• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENAFSIRAN SAYYID QUTB DAN AHMAD MUSTHOFA AL-MARAGHI TERHADAP AYAT NASKH DALAM AL-QUR’AN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENAFSIRAN SAYYID QUTB DAN AHMAD MUSTHOFA AL-MARAGHI TERHADAP AYAT NASKH DALAM AL-QUR’AN."

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

PENAFSIRAN

SAYYID QUT}B

DAN AHMAD MUSTHOFA

AL-MARA>GHI

TERHADAP AYAT

NASKH

DALAM

AL-QUR’A

>N

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Strata Satu (S-1) dalam Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

SITI KOMARIYAH

NIM.E33212095

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

JURUSAN AL-QUR’AN DAN HADIS

FAKULTAS USHULUDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

SITI KOMARIYAH, Penafsiran Sayyid Qut>b dan Ahmad Must}hofa al-Mara>ghi

Al-Qur’a>n merupakan salah satu sumber hukum Islam yang menjadi rujukan umat Islam untuk menyelesaikan berbagai masalah. Dalam memahami al-Qur’a>n diperlukan berbagai macam teori, salah satu teori yang digunakan adalah naskh mansukh dan merupakan objek dalam penelitian ini. Teori ini telah digunakan para ulama klasik dalam upaya menentukan hukum Islam yang terdapat didalam al-Qur’a>n. Hukum ini disesuaikan dengan ciri khas al-Qur’a>n yang bersifat sa>lih li kulli zama>ni wa makan.

Penelitian ini merupakan studi kepustakaan murni yang bertujuan untuk memgetahui penafsiran dan pemikiran Sayyid Qut>b dan Ahmad Must}hofa al-Mara>ghi terhadap naskh dalam al-Qur’a>n, serta pendapat kedua tokoh mufasir ini tentang ayat naskh dalam al-Qur’a>n yang masih menjadi perdebatan para ulama dalam pengertian secara bahasa, istilah dan keberadaanya. Dengan penelitian ini dapat diketahui perbedaan dan persamaan Qut}b dan al-Mara>ghi dalam menyikapi ayat-ayat naskh.

Penerapam teori nasakh mansukh Sayyid Qut}b dan Ahmad Musth}ofa al-Mara>ghi sama-sama mengatakan bahwa didalam al-Qur’a>n terdapat naskh. Adapun teori naskh mansukh yang diterapkan oleh keduanya jika dibandingkan dengan para ulama lainnya tidak ada perbedaan. Akan tetapi dalam hal ini dan yang berbeda pada dari naskh mansukh menurut kedua mufasir ini ialah penerapan penafsiran Sayyid Qut}b dan Ahmad Musth}ofa al-Mara>ghi dalam memaknai ayat-ayat naskh dalam al-Qur’an>.

Kedua mufasir ini juga sepakat bahwa adanya ayat yang dinaskh dalam al-Qur’a>n membawa kebaikan yang lebih dari sebelumnya atau minimal sebanding. Menurut kedua mufasir ini segala sesuatu yang ditetapkan oleh syariat pada suatu waktu berati hukum tersebut sangat dibutuhkan. Akan tetapi, apabila hukum yang dibutuhkan tersebut tidak lagi dibutuhkan lagi, maka dengan sendirinya hukum tersebut sudah habis masa berlakunya. Meskipun demikian dalam penafsiran permasalahan ayat yang diduga ulama telah terjadi naskh berbeda. Seperti dealam mengenai qis}as} dan ketentuan rukh}sah.

Menurut Qut}b tidak ada naskh mengenai qis}as sebab perintah tentang dilakkukan hukum ini bersifat mutlak, sedangkan menurut al-Mara>ghi di naskh dengan ayat al Maidah ayat 45. Begitu pula dalam hal ruksah bahwa kedua mufasir ini bebeda pendapat meski sama-sama sepakat surat al-Baqara>h 185 menghapus ketentuan hukum al-Baqara>h 184.

(7)

DAFTAR ISI

COVER DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

BAB I :PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 4

C.Tujuan Penelitian ... .5

D.Kegunaan penelitian ... .5

E.Kajian Pustaka. ... 6

F.Metode Penelitian ... .8

G.Sistematika Pembahasan. ... 10

BAB II :PEMIKIRAN SAYYID QUTB DAN MUHAMMAD MUSTOFA AL-MARAGHI A. Pemikiran Sayyid Qutb. ... 12

B. Pemikiran Muhammad Mustofa Al-Maraghi ... 21

BAB III: TINJAUAN TEORI NASKH MANSUKH A. Pengertian naskh mansukh ... 26

B. Pandangan ulama terhadap naskh ... 31

(8)

D. Pembagian Naskh ... 37

E. Klasifikasi Naskh dalam al-Qur’a>n ... 44

F. Ayat-ayat yang di naskh ... 46

G. Perbedaan Naskh dengan Mukhas}is} ... 50

BAB IV: Analisis Penafsiran Sayyid Qut}b dan AHMAD MUSTHOFA AL-MARA>GHI atas NASKH DALAM AL-QUR’A>N A. Konsep naskh dalam al-Qur’a>n Sayyid Qut}b dan Ah}mad Musthofa al-Mara>ghi Tentang Naskh... 56

B. Penafsiran Sayyid Qut}b dan Ahmad Musthofa al-Mara>ghi Terhadap ayat Naskh ... 67

C. Keberlakuan Rukhsah pada Perintah Puasa Ramadhan Penafsiran Surat al-Baqara<h 183, 184 dan 185 ... 78

D. ANALISIS ... 86

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 92

B. Saran ... 93

(9)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Al-Qur’a>n merupakan kalamullah yang diturunkan kepada nabi

Muhammad S.A.W melalui perantara malaikat Jibril. Kitab ini merupakan mukjizat terbesar umat Islam yang bersifat kekal dan selalu diperkuat dengan perkembangan ilmu pengetahuan.1 Didalamnya memuat berbagai ilmu pengetahuan, pelajaran dan sturan yang mengatur hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia. Berbagai ilmu pengetahuan ini dikemas dalam kitab suci yang terdiri dari 114 surat mulai dari surat Al Fa>tihah sampai Anna>s dan terdiri lebih dari 6000 ayat yang digolongkan menjadi golongan menjadi Makkiyah dan Maddaniyah.2

Sepanjang sejarah al-Qur’a>n telah mengalami penjagaan jauh sebelum di turunkan kepada nabi Muhhammad, bahkan kitab ini diturunkan malaikat Jibril turun dengan membawa al-Qur’a>n dan malaikat lain untuk menjaga apa yang dibawanya. Kemudian para malaikat tersebut mengelilingi nabi Muhammad dengan tujuan agar tidak disadap oleh makhluk lain walaupun satu huruf.3

1 Mann<a’ Khalil al-Qat}t}>an, Mabahis Fi Ulumil Qur’an (Beirut : Mansyurat al-‘Asr al-Hadis, 1973) 1

2Ibid,,

3 Yahya Bin Abdurrazzaq al-Ghautsani, Kaifa Tahfadzul Qur’an al-Kariim

(10)

2

Upaya nabi Muhammad dalam pemeliharaan al-Qur’a>n melalui hafalan dan tulisan. Ketika nabi Muhammad selesai menerima wahyu dari malaikat Jibril, beliau langsung memanggil sahabat untuk menghafalkan ayat tersebut dan meminta untuk mencatat di pelepah kurma, dan lempengan-lempengan dari al riqa, sesuai petunjuk Rosulullah dan apabila para sahabat tidak mengetahui maksud dari ayat yang turun nabi langsung memberikan penjelasan 4 Akan tetapi hingga beliau wafat seluruh kandungan al-Qur’a>n belum. Untuk generasi setelahnya harus melakukan kajian untuk menemukan solusi atas permasalahan umat Islam.

Upaya ulama dalam memberikan solusi umat Islam ialah dimuculkannya Salah satu pembahas ulumul Qur’an ialah teori naskh Mansukh. Teori ini digunakan untuk menafsirkan makna ayat yang bertentangan dengan makna ayat lain. Naskh biasanya dipahami sebagai penghapusan ketentuan hukum suatu ayat oleh ketentuan hukum ayat yang datang kemudian.5 Dalam menentukan keberadaan ayat naskh muncul ketegangan para mufasir dan menyebabkan silang pendapat.

