selutuh responden dapat terlihat.

3. Perhitungan data, yaitu dengan menggunakan teknik pengolahan secara statistik dalam bentuk prosentase.

Pedoman yang digunakan untuk mencari prosentase adalah sebagai berikut : a. Menghitung jawaban sampel untuk setiap alternatif jawaban.

(32)

c. Menghitung prosentase jawaban sampel untuk setiap alternatif jawaban dengan menggunakan rumus :

F

P = x 100

N Keterangan :

P : Jumlah prosentase yang dicari F : Jumlah frekwensi jawaban N : Jumlah sampel penelitian 100 : Bilangan standar

4. Tafsiran data, yaitu menafsirkan hasil perhitungan data dalam bentuk kolom-kolom tabel untuk membuat konklusi atau kesimpulan sehingga data yang diperoleh jelas maksudnya.

Untuk mempermudah dalam mengambil kesimpulan, dalam penyajian hasil penelitan, penulis berpedoman pada hal-hal sebagai berikut :

100 % : Ditafsirkan seluruhnya 75 % : Ditafsirkan pada umumnya 51 % : Ditafsirkan sebagian besar 50 % : Ditafsirkan setengahnya

25 % : Ditafsirkan hampir setengahnya 1 % : Ditafsirkan sebagian kecil 0 % : Ditafsirkan tidak ada

(33)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Data Dari Siswa

TABEL I

Siswa suka belajar di rumah

No. Alternatif Jawaban F P %

1. Belajar 120 60

Kadang-kadang 60 30

Tidak pernah 20 10

J u m l a h 200 100

Data pada tabel 1 menunjukkan siswa suka belajar di rumah. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar (60 %) siswa belajar di rumah, hampir setengahnya (30 %) menyatakan kadang-kadang dan sisanya sebagian kecil (10 %) menyatakan tidak pernah belajar di rumah.

TABEL II

Kesulitan siswa dalam belajar

No. Alternatif Jawaban F P %

2. Selalu kesulitan 10 5

Kadang-kadang 124 62

Tidak pernah 66 33

J u m l a h 200 100

(34)

TABEL III

Bantuan dari orang tua saudara dalam belajar

No. Alternatif Jawaban F P %

Data pada tabel III menunjukkan bahwa sebagian kecil siswa, yaitu berturut-turut (9 %), (22 %) siswa menyatakan selalu dibantu dan pernah dibantu dan sebagian besar (54 %) siswa menyatakan sekali-kali dibantu, sedangkan sisanya sebagian kecil (15 %) siswa tidak pernah dibantu dalam belajar.

TABEL IV

(35)

Data pada tabel V menunjukkan bahwa sebagian besar guru (58 %) mengharuskan ikut belajar kelompok dan hampir setengahnya (31 %) menyatakan bila dianggap perlu, sedangkan sisanya sebagian kecil (11 %) guru tidak mengharuskan belajar kelompok.

TABEL VI

Perasaan siswa apabila tidak mengikuti belajar kelompok

No. Alternatif Jawaban F P %

6. Merasa rugi 120 60

Biasa-biasa saja 50 25

Acuh 30 15

J u m l a h 200 100

Data pada tabel VI menunjukkan bahwa sebagian besar siswa (60 %) merasa rugi apabila tidak mengikuti kelompok belajar, hampir setengahnya (25 %) menyatakan biasa-biasa saja sedangkan sisanya sebagian kecil (15 %) siswa bersikap acuh.

TABEL VII

Manfaat yang dapat diambil dari belajar kelompok

No. Alternatif Jawaban F P %

7. Menambah pengetahuan 134 62

Supaya pintar 38 19

Meningkat nilai 38 19

J u m l a h 200 100

(36)

TABEL VIII

Data pada tabel VIII menunjukkan adanya pengaruh belajar kelompok terhadap proses belajar. Pada tabel tersebut dapat dilihat hampir setengahnya (28 %) menyatakan adanya pengaruh tersebut dan sebagian kecil yaitu (18 %) menyatakan sedikit pengaruhnya, sedangkan hampir setengahnya (34 %) menyatakan banyak pengaruhnya dan tidak seorangpun (0 %) yang menyatakan tidak ada pengaruhnya.

