• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara pengasuhan dan rasa berharga pada anak kelas VI sekolah dasar.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara pengasuhan dan rasa berharga pada anak kelas VI sekolah dasar."

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

BERHARGA

PADA ANAK KELAS VI SEKOLAH DASAR

Tirzayana Theophillia Risakotta

ABSTRAK

Penelitian ini berfokus pada hubungan antara pengasuhan dan rasa berharga pada anak. Pengasuhan merupakan variabel independen dalam penelitian ini, sedangkan rasa berharga merupakan variabel dependen. Partisipan dalam penelitian ini adalah 79 siswa-siswi kelas VI sekolah dasar yang berusia antara 11-12 tahun. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional. Peneliti mengumpulkan data dengan membagikan kuesioner yang berisi dua skala yaitu pengasuhan (α=0,703) dan rasa berharga (α=0,819). Hasil analisis menunjukkan

pendistribusian data normal (pengasuhan =.232, rasa berharga =.789) namun keduanya tidak memiliki hubungan yang linear (sig=.265). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan positif antara kedua variabel (.180). Dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini tidak terbukti. Peneliti menyimpulkan bahwa pengasuhan tidaklah cukup menjadi satu-satunya faktor yang berhubungan/berkontribusi terhadap perkembangan rasa berharga pada anak.

(2)

BETWEEN PARENTING AND SELF-WORTH

AMONG CHILDREN IN GRADE VI ELEMENTARY SCHOOL

Tirzayana Theophillia Risakotta

ABSTRACT

This research focus on the relationship between parenting and self-worth among children. Parenting is independent variable, whereas self-worth is dependent variable. The participants in this research consist of 79 students in grade sixth elementary school aged between 11 to 12 years old. This is a quantitative correlational study, the data was collected by filling the questionnaire consists of two scales: parenting (α=0,703) and self-worth (α=0,819). The analysis showed that both variables had a normal distribution (parenting =.232, self-worth=.789), but weren’t linear (sig=.265). Spearman’s correlation result showed there was no

positive relationship between these variables (.180). Therefore, the hypothesis in this research had not proven. Researcher concludes that parenting is not the only factor which relate/contribute to self-worth development.

(3)

i

HUBUNGAN ANTARA PENGASUHAN DAN RASA

BERHARGA

PADA ANAK KELAS VI SEKOLAH DASAR

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

Disusun oleh:

Tirzayana Theophillia Risakotta 109114045

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN MOTO

You need to step outside,

get some fresh air

and remind yourself of who you are

and who you want to be….

Learn from yesterday.

Live for today,

Hope for tomorrow

- Albert Einstein -

Fall Seven Times, Stand Up Eight Times

-Japanese Proverb-

“So do not fear, I am with you; do not be

dismayed, for I am your God. I will strengthen you and help you;

I will uphold you with My righteous hand.”

-Isaiah 41:10-

“But He knows the way I take;

when He has tested me, I will come out as pure as gold.”

(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk:

Siapapun yang bersedia untuk membaca dan

memberi masukan atas penelitian ini yang jauh dari

kata sempurna.

For:

Hon hon, Flo and the puppies, Bianca, Blacky,

(8)
(9)

vii

HUBUNGAN ANTARA PENGASUHAN DAN RASA

BERHARGA

PADA ANAK KELAS VI SEKOLAH DASAR

Tirzayana Theophillia Risakotta

ABSTRAK

(10)

viii

THE CORRELATION

BETWEEN PARENTING AND SELF-WORTH

AMONG CHILDREN IN GRADE VI ELEMENTARY SCHOOL

Tirzayana Theophillia Risakotta

ABSTRACT

This research focus on the relationship between parenting and self-worth among children. Parenting is independent variable, whereas self-worth is dependent variable. The participants in this research consists of 79 students in grade sixth elementary school aged between 11 to 12 years old. This is a quantitative correlational study, the data was collected by filling the questionnaire consists of two scales: parenting (α=0,703) and self-worth (α=0,819). The analysis showed that both variables had a normal distribution (parenting =.232, self-worth=.789),

but weren‟t linear (sig=.265). Spearman‟s correlation result showed there was no positive relationship between these variables (.180). Therefore, the hypothesis in this research had not proven. Researcher conclude that parenting is not the only factor which relate/contribute to self-worth development.

(11)
(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke pada Tuhan yang maha Esa karena atas rahmat dan penyertaanNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Proses penulisan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan orang-orang yang ikhlas, mendorong, dan selalu membantu menyemangati penulis untuk menyelesaikan tulisan ini. Dengan penuh ucapan syukur, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu mendukung dan mendorong saya untuk segera menyelesaikan penulisan skripsi ini.

2. Pak Cahya, selaku dosen pembimbing skripsi yang selama ini dengan sabar selalu membimbing dan memberi masukan serta kepercayaan pada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Lusia Pratidarmanastiti dan Ibu Paschedonna Hendrietta selaku yang pernah dan sedang menjadi dosen pembimbing akademik penulis. Terima kasih untuk pengajaran dan bimbingannya selama ini dengan caranya masing-masing.

4. Bapak Priyo Widiyanto selaku dekan fakultas psikologi dan Bapak Eddy selaku kepala program studi fakultas psikologi Universitas Sanata Dharma. 5. Para Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(13)

xi

Terima kasih untuk pengalaman berdinamika yang tidak akan pernah terlupakan.

Adapun penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Akan tetapi didalamnya terdapat gambaran bagaimana sebuah pertanyaan bisa berangkat menjadi penelitian. Saya mohon maaf apabila ada kata atau sebutan yang kurang berkenan. Dengan tangan terbuka saya menerima kritik dan masukan yang membangun untuk penelitian ini. akhir kata saya ucapkan terima kasih.

(14)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. PENGASUHAN ... 12

1. Pengertian ... 12

2. Perilaku, pengkondisian, reinforcement, dan perasaan orang tua dalam proses pengasuhan anak ... 13

3. Dampak pengasuhan ... 17

B. RASA BERHARGA ... 18

(15)

xiii

2. Komponen afektif dan kognitif dalam rasa berharga ... 19

a. Komponen afektif dalam rasa berharga ... 19

b. Komponen kognitif dalam rasa berharga... 20

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi rasa berharga ... 20

a. Budaya ... 20

B. Identifikasi variabel penelitian ... 27

C. Definisi operasional ... 28

D. Subjek dan lokasi penelitian... 29

E. Metode dan alat pengumpulan data... 30

F. Validitas dan reliabilitas ... 33

G. Teknik analisis data ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39

A. Persiapan penelitian ... 39

B. Pelaksanaan penelitian ... 39

C. Hasil penelitian... 40

1. Deskripsi data penelitian ... 40

2. Uji asumsi ... 41

3. Uji hipotesis ... 42

D. Pembahasan ... 43

E. Keterbatasan penelitian ... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

A. Kesimpulan ... 49

B. Saran ... 50

(16)

xiv

2. Bagi instansi pendidikan ... 50

3. Bagi peneliti selanjutnya ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

(17)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue print skala pengasuhan sebelum uji coba ... 30

Tabel 2. Penilaian skala pengasuhan ... 31

Tabel 3. Blue print skala rasa berharga sebelum uji coba ... 32

Tabel 4. Penilaian skala rasa berharga ... 32

Tabel 5. Blue print skala pengasuhan setelah uji coba... 34

Tabel 6. Blue print skala rasa berharga setelah uji coba ... 36

Tabel 7. Deskripsi data penelitian ... 40

Tabel 8. Hasil uji asumsi linearitas pengasuhan dan rasa berharga ... 41

Tabel 9. Hasil uji asumsi normalitas pengasuhan dan rasa berharga ... 42

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bagaimana pengalaman pengasuhan anak berdampak bagi masa dewasanya? Berikut ini adalah sebuah ilustrasi nyata tentang hal tersebut. Adalah sebuah kisah tentang dua pemuda yang telah lama bersahabat. Keduanya dibesarkan dengan cara yang berbeda. Sebut saja pemuda pertama adalah Anto, dan pemuda kedua adalah Badu. Orang tua si Anto sering menganggap remeh dan tidak memperhatikan dirinya dengan baik. Sedangkan si Badu tumbuh dalam keluarga yang selalu memberinya dukungan. Mereka berdua tumbuh dengan karakter yang berbeda dan hal tersebut memengaruhi masa depan masing-masing. Si Anto menjadi seorang pengusaha dan pendiri sebuah perusahaan yang sukses, lain halnya dengan si Badu yang menjadi pelayan di sebuah restoran.

(19)

sendiri memegang peranan penting dalam kehidupan tiap orang begitu juga dengan pola asuh orang tua yang keduanya berhubungan satu sama lain dan mampu menghasilkan outcome/tindakan yang bermacam-macam. Adapun pandangan layak terhadap diri sendiri disebut sebagai rasa berharga.

Rasa berharga merupakan pandangan positif secara keseluruhan tentang diri. Bagaimana seseorang memandang dirinya secara keseluruhan layak (berharga) atau sebaliknya. Rasa berharga adalah penilaian yang kita buat terhadap kelayakan diri sendiri dengan segala perasaan yang berhubungan dengan penilaian tersebut (Berk, 2013). Rasa berharga yang tinggi mengarah pada sebuah evaluasi yang realistik tentang karakteristik diri dan kemampuan diri, disertai dengan sikap penerimaan diri dan menghormati diri sendiri.

Banyak orang menganggap rasa berharga sama dengan harga diri tapi sebenarnya keduanya memiliki perbedaan. Menurut Stuart dan Sundeen (1991)

harga diri merupakan “penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan

(20)

Rasa berharga sendiri memiliki peran yang penting dalam kehidupan setiap orang termasuk pada anak-anak. Dapat dikatakan bahwa rasa berharga yang dimiliki seorang anak sejak masa kecilnya akan memengaruhi masa depannya kelak. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Kahle, Kulka, dan Klingel (1980) yang menemukan bahwa anak-anak yang sejak di bangku sekolah memiliki rasa berharga yang rendah cenderung menghadapi masalah interpersonal pada saat beranjak dewasa (dalam Kahle, Kulka, dan Klingel. 1981. A

longitudinal study of adolescents’ attitude-behavior consistency. The public

opinion quarterly, vol 45 no. 3, pp 402-414 ). Selain itu rasa berharga yang rendah

juga dapat membuat anak memperlihatkan perilaku bermasalah, bukan hanya di negara tertentu tapi juga di Indonesia.

(21)

Menurut teori hirarki kebutuhan Abraham Maslow, sebelum manusia dapat mengaktualisasikan diri, kebutuhannya akan rasa berharga harus terpenuhi terlebih dahulu (dalam Mathias, 2008, p.6). Untuk bisa mendapatkan kebutuhan ini, individu sudah harus terlebih dahulu mendapatkan kebutuhan mereka akan cinta dan kasih sayang. Selain itu individu harus pula merasa aman dan dilindungi. Bagi anak-anak, hal ini pertama kali mereka dapatkan dari dalam lingkungan keluarga sebagai anggota masyarakat pertama yang mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai kehidupan pada anak.

Penelitian mengenai kebermaknaan hidup pada anak pidana di Bali yang dilakukan oleh Dewi dan Tobing (dalam A.A. Sagung Swari Dewi & David Hizkia Tobing. 2014. Kebermaknaan hidup pada anak pidana di Bali. Jurnal Psikologi Udayana, Vol I, No. 2, 322-334) menemukan bahwa keluarga memegang peranan penting bagi rasa berharga pada anak. Dimana para subjek tetap memiliki rasa pantas untuk hidup walaupun berada di lapas dengan label negatif pada saat masa tahanan sudah selesai karena keluarga selalu mendukung mereka lepas dari pandangan dunia luar. Selama berada di dalam lapas pihak keluarga selalu menyempatkan diri untuk menjenguk dan memberi semangat. Hal itulah yang membuat para anak pidana tetap merasa diri mereka berharga dan tetap pantas untuk hidup

(22)

menerjemahkan pengalaman sosialnya menjadi perasaan bangga atau sebaliknya malu. Perasaan bangga atau malu inilah yang nantinya menjadi fondasi dalam pembentukan rasa berharga anak, dan hal itu juga memengaruhi bagaimana orang dewasa melihat diri dan dunia mereka.

Peran orang tua dalam mendidik anak merupakan hal yang sangat penting untuk perkembangan anak. Perkembangan anak yang positif dapat menuntun anak tersebut menjadi pribadi yang nantinya dewasa dalam berpikir serta mampu membantu diri sendiri dan orang lain. Ki Hajar Dewantara juga berpendapat bahwa keluarga merupakan agen sosial pertama yang mengajarkan segalanya untuk si anak agar bisa beradaptasi dengan lingkungan di luar keluarga. Selain itu orang tua juga memegang peranan penting dalam memberi pengalaman yang baik pada si anak agar ia memiliki pandangan diri yang baik tentang dirinya sendiri (Erikson, 1963).

(23)

pada rendahnya rasa berharga dan perasaan malu atau meragukan kemampuan diri sendiri.

Pada kenyataannya tiap orang tua memiliki cara yang berbeda-beda dalam mengasuh anaknya (Kopko, 2007). Perilaku yang ditunjukkan oleh orang tua saat mengasuh anak menciptakan suasana emosional bagi interaksi antara orang tua dan anak. Selain itu, pengasuhan disebut sebagai aktivitas yang kompleks yang didalamnya terdapat berbagai perilaku berbeda yang digunakan untuk membesarkan anak. Menurut Steinberg, Darling, dan Fletcher (dalam Mathias, 2008, p. 29) pengasuhan juga digunakan untuk memprediksi perkembangan anak dalam hal kompetensi sosial, perfomansi akademik, perkembangan psikososial, dan perilaku bermasalah. Pengasuhan dapat memperlihatkan bagaimana cara orang tua mengasuh anaknya dan dapat memprediksi keadaan psikologis bahkan rasa percaya diri anak di berbagai budaya dan lingkungan yang berbeda-beda di di berbagai negara (Steinberg & Silk, 2002). Oleh sebab itu, secara keseluruhan pengasuhan merupakan model atau cara yang didalamnya terdapat berbagai perilaku, pengkondisian, penguatan (reinforcement), dan perasaan yang digunakan orang tua dalam mendidik anak.

(24)

kompetensi sosial yang memadai, dan memiliki rasa percaya diri yang rendah. Sama halnya juga dengan anak yang tumbuh dalam asuhan tipe permisif cenderung menjadi anak yang tidak bahagia, sulit untuk mengontrol dan mengatur diri sendiri meskipun ia mempunyai kepercayaan diri yang tinggi. Hal ini terjadi karena anak tidak diajar oleh orang tua untuk mengontrol diri dan hanya bertindak sebagai pewujud keinginan anak. Oleh sebab itu meskipun kepercayaan dirinya tinggi, anak cenderung tidak bahagia dan sulit untuk mengontrol diri. Orang tua yang mendidik anaknya dengan menggunakan cara permisif memengaruhi perilaku anaknya melalui kebebasan mutlak yang diberikan, memanjakan anak tanpa ada pendisiplinan ketika si anak berbuat semaunya. Hal ini kemudian berdampak pada perilaku sulit diatur, prestasi akademik yang rendah di sekolah, dan sering bermasalah dengan pihak otoritas. Berbeda halnya dengan anak yang tumbuh dalam asuhan tipe otoritatif, mereka lebih bahagia, punya relasi yang baik dengan orang lain, taat perintah orang tua, dan percaya diri dalam bertindak.

(25)

pandangan keluarga atau orang-orang terdekat mengenai diri (Cooley, 1922). Individu yang orang-orang terdekatnya adalah keluarga cenderung memandang penilaian keluarganya sebagai sebuah cerminan dirinya yang sebenarnya. Sehingga apabila seorang anak tumbuh dengan support, kasih sayang, dan penerimaan yang penuh dari keluarganya maka dia memandang dirinya berharga. Begitu juga rasa berharga si anak dapat memengaruhi bagaimana orang tuanya bersikap terhadap anak. Misalkan anak yang memiliki rasa berharga rendah mengalami depresi serta berperilaku memberontak, hal ini yang kemudian memunculkan reaksi negatif dari orang tua (Decy & Ryan, dalam Harters, Waters, & Whitesell, 1998, h. 757).

(26)

usia 10-14 tahun untuk bunuh diri adalah karena beberapa alasan kejiwaan, diantaranya mereka merasa tidak berharga, merasa terperangkap dalam selimut tebal, sampai dengan menyimpan perasaan menyesal mengapa mereka dilahirkan (dalam kompasiana.com).

Dalam penelitian ini peneliti bermaksud menguji apakah pengasuhan berhubungan dengan rasa berharga pada anak kelas VI Sekolah Dasar. Anak-anak yang masih mengenyam pendidikan di bangku sekolah dasar kelas VI dan berusia 11-12 tahun. Menurut Piaget (1955/1958) pada usia ini anak-anak telah mampu berpikir secara abstrak dan menilai lingkungan sekitarnya (dalam Berk, 2013. p. 253) dengan begitu anak- anak akan lebih mudah untuk menilai rasa berharga pada diri mereka dari hasil menilai diri sendiri dan lingkungan sekitarnya. Selain itu sebagian besar anak-anak yang berusia 11-12 tahun masih tinggal bersama dengan orang tua. Oleh sebab itu besar kemungkinan untuk melihat bagaimana hubungan pengasuhan dan rasa berharga pada anak-anak yang berusia 11-12 tahun. Peneliti menduga terdapat hubungan positif antara pengasuhan dengan rasa berharga. Meski begitu terdapat penelitian sebelumnya yang membantah dugaan tersebut. Oleh sebab itu untuk menguji kebenaran dugaan ini maka dilakukan sebuah penelitian korelasional untuk melihat hubungan keduanya.

B. Rumusan Masalah

(27)

Apakah terdapat hubungan positif yang empirik antara pengasuhan dan rasa berharga pada anak kelas VI Sekolah Dasar di Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa:

Terdapat hubungan positif yang empirik antara pengasuhan dan rasa berharga pada anak kelas VI Sekolah Dasar di Yogyakarta

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini dapat semakin memperkaya hasil penelitian dibidang psikologi perkembangan khususnya mengenai hubungan antara orang tua dan anak. Selain itu penelitian ini juga ikut memberikan bukti empirik tentang keterkaitan antara pengasuhan dan rasa berharga yang berangkat dari keadaan dewasa ini.

2. Manfaat praktis: a. Bagi peneliti

Penelitian ini menjadi ruang bagi peneliti untuk lebih memahami bagaimana hubungan antara pengasuhan dan rasa berharga pada anak. Penelitian ini juga nantinya dapat menjadi masukan bagi peneliti selanjutnya.

b. Bagi orang tua

(28)

c. Bagi masyarakat

Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi para pembuat aturan dan norma yang berlaku dalam masyarakat untuk membuat aturan dengan orientasi penekanan pada pengasuhan. Misalkan diberlakukan aturan jumlah jam kerja orang tua yang semula delapan jam menjadi enam jam agar supaya orang tua bisa lebih banyak menghabiskan waktu dengan anaknya.

(29)

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengasuhan

1. Pengertian

Pengasuhan merupakan cara atau model yang digunakan orang tua untuk mendidik anak yang telah disepakati sebelumnya oleh kedua orang tua. Pengasuhan mengarah pada tata cara yang digunakan oleh orang tua dalam membesarkan anak.

(30)

memprediksi perkembangan anak dalam hal kompetensi sosial, perfomansi akademik, perkembangan psikososial, dan perilaku bermasalah. Pengasuhan dapat memperlihatkan bagaimana cara orang tua mengasuh anaknya dapat memprediksi keadaan psikologis bahkan rasa percaya diri anak di berbagai budaya dan lingkungan yang berbeda-beda di bumi ini (Steinberg & Silk, 2002). Oleh sebab itu, secara keseluruhan pengasuhan merupakan model atau cara yang didalamnya terdapat berbagai perilaku, pengkondisian, penguatan (reinforcement), dan perasaan yang digunakan orang tua dalam mengasuh anaknya.

2. Perilaku, pengkondisian, penguatan (reinforcement), dan perasaan orang

tua dalam proses pengasuhan anak

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) perilaku didefinisikan sebagai respon atau reaksi seseorang terhadap rangsangan atau lingkungan. Dalam proses pengasuhan anak, perilaku adalah tindakan atau respon yang diperlihatkan orang tua saat mendidik anak. Pada saat mengasuh anak orang tua menunjukkan berbagai perilaku yang dapat berdampak positif dan negatif bagi perkembangan anak.

(31)

orang tua menunjukkan perilaku marah pada anak dengan mengeluarkan kata-kata negatif tentang anak.

Menurut John Chirban seorang psikolog di Harvard Medical School pada saat anak dimarahi menggunakan kata-kata yang kasar hal itu diingat terus oleh anak dan membekas di hatinya hingga ia beranjak dewasa. Hal itu kemudian berdampak pada rasa percaya dirinya. Contoh perilaku lainnya adalah orang tua terlalu berlebihan dalam memuji anaknya.

Orang tua yang terbiasa memuji anaknya karena talenta atau kepandaiannya dibandingkan memuji karena usaha juang si anak cenderung menghasilkan anak yang nantinya suka berbohong untuk dapat keluar dari masalah dan tidak bertanggung jawab. Penelitian yang diadakan di Universitas Standford menemukan bahwa kecenderungan memuji usaha juang dari pada talenta atau kepintaran pada anak berusia 1-3 tahun berdampak pada anak-anak tersebut lebih baik dalam mengatasi kondisi yang menantang dan memiliki motivasi yang tinggi.

(32)

Dalam prosesnya orang tua bisa mengajak anak untuk belajar melakukan daftar ekspektasi tersebut melalui permainan ataupun dengan diskusi mengenai apa yang dirasakan oleh si anak. Contoh perilaku lainnya adalah orang tua bersikap tenang dan dapat mengontrol emosi pada saat anak membuat marah. Pada saat keadaan seperti ini terjadi orang tua harus menyadari batas kemampuan mereka dalam menahan rasa marah karena terkadang pada keadaan seperti ini sulit untuk berpikir jernih. Oleh sebab itu orang tua sebaiknya hanya berfokus pada perilaku yang ditunjukkan oleh anak dan tidak memasukkan ke dalam hati kata-kata si anak yang membuat kesal (Burke, 1997).

Memberi ganjaran pada anak secara konsisten saat anak melakukan kesalahan juga dapat membantunya dalam menghormati orang lain dan disiplin dalam berperilaku. Apabila orang tua tidak konsisten dalam memberi ganjaran pada anak saat melakukan kesalahan maka anak akan menganggap orang tua tidak berpendirian teguh dan serius (Braga, 1975). Meski demikian memberi pujian pada anak karena dia sudah berusaha adalah perilaku penting untuk dilakukan karena memberi pujian pada anak baik bagi sisi

emosionalnya. Seperti yang dikatakan Hurlock (1990) bahwa “alasan utama

pemberian pujian agar rasa percaya diri semakin tinggi, merasa puas dengan

apa yang dimiliki diri, dan mampu merasa aman”.

(33)

membentuk perilaku anak dapat berubah menjadi penkondisian, akan tetapi kondisi tersebut terkadang bersifat negatif dan menghasilkan perilaku yang tidak diharapkan. Anak yang terbiasa dipukul oleh orangtuanya lambat laun mengasosiasikan kehadiran orangtuanya dengan rasa sakit secara fisik dan psikologis. Hal ini kemudian berdampak pada pengkondisian yang negatif bagi anak dan efek negatif dari kondisi ini dapat terbawa hingga ia beranjak dewasa (Pearl, 1994).

Penguatan (reinforcement) adalah pemberian stimuli atau konsekuensi oleh orang tua terhadap anak yang dapat menguatkan atau melemahkan perilaku tertentu. Terdapat dua macam penguatan yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Cara kerja penguatan positif adalah dengan menghadirkan stimulus penguatan pada anak setelah perilaku yang diinginkan muncul. Hal ini dilakukan agar supaya perilaku yang diinginkan oleh orang tua pada anak dapat muncul kembali kedepannya. Contohnya orang tua memberi pujian pada anak karena ia telah selesai mengerjakan pekerjaan rumah atau anak diberi hadiah untuk hasil belajar yang baik di sekolah.

(34)

(bcotb.com/the- difference-between-positivenegative-reinforcement-and-positivenegative-punishment).

Perasaan merupakan pengalaman subjektif sadar mengenai emosi yang dimiliki orang tua pada saat mengasuh anaknya. Pada saat menjadi orang tua berbagai perasaan dan emosi akan muncul. Mulai dari merasa kasih sayang, sukacita, dan kebanggaan karena menjadi orang tua. Akan tetapi terdapat beberapa perasaan lain juga yang bisa menjadi sangat kuat seperti; rasa marah, panik, bahkan merasa tidak dihargai oleh anak. Lepas dari setiap perasaan yang dialami, orang tua harus mengingat dan menjaga sikap mereka terhadap anak karena perasaan yang dimiliki oleh orang tua dan tercermin dalam perilaku yang ditunjukkan pada anak dapat berdampak positif atau negatif bagi perkembangannya.

3. Dampak pengasuhan

(35)

halnya dengan anak yang tumbuh dibiasakan manja tanpa ada peraturan yang diberi oleh orangtuanya berdampak pada anak ini tumbuh menjadi orang yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi namun menunjukkan perilaku agresif ketika orang lain tidak sependapat dengan dirinya. Adapun hal-hal yang mempengaruhi Pengasuhan antara lain yaitu: perbedaan kebudayaan, kepribadian, ukuran keluarga, background orang tua, sosial ekonomi status, level pendidikan, dan agama.

Jadi, pengasuhan merupakan cara atau metode yang didalamnya terdapat perilaku, reinforcement, sikap, dan perasaan yang digunakan orang tua dalam mengasuh anak. Pengasuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: perbedaan kebudayaan, kepribadian, ukuran keluarga, background orang tua, sosial ekonomi status, level pendidikan, dan agama.

B. Rasa berharga

1. Pengertian

(36)

Rasa berharga pertama kali diperkenalkan oleh William James (dalam Crocker & Knight (2005), h.200-203). Rasa berharga merupakan penilaian yang kita buat terhadap rasa kelayakan diri dan perasaan-perasaan yang berhubungan dengan hal itu. Selain itu, rasa berharga bisa dikatakan sebagai pemisahan gambaran kesuksesan yang nyata pada seseorang dengan gambaran ideal yang diinginkan. Dapat dikatakan bahwa rasa berharga seseorang tumbuh dari kesuksesannya dalam melakukan sesuatu sesuai dengan keahliannya dalam berbagai kesempatan dengan tingkat kesulitan yang berbeda.

2. Komponen afektif dan kognitif dalam rasa berharga

Menurut Brett W. Pelham dan William B. Swann Jr (1989) dari Universitas Texas di Austin terdapat beberapa faktor yang berkontribusi terhadap rasa berharga seseorang secara keseluruhan. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah: tendensi orang dalam mengalami atau merasakan perasaan positif dan negatif, pandangan spesifik individu tentang dirinya (contohnya: konsep diri seseorang terhadap kelebihan dan kekurangan dirinya, dan cara orang dalam membentuk atau membingkai pandangan dirinya. Ketiga faktor ini kemudian dibagi kedalam komponen afektif dan kognitif yang berkontribusi pada rasa berharga.

a. Komponen afektif pada rasa berharga

(37)

mereka terlebih dahulu telah belajar dan mampu menyadari atau merasakan apakah lingkungan di sekitarnya ramah dan menerima dirinya atau sebaliknya. Anak-anak menerjemahkan pengalaman sosial yang mereka alami kedalam bentuk rasa bangga atau malu. Perasaan kelayakan diri anak-anak ini tidak hanya menjadi fondasi dalam pembentukan rasa berharga, tetapi juga dapat mempengaruhi cara mereka dalam memandang diri sendiri dan dunia mereka pada saat dewasa.

b. Komponen Kognitif pada Rasa berharga

Konsep diri spesifik dimulai pada saat anak-anak bertambah usia setelah

mereka mulai bisa berbicara dan rasa percaya mereka mulai terbentuk, anak-anak ini mengembangkan rasa berharga mereka melalui penilaian orang lain terhadap diri mereka (Cooley, 1902). Gambaran diri membantu individu untuk menentukan bagaimana individu tersebut ingin melihat dirinya sendiri: positif atau negatif. Nilai dan tujuan tertentu dalam kehidupan sehari-hari juga ikut mempengaruhi cara pandang diri seseorang yang kemudian secara kuat mempengaruhi rasa berharga seseorang secara keseluruhan. Menurut James (dalam Rosenberg, 1965) identitas diri dan kemampuan yang dimiliki individu berkontribusi secara signifikan terhadap rasa berharga.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi rasa berharga

a. Budaya

(38)

persaingan yang keras dan tekanan untuk berprestasi akademik yang tinggi. Di waktu yang bersamaan karena budaya di negara Asia menekankan pada harmoni dan kesopanan maka anak-anak di Asia tidak terlalu bersandar pada perbandingan sosial untuk lebih menaikkan lagi rasa berharga mereka. Anak-anak ini lebih kepada menilai diri mereka secara positif, tetapi juga memuji orang lain atas hasil yang didapatkan (Falbo et al, 1997 dalam Berk, 2013).

Perbedaan jenis kelamin anak juga dapat mempengaruhi rasa berharga. Pada salah satu penelitian yang melibatkan anak-anak perempuan berusia 5-8 tahun, didapati bahwa mereka cenderung berbicara tentang penampilan pada saat menonton TV dan memuji orang yang ada didalam TV karena memiliki bentuk tubuh yang indah. Dapat diketahui bahwa semakin seorang perempuan tidak merasa puas dengan keadaan fisiknya maka ditahun-tahun berikutnya pada saat beranjak dewasa, rasa berharganya akan semakin rendah (Dohnt & Tiggemann, 2006 dalam Berk, 2013). Berbeda halnya dengan para anak laki-laki yang memiliki rasa berharga lebih tinggi dalam hal akademik jika dibandingkan dengan anak-anak perempuan. Dapat dikatakan anak laki-laki lebih memiliki rasa berharga yang lebih tinggi secara keseluruhan jika dibandingkan dengan anak perempuan. Hal ini disebabkan para anak perempuan terbawa dengan pesan dalam budayanya bahwa laki-laki lebih dari mereka.

b. Pola asuh orang tua

(39)

pengasuhan yang positif dapat membuat anak-anak merasa bahwa mereka diterima sebagai orang yang berkompeten dan berharga. Berbeda halnya dengan orang tua yang suka mengontrol dan terlalu sering membuat keputusan untuk anaknya, memiliki komunikasi yang tidak sejajar dengan anaknya, serta selalu membuat anak merasa salah cenderung menghasilkan anak dengan rasa berharga yang rendah (Kernis, 2002; Pomerantz & Eaton, 2000). Anak-anak yang diasuh dengan cara seperti itu cenderung membutuhkan penerimaan dan pengakuan yang konstan, sehingga anak-anak ini cenderung bersandar kepada teman sebaya. Kemudian muncul perilaku-perilaku negatif seperti: kesulitan beradaptasi termasuk agresi, perilaku antisosial, dan kenakalan.

Kebalikannya, anak-anak yang dibesarkan dengan toleransi yang terlalu tinggi mengakibatkan anak tersebut memiliki rasa berharga yang tidak realistik. Anak-anak ini merasa superior tapi juga mempunyai rasa cemas yang tinggi mengenai apa yang dipikirkan oleh orang lain tentang dirinya. Oleh sebab itu, rasa berharga nya dapat turun sangat drastis secara tiba-tiba apabila menghadapi keadaan yang menantang gambar diri mereka. Hal ini kemudian menyebabkan anak-anak tersebut tidak segan-segan untuk melakukan tindakan agresif kepada teman yang tidak sepaham dengan dirinya. Mereka juga kesulitan untuk beradaptasi dan cenderung melakukan tindakan agresif.

(40)

menekankan pada pentingnya pengalaman perasaan pada masa kecil. Bagaimana orang tua sebagai pengasuh utama merawat dan membesarkan anak sangat memengaruhi anak ini nantinya. Komponen kognitif menekankan pada bagaimana

orang lain melihat „diri‟. Dimana anak-anak ini dengan bertambahnya usia, kepercayaan diri mereka mulai terbentuk dan mereka mengembangkan rasa layak diri melalui penilaian orang lain terhadap diri mereka. Adapun rasa berharga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: budaya dan pola asuh orang tua.

C. Kerangka konseptual

(41)

Rasa berharga merupakan penilaian yang kita buat terhadap rasa kelayakan diri dan perasaan-perasaan yang berhubungan dengan hal itu. Rasa berharga sendiri terbentuk dari komponen afektif dan komponen kognitif. Komponen afektif berfokus pada pengalaman masa kecil anak. Dimana pengalaman afektif anak dengan orangtuanya sebagai pengasuh utama akan membuat anak belajar apakah ia berada di lingkungan yang ramah dan dapat menerima dirinya apa adanya atau sebaliknya (Erikson, 1963 dan Sroufe, 1978). Pengalaman sosial ini kemudian diterjemahkan kedalam bentuk rasa bangga atau malu. Komponen kognitif berfokus pada masa di mana anak telah bertambah usia, mereka mulai bisa berbicara, dan rasa percaya mereka mulai terbentuk. Anak-anak ini mengembangkan rasa layak terhadap diri melalui penilaian orang lain terhadap diri mereka (Cooley, 1902 dalam Harters et al, 1998:757).

(42)

orang tua menekankan pada bagaimana cara orang tua memperlakukan anaknya dapat mempengaruhi rasa layak anak terhadap dirinya sendiri.

(43)

anak mengkondisikan kelayakan/berharga atau tidaknya berdasarkan pandangan orang sekitarnya.

Gambar 1. Kerangka penelitian

D.Hipotesis penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini, yaitu: Terdapat hubungan positif yang empirik antara pengasuhan dan rasa berharga pada anak.

Pengasuhan

Perilaku : tindakan/respon yang

diperlihatkan orang tua saat mendidik anak

Pengkondisian : keadaan pembelajaran yang menggunakan pemberian imbalan ataupun hukuman untuk membentuk

Reinforcement : pemberian stimuli atau konsekuensi oleh orang tua terhadap anak

Perasaan : merupakan pengalaman subjektif sadar mengenai emosi yang dimiliki orang tua pada saat mengasuh anaknya.

Self-worth

+

(44)

27

Pengasuhan Rasa berharga

X Y

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif korelasional dengan metode survei yang bertujuan untuk menguji teori yang menghubungkan variabel bebas dengan variabel tergantung (Creswell, 2012). Metode survei merupakan cara pengambilan sampel dari satu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data (Prasetyo & Jannah, 2008).

Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai metode pengumpulan data, yaitu suatu teknik pengumpulan data yang memungkinkan peneliti untuk menganalisis sikap, keyakinan, atau perilaku sampel dalam suatu populasi (Siregar, 2013). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara pengasuhan dan rasa berharga pada anak kelas VI sekolah dasar.

B. