i
SEJARAH PONDOK PESANTREN AL-HAMDANIYAH SIWALANPANJI SIDOARJO TAHUN 1787-1997
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)
Oleh : Miftakhul Jann
MIFTAKHUL JANN
MIFTAKHUL JANNA A02211018
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
vii ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang “Sejarah Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah Siwalanpanji Tahun 1787-1997 ”. Pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah: (1). Bagaimana Riwayat Hidup KH.Khamdani? (2). Bagaimana Sejarah dan Perkembangan Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah Siwalanpanji? (3). Bagimana usaha-usaha Kh.Khamdani dalam mengembangkan ponpes Al-Hamdaniyah dalam sistem pendidikannya?
Untuk menjawab pertanyaan diatas, metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode Sejarah. Adapun langkah-langkah dalam penelitian ini adalah: 1. Pengumpulan data dengan menggunakan metode penelitian Sejarah melalui pengamatan, wawancara, dokumentasi. 2. Deskripsi Naskah menggunakan metode Sejarah. 3. Analisa. Pendekatan yang akan digunakan oleh penulis adalah pendekatan Historis, sedangkan teori yang digunakan adalah teori Interaksi Sosial.
.Khamdani ( biasa di panggil mbah Panji) yang lahir di Pasuruan pada tahun 1720. KH.Khamdani hijrah ke Siwalanpanji bersama ke dua putranya yaitu
KH.Ya’qub dan KH. Abdurrahim. Siwalanpanji awalnya hutan kosong dan rawa -rawa, setelah itu KH.Khamdani mendirikan sebuah gubuk kecil untuk
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
viii
ABSTRACT
This thesis discusses "Historical Pondok Pesantren Al-Khamdaniyah Siwalanpanji Year 1787-1997 ". Questions that will be answered in this study are: (1). How biography KH.Khamdani? (2) How History and Development of Pondok Pesantren Hamdaniyah Siwalanpanji? (3). How KH.Khamdani efforts in developing ponpes Al-Hamdaniyah in the education system? To answer the above questions, methods to be used in this research is survey method. The steps in this research are: 1. Data collection using survey method through observation, interviews, documentation. 2. Description of Historical Manuscripts method. 3. Analysis. The approach used by the authors is the Historical approach, where as the theory used is the theory of history.
To answer the above questions, methods to be used in this research is the method of History. The steps in this research are: 1. Data collection using research methods History through observation, interviews, documentation. 2. Description of Historical Manuscripts method. 3. Analysis. The approach that will be used by the author is the approach Historically, while the theory used is the theory of Social Interaction
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……… i
PERNYATAAN KEASLIAN………... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING………... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI………..……… iv
TRANSLITERASI………. v
PERSEMBAHAN ………... vi
ABSTRAK ……….………... vii
KATA PENGANTAR………….……….………...…….… x
DAFTAR ISI………...………..……... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang…….………..………. 4
B. Rumusan Masalah…………..………...……….. 4
C. Tujuan penelitian………..………...……… 4
D. Kegunaan Penelitian…...………...………….. 5
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik………...………... 5
F. Penelitian Terdahulu………... 6
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
xii
H. Sistematika Pembahasan………..………… 10
BAB II RIWAYAT HIDUP KH.KHAMDANI A. Kondisi Objektif Penelitian ………... 12
B. . Biografi……….. 15
a. Genealogi………..………. 15
b. Wafat dan sakit………..…… 17
c. Pendidikan………..……….18
C. KH.Khamdani sebagai Tokoh Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah.. 22
BAB III SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL- HAMDANIYAH A. Sejarah Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah………..…….. 27
B. Periodesasi Kepemimpinan Ponpes Al-Hamdaniyah …..……… 31
1. Periode Ke-I ( 1787-1792M)……….………… 31
2. Periode Ke- II ( 1792- 1843M)………..……....……... 32
3. Periode Ke-III ( 1843- 1845) M)……..…………....………… 33
4. Periode Ke-IV ( 1845-1905 M)….……….……..…….... 34
5. Masa Kefakuman (1997-2000M) ……….…………... 35
C. Perkembangan Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah (1787-1997).. 36
1. Aspek Fisik………. 37
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
xiii
BAB IV USAHA – USAHA KH.KHAMDANI DALAM MENGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN AL-HAMDANIYAH
A. Pengembangan dalam bidang pendidikan dan Pengajaran………….. 47
1. Pendidikan sistem Wetonan, Sorogan, Bandongan………. 47
2. Pendidikan sistem Klasikal……….. 52
B. Peningkatan dan kesejahteraan pondok………. 53
1. Peningkatan bidang sarana ……….. 53
2. Peningkatan bidang Pra-Sarana……… 55
3. Pengolahan Dana ………... 56
C. Hambatan- Hambatan yang dihadapi dalam pengembangan pondok pesantren AL-Hamdaniyah Siwalanpanji ……… 59
BAB V PENUTUP A.Kesimpulan………....,……….. 62
B.Saran………...………...…... 64
DAFTAR PUSTAKA
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah merupakan gambaran masa lalu tentang manusia dan
sekitarnya sebagai makhluk sosial, yang disusun secara ilmiah dan
lengkap, meliputi urutan fakta tersebut dengan tafsiran dan penjelasan
yang memberi pengertian dan kefahaman tentang apa yang berlaku.1
Mempelajari perkembangan Islam dengan latar belakang dan
perkembangannya merupakan suatu upaya pendekatan pemahaman
terhadap peristiwa yang dialami oleh Islam dan umatnya. Begitu juga
dengan keberadaan pondok pesantren hampir tidak dapat dipisahkan dari
umat Islam di Indonesia, lembaga yang pendidikan tertua ini sudah dikenal
semenjak agama Islam masuk ke Indonesia. Bahkan lembaga yang serupa
dengan pesantren ini sudah ada sejak zaman Hindu-Budha, sehingga Islam
tinggal meneruskan dan mengislamkan lembaga pendidikan yang sudah
ada.2
Sehingga sejarah dan perkembangan pondok pesantren merupakan
bagian yang tidak bisa dipisahkan dari sejarah pertumbuhan masyarakat.
Dalam perkembangan selanjutnya pesantren tetap eksis dalam
peranannya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, ini terbukti sejak
1
M. Sholichan Manan, Pengantar Penelitian Sejarah Islam Indonesia (Surabaya: Usaha nasional, 1980), 11.
2
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2
dilancarkannya perubahan atau modernisasi pendidikan Islam diberbagai
kawasan dunia muslim, tidak banyak pendidikan tradisional yang mampu
bertahan, kebanyakan lenyap setelah tergusur oleh ekspansi pendidikan
umum. Dengan demikian jelaslah bahwa pesantren bukan hanya mampu
bertahan, tetapi lebih dari itu dengan penyesuaian akomodasi dan konsesi
yang diberikannya, pesantren pada gilirannya juga mampu
mengembangkan diri pada posisi yang penting dalam sistem pendidikan
Nasional Indonesia secara keseluruhan.3
Sejarah pondok pesantren bermula dari sistem pengembangan yang
dirintis oleh Walisongo dan menyebar ke pelosok Nusantara. Pondok
pesantren adalah lembaga pendidikan dan penyi’aran agama Islam. Secara garis besar lembaga pondok pesantren di bagi dalam dua kelompok besar.
Pertama, pesantren Salafi yang tetap mempertahankan pengajaran
kitab-kitab klasik ( yang dikenal dengan istilah Kitab Kuning) sebagai inti
pendidikan pesantren. Kedua, pesantren Khalafy yang telah memasukkan
pelajaran-pelajaran umum dalam Madrasah yang dikembangkan secara
klasikal. Kitab-kitab klasik yang diajarkan di pondok pesantren antara lain
menyangkut materi: Nahwu, Fiqih, Ushul Fiqih, Hadist, Tafsir, Tauhid,
Tasawuf dan Akhlak. Komponen pokok pondok pesantren meliputi Kyai
(Guru), santri ( Murid), Asrama ( Pondok), Masjid ( Tempat Ibadah).4
3
Ibid, xxii. 4
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3
Sebagai lembaga berbasis agama, pondok pesantren pada mulanya
merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam.5
Salah satu nilai utama dalam pesantren yaitu sikap untuk kehidupan secara
keseluruhan sebagai kerja peribadahan. Semenjak pertama kali santri
memasuki kehidupan pesantren, seorang santri sudah diperkenalkan
kepada dunia tersendiri, dimana peribadatan menempati kedudukan yang
tertinggi.6 Sebagai Firman Allah:
نودبعيلااسنااونجلاتقلخامو
Artinya : “Dan Aku (Allah) tidak menciptakan Jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembahku’’.7
Jin dan manusia sebagai mana yang diriwayatkan dalam ayat
diatas, merupakan dua makhluk ciptaan Allah yang menyembah sebagai
hamba. Keduanya diperintahkan untuk beribadah kepada-Nya. Disamping
manusia memiliki nilai plus sebagai kholifah dimuka bumi, sejatinya
ibadah merupakan tugas dasar manusia.