TABEL IX

Orang tua mengharuskan ikut belajar kelompok

No. Alternatif Jawaban F P %

9. Ya 94 47

Kadang-kadang 82 41

Tidak pernah 24 12

J u m l a h 200 100

Data pada tabel IX menunjukkan bahwa hampir setengahnya yaitu berturut-turut (47 %), (41 %) siswa menyatakan orang tuanya mengharuskan dan kadang-kadang mengharuskan mengikuti belajar kelompok dan hanya sebagian kecil saja (12 %) orang tua tidak siswa yang tidak pernah mengharuskan belajar kelompok.

TABEL X

Sikap orang tua apabila tidak mengikuti belajar kelompok

No. Alternatif Jawaban F P %

10. Dimarahi 116 58

Dinasehati 24 12

Dibiarkan 60 30

(37)

Data pada tabel X menunjukkan sikap orang tua siswa apabila tidak mengikuti belajar kelompok, sebagian besar (58 %) orang tua memarahi dan sebagian kecil (12 %) siswa dinasehati, sedangkan sisanya, yaitu hampir setengahnya (30 %) menyatakan bahwa orang tuanya membiarkan.

TABEL XI

Peran guru dalam belajar kelompok

No. Alternatif Jawaban F P %

11. Berperan aktif 116 58

Kadang-kadang 58 29

Tidak pernah 26 23

J u m l a h 200 100

Data pada tabel XI menunjukkan peranan guru dalam kelompok belajar. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar (58 %) guru berperan aktif dan hampir setengahnya (29 %) siswa yang menyatakan kadang-kadang, sedangkan yang menyatakan guru tidak pernah berperan aktif hanya sebagian kecil (13 %).

TABEL XII

Sikap guru apabila siswa menemui kesulitan dalam belajar kelompok

No. Alternatif Jawaban F P %

12. Membantu 188 44

Memberikan bimbingan 112 56

Bersikap acuh 0 0

J u m l a h 200 100

(38)

TABEL XIII

Data pada tabel XIII menunjukkan bahwa hampir setengahnya (28 %) orang tua selalu sibuk, namun sebagian besar (46 %) menyatakan kadang-kadang dan sisanya sebagian kecil (24 %) orang tua siswa tidak sibuk dengan pekerjaannya.

TABEL XIV

Sikap dan perhatian orang tua dalam keluarga

No. Alternatif Jawaban F P %

14. Memperhatikan 148 74

Acuh 32 16

Tidak pernah 20 10

J u m l a h 200 100

Data pada tabel XIV menunjukkan sikap perhatian orang tua dalam keluarga. Pada tabel tersebut sebagian besar (74 %) orang tua memperhatikan, dan hanya sebagian kecil yaitu (16 %), (10 %) menyatakan bahwa orang tua acuh dan tidak pernah

(39)

bersama, sedangkan sebagian kecil sisanya (11 %) menyatakan tidak pernah berkumpul

Data pada tabel XVI menunjukkan adanya perhatian orang tua dalam masalah sekolah. Pada tabel tersebut dapat dilihat sebagian besar (59 %) orang tua selalu memperhatikan, sebagian kecil, yaitu berturut-turut (21 %), (20 %) menyatakan kadang-kadang dan tidak pernah memperhatikan.

TABEL XVII

Perhatian orang tua mengenai berangkat dan pulang sekolah

No. Alternatif Jawaban F P % memperhatikan, sedangkan sisanya sebagian kecil (16 %) tidak pernah memperhatikan.

TABEL XVIII

Jumlah yang bersekolah di tempat tinggal siswa

(40)

Data pada tabel XVIII menunjukkan bahwa sebagian besar (54 %) di lingkungan tempat tinggal siswa banyak yang bersekolah, sebagian kecil yaitu (14 %) jumlah yang sekolah sedikit dan (22 %) kurang, sedangkan sisanya sebagian kecil (10 %) menyatakan tidak ada yang sekolah.

TABEL XIX

Tempat tinggal siswa di daerah yang taat beragama

No. Alternatif Jawaban F P %

19. Taat 152 76

Kurang 48 24

Tidak 0 0

J u m l a h 200 100

Data pada tabel XIX menunjukkan bahwa pada umumnya (76 %) siswa berada di daerah yang taat beragama dan sisanya sebagian kecil (24 %) di daerah yang kurang taat, dan tidak ada seorangpun (0 %) yang berada di daerah yang tidak taat beragama.

TABEL XX

Kegiatan siswa dalam melakukan belajar bersama dengan teman yang bersekolah

No. Alternatif Jawaban F P %

20. Ya 66 33

Kadang-kadang 94 47

Tidak pernah 40 20

J u m l a h 200 100

(41)

TABEL XXI

Data pada tabel XXI menunjukkan bahwa siswa suka mengikuti pengajian. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa hampir setengahnya, yaitu berturut-turut (41 %), (47 %) menyatakan sering mengikuti dan kadang-kadang mengikuti pengajian rutin, sedangkan sisanya sebagian kecil (12 %) menyatakan tidak pernah mengikuti pengajian rutin.

Data pada tabel XXII menunjukkan bahwa setengahnya (50 %) siswa membantu orang tuanya dan sebagian kecil (22 %) yang menyatakan belajar di rumah, sedangkan sisanya hampir setengahnya (28 %) siswa mengisi waktu senggangnya dengan bermain.

TABEL XXIII

Teman siswa dalam mengisi waktu senggang di rumah

(42)

Data pada tabel XXIII menunjukkan bahwa hampir setengahnya, yaitu berturut-turut (28 %), (25 %) siswa mengisi waktu senggangnya dengan ayah dan ibu serta dengan adik/kakak dan hampir setengahnya pula (32 %) menyatakan bersama teman-teman, sedangkan sisanya sebagian kecil (15 %) mengisi waktu senggang dengan pacarnya.

TABEL XXIV

Orang tua memberi uang jajan untuk pergi ke sekolah

No. Alternatif Jawaban F P %

24. Ya 148 74

Kadang-kadang 32 16

Tidak pernah 20 10

J u m l a h 200 100

Data pada tabel XXIV menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua (74 %) memberi uang jajan kepada anaknya, dan hanya sebagian kecil, yaitu berturut-turut (16 %), (10 %) yang menyatakan kadang-kadang dan tidak pernah diberi uang jajan.

TABEL XXV

Uang jajan tersebut mencukupi

No. Alternatif Jawaban F P %

25. Cukup 112 56

Pas-pasan 52 27

Tidak cukup 36 18

J u m l a h 200 100

(43)

2. Data Dari Orang Tua Siswa

TABEL I

Peran orang tua dalam membina anak di rumah

No. Alternatif Jawaban F P %

Berdasarkan data pada tabel I menunjukkan bahwa sebagian besar (60 %) orang tua berperan aktif dan hampir setengahnya (30 %) menyatakan kalau ada waktu, sedangkan sisanya (10 %) orang tua tidak membina anak karena sibuk dan tidak seorangpun (0 %) yang menyatakan cukup oleh pembantu.

TABEL II

Perhatian bapak selaku kepala keluarga terhadap tingkah laku anak

No. Alternatif Jawaban F P %

Berdasarkan data pada tabel II menunjukkan bahwa setengahnya (50 %) bapak selalu memperhatikan anaknya, dan hampir setengahnya (44 %) menyatakan kadang-kadang, sedangkan sisanya (6 %) menyatakan tidak ada waktu untuk memperhatikan.

