45
BAB III
SYARAT-SYARAT GURU PROFESIONAL
3.1 Profesi Guru sebagai Profesi yang Terbuka
Menurut pendapat para ahli, ada hal yang membedakan antara pekerjaan biasa (okupasi) dengan pekerjaan yang menuntut kemampuan profesional penuh. Perbedaan tersebut terletak pada beberapa karakteristik, diantaranya adalah kepemilikan kompetensi, sertifikasi, akreditasi, dan lisensi. Dengan adanya beberapa syarat tersebut, maka seorang Sarjana Pendidikan (S.Pd.) yang lulusan dari Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK), belum tentu dapat menjadi guru bila tidak punya persyaratan itu. Sejalan dengan menguatnya tuntutan derajad keprofesian dalam segala aspek kehidupan, pekerjaan dan jabatan; para pemangku jabatan dan pekerjaan di bidang kependidikan sibuk melakukan gerakan peningkatan kemampuan terutama dalam segi keahlian khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup yang bersangkutan (guru) serta menuntut keprofesionalan pada bidang tersebut.
46
Oleh sebab itu jabatan guru memerlukan beberapa persyaratan khusus, meskipun jabatan guru termasuk dalam kategori profesi terbuka yang dapat dimasuki oleh semua orang. Kriteria persyaratan yang disusun oleh National Educational Association (NEA) dipakai sebagai acuan, meliputi jabatan yang:
1)
Melibatkan intelektual.2)
Menggeluti batang tubuh ilmu yang khusus.3)
Memerlukan persiapan profesional.4)
Memerlukan latihan dalam jabatan.5)
Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.6)
Menentukan baku-mutu sendiri.7)
Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.8)
Mempunyai organisasi profesi.3.2 Kriteria Jabatan Guru Versi National Educational Association/ NEA Kriteria jabatan guru dirumuskan secara rinci oleh Asosiasi Pendidikan Amerika Serikat sebagai berikut:
(1) Jabatan Guru melibatkan kegiatan intelektual.
Pembelajaran melibatkan upaya yang sifatnya sangat didominasi oleh kegiatan intelektual. Kegiatan yang dilakukan anggota profesi ini merupakan dasar bagi persiapan dari semua kegiatan profesional lainnya. Oleh sebab itu, pembelajaran disebut sebagai ibu dari semua profesi (Sudirman, 2000).
(2) Jabatan Guru menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
47
yang tidak bertanggungjawab yang membuka praktik dokter). Namun belum ada kesepakatan tentang bidang ilmu khusus yang melatari pendidikan (education) atau keguruan (teaching).Terdapat berbagai pendapat tentang apakah pembelajaran memenuhi persyaratan kedua ini. Individu yang bergerak di bidang pendidikan menyatakan bahwa pendidikan keguruan telah mengembangkan bidang khusus yang sangat penting dalam mempersiapkan guru yang berwenang. Sebaliknya, ada yang berpendapat pendidikan belum mempunyai batang tubuh ilmu khusus yang dijabarkan secara alamiah. Kelompok pertama (Usman, 2001) percaya bahwa pembelajaran adalah suatu sains (science), sementara kelompok kedua mengatakan pembelajaran adalah suatu kiat (art). Namun, dalam Encyclopedia of Educational Research, terdapat bukti bahwa pendidikan secara intensional mengembangkan batang tubuh ilmu khusus. Sebaliknya ada juga yang berpendapat ilmu pendidikan sedang dalam krisis identitas karena batang tubuhnya tidak jelas, batasnya kabur, strukturnya sebagai a body of knowledge yang samar-samar (Sanusi dkk, 1991). Sebaliknya, ilmu perilaku (behavioral sciences), ilmu pengetahuan alam, dan bidang kesehatan dapat dibimbing langsung dengan peraturan dan prosedur yang ekstensional dan menggunakan metodologi yang jelas; sedangkan ilmu pendidikan kurang terdefinisi dengan baik.
48
membuat keputusan tentang jabatannya sendiri. Organisasi guru atau guru harus mempunyai kekuasaan dan kepemimpinan potensial yang bekerjasama, dan bukan didikte oleh kelompok yang berkepentingan, misalnya oleh Yayasan atau Kantor Dinas Pendidikan Nasional beserta jajarannya (Soetjipto & Kosasi, 1999).
