• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis penalaran matematis mahasiswa dalam melakukan pembuktian menggunakan induksi matematika ditinjau dari gaya berpikir model Gregorc.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis penalaran matematis mahasiswa dalam melakukan pembuktian menggunakan induksi matematika ditinjau dari gaya berpikir model Gregorc."

Copied!
187
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENALARAN MATEMATIS MAHASISWA

DALAM MELAKUKAN PEMBUKTIAN

MENGGUNAKAN INDUKSI MATEMATIKA

DITINJAU DARI GAYA BERPIKIR

MODEL GREGORC

SKRIPSI

Oleh:

YUNITA AYU PRASISKA NIM D04213038

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PMIPA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ANALISIS PENALARAN MATEMATIS MAHASISWA DALAM MELAKUKAN PEMBUKTIAN MENGGUNAKAN INDUKSI MATEMATIKA DITINJAU DARI GAYA BERPIKIR MODEL GREGORC

Oleh:

YUNITA AYU PRASISKA

ABSTRAK

Penalaran matematis dapat digunakan untuk menentukan kebenaran suatu argumen matematika atau membangun suatu argumen matematika yang baru. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penalaran matematis mahasiswa dalam melakukan pembuktian menggunakan induksi matematika ditinjau dari gaya berpikir model Gregorc yaitu sekuensial konkret, sekuensial abstrak, acak konkret, dan acak abstrak.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah 8 mahasiswa pendidikan matematika semester 2 Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Pengumpulan data dilakukan dengan cara tes dan wawancara. Data yang sudah diperoleh kemudian dianalisis berdasarkan indikator dari penalaran matematis.

Hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian ini diperoleh bahwa penalaran matematis mahasiswa yang memiliki gaya berpikir sekuensial konkret, sekuensial abstrak, acak konkret, dan acak abstrak dalam melakukan pembuktian menggunakan induksi matematika yaitu berawal dari informasi yang memiliki pola untuk menghasilkan bentuk umum. Selanjutnya, menggunakan prinsip induksi matematis dan metode substitusi untuk membuktikan bentuk umum tersebut sehingga dapat diperoleh suatu pernyataan baru. Namun, untuk mahasiswa sekuensial abstrak melibatkan konsep kelipatan 5 dalam membuktikan P(k+1) benar sehingga dapat melakukan pembuktian induksi matematika dengan tepat. Berbeda dengan mahasiswa sekuensial konkret, acak konkret, dan acak abstrak yang mengalami kesalahan konsep pada saat membuktikan P(k+1) benar sehingga pembuktian yang dilakukan kurang tepat.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Batasan Penelitian ... 8

F. Definisi Operasional ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penalaran Matematis ... 10

B. Induksi Matematika ... 20

C. Gaya Berpikir... 22

D. Hubungan Penalaran Matematis Mahasiswa dengan Pembuktian Menggunakan Induksi Matematika dan Gaya Berpikir Model Gregorc... 29

E. Permasalahan ... 30

(8)

B. Tempat dan Waktu ... 32

C. Subjek Penelitian ... 32

D. Teknik Pengumpulan Data ... 35

E. Instrumen Penelitian ... 36

F. Keabsahan Data ... 37

G. Teknik dan Analisis Data ... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Penalaran Matematis Mahasiswa Sekuensial Konkret dalam Melakukan Pembuktian Menggunakan Induksi Matematika Ditinjau dari Gaya Berpikir Model Gregorc ... 41

B. Penalaran Matematis Mahasiswa Sekuensial Abstrak dalam Melakukan Pembuktian Menggunakan Induksi Matematika Ditinjau dari Gaya Berpikir Model Gregorc ... 72

C. Penalaran Matematis Mahasiswa Acak Konkret dalam Melakukan Pembuktian Menggunakan Induksi Matematika Ditinjau dari Gaya Berpikir Model Gregorc ... 101

D. Penalaran Matematis Mahasiswa Acak Abstrak dalam Melakukan Pembuktian Menggunakan Induksi Matematika Ditinjau dari Gaya Berpikir Model Gregorc ... 132

BAB V PEMBAHASAN ... 164

BAB VI PENUTUP A. Simpulan ... 170

B. Saran ... 171

(9)

DAFTAR TABEL

2.1 Indikator Penalaran Matematis Mahasiswa dalam Melakukan

Pembuktian Menggunakan Induksi Matematika ... 19

3.1 Jadwal Penelitian ... 32

3.2 Kunci Jawaban Gaya Berpikir Model Gregorc ... 34

3.3 Daftar Subjek Penelitian ... 35

3.4 Daftar Validator Instrumen Penelitian ... 36

4.1 Daftar Subjek Penelitian ... 40

4.2 Triangulasi Data Penalaran Matematis Subjek dan Subjek dalam Melakukan Pembuktian Menggunakan Induksi Matematika ... 68

4.3 Triangulasi Data Penalaran Matematis Subjek dan Subjek dalam Melakukan Pembuktian Menggunakan Induksi Matematika ... 97

4.4 Triangulasi Data Penalaran Matematis Subjek dan Subjek dalam Melakukan Pembuktian Menggunakan Induksi Matematika ... 128

(10)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Prinsip Induksi Matematis ... 20 3.1 Kelompok Kata Gaya Berpikir Model Gregorc ... 33 4.1 Jawaban Tertulis Subjek dalam Mengajukan Dugaan ... 41 4.2 Jawaban Tertulis Subjek dalam Melakukan Pembuktian

Menggunakan Induksi Matematika ... 44 4.3 Jawaban Tertulis Subjek dalam Membuat Kesimpulan ... 50 4.4 Jawaban Tertulis Subjek dalam Memeriksa Kesahihan Suatu

Argumen ... 51 4.5 Jawaban Tertulis Subjek dalam Mengajukan Dugaan ... 56 4.6 Jawaban Tertulis Subjek dalam Melakukan Pembuktian

Menggunakan Induksi Matematika ... 59 4.7 Jawaban Tertulis Subjek dalam Membuat Kesimpulan ... 62 4.8 Jawaban Tertulis Subjek dalam Memeriksa Kesahihan Suatu

Argumen ... 63 4.9 Jawaban Tertulis Subjek dalam Mengajukan Dugaan ... 72 4.10 Jawaban Tertulis Subjek dalam Melakukan Pembuktian

Menggunakan Induksi Matematika ... 74 4.11 Jawaban Tertulis Subjek dalam Membuat Kesimpulan ... 80 4.12 Jawaban Tertulis Subjek dalam Mengajukan Dugaan ... 85 4.13 Jawaban Tertulis Subjek dalam Melakukan Pembuktian

Menggunakan Induksi Matematika ... 87 4.14 Jawaban Tertulis Subjek dalam Membuat Kesimpulan ... 91 4.15 Jawaban Tertulis Subjek dalam Mengajukan Dugaan ... 101 4.16 Jawaban Tertulis Subjek dalam Melakukan Pembuktian

Secara Induktif ... 103 4.17 Jawaban Tertulis Subjek dalam Melakukan Pembuktian

Menggunakan Induksi Matematika ... 104 4.18 Jawaban Tertulis Subjek dalam Membuat Kesimpulan ... 108 4.19 Jawaban Tertulis Subjek dalam Memeriksa Kesahihan Suatu

Argumen ... 109 4.20 Jawaban Tertulis Subjek dalam Mengajukan Dugaan ... 114 4.21 Jawaban Tertulis Subjek dalam Melakukan Pembuktian

(11)

4.24 Jawaban Tertulis Subjek dalam Melakukan Pembuktian Menggunakan Induksi Matematika ... 135 4.25 Jawaban Tertulis Subjek dalam Membuat Kesimpulan ... 140 4.26 Jawaban Tertulis Subjek dalam Mengajukan Dugaan ... 145 4.27 Jawaban Tertulis Subjek dalam Melakukan Pembuktian

(12)

DAFTAR TABEL

A. LAMPIRAN INSTRUMEN PENELITIAN

1. Angket Gaya Berpikir Model Gregorc... 176

2. Instrumen Tes Penalaran Matematis ... 178

3. Lembar Validasi Tes Penalaran Matematis ... 183

4. Pedoman Wawancara ... 187

5. Lembar Validasi Pedoman Wawancara ... 189

B. LAMPIRAN HASIL PENELITIAN 1. Hasil Angket Gaya Berpikir Subjek ... 193

2. Hasil Tes Penalaran Matematis Subjek ... 201

C. LAMPIRAN SURAT DAN LAIN-LAIN 1. Surat Tugas Dosen ... 209

2. Surat Izin Penelitian ... 210

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matematika merupakan ilmu dengan berbagai materi yang dapat memicu berkembangnya kemampuan berpikir khususnya penalaran. Hal ini disebabkan matematika adalah ilmu yang mempunyai karakteristik deduktif aksiomatik, yang memerlukan kemampuan berpikir dan bernalar untuk memahaminya. Seperti yang dikemukakan oleh Tinggih bahwa matematika merupakan ilmu yang diperoleh dengan bernalar.1 Pernyataan tersebut dipertegas oleh Ruseffendi yang menyatakan bahwa matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran.2 Dengan demikian, matematika dapat dikatakan sebagai ilmu yang dapat diperoleh melalui penalaran.

Materi matematika dan penalaran matematis merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar matematika.3 Hal ini didukung oleh Ansjar dan Sembiring bahwa penalaran merupakan karakteristik utama matematika yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan mempelajari dan mengembangkan matematika atau menyelesaikan suatu masalah matematika.4 Selain itu, Ball dan Bass juga menyatakan bahwa pemahaman matematika tidak mungkin tanpa menekankan penalaran.5 Hal ini menunjukkan pentingnya penalaran sebagai fondasi untuk pemahaman matematika.

1Rohana, “Peningkatan Kemampuan penalaran matematis Mahasiswa Calon Guru Melalui

Pembelajaran Reflektif”, Infinity Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Bandung, 4:1, (Februari, 2015), h. 106.

2 Ati Sukmawati dan Lilis Puri Sukadasih, “Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan

Penalaran Matematis Siswa SMK”, EDU-MAT Jurnal Pendidikan Matematika, 2:3, (Oktober, 2014), h. 202.

3 Nor Sholeh, Rochmad, dan Supriyono, “Kemampuan Penalaran Deduktif Siswa Kelas VII Pada Pembelajaran Model-Eliciting Activities”, Unnes Journal of Mathematics Education, 3:1, (Maret, 2014), h.36.

4 Rohana, Loc. Cit., h. 106

5Iis Holisin, “Analisis Penalaran Siswa Perempuan Sekolah Dasar (SD) Berkemampuan

(14)

2

Penalaran sangat dibutuhkan bagi siswa maupun mahasiswa dalam memahami materi atau konsep matematika. Melalui penalaran, mahasiswa akan memiliki kemampuan berpikir kritis, berargumen secara logis, dan menyusun justifikasi untuk suatu penyelesaian yang diperoleh dari proses berpikir logis.6 Namun, pada kenyataannya banyak mahasiswa yang sulit memahami materi atau konsep matematika, sehingga mendapatkan hasil yang kurang maksimal. Selain itu, berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan oleh Ririn Dwi Agustin selaku dosen pendidikan matematika menyatakan bahwa kemampuan penalaran mahasiswa masih tergolong rendah. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah logika berpikir mahasiswa.7 Hal ini menunjukkan bahwa mengetahui penalaran matematis mahasiswa sangat diperlukan untuk meminimalisir kesalahan dalam logika berpikir mahasiswa.

CUPM (Committee on the Undergraduate Program in Mathematics) memberikan enam rekomendasi dasar untuk jurusan, program dan semua mata kuliah dalam matematika. Salah satu rekomendasinya menerangkan bahwa setiap mata kuliah dalam matematika hendaknya merupakan aktivitas yang akan membantu mahasiswa dalam pengembangan daya analitis, penalaran kritis, pemecahan masalah dan kemampuan berkomunikasi.8 Berdasarkan rekomendasi CUPM tersebut, dapat dikatakan bahwa penalaran matematis merupakan bagian yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran matematika khususnya di perguruan tinggi.

Penalaran merupakan aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau proses berpikir dalam rangka membuat suatu pernyataan baru berdasar pada beberapa pernyataan yang kebenarannya sudah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.9 Hal ini dipertegas oleh Mueller dan Maher yang menyatakan bahwa

Reasoning is a process that enables the revisiting and reconstruction of previous knowledge in order to build new

6 Ferry Ferdianto, dkk, “Uji Komparasi Antara Kemampuan Penalaran Matematis Mahasiswa Yang Berasal dari Lulusan SMA IPA dan Bukan IPA Pada Mata Kuliah

Kalkulus III di Unswagati Cirebon”, Jurnal Euclid, 2:1,h. 139

7Ririn Dwi Agustin, “Kemampuan Penalaran Matematika Mahasiswa Melalui Pendekatan Problem Solving”, Jurnal PEDAGOGIA, 5:2, (Agustus, 2016), h. 180

8 Rohana, Loc. Cit., h. 107

(15)

3

arguments”.10 Penalaran adalah proses yang melihat kembali dan merekonstruksi pengetahuan sebelumnya untuk membangun argumen baru.

Penalaran matematis sangat diperlukan baik untuk menentukan apakah sebuah argumen matematika benar atau salah maupun untuk membangun suatu argumen matematika.11 Mueller juga menyatakan

bahawa “In the process of justifying, they naturally build arguments that take the form of proof”.12 Dalam proses pembenaran, mereka secara alami membangun argumen dalam bentuk pembuktian. Oleh karena itu, penalaran matematis sangat dibutuhkan dalam membuktikan suatu argumen.

Penalaran dapat dikembangkan dengan cara meminta mahasiswa untuk menulis bukti dan pembenaran terhadap suatu pernyataan matematika. Namun, Menurut Suherman mahasiswa masih kesulitan dalam menjawab soal yang bersifat pembuktian formal yang mengacu pada definisi dan teorema.13 Hal ini menunjukkan bahwa penalaran berhubungan dengan pembuktian dalam matematika.

Menurut Sumarmo, penalaran dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran secara induktif dan deduktif dapat dilakukan oleh mahasiswa selama melakukan proses pembuktian. Penalaran induktif digunakan untuk menghasilkan dugaan sementara. Sedangkan penalaran deduktif digunakan untuk membuktikan dugaan sementara tersebut dengan menggunakan metode pembuktian matematika.

Terdapat beberapa jenis metode pembuktian dalam matematika, salah satunya yaitu pembuktian dengan menggunakan induksi matematika. Pembuktian dengan induksi matematika dipergunakan untuk membuktikan bahwa suatu pernyataan adalah benar untuk setiap bilangan bulat positif atau bilangan asli. Metode pembuktian jenis ini didasarkan pada suatu teorema prinsip induksi matematis.14

10Mary Mueller dan Carolyn Maher, “Learning to Reason in an Informal Math After

-School Program”, Mathematics Education Research Journal, 21:3 (2009), h.7

11Ikhsan, “Kemampuan Penalaran Mahasiswa Dalam Pembuktian Teorema Pada Mata

Kuliah Analisis Real 1”,Didaktika, 22: 2, (Februari, 2016), h. 125 12 Mueller dan Maher, Op. Cit., h. 7

13Ari Septian, “Pengaruh Kemampuan Prasyarat Terhadap Kemampuan Penalaran

Matematis Mahasiswa Dalam Matakuliah Analisis Real”, Jurnal Kajian Pendidikan, 4:2, (Desember, 2014), h.180

14

(16)

4

Melalui prinsip induksi matematis, mahasiswa dapat melakukan pembuktian menggunakan induksi matematika dengan tepat.

Jacobs menyatakan bahwa prinsip induksi Matematika dianggap sebagai salah satu dasar aksioma dalam beberapa teori matematika yang melibatkan bilangan asli.15 Prinsip induksi matematis tersebut berbunyi: Misalkan adalah suatu pernyataan yang kebenarannya ditentukan oleh n, jika memenuhi dua sifat berikut: (1) itu benar untuk = 1; (2) untuk setiap bilangan asli k, jika benar, maka + 1 juga benar. Dari pernyataan (1) dan (2) maka dapat disimpulkan bahwa bernilai benar untuk setiap bilangan asli n.16 Kesimpulan yang dihasilkan akan menunjukkan bahwa pernyataan matematika yang dibuktikan terbukti benar atau tidak untuk setiap bilangan asli.

Materi Induksi Matematika sudah diperoleh mahasiswa pada saat kelas 12 SMA. Tentunya, mahasiswa sudah mengetahui prinsip dari induksi matematis. Namun, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Karunia Eka Lestari menunjukkan bahwa hampir setengahnya (35,6%) dari 158 mahasiswa mengalami permasalahan dalam melakukan pembuktian secara langsung, tak langsung atau dengan induksi matematika.17 Sedangkan berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh Azin Taufik dengan lima mahasiswa Universitas Kuningan yang mengikuti mata kuliah Teori Bilangan diperoleh informasi bahwa mahasiswa mengalami kesulitan dalam membuktikan dengan induksi Matematika.18 Oleh karena itu, untuk mengetahui permasalahan mahasiswa dalam melakukan pembuktian menggunakan induksi matematika sangat diperlukan.

Hasil penelitian Yadi menunjukkan jenis kesalahan yang dialami mahasiswa laki-laki dan perempuan dalam mengerjakan soal induksi matematika antara lain kesalahan pemahaman konsep dan kesalahan prosedur aturan induksi matematika. Sedangkan

15Miksalmina, “Penerapan Induksi Matematika Dalam Pembuktian Matematika”,-, 3:2, (Desember, 2012), h. 70

16Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Indonesia, Matematika Buku Guru Kelas XII (Jakarta: Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan, 2015), h. 160.

17Karunia Eka Lestari, “Analisis Kemampuan Pembuktian Matematis Mahasiswa Menggunakan Pendekatan Induktif-Deduktif pada Mata Kuliah Analisis Real”, Jurnal Kajian Pendidikan dan Pengajaran, 1:2, (Oktober, 2015), h. 129.Ibid, h. 133.

(17)

5

faktor penyebab kesalahan mahasiswa antara lain kurangnya menguasai konsep terhadap materi induksi matematika, mahasiswa kurang menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan sehingga mahasiswa langsung mengoperasikan ke dalam rumus, kurang teliti dalam melakukan operasi hitung dan tergesa-gesa dalam mengerjakan soal sehingga menimbulkan kesalahan.19 Hal ini menunjukkan bahwa pembuktian menggunakan induksi matematika tergolong sulit. Untuk itu, mengetahui proses bernalar mahasiswa dalam melakukan pembuktian dengan induksi matematika sangat diperlukan.

D. Peressini & N. Webb berpendapat bahwa penalaran dapat dipandang sebagai suatu kegiatan dinamis yang mencakup berbagai jenis cara berpikir. Hal ini dipertegas oleh O’Daffl er & Thornquist yang mengatakan bahwa penalaran matematis memainkan peran mutlak dalam proses berpikir.20 Dengan demikian, penalaran matematis berhubungan dengan cara bepikir mahasiswa.

Salah satu tokoh yang memperkenalkan jenis cara berpikir atau gaya berpikir yaitu Anthony Gregorc. Gregorc mengelompokkan gaya berpikir menjadi empat kelompok diantaranya yaitu gaya berpikir Sekuensial Konkret (SK), gaya berpikir Sekuensial Abstrak (SA), gaya berpikir Acak Konkret (AK), dan gaya berpikir Acak Abstrak (AA).21

Setiap tipe gaya berpikir memiliki karakteristik tersendiri. Pemikir Sekuensial Konkret (SK) lebih menangkap informasi yang nyata dan mengolah informasi secara berurutan atau tahap demi tahap. Proses berpikir mereka yaitu teratur, linear, dan sekuensial.22 Pemikir Sekuensial Abstrak (SA) memiliki daya imajinasi yang kuat. Proses berpikir mereka logis, rasional, dan intelektual.23 Pemikir Acak Konkret (AK) memberikan sumbangsih berupa gagasan yang kreatif, tidak mudah percaya dengan pendapat orang lain, dan

19Yadi Ardiawan, “Analisis Kesalahan Mahasiswa Dalam Menyelesaikan Soal Induksi

Matematika di IKIP PGRI Pontianak”, Jurnal Pendidikan Informatika dan Sains, 4:1, (Juni, 2015), h. 142.

20Ari Septian, Loc. Cit.,, h.180

21 Anthony F. Gregorc dan Helen B. Ward, A new definition for individual: implications for learning and teaching”, NASSP Bulletin, 6:-, (Februari, 1977), h. 21

22Bobbi Deporter dan Mike Hernacki, “Quantum Learning”. Diterjemahkan oleh Alwiyah Abdurrahman, (Bandung: Kaifa, 2015), h. 128.

23

(18)

6

mengerjakan segala sesuatu dengan cara mereka sendiri.24 Mereka mempunyai sikap eksperimental dan menggunakan pendekatan coba-salah (trial and eror).25 Pemikir Acak Abstrak (AA) memiliki banyak pilihan dan solusi, dapat mengingat dengan baik jika informasi dibuat sesuai kesukaannya, serta seringkali menggunakan cara yang berbeda dalam melakukan sesuatu.26 Setiap orang memiliki gaya berbikir yang berbeda-beda sehingga tentunya juga memiliki cara berpikir yang berbeda-beda.

Berdasarkan hasil penelitian Dedy dan Abdul Rahman menyatakan bahwa dengan mengetahui proses berpikir siswa, guru dapat melacak letak dan jenis kesalahan yang dilakukan siswa. Kesalahan yang dilakukan siswa dapat dijadikan sumber informasi belajar dan pemahaman bagi siswa. Hal ini sangat penting dalam proses pembelajaran karena tingkat pemahaman dan pengetahuan seseorang bergantung pada bagaimana mereka menerima dan memproses informasi yang diberikan.27 Hal ini juga dapat diterapkan untuk mengetahui proses berpikir mahasiswa.

Bertolak dari uraian di atas, peneliti merasa perlu untuk

mengadakan penelitian tentang “Analisis Penalaran Matematis

Mahasiswa dalam Melakukan Pembuktian Menggunakan Induksi Matematika Ditinjau dari Gaya Berpikir Model Gregorc”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana penalaran matematis mahasiswa yang memiliki gaya berpikir sekuensial konkret dalam melakukan pembuktian menggunakan induksi matematika?

24Olivia Nindy Alisa, Skripsi: “Strategi Mental Computation Siswa Bergaya Belajar Random dalam Menyelesaikan Soal Aritmatika Sosial di MI Ma’arif Sambiroto”,

(Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016), h. 6. 25Bobbi Deporter dan Mike Hernacki, Op. Cit., h.130. 26Olivia, Op. Cit., h. 6.

27Dedy Setyawan dan Abdul Rahman, “Eksplorasi Proses Konstruksi Pengetahuan

(19)

7

2. Bagaimana penalaran matematis mahasiswa yang memiliki gaya berpikir sekuensial abstrak dalam melakukan pembuktian menggunakan induksi matematika?

3. Bagaimana penalaran matematis mahasiswa yang memiliki gaya berpikir acak konkret dalam melakukan pembuktian menggunakan induksi matematika?

4. Bagaimana penalaran matematis mahasiswa yang memiliki gaya berpikir acak abstrak dalam melakukan pembuktian menggunakan induksi matematika?

5. Permasalahan-permasalahan apa saja yang dihadapi oleh masing-masing mahasiswa yang memiliki gaya berpikir model Gregorc dalam melakukan pembuktian menggunakan induksi matematika?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mendeskripsikan penalaran matematis mahasiswa yang memiliki gaya berpikir sekuensial konkret dalam melakukan pembuktian menggunakan induksi matematika.

2. Untuk mendeskripsikan penalaran matematis mahasiswa yang memiliki gaya berpikir sekuensial abstrak dalam melakukan pembuktian menggunakan induksi matematika.

3. Untuk mendeskripsikan penalaran matematis mahasiswa yang memiliki gaya berpikir acak konkret dalam melakukan pembuktian menggunakan induksi matematika.

4. Untuk mendeskripsikan penalaran matematis mahasiswa yang memiliki gaya berpikir acak abstrak dalam melakukan pembuktian menggunakan induksi matematika.

(20)

8

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Mahasiswa

Mahasiswa dapat mengetahui tipe gaya berpikir yang dimilikinya dalam memproses informasi. Selain itu, sebagai bahan intropeksi diri untuk mengetahui dan meningkatkan proses bernalar dalam melakukan pembuktian matematika salah satunya dengan menggunakan induksi matematika.

2. Bagi Dosen

Dosen dapat mengetahui tentang penalaran matematis mahasiswa dari masing-masing gaya berpikir yang dimiliki mahasiswa dalam melakukan pembuktian menggunakan induksi matematika. Melalui informasi tersebut, diharapkan dosen dapat merancang pembelajaran matematika sesuai dengan gaya berpikir mahasiswa yang berbeda.

3. Bagi Peneliti Lain

Sebagai bahan rujukan untuk penelitian yang berkaitan dengan penalaran matematis, Pembuktian dengan induksi matematika dan gaya berpikir. Selain itu sebagai landasan dalam rangka untuk menindak lanjuti peneleitian ini dengan ruang lingkup yang lebih luas.

E. Batasan Penelitian

Untuk menjaga fokus penelitian ini, maka peneliti merasa perlu untuk membatasi masalah dalam penelitian ini. Adapun batasan penelitian ini yaitu pokok bahasan yang dijadikan penelitian ini adalah Induksi Matematika yang difokuskan pada pembuktian dengan menggunakan prinsip induksi matematis.

F. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan penafsiran pada penelitian ini, maka penulis merasa perlu memberikan penjelasan bebrapa istilah yang digunakan dalam penulisan ini, yaitu:

(21)

9

2. Penalaran matematis adalah suatu proses berpikir mengenai permasalahan matematika untuk menarik kesimpulan yang benar berdasarkan pada beberapa pernyataan matematika yang kebenarannya telah dibuktikan sebelumnya. Adapun indikator penalaran matematis yaitu: (a) Mengajukan dugaan; (b) Menyusun pembuktian dengan menggunakan induksi matematika; (c) Memberikan alasan terhadap kebenaran solusi; (d) Menarik kesimpulan dari peryataan; (e) Memeriksa kesahihan suatu argumen.

3. Gaya berpikir merupakan cara mengelola dan mengatur informasi yang diperoleh individu dalam pikirannya.

4. Gaya berpikir model Gregorc merupakan gaya berpikir yang diperkenalkan oleh Anthony Gregorc. Gregorc mengelompokkan gaya berpikir kedalam empat kelompok yang meliputi gaya berpikir Sekuensial Konkret (SK), gaya berpikir Sekuensial Abstrak (SA), gaya berpikir Acak Konkret (AK), dan gaya berpikir Acak Abstrak (AA).

(22)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Penalaran Matematis 1. Penalaran

Shurter dan Pierce menyatakan bahwa istilah penalaran

merupakan terjemahan dari “reasoning” yang didefinisikan

sebagai proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber yang relevan. Penalaran juga merupakan aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau proses berpikir dalam rangka membuat suatu pernyataan baru berdasar pada beberapa pernyataan yang kebenarannya sudah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.1 Dengan demikian, penalaran berhubungan dengan informasi dan pernyataan-pernyataan yang sudah dibuktikan kebenarannya.

Menurut Keraft, penalaran merupakan proses berpikir yang berusaha menghubungkan fakta–fakta yang diketahui sebelumnya menuju suatu kesimpulan. Sedangkan Suriasumantri menyatakan penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.2 Selain itu, menurut Copi, penalaran merupakan kegiatan, proses atau aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru berdasarkan pada beberapa pernyataan yang diketahui benar ataupun yang dianggap benar yang disebut premis.3 Hal ini sejalan dengan pendapat Stenberg yang mendefinisikan penalaran sebagai suatu proses penggambaran kesimpuan dari prinsip-prinsip dan dari bukti-bukti.4 Dengan kata

1 Mulin Nu’man, “Penanaman Karakter Penalaran Matematis dalam Pembelajaran Matematika Melalui Pola Pikir Induktif-Deduktif”, FOURIER, 1:2, (Oktober, 2012), h. 87.

2Iis Holisin, “Analisis Penalaran Siswa Perempuan Sekolah Dasar (SD) Berkemampuan Matematika Tinggi dalam Menyelesaikan masalah Pecahan”, eduMath, 1:2, (November, 2015), h. 2.

3 Anisatul Hidayati dan Suryo Widodo, “Proses Penalaran Matematis Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika Pada Materi Pokok Dimensi Tiga Berdasarkan Kemampuan Siswa Di SMA Negeri 5 Kediri”, Jurnal Math Educator Nusantara, 1:2, (November, 2015) h.132.

(23)

11

lain, penalaran merupakan aktivitas berpikir seseorang dalam membuat suatu kesimpulan.

Penalaran adalah proses mengambil kesimpulan atau membentuk pendapat berdasarkan fakta-fakta tertentu yang telah tersedia atau berdasarkan konklusi-konklusi tertentu yang telah terbukti kebenarannya. Fakta-fakta tertentu adalah data-data , peristiwa-peristiwa, hubungan, dan kenyataan yang digunakan dalam proses penalaran. Sedangkan yang dimaksud konklusi-konklusi yang telah terbukti kebenarannya adalah premis-premis aksiomatik, kaidah-kaidah berpikir dan hasil-hasil kesimpulan yang ditemukan lewat pembuktian sebelumnya.5 Penalaran juga merupakan proses berpikir yang berusaha menghubungkan-hubungkan fakta yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan yang sebelumnya tidak diketahui.

R.G. Soekadijo membuat kronologi mengenai terjadinya penalaran. Proses berfikir dimulai dari pengamatan indera atau observasi empirik. Proses itu di dalam pikiran menghasilkan sejumlah pengertian dan proposisi sekaligus. Berdasarkan pengamatan-pengamatan indera yang sejenis, pikiran menyusun proposisi yang sejenis pula.6 Proses ini dapat dikatakan sebagai penalaran yaitu bahwa berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui dan dianggap benar maka dapat digunakan untuk membuat sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui.

Sudjadi menyatakan terdapat beberapa ciri penalaran di antaranya yaitu:7 Pertama, adanya suatu pola berpikir yang secara luas disebut logika. Dalam hal ini maka dapat dikatakan bahwa dalam tiap bentuk penalaran mempunyai logikanya tersendiri. Selain itu, dapat disimpulkan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir logis, di mana berpikir logis di sini harus diartikan sebagai kegiatan berpikir

5 Khalimi, Logika : Teori dan Aplikasi, (Jakarta:Gaung Persada Press, 2011), h. 180 6Ulul Azmi, Skripsi : “Profil Kemampuan Penalaran Matematika dalam Menyelesaikan

Masalah Matematika Ditinjau dari Kemampuan Matematika pada Materi Persamaan Garis Lurus Kelas VIII SMP YPM 4 Bohar Sidoarjo”, (Surabaya: Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, 2013), h.8

(24)

12

menurut suatu pola tertentu, atau dengan perkataan lain menurut logika tertentu.

Kedua, penalaran adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir logika penalaran yang bersangkutan. Artinya, penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan analisis yang mempergunakan logika ilmiah, dan demikian juga penalaran lainnya yang mempergunakan logikanya tersendiri pula.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa penalaran adalah suatu proses atau aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan yang benar berdasarkan pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan sebelumnya.

2. Penalaran Matematis

Matematis dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) artinya bersangkutan dengan matematika, bersifat matematika, atau sangat pasti dan tepat. Berbicara tentang matematika, materi matematika dan penalaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Hal itu dikarenakan, materi matematika dipelajari melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika.8 Dengan kata lain, penalaran sangat berhubungan dengan matematika.

Istilah penalaran matematika atau biasa yang dikenal dengan penalaran matematis dalam beberapa literatur disebut dengan mathematical reasoning. Penalaran matematis adalah proses memahami ide matematis secara lebih mendalam, mengamati data dan menggali ide yang tersirat, menyusun konjektur, analogi dan generalisasi, menalar secara logik.9 Menurut Ahmad Thontowi penalaran matematika adalah proses berpikir secara logis dalam menghadapi problema dengan mengikuti ketentuan ketentuan yang ada. Proses penalaran matematika diakhiri dengan memperoleh kesimpulan.10 Maka

8 Nor Sholeh, dkk, Op.Cit., h.36

9 Rohana, “Peningkatan Kemampuan penalaran matematis Mahasiswa calon Guru Melalui

Pembelajaran Reflektif”, Infinity Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Bandung, 4:1, (Februari, 2015), h. 108

10Widayanti Nurma Sa’adah, Skripsi: “Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis

(25)

13

dari itu, penalaran matematis merupakan proses membuat kesimpulan berdasarkan pada permasalahan matematika atau pernyataan-pernyataan matematika.

Jennifer Lawson menyatakan bahwa “Mathematical reasoning: thinking through math problems logically in order to arrive at solutions. It involves being able to identify what is important and unimportant in solving a problem and to explain or justify a solution8.” 11 Pernyataan tersebut diartikan bahwa penalaran matematis adalah berpikir mengenai permasalahan-permasalahan matematika secara logis untuk memperoleh penyelesaian. Penalaran matematis juga mensyaratkan kemampuan untuk memilah apa yang penting dan tidak penting dalam menyelesaikan sebuah permasalahan dan untuk menjelaskan atau memberikan alasan atas sebuah penyelesaian.

Penalaran matematis merupakan proses pengambilan kesimpulan tentang sejumlah ide berdasarkan fakta-fakta yang ada melalui pemikiran yang logis dan kritis dalam menyelesaikan masalah matematika. Menurut NCTM, penalaran matematis menjadi salah satu kemampuan yang dimiliki individu dalam mempelajari matematika.12 Dengan demikian, penalaran matematis dapat dikatakan sebagai fondasi dalam memahami matematika.

Penalaran matematis diperlukan mahasiswa untuk menentukan apakah sebuah pernyataan dalam matematika dapat dikatakan benar atau salah dan digunakan untuk membangun suatu pernyataan baru matematika. Melalui penalaran, mahasiswa akan memiliki kemampuan berpikir kritis, berargumen secara logis, dan menyusun justifikasi untuk suatu penyelesaian masalah.

Baroody mengungkapkan ada empat alasan mengapa penalaran penting untuk matematika dan kehidupan sehari-hari, yaitu:13

a. The reasoning needed to do mathematics, penalaran diperlukan untuk mengerjakan matematika. Ini artinya

Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)”, (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2010), h.21

11Jennifer Lawson, Hand On Mathematics, (Canada: Portage and main Press, 2008), h. 3 12Rohana, Op. Cit., h. 109

13

(26)

14

penalaran berperan penting dalam pengembangan dan aplikasi matematika.

b. The need for reasoning in school mathematics, penalaran dibutuhkan dalam pelajaran matematika di sekolah. Hal ini jelas terlihat bahwa untuk menguasai konsep matematika dengan benar diperlukan penalaran dalam pembelajaran matematika.

c. Reasoning involved in other content area, artinya keterampilan-keterampilan penalaran dapat diterapkan pada ilmu-ilmu lainnya. Dapat dikatakan bahwa penalaran menunjang pengembangan ilmu lainnya.

d. Reasoning needed for everyday life, artinya penalaran berguna untuk kehidupan sehari-hari. Ini berarti penalaran berguna untuk mengatasi masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa penalaran matematis adalah suatu proses berpikir mengenai permasalahan matematika dalam menarik kesimpulan yang benar berdasarkan pada beberapa pernyataan matematika yang kebenarannya telah dibuktikan sebelumnya.

3. Jenis-jenis Penalaran Matematis

Menurut Sumarmo, penalaran dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif.14 Berikut ini penjelasan dari penalaran induktif dan penalaran deduktif:

a. Penalaran Induktif

Penalaran induktif dapat diartikan sebagai penarikan kesimpulan yang bersifat umum atau khusus berdasarkan data yang teramati. Seseorang menggunakan penalaran induktif jika orang tersebut berpikir dari hal-hal yang bersifat khusus ke hal-hal umum.

Baroody menyatakan bahwa penalaran induktif dimulai dengan memeriksa kasus tertentu kemudian ditarik kesimpulan secara umum.15 Sementara itu, Keraft menyatakan bahwa penalaran induktif adalah suatu proses berpikir untuk mengambil simpulan yang berangkat dari

14Cita Dwi Rosita, “Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis : Apa, Mengapa,

dan Bagaimana Ditingkatkan pada Mahasiswa”, Jurnal Euclid, 1:1, h.34. 15

(27)

15

satu atau sejumlah fenomena individual. Pada intinya penalaran induktif yaitu menarik kesimpulan dari khusus ke umum.

Dalam penalaran induktif diperlukan aktivitas mengamati contoh-contoh yang spesifik untuk memperoleh suatu kesimpulan. Dengan demikian penalaran induktif merupakan aktivitas penarikan kesimpulan yang bersifat umum berdasarkan pada data-data berupa contoh-contoh khusus yang diamati. Nilai kebenaran suatu penalaran induktif dapat benar atau salah tergantung pada argumen selama penarikan kesimpulan.

Dalam pelaksanaannya, penalaran induktif dapat dilakukan secara sederhana dengan mencoba-coba. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nahrowi Adjie yang menyatakan bahwa penalaran induktif dimulai dari percobaan – percobaan atau contoh-contoh dan dari contoh – contoh tersebut dicari pola atau ciri kesamaanya untuk dapat disusun menjadi suatu kesimpulan yang berupa rumus atau teorema dugaan.16 Pada prinsipnya penalaran induktif dalam menyelesaikan masalah matematika tanpa menggunakan rumus, melainkan dengan memperhatikan informasi yang diperoleh. Dari informasi tersebut akan diproses sehingga membentuk kerangka atau pola yang dapat ditarik menjadi sebuah kesimpulan. Kegiatan yang mencakup penalaran induktif yaitu:17

1) Transduktif: menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus yang satu diterapkan pada kasus khusus lainnya.

2) Analogi: penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau proses.

3) Generalisasi: penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang teramati.

4) Memperkirakan jawaban, solusi, atau kecenderungan 5) Memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat,

hubungan, atau pola yang ada

16Abdul Gofur, Skripsi: “Peningkatan Kemampuan Penalaran Induktif Matematik Siswa

Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI), (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2014), h.18

(28)

16

6) Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi, dan menyusun konjektur

b. Penalaran Deduktif

Penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati. Nilai kebenaran dalam penalaran deduktif bersifat mutlak benar atau salah dan tidak keduanya bersama-sama. Jacobs menyatakan

deductive reasoning is a method of drawing conclusions from facts that we accept as true by using logic”.18 Artinya, penalaran deduktif adalah suatu cara penarikan kesimpulan dari pernyataan atau fakta-fakta yang dianggap benar dengan menggunakan logika. Beberapa kegiatan yang tergolong pada penalaran deduktif di antaranya adalah:19 1) Melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau

rumus tertentu;

2) Menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi, memeriksa validitas argumen, membuktikan, dan menyusun argumen yang valid;

3) Menyusun pembuktian langsung pembuktian tak langsung dan pembuktian dengan induksi matematika.

4. Indikator Penalaran Matematis

Elvis, dkk, menyatakan bahwa “His reasoning works when

trying to understand problem, making connections and representations between concepts in the problem to his previous knowledge, making conjectures and generalization, and trying to prove conjectures he made.”20 Artinya, penalaran siswa bekerja ketika mereka mencoba memahami masalah, membuat koneksi, dan representasi konsep-konsep dari pengetahuan sebelumnya, membuat konjektur dan generalisasi, dan mencoba membuktikan konjektur yang telah mereka buat.

18Intan Nadiroh, “Penerapan Pembelajaran CO-OP CO-OP dengan Menggunakan Media

Wingeom untuk Meningkatkan Penalaran Pembelajaran Siswa MI Tarbiyatul Huda”. Jurnal Penelitian dan Kajian Keislaman, 4:1, (Juni: 2016). H. 18

19Cita Dwi Rosita, Op. Cit. h. 35

20E. Elvis Napitupulu, dkk, “Cultivating Upper Secondary Students’ Mathematical Reasoning-Ability and Attitude Towards Mathematics Through Problem-Based

(29)

17

Menurut NCTM penalaran matematis terjadi ketika siswa: 21 a. Mengamati pola atau keteraturan;

b. Merumuskan generalisasi dan konjektur berkenaan dengan keteraturan yang diamati

c. Menilai/menguji konjektur;

d. Mengkonstruk dan menilai argumen matematika;

e. Menggambarkan (menvalidasi) konklusi logis tentang sejumlah ide dan keterkaitannya.

Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor pernah diuraikan bahwa indikator siswa memiliki kemampuan dalam penalaran yaitu mampu:22

a. Mengajukan dugaan;

b. Melakukan manipulasi matematika;

c. Menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi;

d. Menarik kesimpulan dari peryataan; e. Memeriksa kesahihan suatu argumen;

f. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.

Menurut Sumarmo, indikator kamampuan penalaran matematis yaitu:23

a. Menarik kesimpulan yang logik;

b. Memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan;

c. Memperkirakan jawaban dan proses solusi;

d. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematik;

e. Menarik analogi dan generalisasi; f. Menyusun dan menguji konjektur; g. Memberikan lawan contoh;

h. Mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas argument; i. Menyusun argumen yang valid;

j. Menyusun pembuktian langsung, tak langsung dan menggunakan induksi matematika.

21Rohana, Op. Cit., h.109

22Ikhsan, Loc., Cit., h.126 23

(30)

18

Herman mengatakan bahwa kemampuan penalaran matematis merupakan salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi. Sedangkan kegiatan yang termasuk dalam kemampuan penalaran matematis meliputi:24

a. Menarik kesimpulan dari suatu data;

b. Menggeneralisasi dan menarik kesimpulan umum dari pola, data, atau proses;

c. Menganalogikan suatu permasalahan; d. Memperkirakan suatu model;

e. Menjelaskan penyelesaian dari sebuah masalah;

f. Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis dan menyusun konjektur;

g. Transduktif: menarik kesimpulan khusus dari satu kasus dan diterapkan untuk kasus lainnya.

Indikator penalaran matematis siswa yang diuraikan oleh Sulistiawati sebagai berikut:25

a. Memperkirakan jawaban dan proses solusi;

b. Menganalisis pernyataan pernyataan dan memberikan penjelasan/alasan yang dapat mendukung atau bertolak belakang;

c. Mempertimbangkan validitas dari argumen yang menggunakan berpikir deduktif atau induktif;

d. Menggunakan data yang mendukung untuk menjelaskan mengapa cara yang digunakan serta jawaban adalah benar; e. Memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta,

sifat-sifat, dan hubungan.

Malloy menyatakan “the traditional view of mathematical reasoning as superior computational and analytical skill has been revised to accomodate prosesses that are important in today‟s era. These include gathering evidence, analizyng data, making conjectures, constructing argument, drawing and validating logical conclusion and proving assertions.”26

Artinya, penalaran matematis tidak hanya kemampuan untuk berhitung dan analisis, melainkan juga mencakup beberapa proses, antara lain: mengumpulkan bukti, analisis data, membuat dugaan,

24Anisatul Hidayati dan Surya widodo, Op. Cit.,h.133 25Ibid, h.133
(31)

19

membangun argumen, menarik kesimpulan yang logis, serta membuktikan pernyataan.

[image:31.420.73.351.122.477.2]

Berdasarkan beberapa sumber referensi tentang indikator penalaran matematis, maka indikator penalaran matematis mahasiswa yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu mengajukan dugaan, menyusun pembuktian dengan menggunakan induksi matematika, memberikan alasan terhadap kebenaran solusi, menarik kesimpulan dari pernyataan, dan memeriksa kesahihan suatu argumen. Berikut ini tabel indikator penalaran matematis mahasiswa dalam melakukan pembuktian menggunakan induksi matematika:

Tabel 2.1

Indikator Penalaran Matematis Mahasiswa dalam Melakukan Pembuktian Menggunakan Induksi Matematika

Indikator penalaran Matematis

Indikator Penalaran Matematis Mahasiswa Dalam Melakukan

Pembuktian Menggunakan Induksi Matematika

Mengajukan Dugaan

Membuat bentuk umum sesuai contoh.

Menjelaskan proses memperoleh bentuk umum.

Menyusun Pembuktian dengan

Menggunakan Induksi Matematika

Melakukan pembuktian induksi matematika dengan menggunakan prinsip induksi matematis.

Memberikan Alasan Terhadap Kebenaran

Solusi

Menjelaskan alasan yang logis terhadap hasil pembuktian yang sudah dilakukan.

Menarik Kesimpulan dari Pernyataan

Membuat kesimpulan secara logis atau membuat pernyataan baru dari beberapa informasi yang diperoleh. Memeriksa

Kesahihan Suatu Argumen

(32)

20

B. Induksi Matematika

Induksi matematika merupakan salah satu jenis metode pembuktian dalam matematika. Doerr mengemukakan bahwa induksi matematika berawal pada akhir abad ke-19. Perkembangan induksi matematika dipelopori oleh R.Dedekind dan G.Peano.27 Pembuktian dengan induksi matematika dipergunakan untuk membuktikan bahwa suatu pernyataan adalah benar untuk setiap bilangan bulat positif. Metode pembuktian ini didasarkan pada suatu teorema dalam Teori Bilangan yang dikenal dengan nama Prinsip Induksi Matematis.28 Prinsip induksi matematis ini selalu digunakan dalam melakukan pembuktian menggunakan induksi matematika.

[image:32.420.78.366.176.452.2]

Prinsip induksi matematis adalah sebuah metode pembuktian yang ampuh dalam menetapkan keabsahan pernyataan yang berlaku untuk semua bilangan asli. Hal ini sejalan dengan pendapat Jacobs yang menyatakan bahwa prinsip induksi Matematika dianggap sebagai salah satu dasar aksioma dalam beberapa teori matematika yang melibatkan bilangan asli.29 Prinsip induksi matematis tidak dapat digunakan untuk menemukan suatu rumus tetapi hanya sekedar untuk melakukan pembuktian. Kebenaran yang diperoleh pada prinsip induksi matematis merupakan kebenaran yang berlaku dalam semesta pembicaraannya. Berikut gambar yang menunjukkan prinsip induksi matematis:

Gambar 2.1 Prinsip Induksi Matematis

Berdasarkan gambar 2.1, Langkah-langkah untuk membuktikan suatu pernyataan benar untuk setiap bilangan asli n dengan

27Miksalmina, “Penerapan Induksi Matematika Dalam Pembuktian Matematika”, -, 3:2, (Desember, 2012), h. 70

28Frans Susilo, Landasan Matematika, (Yogyakarta:Graha Ilmu, 2012), h. 51 29

Miksalmina, Op. Cit., h. 70

Prinsip Induksi Matematis

Misalkan adalah suatu pernyataan yang kebenarannya ditentukan oleh n. Jika memenuhi dua sifat berikut:

1. itu benar untuk = 1;

2. untuk setiap bilangan asli k, jika benar, maka

+ 1 juga benar,

(33)

21

menggunakan prinsip induksi matematis, yaitu: pertama, membuktikan bahwa 1 benar; kedua, membuktikan + 1 benar, dengan = . Jika dari langkah pertama dan kedua terbukti benar, maka dapat disimpulkan bahwa benar untuk setiap bilangan asli n.

Contoh Soal Induksi Matematika

Buktikan dengan induksi matematika bahwa

1 + + + + =1

+ 1

adalah benar untuk setiap n bilangan asli.

Penyelesaian:

1 + + + + =1 + 1

1. Membuktikan bahwa 1 benar.

1 1 =1 1 1 + 1 =1 = 1 1 benar

2. Asumsikan benar untuk = sehingga

1 + + + + =1 + 1

Akan dibuktikan benar pula untuk = + 1 sehingga

+ 1 1 + + + + + 1 =1 + 1 ( + 1 + 1)

=1 + 1 +

Bukti:

1 + + + + =1 + 1

1 + + + + + + 1 =1 + 1 + + 1

= + 1 [1 + 1]

= + 1 1 +

(34)

22

Jadi, berdasarkan langkah (1) dan (2) benar maka 1 + +

+ + = + 1 merupakan pernyataan yang benar untuk setiap n bilangan asli.

C. Gaya Berpikir 1. Berpikir

Berpikir menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) merupakan suatu kegiatan yang menggunakan akal untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. De Bono mendefinisikan berpikir sebagai keterampilan mental yang memadukan kecerdasan dengan pengalaman.30 Melalui kegiatan berpikir, dapat menentukan kecerdasan seseorang itu digunakan.

De Bono memberikan empat gagasan untuk berpikir menjadi benar, yaitu:31

a) Berpikir dalam perspektif emosi untuk memperoleh kebenaran emosional seperti kejujuran, keberanian, keadilan, tanggung jawab;

b) Menemukan kebenaran logis dengan menyusun pikiran yang kecil-kecil melalui langkah-langkah tertentu;

c) Berpikir dengan kebenaran yang unik, yaitu kebenaran yang dianggap mutlak meskipun karena keterbatasan pembandingnya;

d) Kebenaran pengenalan yaitu kebenaran yang diperoleh berdasarkan fenomena atau gejala yang sudah dikenal. Wahyu setiawan menyatakan berpikir merupakan suatu aktivitas mental untuk membantu memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi rasa keingintahuan.32 Sedangkan menurut Manullang dan Milfayetty, berpikir adalah sebuah proses mencari kebenaran, walaupun hasilnya terbatas pada sudut pandang, atau tergantung pada indra. Sejalan dengan pendapat Mukhtar, menyatakan bahwa berpikir merupakan kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar, dan untuk

30Susana Depary dan Mukhtar, “Model Pembelajaran dan Gaya Berpikir Terhadap Hasil Belajar Fisika”, Jurnal Teknologi Pendidikan, 6:1, (April, 2013), h. 96

31Ibid, h. 96-97

(35)

23

menemukan pengetahuan yang benar itu menggunakan proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Hal ini dapat dikatakan bahwa dengan berpikir dapat menuntun seseorang untuk memutuskan sesuatu atau membuat kesimpulan

Suryabrata menyatakan bahwa berpikir adalah meletakkan bagian pengetahuan yang diperoleh manusia. Pengetahuan yang dimaksud mencakup konsep, gagasan, dan pengertian yang dimiliki atau diperinci manusia.

Menurut Dryde dan Vos kemampuan manusia berpikir dikarenakan berfungsinya otak sebagai organ luar yang terdiri dari triliun sel-sel yang saling bertukar informasi sehingga memungkinkan manusia untuk bertindak sesuai dengan pikirannya.33 Hal ini sejalan dengan pendapat Sieger yang menyatakan bahwa berpikir adalah pemrosesan informasi. Ketika anak merasakan (perceive), melakukan penyandian (encoding), merepresentasikan, dan menyimpan informasi dari dunia sekelilingnya, maka mereka sedang melakukan proses berpikir.34 Berdasarkan pengertian berpikir yang diungkapkan oleh beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa berpikir merupakan aktivitas mental yang dilakukan seseorang dalam mencari kebenaran, pengetahuan, dan memecahkan masalah.

2. Gaya Berpikir Model Gregorc

Gaya bukan sebuah kemampuan, tetapi lebih pada sebuah kesenangan dalam menggunakan kemampuan yang dimiliki. Sebuah kemampuan berhubungan dengan seberapa baik seseorang dapat mengerjakan sesuatu. Gaya berhubungan dengan bagaimana seseorang suka menggunakan kemampuannya untuk mengerjakan sesuatu.

Gaya berpikir merupakan cara mengelola dan mengatur informasi yang diperoleh individu dalam pikirannya.35 Produk dari gaya berpikir berupa kecerdasan yang berbeda-beda untuk setiap orang. Kecerdasan ini sangat ditentukan oleh kebiasaan

33Susana Depary dan Mukhtar , Op. Cit., h. 97

34Darma Andreas Ngilawajan, “Proses Berpikir Siswa SMA dalam Memecahkan Masalah Matematika Materi Turunan Ditinjau dari Gaya Kognitif Field Independent dan Field Dependent”, Pedagogia, 2:1, (Februari, 2013), 72

(36)

24

seseorang dalam mengatur dan mengelolah informasi yang diperoleh melalui gaya berpikirnya.36 Dengan kata lain, gaya yang dimiliki oleh masing-masing orang akan mempengaruhi kecerdasan seseorang dalam berpikir.

Gaya berpikir diperkenalkan oleh Anthony Gregorc. Anthony Gregorc merupakan seorang professor di bidang kurikulum dan pengajaran di Universitas Connecticut Amerika.37 Menurut Gregorc, terdapat dua hal penting yang perlu diketahui tentang bagaimana anak menangkap pelajaran. Kedua hal tersebut ialah persepsi atau cara seseorang menerima informasi dan pengaturan atau cara seseorang menggunakan informasi yang telah dipersepsikan.38 Kedua hal ini selalu digunakan individu dalam menerima dan mengelola informasi didalam pikirannya.

Persepsi adalah cara seseorang menerima informasi atau menangkap sesuatu hal, secara pribadi atau individu. Persepsi-persepsi ini membentuk apa yang kita pikirkan, mendefinisikan apa yang yang penting bagi kita, dan selanjutnya juga akan menentukan bagaimana kita mengambil keputusan. Menurut Gregorc, persepsi yang dimiliki setiap orang ada dua macam, yaitu persepsi konkret dan persepsi abstrak.

Persepsi konkret atau nyata membuat seseorang lebih cepat menangkap informasi yang nyata dan jelas, secara langsung melalui kelima inderanya, yaitu penglihatan, penciuman, peraba, perasa, dan pendengaran.39 Seseorang tidak mencari arti yang tersembunyi atau mencoba menghubungkan suatu konsep. Kata kunci dari presepsi konkret adalah sesuatu adalah seperti apa adanya. Sedangkan persepsi abstrak memungkinkan seseorang lebih cepat dalam menangkap sesuatu yang abstrak atau kasat mata, dan mengerti apa yang tidak bisa dilihat sesungguhnya.40 Apabila menggunakan persepsi abstrak ini, mereka akan menggunakan kemampuan intuisi, intelektual dan imajinasinya.

36Hartono B dan Subaer, “Profil Kreativitas Mahasiswa Berdasarkan Gaya Berpikirnya dalam Memecahkan Masalah Fisika di Universitas Negeri Makassar”, Indonesian Journal of Applied Physics, 5:1, (April, 2015), h. 2

37Bobbi Deporter dan Mike Hernacki, “Quantum Learning”, Diterjemahkan oleh Alwiyah Abdurrahman, (Bandung: Kaifa, 2015), h. 124

38Yayasan lembaga SABDA, Gaya Belajar”, diakses dari

http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/047, pada tanggal 30 November 2016, h. 1 39Ibid, h.1

(37)

25

Kata kunci dari presepsi abstrak adalah sesuatu tidaklah selalu seperti apa yang terlihat.

Setelah seseorang menerima informasi yang masuk, maka ia akan mengatur dan menggunakan informasi yang dipersepsikan tersebut. Menurut Gregorc, kemampuan seseorang untuk mengatur persepsi adalah sekuensial (teratur, menurut suatu aturan, bertahap) dan random (acak, yang mana saja).41 Metode pengaturan sekuensial membiarkan pikiran seseorang untuk mengatur informasi secara berurutan, linear atau bertahap. Orang-orang yang memiliki kemampuan pengaturan sekuensial yang kuat mungkin lebih suka mempunyai suatu rencana. Kata kunci dari pengaturan sekuensial adalah ikutilah langkah-langkah tersebut. Sedangkan pengaturan random membuat pikiran seseorang mengatur informasi tanpa memperhatikan rangkaian tertentu, seperti memulai di tengah-tengah atau memulai di akhir bagian dan kembali kepermulaan. individu yang bertipe random biasanya lebih menyukai cara belajar yang spontan, tidak harus berurutan, seolah-olah mereka tidak mempunyai suatu rencana tertentu. Kata kunci pengaturan random adalah lakukan saja.

Berdasarkan kategori-kategori tentang bagaimana anak menangkap pelajaran, Gregorc memadukan persepsi dan kemampuan pengaturan informasi menjadi empat kelompok gaya berpikir yang meliputi gaya berpikir Sekuensial Konkret (SK), gaya berpikir Sekuensial Abstrak (SA), gaya berpikir Acak Konkret (AK), dan gaya berpikir Acak Abstrak (AA).42 Adapun karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing gaya berpikir yaitu:

a) Gaya Berpikir Sekuensial Konkret (SK)

Pemikir Sekuensial Konkret (SK) berpegang pada kenyataan dan mengelola informasi dengan cara yang teratur, linear dan sekuensial. Bagi para pemikir sekuensial konkret, realitas terdiri dari apa yang dapat mereka ketahui melalui indera fisik mereka, yaitu indera penglihatan, peraba, pendengaran, perasa dan penciuman. Gaya berpikir ini memperhatikan dan mengingat realitas dengan mudah dan mengingat fakta-fakta, informasi, rumus-rumus, dan

41Ibid, h. 1

42

(38)

26

aturan-aturan khusus yang mudah.43 Orang yang bertipe ini menerima informasi sesuai kenyataan dan mengatur secara linear.

Catatan atau makalah adalah cara baik bagi orang-orang dengan tipe berpikir sekuensial konkret ini untuk belajar. Pelajar dengan tipe berpikir ini harus mengatur tugas-tugas menjadi proses tahap demi tahap dan berusaha keras untuk mendapatkan kesempurnaan pada setiap tahap.44 Selain itu, orang dengan tipe pemikir ini cenderung menghafal dan lebih menyukai hal-hal yang konkret. 45 Dengan kata lain, ia membutuhkan banyak contoh atau peragaan dan semua ini disajikan dalam bentuk yang sistematis dan berurutan.

Beberapa karakteristik lain dari individu dengan tipe SK, yaitu: menerapkan gagasan dengan cara yang praktis, menghasilkan sesuatu yang konkret dari gagasan yang abstrak, mencermati sesuatu sampai hal yang sekecil-kecilnya, menginterpretasi sesuatu secara harfiah atau logika, sulit berhadapan dengan ide-ide abstrak, sulit bekerja dalam kelompok, sulit bekerja dengan orang yang tidak memiliki pendirian, dan sulit mengikuti pengarahan yang petunjuknya tidak lengkap.46 Istilah kunci bagi individu SK adalah satu demi satu dan nyata.

b) Gaya Berpikir Sekuensial Abstrak (SA)

Individu dengan tipe SA mempunyai kemampuan penalaran yang tinggi, kritis, dan analitis karena memiliki daya imajinasi yang kuat. Berbeda dengan individu SK, individu SA mudah menangkap pelajaran atau informasi yang bersifat abstrak sehingga tidak memerlukan peragaan yang konkret. Individu SA lebih menyukai pelajaran atau informasi yang disajikan secara sistematis dan membutuhkan informasi sebanyak mungkin sebelum mereka membuat suatu keputusan dan waktu yang cukup agar dapat menyelesaikan pekerjaannya.47 Orang yang

43Bobbi Deporter dan Mike Hernacki, Op. Cit., h. 128 44Ibid, h. 128

45Yayasan lembaga SABDA, Loc. Cit., h. 1

46Thobias dan Chintya Ulrich, Cara Mereka Belajar, (Jakarta: Pionir Jaya, 2009), h. 20 47

(39)

27

bertipe ini dapat menerima informasi yang kasat mata dan mengatur secara linear.

Pemikir SA suka berpikir dalam konsep dan menganalisis informasi. Mereka sangat menghargai orang-orang dan peristiwa-peristiwa yang teratur rapi. Proses berpikir mereka logis, rasional, dan intelektual sehingga mereka lebih mudah menyelesaikan masalah.48 Dengan kata lain, orang yang bertipe ini memiliki kecerdasan yang tinggi.

Pemikir sekuensial abstrak biasanya tidak mau menerima begitu saja segala informasi tanpa melakukan cek dan ricek. Orang yang memiliki gaya berpikir ini umumnya senang dengan dunia teori, segala sesuatu dihubungkan dengan teori yang mereka baca. Berdasarkan teori-teori yang mereka baca, mereka mau berargumentasi panjang lebar tentang hal-hal yang mereka bicarakan.49 Maka dari itu, Realitas bagi pemikir SA adalah dunia teori dan pemikiran abstrak.

Beberapa karakteristik lain yang dimiliki oleh individu dengan tipe SA, yaitu: mengumpulkan data sebelum menganalisa, menganalisis dan meneliti gagasan, mudah memahami sesuatu apabila mempelajarinya dengan mengamati, sulit bekerja dengan batasan waktu, dan sulit mengerjakan sesuatu yang memliki peraturan yang spesifik.50 Istilah kunci bagi individu SA adalah satu demi satu, imajinatif, dan abstrak.

c) Gaya Berpikir Acak Konkret (AK)

Pemikir Acak Konkret (AK) mempunyai sikap eksperimental yang diiringi dengan perilaku yang kurang terstruktur. Seperti pemikir sekuensial konkret, mereka berdasarkan pada kenyataan, tetapi ingin melakukan pendekatan coba salah (trial and error).51 Dengan kata lain, mereka cenderung bersikap coba-coba, senang menemukan alternatif dan mengerjakan segala sesuatu dengan cara mereka sendiri.

48Bobbi Deporter dan Mike Hernacki, Op. Cit., h. 134 49Ibid, hal. 134.

50Thobias dan Chintya Ulrich, Op. Cit., h. 20 51

(40)

28

Waktu bukanlah prioritas bagi orang-orang bertipe seperti ini, dan mereka cenderung tidak memperdulikannya, terutama ketika terlibat dalam situasi yang menarik. Mereka lebih terorientasi pada proses dari pada hasil.52 Akibatnya, hasil pekerjaan yang diperoleh tidak berjalan sesuai dengan yang mereka rencanakan.

Beberapa karakteristik individu dengan tipe AK, yaitu: memberi sumbangsih berupa gagasan yang tak lazim dan kreatif, berpikir cepat tanpa bantuan orang lain, berani mengambil resiko, menggunakan pengalaman hidup yang nyata untuk belajar, sulit menghadapi hal-hal yang rutin, dan sulit mengulang sesuatu yang sudah dikerjakan.53 Istiah kunci individu dengan tipe AK adalah spontan dan nyata.

d) Gaya Berpikir Acak Abstrak (AA)

Pemikir Acak Abstrak (AA) menyerap ide-ide, informasi, dan kesan serta mengaturnya dengan refleksi. Kadang-kadang hal ini memakan waktu yang lama hingga orang lain tidak menyangka bahwa orang dengan tipe pemikir acak abstrak mempunyai reaksi atau pendapat. Mereka dapat mengingat dengan sangat baik jika informasi dibuat sesuai kesukaannya. Perasaan juga dapat lebih meningkatkan atau mempengaruhi belajar mereka.54 Dengan kata lain, orang berpemikir acak abstrak cenderung menggunakan perasaan dalam belajar.

Pemikir acak abstrak mengalami peristiwa secara holistik, mereka perlu melihat keseluruhan sekaligus, bukan bertahap. Dengan alasan istilah, mereka akan terbantu jika mengetahui bagaimana segala sesuatu terhubung dengan keseluruhannya sebelum infomasi tersebut diproses. Mereka bekerja dengan baik dalam situasi-situasi yang kreatif dan harus bekerja lebih giat dalam situasi yang lebih teratur.55 Selain itu, mereka memiliki banyak pilihan dan solusi, seringkali menggunakan cara yang berbeda dalam

52Bobbi Deporter dan Mike Hernacki, Op. Cit., h 130 53Thobias dan Chintya Ulrich, Op. Cit., h. 35 54Bobbi Deporter dan Mike Hernacki, Op. Cit., h 132 55
(41)

29

melakukan sesuatu. 56 Istilah kunci bagi individu AA adalah spontan dan imajinatif.

D. Hubungan Penalaran Matematis Mahasiswa dengan Pembuktian Menggunakan Induksi Matematika dan Gaya Berpikir Model Gregorc

Penalaran matematis adalah suatu proses berpikir tentang permasalahan matematika dalam menarik kesimpulan yang benar berdasarkan pada beberapa pernyataan matematika yang kebenarannya telah dibuktikan sebelumnya. Beberapa pernyataan matematika ini dapat diperoleh berdasarkan informas-informasi yang ada. Selain itu, pernyataan matematika dalam pembuktian menggunakan induksi matematika terletak pada langkah kesatu dan langkah kedua dari prinsip induksi matematis. Pada langkah kesatu membuktikan bahwa 1 benar. Pada langkah kedua membuktikan bahwa untuk setiap bilangan asli k, jika benar, maka + 1 juga benar. Langkah kesatu dan kedua merupakan pernyataan-pernyataan yang kebenarannya sudah dibuktikan sebelumnya. Dari langkah satu dan dua dapat dibuat sebuah kesimpulan yang mutlak dan benar.

Terdapat dua jenis penalaran matematis yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif dan penalaran deduktif ini dapat digunakan dalam melakukan pembuktian menggunakan induksi matematika.

Penalaran induktif biasanya digunakan untuk mengembangkan pengetahuan yang bersifat empiris. Dengan penalaran induktif, mahasiswa akan sampai pada suatu pernyataan yang dikenal dengan istilah konjektur artinya yang belum tentu benar secara mutlak.57 Pada induksi matematika, penalaran induktif digunakan untuk menghasilkan sebuah dugaan sementara. Jika dugaan sementara mereka menyatakan bahwa suatu pernyataan itu bernilai benar untuk setiap bilangan asli maka mahasiswa akan melakukan penalaran deduktif. Penalaran deduktif biasanya digunakan untuk mengembangkan pengetahuan yang bersifat abstrak. Dengan penalaran deduktif, kebenaran yang diperoleh merupakan kebenaran

56Olivia, Op. Cit., h. 29
(42)

30

mutlak.58 Penalaran deduktif dilakukan mahasiswa melalui pembuktian menggunakan induksi matematika.

Selain itu, penggunaan penalaran deduktif, menuntun mahasiswa untuk membuktikan suatu pernyataan secara bertahap dari umum ke khusus. Namun, terkadang mahasiswa bekerja secara mundur atau mulai dari tengah-tengah dalam melakukan pembuktian induksi matematis. Mahasiswa seperti ini melakukan pembuktian dari yang akan dibuktikan ke yang diketahui. Proses berpikir secara bertahap dan mundur dikenal dengan istilah sekuensial (linear) dan acak. Jika digunakan kemampuan sekuensial maka kita akan mengatur informasi secara linear, langkah demi langkah. Kemampuan sekuensial memungkinkan seseorang memilih rencana kemudian mengikuti setiap rencana. Pemikir acak dapat memulai atau mengerjakan sesuatu ditengah atau diakhir dengan cara bekerja mundur.59 Gaya-gaya berpikir seperti inilah yang termasuk dari empat jenis gaya berpikir yang diperkenalkan oleh Gregorc. Beliau mengelompokkan gaya berpikir tersebut menjadi empat kelompok yaitu sekuensial konkret, sekuensial abstrak, acak konkret, dan acak abstrak.60

E. Permasalahan

Permasalahan dalam KBBI (Kamus Besar bahasa Indonesia) merupakan suatu hal yang menjadikan masalah atau hal yang dimasalahkan. Menurut John Dewey menyatakan bahwa permasalahan secara faktual dapat berupa kesulitan yang dirasakan oleh seseorang. Permasalahan dapat juga diartikan sebagai sesuatu yang menghalangi tercapainya tujuan. Berdasarkan pengertian permasalahan diatas, dapat dikatakan bahwa permasalahan merupakan sesuatu hal yang dianggap sulit dan dapat menghalangi seseorang dalam mencapai tujuan. Permasalahan berasal dari kata dasar masalah. Masalah menurut KBBI merupakan sesuatu yang harus diselesaikan. Masalah dapat diartikan sebagai suatu situasi dimana individu atau kelompok dalam melakukan suatu tugas tidak tersedia proses penyelesaian masalahnya. Dalam hal ini berarti,

58 Ibid, h. 144

59Dedy Setyawan dan Abdul Rahman, “Eksplorasi Proses Konstruksi Pengetahuan

Matematika Berdasarkan Gaya Berpikir”, Jurnal Sainsmat, 2:2,(September, 2013)., h. 145

60

(43)

31

pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur yang rutin, tetapi perlu kerja keras untuk mencari jawabannya. Maka dari itu, penyelesaian masalah merupakan suatu proses penerimaan tantangan dan kerja keras untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dengan demikian, aspek penting dari masalah adalah adanya penyelesaian yang diperoleh tidak hanya dikerjakan dengan prosedur rutin, tetapi perlu penalaran lebih luas dan rumit.61 Masalah dalam matematika dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam. Polya mengelompokkan masalah ditinjau dari cara menganalisis masalah, yaitu: 62

1. Masalah untuk menemukan, dapat berupa teoritis atau praktis, konkret atau abstrak. Dengan demikian kita harus mencari semua variabel masalah tersebut, kita harus mencoba untuk mendapatkan, menghasilkan, atau mengkonstruksi semua jenis objek yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan maslah tersebut. Untuk itu, kita harus merumu

Gambar

Tabel 2.1  Indikator Penalaran Matematis Mahasiswa dalam
Gambar 2.1 Prinsip Induksi Matematis
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian
Tabel 3.2  Kunci Jawaban Gaya Berpikir Model Gregorc
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ketiga subjek menyimpan informasi dengan cara melakukan pengulangan informasi pada langkah memahami masalah dengan cara membuat model matematika dari informasi yang

Berdasarkan jawaban tertulis pada gambar 4.9 dan hasil wawancara, subjek S 3 tidak mampu menuliskan apa yang diketahui dan yang ditanyakan pada soal. Namun subjek

Berdasarkan analisis data hasil penelitian, (1) siswa berkemampuan matematika tinggi dengan gaya kognitif reflektif ketika menyelesaikan soal cerita, subjek menentukan

Ketiga subjek menyimpan informasi dengan cara melakukan pengulangan informasi pada langkah memahami masalah dengan cara membuat model matematika dari informasi yang

Bentuk representasi pernyataan matematika atau notasi matematika dengan soal menyelesaikan masalah dengan melibatkan ekspresi matematis, subjek sudah membuat model

Karena di sini subjek dapat mampu mengungkapkan dengan kalimat sendiri apa yang diketahui dalam soal (K1.1), mampu mengungkapkan dengan kalimat sendiri apa yang ditanya

Subjek CH berasal dari SMA IPS Kemampuan CH dalam melakukan proses pemecahan masalah matematika soal ini kurang, belum memahami masalah tidak menuliskan apa yang diketahui dan yang

Analisis Komunikasi matematika siswa laki-laki Subjek/ Kemampuan Kemampuan Lisan Kemampuan Tulis Soal Nomor 1 Kurang Lancar Lengkap Soal Nomor 2 Kurang lancar Lengkap