TABEL III

Orang tua membina anak dalam kegiatan belajar di rumah

No. Alternatif Jawaban F P %

3. Selalu membina 136 68

Kadang-kadang 64 32

Tidak pernah 0 0

(44)

Penafsiran :

Berdasarkan data pada tabel III menunjukkan sebagain besar (68 %) orang tua selalu membina anaknya, sedangkan sisanya (32 %) menyatakan kadang-kadang, dan tidak seorangpun (0 %) yang menyatakan tidak pernah membina.

TABEL IV

Orang tua membantu anak dalam kegiatan belajar

No. Alternatif Jawaban F P %

4. Suka membantu 100 50

Sering membantu 30 15

Kadang-kadang 24 12

Tidak pernah 16 8

J u m l a h 200 100

Penafsiran :

Berdasarkan data pada tabel IV menunjukkan bahwa setengahnya (50 %) orang tua suka membantu belajar anak-anaknya, hampir setengahnya (30 %) sering membantu dan sebagian kecil (12 %) orang tua menyatakan kadang-kadang membantu, sedangkan sisanya (8 %) menyatakan tidak pernah membantu.

TABEL V

Penyediaan tempat belajar khusus

No. Alternatif Jawaban F P %

5. Menyediakan 134 62

TIdak menyediakan 76 38

J u m l a h 200 100

Penafsiran :

(45)

TABEL VI

Tempat belajar tersebut, apakah memenuhi syarat?

No. Alternatif Jawaban F P %

6. Memenuhi 92 46

Kurang memenuhi 72 36

Tidak memenuhi 36 18

J u m l a h 200 100

Penafsiran :

Berdasarkan data tabel VI menunjukkan hampir setengahnya (46 %) tempat belajar itu memenuhi syarat, dan hampir setengahnya pula (36 %) menyatakan kurang memenuhi syarat, sedangkan sisanya (18 %) menyatakan tidak memenuhi syarat.

TABEL VII

Orang tua memenuhi kebutuhan belajar anak

No. Alternatif Jawaban F P %

7. Selalu memenuhi 140 70

Kalau ada uang 20 10

Kadang-kadang 40 20

Tidak pernah 0 0

J u m l a h 200 100

Penafsiran :

(46)

TABEL VIII

Anak ibu suka belajar di rumah

No. Alternatif Jawaban F P %

8. Suka 120 60

Kadang-kadang 56 28

Tidak perna 24 12

J u m l a h 200 100

Penafsiran :

Bedasarkan data pada tabel VII menunjukkan bahwa sebagian besar (60 %) anak suka belajar di rumah dan hampir setengahnya (28 %) yang menyatakan kadang-kadang, sedangkan sisanya (12 %) menyatakan anak tidak pernah belajar di rumah.

TABEL IX

Anak ibu mempunyai jadwal belajar

No. Alternatif Jawaban F P %

9. Ya 120 60

Tidak 80 40

J u m l a h 200 100

Penafsiran :

Berdasarkan data pada tabel IX menunjukkan bahwa sebagian besar (60 %) anak mempunyai jadwal belajar di rumah dan sisanya (40 %) menyatakan tidak mempunyai jadwal.

TABEL X

Orang tua menekankan anak untuk belajar

No. Alternatif Jawaban F P %

10. Selalu 120 60

Kadang-kadang 52 26

Tidak pernah 28 14

(47)

Penafsiran :

Berdasarkan data pada tabel X menunjukkan bahwa sebagian besar (60 %) orang tua selalu menekankan anaknya untuk belajar, kemudian hampir setengahnya (26 %) kadang-kadang, dan sebagian kecil (14 %) orang tua tidak pernah menekankan anaknya untuk belajar.

