• Tidak ada hasil yang ditemukan

Relevansi penghayatan kaul kemiskinan dalam pelayanan dan persaudaraan Bruder Maria Tak Bernoda (MTB)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Relevansi penghayatan kaul kemiskinan dalam pelayanan dan persaudaraan Bruder Maria Tak Bernoda (MTB)"

Copied!
186
0
0

Teks penuh

(1)

RELEVANSI PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM PELAYANAN DAN PERSAUDARAAN

BRUDER MARIA TAK BERNODA (MTB)

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Inson NIM: 121124053

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Sebagai tanda bakti, hormat dan rasa terima kasih yang tidak terhingga skripsi ini saya persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus sumber segala kehidupan. Persaudaraan Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) atas perhatian, dukungan, kepercayaan, doa serta cintanya kepada penulis. Anggota keluarga saya, yang selalu mendoakan serta mendukung panggilan hidup saya sebagai Bruder Maria

(5)

v MOTTO

(6)

vi

PENYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 23 Februari 2017 Penulis,

(7)

vii

PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta :

Nama : Inson NIM : 121124053

Demi pengembangan ilmu pengetahuan penulis memberikan wewenang kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah penulis yang berjudul:

REVANSI PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM

PELAYANAN DAN PERSAUDARAAN BRUDER MARIA TAK

BERNODA (MTB) beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian penulis memberikan hak kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di media internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin maupun memberikan royalti kepada penulis, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian penyataan ini penulis buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 23 Februari 2017 Yang menyatakan,

(8)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul RELEVANSI PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM PELAYANAN DAN PERSAUDARAAN BRUDER MARIA TAK BERNODA (MTB). Judul skripsi ini dipilih berdasarkan pengalaman pribadi penulis selama hidup bersama dengan para Bruder Maria Tak Bernoda (MTB). Belajar dari pengalaman hidup bersama tersebut, penulis merasa prihatin serta mengalami sendiri bahwa dalam praktik hidup bersama, masih ada permasalahan, hambatan dan godaan yang dialami oleh para Bruder Maria Tak Bernoda (MTB), dalam memahami serta menghayati kaul kemiskinan bagi pelaksanaan tugas serta karya pelayanannya. Hal ini mengindikasikan bahwa semangat kemiskinan yang dicita-citakan oleh pendiri, agar para bruder mengusahakan sikap hidup sederhana belum terealisasi dengan baik sesuai yang diharapkan.

Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah apa yang dapat dilakukan untuk, meningkatkan penghayatan kaul kemiskinan dalam pelayanan dan hidup persaudaraan para Bruder MTB. Persoalan tersebut dianalisis/dikaji dengan menggunakan studi pustaka, untuk mendapatkan gagasan-gagasan/pemikiran-pemikiran yang relevan agar dapat digunakan sebagai sumbangan bagi program pembinaan iman para Bruder (MTB). Supaya mereka dapat menghidupi dan menghayati kaul kemiskinan dalam pelayanan dan hidup persaudaraan seturut teladan/pola semangat Santo Fransiskus dari Assisi, di zaman modern sekarang ini. Tantangan yang besar di zaman ini terhadap kaul kemiskinan adalah budaya meterialisme, konsumtif, kemajuan teknologi, serta semangat konsumerisme, sehingga membuat banyak orang mudah puas diri dan tamak mengejar kesenangan harta duniawi, ketenaran dan kuasa, yang menyebabkan hati nurani mereka, tumpul terhadap penderitaan sesama.

(9)

ix ABSTRACT

The title of this undergraduate thesis is “The relevance of live out of vows of poverty in servicing and living brotherhood of Bruder Maria Tak Bernoda (MTB)”. It was chosen based on the writer own experiences living together in the brotherhood of Bruder Maria Tak Bernoda (MTB). The experiences made the writer concerned with the problem, the obstacle and the temptation of living together in the brotherhood of Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) and in understanding as well as living up the vows of poverty in performing their duties. This case indicated that the spirit of vows of poverty which was dreamed by founder in order to all members of Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) trying to establish the attitude of the simple life was not realized well.

The major problem of this thesis is what Bruder MTB can do to increase the living up vows of poverty in the service and the brotherhood of Bruder Maria Tak Bernoda (MTB). The problem was analyzed using a literature study to gain relevance ideas which were contributed to develop of faith program of Bruder Maria Tak Bernoda(MTB) so that they could live up the brotherhood according to the spirit of Saint Francis of Asisi in this modern era. The great challenger of this modern era to the vow of poverty are the cultures of materialism, selfish and looking for new technology, and consumerism that make people worldly wealth-oriented, fame and that cause lack of attention toward others’ condition.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah Yang Mahakuasa sumber segala kehidupan atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul REVANSI PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM PELAYANAN DAN PERSAUDARAAN BRUDER MARIA TAK BERNODA (MTB).

Skripsi ini disusun berdasarkan pengalaman pribadi penulis selama hidup bersama dalam persaudaraan dengan para Bruder Maria Tak Bernoda (MTB). Belajar dari pengalaman hidup bersama tersebut, penulis merasa prihatin serta mengalami sendiri bahwa dalam praktik hidup bersama masih ada permasalahan dan kesulitan yang dialami oleh para Bruder MTB dalam menghayati kaul kemiskinan bagi pelaksanaan tugas serta karya pelayanannya. Hal ini mengindikasikan bahwa semangat kemiskinan yang dicita-citakan oleh pendiri agar para bruder mengusahakan sikap hidup sederhana belum terealisasi dengan baik sesuai yang diharapkan.

(11)

xi

pada kesempatan yang berbahagia ini penulis dengan hati penuh syukur mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ selaku dosen pembimbing utama dan sekaligus juga sebagai Kaprodi Program Studi Pendidikan Agama Katolik. Dengan sabar, setia dan teliti, beliau selalu memberikan perhatian, meluangkan waktu untuk mendampingi dan membimbing penulis dengan penuh perhatian, memberikan masukan-masukan dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

2. Drs. L. Bambang Hendarto Yuliwarsono, M. Hum selaku dosen penguji kedua sekaligus Dosen Pembimbing Akademik yang telah bersedia membaca, memberikan kritik dan masukan serta mendampingi penulis dalam mempertanggungjawabkan skripsi ini.

3. P. Banyu Dewa HS, S. Ag., M.Si. selaku dosen penguji ketiga yang telah bersedia membaca, memberikan kritik dan masukan, serta mendampingi penulis dalam mempertanggungjawabkan skripsi ini.

4. Seluruh staf dosen dan karyawan Program Studi Pendidikan Agama Katolik yang telah mendidik, dan membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan studi di Program Studi Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma dengan baik.

(12)

xii

komunitas Novisiat Banguntapan-Bantul yang telah memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini.

6. Orang tua, kakak, adik dan semua keluarga yang selalu memberi semangat, dukungan moral, motivasi dan doa bagi penulis dalam menyelesaikan perkuliahan sampai penyelesaian skripsi ini.

7. Seluruh staf Perpustakaan Program Studi Pendidikan Agama Katolik yang begitu bermurah hati dan setia untuk memberikan peminjaman buku-buku yang penulis perlukan baik selama kuliah maupun selama penulisan skripsi ini berlangsung dan sampai selesainya skripsi ini.

8. Teman-teman angkatan 2012 yang selalu memberi motivasi, dorongan dan bantuan bagi penulis selama kuliah hingga penyelesaian skripsi ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah dengan tulus ikhlas memberi masukan dan dorongan hingga penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini. Akhirnya penulis menghaturkan limpah syukur kepada Tuhan dan terimakasih untuk semuanya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Yogyakarta, 23 Februari 2017

Penulis,

(13)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PENYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Permasalahan ... 8

C. Tujuan Penulisan ... 8

D. Manfaat Penulisan ... 9

E. Metode Penulisan ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II. KAUL KEMISKINAN ... 11

A. Hidup Membiara ... 11

1. Hidup Membiara dalam Gereja ... 17

2. Kaul Sebagai Persembahan Diri dalam Melayani ... 19

B. Kaul Kemiskinan dalam Hidup Membiara ... 21

1. Peranan Kaul Kemiskinan ... 25

a. Kaul Kemiskinan sebagai Ikatan ... 28

b. Kaul Kemiskinan sebagai Peringatan dalam Melayani ... 31

(14)

xiv

3. Kaul Kemiskinan sebagai Ungkapan Kenabian Dalam Melayani 36 4. Tantangan dalam Menghayati Kaul Kemiskinan di Zaman Yang

Modern Sekarang Ini………. 40

C. Rangkuman………. 47

BAB III. KAUL KEMISKINAN DALAM PELAYANAN DAN PERSAUDARAAN ... 49

A. Kaul Kemiskinan dalam Tarekat/Kongregasi Bruder MTB ... 49

1. Sejarah singkat berdirinya Kongregasi Bruder MTB... 52

2. Mengikuti Yesus Kristus yang miskin dengan teladan Santo Fransiskus dari Assisi ... 54

3. Kemiskinan dalam perspektif menurut Anggaran Dasar Ordo Ketiga Regular Santo Fransiskus dari Assisi ... 58

4. Kemiskinan dalam perspektif hidup Bruder MTB ... 62

5. Dasar Penghayatan Kaul Kemiskinan dalam Tarekat/Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) ... 67

B. Dimensi-dimensi dalam Penghayatan Kaul Kemiskinan menurut Tarekat/Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda (MTB)... 70

