• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Learned Helplessness Pada Pasien Stroke Rawat Jalan di Rumah Sakit Hasan Sadikin Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Learned Helplessness Pada Pasien Stroke Rawat Jalan di Rumah Sakit Hasan Sadikin Kota Bandung."

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan untuk memperoleh gambaran mengenai learned helplessness pada pasien stroke rawat jalan di Rumah Sakit Hasan Sadikin Kota Bandung.

Sampel pada penelitian ini adalah 20 orang pasien stroke dewasa madya yang sedang menjalani masa rawat jalan di Rumah Sakit Hasan Sadikin Kota Bandung.

Penelitian ini dilakukan dengan metode survei. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuesioner Learned Helplessness yang dikembangkan oleh peneliti berdasarkan teori learned helplessness dari Seligman (1990). Data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan menggunakan distribusi frekuensi dan tabulasi silang antara data utama dengan data penunjang, yaitu jenis kelamin, usia, pendidikan, tingkat religiusitas, status marital, pekerjaan, dukungan dari keluarga, pihak yang menanggung responden secara finansial selama terserang stroke, keyakinan sembuh, riwayat penyakit stroke yang diderita, jenis explanatory style, serta diagnosis dan prognosa dari dokter mengenai penyakit stroke yang diderita oleh responden.

Dari hasil penelitian, diperoleh data bahwa sebagian besar responden (55%) menunjukkan derajat learned helplessness yang tergolong mildly helpless, sementara sisanya menunjukkan derajat learned helplessness yang tergolong non helpless (35%) dan moderately helpless (10%).

Saran yang diajukan untuk penelitian selanjutnya adalah melakukan penelitian mengenai keterkaitan antara penghayatan mengenai dukungan di dalam keluarga dengan learned helplessness dan penelitian mengenai explanatory style dari sudut pandang agama.

(2)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 11

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian... 11

1.4. Kegunaan Penelitian ... 12

1.5. Kerangka Pikir ... 13

1.6. Asumsi ... 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Learned Helplessness... 26

2.1.1. Dua Cara Dalam Memandang Kehidupan ... 26

2.1.2. Helplessness ... 27

2.1.3. Learned Helplessness dan Explanatory Style ... 29

(3)

2.1.4. Dimensi-Dimensi Explanatory Style... 30

2.1.5. Hubungan antara Learned Helplessness dengan Depresi ... 32

2.1.6. Simptom Utama Depresi ... 35

2.2. Stroke ... 37

2.2.1. Jenis Stroke ... 38

2.2.2. Simptom Umum dari Stroke ... 39

2.2.3. Pengertian Depresi Pasca Stroke... 43

2.2.4. Orang-orang yang Beresiko Tinggi Terserang Stroke ... 43

2.3. Masa Dewasa Madya ... 44

2.3.1. Fase Generativitas Vs. Stagnasi ... 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian ... 46

3.2. Skema Rancangan Penelitian ... 46

3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 47

3.3.1. Variabel Penelitian ... 47

3.3.2. Definisi Operasional... 47

3.4. Alat Ukur... 48

3.4.1. Kuesioner Learned Helplessness ... 48

3.4.2. Prosedur Pengisian ... 50

3.4.3. Sistem Penilaian ... 51

3.4.4. Data Penunjang ... 51

(4)

3.4.5. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 52

3.4.5.1. Validitas ... 52

3.4.5.2. Reliabilitas ... 52

3.5. Populasi Target dan Teknik Pengambilan Sampel... 52

3.5.1. Populasi Target ... 52

3.5.2. Karakteristik Populasi ... 52

3.5.3. Teknik Penarikan Sampel ... 53

3.5.4. Ukuran Sampel... 53

3.6. Teknik Analisis ... 53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Responden ... 54

4.1.1. Jenis Kelamin Responden ... 54

4.1.2. Usia Responden... 54

4.1.3. Agama Responden ... 55

4.1.4. Status Marital Responden ... 55

4.1.5. Pendidikan Responden ... 56

4.1.6. Pekerjaan Responden ... 56

4.2. Hasil ... 57

4.2.1. Learned Helplessness... 57

4.2.2. Explanatory Style ... 57

4.3. Pembahasan... 58

(5)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 71

5.2. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RUJUKAN LAMPIRAN

(6)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Jenis Kelamin Responden ... 54

Tabel 4.2. Usia Responden... 54

Tabel 4.3. Agama Responden ... 55

Tabel 4.4. Status Marital Responden ... 55

Tabel 4.5. Pendidikan Responden ... 56

Tabel 4.6. Pekerjaan Responden ... 56

Tabel 4.7. Learned Helplessness... 57

Tabel 4.8. G – B ... 57

(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner “Learned Helplessness”

Lampiran 2 Daftar Pertanyaan untuk Wawancara

Lampiran 3 Tes “ASQ”

Lampiran 4 Gambaran Derajat Simptom Utama Learned Helplessness

Lampiran 5 Hasil Tabulasi Silang antara Learned Helplessness dengan Data

Penunjang

Lampiran 6 Case Summaries Learned Helplessness dengan Explanatory Style

Lampiran 7 Case Summaries Hasil Wawancara

(8)
(9)

Lampiran 1

Kuesioner “Learned Helplessness”

Pilihlah jawaban yang paling sesuai dalam menjelaskan apa yang anda rasakan

selama seminggu yang lalu (pembacaan soal dan pengisian jawaban dilakukan oleh tester).

Selama seminggu yang lalu

1. Saya sangat sulit dalam memilih sesuatu.

A. Tidak pernah sama sekali (0 hari).

B. Jarang atau sekali-kali (1 – 2 hari).

C. Kadang-kadang (3 – 4 hari).

D. Sering atau selalu (5 – 7 hari).

2. Saya tidak berselera untuk makan.

A. Tidak pernah sama sekali (0 hari).

B. Jarang atau sekali-kali (1 – 2 hari).

C. Kadang-kadang (3 – 4 hari).

D. Sering atau selalu (5 – 7 hari).

3. Saya sangat mudah menyerah ketika menemui suatu hambatan.

A. Tidak pernah sama sekali (0 hari).

B. Jarang atau sekali-kali (1 – 2 hari).

C. Kadang-kadang (3 – 4 hari).

D. Sering atau selalu (5 – 7 hari).

4. Saya lebih buruk dari orang lain.

A. Tidak pernah sama sekali (0 hari).

B. Jarang atau sekali-kali (1 – 2 hari).

C. Kadang-kadang (3 – 4 hari).

D. Sering atau selalu (5 – 7 hari).

5. Saya sangat sulit untuk melakukan suatu pekerjaan dengan benar.

A. Tidak pernah sama sekali (0 hari).

B. Jarang atau sekali-kali (1 – 2 hari).

(10)

D. Sering atau selalu (5 – 7 hari).

6. Saya merasa putus asa.

A. Tidak pernah sama sekali (0 hari).

B. Jarang atau sekali-kali (1 – 2 hari).

C. Kadang-kadang (3 – 4 hari).

D. Sering atau selalu (5 – 7 hari).

7. Saya merasa sangat lemas.

A. Tidak pernah sama sekali (0 hari).

B. Jarang atau sekali-kali (1 – 2 hari).

C. Kadang-kadang (3 – 4 hari).

D. Sering atau selalu (5 – 7 hari).

8. Masa depan saya suram.

A. Tidak pernah sama sekali (0 hari).

B. Jarang atau sekali-kali (1 – 2 hari).

C. Kadang-kadang (3 – 4 hari).

D. Sering atau selalu (5 – 7 hari).

9. Hidup saya sudah gagal.

A. Tidak pernah sama sekali (0 hari).

B. Jarang atau sekali-kali (1 – 2 hari).

C. Kadang-kadang (3 – 4 hari).

D. Sering atau selalu (5 – 7 hari).

10. Saya merasa sangat cemas.

A. Tidak pernah sama sekali (0 hari).

B. Jarang atau sekali-kali (1 – 2 hari).

C. Kadang-kadang (3 – 4 hari).

D. Sering atau selalu (5 – 7 hari).

11. Tidur saya tidak nyenyak.

A. Tidak pernah sama sekali (0 hari).

(11)

C. Kadang-kadang (3 – 4 hari).

D. Sering atau selalu (5 – 7 hari).

12. Saya merasa tidak bersemangat.

A. Tidak pernah sama sekali (0 hari).

B. Jarang atau sekali-kali (1 – 2 hari).

C. Kadang-kadang (3 – 4 hari).

D. Sering atau selalu (5 – 7 hari).

13. Saya sangat sulit untuk memulai mengerjakan suatu aktivitas.

A. Tidak pernah sama sekali (0 hari).

B. Jarang atau sekali-kali (1 – 2 hari).

C. Kadang-kadang (3 – 4 hari).

D. Sering atau selalu (5 – 7 hari).

14. Saya merasa tidak menentu.

A. Tidak pernah sama sekali (0 hari).

B. Jarang atau sekali-kali (1 – 2 hari).

C. Kadang-kadang (3 – 4 hari).

D. Sering atau selalu (5 – 7 hari).

15. Orang-orang tidak menyukai saya.

A. Tidak pernah sama sekali (0 hari).

B. Jarang atau sekali-kali (1 – 2 hari).

C. Kadang-kadang (3 – 4 hari).

D. Sering atau selalu (5 – 7 hari).

16. - Saya tidak berselera untuk melakukan hubungan intim dengan pasangan

saya. (untuk yang memiliki suami/istri)