Pondok pesantren merupakan tempat bagi anak muda dan dewasa
untuk menuntut ilmu secara lebih mendalam dan teratur, langsung dari
bahasa dan sumber kitab induknya yaitu Al-Qur’an, Hadist dan kitab-kitab
karangan ulama’-ulama’ besar.8 Dimana cita-cita pendidikan pesantren
5
M.Amin Haedari, Masa Depan Pesantren (Jakarta: IRD Press, 2004), 127. 6
Abdur Rahman wahid, Bunga Rampai Pesantren ( Jakarta: Dharma Bhakti, 1399), 137. 7 Al-Qur’an, 51:56.
8
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4
adalah untuk dapat berdiri sendiri dan membina diri agar tidak
menggantungkan sesuatu kepada orang lain kecuali kepada Tuhan.9
Berdasarkan pandangan di atas maka skripsi yang berjudul
TINJAUAN SEJARAH PONDOK PESANTREN AL-HAMDANIYAH
SIWALANPANJI yang diharapkan dapat menguak dari berbagai segi
tentang keberadaan pondok pesantren tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar belakang di atas, penulis merumuskan
masalah-masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana riwayat hidup KH.Khamdani ?
2. Bagaimana sejarah dan perkembangan pondok pesantren
Al-Khamdaniyah?
3. Bagaimana usaha-usaha KH.Khamdani dalam mengembangkan
pondok pesantren Al-Hamdaniyah dalam sistem pendidikannya?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, tujuan yang ingin di capai dalam
penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui riwayat hidup KH.Khamdani.
2. Mengetahui sejarah dan perkembangan pondok pesantren
AL-Hamdaniyah.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5
3. Mengetahui upaya pesantren Al-Hamdaniyah dalam meningkatkan
mutu dalam penyelenggaraan pendidikan.
D. Kegunaan Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini dapat membawa manfaat baik
kepada peneliti dan pondok pesantren sekitarnya. Kegunaan peneliti ini
adalah sebagai berikut :
1. Dapat diterima sebagai tugas akhir dan syarat pencapaian gelar S1
pada Jurusan Sejarah dan Perabadan Islam.
2. Dapat memberikan gambaran sejarah mengenai pesantren yang penulis
bahas secara mendalam.
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik.
Dalam penelitian berjudul “Tinjauan Sejarah pondok pesantren
Al-Hamdaniyah” ini menggunakan pendekatan Historis. Karena penulis berusaha mengungkapkan sejarah pondok pesantren Al-Hamdaniyah
hingga perkembangan pondok pesantren, serta bagaimana sistem
pendidikan yang digunakan di dalam pondok pesantren.
Menurut Kimball dan Raymond, W.Mack, bahwa Interaksi Sosial
adalah kunci semua kehidupan sosial, tanpa adanya Interaksi Sosial tidak
mungkin ada kehidupan bersama. Dengan adanya Interaksi Sosial di
masyarakat, maka akan terjadi timbal balik.10
Hal ini terkait dengan berdirinya pondok pesantren
Al-Hamdaniyah di desa Siwalanpanji, yang kondisi keagamaan
10
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
6
masyarakatnya cukup memprihatinkan. Sebagai pondok pertama yang
didirikan oleh KH. Khamdani mempunyai kewajiban untuk ikut
mencerdaskan kehidupan masyarakat Siwalanpanji. Dengan adanya
interaksi sosial antara pendiri pondok dengan masyarakat Siwalanpanji,
diharapkan dapat meningkatkan kehidupan masyarakat Siwalanpanji
menjadi lebih baik.
Adapun pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
adalah pendekatan Sosiologi, melalui pendekatan ini dapat diuraikan
implikasi yang dirasakan terhadap interaksi masyarakat.11 Selain itu
dengan pendekatan Sosiologi , penulis berusaha untuk mengimprestasikan
peristiwa sejarah yang tidak lepas dari aspek sosial, sehingga diharapkan
dapat terungkap segi-segi sosial dari peristiwa yang dikaji. Dalam hal ini
berkaitan dengan keberadaan pondok Pesantren Al-Hamdaniyah
Siwalanpanji.
F. Penelitian Terdahulu
1. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di Pondok Pesantren
Al-Hamdaniyah Desa Siwalanpanji Kecamatan Buduran Kabupaten
Sidoarjo.
2. Pondok Pesantren Al-Karimi Tebuwung Dukuh Gresik (Study tentang
Sejarah dan Aktivitasnya)
11
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
7
3. Sigit Prasetyo, Peran KH.Djazuli Utsman dalam merintis berdirinya
pondok pesantren Al-Falah Ploso Mojo Kediri. Fakultas Adab UIN
Sunan Ampel Surabaya, Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam.
4. Sejarah Pondok Pesantren Nurul Hikmah Porong (Study Historis
tentang perkembangan dan dampaknya terhadap masyarakat Desa
Jatirejo Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo).
5. Peranan KH.Djazuli Utsman dalam merintis berdirinya Pondok
Pesantrem Al-Falah Ploso Mojo Kediri.
G. Metode Penelitian
Dalam membahas penulisan skripsi yang berjudul “Tinjauan
Sejarah di pondok pesantren Al-Khamdaniyah Siwalanpanji” penulis menggunakan metode penulisan yang sistematik. Sebagaimana yang
ditulis oleh Nugroho Notosusanto dalam buku terjemahannya mengerti
sejarah. Maka cara menulis sejarah mengenai suatu tempat, periode,
peristiwa atau orang bertumpu pada empat kegiatan pokok:
1. Heuristik
Heuristik yaitu suatu proses yang digunakan oleh peneliti untuk
menggumpulkan sumber-sumber lapangan, data-data yang berupa
Dokumen-dokumen, Manuskrip, yang berhubungan dengan
pembuatan skripsi dan berupa wawancara.12
12
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
b. Dokumen-dokumen yang berupa foto yang berhubungan dengan
Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah.
c. Sumber lisan dari Wawancara dengan orang-orang yang
memahami tentang awal mulanya berdiri pondok pesantren
Al-Hamdaniyah, agar memperoleh data yang benar-benar
dibutuhkan. Wawancara adalah sebuah metode penelitian yang
digunakan untuk mengumpulkan data dengan cara menanyakan
sesuatu kepada subyek penelitian atau informan.
d. Observasi atau pengamatan penulis di lapangan (Pondok
Pesantren Al-Hamdaniyah Siwalanpanji).
2. Kritik Sumber
Sumber untuk penulisan ilmiah bukanlah sembarang sumber,
tetapi sumber-sumber itu terlebih dahulu harus dinilai melalui Kritik
ekstern13dan kritik intern14. Dalam hal ini penulis melakukan kritik
ekstern dengan menilai keakuratan sumber (kredibilitas sumber),
13
Nugroho Notosusanto mengatakan bahwa kritik ekstern itu menilai, apakah sumber itu benar-benar yang diperlukan, apakah sumber itu asli, turunan, palsu. Dengan kata lain, kritik ekstern menilai keakuratan sumber (otensitas), Notosusanto, Norma-Norma penelitian, 21.
14
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
9
apakah sumber itu benar-benar sumber yang diperlukan, apakah
sumber itu asli, turunan, palsu. Sedangkan untuk mengetahui
keaslian sumber, dengan menyeleksi segi-segi fisik dari sumber yang
ditemukan. Bila sumber itu merupakan dokumen tertulis, maka
penulis meneliti kertasnya, bahasanya, dan kalimatnya. Disamping
itu penulis juga menilai keaslian data dalam sumber (kredibilitas
sumber) sebagai wujud langkah kritik intern. Dalam hal ini penulis
mencari asal muasal sumber, karena kesaksian sumber dalam sejarah
adalah faktor terpenting dalam menentukan shahih tidaknya fakta itu.