1. Miskin harta.... ... 72

2. Miskin dalam Roh……….. 74

3. Miskin secara radikal ... 79

4. Dalam persaudaraan ... 83

C. Rangkuman ... 89

BAB IV. USULAN PROGRAM KATEKESE UNTUK MEMBANTU PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM PELAYANAN DAN PERSAUDARAAN BRUDER MARIA TAK BERNODA (MTB)… 91

A. Gambaran Umum Katekese ... 91

1. Pengertian Katekese ... 94

2. Katekese Umat ... 97

3. Tujuan dan tugas Katekese ... 99

a. Tujuan Katekese………... .. 99

b. Tugas Katekese ... 102

B. Spiritualitas dalam Pelayanan ... 103

1. Spiritualitas Fransiskan dalam pelayanan dan hidup Persaudaraan ... 105

(15)

xv

3. Upaya spiritualitas Fransiskan dalam meningkatkan

penghayatan kaul kemiskinan ... 113

4. Pengalaman Praktik Hidup ... 116

5. Komunikasi Pengalaman Iman ... 118

6. Komunikasi Dengan Tradisi Kristiani ... 123

C. Usulan Program Katekese ... 126

1. Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP) ... 126

a. Shared ... 127

b. Christian ... 127

c. Praxis ... 128

2. Langkah-langkah Model Shared Christian Praxis (SCP) ... 128

a. Pengungkapan Praksis Faktual ... 128

b. Refleksi Kritis Pengalaman Faktual ... 128

c. Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi Kristiani Lebih Terjangakau ... 129

d. Interpretasi Dialektis Antara Praksis dan Visi Peserta Dengan Tradisi dan Visi Kristiani ... 129

e. Keterlibatan Baru Demi Makin Terwujudnya Kerajaan Allah di Dunia ... 129

3. Latar Belangkang Penyusuna Program ... 130

4. Pengertian Program……… .. 131

5. Tujuan Program……… 131

6. Contoh Program……… 132

7. Matriks Pembinaan Katekese……… 135

8. Contoh Persiapan Katekese dengan metode SCP ... 139

BAB V. PENUTUP ... 154

A. Kesimpulan ... 154

B. Saran ... 158

DAFTAR PUSTAKA ... 161

LAMPIRAN ... 162

Lampiran 1: Teks lagu Ambilah Ya Tuhan dan Persembahan Hidup .. (1)

Lampiran 2: Anggaran Dasar “Hidup Rasuli” Art. 29 dan Konstitusi “Hidup Dalam Persekutuan Harta” Art. 53 ... (2)

(16)

xvi

DAFTAR SINGKATAN A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Alkitab Deuterokanonika © LAI 1976. (Alkitab yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam terjemahan baru, yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia, ditambah dengan Kitab-kitab Deuterokanonika yang diselenggarakan oleh Lembaga Biblika Indonesia. Terjemahan diterima dan diakui oleh Konferensi Wali Gereja Indonesia). Jakarta: LAI, 2001, hal. 8.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

AG : Ad Gentes, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kegiatan Misionaris Gereja, 7 Desember 1965.

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.

EG : Evangelii Gaudium. Anjuran Apostolik Paus Fransiskus tentang Sukacita Injil, 24 November 2013.

EN : Evangelii Nuntiandi, Anjuran Apostolik Paus Paulus VI tentang Pewartaan Injil di Dunia Modern, 8 Desember 1975.

GS : Gaudium Et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II mengenai Gereja di Dunia Dewasa Ini, 7 Desember 1965.

(17)

xvii

KHK : Kitab Hukum Kanonik, susunan atau kodifikasi peraturan kanonik dalam Gereja Katolik, 25 Januari 1983.

Kon : Kanon

LG : Lumen Gentium, Kontitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Gereja di Dunia Dewasa ini, 21 November 1964.

LF : Lumen Fidei, Terang Iman dari Paus Fransiskus kepada para Uskup, imam, daikon, biarawan dan biarawati serta kaum awam Juni 2013.

PC : Perfectae Caritatis, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius, 28 Oktober 1965.

VC : Vita Consecrata, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Hidup Bakti bagi para Religius 25 Maret 1996.

C. Singkatan Lain Art : Artikel

AD : Anggaran Dasar

AD3R : Anggaran Dasar Ordo ketiga Regular Santo Fransiskus, (diberikan Di Roma, pada takhta Santo Petrus, dengan meterai Cicin

Nelayan, pada 8 Desember 1982)

(18)

xviii

AngTBul: Anggaran Dasar Tanpa Bulla, (disusun pada tahun 1221 pada masa Paus Honorius III disebut “tanpa bulla” karena anggaran

dasar ini tidak diteguhkan dengan surat peneguhan (bulla) Br : Bruder

Bdk : Bandingkan Cel : Celano

Dkk : Dan kawan-kawan Dsb : Dan sebagainya Dst : Dan seterusnya Dll : Dan lain-lain

Eremit : Orang/kelompok ada yang mengkhususkan diri hidup di pertapaan FI : Formatio Iman

Hal : Halaman HP : Handphone

PAK : Pendidikan Agama Katolik JPIC : Justice Peace and Integration KAJ : Keuskupan Agung Jakarta KAS : Keuskupan Agung Semarang KWI : Konferensi Waligereja Indonesia Konst : Konstitusi

LPK : Lembaga Pelatihan Ketrampilan MTB : Maria Tak Bernoda

(19)

xix

PKKI : Pertemuan Kateketik Keuskupan Se-Indonesia Prodi : Program Studi

Provinsial : Pemimpinan provinsi PIKO : Pempinan Komunitas Profetis : Kenabian dan kerasulan

Statuta : Penjabaran dari Konstitusi dan Anggaran Dasar Bruder MTB Selibat : Orang-orang dalam kedudukan tertentu tidak boleh kawin. Klerikus : Kaum religius dan para imam

SEKAFI : Sekretariat Keluarga Fransiskan Indonesia SCP : Shared Christian Praxis

SJ : Serikat Yesus St : Santo

SD : Sekolah Dasar

SMP : Sekolah Menengah Pertama SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Atas TK : Taman Kanak-Kanak

USD : Universitas Sanata Dharma

(20)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Memilih hidup religius atau hidup membiara tidak terlepas dari pengikrarkan kaul-kaul seperti: Kaul ketaatan, kaul kemurnian dan kaul kemiskinan serta nasihat-nasihat Injil. Berbicara mengenai kaul kemiskinan tidak dapat dipisahkan dari hidup membiara kaum religius, yang ditandai dengan kaul-kaul yang diikrarkan dan dihayati oleh masing-masing pribadi dalam kongregasinya. Dengan mengikrarkan kaul kemiskinan serta menghayatinya, maka seorang religius akan mengikatkan diri dengan janji serta menggabungkan diri pada Kongregasi/Tarekat yang dia pilih untuk mewarnai cara berpikir, berprilaku serta pola hidupnya.

(21)

hendaklah ia mengerti” (Mat. 19:12). Penyerahan diri secara total kepada Allah khususnya dalam hidup religius atau hidup membiara merupakan suatu persembahan hidup yang murni dari setiap pribadi yang dengan kemauan secara bebas ingin menggabungkan diri ke dalam persekutuan hidup bakti dalam Tarekat/Kongregasi tertentu yang sudah menjadi pilihan bagi hidupnya. Pengikraran dan penghayatan ketiga kaul yakni kaul ketaatan, kaul kemurnian dan kaul kemiskinan oleh masing-masing anggota hidup religius, tidak terlepas dari semangat, khrisma dan spiritualitas pendiri Tarekat/Kongregasi. Dengan pengikraran kaul yang dilakukan oleh seorang religius dalam Tarekat/Kongregasinya masing-masing merupakan sesuatu pilihan dan keputusan hidup yang secara bebas, sepenuh hati dan dengan rasa penuh tanggung jawab dalam menggabungkan serta mengikatkan diri pada persekutuan hidup religius menurut ketiga nasihat Injil dalam setiap peristiwa hidupnya.

(22)

Tuhan kita Yesus Kristus dengan hidup dalam semangat kemiskinan. Para Bruder MTB diajak untuk mengikuti jejak Santo Fransiskus dari Assisi. Fransiskus semasa hidupnya berusaha untuk menyerupai hidupnya dengan hidup Yesus Kristus yang sekaligus Allah-Manusia untuk menghayati kaul kemiskinan yang merupakan unsur hakiki dalam Injil dan yang ada dalam hidup Yesus Kristus sendiri yang dia cintai dan hormati. Sebagai seorang religius tidak dapat dipungkiri bahwa dalam melaksanakan pelayanan dan hidup sebagai saudara masih saja terjadi penyelewengan terhadap kaul kemiskinan baik disengaja maupun tidak disengaja. Contohnya: Seorang biarawan atau biarawati sudah dibelikan atau diberikan Handphone (HP) yang biasa tanpa android oleh provinsial atau pemimpin komunitasnya.