Muhammad al-Ghazali dan Ahmad Hasan berpendapat bahwa naskh tidak dapat diterima karena menyebabkan ayat mansukh menjadi tidak operatif dan tidak berfungsi.6 Sedangkan menurut Muhammad Husain al-Taba’taba’i

4 Nasruddin Baidan, Metode Penafsiran Al-Qur’an (Yogyakarta:Pustaka Pelajar

,2011), 31

5 Muhammad Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan,

1997), 144

6 Abdul Mustaqim, Studi Al-Qur’an Kontemporer,(Yogyakarta: Tiara Wacana,

(11)

3

menganggap bahwa terjadinya naskh a-Qur’a>n sangat mungkin sebab turunnya dalam rentan waktu yang panjang dalam situasi berbeda. Menurutnya ketentuan hukum ayat mansukh yang bersifat sementara dan terbatas melalui proses naskh yang berakhir keberlakuannya sesuai dengan tuntutan kemaslahatan.7 Sementara M. Quraish Shihab memahami naskh merupakan pergantian satu ketentuan hukum ke ketentuan hukum lain yang karena kondisi masyrakat yang berbeda.8

Bahkan anatara Sayyid Qut}b dan al-Mara>ghi mengatakan bahwa Antara Sayyid Qut}b dan Ahmad Musth}ofa al-Mara>ghi memberikan argumen yang sama

tentang keberdaan naskh. Kedua mufasir ini sama-sama mengakui bahwa

terdapat ayat yang dinaskh dalam al-Qur’a>n. Dalam kaitanya kedua muafsir ini

dalam memberi pengertian lafadz naskh sama-sama memberi pengertian penghapusan. Kedua mufasir ini memakai hukum yang cocok dengan suatu hukum yang pernah ditetapkan pada waktu yang lain. Biasanya hikmah hukum terakhir Iebih baik dibanding hukum yang pertama. Atau paling tidak mcmpunyai nilai maslahal yang sama. 9Kedua mufasir ini berpendapat bahwa ayat naskh digunakan sesuai dengan waktu dan tempat. Akan tetapi dalam memberikan penafsira tentang ayat-ayat naskh kedua mufasir tersebut mengalami perbedaan. 10

Berangkat dari permasalahan tersebut maka perlu diadakan kajian lebih dalam penafsiran Qut}b dengan al-Maraghi yang keduanya merupakan ulama kontemporer dibidang tafsir. Sayyid Qut}b dan Musthofa al-Mara>ghi merupakan

7Ibid,,,,

8Ibid Membumikan Al-Qur’an,,147-148.

9 Pandangan Mufasir tentang naskh dalam al-Qur’an, (Surabaya, UIN Sunan

Ampel 2016) 43

(12)

4

ulama kontemporer yang sangat terkemuka dikalangan cendekia muslim. Bahkan karyanya menjadi bahan rujukan dalam pertimbangan penyelesain suatu masalah. Untuk itu perlu dilakukan kajian lebih dalam mengenai penafsiran. Sehingga dapat diperoleh suatu jawaban atas kegilisan akademik yang menyatakan bahawa mengapa penafsiran Sayyid Qutb dan al-Maraghi berbeda? Padahal kedua mufasir ini sama-sama menyatakan bahwa didalam al-Qur’a>n terdapat ayat-ayat yang di naskh.

B.Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep naskh mansukh Sayyid Qut}b dan Musthofa Al Mara>ghi dalam al-Qur’a>n?

2. Bagimana letak persamaan dan perbedaan penafsiran Sayyid Qut}b dan Musthofa al Mara>ghi dalam menafsirkan ayat yang berkaitan dengan Qis{as}

dan rukhsah ?

C.Identifikasi Masalah

1. Penjelasan terkait dengan Sayyid Qut}b dan al Mara>ghi. 2. Penjelasan terkait dengan teori naskh mansukh .

3. Penafsiran Sayyid Qut}b dan al Maraghi tentang Qis}a}s.

(13)

5

D.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian pada skripsi ini disesuaikan dengan rumusan masalah yang telah dibuat, diantranya ialah:

1. Untuk menjelaskan konsep naksh dalam al-Qur’a>n menurut Sayyid Qut}b dan

Mustofa Al Mara>gh

2. Untuk menjelaskan penyebab perbedaan penafsiran Sayyid Qutb dan Mustofa Al Maraghi atas ayat-ayat naskh.

E.Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan keilmuan dalam bidang tafsir. Agar penelitian ini benar-benar berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan, maka perlu dikemukakan kegunaan dari penelitian ini. Adapun kegunaan tersebut ialah:

1. Secara teoritis penelitian ini dilakukan agar mendapatkan gambaran pemikiran

Sayyid Qut}b dan al-Mara>ghi dalam menafsirkan al-Qur’a>n. Penelitian ini

diharapkan dapat memberi sumbangan keilmuan dalam bidang ilmu al-Qur’a>n dan Tafsir, sehingga benar-benar berguna untuk menjadi bahan kajian ilmiah bagi semua orang yang ingin mendalami ilmu agama khususnya bagi mahasiswa fakultas Usuhluddin prodi Ilmu al-Qur’a>n dan Tafisr.

(14)

6

F. Kajian Pustaka

Penelitian yang membahas tentang teori pemikiran Sayyid Qut}b dan al

Mara>ghi sebelumya telah banyak dikaji oleh beberapa cendekia. Kajian dalam

berbagai persoalan tentang Qut}b telah banyak ditemukan dalam berbagai karya tulis ilmiah mulai dari Biografi, pemikiran politik, metode dan penafsirannya. Akan tetapi peneliti belum menemukan penelitian yang menganalisis perbandingan penafsiran kedua mufasir tersebut terhadap ayat-ayat naskh. Untuk itu pada skripsi ini peneliti ingin mengkaji penafsiran Sayyid Qut}b dan al Mara>ghi terhadap ayat-ayat naskh. Adapun penelitian yang agak bersinggungan dengan penelitian ini ialah ditemukan pada sebuah buku dengan judul Studi Al-Qura>n kontemporer (Wacana Baru Berbagai Metodologi). Pada buku ini memuat beberapa kajian tentang ilmu al-Qur’a>n. Salah satu pembahasan yang sedikut berkaitan dengan tema ini ada pada karya Mahfud Arif dengan judul Wacana Naskh Dalam Tafsir Fi Dzilali al-Qur’a>n dala buku Studi al-Qura}n kontemporer. Pada buku tersebut dijelaskan bahwa Sayyid Qut}b mengakui adanya naskh dalam

al-Qura>n akan tetapi tidak sampai pada pendisfungsian ayat. Menurutnya seluruh

ketentuan hukum Allah yang telah ditetatapkan adalah untuk kepentingan manusia. Oleh sebab itu Qut}b berasumsi bahwa ayat al-Qura>n mempunyai fungsi menafsirkan ayat lain.

(15)

7

tapi Shihab lebih cenderung pada makna penundaan dalam menafsirkan nasakh, tapi ketiga mufasir tersebut menyetujui adanya nasikh-mansukh dalam al-Qur’a>n , walaupun dengan argumen yang berbeda. Tetapi berbeda dengan Hamka, menyatakan naskh tidak terjadi dalam al-Qur’a>n , tapi hanya terjadi dalam hal mukjizat yang dibawa para Nabi, Hamka menafsirkan kata ayat dengan mukjizat. Dari keempat mufasir itu, tiga, yaitu Ibnu Katsir, Maraghi, dan Shihab setuju adanya nasikh-mansukh dalam al-Qur’a>n , tapi Hamka tidak setuju adanya nasikh-mansukh dalam al-Qura>n. Menurut Hamka nasikh-mansukh hanya pada wilayah mukjizat yang dibawa Nabi dan Rasul Allah.

(16)

8

agama didepan hukum. Sedangkan teori naskh mansukh Syahrur implikasinya lebih luas jika dibandingkan an-Na’im. Jadi implikasi Pemikiran Muhammad Syahrur tidak hanya merujuk kesetraan gender saja melainkan juga berimplikasi terhadap hukum Islam yang lebih respisof yaitu berkaitan dengan hukum keluarga, hukum perkawinan, perlindungan jiwa (pembunuhan) dan lain-lain.