- Saya tidak berselera untuk menjalin suatu hubungan yang dekat/intim

dengan lawan jenis. (untuk yang tidak memiliki suami/istri)

A. Tidak pernah sama sekali (0 hari).

B. Jarang atau sekali-kali (1 – 2 hari).

C. Kadang-kadang (3 – 4 hari).

(12)

17. Saya sangat sulit dalam melaksanakan keputusan yang saya buat.

A. Tidak pernah sama sekali (0 hari).

B. Jarang atau sekali-kali (1 – 2 hari).

C. Kadang-kadang (3 – 4 hari).

D. Sering atau selalu (5 – 7 hari).

18. Saya merasa sangat sedih.

A. Tidak pernah sama sekali (0 hari).

B. Jarang atau sekali-kali (1 – 2 hari).

C. Kadang-kadang (3 – 4 hari).

D. Sering atau selalu (5 – 7 hari).

19. Saya sangat sulit untuk memulai tidur.

A. Tidak pernah sama sekali (0 hari).

B. Jarang atau sekali-kali (1 – 2 hari).

C. Kadang-kadang (3 – 4 hari).

D. Sering atau selalu (5 – 7 hari).

20. Saya ingin mengakhiri hidup saya.

A. Tidak pernah sama sekali (0 hari).

B. Jarang atau sekali-kali (1 – 2 hari).

C. Kadang-kadang (3 – 4 hari).

(13)

Lampiran 2

Daftar Pertanyaan untuk Wawancara

coret yang bukan*)

I. Identitas

Jenis Kelamin : laki-laki / perempuan*)

Umur :

Pendidikan :

Status Marital : menikah / belum menikah / duda / janda*)

Pekerjaan :

Pensiunan (bila pensiun) :

II. Riwayat Penyakit Stroke

1. Kapan Saudara pertama kali terserang stroke?

2. Apakah akibat dari serangan stroke tersebut pada diri Saudara baik secara

fisik maupun psikis ?

3. Bagaimana penghayatan Saudara terhadap akibat dari serangan stroke

tersebut?

4. Apakah setelah serangan stroke yang pertama, Saudara pernah mengalami

serangan stroke kembali? (Jika pernah) Kapan Saudara mengalami

serangan stroke kembali?

5. (Jika pernah mengalami lebih dari satu kali serangan stroke) Apakah

akibat dari serangan stroke tersebut pada diri Saudara baik secara fisik

maupun psikis ?

6. (Jika pernah mengalami lebih dari satu kali serangan stroke) Bagaimana

penghayatan Saudara terhadap akibat dari serangan stroke tersebut?

7. Kegiatan-kegiatan apa yang dulu sering Saudara lakukan, tetapi saat ini

tidak dapat Saudara lakukan karena terserang Stroke?

8. Bagaimana penghayatan Saudara mengenai tidak bisanya Saudara

melakukan kegiataan-kegiatan tersebut karena terserang stroke?

9. Bagaimana dukungan dari keluarga selama Saudara menjalani rawat jalan?

10.Bagaimana penghayatan Saudara mengenai dukungan dari keluarga

tersebut?

11.Selama Saudara menjalani rawat jalan, siapakah yang menanggung semua

kebutuhan Saudara? Dan bagaimana penghayatan Saudara mengenai hal

(14)

12.Apakah Saudara yakin bahwa nanti kondisi Saudara akan kembali ke

kondisi awal sebelum Saudara terserang stroke?

13.(Jika yakin) Apa alasannya sehingga Saudara yakin bahwa Saudara

nantinya akan sembuh?

14.(Jika tidak yakin) Apa alasannya sehingga Saudara tidak yakin bahwa

Saudara tidak akan pernah sembuh?

15.Sejauh mana penghayatan keagamaan Saudara mempengaruhi sikap

(15)

Lampiran 3

Tes “ASQ”

Terima kasih atas kesediaan Saudara untuk mengisi kuesioner ini. Di dalam

kuesioner ini Saudara dihadapkan dengan pernyataan-pernyataan yang

menceritakan tentang suatu situasi yang ada kaitannya dengan penyakit stroke yang Saudara derita. Setiap pernyataan memiliki dua pilihan jawaban (sebagai penyebabnya) yang harus Saudara pilih salah satu dengan cara melingkari huruf A atau B yang berada di depan setiap pilihan jawaban (pembacaan soal dan pengisian jawaban dilakukan oleh tester).

Jika Saudara belum pernah mengalami situasi tersebut, maka cobalah membayangkan andaikan Saudara mengalaminya.

Di sini tidak ada jawaban yang benar atau jawaban yang salah, Saudara bebas memilih salah satu jawaban yang menurut Saudara paling sesuai dengan diri Saudara bukan berdasarkan apa yang benar menurut norma masyarakat.

Pilihlah salah satu pilihan jawaban yang menurut Saudara paling sesuai dengan diri Saudara!

1. Anda mengalami banyak kemajuan selama menjalani proses perawatan

jalan setelah keluar dari rumah sakit. Menurut Anda, hal ini karena...

A. Anda sangat memperhatikan dan mengikuti dengan seksama semua

perintah dari dokter.

B. Dokter yang menangani Anda benar-benar telah bekerja keras

dalam merawat Anda.

2. Tiba-tiba anda tidak bisa merasakan tangan anda (mati rasa). Menurut

Anda, hal ini karena...

A. Anda tidak mengikuti petunjuk dari dokter dengan benar.

B. Dokter memberikan obat yang tidak cocok dengan kondisi Anda.

3. Setelah cukup lama menjalani rawat jalan, anda sudah tidak merasakan

(16)

A. Dokter memberikan obat yang tepat.

B. Anda rajin mengikuti hal-hal yang dianjurkan oleh dokter.

4. Anda tidak bisa mengingat tanggal lahir pasangan Anda. Menurut Anda,

hal ini karena...

A. Anda sulit dalam mengingat hari ulang tahun seseorang.

B. Anda sedang sibuk memikirkan hal-hal lainnya.

5. Anda kembali mampu untuk menggerakkan kaki anda. Menurut Anda, hal

ini karena...

A. Obat yang diberikan oleh dokter untuk merangsang saraf kaki

tersebut ternyata berhasil.

B. Proses pengobatan secara keseluruhan ternyata berhasil.

6. Anda sekarang sudah mampu menggenggam suatu barang, padahal

sebelumnya tidak. Menurut Anda, hal ini karena...

A. Dokter memberikan terapi yang sesuai.

B. Anda melakukan terapi yang diberikan oleh dokter dengan benar.

7. Anda terlalu sibuk melatih kemampuan bicara anda, sehingga fungsi

tangan anda yang tadinya berada dalam kondisi yang cukup baik, menjadi

memburuk. Menurut Anda, hal ini karena...

A. Anda sulit untuk membagi perhatian pada setiap bagian tubuh

Anda yang mengalami gangguan.

B. Anda terlalu senang bahwa Anda bisa kembali berkomunikasi

dengan orang lain, sehingga latihan fungsi tangan terkadang

terlupakan.

8. Anda sudah mampu berjalan kembali. Menurut Anda, hal ini karena...

A. Fungsi motorik kaki Anda sedang dalam kondisi yang baik.

B. Fungsi motorik kaki Anda sudah baik.

9. Pandangan anda yang semula kabur, kini sudah mulai kembali normal.

Menurut Anda, hal ini karena...

(17)

B. Fungsi penglihatan Anda sudah membaik.

10.Setelah cukup lama menjalani rawat jalan, anda masih sulit untuk

menggenggam barang dengan tangan anda. Menurut Anda, hal ini

karena...

A. Anda tidak menuruti semua hal yang dianjurkan oleh dokter.

B. Anda kurang melatih genggaman tangan Anda di rumah.

11.Anda sudah berusaha menuruti semua yang dikatakan oleh dokter, tetapi

kemajuan yang anda capai tidak terlalu memuaskan. Menurut Anda, hal ini

karena...

A. Program pengobatan yang diberikan oleh dokter tidak cocok

dengan kondisi Anda.

B. Mungkin ada beberapa hal yang terlupakan selama proses

pengobatan.

12.Anda tidak juga dapat menyebutkan beberapa buah kata dengan benar

walaupun anda telah melatihnya cukup lama. Menurut Anda, hal ini

karena...

A. Anda kurang bersungguh-sungguh dalam mengikuti segala sesuatu

yang dianjurkan dokter selama ini.