(23)

Kemiskinan dan katekese merupakan salah satu ciri khas pola hidup dalam pelayanan dan hidup persaudaraan dalam Tarekat/Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda. Berdasarkan peraturan dan tata cara hidup Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda (Statuta, Anggran Dasar dan Konstitusi), para bruder berhak memiliki segala sesuatu yang diperlukan untuk kebutuhan hidup sehari-hari, dalam pelayanan dan karyanya, akan tetapi tetap diusahakan agar tidak terkesan terlalu mewah, mendapat untung sebanyak mungkin, menimbun dan menumpuk harta kekayaan. Meskipun sudah mengikrarkan kaul kemiskinan masih ada para Bruder MTB yang belum memahami, menghayati, pura-pura lupa atau bahkan dengan sengaja melupakan esensi kaul kemiskinan yang sudah diikrarkannya. Akibat dari perbuatan dan tindakan bruder tersebut, dia sudah melanggar esensi kaul kemiskinan yang diikrarkannya di hadapan Allah melalui perantaraan seorang imam dan umat yang hadir pada saat seorang bruder mengikrarkan kaulnya.

(24)

umat untuk para kaum biarawan dan biarawati memang sangat beralasan karena masih ada kaum biarawan dan biarawati yang hidupnya tidak sesuai dengan kaul kemiskinan yang diikrarkannya. Seperti yang dikatakan dalam pedoman hidup para Bruder MTB berikut ini:

Kaul kemiskinan kita wujudkan dalam hidup persekutuan harta. Seturut sabda Injil dan dengan tulus ikhlas segala milik dan pendapatan kita, kita serahkan kepada Kongregasi. Dengan demikian kita hendak menyatakan kesediaan untuk berbagi demi kebahagian kita bersama dan orang lain. Kaul kemiskinan menuntut kita untuk memperjuangkan dan memperkembangkan keadilan dan kesejahteraan dalam pemanfaatan sarana hidup serta kekayaan alam yang tersedia secara wajar dan bijaksana (Statuta Bruder MTB 2014: Art 41). Baiklah kita sadari bahwa dalam diri kita ada kecenderungan untuk memiliki dan menguasai barang-barang, menyimpan dan menimbun kekayaan, menyalahgunakannya bagi kepentingan, kenikmatan dan kesenangan diri sendiri, keluarga dan kelompok (Statuta Bruder MTB 2014: Art 42).

(25)

demi perwujudan kesempurnaan karya penebusan Kristus. Seperti yang ditekankan dalam konstitusi Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda (MTB)

Kongregasi kita didirikan dengan tujuan untuk dapat berkerja dengan subur guna memenuhi kebutuhan semasa. Kita harus tetap memperhatikan bentuk bentuk kebutuhan insani; kita harus berdiri di tengah-tengah gereja dan dunia sambal mendengarkan dan melayani, dan dengan kesediaan aktif membuktikan kabar gembira bagi sesama kita dalam hidup sehari-hari (Konstitusi Bruder MTB 1999: Art 204).

Para Bruder MTB menjunjung tinggi hidup sebagai saudara dalam pelayanan, sebagaimana dilakukan oleh Santo Fransiskus dari Assisi dan saudara-saudaranya. Hidup dalam persaudaraan tidak memandang suku, ras, budaya, agama, warna kulit, bahasa dan lain sebagainya. Akan tetapi hidup sebagai saudara mempersatukan semuanya. Persatuan dalam persaudaraan yang dibina dapat membebaskan seseorang dalam menghadapi tantangan persaudaraan bersama dalam melayani orang miskin. Persaudaraan ini merupakan persaudaraan bersama orang miskin yang tidak memiliki apa pun kecuali satu-satunya kekayaan kekal dan sumber segala kehidupan yaitu “Tuhan Yesus Kristus sendiri”.

(26)

memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu” (Yoh 13:14-15). Hal ini akan sungguh menjadi nyata apa bila setiap bruder siap sedia memberikan dirinya untuk melayani sesama, serta menghargai satu dengan yang lainnya dalam melayani hidup sebagai saudara dan mau menerima kekurangan serta kelebihan sesama saudara. Persaudaraan akan mendukung hidup bersama dalam pelayanan, doa dan karya. Hidup dalam persaudaraan merupakan pemberian dan rahmat dari Allah yang mahakuasa. Seperti yang terungkap dalam syair lagu dalam buku “Terpujilah Engkau Tuhanku” (Sekafi, 2004:63). Syair lagunya sebagai berikut: Marilah saudara satukan hati ciptakanlah kasih bersaudara. Melangkah bersama satukan harapan menuju kehidupan bahagia. Marilah saudara kita hunjukkan melayani saudara yang lemah. Berilah perhatian dan tunjukan kasih sayang. Itulah tanda kita bersaudara. Betapa indahnya hidup sebagai saudara bila kita saling mengasihi. Betapa nikmatnya hidup sebagai saudara bila kita saling melayani. Hidup sebagai saudara juga diatur dan ditekankan kepada semua Bruder MTB dalam (Konstitusi Bruder MTB 1999: Art. 222) dikatakan bahwa:

Kita sekalian terikat pada kongregasi begitu erat, sehingga kita dengan tepat menyebut satu sama lain saudara. Masing-masing berusaha dengan caranya sendiri untuk menyediakan diri demi pelaksanaan tugas, yang diterima dari kongregasi sebagai keseluruhan. Dari sebab itu semua harus menaruh perhatian hangat kepada suka dan duka seluruh kongregasi kepada kegiatan-kegiatan dalam komunitas kepada karya misionaris-misionaris kita kepada perkerjaan semua bruder. Demikianlah kita saling mendukung dalam penghayatan cita-cita yang sama.

(27)

keprihatinan yang dialami para Bruder MTB dewasa ini dalam memahami dan menghayati kaul kemiskinan menujukan bahwa semangat kemiskinan dan cita-cita pendiri belum terealisasi dengan baik sesuai yang diharapkan. Maka dari itu penulis mengulas kaul kemiskinan dalam pelayanan dan persaudaraan Bruder Maria Tak Bernoda (MTB), sebagai sumbangan penulis kepada kongregasi sekaligus menjadi bahan koreksi dalam pelayanan dan hidup persaudaraan di komunitas. Dengan memilih judul: RELEVANSI PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM PELAYANAN DAN PERSAUDARAAN BRUDER MARIA TAK BERNODA (MTB).

B. Rumusan Permasalahan 1. Apa itu kaul kemiskinan?

2. Apa yang dimaksud dengan semangat kaul kemiskinan dalam pelayanan dan persaudaraan Bruder Maria Tak Bernoda (MTB)?

3. Apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penghayatan kaul kemiskinan dalam pelayanan dan persaudaraan Bruder (MTB)?

C. Tujuan Penulisan

1. Membantu para Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) memahami dan menghayati kaul kemiskinan.

(28)

3. Memberikan sumbangan permenungan serta pemikiran bagi para Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) untuk menghayati kaul kemiskinan dalam pelayanan dan persaudaraan.

D. Manfaat Penulisan

1. Memberi sumbangan bagi para Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) agar mampu memahami dan menghayati kaul kemiskinan.

2. Supaya para Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) dapat membangun kesadaran serta sikap dalam menghayati dan melaksanakan kaul kemiskinan dalam pelayanan dan persaudaraan.

3. Menjadi bahan refleksi bagi penulis sebagai Bruder Maria Tak Bernoda (MTB).

E. Metode Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode studi pustaka untuk menggambarkan dan menganalis secara faktual tentang relevansi penghayatan kaul kemiskinan dalam pelayanan persaudaraan Bruder Maria Tak Bernoda (MTB).

F. Sistematika Penulisan

Judul skripsi yang saya pilih adalah “RELEVANSI PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM PELAYANAN DAN PERSAUDARAAN BRUDER

MARIA TAK BERNODA (MTB)”. Untuk mempermudah dalam penulisan skripsi

ini perlu ada sistematika penulisan yang akan saya uraikan dalam lima bab:

(29)

ini terdiri dari: Latar Belakang, Rumusan Permasalahan, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.

Pada bab II : Kaul Kemiskinan. Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang kaul kemiskinan dalam hidup membiara yang terdiri dari: Hidup membiara, kaul kemiskinan hidup religius, hambatan, tantangan dan godaan yang dihadapi dalam penghayatan serta pelayanan dalam zaman modern sekarang.

Pada bab III : Kaul Kemiskinan dalam Pelayanan dan Persaudaraan. Dalam bab ini penulis secara khusus akan menguraikan tentang penghayatan kaul kemiskinan dalam pelayanan dan persaudaraan Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) terdiri dari: Kaul kemiskinan dalam hidup persaudaraan para Bruder Maria Tak Bernoda, penghayatan kaul kemiskinan dalam pelayanan dan ciri khas kemiskinan Fransiskus dari Assisi dalam Tarekat/Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) serta kaul kemiskinan sebagai arah dasar dalam pelayanan dan persaudaraan.

Pada bab IV : Usulan Program Katekese Untuk Membantu Penghayatan Kaul Kemiskinan Dalam Pelayanan dan Persaudaraan Bruder Maria Tak Bernoda (MTB). Pada bab ini penulis akan menjabarkan katekese sebagai salah satu upaya dalam membantu menghayati kaul kemiskinan dalam pelayanan dan persaudaraan Bruder Maria Tak Bernoda (MTB).