TABEL XI

Tindakan orang tua apabila anak tidak belajar

No. Alternatif Jawaban F P % tindakan orang tua menasehati, sebagian kecil (22 %) orang tua membiarkan dan sisanya (28 %) menyatakan orang tua memarahinya.

TABEL XII

Orang tua menanamkan sikap disiplin pada anak

(48)

TABEL XIII

Orang tua menanamkan sikap disiplin di rumah saja

No. Alternatif Jawaban F P %

13. Ya 52 26

Kadang-kadang 0 0

Tidak pernah 148 74

J u m l a h 200 100

Penafsiran :

Berdasarkan data pada tabel XIII menunjukkan bahwa hampir setengahnya (26 %) orang tua menjawab Ya, artinya sikap disiplin cukup diterapkan di rumah saja dan tidak ada seorangpun (0 %) yang menyatakan kadang-kadang, sedangkan sisanya (74 %) sebagian besar orang tua menyatakan bahwa tidak hanya di rumah saja sikap disiplin diterapkan.

TABEL XIV

Orang tua menerapkan sikap disiplin dalam belajar

No. Alternatif Jawaban F P %

14. Menerapkan 132 66

Bila perlu 68 24

Tidak pernah 0 0

J u m l a h 200 100

Penafsiran :

(49)

TABEL XV

Menerapkan sikap disiplin apakah hanya dalam belajar saja

No. Alternatif Jawaban F P %

15. Ya 68 34

Kadang-kadang 48 24

Tidak 84 42

J u m l a h 200 100

Penafsiran :

Berdasarkan data pada tabel XV menunjukkan bahwa hampir setengahnya (34 %) orang tua menjawab Ya, artinya sikap disiplin hanya diterapkan dalam belajar saja dan sebagian kecil (24 %) menyatakan kadang-kadang, sedangkan sisanya (42 %) menyatakan tidak, artinya sikap disiplin diterapkan tidak hanya dalam belajar saja, tetapi dalam kegiatan lainpun tetap diperlukan.

TABEL XVI

Dalam menerapkan sikap disiplin

orang tua selalu memberikan contoh yang baik

No. Alternatif Jawaban F P %

16. Selalu 92 46

Kadang-kadang 68 34

Tidak pernah 40 20

J u m l a h 200 100

Penafsiran :

(50)

TABEL XVII

Berdasarkan data pada tabel XVII menunjukkan bahwa hampir setengahnya (24 %) orang tua selalu mendikte anak dan (26 %) menyatakan kadang-kadang dan sisanya setengahnya (50 %) orang tua menyatakan tidak pernah mendikte anak.

TABEL XVIII

Tindakan orang tua apabila anak tidak disiplin di rumah atau di sekolah

No. Alternatif Jawaban F P %

Berdasarkan data pada tabel XVIII menunjukkan bahwa hampir setengahnya (26 %) anak diberi hukuman dan sebagian besar (54 %) orang tua menyatakan anak dinasehati, sedangkan sisanya yaitu sebagian kecil (20 %) menyatakan orang tua membiarkannya.

TABEL XIX

Orang tua membiarkan anak tidak disiplin di rumah dan di sekolah

No. Alternatif Jawaban

19. Ya 24 12

Kadang-kadang 52 26

Tidak 124 62

(51)

Penafsiran :

Berdasarkan data pada tabel XIX menunjukkan bahwa sebagian kecil (12 %) orang tua membiarkan anaknya tidak disiplin, dan hampir setengahnya (26 %) orang tua kadang-kadang membiarkannya, sedangkan sisanya yaitu ebagian besar (62 %) orang tua menyatakan tidak membiarkan anaknya tidak disiplin.

TABEL XX

Orang tua menentukan kegiatan-kegiatan yang dilakukan anak

No. Alternatif Jawaban F P %

Berdasarkan data pada tabel XX menunjukkan bahwa (50 %) menyatakan bila perlu orang tua menentukan dan sisanya sebagian kecil, yaitu berturut-turut (14 %) orang tua kadang-kadang menentukan dan (10 %) orang tua menyatakan tidak pernah menentukan kegiatan yang dilakukan anak.

TABEL XXI

Orang tua mendukung apabila anak mengikuti kegiatan di luar sekolah

No. Alternatif Jawaban F P %

(52)

TABEL XXII

Anak suka ikut kegiatan-kegiatan di lingkungan masyarakat

No. Alternatif Jawaban F P %

Berdasarkan data pada tabel XXII menunjukkan bahwa hampir setengahnya (26 %) anak selalu aktif dan sebagian besar (60 %) kadang-kadang, sedangkan sisanya yaitu sebagian kecil (14 %) anak tidak pernah mengikuti kegiatan di lingkungan masyarakat.

TABEL XXIII

Jenis kegiatan yang diikuti anak di lingkungan masyarakat

No. Alternatif Jawaban F P %

Berdasarkan data pada tabel XXIII menunjukkan bahwa sebagian kecil (18 %) anak mengikuti kegiatan kesenian, hampir setengahnya (26 %) mengikuti pengajian, (40 %) lagi anak memilih olahraga, sedangkan sisanya sebagian kecil (16 %) anak mengikuti kursus.

TABEL XXIV

Kegiatan yang diikuti siswa mendukung kegiatan belajar

No. Alternatif Jawaban F P %

24. Mendukung 52 26

Kadang-kadang 120 60

Mengganggu 28 14

(53)

Penafsiran :

Berdasarkan data pada tabel XXIV menunjukkan bahwa hampir setengahnya (44 %) kegiatan siswa mendukung, dan hampir setengahnya lagi (42 %) menyatakan kadang-kadang, sedangkan sisanya yaitu sebagian kecil (14 %) menyatakan mengganggu belajar.

TABEL XXV

Tindakan orang tua jika anak tidak mengikuti kegiatan yang sifatnya positif

No. Alternatif Jawaban F P %

25. Menegurnya 32 16

Memberikan dorongan 68 34

Menasehati 100 50

Mengacuhkan 0 0

J u m l a h 200 100

Penafsiran :

Berdasarkan data pada tabel XXV menunjukkan bahwa sebagian kecil (16 %) orang tua menegurnya, hampir setengahnya (34 %) memberikan dorongan dan sisanya (50 %) orang tua menasehati dan tidak seorangpun (0 %) yang menyatakan bahwa orang tua mengacuhkan anaknya apabila ia tidak mengikuti kegiatan yang positif.

B. Pembahasan

1. Pertanyaan yang berhubungan dengan orang tua, guru dan siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar, maka proses kedisiplinan siswa akan mudah tercapai.

(54)

dalam kegiatan belajar, sedangkan dalam masalah belajar pada tabel IV menunjukkan bahwa sebagian besar (63 %) siswa dalam belajar meminta bantuan kepada teman dan pada tabel V sebagian besar (58 %) menunjukkan bahwa guru mengharuskan siswa untuk ikut belajar kelompok guna meningkatkan prestasi belajar.

Dalam masalah sikap atau perasaan siswa, maka dapat dilihat pada tabel VI yang menunjukkan bahwa sebaian besar (60 %) perasaan siswa merasa rugi jika tidak ikut belajar kelompok bersama teman sekelasnya, dan pada tabel VII menunjukkan manfaat dari belajar kelompok sebagian besar (62 %) untuk menambah pengetahuan siswa di kelas dan di luar kelas, dan pada tabel VIII hampir setengahnya (48 %) siswa menyatakan ada pengaruh dari belajar kelompok terhadap proses belajar mengajar, sedangkan ada tabel IX dapat dilihat hampir setengahnya (47 %) orang tua mengharuskan siswa untuk ikut belajar kelompok dan pada tabel X menunjukkan sikap orang tua sebagian besar (58 %) memarahi anak apabila tidak mengikuti belajar kelompok, sedang pada tabel XI sebagian besar (56 %) menyatakan memberikan bimbingan pada siswanya yang menemui kesulitan dalam belajar.

(55)

Selanjutnya analisa data dari orang tua siswa. Pada tabel I sebagian besar (60 %) orang tua berperan aktif dalam membina anak di rumah dan di luar rumah, pada tabel II menunjukkan bahwa setengahnya (50 %) bapak selalu memperhatikan tingkah laku anak, pada tabel III sebagian besar (68 %) orang tua selalu membina anak dalam kegiatan belajar di rumah dan pada tabel IV setengahnya (50 %) orang tua suka membantu anak dalam kegiatan belajar di rumah, pada tabel V menunjukkan bahwa sebagian besar (62 %) orang tua menyediakan tempat belajar di rumah, sedangkan pada tabel VI hampir setengahnya (46 %) orang tua menyatakan bahwa tempat belajar yang tersedia memenuhi syarat untuk belajar.

Dalam masalah kebutuhan sekolah, dapat dilihat pada tabel VII yang menunjukkan bahwa sebagian besar (70 %) orang tua menyatakan selalu memenuhi kebutuhan belajar anak, baik di rumah maupun di sekolah, pada tabel VIII sebagian besar (60 %) orang tua berpendapat bahwa anaknya suka belajar di rumah dengan tekun, dan pada tabel IX sebagian besar (60 %) orang tua menyatakan anak mempunyai jadwal belajar di rumah, sedangkan masalah belajar pada tabel X sebagian besar (60 %) orang tua selalu menekankan untuk belajar di rumah, dan pada tabel XI menunjukkan bahwa setengahnya (50 %) tindakan orang tua memberikan nasehat pada anak jika anak tidak belajar.

(56)

Untuk menerapkan sikap disiplin pada anak, pada tabel XVI menunjukkan hampir setengahnya (46 %) orang tua selalu memberikan contoh yang baik, dan pada tabel XVII menunjukkan setengahnya (50 %) orang tua menyatakan tidak pernah mendikte anak untuk mematuhi peraturan yang ada di rumah, sedangkan pada tabel XVIII sebagian besar (54 %) orang tua menyatakan memberi nasehat pada anak jika anak tidak disiplin, baik di rumah maupun di luar rumah, dan pada tabel XIX sebagian besar (62 %) orang tua menyatakan tidak membiarkan anak tidak disiplin.

2. Pertanyaan yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan siswa yang dilakukan di lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah bersifat positif dan menunjang terhadap proses belajar mengajar, usaha pengembangan sikap disiplin anak didik akan mudah dicapai.

Pada tabel XX menunjukkan hampir setengahnya (47 %) menyatakan siswa kadang-kadang melakukan belajar bersama dengan teman yang berseolah di lingkungannya, dan pada tabel XXI kegiatan siswa hampir setengahnya (47 %) menyatakan kadang-kadang mengikuti pengajian, sedangkan pada tabel XXII menunjukkan siswa setengahnya (50 %) menyatakan suka membantu orang tua, dan pada tabel XXIII menunjukkan teman siswa dalam waktu senggang hampir setengahnya (32 %) menyatakan bersama teman-teman. Pada tabel XXIV sebagian besar (74 %) orang tua menjawab Ya, artinya setiap pergi ke sekolah anak diberi uang jajan, sedangkan pada tabel XXV sebagian besar (56 %) menyatakan bahwa uang jajan mereka mencukupi.

(57)

mendukung anak apabila mengikuti kegiatan di luar rumah. Sedangkan pada tabel XXII sebagian besar (60 %) orang tua menyatakan anak kadang-kadang mengikuti kegiatan di lingkungan masyarakat, dan pada tabel XXIII hampir setengahnya (40 %) menyatakan bahwa jenis kegiatan yang diikuti anak adalah olahraga.