B. Anda kurang bersungguh-sungguh dalam melatih kemampuan

berbicara anda.

13.Anda tiba-tiba merasa marah karena orang-orang sulit untuk mengerti apa

yang anda ucapkan. Menurut Anda, hal ini karena...

A. Anda kesal karena mereka tidak mengerti apa yang Anda ingin

sampaikan.

B. Anda sedang berada dalam mood yang kurang baik.

14.Anda cukup baik saat melakukan tes yang berhubungan dengan daya

ingat. Menurut Anda, hal ini karena...

A. Anda memang pengingat yang baik.

(18)

15.Karena merasa sudah cukup baik, anda bertanya kepada dokter apakah

anda sudah boleh untuk menghentikan perawatan jalan dan dokter

menjawab tidak. Menurut Anda, hal ini karena...

A. Anda memang belum sembuh secara total.

B. Dokter belum percaya bahwa Anda sudah sembuh.

16.Anda mencoba suatu teknik latihan untuk merangsang fungsi motorik kaki

anda yang belum pernah diberikan oleh dokter, dan ternyata anda berhasil.

Menurut Anda, hal ini karena...

A. Anda memang memahami teknik yang tepat untuk melatih kaki

Anda.

B. Anda memahami apa yang harus dilakukan terhadap berbagai

hambatan fisik yang Anda alami akibat stroke.

17.Pasien lain bertanya kepada anda mengenai cara untuk mengembalikan

kemampuan tangan untuk menggenggam dengan cepat. Menurut Anda, hal

ini karena...

A. Anda memang cukup paham mengenai segala sesuatu yang

berhubungan dengan fungsi motorik tangan.

B. Anda memang cukup paham mengenai segala sesuatu yang

berhubungan dengan penanganan hambatan-hambatan fisik akibat

stroke.

18.Dokter anda memberitahu bahwa anda terlalu banyak mengkonsumsi gula,

sehingga kondisi anda memburuk. Menurut Anda, hal ini karena...

A. Anda tidak terlalu memperhatikan mengenai diet Anda.

B. Anda tidak bisa menghindari mengkonsumsi gula yang ada di

hampir semua makanan.

19.Orang-orang di sekitar anda sudah dapat mengerti kata-kata yang anda

ucapkan, padahal sebelumnya tidak. Menurut Anda, hal ini karena...

A. Kemampuan berbicara Anda sedang berada dalam kondisi yang

baik.

(19)

20.Anda menunjukkan kemajuan lebih pesat dalam pemulihan bagian-bagian

tubuh yang lumpuh daripada pasien-pasien stroke lainnya. Menurut Anda,

hal ini karena...

A. Anda mampu mengatasi kelumpuhan Anda dengan sangat baik.

B. Anda mampu mengatasi hambatan-hambatan yang Anda alami

akibat stroke dengan baik.

21.Anda kembali tidak dapat merasakan satu tangan anda. Menurut Anda, hal

ini karena...

A. Pengobatan yang Anda jalani tidak sesuai dengan kondisi Anda.

B. Pengobatan yang sedang Anda jalani saat ini lebih terfokus untuk

pemulihan bagian-bagian tubuh yang lain.

22.Setelah terserang stroke, ternyata anda kembali dapat melakukan olahraga

kegemaran anda. Menurut Anda, hal ini karena...

A. Dokter memberikan obat yang tepat.

B. Anda selalu berusaha keras agar tetap dapat melakukan apa yang

Anda suka.

23.Anda tidak bisa menggerakkan bagian-bagian tubuh sebelah kanan anda,

dan keadaannya lebih parah daripada sebelumnya. Menurut Anda, hal ini

karena...

A. Kondisi tubuh Anda selalu kurang baik.

B. Kondisi tubuh Anda sedang menurun.

24.Anda tetap belum dapat memegang pulpen dan menulis dengan lancar

walaupun telah cukup lama menjalani perawatan jalan. Menurut Anda, hal

ini karena...

A. Anda jarang melatihnya di rumah.

B. Dokter tidak memberitahu cara untuk melatihnya dengan benar.

(20)

Lampiran 4

Gambaran Derajat Simptom Utama Learned Helplessness

Lampiran 4.1 Negative Thought

Derajat Frekuensi Presentase

Non Negative Thought 15 75%

Mildly Negative Thought 3 15%

Moderately Negative Thought 2 10%

Total 20 100%

Lampiran 4.2 Negative Mood

Derajat Frekuensi Presentase

Non Negative Mood 8 40%

Mildly Negative Mood 7 35%

Moderately Negative Mood 5 25%

Total 20 100%

Lampiran 4.3 Negative Behavior

Derajat Frekuensi Presentase

Non Negative Behavior 12 60%

Mildly Negative Behavior 6 30%

Moderately Negative Behavior 2 10%

Total 20 100%

Lampiran 4.4 Negative Physical Response

Derajat Frekuensi Presentase

Non Negative Physical Response 2 10%

Mildly Negative Physical Response 12 60%

Moderately Negative Physical Response 6 30%

(21)

Lampiran 5

Hasil Tabulasi Silang antara Learned Helplessness dengan Data Penunjang

Lampiran 5.1

Learned Helplessness * Negative Thought Crosstabulation

7 0 0 7

75,0% 15,0% 10,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness

Lampiran 5.2

Learned Helplessness * Negative Mood Crosstabulation

5 2 0 7

71,4% 28,6% ,0% 100,0%

3 5 3 11

27,3% 45,5% 27,3% 100,0%

0 0 2 2

,0% ,0% 100,0% 100,0%

8 7 5 20

40,0% 35,0% 25,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness

Lampiran 5.3

Learned Helplessness * Negative Behavior Crosstabulation

6 1 0 7

85,7% 14,3% ,0% 100,0%

6 4 1 11

54,5% 36,4% 9,1% 100,0%

0 1 1 2

,0% 50,0% 50,0% 100,0%

12 6 2 20

60,0% 30,0% 10,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

(22)

Lampiran 5.4

Learned Helplessness * Negative Physical Response Crosstabulation

2 5 0 7

10,0% 60,0% 30,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Negative Physical Response

Total

Lampiran 5.5

Learned Helplessness * Permanence Bad Crosstabulation

6 1 7

85,7% 14,3% 100,0%

10 1 11

90,9% 9,1% 100,0%

2 0 2

100,0% ,0% 100,0%

18 2 20

90,0% 10,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness

Lampiran 5.6

Learned Helplessness * Permanence Good Crosstabulation

5 2 7

71,4% 28,6% 100,0%

7 4 11

63,6% 36,4% 100,0%

1 1 2

50,0% 50,0% 100,0%

13 7 20

65,0% 35,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

(23)

Lampiran 5.7

Learned Helplessness * Pervasiveness Bad Crosstabulation

6 1 7

85,7% 14,3% 100,0%

10 1 11

90,9% 9,1% 100,0%

1 1 2

50,0% 50,0% 100,0%

17 3 20

85,0% 15,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness

Lampiran 5.8

Learned Helplessness * Pervasiveness Good Crosstabulation

1 6 7

14,3% 85,7% 100,0%

5 6 11

45,5% 54,5% 100,0%

1 1 2

50,0% 50,0% 100,0%

7 13 20

35,0% 65,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness

Lampiran 5.9

Learned Helplessness * Personalization Bad Crosstabulation

3 4 7

42,9% 57,1% 100,0%

4 7 11

36,4% 63,6% 100,0%

0 2 2

,0% 100,0% 100,0%

7 13 20

35,0% 65,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

(24)

Lampiran 5.10

Learned Helplessness * Personalization Good Crosstabulation

2 5 7

28,6% 71,4% 100,0%

3 8 11

27,3% 72,7% 100,0%

2 0 2

100,0% ,0% 100,0%

7 13 20

35,0% 65,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness

Lampiran 5.11

Learned Helplessness * Total B Crosstabulation

5 2 7

71,4% 28,6% 100,0%

9 2 11

81,8% 18,2% 100,0%

2 0 2

100,0% ,0% 100,0%

16 4 20

80,0% 20,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness

Lampiran 5.12

Learned Helplessness * Total G Crosstabulation

1 6 7

14,3% 85,7% 100,0%

3 8 11

27,3% 72,7% 100,0%

1 1 2

50,0% 50,0% 100,0%

5 15 20

25,0% 75,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

(25)

Lampiran 5.13

Learned Helplessness * G - B Crosstabulation

0 7 7

,0% 100,0% 100,0%

3 8 11

27,3% 72,7% 100,0%

1 1 2

50,0% 50,0% 100,0%

4 16 20

20,0% 80,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness

Lampiran 5.14

Learned Helplessness * Hope Crosstabulation

6 1 7

85,7% 14,3% 100,0%

10 1 11

90,9% 9,1% 100,0%

2 0 2

100,0% ,0% 100,0%

18 2 20

90,0% 10,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness

Lampiran 5.15

Learned Helplessness * Jenis Kelamin Crosstabulation

4 3 7

57,1% 42,9% 100,0%

6 5 11

54,5% 45,5% 100,0%

0 2 2

,0% 100,0% 100,0%

10 10 20

50,0% 50,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

(26)

Lampiran 5.16

Learned Helplessness * Umur Crosstabulation

1 6 7

14,3% 85,7% 100,0%

4 7 11

36,4% 63,6% 100,0%

1 1 2

50,0% 50,0% 100,0%

6 14 20

30,0% 70,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness

Lampiran 5.17

Learned Helplessness * Pendidikan Crosstabulation

1 2 2 1 1 0 7 % within Learned Helplessness Count % within Learned Helplessness Count % within Learned Helplessness Count % within Learned Helplessness

Lampiran 5.18

Learned Helplessness * Status Marital Crosstabulation

7 0 7

100,0% ,0% 100,0%

10 1 11

90,9% 9,1% 100,0%

2 0 2

100,0% ,0% 100,0%

19 1 20

95,0% 5,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

(27)

Lampiran 5.19

Learned Helplessness * Pekerjaan Crosstabulation

1 3 2 1 7

14,3% 42,9% 28,6% 14,3% 100,0%

3 3 2 3 11

27,3% 27,3% 18,2% 27,3% 100,0%

1 1 0 0 2

50,0% 50,0% ,0% ,0% 100,0%

5 7 4 4 20

25,0% 35,0% 20,0% 20,0% 100,0%

Count % within Learned Helplessness Count % within Learned Helplessness Count % within Learned Helplessness Count % within Learned Helplessness

Lampiran 5.20

Learned Helplessness * Jumlah Serangan Stroke Crosstabulation

5 2 0 7

70,0% 25,0% 5,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Jumlah Serangan Stroke

Total

Lampiran 5.21

Learned Helplessness * Akibat Stroke Crosstabulation

4 0 3 7

57,1% ,0% 42,9% 100,0%

3 1 7 11

27,3% 9,1% 63,6% 100,0%

0 0 2 2

,0% ,0% 100,0% 100,0%

7 1 12 20

35,0% 5,0% 60,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

(28)

Lampiran 5.22

Learned Helplessness * Akibat Yang Bersifat Fisik Crosstabulation

1 1 2 2 0 0 1 0 0 0 0 0 7 % within Learned Helplessness Count % within Learned Helplessness Count % within Learned Helplessness Count % within Learned Helplessness Akibat Yang Bersifat Fisik

Total

Lampiran 5.23

Learned Helplessness * Akibat Yang Bersifat Psikis Crosstabulation

1 0 1 1 0 4 7 % within Learned Helplessness Count % within Learned Helplessness Count % within Learned Helplessness Count % within Learned Helplessness

tidak stabil Pelupa

Cemas Akibat Yang Bersifat Psikis

Total

Lampiran 5.24

Learned Helplessness * Penghayatan Mengenai Akibat Stroke Crosstabulation

1 2 2 0 2 7

35,0% 10,0% 35,0% 5,0% 15,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness

Menerima Bingung Takut Sedih

Sedih dan Takut Penghayatan Mengenai Akibat Stroke

(29)

Lampiran 5.25

Learned Helplessness * Kegiatan Yang Kini Tidak Bisa Dilakukan Akibat Stroke Crosstabulation

3 0 0 0 1 3 7 % within Learned Helplessness Count % within Learned Helplessness Count % within Learned Helplessness Count % within Learned Helplessness Kegiatan Yang Kini Tidak Bisa Dilakukan Akibat Stroke

Total

Lampiran 5.26

Learned Helplessness * Penghayatan Perubahan Kegiatan Crosstabulation

0 2 0 5 7

40,0% 25,0% 10,0% 25,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness

Menerima Sedih Menyesal Biasa Saja Penghayatan Perubahan Kegiatan

Total

Lampiran 5.27

Learned Helplessness * Penerimaan Terhadap Dukungan Keluarga Crosstabulation

1 5 1 7

14,3% 71,4% 14,3% 100,0%

0 4 7 11

,0% 36,4% 63,6% 100,0%

1 0 1 2

50,0% ,0% 50,0% 100,0%

2 9 9 20

10,0% 45,0% 45,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness

Biasa Saja Baik Sangat Baik Penerimaan Terhadap Dukungan

Keluarga

(30)

ampiran 5.28 L

Learned Helplessness * Penghayatan Terhadap Dukungan Keluarga Crosstabulation

5 0 2 7

75,0% 10,0% 15,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness

Negatif Bersifat Netral Penghayatan Terhadap Dukungan

Keluarga

Total

ampiran 5.29 L

Learned Helplessness * Pihak Yang Menanggung Kebutuhan Selama Rawat Jalan Crosstabulation

0 3 4 7

,0% 42,9% 57,1% 100,0%

1 5 5 11

9,1% 45,5% 45,5% 100,0%

0 0 2 2

,0% ,0% 100,0% 100,0%

1 8 11 20

5,0% 40,0% 55,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness

Tertentu Orang Lain Pihak Yang Menanggung Kebutuhan

Selama Rawat Jalan

Total

ampiran 5.30 L

Learned Helplessness * Penghayatan Mengenai Pihak Yang Menanggung Kebutuhan Selama Rawat Jalan Crosstabulation

4 1 2 7

57,1% 14,3% 28,6% 100,0%

5 4 2 11

45,5% 36,4% 18,2% 100,0%

1 1 0 2

50,0% 50,0% ,0% 100,0%

10 6 4 20

50,0% 30,0% 20,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Penghayatan Mengenai Pihak Yang

Menanggung Kebutuhan Selama Rawat Jalan

(31)

Lampiran 5.31

Learned Helplessness * Keyakinan Sembuh Crosstabulation

7 0 7

100,0% ,0% 100,0%

9 2 11

81,8% 18,2% 100,0%

0 2 2

,0% 100,0% 100,0%

16 4 20

80,0% 20,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness

Yakin Tidak Yakin Keyakinan Sembuh

Total

ampiran 5.32 L

Learned Helplessness * Alasan Yakin atau Tidak Yakin akan Sembuh Crosstabulation

0 4 1 0 1 1 0 7 % within Learned Helplessness Count % within Learned Helplessness Count % within Learned Helplessness Count % within Learned Helplessness

Agama Tidak Tahu Alasan Yakin atau Tidak Yakin akan Sembuh

Total

ampiran 5.33 L

Learned Helplessness * Pengaruh Agama terhadap Sikap dalam Menghadapi Penyakit Stroke Crosstabulation

0 3 4 7

5,0% 40,0% 55,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness

Count

% within Learned Helplessness

Pengaruh Agama terhadap Sikap dalam Menghadapi Penyakit Stroke

Ada Pengaruhnya

Sangat

(32)

Lampiran 5.34

Learned Helplessness * Pengetahuan Mengenai Stroke Sebelum Terserang Stroke Crosstabulation

3 2 2 7

42,9% 28,6% 28,6% 100,0%

7 3 1 11

63,6% 27,3% 9,1% 100,0%

1 0 1 2

50,0% ,0% 50,0% 100,0%

11 5 4 20

55,0% 25,0% 20,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Pengetahuan Mengenai Stroke Sebelum

Terserang Stroke

Total

Lampiran 5.35

Learned Helplessness * Diagnosa Crosstabulation

5 2 0 7

71,4% 28,6% ,0% 100,0%

8 1 2 11

72,7% 9,1% 18,2% 100,0%

1 1 0 2

50,0% 50,0% ,0% 100,0%

14 4 2 20

70,0% 20,0% 10,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness

Serebri Stroke PIS

Stroke Infark Serebellum Diagnosa

Total

Lampiran 5.36

Learned Helplessness * Prognosa Crosstabulation

6 1 7

85,7% 14,3% 100,0%

10 1 11

90,9% 9,1% 100,0%

2 0 2

100,0% ,0% 100,0%

18 2 20

90,0% 10,0% 100,0%

Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness Count

% within Learned Helplessness

Baik Kurang Baik Prognosa

(33)

Univ

ersitas Kristen Mara

nath

a

Case Summariesa

Mildly

Helpless Temporary Temporary Specific Universal Internal Internal Optimistic Optimistic Optimistic Hopeful

Non Helpless Temporary Permanent Universal Universal Internal External Pessimis

tic Optimistic Optimistic Hopeful Moderately

Helpless Temporary Permanent Specific Universal Internal External Optimistic Optimistic Optimistic Hopeful Moderately

Helpless Temporary Temporary Universal Specific Internal External Optimistic

Pessimis tic

Pessimis

itic Hopeful

Mildly

Helpless Temporary Temporary Specific Specific Internal External Optimistic

Pessimis tic

Pessimis

itic Hopeful

Mildly

Helpless Temporary Permanent Universal Universal External External

Pessimis

tic Optimistic Optimistic Hopeless Mildly

Helpless Temporary Temporary Specific Universal Internal Internal Optimistic Optimistic Optimistic Hopeful Mildly