(30)

BAB II

KAUL KEMISKINAN

Pada bab ini penulis akan menguraikan dua bagian pokok: Pertama mengenai hidup membiara, terdiri dari: Hidup membiara dalam Gereja dan kaul sebagai persembahan diri dalam melayani. Kedua kaul kemiskinan dalam hidup membiara, antara lain: Peranan kaul kemiskinan, kaul kemiskinan sebagai ikatan, kaul kemiskinan sebagai peringtan dalam melayani, makna kaul kemiskinan, kaul kemiskinan sebagai ungkapan kenabian dalam melayani dan tantangan dalam menghayati kaul kemiskinan di zaman yang modern sekarang ini.

A. Hidup Membiara

(31)

dengan Kristus dan menerima pola hidup Kristus secara radikal bagi dirinya. Memilih dan mengikuti panggilan hidup membiara berarti secara bebas dan sadar seorang religius, dalam hal ini para Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) siap sedia untuk selalu

“mengarahkan diri kepada hidup Yesus, melakukan kerasulan demi nama Yesus dan

berusaha untuk mencontohi hidup Yesus”. Bandingkan dengan Lumen Gentium (Bdk. LG. 42 dan 44). Hidup membiara merupakan penyerahan diri secara penuh kepada Tuhan Yesus, yang telah mencintai dan memanggil orang yang ingin mengikuti Dia.

Hidup membiara selalu dilihat sebagai suatu sekolah, dan suatu hidup rohani. Tetapi sesuatu hal yang ingin saya kemukakan, ialah bahwa hidup membiara bukan sesuatu yang dipikirkan di satu tempat, lalu disebarkan dimana-mana. Sebaliknya: berpangkal dari mana-mana, akhirnya menemukan kesatuan (Jacobs, 1989:32).

(32)

Suparno (2016:3) mengatakan “Inti hidup membiara adalah orang ingin menyerahkan dirinya secara penuh kepada Tuhan agar dapat dilibatkan dalam karya keselamatan Allah bagi dunia”. Penyerahan diri penuh itu secara gerejani formal diwujudkan dengan ketiga kaul, yakni kaul keperawanan, kemiskinan dan ketaatan”. Dalam Kitab

Hukum Kanonik Kanon 573 ayat § 1 dan § 2. Hidup membiara atau hidup bakti adalah hidup untuk mengikuti Kristus atas dorongan Roh Kudus dalam bentuk ketiga kaul. Dikatakan sebagai berikut:

Hidup yang dibaktikan dengan pengikraran nasihat-nasihat injili adalah bentuk hidup yang tetap dengannya orang beriman, yang atas dorongan Roh Kudus mengikuti Kristus secara lebih dekat, dipersembahkan secara utuh kepada Allah yang paling dicintai agar mereka, demi kehormatan bagi-Nya dan juga demi pembangunan Gereja serta keselamatan dunia, dilengkapi dengan alasan baru dan khusus, mengejar kesempurnaan cintakasih dalam pelayanan Kerajaan Allah dan, sebagai tanda unggul dalam Gereja, mewartakan kemuliaan surgawi (KHK. 2016:186 Kan. 573 § 1).

Bentuk hidup dalam tarekat hidup bakti ini, yang didirikan secara kanonik oleh otoritas Gereja yang berwenang, dipilih dengan bebas oleh umat beriman kristiani, yang dengan kaul atau ikatan suci lainnya menurut undang-undang masing-masing tarekat, mengikrarkan nasihat-nasihat injili kemurnian, kemiskinan dan ketaatan, dan lewat cintakasih yang menjadi tujuan kaul-kaul tersebut mereka digabungkan dengan Gereja serta misterinya secara istimewa (KHK. 2016:187 Kan. 573 § 2).

(33)

itu yang menjadi tuntunan kehidupan religius adalah ajaran Yesus untuk melepaskan harta duniawi (Luk. 12:32-34). Untuk bersatu dengan Yesus sendiri dan kesediaan untuk pelayanan (Luk. 10:1-5). Kehidupan komunitas para murid dicatat dalam (Kis. 2:42-44 dan 4:32-37). Untuk menyerupai dan bersatu dengan Kristus sebagai kaum religius orang harus sering berkomunikasi dan bertemu dengan Kristus. Pertemuan dan komunikasi efektif dengan Kristus dalam doa merupakan kekuatan inti dari hidup membiara. Darminta (1975:13) mengatakan hidup membiara sebagai berikut:

Hidup membiara merupakan ungkapan hidup manusia, yang menyadari bahwa hidupnya berada di hadirat Allah. Agar hadirat Allah dapat diungkapkan secara padat dan menyeluruh, maka biasanya orang lalu melepaskan diri dari segala macam urusan yang khas membentuk hidup berkeluarga. Melalui hidup membiara umat manusia semakin menemukan dimensi rohani dalam hidupnya. Hidup membiara merupakan suatu kemungkinan bagi umat manusia untuk memperkembangkan diri pribadinya. Hidup membiara mempunyai amanatnya sendiri, yaitu menunjukkan dimensi hadirat Allah dalam hidup manusia. Karenanya hidup membiara itu juga disebut panggilan.

(34)

biasanya susah dan berat untuk direalisasikan dalam hidup bersama. Hal semacam ini dapat terjadi kapan saja dalam hidup membiara apabila orang sebagai kaum religius tidak saling terbuka, jujur, pengertian dan tidak dapat saling memahami kelemahan dan kesukuran-kesukuran saudara dan saudari yang lainnya, dalam hidup membiara. Dalam hidup membiara atau berkomunitas, saya sendiri pernah mengalami hal semacam ini. Komunitas merupakan sarana atau penolong untuk mengungkapkan hadiran Allah dan sekaligus merupakan wadah bagi orang-orang untuk menggabungkan diri kedalamnya, agar dapat mengungkapkan kehadiran Allah secara nyata. Darminta (1975:15) mengatakan bahwa “Komunitas-komunitas dibentuk dan dibangun berdasakan pengalaman praktis dan kebijaksanaan-kebijaksanaan praktis dalam pengungkapan hidup religius. Maka komunitas bersifat berubah dan tidak absolut. Apa yang mutlak ialah amanat hidup membiara”.

(35)

pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama” (bdk. Kis. 4:32). “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi” (bdk. Yoh 13:34-35).

(36)

1. Hidup Membiara dalam Gereja

Suparno (2016:171) mengatakan Dasar hidup bersama dalam membiara bukan karena kesatuan suku, budaya, kesamaan hobi, asal tempat tinggal, status ekonomi, sifat dan karier yang sama, tetapi karena masing-masing dari orang dipanggil oleh Tuhan yang sama. Dalam Mrk 3:-13-19 dikisahkan sebagaimana para murid dari latar belakang yang berbeda-beda disatukan oleh Yesus dalam satu panggilan dan perutusan. Demikian juga orang-orang yang berbeda-beda disatukan oleh Yesus dalam satu panggilan dan perutusan. Orang masing-masing tetap pribadi lain, yang berbeda-beda dengan segala kekhasan, sifat watak, kelebihan serta kekurangan masing-masing. Dasar panggilan orang adalah Tuhan. Maka panggilan itulah yang menyatukan orang dengan Dia dan sesama. Itulah sebabnya hubungan pribadi masing-masing dengan Tuhan menjadi dasar yang kuat untuk hidup berkomunitas, hidup doa, hidup karya dan hidup dalam persaudaraan.

Orang masuk biara sering dikatakan orang meninggalkan kehidupan dunia. Maka sering digambarkan bahwa biara adalah tempat yang aman tanpa banyak persoalan dan penuh kedamaian. Hal itu dapat dimengerti sebab manusia sendiri merindukan kedamaian tanpa ada konflik-konfik seperti yang terdapat dan terjadi di kancah kehidupan dunia (Darminta, 1997:49).

(37)

berharga. Tetapi sesungguhnya, menolak sesuatu yang tidak sesuai dengan cara dan jalan hidup orang sebagai kaum religius tidaklah rugi. Sebab dengan menolak suatu kesempatan tersebut, orang telah memilih kesempatan yang jauh lebih berharga daripada itu. Kesempatan yang orang perjuangkan jauh lebih mahal, sebab sifatnya kekal abadi dan surgawi. Sayangnya, mata ini kurang mampu melihat dengan jelas terhadap sesuatu yang jauh lebih luhur dan penting untuk diperjuangkan. Hidup membiara memang harus ditentukan pada suatu pilihan. Dengan hidup atas dasar pilihan maka orang akan mampu untuk berkata “tidak” pada beberapa tawaran dan kesempatan yang menggoda, merintangi serta menghambat cara dan jalan hidup mereka sebagai seorang religius.

Hidup membiara dengan penghayatan ketiga kaul: keperawanan, kemiskinan, dan ketaatan, oleh Gereja diharapkan menjadi tanda eskatologis akan kerajaan Allah mendatang. Secara sederhana, dengan hidup tidak menikah sebagai perawan, kaum biarawan-biarawati dapat memberikan kesadaran atau menimbulkan pertayaan kepada orang lain akan adanya hidup lain selain hidup berkeluarga. Dan itulah yang kiranya akan terjadi dengan hidup dimasa depan, yaitu tidak kawin dan dikawinkan. Dengan kaul kemiskinan, kita pun menjadi tanda akan perjalanan kemasa depan (Suparno, 2007:67).