Pengaruh dari kegiatan yang diikuti anak, dapat dilihat pada tabel XXIV yang hampir setengahnya (44 %) menyatakan mendukung terhadap belajar, sedangkan pada tabel XXV setengahnya (50 %) tindakan orang tua adalah memberi nasehat pada anak apabila tidak mengikuti kegiatan yang sifatnya positif, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.

C. Pengujian Hipotesis

Dalam pembahasan di atas, penulis memberikan penafsiran, baik siswa maupun orang tua yang berupa angket. Pada bagian ini penulis mencoba lebih lanjut mengolah data tersebut, baik dari siswa maupun dari orang tua, untuk dijadikan bahan perbandingan. Untuk jelasnya penulis akan menguji hipotesis dari siswa dan dari orang tua.

1. Hipotesis pertama

(58)

a. Data hasil angket dari siswa SMP N 3 Subang.

Tabel I : Membuktikan bahwa siswa sebagian besar (60 %) belajar di rumah, hampir setengahnya (30 %) menyatakan kadang-kadang, sisanya sebagian kecil (10 %) tidak pernah belajar. Tabel II : Membuktikan bahwa sebagian kecil (5 %) siswa menemui

kesulitan dalam belajar dan sebagian besar (62 %) menyatakan kadang-kadang, sisanya hampir setengahnya (33 %) menyatakan tidak pernah menemui kesulitan dalam belajar.

Tabel III : Membuktikan bahwa sebagian kecil siswa, yaitu berturut-turut (9 %), (22 %) siswa menyatakan selalu dibantu dan pernah dibantu, sebagian besar (54 %) siswa menyatakan sekali-kali dibantu, sedangkan sisanya sebagian kecil (15 %) siswa tidak pernah dibantu dalam belajar.

Tabel IV : Membuktikan bahwa sebagian kecil, yaitu berturut-turut (6 %), (14 %) siswa minta bantuan guru dan para siswa, sebagian kecil (17 %) siswa minta bantuan pada tetangga, sedangkan sisanya sebagian besar (63 %) menyatakan minta bantuan kepada teman.

Gambar

TABEL ISiswa suka belajar di rumah
TABEL IVBantuan belajar selain orang tua
TABEL VIIManfaat yang dapat diambil dari belajar kelompok
TABEL XSikap orang tua apabila tidak mengikuti belajar kelompok
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan saksi mahkota dengan mekanisme (splitsing) dalam proses pembuktian di sidang pengadilan bertentangan dengan asas non self incrimination yang secara

“ Karyawan bagian admin mampu membuat program kerja baru dan berhasil menyelesaikan masalah sendiri manakala terjadi problem solving pada pekerjaannya. Kemudian karyawan

45 Seperti halnya apabila seorang wali tidak mampu untuk melaksanakan kewajibannya sebagai wali nasab, yakni sebagai pihak yang diberi kewajiban untuk mengikrarkan

Apakah hasil belajar kimia aspek psikomotorik siswa yang diajar dengan menggunakan model Problem Based Learning dan media animasi lebih tinggi dibandingkan dengan

Seni dan Olahraga (Total JKEM bidang ini minimal 600 menit) No Subbidang, Program, dan Kegiatan

Belum genap setahun berlakunya perjanjian h idaibiyah sudah banyak bangsa Arab yang masuk Islam jauh leb h banyak dari 15 tahun sebelumnya (periode Makiyah). 12 Setelah clua

Gangguan pada hidung dapat di sebabkan bahan iritan diantaranya adalah udara dingin debu, uap, bau cat, polusi udara, tinta cetak, bau masakan, bubuk detergen, asap

Pertumbuhan jamur kemudian meluas keseluruh permukaan tubuh larva (Gambar 1). Pengamatan makroskopis dan mikroskopis jamur B.. Editor: Siti Herlinda et. Pertumbuhan