Tujuan utama pada langkah ini adalah untuk menyeleksi data,
sehingga penulis dapat memperoleh fakta.
3. Interpretasi (penafsiran)
Interpretasi atau penafsiran terhadap data yang dilakukan
peneliti setelah peneliti melakukan analisis terhakumpul. Hal ini
dilakukan agar dalam mendeskripsikan “subjek” penulis bisa lebih
detail. Dalam hal ini penulis menganalisa sumber bahwa wawancara
dari pelaku sejarah yang berhubungan satu sama lain.
4. Historiografi
Tahapan ini adalah tahap akhir dalam metode penelitian
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
penelitian dalam bentuk tulisan.15 Dalam tahapan ini penulis mencoba
menuangkan penelitian dari awal hingga akhir kedalam suatu karya
yang berupa skripsi.
H. Sistematika Pembahasan
Untuk menyusun suatu karya ilmiah dalam penyajian diperlukan
sistematika yang mapan, karena dengan demikian akan mempermudah
dalam memahami isi seluruh rangkaian penulisan itu sendiri. Demikian
pula halnya dengan penulisan karya ilmiah ini. Adapun Sistematikan
dalam penulisan ini akan dibagi menjadi V bab utama dengan beberapa
sub bab yag mempunyai keterkaitan dengan bab tersebut Untuk
mendapatkan gambaran dari lima bab tersebut dapat disebutkan sebagai
berikut.
Pada bab satu dimulai dari pendahuluan yang menggambarkan
secara global dari keseluruhan isi skripsi ini. Yang terdiri dari : Latar
Belakang, Ruang Lingkup Penulisan, Rumusan Masalah, Tujuan
Penelitian, Kegunaan Penelitian, Pendekatan dan kerangka Teoritik,
Penelitian terdahulu, Metode Penelitian, dan Sistematika Bahasan.
Pada bab dua penulis menjelaskan secara singkat sejarah pondok
pesantren Al-Hamdanyiah yang terdiri dari : Biografi Kh.Khamdani,
Monografi Desa Siwalanpanji, Sejarah berdirinya pondok pesantren
Al-Hamdaniyah, kehidupan santri pondok pesantren Al-Hamdaniyah.
15
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
Pada bab ke tiga menjelaskan perkembangan pondok pesantren
Al-Hamdaniyah tahun 1787-1997 yang meliputi periodesasi kepemimpinan
ponpes Al-Hamdaniyah mulai awal berdiri hingga periode ke-IV,
perkembangan Ponpes Al-Hamdaniyah mulai dari 1787-1997M yang
meliputi aspek fisik dan pendidikan, serta usaha dan pembinaan dalam
kemajuan pondok.
Pada bab ke empat Menjelaskan bagiaman usaha KH.Khamdani
dalam bidang pendidikan meliputi: pendidikan sistem wetonan dan
Sorogan, pendidikan sistem klasikal, peningkatan dan kesejahteraan
BAB II
RIWAYAT HIDUP KH. KHAMDANI
A. Kondisi Objektif Lokasi penelitian 1. Letak Geografis
Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah terletak ditengah-tengah
desa Siwalanpanji maka peneliti mempunyai letak Geografis yang
sangat menguntungkan, karena disekitar pondok pesantren tersebut
dikelilingi pemukiman penduduk dan persawahan.
Walaupun dengan letaknya yang berada di tengah-tengah
daerah pemukiman warga , namun tidaklah sulit untuk menjangkaunya
karena sekitar 100 meter sebelah Timur adalah Jalan Raya yang
menghubungkan jalur transportasi pondok dengan Kantor Desa
Siwalanpanji.
Desa Siwalanpanji adalah suatu desa yang terletak di
Kecamatan Buduran Sidoarjo yang masuk ke Wilayah Propinsi Jawa
Timur. Daerah ini terletak di sebelah Barat kecamatan Buduran dan
letak desa tersebut dekat dari kecamatan Buduran Berjarak 2 Km.
13
Wilayah yang membatasi Desa Siwalanpanji adalah sebagai
berikut1 :
a. Sebelah Utara dibatasi oleh Desa Sidomulyo.
b. Sebelah Selatan dibatasi oleh Desa Kemiri.
c. Sebelah Timur dibatasi oleh Desa Prasung
d. Sebelah Barat dibatasi oleh Desa Buduran.
2. Gambaran Desa
Pada umumnya keadaan wilayah disuatu daerah sangat
menentukan watak dan sifat dari masyarakat yang menempat kondisi
semacam inilah yang membedakan karakteristik masyarakat suatu
daerah yang satu dengan yang lainnya. Begitu pula yang terjadi dengan
masyarakat desa Siwalanpanji kecamatan Buduran Sidoarjo.
Diantaranya adalah faktor Geografis dan Ekonomi.2
3. Letak Demografis
Desa Siwalanpanji merupakan desa yang memiliki kesuburan
tanah. Mulai dari pertanian, perkebunan. Oleh sebab itu, mendorong
masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut untuk hidup
dengan cara bertani.3
1Dokumen, “Batas Wilayah”, Profil Desa Siwalanpanji, 2013.
2Dokumen, “Profil Desa Siwalanpanji”, Kelurahan Siwalanpanji Kec.Buduran (12 November
2013) 3
14
Luas wilayah desa Siwalanpanji adalah 190. 857. 957 Ha
dengan bentuk permukaan tanah sebagian besar dataran. Rincian
lengkapnya sebagai berikut:
a. Luas daerah atau Wialayah desa = 190. 857. 957 m²
1) Luas Tanah sawah = 540.400 m²
2) Luas Tanah Kering = 190. 317. 557 m²
b. Jumlah Pemeluk Agama.
1) Agama Islam = 94,46 %
2) Agama Kristen = 1,98 %
3) Agama Protestan = 1,08 %
4) Agama Hindu = 0,26%
5) Agama Budha = 0,25 %
c. Jumlah Penduduk = 94.510 Jiwa
1) Laki-laki Dewasa = 47.661
2) Perempuan Dewasa =46.849
d. Kelahiran = 203 jiwa
1) Laki- Laki = 96
2) Perempuan = 107
e. Tempat Ibadah = 4.709
1) Masjid = 859
2) Mushollah = 3.823
3) Pure = 1
15
5) Gereja = 21
B. Biografi KH.Khamdani
KH. Khamdani lahir tahun 1720 M di Pasuruan. Beliau lahir dari
keluarga sederhana. Keturunan dari Syeh Haris yang masih ada keturunan
dari Mbah Soleh Somendi Pasuruan. KH.Khamdani adalah putra tunggal
Alm.Syeh Haris. Perjuangan beliau cukup lama mulai beliau muda hingga
mencapai usia 75 tahun beliau wafat di rumah singgahnya di Pasuruan.
Beliau meninggal dunia dengan meninggalkan dua putranya yaitu
Abdurrohin dan Ya’qub.
1. Genealogi
KH. Khamdani dilahirkan di Pasuruan pada tahun 1720 M. KH.
Khamdani dikenal sebagai pribadi yang zahid (tidak mementingkan
urusan duniawi), „Abid(ahli Ibadah), Waro’ (berhati-hati dalam segala
hal). KH. Khamdani adalah putra Murrodani bin Suffyan bin Khassan
Sanusi bin Sa’dulloh bin Sakoruddin bin Mbah sholeh Semendi
Pasuruan. Ayah KH. Khamdani bernama Syeh Haris keturunan dari
Sayyid Hassan Sanusi (Mbah Soleh Somendi) Pasuruan.4
Pada awalnya Sidoarjo adalah sebuah Kota mati yang dihidupkan
oleh Allah SWT lewat hambanya yang datang membawa bekal rohani
yang kuat dan akhirnya jadilah Buduran, sebuah desa yang sangat
religius sekali. Di Sidoarjo terdapat sebuah desa yang bernama
Buduran, sebuah desa yang awalnya hutan kosong, dan terdapat
4
16
sebuah dusun yang bernama Siwalanpanji yang sudah berpenduduk
ramai, namun kehidupan desa itu penuh dengan kebodohan dan
kemaksiatan. Hingga akhirnya datanglah orang yang A’lim dan Wara’
yang bernama Khamdani dari kota Pasuruan. Beliau Hijrah dari
pasuruan ke Siwalanpanji bersama dengan istrinya dan kedua putra
mereka Abdurrohim dan Ya’qub. Beliau membangun sebuah gubuk
kecil sebagai tempat tinggal mereka dan sebagai sarana penyebaran
ajaran Islam di Siwalanpanji.