G.Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan model penelitian kulitatif yaitu dengan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif beberapa kata-kata tertulis atau lisan dari suatu objek yang dapat diamati dan diteliti.11 Selain itu penelitian ini menggunakan analisis library resech (kepustakaan) dan disajikan dengan cara deskriptif-analitis. dengan mengumpulkan data dan informasi dari data-data tertulis baik yang mempunyai relevansi dengan penelitian.

1. Sumber data

Untuk mendukung penelitian ini selesai, maka perlu dipilih \ akurasi literatur yang mendukung untuk memperoleh validitas dan kualitas data. Oleh karena itu sumber data yang menjadi objek penelitian ini adalah:

a. Sumber data primer.

Adapun sumber data primer dari penelitian ini, diperoleh dari kitab-kitab tafsir al-Qur’a>n dan tafsir fii dzilalil Al-Qur’a>n Karya Sayyid Qutb dan Tafsir al-Maraghi Karya al-Maraghi

11 Lexy J. Moleing, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja

(17)

9

b. Sumber data skunder.

Adapun sumber data sekunder meliputi buku-buku literaur, karya-karya ilmiah baik skripsi, tesisi, jurnal dan artikel-artikel lain yang menunjang dengan tema ini.

1. Studi al-Qur’a>n Kontemporer

2. Kaidah-kaidah Tafsir karya Muhammad Qurais Shihab 3. Wawasan Baru Ilmu Tafsir karya Nasrudin Baidan 4. Mabahits fi ‘Ulumul Qur’a}n karya Mana’ul al Qattan

5. Kaidah-kaidah Penafsiran Al-Qur’a>n karya Abd. Rahman Dahlan. 6. Tafsir Al Misbah Karya Muhammad Quraish Shihab

7. Tafsir Ibn Katsir karya Ibnu Katsir 8. Tafzir Al Azhar karya Hamka

2. Teknik Pengumpulan data

Tekhnik pengumpulan data dalam skripsi ini menggunakan teknik dokumentasi, yaitu: mencari data mengenai hal-hal yang diteliti atau melalui

variabel yang berupa catatan, transkip, skripsi, buku, dan sebagainya.12

3. Analisis Data

Dalam meneliti atau mengkaji tafsir Al-Qur’a>n , dibutuhkan beberapa langkah-langkah berkaitan dengan kaidah-kaidah tafsir yang digunakan

(18)

10

mufasir dalam memberi penafsiran tentang ayat naskh. Kemudian menganalisis

penafsirannya dengan menggunkan teori ulumul Qur’a}n naskh mansukh.

Metode analisis yang digunakan adalah diskriptif-kulitatif yaitu semua data yang terkumpul baik primer maupun sekunder diklasifikasi dan dianalisis sesuai dengan sub bahasan masing-masing. Selanjutnya dilakukan kajian mendalam atas karya yang memuat objek penelitian dengan menggunakan analisis kitab tafsir, atau disebut dengan conten analysis.

H.SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Bab pertama adalah pendahuluan yang merupakan pertanggung jawaban metodologis penelitian, terdiri atas latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan judul, telaah pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab dua merupakan Biografi yang akan digunkan untuk meneliti latar

belakang kehidupan Sayyid Qut}b dan Ahmad Musth}ofa al-Mara>ghi. Sehingga

dalam penelitian ini dapat menarik kesimpulan tentang pemikiran kedua tokoh ini yang menyebabkan penafsiran kedua tokoh ini berbeda.

Bab tiga ialah landasan teori yang akan digunakan sebagai batu pijakan dalam penelitian ini, antara lain berisikan tentang: penjelasan tentang teori

naskh mansukh secara umum. Memuat pengertin naskh, pembagian dan

(19)

11

Bab empat, ialah data dan analisis. Pertama, penafsiran Sayyid Qut}b

dan Ahmad Musth}ofa al-Mara>ghi dalam menerapkan keberadaan naskh dalam

al-Qur’a>n, sehingga dapat disimpulan naskh menurut pandangan mereka.

Kedua ialah penarapan penafsiran Sayyid Qut}b dan Ahmad Musth}ofa

(20)

BAB II

SAYYID QUT}B DAN MUHAMMAD MUST}OFA AL-MARA>GHI

A. Biografi Sayyid Qut}b

Asy Sahid Sayyid Qut}b Ibrahim Husain Shadili atau Sayyid Qut}b merupakan seorang tokoh pemikir Islam dan pemimpin idiologi Ikhwanulmuslim.1 Sayyid Qut}b lahir pada tanggal 9 Oktober 1906 M di kampung Musyah, kota Asyut, Mesir. Dia merupakan anak tertua dari lima bersaudara yang terdiri dari dua laki-laki dan tiga perempuan. Ayah Qut}b adalah seorang anggota Partai Nasional Mustafa Kamil dan pengelola majalah kamil al liwa.

Di kampung Musyah, Qut}b dibesarkan dari keluarga yang sederhana, akan tetapi kental terhadap ajaran Islam serta sangat mencintai al-Qur’a>n. Sejak

kecil Qut}b telah belajar dan menghafalkan al-Qur’a>n, sehingga diusia sepuluh tahun ia telah mampu menyelesaikan hafalannya diluar kepala.2 Pendidikan dasar

Sayyid Qut}b tidak hanya diperoleh dari sekolah kattab tetapi juga dipemerintahan

yang selesai tahun 1918 M. Setelah itu Qut}b dipindahkan ke daerah Halwan pinggiran kota Kairo untuk tinggal bersama pamannya yang berprofesi sebagai jurnalis.3

1

Muhammad Radhi al-Hafidz, “Qutb Syyid,” Ensiklopedi Islam, Vol. 6, ed. Nina M. Armando, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005), 23.

2 Mahmud Arif, “Wacana Na

skh dalam Tafsir fi dzilalil Qur’an,” Studi al-Qur’a>n Kontemporer, ed. Abdul Mustakim, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogyakarta, 2002),111.

3

(21)

13

Di tahun 1929 Sayyid Qut}b memperoleh kesempatan untuk belajar di Universitas Tajhziyah Darul-‘ulum, Kairo/sekarang Universita Kairo. Perguruan tinggi ini merupakan suatu universitas yang terkenal dengan kajian Ilmu Islam dan sastra Arab. Oleh sebab itu, karya sastra Qut}b memiliki nilai sastra yang luar biasa. Proses belajar Qut}b di Universitas Kairo selesai pada tahun 1933 dengan gelaar Sarjana muda pendidikan. Setelah lulus Qut}b bekerja sebagai pengawas sekolah di Departemen Pendidikan sekitar tahun 1653.

Ketika bekerja sebagai pengawas sekolah Sayyid Qut}b menunjukkan kualitas dan hasil yang sangat luar biasa. Untuk itu Qut}b mendapat tugas memperdalam ilmu pengetahuannya dibidang pendidikan di Amerika selama dua

tahun. Selama berada di Amerika ia membagai waktu studinya antara Wilson’s

Teacher’s College di Washington Greeley Colleg di Colorado, dan Stanford

University di California. Tidak hanya itu, dia juga menyempatkan diri untuk berkunjung dibeberapa negara seperti Inggris, Swiss dan Italia yang mengakibatkan luas nya pemikiran Sayyid Qut}b dalam masalah-masalah sosial kemasyrakatan.4

Melalui pengamatan langsung terhadap peradaban dan kebudayaan yang berkembang di Amerika, Sayyid Qut}b melihat bahwa negara Barat telah berhasil meraih kemajuan pesat dalam bidang sains dan teknologi. Akan tetapi menurut penilaiannya kemajuan negara Amerika dalam bidang sains dan teknologi tersebut sesungguhnya negara ini memiliki peradaban yang rapuh karena kosong dari

4

(22)

14

nilai spiritual. Dari pengalaman yang diperoleh dinegara Amerika inilah memunculkan paradigma baru dalam pemikiran Sayyid Qut}b.5

Sepulangnya saat Sayid Qut}b dari Amerika dan kembali ke Mesir ia bergabung dengan keanggotaan gerakan Islam Ikhwanul Muslimin yang dipelopori oleh Hasan Al-Banna. Dalam keanggotaan gerakan ini ia menjadi salah satu tokoh yang berperan penting. Pada juli 1954 Qut}b menjabat sebagai pemimpin redaksi harian Ikhwanul Muslimin yang banyak menulis sevara terang-terangan masalah keislaman.6

Dari organisasi inilah beliau lantas banyak menyerap pemikiranpemikiran Hasan al-Banna dan Abu al-A’la al-Maududi. Ikhwan alMuslimin sebagai satu

gerakan yang bertujuan untuk mewujudkan kembali syari’at politik Islam dan juga

merupakan medan yang luas untuk menjalankan Syariat Islam yang menyeluruh. Selain itu, Qut}b meyakini bahwa gerakan ini adalah gerakan yang tidak tertandingi dalam hal kesanggupannya menghadang zionisme, salibisme dan kolonialisme.7

Pada gerakan ikhwanul muslim Sayyid Qut}b benar-benar menguatualisasikan dirinya. Akan tetapi harian tersebut ditutup atas perintah Kolonnel Gamal Abdel Nasser setelah berjalan selama dua tahun. Redaksi ini ditutup lantaran dianggap mengancam perjanjian Mesir-Inggris pada 7 Juli 1954.

5Sri Aliyah, “

Kaedah-Kaedah Tafsir fii dzilalil al-Qur’a>n”, (Jurnal Agama, Vol. 14, No. 2 Maret, 2013), 40.

6

Ibid,,41.

(23)

15

Ketika itu Qut}b menjabat sebagai anggota pelaksana program dan ketua lembaga dakwah.8

Kemudian pada tahun 1954 Sayyid Qut}b menjabat sebagai pemimpin redaksi harian Ikhwanul Muslim al-Fikr al-Jadid dan hanya berjalan dua bulan, karena peredarannya dilarang oleh pemerintah. Sebab pada redaksi harian yang ditulis Qut}b mengkeritik tentang perjanjian yang disepakati antara pemerintah Mesir dan Inggris.9 Sehingga sekitar bulan Mei 1955 keberdaan redaksi Ikhwanul Muslim dilarang oleh presiden Mesir Gamal Abdel Nasser, karena dianggap bersekongkol untuk menjatuhkan pemerintahan Mesir. Untuk itu para pemimpin organisasi ini ditahan dan dijatuhi hukuman selama 15 tahun termasuk Sayyid

Qut}b.10

Pada pertengahan tahun 1964 ia dibebaskan dari penjara atas permintaan Abdul Salam Arif , presiden Irak yang mengadakan kunjungan Muhibah ke Mesir. Satu tahun pasca kebebsannya dari penjara Qut}b ditangkap kembali bersama tiga orang saudaranya yaitu Muhammad Qut}b, Hamidah dan Aminah serta masih ada 20.000 orang lebih dengan tuduhan ikhwanul muslim berkomplot untuk membunuhnya. Pada penahanan Sayyid Qut}b yang kedua ini ia dan dua orang temannya dihukum mati tanggal 29 Agustus 1966. Pemerintah Mesir tidak menghiraukan protes dari Organisasi Amnesti Internasional yang memandang proses peradilan Sayyid Qut}b bertentangan dengan keadilan.

8Fuad Luthfi, “Konsep Politik Islam Sayyid Quthb Dalam Tafsir Fi Dzilalil

al-Qur’a>n” (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah , 2011), 9.

9

Ibid,,,10.

10

(24)

16

a. Karya-Karya Sayyid Qut}b

Sayyid Qut}b dalam bidang kepenulisan mempunyai dari 20 buku. Bakat

menulisnya dimulai dengan membuat buku untuk anak-anak yang meriwayatkan tentang pengalaman nabi dan cerita-cerita tentang sejarah Islam. Kemudian tulisan-tulisannya meluas dengan cerita-cerita pendek, sajak-sajak dan kritik sastra serta artikel lain untuk majalan. Ciri khas Qut}b dalam menuliskan karyanya ialah hal-hal yang berkaitannya dengan al-Qur’a>n.11

Pada awal kepenulisannya Sayyid Qut}b menulis dua buku mengenai keindahan dalam al-Qur’a>n yaitu At taswir al Fanni Fi al-Qur’a>n (Cerita keindahan dalam al-Qur’a>n dan Musyahidah al-Qiyamah fi al-Qur’a>n (Hari kebangkitan dalam al-Qur’a>n. Al-Adalah al-Ijtimaiyyah fi al-Islam (Keadilan Sosial dalam Islam yang disusul oleh tafsir Fi Dzilalil Qur’an ( Dibawah Naungan

al-Qur’a>n) yang diseslesaikan didalam penjara. Al-Salam Al-Alamy Wa Al- yang

menjelaskan bagaimana membentuk dunia yang damai melalui jalan syariat Islam,

Al-Mustaqbal Li Hadza Al-Diin, buku ini menjelaskan gagasan dan pandangan

menyongsong masa depan dengan syariat Islam. ‘Adalah Ijtima’iyyah Fi

Al-Islam.12

11

Ibid,,, 12

(25)

17

Selain itu terdapat kumpulan berbagai macam artikel yang dihimpun oleh Muhibbudin al-khatib. Buku ini menjelaskan secara rinci hakikat agama Islam. Al-Madinah Al-Manshurah, Sebuah kisah khayalan semisal kitab seribu satu malam, terbit tahun 1946. Kutub Wa Syakhshiyat, sebuah studi Qut}b terhadap karya-karya pengarang lain terbit tahun 1946. Raudhatut Thifl, ditulis bersama Aminah

As-Sa’id dan Yusuf Murad, terbit dua episode. Al-Qashash Ad-Diniy, ditulis bersama

Abdul Hamid Jaudah AsSahhar. Al-Jadid Fil Al-Lughah Al-Arabiyah, bersama penulis lain. 28. Al-Jadid Fil Al-Mahfuzhat, ditulis dengan penulis lain.13

b. Tafsir Fi Dzilalil Al-Qur’a>n

Tafsir Fi> Zhilal>lil Al-Qur’a}}n merupakan salah satu tafsir yang menjadi

kajian para aktivis Islam. Tafsir ini terbentuk dari perenungan dan pengalaman

Sayyid Qut}b yang memuat dan mempengaruhi kehidupan manusia. Dalam

menerapkan metode penafsirannya Sayyid Qut}b mempunyai pandangan Universal dan komperhensif terhadap al-Qur’a>n.

Sayyid Qut}b mempunyai metode tersendiri dalam memberi tafsiran

al-Qur’a>n yaitu dengan melakukan pembaharuan dalam bidang penafsiran dan

mengesampingkan pembahasan yang dirasa kurang begitu penting dari segi bahasa. Salah satu hal yang menonjol dari corak penafsiran Qut}b adalah dilihat

13

(26)

18

dari segi sastra dan istilah-istilah sastrawan yang bersifat sajak, naghom, untuk melakukan pendekatan dalam menafsirkan al-Qur’a>n.14

Karaktersitik sastra pada penafsiran Sayyid Qut}b terlihat pada penafsirannya. Akan tetapi penafsiran yang diterapkan Sayyid Qut}b pada tafsirnya menunjukkan sisi hidayah dalam al-Qur’a>n untuk memeberikan pendekatan jiwa bagi para pembacanya. Menurutnya, Al-Quran adalah kitab dakwah, undang-undang yang komplit serta ajaran kehidupan. dan Allah Swt telah menjadikannya sebagai kunci bagi setiap sesuatu yang masih tertutup dan obat bagi segala penyakit.15 Pernyataan Sayyid Qut}b tersebut didasarkan atas

al-Qur’a>nSurat Isra’ ayat 82 dan ayat 9:













Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.



























14

Ibid,, Jurnal Agama,,,7

15

(27)

19

Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus

dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal

saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar,

Tafsir Fi Dzilalil Qur’an menggunakan metode tashwir yang tergolong ke

dalam tafsir al-Adabi al-Ijtimâ’i (sastra-budaya dan kemasyarakatan). Hal ini dapat dilihat dari latar belakang kehidunya beliau yang merupakan seorang sastrawan hingga beliau bisa merasakan keindahan bahasa serta nilai-nilai yang dibawa alQuran yang memang kaya dengan gaya bahasa yang sangat tinggi.16

c. Pemikiran Sayyid Qut}bDalam Tafsir Fii Dzilalil Qur’an

Corak pemikiran Sayyid Qut}b dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran dalam kehidupannya. Ketika masih muda Qut}b menjabat sebagai seorang sastrawan kemudia keilmuannya bertambah luas mulai dari baik pemikiran dan amal, aqidah dan prilaku serta wawasan dan jihad. Fase ini mulai dari sekembalinya dari amerika sampai ia bersama-sama dengan sahabatnya di masukkan ke dalam penjara pada penghujung tahun 1954. Di tahun ini Qut}b berhasil menyelesaikan tulisanya dengan judul Ma’rakatul Islam War -Ra’simaiyah As-Salam AlAlami Wal Islam dan Fi Zhilali al-Qur’a>n pada juz-juz

pertama edisi pertama.

(28)

20

Adapun Menurut Muhammad Taufiq Barakat membagi fase pemikiran Sayyid Qut}b menjadi tiga tahap yaitu: 1. Tahap pemikiran sebelum mempunyai orientasi Islam; 2. Tahap mempunyai orientasi Islam secara umum. 3. Tahap pemikiran berorientasi Islam militan. Pada saat tahap Islam militan Qut}b sangat muak dengan westernisme, konolialisme dan penguasaan Mesir.17

Pada fase ketiga ini lah yang membuat Qut}b menjadikannya aktif dalam memperjuangkan Islam dan menolak segala bentuk westernisasi yang kala itu sering digembor-gemborkan oleh para pemikir Islam lainnya yang silau akan kegemilangan budaya-budaya Barat. Dalam pandangannya, Islam adalah way of life yang komprehansif. Islam mampu memberikan solusi atas segala problem kehidupan masyarakata yang timbul dalam sistem Islami.

Sayyid Qut}b juga berpendapat bahwa al-Qur’a>n merupakan acuan pertama

dalam pengambilan hukum maupun mengatur pola hidup masyarakat karena telah dianggap jalan untuk menuju kepada Allah. Sehingga apabila manusia menginginkan kesejahtera, kedamaian dan keharmonisan dengan hukum alam dan Fitrah didunia maka manuasia harus kembali pada sistem yang digariskan oleh Allah dalam kitab suci al-Qura’a>n.

17

(29)

21

B.PEMIKIRAN MUHAMMAD MUST}OFA AL-MARA>GHI

a). Biografi

Muhammad Must}ofa al-Mara>ghi merupakan seorang uluma dan guru besar dalam bidang tafsir. Beliau juga dikenal sebagai seorang penulis serta mantan rektor di Universitas Al-Azhar dan mantan hakim di Sudan.18Al-Mara>ghi lahir pada tahun 1300 H/1883 M dikota Al-Mara>ghi Suhaj dekat Kairo sekitar 700 KM. Bersama dengan saudaranya.

Ahmad Must}ofa al-Mara>ghi merupakan seorang ulama yang berasal dari

keluarga ulama yang intelek. Didalam keluarganya sendiri ia telah mengenal dasar-dasar Islam, sehingga sejak kecil ia sudah belajar al-Qur’a>n dan bahasa Arab ditanah kelahirannya dipendiidkan dasar dan menengah. Bahkan diusia yang kurang dari 13 tahun al-Mara>ghi telah berhasil menghafal al-Qur’a>n.19

Setelah tamat dari pendidikan Madrasah daerahnya kemudian ia belajar di Universitas Al-Azhar atas dorongan orangtuanya yang menginginkan dia untuk menjadi seorang ulama terkenal tepatnya pada tahun 1314 H/1897M. Di Universitas Al-Azhar al-Mara>ghi mulai mendalami ilmu bahasa Arab. Tafsir, hadis, fikih, akhlak dan ilmu falak. Dianatara guru-gurunya ialah Muhammad Abduh, Syekh Muhammad Hasan al-Adawi, Syekh Muhammad Bahis al-Muti

dan Syekh Ahmad Rifa’i al-Fayumi. Al-Mara>ghi berhasil menyelesaikan studinya

ditahun 1904 dengan predikat alumni terbaik dan termuda.

18 Syahrin Harahap, “al

-Maraghi Muhammad Musthafa” Ensiklopedi Islam, Vol. 4, ed. Nina M. Armando, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005), 282

19

(30)

22

Setelah lulus dari Universitas al-Azhar ia mengajar sebagai guru di bebrapa sekolah menengah dan kemudin diangkat menjadi direktur sebuah sekeloh Guru yang terletak di Fayum sebelah barat kota Cairo. Kemudian ditahun 1919 ia diangkat menjadi hakim di Sudan hingga jabatan qadi-Al-Qudat dan pada tahun 1920 ia kembali ke Mesir dan menduduki jabatan sebagai kepala Mahkamah tinggi Syariah. Di tahun 1928 al-Mara>ghi diangkat menjadi rekotorat al-Azhar pada usia 47 tahun dan tercatat sebagai rektor termuda sepanjang sejarah Universitas al-Azhar.

Al-Mara>ghi terkenal sebagai ulama yang memiliki pandangan Islam tajam

berkaitan dengan al-Qur’a>n dalam hubunganya dengan kehidupan sosial seeta pentingnya kedudukan akal dalam menafsirkan al-Qur’a>n. Dalam bidang tafsir,

al-Mara>ghi mempunyai karya yang sangat terkenal dikalangan intilektual Islam yaitu

tafsir Al-Mara>ghi yang ditulis selama 10 tahun dan telah diterjemahkan kedalam beberapa bahasa termasuk bahasa Indonesia. Adapun kecenderungan al-Mara>ghi dalam bidang Fikih dapat dilihat dengan terciptanya buku al-Fath al-Mubin Fi Thabaqat al-Ushuliyyah yang menguraikan tentang Thabaqat.20

b).Karya-karya al-Mara>ghi

Al-Mara>ghi terkenal sebagai seorang ulama yang produktif dalam

menyampaikan pemikirannya melalui tulisannya yang terbilang banyak. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya karya al-Mara>ghi diantaranya ialah: Ulum

20

(31)

23

Balagah, Hidayah at-Talib, Tahdzib at-Taudih, Buhus wa Ara, Tarikh Ulum

al-Balagah wa Ta’arif bi Rijaliha, Mursyid at Tullab, al-Mujaz fi al-Arabi, al-Mujaz

Fi ulum Ushul, ad-Diyanah wa akh;aq. Hisbah fi Islam, ar-rifq bi

al-Hayawan Fi al-Islam, Syarah salasin Hadisan, Tafsir Juz Innama as-Sabil,

Risalah fi Zaujat an-Nabi, Risalah Isbat Ru’yah Hilal Fi Ramdahan,

Khutbah wa Khutaba Fi Daulah Umaiyyah wa Abbasiyyah, dan

al-Mutala’ah al-Arabiyah li al-Madaris as-Saudiyah.21

c). Latar Belakang Penulisan Tafsir al-Mara>ghi

Penulisan tafsir al-Mara>ghi dilatar belakangi atas keperihatinannya terhadap masyarakat setempat. Ketika kebanyakan orang enggan membaca kitab Tafsir yang ada ditangan sediri. Dengan alasan bahwa kitab tafsir yang ada sangat sulit dipahami. Keadaan tersebut yang kemudian memotifasi al-Mara>ghi untuk menulis kitab Tafsir yang menyajikan dengan gaya bahasa sederhana dan mudah dipahami. 22

Selain itu, al-Mara>ghi jga merasa bertanggungjawab akan peristiwa dan problem yang terjadi di masyarakat. Dia merasa terpanggil untuk menawarkan berbagai solusi berdasarkan dalil al-Qur’a>n sebagai alternatif. Sehingga penafsiran

al-Mara>ghi dengan pikirannya yang moderen disesuaikan dengan kondisi

masyrakat saat itu. Dalam hal ini al-Mara>ghi tidak hanya menafsirkan al-Qur’a>n

21

Ibid,, 22

(32)

24

dengan dalil al-Qur’a>n saja. Dia juga menggunakan ra’yi sebagai sember dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’a>n dan sumber yang diperoleh dari riwayat-riwayat tersebut terpelihara dari periwayatan yang lemah.23

d). Tafsir al-Mara>ghi

Sistem penulisan tafsir al-Mara>ghi ialah membahas satu atau lebih ayat

al-Qur’a>n sehingga memberi pengertian yang menyatu. Apabila terdapat ayat yang

dipahami ia menjelaskan secara mufrodat, dan menyebutkan kata secara ijmali. Adapun metode yang digunakan adalah metode tahlily. Jika ditinjau dari urutan pembahasannya tafsir al-Mara>ghi menggunakan metode tafsir Tahlily sebab pada mulanya ia menurunkan ayat yang dianggap satu kelompok lalu menjelaskan pengertian kata (Tafsir al-Mufrodat), secara ringkas dan asbab nuzul dan munasabah. Pada bagian ini Mara>ghi memberi tafsiran yang lebih terperinci mengenai ayat tersebut

Corak yang dipakai dalam Tafsir al–Mara>ghi adalah adab al– Ijtima’i, yang diuraikan dengan bahasa yang indah dan menarik dengan berorentasi sastra kehidupan budaya dan kemasyarakatan. Sebagai suatu pelajaran bahwa al-Qur’a>n diturunkan sebagai petunjuk dalam kehidupan individu maupun masyarakat. Penafsiran dengan corak adab al-Ijtima’I berusaha mengemukakan segi keindahan bahasa dan kemukjizatan al-Qur’a>n berusaha menjelaskan makna atau maksud dituju oleh al-Qur’a>n, berupaya mengungkapkan betapa al-Qur’a>n itu

23

(33)

25

(34)

BAB III

TINJAUAN TEORI

NASKH MASUKHAH

A.Pengertian Naskh Mansukh

Kata naskh dan mansukh merupakan \mashdar dari kata kerja (fi’il)

nasakha. Ditinjau dari segi bahasa naskh diartikan menghilangkan (izalat),

menukar (tabdil), memindahkan sesuatu yang tetap (At-Tahwiilu Ma’a Baqqa’ihi fi nafsihi) dan memindahkan, menyalin atau mengutip (an-naqlu Min Kitaabib Haa kitaabin), serta dapat pula diartikan menghapus.1

Naskh dalam pemaknaan izalat (menghilangkan) seprti

لظلا س

لا تخس

artinya (matahari menghilangkan bayang-bayang) atau

ُ لا ي لا خس

(uban itu

telah menghilangkan kemudaan). Adapaun lafadz naskh dengan pemaknaan ini dapat ditemui dalam al-Qur’a>n dapat dilihat pada Surat Al-Hajj ayat 52.2















1

Basrudin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2011), 171.

2

(35)

27

Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang Rasulpun dan tidak (pula) seorang Nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitanpun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat- nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.3

Adapun pengertian naskh dalam pemaknaan tahwil (memindahkan),

seperti:

ة يلك ىلا

ة ي لك م اُطلا خس ت

(Para mahasiswa itu sering berpindah

dari satu fakultas ke fakultas lain. Namun dalam pemaknaan ini tidak ada ayat

al-Qur’a>n yang sesuai penggunaan makna ini.4 Adapun penggunaan lafadz naskh

dalam pemaknaan „an naqlu min kita>bin ilaa kitaabin (menyalin/mengutip dari

satu kitab ke kitab lain dengan tetap adanya persamaan.5 Seperti:

سر دل

ا تخس

(saya menyalin pelajaran). Pada pemaknaan naskh ini dapat ditemui dalam surat surat al-Jaatsiyah ayat 29 :





Allah berfirman: Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan terhadapmu dengan benar. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan.6

Dalam penggalan surat al Jaatsiyah maksudnya ialah memindahkan mencatat amal perbuatan ke dalam lembaran catatan amal. Pada kata tersebut

3 Departemen Agama RI,

Al-Qur’an dan Terjemahnya,, 338.

4

Ibid,, Abdul Djalal, Ulumul Qur’an,, 108 5

Ibid,,109

6

(36)

28

dapat dilogikakan jika memindahkan atau menyalin amal perbuatanan manusia disesuaikan dengan perbuatanya. Ayat lain yang berkaitan dengan pemahaman

naskh sebagai tahwil ialah terdapat pada surat Al-A’araf ayat 154:













Sesudah amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya (kembali) luh-luh (Taurat)

itu; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang

takut kepada Tuhannya.7

Pemaknaa naskh dengan At-Taghyir wal Ibthaal wa Iqaamatisy Sya’i Maqaamahu yang artinya mengubah dan membatalkan sesuatu dengan menempatkan sesuatu yang lain sebagai gantinya. Dapat juga dikatakan bahwa

naskh dalam pemkanaan ini ialah mengubah sesuatu ketentuan/hukum, dengan

cara membatalkan ketentuan hukum yang lama dan menggantikan dengan ketentuan hukum yang baru.8 Sebagaimana contoh pada kaliamat

لا ء ضق م

صقلا يلعلا ة كح لا تخس

ير ع س حل ة يعر لا ة كح

ًم ع

7

Ibid, Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,,501 8

(37)

29

Pengadilan tinggi telah mengubah qisas keputusan Mahkamah Syar’iyah dengan penjara 20 tahun. Didalam al-Qur’an terdapat pemaknaan lafadz naskh dengan mengubah atau membatalkan, yaitu yang terdapat dalam surat al-Baqara>h ayat 106







Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.9

Dari berbagai macam definisi naskh menurut tarjih ahli bahasa, pengertian naskh yang mendekati kebenaran adalah naskh dalam pengertian

al-izalah (mengangkat sesuatu dan menempatkan yang lain pada tempatnya).10 Jika

ditinjau dari segi istilah pengertian naskh berbeda-beda. Sebagian ulama memberi pengertian naskh adalah mengangkat atau menghapus hukum syara’ dengan dalil

hukum (khitab) syara’ yang lain. Ada juga yang menyatakan bahwa naskh

mengubah ketentuan hukum/peratururan dengan cara membatalkan peraturan hukum yang pertama dan diganti dengan hukum yang baru.11 Adapun menurut ahli Ushul Fikih naskh ialah membatalkan penerapan hukum syar’i dengan dalil

9

Ibid, Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,,17 10

Subhi As Shalih. Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an.( Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001)

337-338

11

Rudy Alhana, Pandangan Mufasir Tentang Nasakh dalam Al-Qur’an (Surabaya: Revka

(38)

30

syar’i yang datang kemudian.12

Sedangkan dalam fikih klasik naskh mempunyai tiga arti diantaranya ialah:13

1. Penghapusan ayat-ayat tertentu dalam al-Qur’an. Penghapusan dalam hal ini dibagi menjadi dua yaitu teksnya yang dihapus namum hukumnya tetap, dan penghapusan keduanyan sekaligus yaitu teks dan hukumnya. 2.Pencabutan ketentuan dari ayat yang turun lebih dahulu oleh ketentuan ayat yang datang kemudian.3. Penghapusan ayat yang mencangkup takhshis dari yang am dan

taqyid (pembatasan) dari yang mutlak.

Pemahaman naskh oleh ulama terdahulu menjadikan ayat al-Qur’a>n

banyak yang dimansukh, karena pemaknaanya dipahami sesuai dengan makna kebahasaan, sehingga hampir semua ayat al-Qu’a>n menurut ulama terdahulu di

naskh.14 Ulama terdahulu juga berpendapat bahwa ayat yang dinaskh ialah ayat

yang mengecualikan atau mentakhshish ayat yang lain, ayat yang menjelaskan tentang batas akhir pengamalan, ayat yang kandungannya membatalkan kebiasaan buruk masa jahiliyah, ayat yang mengandung pembatalan ketetapan nabi, penjelasan satu ayat terhadap ayat lain, pengalihan makna satu kata/susunan kata ke makna lain atau ayat yang memerintahkan berperang membatalkan ayat yang memerintahkan bersabar padahal seharusnya kedua ayat tersebut tidak dipertentangkan. Kemudian ulama muta’akhirin mempersempit pemahaman ulama mutaqodimin dengan memberi batasan pengertian naskh dan mempertajam perbedaan antara naskh dan mukhasshish atau muqayyid, sehingga pengertian

12

Ibid,Wawasnb Baru Ilmu Tafsir,, 172

13 Ibid,,, 14

(39)

31

naskh terbatas hanya untuk ketentuan hukum yang datang kemudian, untuk

mengganti ketentuan hukum yang terdahulu dengan hukum yang baru. Untuk itu ketentuan hukum yang berlaku ialah ketentuan yang terakhir.

Adapun pengertian mansukh secara bahasa ialah dinukil, disalin atau dihapuskan. Dengan kata lain mansukh ialah hukum yang diangkat atau dihapuskan.15 Sedangkan menurut kebanyakan ulama mansukh ialah hukum

syara’ yang diambil dari dalil syara’, pada hukum yang pertama belum

diubah/dibatalkan dan diganti dengan hukum dari hukum syara’ baru yang datang kemudian.

B.Pandangan Ulama terhadap Naksh .

Pendapat ulama tentang keberadaan naskh dibedakan menjadi dua, ada yang mengatkan ayat al-Qur’a>n ada yang dinaskh dan sebagian menyatakan tidak ada. Sebagian ulama ada yang mengatakan terdapat naskh dalam al-Qur’a>n

berpendapat bahwa seseorang yang ingin memahami al-Qur’>an maka harus

menguasai ilmu naskh mansukh. Sedangkan ulama yang tidak menyetujui adanya

naksh dalam al-Qur’a>n, menyatakan bahwa didalam al-Qur’>an tidak ada kebatilan

sama sekali. 16

. Ulama yang mengatakan bahwa didalam memahami al-Qur’a>n harus menggunkan ilmu naskh diantaranya ialah para mujahidin dan muffasirin seperti

15

Ibid,,Kaidah Tafsir,280

16

Sholehan, “Al –Nasikh wa Al-Mansukh”, Nizama Jurnal Pemikiran dan Pemikiran

(40)

32

Jalalu al din dan Jalal ad-din al Mahali. Menurutnya didalam al-Qur’a>n yang

dibaca dan ditilawahkan ada yang naskh dan ada yang mansukh, dengan disandarkan pada surat al-Baqara>h ayat 106.

Ulama yang berpendapat tentang adanya naskh dalam al-Qur’a>n menafsirkan ayat ini tentang kemaslahatan suatu umat yang tidak diketahui oleh manusia. Sehingga dalam menafsirkan al-Baqara>h ayat 106, berpendapat bahwa Allah tidak mengganti atau mengalihkan hukum sesuatu ayat kecuali pengalihan itu mengandung sesuatu yang sama dengannya atau lebih baik dalam manfaat dan ganjarannya. Kami juga tidak menundanya untuk dilaksanakan pada waktu yang lain kecuali pembatalan, perubahan, pengalihan serta penundaan tersebut diganti dengan sesuatu yang sama dengannya atau lebih baik. 17

Dalam memberikan penafsiran lafadz “ayatan” yang dipahami sebagai

ayat al-Qur’a>n atau bagaian dari surat. Sehingga dalam hal ini mereka berpendapat bahwa Allah sah-sah saja, jika Allah menaskh lafadz atau hukumnya. Kemudian mendatangkan ayat lain yang lebih reprensentatif dengan ayat yang mempunyai kualitas sama dengan ayat yang diganti.18

Adapun jumlah ayat yang dinaskh para fuqoha juga berbeda pendapat. Menurut Ibn Hazm al-Andalusy. Jumlahnya cukup banyak yan tersebar di 65 surat pada seluruh al-Qur’a>n. Sementara itu al-Nahas berpendapat bahwa jumlah ayat

naskh, sekitar seratus ayat didalam al-Qur’a>n. Sedangkan as Suyuti mengatakan

bahwa jumlah ayat naskh didalam al-Qur’a>n hanya 20 ayat, dan as Saukani

17 Ibid,, 18

(41)

33

berpendapat bahwa ayat yang dinaskh dalam al-Qur’a>n tidak dapat disesuaikan

hanya sekitar 8 ayat saja.

Sedangkan para ulama yang tidak menyetujui adanya naskh dalam

al-Qur’a>n berpendapat bahwa al-Qur’a>n adalah hujjah atas umat manusia dan hukum

yang berada didalamnya harus ditaati. Al-Qur’a>n merupakan kitab suci yang diturunkan dari sisi Allah dan sampai kepada manusia dengan jalan mutawwatir, dengan tanpa keraguan. Dalil yang digunakan para ulama dalam menyetujui adanya naskh dalam al-Qur’a>n merupakan dalil yang tidak tepat. Menurutnya segala hal tersebut adalah sesuatu yang dapat diterima oleh akal, sedangkan segala sesuatu menurut akal mungkin terjadi itu tidak harus terjadi. Begitu pula dengan

naskh yang dianggap manusia mungkin terjadi, namun sebenarnya tidak terjadi.19

Ulama yang menolak adanya naskh dalam al-Qur’a>n al-Baqara>h ayat 106

diartikan sebagai pembatalan hukum syari’at terdahulu kemudian diganti dengan

syari’at nabi Muhammad. Menurut mereka ayat tersebut berbicara tentang orang

yahudi. Selain itu ada juga yang menyatakan bahwa Allah tidak akan mengganti atau mengalihkan hukum sesuatu untuk dilaksanakan oleh suatu kelompok kepada kelompok lain atau satu masa kepada masa yang lain, kecuali pengalihan serta penundaan. Selain pada surat al-Baqarah, surat an nahl juga dijadikan perdebatan oleh para ulama tentang keberadaan naskh yaitu pada ayat 101.

Bagi ulama yang mendukung tentang adanya naskh lafad “ayatan“ diartikan ayat al-Qur’a>n, sehingga terdapat pergantian ayat yaitu hukum ayat

19

(42)

34

tersebut dengan hukum ayat lain. Akan tetapi ulama yang menolak tentang keberadaan naskh dalam al-Qur’a>n memberi makna lafadz “ayatan”

ialah mukjizat atau bukti-bukti kebenaran. 20

Ulama yang mendukung adanya naskh berupaya membuktikan keberadaan naskh dengan adanya ayat-ayat yang kontradiksi. Sebagian dari mereka bersikeras mempertahankan pendapatnya, bahkan hampir semua ayat yang pesannya bertentangan dianggap mansukh. Sedangkan ulama yang menentang adanya naskh dalam al-Qur’a>n berusaha membuktikan ayat yang dianggap bertolak belakang pada hakikatnya tidak bertentangan karena dapat dikompromikan dengan ayat yang lain. 21

Ada pun para ulama yang terkenal di era moderen banyak yang menolak adanya naskh dalam al-Qur’a>n. Dengan berpedoman pada surat QS. Fusilat ayat 42. Bagi para ulama yang tidak menyetujui adanya naskh dalam al-Qur’a>n berpendapat bahwa semua ayat-ayat yang dinilai masnukh tidak perlu dicantumkan dalam al-Qur’a>n, cukup nabi yang menjelaskan keberadaan ayat tersebut kepada kelompok masyarakat yang dituju. Menurut mereka ketaatan para sahabat terhadap tuntunan Nabi tidak kurang dibanding ketaatan sahabat terhadap

al-Qur’a>n. Sedangkan para ulama yang berpendapat tentang adanya naskh

mengatakan bahwa dalam al-Qur’a>n ayat yang dapat di naskh adalah ayat-ayat tentang hukum. Naskh didalam al-Qur’a>n juga tidak dinyatakan apabila ayat nya telah jelas ayat yang turun terdahulu sehingga batal hukumnya (mansukh) dengan

20 Ibid,,91 21

(43)

35

hadirnya ayat hukum baru yang bertolak belakang dengannya (Naskh). Selain itu, ulama yang mendukung tentang adanya naskh dalam al-Qur’a>n mengatakan bahwa ayat mansukh masih tercantum dalam al-Qur’a>n, akan tetapi hukumnya telah diganti dengan hukum yang terdapat pada ayat setelahnya.

Adapaun ulama moderen yang tidak menyetujui adanya naskh dalam

al-Qur’an ialah:

a. Syekh Muhammad Abu Zahrah (1898-1974) dalam buku tafsirnya Mashadir al-Fiqh al-Islamy, Syekh Muhammad al-Ghazali (1917-1996 M) dalam bukuanya Nadzarat fi al-Qur’an.

b. Syekh Muhammad Husain adz-dzahaby (1914-1977 M), Tafsir al Wasith.

Adapun ulama klasik yang paling terkenal menolak adanya naskh adalah Abu Muslim al-Asfahani (1277-1365 M). Dengan alasan bahwa jika al-Qur’a>n dimansukh berarti membatalkan sebagaian isi al-Qur’a>n.22 Padahal isi al-Qur’an tidak ada yang batal, pendapat tersebut dikuatkan dengan al-Qur’an Surat al -Fussilat 42.Selain itu al-Asfhani juga berpendapat bahwa kebanyakan kandungan

al-Qur’a>n itu bersifat kullliyah bukan Juziyah, sehingga tidak mungkin terdapat

ayat mansukh. Ayat-ayat yang bertentangan dan dipandang mansukh dapat dikompromikan23. Untuk itu didalam al-Qur’a>n tidak ada ayat yang mansukh. Sedangkan Jumhur ulama berpendapat bahwa naskh adalah suatu hal yang dapat

22

Miftahul Arifin, Ushul Fiqih Kiadah-kaidah Penerapan Hukum, (Surabaya: Citra Media. 1997), 277.

23

(44)

36

diterima oleh akal dan telah terjadi dalam hukum syara’ berdasarkan dengan

adanya dalil yang menyatakan bahwa perbuatan Allah tidak bergantung pada alasan dan tujuan, karena Allah berhak memerintahkan sesuatu padda suatu waktu dan melarangnya pada waktu yang lain. Selain itu, juga teerdapat naskh kitab dan sunnah yang menunjukan tentang adanya kebolehan naskh yaitu pada surat an Nahl ayat 101 dan surat Al-Baqara>h 106.24

C.Syarat Naskh Mansukh

Apabila seorang ulama ada yang berpendapat hukum ayat dalam al-Qur’an batal (Mansukh) harus berdasarkan argumen yang kuat serta mampu membuktikan secara kongkrit. Oleh sebab itu dalam menentukan ayat yang di

mansukh terdapat kriterianya. Kriteria-kriteria yang dimaksud ialah:

a. Dalam menentukan ayat yang di mansukh Muhammad Quraish Shihab dibagi menjadi dua. Satu : Ayat yang membatalkan (naskh) harus lebih kuat dari ayat dibatalkan (mansukh) atau minimal ayat tersebut sama kuat dengan ayat yang dibatalkan. Dalam hal ini ayat al-Qur’a>n tidak boleh dibatalkan dengan hadis, sebab kedudukan al-Qur’a>n lebih tinggi daripada hadis meskipun hadis Shohih. Selain itu. Ayat al-Qur’a>n juga tidak boleh dibatalkan dengan pertimbanagn akal manusia (Ijtihad). Apabila ditemukan hadis shohih yang bertentangan

24

(45)

37

dengan kandungan ayat al-Qur’a>n , maka hadis tersebut tidak dianggap sebagai pembatalan ayat tetapi sebagai penjelas kandungan ayat al-Qur’a>n

Dua Ayat-ayat yang dibatalkan harus benar-benar bertolak belakang dengan ayat yang membatalkan. Pada hal ini yang dinamakan bertolak belakang bila subjek, objek, waktu, tempat dan syarat-syaratnta sama. Tiga Ayat yang dinaskh harus benar-benar terbukti antara ayat yang turun terlebih dahulu dengan ayat yang turun kemudian. 25

b. Adapun menurut Abdul Djalal Syarat Mansukh menurutnya dibagi menjadi empat diantaranya ialah hukum yang dinaskh harus berupa hukum syara’.

Hukum syara’ dalam hal ini berkaitan dengan Firman Allah dan sabda Rosul

yang berhubungan dengan perbuatan orang mukalaf berupa kewajiban,

larangan atau pun pilihan. Adapun dalil yang menghapus hukum syara’ adalah

dalil syara’ dan harus ada tenggang waktu dari dalil yang pertama. Serta

diantara dalil yang pertama dan kedua benar-benar mengalmi pertentangan.26

D.Pembagian Naskh

Dalam pembagian Naskh para ulama juga mengalami perbedaan. Menurut Abd Al Wahhab Khallaf dan Muhammad Abu Dzahar, membagi naskh menjadi empat diantaranya ialah:27

25

Ibid,,Kaidah Tafsir,291

26

Ibid,,Ulumul Qur’an,, 117-122

27

(46)

38

a. Naskh Sharrih ialah naskh yang jelas tenteng keberadaaanya akan suatu hukum. Sebagaimana tentang perubahan arah kiblat sembah yang pada awalnya menghadap ke Bait al-Maqdis diubah ke arah ka’abah.

b. Naskh Dzinni yaitu nasakh yang tidak jelas. Pada nasakh ini terdapat dua ayat yang bertentangan akan tetapi tidak dapat dikompromikan. Kemudian diketahui bahwa kedua naskh itu datangnya tidak sekaligus dan pada waktu yang sama. Untuk itu dalam hal ini ayat yang kedua (naskh) berfungsi sebagai

Naskhat dan yang pertama menjadi Mansukhat. Sebagaimana Qur’a>n Surat

al-Baqara>h ayat 234 mengenai iddah istri yang ditinggal mati oleh suaminya 4

bulan sepuluh hari menaskhan al-Baqaroh 240. Adapun naskh Dzimmi dibagi menjadi dua: 28

1) Nasakh Dhimmi yang mengganti seluruh hukum yang terkandung dalam nash yang turunya lebih dahulu.29 Misalnya pada Qur’a>n surat Al-Baqara>h 234 di naskh dengan al-Baqara>h 240

















Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri-isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan

28

Muhammad Abu Zahrah, Usul Fiqih, (Jakarta: PT Pustaka Fidausi, 1995), 295-298

(47)

39

sepuluh hari. kemudian apabila telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka[147] menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.30

al-Baqara>h 240

















Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah Berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), Maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.31

2) Naskh Dhimmi hanya mengganti sebagaian hukum yang terkandung dalam suatu nash yang turun lebih awal. Seperti ayat al-Qur’a<n yang menunjukkan suatu hukum secara khusus, menasakh keumuman nash yang bersifat umum yang turunya lebih awal. Seperti firman Allah surat al nuu>r ayat 4:











Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa selain menjalankan fungsi tradisionalnya sebagai lembaga pendidikan yang mendidik para santrinya (internal), pesantren di Indonesia, melalui

KOMUNIKASI ANTAR KELOMPOK MASYARAKAT BERBEDA AGAMA DALAM MENGEMBANGKAN RELASI DAN TOLERANSI SOSIAL (Studi kasus pada masyarakat desa Ngadas suku tengger kecamatan

Sesuai dengan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah : untuk mengetahui pengaruh yang di timbulkan oleh program

Sehingga banyak remaja berpikir bahwa apa yang mereka pikirkan lebih baik dari pada apa yang dipikirkan orang dewasa, hal tersebut yang menjadi penyebab banyak remaja sering

Pengelolaan kebudayaan dan kepariwisataan pada satu kawasan merupakan upaya dalam mensinergiskan berbagai kepentingan sebagaimana makna dari suatu kawasan merupakan

japonicum BJ 11(wt) , kompos, dan pupuk N 10 g m -2 dapat meningkatkan tinggi tanaman, bobot kering tajuk maupun akar, jumlah bintil, bobot kering bintil total, dan

Setiap pergantian semester, mahasiswa wajib melakukan pendaftaran ulang dan mengajukan rencana studi selama kurun waktu yang telah ditentukan dalam

Berkaitan dengan hal tersebut, penulis memiliki tujuan kesadaran untuk membantu permasalahan yang dihadapi mitra dengan melakukan pelatihan pembukuan maupun