(3) Jabatan Guru memerlukan persiapan profesional yang cukup lama. Lagi-lagi terdapat perselisihan pendapat mengenai hal ini, yang membedakan jabatan profesional dengan jabatan non profesional antara lain terletak pada penyelesaian pendidikan melalui kurikulum, yaitu ada yang diatur universitas atau melalui pengalaman praktik dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah. Yang pertama, pendidikan melalui pendidikan tinggi disediakan untuk jabatan profesional. Sedangkan yang kedua, pendidikan melalui pengalaman praktik dan pemagangan atau campuran pemagangan dan tatap muka diperuntukkan bagi jabatan yang non-profesional (Sahertian, 2000).
Danumihardja (2003) mengajukan beberapa kriteria untuk mencapai status profesional, yakni: 1) Adanya kemampuan menyelesaikan masalah dengan menerapkan pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skills) yang diakui masyarakat sebagai dasar untuk menyelesaikan masalah. 2) Mampu mengambil inisiatif sendiri tiap saat bila diperlukan tentang apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan tanpa memerlukan pendapat dan saran orang lain. 3) Memiliki kreativitas dan kemampuan menciptakan sesuatu. 4) Memiliki kemampuan memberi pelayanan bagi yang membutuhkannya. 5) Bertindak sesuai dengan kode etik profesi.
49
yang mengajar di level S1 untuk meningkatkan kualifikasi pendidikannya di jenjang S2, dan tiga tahun lagi di level S3 bagi guru yang mengajar di level S2 (Soetjipto & Kosasi, 1999).(4) Jabatan Guru memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan Jabatan guru cenderung menunjukkan bukti yang kuat sebagai jabatan profesional, sebab hampir tiap tahun guru melakukan berbagai kegiatan latihan profesional baik yang mendapat penghargaan kredit maupun tanpa kredit. Sekarang bermacam-macam pendidikan profesional tambahan diikuti guru yang menyetarakan dirinya dengan kualifikasi pendidikan yang telah ditentukan. Dilihat dari berbagai alasan di atas, jelas kriteria keempat ini dapat dipenuhi bagi persyaratan sebagai profesi guru (Soetjipto & Kosasi, 1999).
(5) Jabatan Guru menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen. Di luar negeri barangkali syarat jabatan guru sebagai karir permanent merupakan titik yang paling lemah dalam menuntut bahwa pembelajaran adalah jabatan profesional. Banyak guru junior yang bertahan selama satu atau dua tahun saja pada profesi mengajar, setelah itu pindah ke pekerjaan lain yang menjanjikan bayaran yang lebih tinggi. Namun di Indonesia kelihatannya tidak begitu, walaupun bukan berarti jabatan guru di Indonesia mempunyai pendapatan yang tinggi. Alasannya karena lapangan kerja dan sistem pindah jabatan yang agak sulit. Dengan demikian kriteria ini dapat dipenuhi jabatan guru di Indonesia (Danumihardja, 2003).
(6) Jabatan Guru menentukan baku mutu (standard) sendiri.
50
dan Scott dalam Soetjipto dan Kosasi (1999) dikatakan bahwa “Professional service ... requires that the [professional] maintain independence of judgment and not permit the clients' wishes as distinguished from their interests to influence his decisions”. Seorang profesional mempunyai pengetahuan dan kecakapan dalam membuat penilaian, sebaliknya tidak demikian dengan klien, sebagaimana ditulis Whitty (2006)“…and the clients are not qualified to evaluate the service he/ she needs”. Profesional yang membolehkan kliennya mengatakan apa yang harus dikerjakan akan gagal dalam memberi layanan yang optimal.