(38)

Hal itu pertama-tama harus tampak dalam semangat persaudaraan dalam komunitas, tarekat, Gereja sehingga orang lain dapat merasakan bahwa para biarawan-biarawati hidup dalam kasih persaudaraan. Orang juga diajak untuk terlibat membangun hidup persaudaraan dengan masyarakat sekitar, di sekolah, di rumah sakit, dan di tempat kerja masing-masing. Suparno (2007:67) mengatakan bahwa ”Dengan kaul kemiskinan orang pun akan menjadi tanda akan perjalanan kemasa depan. Hidup orang bukan hanya berhenti pada dunia ini, tetapi sebagai musafir yang berjalan menuju kepada kerajaan Allah yang akan datang”. Kaul kemiskinan menjadi lambang bahwa orang tidak terikat pada harta dunia ini, karena hidup sebagai religius mengarah kepada hidup yang akan datang. Yakni hidup abadi bersama dengan Yesus Kristus dalam kerajaan surga.

2. Kaul Sebagai Persembahan Diri dalam Melayani

(39)

gambarkan. Ketiga kaul itu adalah nasihat Injil. Kalau ketiga kaul itu adalah jawaban pada hidup Injil, maka jelas bahwa panggilan Injil itu dijawab dengan Injil itu pula, yaitu dengan menghidupi nasihat-nasihatnya. Ini berarti bahwa Injil adalah pusat hidup orang, dalam arti bahwa Injillah yang memanggil dan dengan Injil itu pula orang menjawab panggilan itu. Darminta (1975:27) mengatakan bahwa “Kaul dalam hidup membiara tidak mengandung unsur penolakan atau penekanan terhadap situasi, sesama dan benda tetapi lebih berarti pada suatu penerimaan terhadap unsur-unsur itu sebagai tempat menemukan hadirat Allah”. Demikian juga kaul kemiskinan yang diikrarkan oleh seorang biarawan atau biarawati tidak berarti bahwa dia kehilangan hak milik, tetapi dia mewajibkan dirinya, menggunakan barang atau miliknya itu untuk mengungkapkan kehadiran Allah yang aktif untuk membantu sesama. Dengan demikian pengikraran kaul merupakan hal yang wajar bagi kehidupan para religius, miskipun juga terbatas dalam pelaksanaan.

(40)

Tiga kaul itu datang dari: 1 Yoh. 2:16. “Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia”. Sejak semula hidup membiara berarti menyangkal dunia, meninggalkan dunia. Sekarang dalam ajaran asketis diterangkan bahwa dunia adalah tiga hal: keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup (Jacobs, 1989:74).

Dengan kaul ketaatan, kemiskinan, dan kemurnian orang ingin secara nyata mengambil itu sebagai jalan dan pola hidup, yang ingin menampakan kehadiran Allah, sebab orang sadar bahwa kehadirat Allah itu nampak kepada dia melalui ketiga unsur tersebut. Dengan kaul itu orang mengakui apa yang menjadi titik pusat hidup dia. Maka hidup membiara yang pada dasarnya mau mengungkapkan aspek hidup pada hadirat Allah, selalu akan diwarnai oleh ketiga kaul itu (Darminta, 1975:26).

Kaul itu merupkan suatu panggilan dan pilihan pola hidup, mempunyai nilai dalam hidup manusia secara keseluruhan, meskipun juga terbatas pada pelaksanaan secara konkret. Orang merasa terpanggil untuk melakukannya, karena dia melihat bahwa pola hidup seperti itu merupakan sarana untuk berkembang dan menjadi manusia yang sejati. Orang menemukan arti dan nilai hidup, untuk menjawab suara Allah dan harus mengungkapkan hadirat Allah bagi umat manusia. Para kaum biarawan dan biarawati yang berkaul merupakan bagian dari Gereja umat Allah, menjadi bagian dari Gereja berarti menjadi ragi Allah di tengah-tengah ranah kemanusiaan. Untuk mewartakan dan membawa keselamatan Allah ke dalam dunia orang yang kerap kali tersesat dan membutuhkan dorongan, pengharapan dan peneguhan untuk meneruskan peziarahan Gereja, dalam melayani sesama.

B. Kaul Kemiskinan dalam Hidup Membiara

(41)

kesenangan duniawi, pangkat, jabatan dan popularitas. Suparno (2016:106) mengatakan bahwa “Kaul kemiskinan menjadi tanda dan bentuk solidaritas dengan orang kecil, dan miskin”. Kaul kemiskinan merupakan satu dari tiga kaul yang

diucapkan oleh mereka yang ditahbiskan menjadi imam biarawan, serta mereka yang mengikatkan dirinya pada suatu Lembaga Hidup Bakti. Istilah kaul lebih sering digunakan untuk biarawan dan biarawati, yang masuk dalam Lembaga Hidup Bakti. Ketiga kaul itu adalah kemiskinan, kemurnian (selibat) dan ketaatan. Tiga nasihat Injil ini didasarkan pada sabda dan teladan hidup Yesus Kristus sendiri dan dianjurkan oleh para Rasul, para Bapa-bapa Gereja. Maka nasihat-nasihat Injil merupakan kurnia ilahi, yang oleh Gereja diterima dari Tuhan dan selalu dipelihara dengan bantuan rahmat-Nya demi tercapainya cinta kasih sempurna. Dewasa ini tiga nasihat Injil ini identik dengan kaum religius dan para imam (klerikus). Namun bukan berarti bahwa ketiga nasihat Injil ini hanya khusus untuk mereka.

(42)

69:47). Seiring dengan berjalannya waktu kaul kemiskinan: Dahulu, kini dan sekarang mengalami perubahan-perubahan dalam penghayatan serta pemaknaannya. Ketika pertama kali diterapkan, orang yang mengucapkan atau menghayati kaul kemiskinan benar-benar miskin. Orang bisa mengetahuinya dalam sosok Santo Fransiskus dari Assisi dan para pengikutnya. Mereka menggantungkan hidupnya pada belas kasih Allah, baik langsung maupun dalam diri sesamanya.

(43)

ingin meniru kemiskinan Kristus, maka dengan kaul kemiskinan orang juga ingin membantu sesamanya. Dengan demikian kemiskinan kita sebagai kaum riligius bersifat “profetis” kenabian dan kerasulan.

Suparno (2016:100) mengatakan bahwa “Kemiskinan orang sebagai religius bukan kemiskinan untuk menjadi melarat dan pengemis. Orang yang berkaul kemiskinan tidak ada gunanya kalau tidak berdampak bagi kemajuan dan keselamatan orang lain. Orang dapat menjadi sangat amat miskin sampai hanya mempunyai baju dan calana hanya satu saja, tetapi kalau tidak mempunyai dampak bagi orang lain tidak ada gunanya”. Dalam kaul kemiskinan semangat yang dapat orang kembangkan adalah semangat murah hati. Murah hati karena apa yang mereka punya dan miliki semuanya adalah berasal dari kemurahan dan kebaikan Tuhan, entah bakat, ketrampilan, kemampuan, kekayaan atau kepandaian. Maka harus mereka bagikan kepada orang lain.

Untuk Fransiskus dari Assisi miskin berarti menghidupi kemiskinan Tuhan Yesus Kristus. Kepada para saudaranya, Fransiskus mengatakan bahwa “Putra Allah adalah lebih mulia dari kita, tetapi Ia telah membuat diri-Nya menjadi miskin di dunia ini untuk kita. Jadi, Fransiskus pertama-tama melihat kemiskinan lahiriah Kristus, kemiskinan Dia yang hidup miskin di dunia ini. Mengenai kemiskinan Kristus ini, Fransiskus selalu ingat akan Sabda Injil: "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya” Mat. 8:20 (Marpaung, 2008:61).

(44)

Dalam perjalanan sejarah kemudian kaul kemiskinan (kesederhanaan) ini mengalami pergeseran nilai. Orang yang mengucapkan kaul kemiskinan ini tidak lagi menekankan “miskin” atau “sederhananya” melainkan pada “ketidakbergantungan”. Artinya, orang boleh saja punya mobil, handphone (HP) super canggih dan barang-barang elektronik lainnya yang super canggih dan super mahal, yang penting hatinya tidak bergantung pada benda atau materi itu. Tak peduli apakah umat sudah memilikinya atau belum. Pada dasarnya seorang imam, bruder dan suster sah-sah saja memiliki Blackberry canggih dan mahal meski umatnya masih pakai handphone (HP) biasa; wajar-wajar saja kalau melihat seorang imam memegang sebuah tablet meski umatnya masih memakai komputer yang model lama. Kalau ditanya mengapa punya barang-barang yang mahal seperti itu padahal mengikrarkan kaul kemiskinan? Mungkin dengan santai pasti akan dijawab, “Yang penting seorang biarawan dan biarawati yang bersangkutan tidak bergantung dan tergantung pada barang-barang tersebut.” Bisa jadi juga karena tuntuntan zaman dan perkembangan globalisasi yang mengharuskan seorang biarawan atau biarawati untuk menghayati dan memaknai kaul kemiskinan dengan cara seperti yang sudah saya jelaskan di atas tadi. Untuk pelayanan karya kerasulan bagi banyak orang.