Sebelum Khamdani menetap di Siwalanpanji, beliau menetap di
Pasuruan. Pada tahun 1787 beliau menetap di Siwalanpanji dan
mendirikan Pondok pesantren di Siwalanpanji yang diberi nama
Al-Hamdaniyah, yang di ambil dari nama panggilan beliau sendiri yaitu
Khamdani.
Lewat perjuangan dan kesabaran beliau di desa itu, terciptalah
sebuah desa yang sangat religius. Siwalanpanji merupakan sebuah desa
yang sangat sukar menerima ajaran Islam pada saat itu, hingga
keluarlah kharomah untuk menyebarkan ajaran Agama Islam di
Siwalanpanji secara Muttawatir dan sebagai pendekatanya yaitu
dengan cara menikahkan putra beliau dengan putri masyarakat
setempat.5
Ketika Masih kecil, beliau memiliki kelebihan dan keistimewaan
tersendiri dibanding dengan anak-anak seusianya. Sejak kecil
5
17
Khamdani mendapatkan didikan dari Ayahnya dan kakeknya untuk
mempelajari dan mendalami ilmu Agama islam, sehingga beliau
dituntut untuk mencari ilmu di berbagai Pondok.
Pada saat muda KH. Khamdani hampir tidak pernah menikmati
masa mudanya seperti anak seusianya. Karena situasi ekonomi dan
politik di bawah pemerintahan kolonial Belanda yang sangat buruk,
sehingga menjadikan keluarga Khamdani tidak mampu memperbaiki
taraf hidupnya, begitu pula masyarakat Pasuruan khusunya desa
Kebonsari dan sekitarnya. Beliau hidup dengan ayahnya saja, sehingga
beliau (Khamdani) harus membantu Ayahnya bekerja di ladang setiap
pulang sekolah untuk memenuhi kehidupan mereka sehari-hari, karena
sumber penghasilan keluarga khamdani hanya bertani saja. Kondisi
itulah yang mendorong semangat dan kemauan kerasnya untuk
mengangkat derajat ayahnya yaitu dengan belajar Agama di Langar
Gede dan menyebarkan ajaran Islam di daerah Jatim.6
2. Sakit Dan Wafat
Setelah dirasa dua orang putranya sudah cukup mampu untuk
melanjutkan perjuangan dan mengembangkan pendidikannya, KH.
Khamdani kembali ke Pasuruan dan wafat disana pada tahun 1795,
beluau dimakamkan tidak jauh dari makam Mbah Slagah Pasuruan.
Sehingga masyarakat Pasuruan mengenalnya dengan sebutan mbah
Panji yang datang dari Siwalanpanji, Dan pada tanggal 4 Juni 2012
6
18
makam KH. Khamdani di pindahkan dari Pasuruan ke Makam Ulama’
Siwalanpanji Buduran Sidoarjo, karena Makam KH.Khamdani di
Pasuruan tidak kondusif lagi, karena tiba-tiba menjadi perumahan
penduduk.7
3. Pendidikan
Sejak kecil Khamdani dikenal anak pendiam, penurut kepada
ayahnya, sopan dan pekerja keras. Sejak umur 3 tahun beliau sudah
menunjukkan kelebihannya.
Ketika masih berumur 7 tahun beliau menimba ilmu di Madrasah
Ibtida’iyah Pasuruan, Beliau dikenal anak yang aktif, dan cerdas,
mampu memecahkan kesulitan ketika belajar. Mudah bergaul dengan
orang yang baru kenal, sopan akan orang yang lebih tua, dan pekerja
keras dalam membantu ekonomi keluarganya.8
Pada masa muda KH.Khamdani yang tepatnya masih berumur 12
tahun, belajar di Madrasah Tsanawiyah Ibtida’iyah Pasuruan selama 3
tahun. Beliau dikenal anak yang paling pendiam diantara anak-anak
lainnya sehingga kelak waktu Madrasah Tsanawiyah beliau dijuluki
“Kiai Alit” karena sifat pendiam, dan tekun dalam Ibadahnya. Setelah
3 tahun lamanya beliau menimba ilmu di Madrasah Tsanawiyah
Ibtida’iyah, meneruskan ke Madrasah Aliyah Pasuruan selama 3 tahun.
7
Abdul Manan Farkhan, “Pondok Kuno Panji”, dalam http:/Forum.Ilmu.Falaq.blogspot.com, (10 November 2015).
8
19
Pada umur 12 tahun, belajar di Madrasah Tsanawiyah Ibtida’iyah
Pasuruan selama 3 tahun. Beliau dikenal anak yang paling pendiam di
antara anak-anak lainnya sehingga kelak waktu Madrasah Tsanawiyah
beliau dijuluki “Kiai Alit” karena sifat pendiam, dan tekun dalam
shalatnya. Setelah 3 tahun lamanya beliau menimba ilmu di Madrasah
Tsanawiyah Ibtida’iyah, meneruskan ke Madrasah Aliyah Pasuruan
selama 3 tahun.
Selama 3 tahun menimba ilmu di Madrasah aliyah Pasuruan, ketika
tepat diumur 21, Beliau meneruskan untuk belajar di Langar Gede
milik kakeknya. Disana, beliau diajari dasar-dasar ilmu agama (Ilmu
fiqih). Beliau Belajar di Langar Gede selama 5 tahun lamanya. Ketika
berumur 24 tahun, beliau diberi saran oleh kakeknya untuk
memperdalam ilmu agamanya dari pondok satu ke pondok lain yang
ada di Pasuruan. Sehingga kelak jika kakeknya meninggal beliau bisa
meneruskan perjuangan kakeknya dalam menyebarkan agama Islam di
Pasuruan.
Pada tahun 1757 beliau memutuskan untuk memperdalam ilmunya
di pesantren Sidogiri. Pondok Sidogiri yang kala itu pengasuhnya
Sayyid Sulaiman, asal Cirebon Jawa Barat. Yang menjadi pendiri
sekaligus pengasuh pondok pesantren Sidogiri. Dalam pondok
pesantren itu mengajarkan kitab kuning, Nahwu,Sharaf. Beliau belajar
20
tersebut, KH.Khamdani memutuskan untuk kembali ke rumahnya di
desa Kebonsari. 9
Pada tahun 1762, beliau kembali ke Pasuruan, dan menimba ilmu
di pesantren AS-Salafiyah Pasuruan, pengasuh pondok tersebut adalah
kakeknya sendiri Mbah Slagah. Selama 5 tahun lamanya, di pondok
pesantren Salafiyah beliau belajar kajian Khazanah Islam Klasik,
membaca diba’, dan kitab kuning.
Setelah beberapa tahun lamanya beliau menimba ilmu di
pesantren-pesantren dan karier studinya yang terakhir di pesantren
Salafiyah beliau memutuskan untuk kembali ke rumahnya di desa
Kebonsari Pasuruan. Beliau meminta izin kepada kakeknya untuk
pulang kerumah untuk menegok Ayahnya.
Pada tahun 1770 beliau menikah dengan perempuan dari Pasuruan
yang bernama Nyai Latifah. Seingga Beliau dikarunia dua orang putra
laki-laki yang diberi nama KH. Abdurrohim Khamdani dan KH.
Ya’qub Hamdani. Keturunan beliau semua Diberi embel-embel
Khamdani agar masyarakat Siwalanpanji tahu kalau Abdurrohim dan
Ya’qub adalah keturunan dari Khamdani asal Pasuruan. 10
Nyai Latifah adalah istri yang teguh dalam mendukung perjuangan
suaminya dalam menyi’arkan agama Islam. Bahkan beliau melarang
suaminya untuk mementingkan urusan duniawi dan tetap berhati-hati
9
Gus Hasyim, Wawancara, Siwalanpanji, 2 Juni 2015. 10
21
dalam segala hal yang akan diperbuat. KH. Khamdani memiliki dua
putra Yaitu : Kiai Abdurrohim Khamdani dan Kiai Ya’qub Khamdani.
1. KH. Abdurrohim Khamdani dinikahkan dengan putri didaerah
setempat, tepatnya di desa Siwalanpanji yang bernama Nyai Uni
dan memliki 5 keturunan yang bernama:
a. Siti Rohminatun d. Kiai Hasyim
b. Siti Mutma’innah e. Siti Maimunah
c. Kiai Irsyad
2. KH. Ya’qub Khamdani yang menikah dengan Nyai Wulan Arum,
perempuan asli dari desa Siwalanpanji dan memiliki 5 keturunan
yang bernama:
a. Kiai Thohir d. Nyai Ruqoyyah
b. Kiai Siddiq e. Nyai A’isyah
c. Nyai Siti Fatimah f. Nyai Siti Khoddijah
Semasa hidupnya KH. Khamdani mendidik anak-anaknya untuk
tidak mementingkan kepentingan duniawi, Ahli ibadah, dan berhati-hati
dalam bersikap dan menentukan keputusan. Karena Khamdani tidak
ingin anaknya kelak menjadi anak yang hanya mementingkan urusan
duniawi dan lupa akan tagung jawab akhiratnya. Pada suatu hari ketika
kedua anaknya yang lupa tak melaksanakan shalat Tahajut, beliau
22
putranya untuk menimba air dan mengisi bak mandi, ada juga yang di
suruh membersihkan Wc malam-malam.11
Dahulu, ketika KH.Ya’qub putra keduanya sedang tertidur pulas
dan tidak melakukan shalat Shubuh, maka diperintahlah putra
pertamanya yang bernama KH. Abdurrohim untuk membangunkannya
dan segera menyuruh KH. Ya’qub ke kamar mandi untuk segera
mengisi bak mandi untuk para santri wudhu dan mandi pada waktu
subuh.
Semua itu beliau lakukan, karena cintanya kepada kedua putranya
dan tingginya cita-cita untuk melihat putranya menjadi orang yang
selalu bertangung jawab akan tugas-tugasnya kelak, tidak
bosan-bosannya beliau selalu mengingatkan akan arti tangung jawab akan
kewajibannya dalam Islam. Syukur-syukur tidak mementingkan urusan
duniawi saja sehingga kewajiban untuk diakhiratnya terabaikan.
C. KH. Khamdani sebagai Tokoh Di Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah Siwalanpanji
KH. Khamdani sebagai pengasuh pondok pesantren
Al-Hamdaniyah mempunyai peranan yang sangat besar dan menentukan baik
di bidang pendidikan formal maupun Nonformal, KH. Khamdani sebagai
ketua dewan pengasuh sekaligus sebagai pelindung utama pada yayasan
pondok pesantren Al-Hamdaniyah Siwalanpanji. Beliaulah yang
11
23
memegang peran umum dalam pondok pesantren Al-Hamdaniyah mulai
dari tahun berdirinya hingga akhir hayatnya yaitu tahun 1857 , sedangkan
pendidikan formal berada di bawah yayasan. Oleh karenanya peran dan
tanggung jawab beliau dalam bidang pendidikan formal maupun
Nonformal adalah sangat besar dan menentukan.12
Dalam perkembangan pondok pesantren Al-Hamdaniyah sebagai
tokoh (Kiai) yang mempunyai kewibawaan serta metode mengajar dalam
rangka membentuk kader-kader muslim yang bertafaqqohu fiddin, gigih
serta tangguh dalam sejarah perjuangan Islam. Dimana pelajaran Islam ini
dilakukan dengan cara (metode) wetonan dan bandongan/ sorogan.
Metode ini sudah tidak asing lagi dalam pendidikan pondok pesantren
yang ada kaitannya dengan kemampuan seorang kiai dalam mengajarkan
agama Islam, yang acuannya yaitu kitab-kitab dalam bahasa arab.13
Metode atau sistem yang lazim dipergunakan dalam pesantren
adalah sistem sorogan/bandongan dan wetonan. Metode wetonan adalah
metode kuliah, dimana kiai membaca suatu kitab dalam waktu tertentu dan
santri membawa kitab yang sama, kemudian mendengar dan menyimak
tentang bacaan kyai tersebut. Sistem pengajaran yang demikian adalah
sistim bebas absensi atau tidak ada absensi, santri boleh datang boleh
tidak, dan tidak ada sistim kenaikan kelas. Santri yang cepat menamatkan
kitabnya boleh menyambung ke kitab yang lain. Seolah-olah sistem ini
mendidik anak supaya kreatif dan dinamis. Ditambah lagi sistim wetonan
12Gus Hasyim, Wawancara, Siwalanpanji, 3 juni 2015.
13
24
ini lama belajar santri tidak tergantung kepada lamanya tahun belajar,
tetapi berpatokan kepada kapan anak itu menamatkan kitab-kitab pelajaran
yang telah ditetapkan.
Adapun sistem sorogan/bandongan adalah santri yang pandai
mensorogan sebuah kitab kepada Kiai untuk dibaca dihadapan Kiai. Dan
jika ada yang salah, maka kesalahannya itu langsung dibetulkan oleh kiai.
Di pondok pesantren yang besar sistem atau metode pengajaran
sorogan/bandongan itu hanya dilakukan kepada dua, tiga, atau empat
santri saja yang biasanya terdiri dari keluarga kiai atau santri-santri yang
dianggap pandai oleh kiai yang diharapkan di kemudian hari menjadi
orang yang’Alim.
Adapun sistem pendekatan dan metode peyampain yang digunakan
dalam mengembangkan pondok pesantren Al-Hamdaniyah adalah dengan
sistim/cara pendekatan metodologis yang di dasarkan atas disiplin ilmu,
sekurang-kurangnya antara lain meliputi:
1. Pendekatan Psikologis
Pendekatan ini yang di utamakan kepada dorongan yang bersifat
persuasive dan motivatif, yaitu suatu dorongan yang mampu
menciptakan hal-hal yang baru, kemauan keras (Kognitif) dan
kemampuan yang menggerakkan daya emosional (efektif). Ketiga daya
psikis tersebut dikembangkan dalam ruang lingkup penghayatan dan
25
yang berproses melalui individualisasi dan sosialisasi bagi kehidupan
menjadi titik perkembangan.14
2. Pendekatan Sosio Kultural
Menekankan pada usaha pengembangan sikap-sikap pribadi dan
sosial dan sesuai dengan tuntutan masyarakat yang berorientasi pada
kebutuhan hidup yang semakin maju dalam berbudaya dan peradaban.
Hal ini banyak menyentuh permasalahan-permasalahan inovasi kearah
hidup Alloplastis (sifat yang membentuk lingkungan hidup yang sesuai
dengan ide kebudayaan modern yang dimilikinya), bukan sifat
Antoplatis (hanya sekedar penyesuaian diri dengan lingkungan yang
ada).
3. Pendekatan Religi
Suatu pendekatan yang membawa keyakinan sistim keimanan
dalam pribadi anak didik/santri yang cenderung kearah komperehensif
intensif dan ekstensif (mendalam dan meluas). Pandangan yang
demikian, terpancar dari sikap bahwa segala ilmu pengetahuan itu
pada hakekatnya adalah mengandung nilai-nilai ketuhanan. Sikap yang
demikian harus dibentuk dalam pribadi yang dibentuk dalam
kehidupan dari luar kepribadiannya).15
14
Abdul Manan Farkhan, wawancara, Siwalanpanji, 20 Oktober 2015.
15
26
4. Pendekatan Historis
Yaitu di mana usaha-usaha pengembangan pengetahuan, sikap
dan nilai keagamaan melalui proses kesejarahan, walaupun hubungan
dan cara penyajian serta faktor waktu secara kronologi menjadi titik
tolak yang dipertimbangkan, demikian pula faktor keteladanan
merupakan proses identifikasi dalam memperoleh penghayatan dan
pengamalan agama. Pembentukan kepribadian yang dibentuk melalui
individualisasi dan pendalaman materi serta hukum agama yang
dikembangkan melalui proses Historis akan sejalan dengan proses
perkembangan yang dijalaninya.
Pendekatan-pendekatan tersebut pada umumnya digunakan oleh
seorang pendidik/kiai adalah sesuai dengan materi yang diajarkan serta
tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan melihat situasi dan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB III
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-HAMDANIYAH SIWALANPANJI
A. Sejarah Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah Siwalanpanji Sidoarjo
Pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan yang mempunyai
kekhasan tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya.
Pendidikan di pesantren meliputi pendidikan Islam, Dakwah, dan
Pengembangan Kemayarakatan dan pendidikan lainnya yang sejenis.
Peserta didik pada pesantren disebut dengan Santri. Istilah Tempat santri
menginap disebut dengan “Pondok”, dari sinilah timbul istilah "Pondok
Pesantren”. Begitu pula dengan judul Skripsi ini yang membahas tentang
“Tinjauan Sejarah Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah Siwalanpanji”.
Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah Pertama kali didirikan oleh
KH. Khamdani pada tahun 1787 M. Al-Hamdaniyah diambil dari nama
Pendirinya yaitu KH. Hamdani ulama’ yang berasal dari Pasuruan Jawa
Timur, namun diluar daerah Sidoarjo dikenal sebagai Pondok
Siwalanpanji, Pondok ini tertua di Jawa Timur. KH. Hamdani lahir di
pasuruan tahun 1720 M. KH.Hamdani dikenal sebagai pribadi yang Zahid
(tidak mementingkan kepentingan duniawi), „Abid (Ahli ibadah), dan
Waro’ (berhati-hati dalam segala hal).1
1Dzurriah Khamdani, “
Sejarah Ponpes Al-Hamdaniyah Siwalanpanji”, dalam
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
KH. Hamdani adalah keturunan dari Sayyid Hassan Sanusi (Mbah
Slagah) Pasuruan. Khamdani memiliki nasab yaitu Khamdani putra
Muroddani bin Sufyan bin Khassan Sanusi bin Sa’dulloh bin Sakaruddin
bin Mbah Soleh Somendi Pasuruan. Pada tahun 1770 beliau menikah
dengan perempuan asli Pasuruan, dan dikaruniai dua orang putra yang
nantinya akan menjadi penerus perjuangan dalam menyebarkan ajaran
Islam, yaitu Kiai Abdurrohim Khamdani dan Kiai Ya’qub Khamdani.
Alkisah, KH. Hamdani Hijrah ke dari Pasuruan dalam usia yang
cukup tua, beliau menuju kesuatu daerah sebelah Timur laut kota
Sidoarjo, suatu desa yang sangat religius di Sidoarjo yang kala itu hutan
kosong dan rawa-rawa. Siwalanpanji berawal dari sebuah dusun yang
sudah berpenduduk ramai, namun kehidupan desa itu penuh dengan
kebodohan dan kemaksiatan. Pada saat itu KH. Hamdani berharap
limpahan Rahmat dan Hidayah kepada Allah SWT, agar hutan kosong
dan rawa-rawa itu di angkat kepermukaan untuk di jadikan tempat
mensyi’arkan Islam. Tidak berselang lama, beberapa bulan kemudian
tanah yang sebelumnya rawa-rawa tiba-tiba mengering dan menjadi
daratan.2 Tidak hanya itu, pada awal pengerjaan pondok, kayu bangunan
pondok yang di datangkan dari Cepu melalui jalur laut tiba-tiba pecah dan
tergulung ombak dan berserakan di laut. Namun karena pertolongan
Allah, tiba-tiba kayu yang awalnya terpencar ini bergerak menuju ke
sungai seberang kawasan pondok. Ada satu kayu yang tersangkut di
2
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
29
kawasan Nganjuk, dan sekarang menjadi kayu Cagak/Balok Panji konon
masih ada hingga sekarang tetapi Ghoib. Di pondok ini dulunya juga
sering dibuat tempat pertemuan tokoh-tokoh nasional, seperti
Ir.Soekarno, Bung Hatta, KH. Wahab Abdullah, KH. Wahid Hasyim, KH.
Idham Cholid, Hamka, Bung Tomo,dll.
Bahkan menurut riwayat pada waktu Pondok Al-Hamdaniyah
diasuh oleh KH. Hasyim, Belanda mendatangani pondok menggunakan
pesawat terbang dan ada salah satu dari keponakan KH. Hasyim yang
bernama Kiai Annas mendengar suara itu langsung terbang dengan hanya
membawa es lilin untuk mengejar pesawat Belanda. Pernah juga pondok
ini di bom berkali-kali oleh Belanda tetapi bom tidak meledak dan sampai
sekarang kedua tempat tersebut masih ada.
Karamah-karamah tersebut menjadikan magnet tersendiri,
sehingga banyak santri yang menarik ingin belajar di pondok ini.
Menurut Gus Rokhim, pemangku pondok pesantren ini sudah berganti
generasi ke 7 dari KH. Khamdani.
Silsilah beliau bila diurut mulai atas, beliau merupakan ulama’
klasik tempo dulu hingga ke wali songgo.3
Adapula Tujuan KH.Hamdani mendirikan Pondok ini selain
meneruskan perjuangan Walisongo dan mensyi’arkan ajaran-ajaran
Islam, di daerah ini masyarakatnya di dominasi dengan kegiatan
3
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
30
maksiat. Hingga beliau mendirikan gubuk yang dijadikannya sebagai
tempat tinggal keluarganya dan sekaligus tempat mensyi’arkan Islam.
“ Agar Kegiatan Agama tertanam dimasyarakat, salah seorang
putra beliau yakni Kiai Ya’qub dinikahkan dengan putri masyarakat
setempat yag bernama Khadijjah. Hingga saat ini yang menjadi
pengasuh pondok pesantren Al-Hamdaniyah sudah periode ke tujuh”.
Terang Pengasuh ponpes siwalanpaji KH. Hamdani.4
Adapun urutan kepengurusan Pondok Pesantren Sebagai
berikut :
1. Pada Pada periode kedua, dipimpin oleh putra Khamdani yaitu KH.
Abdurrohim dan KH. Ya’qub
2. Periode ketiga, dipimpin oleh KH. Hasyim Abdurrohim dan
Khozin Fahruddin.
3. Periode keempat, dipimpin oleh KH. Faqih Hasyim, KH. Sholeh
Hasyim dan KH. Basuni Khozin.
4. Periode kelima, dipimpin oleh KH. Abdullah Siddiq, KH. Hasyim
Asmu’i.
5. Periode keenam, dipimpin oleh KH. Rifa’I Jufri, KH. Abdul Haq,
KH. Asmu’i.
4
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
31
6. Periode ketujuh hingga sekarang ini, dipimpin oleh KH. Asy’ari
Asmu’I, KH. Masur Shomad, KH. Abd. Rohim Rifa’I dan Agus
Taufiqurrochman.
B. Periodesasi Kepemimpinan Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah 1. Periode Ke-1 (KH. Khamdani) Tahun 1787- 1792M
KH. Khamdani adalah putra Kiai Sufyan bin KH. Hasan
Sanusi (Mbah Semendi) Pasuruan. Beliau lahir dan wafat di Pasuruan
Jawa Timur. Pada perang dunia kedua, Negara Indonesia yang saat itu
sedang kacau balau karena agresi penjajah Belanda memecah belah
kerajaan-kerajaan Islam di Jawa yang saat itu di bawah kekuasaan
kerajaan Mataram.
Sekitar tahun 1787 M. KH. Khamdani memutuskan Hijrah
kesuatu tempat yang tenang, ke arah kaki melangkah hingga
tempatnya di desa SiwalanPanji Buduran Sidoarjo Jawa Timur. Beliau
memulai penyebaran agama Islam dengan mendirikan Pondok
Pesantren sebagai pusat pendidikan dan pengembangan agama Islam.
Yang dikenal dengan “Pondok Panji” yang sekarang
dinamakan “Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah” pergantian nama ini
terjadi pada masa KH.Hayiyi Asmu’I sebagai tanda terima kasih atas
jasa beliau atas berdirinya pondok pesantren Al-Hamdaniyah, akan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
32
menyerahkan sepenuhnya kepada kedua putra beliau yaitu: KH.
Ya’qub Khamdani dan KH. Abd.Rohim Khamdani.5
2. Periode Ke-II (KH. Abd. Rohim Khamdani dan KH. Ya’qub Khamdani ) Tahun 1792 -1843 M
Konon, pada saat kepemimpinan beliau berdua dengan
kesatuan tekat dan tujuan yang sama, beliau memulai membagi tugas
sesuai dengan bidang dan kemampuan masing-masing, diantaranya
adalah:
a. KH.Ya’qub yang dikenal „Alim, kaya lagi dermawan bertugas
sebagai penyuplai kebutuhan pokok dan membangun asrama
santri pondok dan membimbingnya.