(7) Jabatan Guru lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi. Jabatan guru adalah jabatan yang mempunyai nilai sosial yang tinggi, tidak perlu diragukan lagi. Guru yang baik akan sangat berperan dalam membentuk kehidupan yang lebih baik bagi warga negara di masa depan. Jabatan guru telah dikenal secara universal sebagai jabatan yang anggotanya termotivasi oleh keinginan untuk membantu orang lain, bukan disebabkan oleh keuntungan ekonomi atau keuangan. Kebanyakan guru memilih jabatan ini berdasarkan apa yang dianggap baik oleh individu yakni mendapatkan kepuasan rohaniah daripada kepuasan ekonomi atau lahiriah. Namun, tidak berarti guru dibayar lebih rendah tetapi juga jangan mengharapkan cepat kaya bila memilih jabatan guru. Oleh sebab itu, tidak perlu diragukan lagi bahwa persyaratan ketujuh ini dapat dipenuhi dengan baik (Soetjipto & Kosasi, 1999). (8) Jabatan Guru lebih mempunyai organisasi profesi.
51
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bab VI pasal 28 menyebutkan bahwa pendidik: 1) Harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. 2) Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 3) Kompetensi sebagai agen pembelajaran atau jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi professional dan kompetensi sosial. 4) Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan atau sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan.Profil guru menggambarkan kualitas yang perlu dimiliki seorang guru, yang meliputi:
1) Kepribadian meliputi: beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak yang tinggi, memiliki rasa kebangsaan yang tinggi, jujur dalam berkata dan bertindak, sabar dan arif dalam menjalankan profesi, disiplin dan kerja keras, cinta terhadap profesi, memiliki pandangan positif terhadap peserta didik, inovatif, kreatif dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, gemar membaca dan selalu ingin maju, demokratis, bekerja secara profesional dengan peserta didik, sejawat dan masyarakat, terbuka terhadap saran dan kritik, cinta damai, memiliki wawasan internasional.
52
moral, etika dan kaidah profesi.
3) Pengetahuan dan pemahaman tentang bidang spesialisasi meliputi: cara berfikir disiplin ilmu yang menjadi spesialisasinya, teori, konsep dan prosedur utama dalam disiplin ilmu yang menjadi spesialisasinya, cara mengembangkan disiplin ilmu yang menjadi spesialisasinya, cara mengembangkan materi dan bahan ajar, penelitian dalam disiplin ilmu. 4) Kemampuan dan keterampilan profesi dalam: mengembangkan dan
merencanakan pembelajaran, menggunakan berbagai metode dan teknik pembelajaran, menerapkan berbagai teori dan prinsip pendidikan dalam proses pembelajaran, menggunakan bahasa yang dipahami peserta didik, mengelola kelas dan menciptakan suasana belajar yang kondusif, memotivasi dan mengaktifkan peserta didik untuk belajar, mengembangkan dan menggunakan media, alat bantu dan sumber belajar, menilai kemajuan belajar peserta didik, membantu mengatasi kesulitan belajar peserta didik baik secara kelompok maupun individual, memanfaatkan lingkungan sosial-budaya peserta didik untuk meningkatkan proses pembelajaran, mengembangkan materi dan bahan ajar, berkomunikasi dengan sejawat dan masyarakat secara professional, menggunakan teknologi untuk mencari informasi dan me-ngembangkan proses pembelajaran, melaksanakan administrasi sekolah, menerapkan etika dan kaidah-kaidah profesi.
Muhibbin Syah (2001) mengatakan bahwa dalam menjalankan kewenangan profesionalnya, guru dituntut memiliki keanekaragaman kecakapan yang bersifat psikologis, yang meliputi:
1) Kompetensi kognitif guru (kecakapan ranah cipta).
53
kependidikan umum yang meliputi ilmu pendidikan, psikologi pendidikan, administrasi pendidikan dan pengetahuan kependidikan khusus meliputi metode pembelajaran, teknik evaluasi, metodik khusus pengajaran materi tertentu dan sebagainya. (b) Ilmu pengetahuan materi bidang studi, yang meliputi semua bidang studi yang akan menjadi keahlian atau pelajaran yang akan diajarkan oleh guru. Dalam hal ini, penguasaan atas pokok-pokok bahasan materi pelajaran yang terdapat dalam bidang studi yang menjadi bidang tugas guru adalah mutlak diperlukan.
2) Kompetensi afektif guru (kompetensi ranah rasa).