1. Peranan Kaul Kemiskinan

(45)

Evangelii Gaudium (EG. 2013. 108:187) “Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?” (1 Yoh. 3:17). Tidak hanya kaum religius saja, dipanggil untuk menghayati semangat kemiskinan, akan tetapi setiap orang sebagai umat Allah turut serta untuk ambil bagian dalam hal ini. “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga” (Mat. 5:3). Sabda bahagia merupakan keyakinan yang tulus akan cintakasih Bapa, sehingga kita percaya pada penyelenggaraan Bapa dan segalanya berasal dari Bapa.

(46)

menjadi manusia sejati. Sebagai seorang religius dia menemukan arti dan nilai hidup, sebagai orang yang harus menjawab suara Allah serta mengungkapkan hadirat Allah bagi umat manusia. Semangat hidup yang seperti ini sebenarnya harus dimiliki oleh semua orang. Tetapi tidak semua orang dalam keadaannya yang terbatas mampu untuk mengungkapkan hal yang demikian. Maka ada orang-orang tertentu, yakni para kaum religius yang dipanggil secara khusus untuk mengungkapkannya melalui hidup kristiani melalui kaul kemiskinan yang mereka ikrarkan. Dalam hal ini Darminta (1975:55) mengatakan bahwa:

(47)

pada hasil untuk mengejar barang-barang. Dengan kaul kemiskinan orang ingin menujukkan kepada umat beriman lainnya, bagaimana dia dapat setia pada tugas pelayanan dan karya kerasulannya. Semangat kemiskinan membuat orang menjadi orang yang sabar untuk tidak egois mementingkan kepentingan sendiri tetapi membuat dia merasa peka terhadap situasi orang lain. Berkatian dengan peranan kaul kemiskinan Darminta (1975: 57) mengatakan bahwa “Kaul kemiskinan orang akan bermakna, kalau dengan kaul dia sungguh mempunyai sikap hormat kepada benda atau barang, yang dia miliki. Dengan begitu barang yang orang miliki, dia sadari sebagai sarana untuk menghayati panggilan hidup sebagai religius. Maka kemiskinan merupakan sikap terbuka kepada hadirat Allah dan ajakkan-Nya”.

a. Kaul Kemiskinan sebagai Ikatan

Dengan kaul kemiskinan, para religius diingatkan dan ingin dibebaskan dari kelekatan-kelekatan pada harta duniawi, kedudukan, pangkat, jabatan dan segala hal yang dapat menghambat para kaum religius untuk bersatu dengan Tuhan. Dengan kaul kemiskinan sebagai religius orang ingin berbagi, ingin menolong keselamatan orang lain. Dengan demikian kemiskinan orang bersifat kerasulan. Serta kemiskinan yang ingin meniru kemiskinan Yesus, maka dengan kaul kemiskinan orang juga ingin membantu orang lain. Yesus menjadi manusia yang miskin agar dapat membantu manusia yang lainnya kembali kepada Allah. Suparno (2016: 99) mengatakan bahwa “Kaul kemiskinan adalah bahwa Kristus menjadi satu-satu yang bernilai bagi hidup

(48)

dengan Tuhan. Dalam kenyataan hidup religius di dunia modern saat ini, yang penuh dengan godaan dengan kaul kemiskinan orang ingat akan Yesus dalam hidup mereka, untuk melawan tantangan yang melemahkan panggilan orang sebagai religius.

Dengan kaul kemiskinan orang melepaskan hak untuk memiliki harta kekayaan dalam kongregasi. Orang hanya mempunyai hak pakai dengan izin kongregasi. Orang dengan kaul kemiskinan kehilangan hak milik atas barang yang dia terima. Maka, orang tidak minta warisan lagi. Semua barang dan uang yang mereka terima setelah kaul kekal, adalah menjadi milik kongregasi dan harus diserahkan kepada kongregasi (Suparno, 2016:109).

Alasan biblis dari kaul kemiskinan keinginan untuk mengikuti Kristus yang miskin. “Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya” (2Kor 8:9). Dengan mengikrarkan kaul kemiskinan pegangan orang pada Tuhan, bukan pada harta dunia. Maka orang lebih bebas untuk menggunakan atau tidak menggunakan sarana atau barang yang ada. Jika ada sarana diterima dengan senang hati, jika tidak ada ya harus ditanggapi dengan senang hati juga. Secara sederhana kemiskinan orang dalam hidup membiara adalah ingin meniru hidup Yesus yang memang miskin dan sederhana. Orang begitu terpikat dengan kasih dan panggilan Tuhan karena misteri inkarnasi Yesus menjadi manusia papa dan hidup bersama di antara orang berdosa merupakan bentuk paling nyata dan kelihatan dari kemiskinan Kristus (Flp 2:6-11). Dengan menghayati kaul kemiskinan para kaum religius diajak untuk lebih memperhatikan orang kecil, orang miskin dalam kehidupan mereka.

(49)

kehidupan kaum miskin. Panggilan itu juga untuk memampukan mereka menjadi bagian penuh dari masyarakat Evangelli Gaudium (EG, 2015:34. Art 187).

Ajakan untuk hidup miskin sebagaimana diajarkan di dalam Kitab Suci, sesungguhnya orang melihat bahwa Allah menawarkan suatu jalan hidup yang mampu mengobati penyakit kronis hidup manusia dari waktu ke waktu yaitu ingin hidup menuruti keinginan daging, nafsu dan ketamakan. Allah mengingatkan bahwa untuk dapat mengikuti Yesus, orang harus rela melepaskan segalanya untuk kemudian menghayati hidup kontemplatif bahkan dalam karya perutusan. Hidup semacam itu perlu orang laksanakan dengan menumbuhkan citra hidup Kristus di dalam diri mereka melalui penerimaan penuh kerendahan hati bahwa orang membutuhkan keselamatan lantaran keterbatasan mereka sebagai manusia, kedekatan orang pada kebinasaan, kefanaan dan kesementaraan pandangan serta kemampuannya. Dengan demikian jelas bahwa bagi semua orang kristiani hidup menurut Injil senantiasa mengandaikan tuntutan penghayatan hidup miskin. Ridick (1987:33) mengatakan bahwa “Kaul kemiskinan bukanlah pertama-tama pelepasan hak milik tetapi suatu pengarahan taraf hidup, suatu usaha untuk menjadi tidak melekat pada satu tahap kehidupan saja, agar dapat bebas meraih dan memiliki keintiman yang total dan terpadu dengan Kristus”.

(50)

orang lain juga”. Semangat pelayanan inilah yang menjadikan orang rela untuk diutus melayani setiap orang. Semangat murah hati berarti tidak menumpuk harta, bakat, kemampuan dan lain sebagainya hanya untuk diri sendiri, tetapi semuanya itu harus berikan demi pelayanan bagi sesama.

b. Kaul Kemiskinan sebagai Peringatan dalam Melayani

Iman orang akan Yesus Kristus, yang menjadi miskin dan selalu dekat dengan kaum miskin dan kaum tersingkir, adalah dasar kepedulian mereka pada pengembangan seutuhnya para anggota masyarakat yang paling terabaikan. Setiap orang Kristiani dipanggil sebagai sarana Allah untuk membebaskan dan memajukan kaum miskin, dan untuk memampukan mereka menjadi bagian masyarakat sepenuhnya. Hal ini menuntut agar orang sebagai kaum religius mau siap sedia dan penuh perhatian mendengarkan jeritan kaum miskin dan membantu mereka melalui karya pelayanan kerasulan. Ridick (1987:128) mengatakan bahwa “Pelayanan merupakan sarana yang baik untuk memperbaharui, memelihara dan meningkatkan hidup cinta seseorang. Pelayanan adalah jalan untuk membawa buah-buah keheningan ke dalam pengungkapannya yang nyata. Pelayanan adalah cinta dalam aksi, cinta dalam tindakan nyata. Maukah orang siap sedia dengan gembira dalam melayani sesama sebagaimana Kristus telah berkenan “membasuh kaki para rasul-Nya” tanpa menunggu sampai diberi tugas atau diperintah?”.

(51)

sebaliknya mereka sendiri malah berbuat tidak adil dan lebih menyengsarakan kaum kecil? (Suparno, 2004:99).

Di Indonesia kemiskinan semakin meluas akibat ketidakadilan struktural. Mendesak pula kemiskinan akan hubungan-hubungan antara manusiawi. Peranan profetis atau perutusan para religius ialah membangun hubungan-hubungan baru berdasarkan sikap saling menghormati, misalnya berupa jemaat-jemaat biasa yang menampung siapa saja, tidak bertujuan politik, tidak merupakan ancaman bagi pihak mana pun, sekaligus untuk bersama-sama menghadapi kendala-kendala sosial. Berkembang arus intergrasi dengan kaum miskin untuk ikut mengalami marginalisasi, ketidakpastian, diskriminasi sosial, dalam rangka peranan profetis untuk melayani kaum miskin.

Kaul kemiskinan kita wujudkan dalam hidup persekutuan harta. Seturut sabda Injil dan dengan tulus ikhlas segala milik dan pendapatan kita, kita serahkan kepada Kongregasi. Dengan demikian kita hendak menyatakan kesediaan untuk berbagi demi kebahagian kita bersama dan orang lain. Kaul kemiskinan menuntut kita untuk memperjuangkan dan memperkembangkan keadilan dan kesejahteraan dalam pemanfaatan sarana hidup serta kekayaan alam yang tersedia secara wajar dan bijaksana (Statuta Bruder MTB 2014: Art 41).

Tanpa disadari orang sebagai kaum religius terkadang lebih suka melayani orang-orang yang kaya dan bukan orang miskin. Dalam doanya Ibu Teresa (2003:22) mengatakan: “Ya Tuhan, buatlah kami layak untuk melayani sesama kami di seluruh

(52)

2. Makna Kaul Kemiskinan

Kesaksian yang paling tampak bagi seorang religius dalam merealisasi kaul kemiskinan adalah penghayatan akan semangat kemiskinan. Semangat kemiskinan itu tentu saja berakar dari hidup Kristus sendiri. Kristus mengajak para murid-Nya dan juga para kaum religius untuk meninggal segala sesuatu, memikul salib dan mengikuti Dia pada jalan-Nya kepada Bapa (bdk. Luk. 9:23 dan 18:22). Suparno (2016:99) mengatakan:

Inti kaul kemiskinan adalah bahwa Kristus menjadi satu-satunya yang bernilai bagi hidup orang, dan yang lainnya adalah sarana untuk berjumpa dan mengabdi Kristus. Maka, sikap yang orang kembangkan adalah lepas bebas dari segala barang, hal, bahkan manusia.

(53)

jaminan hidup dengan pasrah dan tanpa bersungut-sungut, sebab Kristus telah miskin bagi setiap orang di dunia ini”.

Dalam keperluan pribadi hendaklah kita waspada agar jangan memupuk kebutuhan akan harta material yang tidak terpuaskan, mengumpulkan uang dan berdagang, mengembangkan cadangan atau dengan berbagai cara memperoleh harta yang tidak sesuai dengan usaha kita untuk menghayati kemiskinan (Konstitusi Bruder MTB 1999: Art 67).

(54)

Meski pun Tuhan Yesus tidak mengikrarkan kaul kemiskinan, tetapi dalam kehidupan-Nya dan juga dalam Dia melakukan tugas perutusan Bapa-Nya, sungguh menunjukan semangat murah hati, sikap rendah hati dan kesederhanaan yang menjadi inti dari kaul kemiskinan. Maka sangat tepat dan baik jika dalam menghayati kaul kemiskinan, para kaum religius meniru gaya dan cara hidup Tuhan, cara hidup yang sederhana. Suparno (2004:99) mengatakan bahwa “Yesus mempunyai prioritas dalam pelayanan-Nya, yaitu orang kecil, miskin, sakit, tersingkir dan lain-lain. Dia dengan tegas memperjuangkan keadilan bagi orang-orang ini terhadap lingkungan dan masyarakat waktu itu. Refleksi bagi setiap orang apakah mereka memprioritaskan kaum kecil ini? Apakah orang juga berani terlibat dalam perjuangan keadilan bagi orang-orang kecil? Bahkan malahan sebaliknya, mereka sendiri berbuat tidak adil dan lebih menyengsarakan kaum kecil”.

Dengan kaul kemiskinan, orang sungguh-sungguh berkeinginan untuk mengungkapkan hadirat Allah dengan mengambil sikap yang wajar kepada barang-barang itu. Dengan demikian barang kita letakkan dalam tempatnya di dalam kerangka hidup manusia, yang harus bergaul dengan Allah. Maka orang ingin mengungkapkan makna dan nilia benda itu dalam rangka keseluruhan dan dasar hidup manusia. Dan dengan pengungkapan itu orang nyatakan dalam suatu kaul, yang disebut kemiskinan, yang berarti orang mencoba melihat barang itu dalam arti dan nilai yang dalam, sebagai sarana untuk bertemu dengan Allah (Darminta, 1975:55).

(55)

kamu” (Yoh. 8:32). Kebebasan secara negatif berarti tiadanya perbudakan dosa,

kematian dan kejahatan. Akan tetapi secara positif berarti menempatkan kebebasan sebagai kekuatan untuk menjadi seperti Allah dalam pilihan-pilihan setiap orang. Bahaya untuk umat manusia adalah bahwa kebebasan terbelenggu oleh kebebasan fisik atau badan dan kenikmatan pribadi akan kesombongan dan cinta diri. Kemiskinan dirancang untuk menjadikan orang bebas dari setiap bentuk perbudakan harta dan kelekatan pada orang lain, tempat, lingkungan dan keinginan.

3. Kaul Kemiskinan sebagai Ungkapan Kenabian dalam Melayani

(56)

Evangelii Gaudium 2015: EG. Art 187:34). Kemiskinan seorang religius tidak pertama-tama menyangkut soal uang, harta kekayaan dan lain sebagainya, akan tetapi kemiskinan pertama-tama menyangkut sikap pelayanan, sikap kerendahan hati dan sikap belarasa terhadap sesama. Kemiskinan berarti kesedian untuk melayani dan membantu. Mereka ada di dunia untuk orang lain. Bukan untuk mereka sendiri, maka dari itulah orang ada serta berada di dunia ini, untuk hidup bersama dengan orang lain membantu dan melayani mereka, terutama mereka yang miskin dan telantar. Anjuran Apostolik Paus Fransiskus Evangelii Gaudium (2015: EG. Art 209). Mengatakan yang termasuk orang miskin dan telantar untuk zaman sekarang ini antara lain: Kaum gelandangan, mereka yang ketagihan obat-obatan terlarang, para pengungsi, penduduk asli, dan orang-orang jompo yang semakin terisolasi dan telatar.

Mereka yang sungguh-sungguh miskin dalam roh, tidak membuat sesuatu pun menjadi miliknya sendiri, juga tidak mempersengketakannya dengan orang lain; tetapi mereka hidup di dunia ini sebagai peziarah dan perantau. Itulah keluhuran kemiskinan yang tertinggi, yang menetapkan orang menjadi ahli waris dan raja kerajaan surga, membuat orang miskin akan harta benda, tetapi meninggikan orang dengan keutamaan-keutamaan. Itulah yang hendaknya menjadi bagian orang, yang membawa mereka kenegeri orang-orang hidup. Dengan tetap melekat padanya sepenuh-penuhnya, orang untuk selamanya tidak mau memiliki sesuatu lainya di bawah kolong langit demi nama Tuhan Yesus Kristus (Anggaran Dasar Bruder MTB 1999: Art 22).

(57)

religius dilahirkan oleh Allah untuk pembelaan manusia yang tertindas, miskin dan lapar. Dengan kata lain bergulat bersama Allah menegahkan keadilan, perdamaian dan persaudaraan dalam tata kehidupan manusia. Hidup religius, sebagaimana Musa, diutus untuk membebaskan manusia dari pendindasan dan perbudakan; sebagaimana para nabi diutus untuk membangun kembali tatanan kehidupan yang lebih manusiawi dan adil melanjutkan gerakan Yesus untuk menumbuhkan iman dan kepercayaan diri pada manusia yang lemah, sebagai pangkal perubahan hidup menuju keadaan yang lebih adil. Hidup religius untuk melanjutkan kenabian Yesus Kristus, yang memperjuangkan perubahan, pembaruan dalam kehidupan ini, supaya umat manusia tidak akan mengalami malapetaka yang semakin memburuk.

Jelaslah bahwa gerakan Allah bercirikan kenabian. Artinya gerakan Allah merupakan penciptaan tatanan kehidupan baru. Perubahan tatanan hidup menjadi sasaran gerakan Allah yang bercirikan kenabian. Maka sangat tepat dan baik jika dalam menghayati kaul kemiskinan, orang meniru gaya dan cara hidup Tuhan, cara hidup yang sederhana. Dari perjalanan Yesus, orang dapat melihat dan belajar dari Yesus yang mempunyai prioritas dalam pelayanan-Nya, yaitu orang kecil, miskin, sakit, tersingkir dan lain sebagainya. Dia dengan tegas memperjuangkan keadilan bagi orang-orang ini, terhadap lingkungan dan masyarakat-Nya pada waktu itu.

(58)

Konstitusi Bruder Maria Tak Bernoda MTB (1999: Art 224) mengatakan bahwa “Seperti umat Kristen pertama orang mau menjadi sehati sejiwa (Kis 4:32). Dihimpun

sebagai Gereja Kristus dan diutus untuk menjadi satu dalam ikatan persaudaraan. Orang mewartakan Kristus satu sama lain dan kepada semua orang dan memberi kesaksian atas kedatangan Tuhan kelak”. Dengan kaul kemiskinan yang diikrarkan hendaknya menyadarkan, menggerakan hati serta semangat pelayanan bagi para religius, bahwa harus ada keprihatinan dan keterlibatan secara konkret untuk membantu mereka yang tanpa perlindungan.

Bentuk-bentuk pelayanan pastoral yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan perlindungan bagi para orang-orang jompo, imigran, para gelandangan dan mereka yang disingkirkan dari masyarakat sosialnya. Para religius merupakan persekutuan cintakasih, maka mereka dipanggil untuk mengamalkan cintakasih itu melalui pengabdiannya kepada sesama, terutama bagi orang papa dan miskin. Dijiwai oleh cintakasih dan semangat pelayanan, para religius menyediakan diri untuk melayani setiap orang sebagai pribadi dan anak Allah. Martino (2006:137) mengatakan bahwa

“Kaul kemiskinan menghidupkan keutamaan-keutamaan, sebagai saudari dari

keutamaan kehinadinaan, kemiskinan melawan setiap ketamakan, dan kecemasan dunia ini”. Kaul kemiskinan sebagai peringatan dalam melayani, agar setiap orang

(59)

4. Tantangan dalam Menghayati Kaul Kemiskinan di Zaman Yang Modern Sekarang Ini

Sesungguhnya semua orang Kristen tidak hanya kaum religius saja, dipanggil untuk menghayati semangat kemiskinan. “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga” (Mat 5:3). Akan tetapi untuk menghayati kaul kemiskinan bukanlah sesuatu yang mudah dilaksanakan diera globalisasi sekarang ini. Dunia sekarang ini, dimana orang berada sungguh menjadi semakin kaya, semakin lengkap, dan semakin menyediakan banyak kemudahan-kemudahan bagi hidup setiap orang. Terutama tawaran tentang kenikmatan-kenikmatan duniawi seperti: Kemajuan teknologi, budaya konsumtif, budaya instant dan lain sebagainya. Sebagai manusia sering ada rasa cemas bagaimana memenuhi kebutuhan hidup, sehingga seringkali pula menjadi putus asa karena ambisi dari permintaan setiap orang yang tidak dikabulkan-Nya, tetapi semangat kemiskinan membawa orang untuk mempercayai penyelenggaraan Allah Bapa. “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu” (1 Ptr 5:7). Dengan kaul kemiskinan para kaum religius diajak untuk melepaskan hak milik dan hak pakai secara bebas atas barang-barang dan tidak mau terikat dengannya. Suparno (2016:112) mengatakan bahwa:

(60)

Suatu penghayatan kaul kemiskinan zaman modern sekarang ini yang menarik adalah berjuang atau berkarya bagi penegakan keadilan dan berkerja bagi orang miskin dan tersingkir. Menghayati kaul kemiskinan zaman sekarang ini tidak cukup hanya hidup sederhana dan hidup miskin, tidak mempunyai hak milik apa pun. Memang hal itu baik, tetapi tidak cukup untuk hidup orang di zaman ini. Mengapa? Karena di dunia orang sekarang ini masih terjadi ketidakadilan, pendindasan, kemiskinan struktural, dan perlakuan tidak adil bagi beberapa kelompok masyarakat. Penindasan antara kelompok masih selalu terjadi, dengan akibat beberapa kelompok menderita dan hidup dalam kehancuran dan kemiskinan.

Akan tetapi yang menjadi tantangan dan kesulitan dalam menghayati kaul kemiskinan zaman sekarang ini, apabila orang sebagai religius masih berpikir tentang untung rugi, harta dan kenikmatan duniawi. Sebaiknya sebagai religius orang harus mampu mengalahkan segala keinginannya untuk memiliki harta kekayaan yang melimpah, mengumbar kenikmatan duniawi, rasa ingin menguasai orang lain, gila jabatan serta kedudukan dalam suatu organisasi dan lain sebagainya. Sebab semuanya itu adalah akar kejahatan masa kini yang hanya bisa diatasi bila nilai Injil kemiskinan, kemurnian dan pelayanan ditemukan kembali. Dikatakan dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) Kanon 634 § 2 sebagai berikut: “Namun hendaknya dihindari setiap kesan kemewahan, keserakahan, dan penimbunan harta”.

(61)

untuk berbagi demi kebahagian kita bersama dan orang lain. Kaul kemiskinan menuntut kita untuk memperjuangkan dan memperkembangkan keadilan dan kesejahteraan dalam pemanfaatan sarana hidup serta kekayaan alam yang tersedia secara wajar dan bijaksana (Statuta Bruder MTB 2014: Art. 41). Baiklah kita sadari pula bahwa dalam diri kita ada kecenderungan untuk memiliki dan menguasai barang-barang, menyimpan dan menimbun kekayaan, menyalahgunakannya bagi kepentingan, kenikmatan dan jasmani sendiri (Statuta Bruder MTB 2014: Art. 42).

Semangat kemiskinan mempercayai bahwa hidup, kesehatan, talenta, keberhasilan, iman, segala berkat, dan segala sesuatu juga kebajikan-kebajikan adalah berasal dari Tuhan yang diberikan oleh-Nya secara cuma-cuma kepada setiap orang. 1 Kor 4:7 “Sebab siapakah yang menganggap engkau begitu penting? Dan apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau terima? Dan jika engkau menerimanya mengapakah engkau memegahkan diri seakan-akan engkau tidak menerimanya?”. Semangat kemiskinan membantu setiap orang membedakan antara kebutuhan yang menghidupkan dengan keinginan semata. Disatu sisi barang-barang merupakan suatu kebutuhan yang mempermudah dan membahagiakan, namun di sisi lain juga membahayakan. Contoh: Handphone (HP), diperlukan untuk mempermudah komunikasi, namun menjadi hanya suatu kesenangan belaka ketika yang dicari tidak hanya fungsinya saja tapi model yang terus menerus berganti-ganti. Kaul kemiskinan membawa orang pada suatu tindakan keberanian untuk bermurah hati membantu orang lain. Sikap murah hati berarti orang rela memberi dan berbagi kepada orang lain. Sebagai kaum religius janganlah orang dengan mudah mengatasnamakan kata “sebuah pelayanan” untuk mengumpulkan harta di dunia ini, karena dimana harta

(62)

6:19-21). Kaul kemiskinan bukan berarti orang membuang semua kekayaannya, tetapi setiap orang diajak untuk memelihara dan menanamkan semangat murah hati, sikap batin karena dia percaya kepada penyelenggaraan ilahi. Setiap orang diajak untuk melihat segala sesuatu, yang mereka miliki semuanya berasal dari Tuhan, dan bukan sebagai milik pribadi yang patut dipertahankan untuk memperkaya diri sendiri dan kesenangan sendiri. Segala sesuatu yang mereka dapatkan adalah demi kemuliaan-Nya, untuk membantu orang-orang miskin.

(63)

ada gunanya bagi orang kecil dan miskin. Suparno (2016:101) mengatakan bahwa “Demi pengertian kaul kemiskinan yang rasuli orang boleh mempunyai barang atau

sesuatu, misalnya fasilitas yang baik entah di sekolah, di kampus dan di rumah sakit. Sedangkan bagi hidup seorang religius di komunitas boleh sederhana”. Tanpa disadari dalam karya pelayanan dan kerasulan sebagai seorang religius, terkadang lebih memilih melayani orang-orang yang kaya dan bukan yang miskin. Kalau demikian adanya orang bukan lagi bersemangat murah hati, tetapi mencari kekayaan untuk diri sendiri. Hadiwardoyo (2016:66) mengatakan bahwa “Iman kepada Kristus yang miskin merupakan dasar kepedulian orang pada pengembangan kaum miskin di dalam masyarakat”.

Fransiskus dari Assisi dalam wasiatnya dan dalam tulisan yang lain, memberi alasan kepada para pengikutnya mengapa kemiskinan begitu sentral dalam panggilannya. Dia tidak memberi definisi tentang kemiskinan atau implikasinya; ia hanya melihat Kristus menurut Injil”. Kristus adalah pusat hidup setiap orang. Ia memilih kemiskinan sebagaimana Ia melilih kerendahan. Ia telah “menelanjangi diri-Nya kepada semua orang (kenosis). Bagi Fransiskus, Kristus adalah satu-satunya jalan kepada Bapa, dan perjalanannya untuk itu adalah perjalanan dalam kemiskinan (Marpaung, 2006:107).

(64)

demikian Ia mewujudnyatakan apa yang telah disabdakan-Nya: “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin” (Luk 4:18). Dia menyakinkan mereka yang dibebani oleh kesusahan dan dihimpit oleh kemiskinan bahwa Allah memiliki tempat istimewa bagi mereka dihati-Nya: “Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunyai kerajaan Allah” (Luk 6:20).

(65)

Disanalah mereka akan menemukan segala kemaj

Referensi

Dokumen terkait

Merupakan suatu anugerah yang sangat berarti dari Tuhan Yesus Kristus bagi penulis atas terselesaikannya tugas akhir (skripsi) berjudul “ANALISIS EFISIENSI BANK UMUM

Segala puji dan syukur hanya bagi Tuhan Yesus Kristus, oleh karena AnugrahNya yang melimpah, kemurahan dan kasihNya akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan

Yesus Kristus pun sebagai “Yang Diurapi” dalam Lukas 4:18-19 dijelaskan bahwa, “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik

Aku percaya kepada Yesus Kristus, AnakNya yang Tunggal, Tuhan kita, yang dikandung dari pada Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria, yang menderita di bawah

Barangsiapa mengatakan bahwa dalam Sakramen Ekaristi yang maha kudus, substansi roti dan anggur tinggal bersama-sama dengan Tubuh dan Darah dari Tuhan kita Yesus Kristus dan