Helpless Temporary Permanent Specific Specific Internal Internal Optimistic Optimistic Optimistic Hopeful Mildly

Helpless Temporary Temporary Specific Universal Internal Internal Optimistic Optimistic Optimistic Hopeful Mildly

Helpless Permanent Permanent Specific Specific External Internal Optimistic Optimistic Optimistic Hopeful

Non Helpless Temporary Temporary Specific Universal External Internal Optimistic Optimistic Optimistic Hopeful

Mildly

Helpless Temporary Temporary Specific Specific External External Optimistic

Pessimis tic

Pessimis

itic Hopeful

Non Helpless Temporary Temporary Specific Universal Internal Internal Optimistic Optimistic Optimistic Hopeful

Non Helpless Temporary Temporary Specific Specific Internal External Optimistic Pessimis

tic Optimistic Hopeful

Non Helpless Temporary Temporary Specific Universal External Internal Optimistic Optimistic Optimistic Hopeful

Mildly

Helpless Temporary Permanent Specific Universal Internal Internal Optimistic Optimistic Optimistic Hopeful

Non Helpless Temporary Temporary Specific Universal External Internal Optimistic Optimistic Optimistic Hopeful

Mildly

Helpless Temporary Temporary Specific Universal Internal Internal

Pessimis

Non Helpless Permanent Permanent Specific Universal Internal Internal Pessimis c

ti Optimistic Optimistic Hopeless Mildly

Helpless Temporary Temporary Specific Specific External Internal Optimistic Optimistic Optimistic Hopeful

(34)

Lampiran 7

(35)
(36)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Stroke merupakan salah satu penyakit serebrovaskuler yang menjadi sebab

kematian dan sebab utama cacat menahun. Walaupun penderita tetap hidup, tetapi

sering menjadi beban, baik bagi penderita dan keluarga maupun bagi masyarakat

(Chandra 1980, Mardjono 1982 dalam Rumantir, 1986). Stroke adalah penyakit

pada otak yang terjadi karena adanya gangguan dalam pendistribusian darah ke

otak yang akhirnya dapat menyebabkan kelumpuhan dalam fungsi-fungsi tubuh.

Simptom-simptom yang umum terjadi pertama kali pada penderita stroke adalah

mati rasa, lemah, atau lumpuh pada salah satu bagian dari tubuh, kesulitan dalam

berbicara atau sulit dalam menemukan kata-kata atau mengerti suatu pembicaraan,

secara tiba-tiba pandangan kabur atau kehilangan penglihatan, kebingungan atau

perasaan tidak tenang, dan sakit kepala yang berat. Secara garis besar stroke dapat

menyebabkan seseorang kehilangan kontrol pada fungsi-fungsi tubuhnya dan

fungsi-fungsi kognitifnya, termasuk proses-proses mental seperti berpikir,

merasakan, atau belajar (The Stroke Association, 2006).

David Diston, seorang mantan penderita stroke, menceritakan

pengalamannya ketika mengalami serangan stroke bahwa pada hari itu dia

mengalami hari yang luar biasa di tempat kerja dan tidak tampak adanya sesuatu

(37)

2

yang aneh tetapi tiba-tiba semuanya gelap dan 7 jam kemudian dia terbangun di

rumah sakit, dia tidak dapat menggerakkan tubuh bagian kanan, dan kemampuan

bicaranya telah hilang (The Stroke Association, 2006).

Angka kejadian stroke di dunia dalam setahun diperkirakan terdapat 200

orang dari 100.000 penduduk (www.yastroki.or.id, 2003). Di Inggris, berdasarkan

data yang diperoleh The Stroke Association, setiap tahun lebih dari 150.000 orang

di Inggris menderita stroke, yang berarti satu orang setiap 3 menit, kebanyakan

yang terserang stroke berusia di atas 65 tahun, tetapi setiap orang bisa terkena

stroke, termasuk anak-anak dan bahkan bayi, lebih dari 1000 orang yang berusia

di bawah 30 tahun terkena stroke setiap tahunnya (The Stroke Association, 2006).

American Heart Association menyatakan bahwa sekitar 700.000 penduduk

Amerika Serikat setiap tahunnya menderita stroke, hal ini berarti, secara rata-rata

stroke terjadi setiap 45 detik. Di Amerika Serikat hampir 157.000 orang

meninggal karena stroke setiap tahunnya, atau setiap 3 menit seseorang meninggal

karena stroke. Stroke menempati urutan ketiga di bawah penyakit jantung dan

kanker sebagai penyakit yang paling banyak menimbulkan kematian di Amerika

Serikat (www.americanheart.org, 2006).

Di Indonesia sendiri, menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki)

diperkirakan setiap tahun 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan sekitar

25% darinya atau 125.000 orang meninggal, sementara sisanya mengalami cacat

ringan atau berat (www.yastroki.or.id, 2003). Menurut Dr. M. Rifai, Sp.S.

Neurolog Nusantara Medical Center, stroke dapat menyerang setiap usia, namun

(38)

3

yang sering terjadi pada usia di atas 40 tahun. Angka kejadian stroke meningkat

dengan bertambahnya usia, makin tinggi usia seseorang, makin tinggi

kemungkinan terkena serangan stroke. Menurut hasil kongres stroke sedunia,

dalam skala global stroke saat ini berada di peringkat kedua, di bawah penyakit

jantung ischemic sebagai penyebab kematian dan merupakan faktor utama

penyebab kecacatan serius. Sementara di Indonesia, stroke menempati urutan

pertama sebagai penyebab kematian di rumah sakit (www.yastroki.or.id, 2003).

Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung mendata bahwa jumlah pasien stroke yang

dirawat selama periode Juli – Desember 2005 terdapat 323 orang pasien, yang

terdiri atas 5 orang berusia di bawah 16 tahun, 7 orang berusia antara 16 – 25

tahun, 15 orang berusia antara 26 – 35 tahun, 32 orang berusia antara 36 – 45

tahun, 75 orang berusia antara 46 – 55 tahun, 88 orang berusia antara 56 – 65

tahun, dan 101 orang berusia lebih dari 65 tahun (Fitriyani, 2006).

Kemajuan pesat di bidang kedokteran telah memberikan hasil yang cukup

baik terhadap cara-cara penanggulangan stroke. Beberapa penderita yang semula

mengalami kelumpuhan, melalui terapi medis dan fisioterapi yang teratur dapat

normal kembali. Tetapi pada sebagian penderita stroke, kondisi cacat yang

dialami tidak dapat disembuhkan secara tuntas. Serangan stroke yang diderita

meninggalkan cacat sisa, misalnya kelumpuhan sisi kiri atau sisi kanan tubuh.

Bagi penderita pasca stroke yang masih menyandang cacat sisa seringkali

mengalami banyak masalah dalam dirinya sehubungan dengan keterbatasan

(39)

4

sering menjadi rendah diri, sedih, kecewa, dan putus asa. Individu sering merasa

kesal pada saat tangannya tidak dapat menjangkau barang yang hendak

dipegangnya, individu menjadi murung ketika tangannya tidak dapat

dipergunakan untuk menulis, kakinya tidak mampu menapak dengan sempurna,

individu menjadi marah ketika semua orang tidak mengerti lagi apa yang

diucapkannya. Separuh badannya mati, separuh kemampuannya menjadi hilang

(Haryono, 1996).

Reaksi dalam menghadapi penyakit stroke berbeda-beda dan dapat

dikaitkan dengan bagaimana individu memandang suatu peristiwa atau keadaan,

dalam hal ini penyakit stroke yang diderita, terhadap dirinya. Salah satu reaksi

yang dapat muncul adalah depresi. Depresi adalah suatu keadaan yang sering

dijumpai dan merupakan penyerta yang serius pasca stroke; dan dari penelitian

epidemiologik paling tidak 30 % penderita pasca stroke mengalami depresi baik

pada awal ataupun pada stadium lanjut. Keadaan ini kurang diwaspadai dan

diamati oleh dokter yang merawatnya (Gustafon Y, 1995 dalam Poerwadi, 2001).

Pada penelitian mengenai depresi pada penderita stroke rawat inap di Rumah

Sakit Hasan Sadikin (RSHS) yang dilakukan oleh dr. Andy Soemara, Sp.Kj dalam

tesisnya pada tahun 1989, diketahui bahwa dari 22 pasien stroke (terdiri dari: 1

orang berusia di bawah 20 tahun, 2 orang berusia 21 – 30 tahun, 4 orang berusia

31 – 40 tahun, 2 orang berusia 41-50 tahun , 9 orang berusia 51 – 60 tahun, 2

orang berusia 61 – 70 tahun, dan 2 orang berusia 71 – 80 tahun), 63,64 % atau 14

pasien diantaranya mengalami depresi. Sebanyak 4 orang dari penderita stroke

(40)

5

yang mengalami depresi tersebut berusia 51 – 60 tahun dan 2 orang berasal dari rentang usia 41 – 50 tahun, sementara sisanya tersebar ke rentang-rentang

usia lainnya, yaitu 1 orang dari kelompok usia di bawah 20 tahun, 1 orang dari

kelompok usia 21 – 30 tahun, 4 orang dari kelompok usia 31 – 40 tahun, 1 orang

dari kelompok usia 61 – 70 tahun, dan 1 orang dari kelompok usia 71 – 80 tahun

(Soemara, 1989). Dari data tersebut tampak bahwa sebagian besar penderita

stroke yang mengalami depresi berada pada rentang usia 41 – 60 tahun.