Konon, pada pembangunan tahap awal Kiai Ya’qub
mendatangkan langsung kayu jati dari daerah Cepu melewati jalur
sungai berantas akan tetapi di tengah jalan perahu yang
mengangkut kayu tersebut pecah dan kayupun menjadi
berantakan di mana-mana. Atas kebesaran Allah kayu tersebut
yang awalnya berantakan di mana-mana dapat kembali
berkumpul dan beriringan kearah sungai yang mengalir ke tempat
tujuan pondok panji. Dan ada yang mengatakan bahwa kayu
tersebut tersangkut di daerah Nganjuk secara ghoib sampai
sekarang yang di kenal dengan Cagak/ Balok Panji.
5
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
33
b. Sedangkan KH. Abd.Rohim Khamdani yang dikenal alim dan
mumpuni. Beliau bertugas mengurusi masyarakat sekitar, dengan
kecerdikan beliau yang menikahi sinden kesenian Ludruk desa
setempat sedikit demi sedikit kesenian ludruk dapat di hilangkan
dengan tanpa adanya kekrasan dan masyarakat mulai menerima
ajaran Islam.6
Dengan keuletan, kesabaran dan keteladanan beliau berdua
ponpes mengalami kemajuan yang sangat signifikan, sehingga
ponpes dikenal oleh masyarakat luas khususnya di kepulauan
Jawa dan Madura.
Mereka berdua dimakamkan di Makam Ulama’ Desa
Siwlanpanji Buduran Sidoarjo.7
3. Periode Ke-III (KH. Hasyim bin KH. Abd. Rohim dan KH. Khozin bin Khoiruddin) Tahun 1843- 1845 M.
Pada periode ini merupakan puncak keemasan. Hingga ribuan
santri dari berbagai daerah mulai dari Madura, Surabaya, Gresik,
Sidoarjo, Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Banyuwangi dan
lainnya. Berbondong-bondong menimba ilmu agama di ponpes Panji,
atas keikhlasan dan kesuksesan beliau dalam mendidik
santri-santrinya, para santri tatkala pulang membawa ilmu yang berkah dan
bermanfaat sehingga mereka menyebarkan ilmunya didaerahnya
6
KH.Abd.Mukhit, Wawancara, Siwalanpanji, 2009. 7
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
34
masing-masing dan mendirikan ponpes sebagai pusat pendidikan dan
penyebaran agama Islam.
Konon, KH.Hayim Abdur Rohim sebagai kakak ipar dari
KH.Khozin yang dikenal dengan Tawadhu’ yang dalam
kehidupannya agak sakit-sakitan sehingga pengelolahan ponpes di
serahkan kepada KH. Khozin menantu dari KH. Ya’qub yang di kenal
Alim, Tawadhu’.
Beliau berdua adalah orang-orang yang menyiapkan kader dan
para pejuang untuk merebut kemerdekaan bangsa Indonesia dari
penjajah, dan pada pondok ini pernah dijadikan tempat pertemuan
tokoh Nasional diantaranya adalah: Ir.Soekarno, Dr. Moh Hatta,
KH.Wahab Hasbullah, KH.Wahid Hasyim, KH.Idham Kholid, Bung
Tomo, sehingga lahirlah Laskar Hizbullah.
4. Periode Ke-IV (KH. Faqih bin Hasyim, KH. Sholeh bin Hasyim, KH. Basuni bin Khozin) Tahun 1845- 1905 M.
KH. Faqih Hasyim merupakan seorang ulama’ yang alim,
kharismatik dan bersahaja, beliau memulai mengembangkan agama
Islam bukan hanya di Pesantren saja, akan tetapi beliau memulai
pendekatan kepada warga sekitar dari desa Siwalanpanji, Buduran,
Kemiri, Sukomulyo, Prasung, Damarsi dan lain-lain.
Hingga terbentuklah pengajian umum satu minggu sekali atau
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
35
masyarakat yang berdatangan hanya untuk mendengarkan nasehat dan
petuah beliau yang menyejukkan hati.
Dari sinilah muncullah gagasan beliau untuk mendirikan
pendidikan islam formal yaitu: Roudhotul Athfal/ TK dan Madrasah
Ibtidaiyah / SD (Tahun 1950), sebagai respon perkembangan
pendidikan nasional yang membutuhkan sertifikasi atau pengakuan
dari pemerintah dan tuntutan zaman.
Konon, dalam Syakal/ Harokat antaa kalimat *NAHDHOTUL
ULAMA* KH. Faqih Hasyim mengusulkan agar Huruf Ta’ pada kata
Nadhotul Ulama’ tidak usah di harokati, karena bila di harokati,
karena bila di harokati mempunyai arti yang berbeda-beda. Semua itu,
demi terciptanya suatu kedamaian, kerukunan dan kesatuan sesama
warga Nahdhiyyin. KH. Faqih Hasyim meninggalkan empat istri, dan
wafat pada tahun 1955 M. Di makam Ulama’ desa SiwalanPanji.
5. Periode ke V
6. MASA KEFAKUMAN 1997 – 2000
Masa-masa ini adalah masa-masa sulit bagi pondok panji,
diantaranya sebab kemunduran dan kemrosotan adalah masa intern
antara keluarga hingga mempengaruhi berlangsungnya pendidikan
dan pengajaran di pesantren.
Namun mulai tahun 2000 pondok Panji di buka kembali
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
36
Dzurriah Khamdani, Yang disebut masa “Perintisan kembali dan
perkembangan”. Dengan Motto : “ Mengambil hal baru yang lebih
baik dan mempertahankan hal yang lama dan sesuai dengan zaman”.
Sehingga pada tahun 2007 pondok pesantren Al-Hamdanyah di
resmikan kembali setelah pondok mengalami kebakaran hebat dan
setelah mengalami kefakuman selama 3 tahun.
C. Perkembangan Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah (1787-1997M)
Pada periode awal ini merupakan masa perintisan, di mana pada
periode ini pondok pesantren Al-Hamdaniyah mempunyai ciri yang
masih sederhana yang dimiliki pondok baik dari segi fisik maupun non
fisik. Dalam proses perkembangannya dapat di jelaskan sebagai berikut:
Dalam situasi masyarakat desa yang mengalami krisis pendidikan
agama, maka KH.Khamdani berinisiatif mendirikan pondok. Usaha
pertama yang di lakukan KH.Khamdani dalam mendirikan pondok
pesantren adalah mengajak masyarakat khusunya pemuda-pemudi
setempat untuk singah kegubuk kecil beliau dan dari situlah di bangun
sebuah pondok kecil yang berada di tenggah-tenggah hutan yang tidak
berpenghuni. Dari ajakan tersebut banyak pemuda-pemudi yang belajar
mondok ke pondok pesantren hingga terlahirlah seorang calon ulama’
-ulama’ besar kelak.8
8
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
37
Berawal dari limpahan rahmat dan Hidayahnya kepada Allah
SWT, agar hutan kosong dan rawa-rawa itu di angkat ke permukaan
untuk dijadikan sebuah tempat mensyi’arkan ajaran Islam. Tidak
berselang lama, beberapa bulan kemudian tanah yang sebelumnya
rawa-rawa menjadi kering dan menjadi daratan.9 Tidak hanya itu, pada awal
pengerjaan pondok, kayu bangunan yang di datangkan langsung dari
Cepu tiba-tiba hilang dan tergulung ombak dan berserakan dilaut. Namun,
karena pertolongan Allah tiba-tiba kayu yang awalnya hilang ini tiba-tiba
berada di sebrang sungai dekat pondok. Ada satu kayu yang tersangkut di
kawasan Kediri, dan sekarang menjadi kayu cagak/ balok panji yang
konon masih ada hingga sekarang ini tetapi Ghoib. Perkembangan
pondok AL-Hamdaniyah Siwalanpanji meliputi dua Aspek, yaitu
1. Aspek Fisik
Yang meliputi renovasi gedung, dan memperluas area tanah,
untuk menunjang fasilitas masyarakat pondok.
Masalah sarana dan prasarana, dalam suatu lembaga
pendidikan ataupun lembaga non pendidikan merupakan faktor yang
penting, yang ikut menentukan berhasil tidaknya suatu lembaga
dalam melaksanakan program-progamnya, karena keduanya
merpakan faktor yang utama dalam pelaksanaan aktivitas dalam suatu
lembaga.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
38
Begitu juga dengan pondok pesantren Al-Hamdaniyah dalam
melaksanakan aktivitas pendidikannya juga didukung oleh berbagai
macam sarana dan prasarana untuk menunjang keberhasilan
pendidikan yang di kelolahnya, saran dan prasarana pendidikan yang
ada di dalam pondok pesantren diantaranya:
a. Tanah area pondok yang luasnya kurang dari 4 Hektar, dan di area
inilah terdapat berbagai macam bangunan dan gedung yang di
pergunakan untuk pelaksanaan pendidikan.
b. Gedung madrasah yang berfungsi sebagai tempat
penyelenggaraan pendidikan dan pengajian di Pondok.
c. Perpustakaan, sebagai tempat untuk menyimpan dan membaca
berbagai macam buku (Kitab) baik yang berbahasa arab,
Indonesia, maupun Inggris, yang sekaligus berfungsi sebagai
wahana pengembangan ilmu pengetahuan.
d. Pondok, yang berfungsi sebagai tempat asrama para santri yang
tinggal di pesantren.
e. Masjid/ Musholah, sebagai tempat untuk melaksanakan shalat
berjama’ah dan juga sebagai tempat pengajian kitab kuning.
f. Koperasi, yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
bagi para santri yang tinggal di pondok.
Disamping didukung oleh berbagai macam sarana pendidikan,
pelaksanaan pendidikan di pondok pesantren Al-Hamdaniyah
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
39
a) Adanya semangat yang tinggi dari para santri untuk mempelajari
dan mendalami ilmu agama.
b) Keikhlasan dan kesabaran para pengasuh dan guru-guru pondok
dalam melaksanakan dan mengembangkan program-program
pondok pesantren.
c) Dukungan yang besar dari orang tua santri dan masyarakat baik
yang bersifat materil maupun spiritual.
Dengan dukungan berbagai macam sarana dan prasarana
itulah maka pelaksanaan kegiatan di pondok pesantren
Al-Hamdaniyah bisa berjalan dengan baik dan tiap tahun selalu
mengalami peningkatan kualitas maupun kuantitas.10
2. Aspek Pendidikan
Pesantren AL-Hamdaniyah yang di dirikan oleh
KH.Khamdani tahun 1787 bermula dari KH.Khamdani sendiri yang
memiliki inisiatif untuk mendirikan sebuah pondok pesantren di
kawasan rawa-rawa. Pendidikan saat itu masih sederhana sekali yaitu
hanya memakai “Sistem Wetonan”.
Setelah pergeseran waktu, pengajian yang semula hanya di
ikuti empat orang dengan pengasuh KH.Khamdani, lambat tahun
bertambah kira-kira 40 orang, dan kemudian beliau mendirikn
semacam pemondokan dan langgaran. Kelompok pengajian di adakan
pada malam hari, sistem ini biasanya di sebut sistem langgaran yaitu
10
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
pelajaran adalah huruf hijaiyah barulah di ajarkan membaca
Al-Qur’an, juga diajarkan syari’at Islam serta cerita akhlak para
Nabi-nabi dan orang-orang sholeh sehingga di harapkan anak mampu
meneladaninya.11
Sistem pengajaran juga mengalami perubahan dengan
bertambahnya santri yang semakin banyak yaitu di gunakan sistem
pengajaran seperti yang di gunakan di pesantren sesungguhnya yaitu
wetonan yang di mana seorang Kiai membacakan suatu kitab dalam
waktu tertentu dan santri membawa kitab yang sama, kemudian
menyimak dan mendengarkan bacaan Kiai, dan sistem sorogan/
badongan yaitu seorang santri yang pandai mensorogan sebuah kitab
kepada Kiai untuk dibaca dihadapan Kiai, jika ada salah maka
langsung di benarkan oleh Kiai.12 Dengan sistem pendidikan dan
pengajaran pondok pesantren ini mampu merekrut dan mampu di
minati banyak santri.
Pondok pesantren Al-Hamdaniyah Siwalanpanji mengalami
kemajuan dan perkembangan yang pesat sehingga dengan di tuntut
menyediakan fasilitas untuk para santri yang berjumlah kira-kira 1000
11
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan), Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan (LSIK), 19995, 22.
12
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
41
orang, bahkan saat ini terdapat ratusan santri mengaji kitab klasik.
Mengajarkan sistem wetonan di laksanakan setelah shalat, di ikuti
oleh semua santri menurut tingkat kemampuan, dalam arti bila di
dalam pengajian itu di bacakan kitab kecil maka pengikutnya adalah
santri pemula di dalam pemahaman ajaran Islam. Sebaliknya jika
yang di bacakan itu kitab yang lebih tinggi maka santri yang
mengikutnya adalah santri yang cukup faham dalam penelaah kitab
yang di ajarkan di pesantren tersebut, jadi jelasnya bahwa pembeda
ini di dasarkan pada kemampuan para santri itu sendiri di dalam
pemahaman kitab-kitab, yang di serakan dengan di laksanakannya
administrasi pondok yang diatur dalam organisasi yang tertib.
Dengan di perkenalkannya sistem Madrasah, maka pondok
Al-Hamdaniyah yang awalnya hanya memberikan pengajian
mengalami perubahan dan perkembangan, dari pesantren salafi
menjadi khalafi, pesantren Salafi adalah pesantren yang tetap
mempertahankan kitab-kitab klasik sebagai inti pendidikan pesantren.
Sedangkan pesantren Khalafi adalah pesantren yang telah
memasukkan pelajaran umum dalam pesantren yang di
kembangkan.13
Dalam cara mengajar pada pengajian kitab ada dua tingkatan
yaitu tingkatan awwaliyah dan tingkat atas.
13
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
42
a. Untuk tingkat awwaliyah, yaitu mengajarkan kitab-kitab kepada
seorang murid demi medapatkan murid yang rajin dan cerdas
lebih cepat tamat, sedangkan murid-murid malas dan bodoh maka
akan membutuhkan waktu yang lama.
b. Untuk tingktatan tinggi yaitu sistem berhalaqah,
pelajaran-pelajaran yang terdiri dari guru-guru dan beberapa murid yang
merasa sanggup mengikutinya mengadakan halaqah yaitu duduk
bersila di tenggah-tenggah murid, sambil membawa kitab
sendiri-sendiri, mula-mula guru membaca kitab dalam bahasa Arab dan
menerjemahkannya kedalam bahasa Melayu (daerah), sedangkan
para murid menyimak baik-baik kalau Kiai menerangkan
maksudnya.14
D. Usaha Pembinaan dan Kesejahteraan Pondok
Dalam rangka memberikan kelangsungan hidup suatu pesantren
memang membutuhkan upaya-upaya komprehensif dan produktif serta
progresif dalam menciptakan kondisi dinamis akan kehidupan pesantren
itu sendiri. Sebuah pesantren dapat dikatakan hidup apabila sosok
pesantren tersebut menimbulkan eksistensinya yang baik. Dan
pemunculan sosok pesantren yang mempengaruhi terhadap pasang
surutnya minat santri yang belajar di pondok pesantren.15
14
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, ( Mutiara Sumber Widya, 1995), 56-57.
15
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
43
Seorang santri yang ingin belajar dipondok pesantren biasanya
memandang elitism pesantren, kualitas Kiai termasuk kharismatiknya,
juga pembinaan kelmbagaan pesantren yang diberikan. Oleh sebab itu
kredibilitas inilah yang mesti di perhatikan oleh seorang Kiai dan para
pengasuh pondok lainnya untuk menumbuhkan dan mempertahankan
eksistensi sebuah pesantren.
Realitas diatas dalam konteks pondok pesantren AL-Hamdaniyah
Siwalanpanji, KH.Khamdani berupaya untuk mempertahankan dan
membangun suatu lembaga kepesantrenan yang berorientasi untuk
mewujudkan manusia muslim yang berkepribadian, tangguh, serta
bertanggung jawab secara utuh, pensiptaan kondisi pengkaderan yang
mempunyai integritas paripurna dengan selalu meningkatkan pembinaan
kesejahteran pondok pesantren baik kualitas material, maupun spiritual
yang menyangkut pengembangan serta pembangunan kualitas manusia
seutuhnya.
Kehadiran pondok pesantren dalam partisipasinya mencerdaskan
kehidupan bangsa, merupakan I’tikad yang sangat terpuji. Untuk itu
peranan pondok pesantren dalam meningkatkan pendidikannya hendak
mampu berorientasi pada kebutuhan masyarakat. Jadi hal-hal yang di
ajarkan dalam pondok pesantren harus relevan dengan kepentingan dan