Pada rentang usia 41 – 60 tahun tersebut, umumnya individu tengah

mengalami kemajuan dalam karirnya, yang mana kepuasan kerja mereka

mengalami peningkatan secara konstan (Santrock, 2002). Pada usia dewasa

madya, cepat atau lambat, semua orang dewasa harus melakukan penyesuaian diri

terhadap berbagai perubahan jasmani dan harus menyadari bahwa pola perilaku

pada usia mudanya harus diperbaiki secara radikal (Hurlock, 1994). Mereka yang

tengah mengalami kemajuan dalam karirnya, akan berusaha untuk

mempertahankan kemajuan karirnya tersebut sebagai bekal ketika mereka

memasuki masa-masa pensiun. Hal ini mereka lakukan sambil berusaha pula

untuk menyesuaikan diri dengan penurunan kemampuan fisik dan psikis yang

mulai mengalami penurunan sejalan dengan bertambahnya usia. Usaha mereka

untuk mempertahankan kemajuan karier dan untuk menyesuaikan diri dengan

proses penurunan kemampuan fisik dan psikis, akan mengalami suatu hambatan

yang besar ketika mereka terserang stroke. Stroke tidak hanya sekadar

(41)

6

mereka terhadap fungsi-fungsi tubuh dan kognitifnya. Hal ini menyebabkan

perubahan yang terjadi bersifat drastis, sehingga para individu dewasa madya

yang terserang stroke menjadi sangat sulit untuk melakukan penyesuaian.

Kesulitan dalam melakukan penyesuaian diri terhadap kondisi akibat stroke

tersebut dapat menimbulkan gangguan-gangguan yang bersifat psikis.

Dr. David Baskin, profesor bedah saraf dan ilmu anestesi dari Baylor

College of Medicine di Houston, mengatakan bahwa banyak orang yang selamat

dari stroke tapi mereka harus hidup dengan efek sisanya yang menyebabkan

beberapa dari mereka menyatakan ingin menyerah dan mati saja

(www.americanheart.org, 2006). Dalam wawancara peneliti dengan dr. Nani

Kurniani, Sp. S (Kepala Bagian Penyakit Saraf RSHS Bandung), beliau

menyatakan bahwa walaupun belum ada penelitian dan pendataan terbaru

mengenai pasien stroke di RSHS, khususnya yang berhubungan dengan aspek

psikis, beliau mengamati terdapat beberapa pasien stroke rawat jalan yang datang

ke poliklinik atau ke tempat prakteknya bersikap pasif dan terkesan datang

sekadar memenuhi ajakan keluarganya untuk berobat. Mereka seakan-akan

menyerah dengan kondisi kelumpuhannya dan menganggap bahwa apa yang

mereka alami adalah takdir yang tidak dapat mereka ubah. Tetapi selain beberapa

pasien yang bersikap menyerah pada penyakitnya, beliau pun menemukan ada

beberapa pasien yang sangat aktif ketika memeriksakan kondisinya dan sangat

disiplin untuk melakukan kontrol secara rutin. Beliau menambahkan, walaupun

hampir tidak mungkin bagi penderita stroke untuk dapat kembali ke kondisi awal

(42)

7

tubuhnya sebelum terserang stroke, tetapi setidaknya jika dari pasien stroke

sendiri muncul keyakinan diri dan optimisme bahwa mereka masih mampu

menjalani hidup dengan baik (walaupun pernah terserang stroke) maka

prognosanya cenderung lebih positif terutama pada saat masa terapi. Sikap

menyerah terhadap kondisi kelumpuhan yang ditunjukkan oleh beberapa orang

pasien stroke tersebut, menurut Seligman termasuk ke dalam reaksi learned

helpless.

Learned helplessness diperkenalkan oleh Seligman (1990) sebagai suatu

reaksi menyerah, respon berhenti melakukan kegiatan yang biasa dilakukan, yang

merupakan hasil dari keyakinan individu bahwa apa pun yang mereka lakukan

tidak akan memberikan pengaruh apa pun kepada diri mereka. Reaksi ini

berhubungan dengan bagaimana individu menjelaskan kepada dirinya sendiri

mengenai mengapa suatu peristiwa terjadi yang kemudian dikenal sebagai

explanatory style. Jika yang muncul adalah optimistic explanatory style, maka

reaksi helplessness akan berhenti. Tetapi sebaliknya jika yang muncul adalah

pessimistic explanatory style, maka reaksi helplessness justru akan berkembang.

Individu yang tergolong pessimistic explanatory style cenderung akan

memandang penyebab dari peristiwa-peristiwa buruk yang dialaminya sebagai

sesuatu yang bersifat permanen, universal, dan internal, sementara individu yang

tergolong optimistic explanatory style cenderung akan memandang penyebab dari

peristiwa-peristiwa buruk yang dialaminya sebagai sesuatu yang bersifat

(43)

8

Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti terhadap 13 orang

pasien stroke, tujuh orang di antaranya menyatakan bahwa mereka pesimis

mengenai kesembuhannya dari hambatan-hambatan fisik dan psikis yang timbul

akibat terserang stroke, sementara enam orang sisanya menyatakan bahwa mereka

yakin suatu saat nanti mereka bisa sembuh sepenuhnya dari hambatan-hambatan

fisik dan psikis yang timbul akibat terserang stroke. Ketika ditanya mengenai

alasannya, tujuh orang yang tidak yakin akan kesembuhannya menyatakan hal

yang hampir senada, yaitu mereka meyakini bahwa penyakit stroke adalah suatu

penyakit yang sangat berat, mereka yakin bahwa hampir bisa dipastikan seseorang

yang terserang stroke maka kondisi tubuhnya tidak akan bisa kembali seperti sedia

kala sebelum terserang stroke, dan mereka takut dan khawatir jika mereka harus

menjalani sisa hidup mereka dengan hambatan-hambatan fisik dan psikis akibat

stroke.

Bisa disimpulkan, tujuh orang pasien yang pesimis akan kesembuhannya

tersebut cenderung melihat penyebab dari hambatan-hambatan fisik dan psikis

(dalam hal ini penyakit stroke) sebagai sesuatu yang bersifat permanen. Mereka

pun menambahkan bahwa kini mereka tidak tahu harus melakukan apa lagi untuk

kesembuhannya, mereka putus asa karena merasa proses kesembuhannya berjalan

sangat lambat sehingga mereka meyakini bahwa kesembuhan adalah sesuatu yang

hampir tidak mungkin terjadi. Reaksi menyerah terhadap hambatan-hambatan

fisik dan psikis sebagai akibat dari penyakit stroke yang diperoleh dari keyakinan

bahwa mereka tidak akan pernah sembuh dari penyakit stroke tersebut,

(44)

9

menunjukkan bahwa pasien-pasien stroke tersebut mengalami learned

helplessness.

Pernyataan-pernyataan yang berhubungan dengan reaksi menyerah tidak

ditemukan peneliti pada enam orang pasien yang yakin bahwa mereka nantinya

akan sembuh dari stroke sehingga hambatan-hambatan fisik dan psikis yang

mereka alami dapat hilang. Pasien-pasien ini menunjukkan cara pandang yang

bersifat temporer terhadap penyebab dari hambatan-hambatan fisik dan psikis

yang mereka alami karena memandang penyakit stroke yang menyebabkan

munculnya hambatan fisik dan psikis tersebut nantinya akan sembuh.

Dalam penelitian mengenai aspek psikologis (respon kehilangan, konsep

diri, dan gangguan seksual) dari klien pasca stroke usia produktif rawat jalan di

Poliklinik Saraf RSHS pada tahun 1999 yang dilakukan oleh Rika Endah

Nurhidayah dari Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran

Universitas Padjadjaran, dalam pengukuran fase depresi yang merupakan bagian

dari sub variabel respon kehilangan, diketahui bahwa dari 48 responden, 15 orang

di antaranya atau sekitar 31,3 % mengaku bahwa dirinya sudah tidak memiliki

semangat hidup, dan sekitar 93,7 % atau 45 orang dari responden yang sama

menghayati bahwa dirinya selalu mengkhawatirkan penyakitnya (Nurhidayah,

1999).

Bisa disimpulkan, pasien - pasien stroke pada penelitian tersebut memiliki

belief bahwa hambatan-hambatan fisik dan psikis akibat serangan stroke yang

(45)

10

proses belajar dari pengalaman-pengalaman orang-orang di sekitar mereka yang

mengalami hambatan-hambatan fisik dan psikis akibat serangan stroke, serta dari

pengalaman saat mereka mengalami sendiri hambatan-hambatan fisik akibat

serangan stroke tersebut. Belief ini akan mempengaruhi explanatory style mereka

terhadap peristiwa-peristiwa yang mereka alami, yang berhubungan dengan

hambatan-hambatan fisik dan psikis akibat stroke, menjadi tergolong pessimistic.

Pessimistic explanatory style akan menumbuhkan learned helplessness dalam diri

mereka yang akhirnya berkembang menjadi gangguan depresi.

Dalam survei awal yang dilakukan peneliti, diketahui bahwa sumber

informasi mengenai stroke dan akibat-akibatnya pada tujuh orang pasien yang

pesimistik mengenai kesembuhannya, ternyata mereka peroleh dari pengamatan

mereka terhadap orang-orang terdekat mereka, seperti pasangan, keluarga, teman,

ataupun tetangga sekitar tempat tinggal mereka yang mengalami serangan stroke.

Selain itu mereka pun memperoleh pengetahuan mengenai stroke dari pengalaman

mereka saat menjalani rawat inap di rumah sakit, dan dari dokter atau pihak-pihak

yang merawat mereka. Sementara enam orang lainnya yang yakin bahwa dirinya

akan sembuh, menyatakan bahwa mereka tidak pernah tahu apa pun mengenai

penyakit stroke sebelum mereka mengalaminya. Pengamatan terhadap

orang-orang terdekat yang mengalami stroke dan pencarian informasi mengenai penyakit

stroke saat menjalani perawatan menunjukkan adanya proses belajar yang pada

akhirnya akan membentuk belief para pasien stroke mengenai hambatan-hambatan

fisik dan psikis akibat penyakit stroke.

(46)

11

Berdasarkan uraian mengenai learned helplessness pada pasien stroke di

atas, maka peneliti melalui penelitian ini tertarik untuk mengetahui bagaimana

gambaran learned helplessness pada pasien stroke rawat jalan di Rumah Sakit “X”

Kota Bandung.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka

permasalahan yang akan diteliti adalah bagaimana derajat learned helplessness

pada pasien stroke rawat jalan di Rumah Sakit Hasan Sadikin Kota Bandung.

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian

Untuk memperoleh gambaran mengenai learned helplessness pada pasien

stroke rawat jalan di Rumah Sakit Hasan Sadikin Kota Bandung.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Untuk mendapatkan pemahaman mengenai derajat learned helplessness

dan keterkaitannya dengan jenis kelamin, usia, pendidikan, tingkat religiusitas,

status marital, pekerjaan, dukungan dari keluarga, pihak yang menanggung

responden secara finansial selama terserang stroke, keyakinan sembuh, riwayat

penyakit stroke yang diderita, dan jenis explanatory style pada pasien stroke rawat

(47)

12

1.4. Kegunaan penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoretis

- Sebagai bahan masukan bagi ilmu psikologi khususnya dalam bidang

psikologi klinis mengenai derajat learned helplessness pada pasien

stroke rawat jalan di Rumah Sakit Hasan Sadikin Kota Bandung.

- Memberikan sumbangan informasi kepada peneliti lain yang tertarik

untuk meneliti mengenai tingkat learned helplessness dan mendorong

dikembangkannya penelitian-penelitian lain yang berhubungan dengan

topik tersebut.

1.4.2. Kegunaan Praktis

- Bagi pasien stroke rawat jalan, dengan mengetahui mengenai learned

helplessness pada dirinya, diharapkan pasien stroke rawat jalan tersebut

dapat menanggulanginya dengan lebih efektif.

- Bagi pihak yang mendampingi pasien stroke rawat jalan, dapat menjadi

informasi mengenai learned helplessness pada pasien stroke rawat jalan

sehingga dapat berkontribusi dalam memberikan dukungan untuk pasien

stroke rawat jalan, untuk membantu mencegah learned helplessness

yang berkepanjangan yang dapat berkembang menjadi gangguan depresi

(depression disorder).

- Bagi pihak Rumah Sakit, dapat menjadi sumbangan informasi mengenai

learned helplessness pada pasien stroke rawat jalan sehingga dapat

(48)

13

mengefektifkan proses terapi secara psikis pada pasien stroke rawat

jalan.

1.5. Kerangka Pikir

Stroke adalah penyakit pada otak yang terjadi karena adanya gangguan

dalam pendistribusian darah ke otak yang akhirnya dapat menyebabkan

kelumpuhan dalam fungsi-fungsi tubuh. Stroke terjadi ketika suplai darah ke otak

terhenti. Darah membawa nutrisi dan oksigen yang esensial ke otak. Tanpa adanya

suplai darah, sel-sel otak dapat rusak atau hancur dan tidak dapat melakukan tugas

mereka. Karena otak mengontrol segala sesuatu yang tubuh lakukan, kerusakan

pada otak dapat mempengaruhi fungsi-fungsi tubuh. Otak juga mengatur

bagaimana individu berpikir, belajar, merasakan, dan berkomunikasi. Stroke dapat

berefek pada proses-proses mental tersebut (The Stroke Association, 2006).

Simptom-simptom atau reaksi-reaksi setelah serangan stroke yang umum

terjadi pertama kali pada penderita stroke adalah mati rasa, lemah, atau lumpuh

pada salah satu bagian dari tubuh, kesulitan dalam berbicara atau sulit dalam

menemukan kata-kata atau mengerti suatu pembicaraan, secara tiba-tiba

pandangan kabur atau kehilangan penglihatan, kebingungan atau perasaan tidak

tenang, dan sakit kepala yang berat. Secara garis besar stroke dapat menyebabkan

seseorang kehilangan kontrol pada fungsi-fungsi tubuhnya dan fungsi-fungsi

kognitifnya, termasuk proses-proses mental seperti berpikir, merasakan, atau

(49)

14

Selain problem-problem yang bersifat fisiologis, stroke dapat

menimbulkan problem-problem psikis. Gangguan emosional, terutama ansietas,

frustrasi, dan depresi, merupakan masalah yang umum dijumpai pada penderita

pasca stroke (Tobing 2001 dalam Poerwadi, 2001). Munculnya

gangguan-gangguan psikis tersebut erat kaitannya dengan pengalaman-pengalaman yang

dialami oleh pasien stroke baik pada saat mereka belum terserang stroke, maupun

setelah mereka terserang stroke. Pengalaman-pengalaman sebelum terserang

stroke diperoleh secara tidak langsung, yaitu melalui pengalaman orang lain,

seperti orang-orang terdekat mereka, yang terserang stroke lebih dulu. Misalnya,

mereka melihat bagaimana sulitnya seorang pasien stroke untuk mengucapkan

kata-kata yang menyebabkan pasien stroke tersebut tidak dapat memberitahukan

apa yang diinginkannya kepada orang lain, atau sulitnya seorang pasien stroke

untuk menggerakkan tangannya karena kelumpuhan akibat terserang stroke yang

menyebabkan pasien stroke tersebut tidak dapat melakukan pekerjaannya sebelum

terserang stroke. Selain mengamati apa yang dialami oleh para pasien stroke,

mereka pun mengamati perilaku dan perlakuan orang-orang di sekitar pasien

stroke.

Apa yang para pasien stroke (sebelum terserang stroke) lihat dan amati

dari pasien-pasien lain yang terserang stroke lebih dulu, mereka jadikan

pengalaman bagi diri mereka sendiri yang kemudian mereka olah sehingga terjadi

proses belajar yang pada akhirnya membentuk belief mereka mengenai akibat dari

penyakit stroke. Setelah mereka mengalami sendiri serangan stroke, belief mereka

(50)

15

mengenai akibat dari penyakit stroke yang mereka bentuk sebelumnya akan

mempengaruhi bagaimana reaksi mereka terhadap hambatan-hambatan fisik dan

psikis akibat serangan stroke yang mereka alami. Belief mengenai akibat dari

penyakit stroke yang mereka miliki sebelum terserang stroke akan mengalami

perubahan-perubahan selama menjalani masa perawatan, dan pada akhirnya akan

membentuk belief yang baru mengenai akibat dari penyakit stroke. Belief mereka

mengenai penyakit stroke ini juga dipengaruhi oleh kultur yang berlaku di

lingkungan tempat mereka tinggal. Jika belief mereka mengenai akibat dari

penyakit stroke menyatakan bahwa hambatan-hambatan fisik dan psikis yang

diakibatkan oleh penyakit stroke sebagai sesuatu yang sangat buruk dan dapat

menyebabkan seseorang menjadi tidak berdaya, maka konsekuensi yang akan

muncul adalah timbulnya reaksi-reaksi gangguan emosional seperti kecemasan,

frustrasi, atau depresi pada pasien stroke tersebut selama menjalani proses

perawatan. Gangguan-gangguan emosional ini jika tidak tertangani dengan baik

maka akan terus terbawa hingga pasien stroke memasuki masa perawatan jalan.

Pembentukan belief mengenai akibat dari penyakit stroke pada pasien

stroke menentukan bagaimana pasien stroke menjelaskan kepada dirinya sendiri

mengapa hambatan-hambatan fisik dan psikis yang diakibatkan serangan stroke

bisa menimpa dirinya. Bagaimana pasien stroke menjelaskan mengenai penyebab

dari hambatan-hambatan fisik dan psikis akibat penyakit stroke yang diderita

merupakan bentuk dari explanatory style. Explanatory style adalah kebiasaan

(51)

16

(Seligman, 1990). Explanatory style terbagi dua yaitu optimistic explanatory style

(dimiliki oleh orang-orang yang tergolong the optimist) dan pessimistic

explanatory style (dimiliki oleh orang-orang yang tergolong the pessimist).

Explanatory style memiliki 3 dimensi, yaitu permanence, pervasiveness,

dan personalization. Permanence menjelaskan bahwa individu yang tergolong

pessimistic explanatory style mempercayai penyebab dari peristiwa-peristiwa

buruk yang mereka alami bersifat permanen. Mereka percaya bahwa penyebab

peristiwa buruk tersebut akan bertahan untuk mempengaruhi kehidupan mereka.

Sebaliknya individu yang tergolong optimistic explanatory style percaya bahwa

penyebab dari peristiwa-peristiwa buruk yang mereka alami bersifat temporer.

Sebaliknya, untuk peristiwa-peristiwa baik, individu yang tergolong pessimistic

explanatory style mempercayai bahwa penyebab dari peristiwa-peristiwa baik

yang mereka alami bersifat temporer. Sementara individu yang tergolong

optimistic explanatory style percaya bahwa penyebab dari peristiwa-peristiwa baik

yang mereka alami bersifat permanen. Pervasiveness berbicara soal ruang. Para

individu yang memakai penjelasan universal untuk kegagalan, mereka menyerah

pada semua hal yang mereka miliki ketika kegagalan terjadi di suatu aspek.

Sementara, mereka yang membuat penjelasan spesifik mungkin akan menyerah

pada satu aspek kehidupannya, tetapi menunjukkan kekuatan di aspek-aspek

kehidupan yang lainnya. Dalam menjelaskan peristiwa-peristiwa baik, individu

yang tergolong optimistic berusaha menjelaskannya secara universal, sementara

individu yang tergolong pessimistic menjelaskannya secara spesifik.

(52)

17

Personalization membahas mengenai apakah ketika hal-hal buruk terjadi, individu

menyalahkan dirinya sendiri (internalize) atau menyalahkan orang lain atau

keadaan (externalize). Mereka yang menyalahkan diri mereka sendiri ketika

mereka gagal memiliki low self-esteem sebagai konsekuensinya, mereka merasa

tidak berharga, tidak berbakat, dan tidak dicintai. Sementara orang-orang yang

menyalahkan peristiwa eksternal tidak kehilangan self-esteem ketika peristiwa

buruk terjadi. Ketika mengalami peristiwa-peritiwa baik, individu yang optimistic

akan menjelaskan munculnya peristiwa-peristiwa baik tersebut dengan

menghubungkan pada hal-hal di dalam dirinya (internal), sementara individu yang

pessimistic akan mengaitkannya dengan hal-hal di luar dirinya (external).

Dari ketiga dimensi dari explanatory style, bisa disimpulkan bahwa

individu yang tergolong pessimistic explanantory style adalah individu yang

dalam menjelaskan penyebab suatu peristiwa buruk, penjelasannya bersifat

internal, permanen, dan universal. Sementara untuk peristiwa-peristiwa yang baik,

individu yang pessimistic explanantory style cenderung memberikan penjelasan

yang bersifat eksternal, temporer, dan spesifik. Begitu pula pada pasien stroke,

pasien stroke yang tergolong pessimist ketika mengalami hambatan-hambatan

fisik seperti kesulitan untuk bicara akibat kerusakan pada saraf yang mengatur

fungsi bicara akan memberikan penjelasan bahwa kerusakan pada saraf fungsi

bicara tersebut berlangsung selamanya (bersifat permanen), akibat dari kesalahan

pengobatan secara keseluruhan (bersifat universal), dan karena kelalaian dirinya

(53)

18

internal). Sementara pasien stroke yang optimist akan memberikan penjelasan

bahwa kerusakan pada saraf fungsi bicaranya akan segera pulih seperti sedia kala

(bersifat temporer), akibat dari ketidakcocokkan jenis pengobatan yang dilakukan

terhadap saraf fungsi bicara (bersifat spesifik), dan disebabkan pihak-pihak yang

merawatnya memberikan bentuk pengobatan yang kurang cocok (eksternal).

Pessimistic explanatory style menyebabkan munculnya learned helplessness

dalam diri individu.

Explanatory style merupakan modulator (pembentuk) utama munculnya

learned helplesness. Learned helplessness didefinisikan sebagai suatu reaksi

menyerah, respon berhenti melakukan kegiatan yang biasa dilakukan, yang

merupakan hasil dari keyakinan individu bahwa apa pun yang mereka lakukan

tidak akan memberikan pengaruh apa pun kepada diri mereka (Seligman, 1990).

Pada pasien stroke rawat jalan, mereka mengalami learned helplessness ketika

mereka melakukan respon berhenti melakukan kegiatan pengobatan ataupun

terapi yang biasa dilakukan untuk mengobati hambatan-hambatan fisik dan psikis

akibat penyakit stroke, dan percaya bahwa apa pun yang mereka lakukan tidak

akan berpengaruh apa-apa terhadap hambatan-hambatan fisik dan psikis akibat

dari penyakit stroke yang mereka alami.

Reaksi dalam menghadapi penyakit stroke berbeda-beda dan dapat

dikaitkan dengan bagaimana individu memandang suatu peristiwa atau keadaan,

dalam hal ini penyakit stroke yang diderita, terhadap dirinya. Salah satu reaksi

yang dapat muncul adalah depresi. Depresi pada pasien stroke rawat jalan disebut

(54)

19

sebagai depresi pasca stroke, yaitu keadaan depresi (sindroma depresi) yang

ditemukan pada penderita-penderita stroke baik pada fase akut stroke maupun

setelah lewat fase akut stroke (Soemara, 1989). Mundurnya mobilitas, kekuatan

fisik, kesulitan kerja, hobi, kemampuan kognitif yang dihadapi pasien stroke akan

mencetuskan munculnya depresi (Poerwadi, 2001). Penyebab depresi adalah

munculnya belief dalam diri individu bahwa apa pun tindakan yang individu

lakukan akan sia-sia atau futile (Seligman, 1990).

Seligman melihat adanya kesamaan antara learned helplessness dengan

depresi, tetapi untuk membuktikan bahwa learned helplessness adalah laboratory

model dari real-word phenomenon yang disebut sebagai depresi merupakan suatu

permasalahan lain. Setelah serangkaian eksperimen mengenai helplessness baik

pada manusia maupun pada hewan, Seligman menemukan delapan simptom dari

sembilan simptom yang dimiliki depresi menurut DSM-III-R dalam

eksperimennya mengenai learned helplessness, yang menunjukkan bahwa

berdasarkan simptom-simptom yang muncul, learned helplessness dalam setting

laboratorium menghasilkan simptom-simptom yang hampir identik dengan

depresi. Pada akhirnya disimpulkan bahwa kemunculan depresi dapat dilihat

sebagai sebuah epidemik dari learned helplessness. Dengan demikian penyebab

learned helplessness dapat dilihat pula sebagai penyebab depresi, yaitu belief

bahwa semua yang individu lakukan tidak akan memberi pengaruh apa pun

Referensi

Dokumen terkait

Dari ketiga dimensi tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien stroke dengan optimistic explanatory style akan memandang kejadian baik sebagai suatu hal yang permanen (permanence),

Setelah mengontrol sejumlah variabel termasuk usia, jenis kelamin, tingkat keparahan penyakit, kondisi abnormal lainnya, dukungan sosial, simptom-simptom depresi dan

spiritual pasien mengalami sakit jantung koroner. 3) Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk dapat menggunakan satu rentang usia agar tidak terdapat perbedaan yang

Analisis data penelitian dilakukan memakai analisis univariabel untuk menggambarkan karakteristik subjek penelitian yang meliputi waktu pulih sadar pada setiap kelompok usia

Permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian ini adalah: ”Apakah karakteristik pasien (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan) dan karakteristik obat (jumlah obat, bentuk

Bahan penelitian yang digunakan adalah rekam medis pasien hipertensi serta pencatatan data-data rekam medis yang meliputi: Nomor rekam medik, jenis kelamin, usia, tekanan darah

Analisis data penelitian dilakukan memakai analisis univariabel untuk menggambarkan karakteristik subjek penelitian yang meliputi waktu pulih sadar pada setiap kelompok usia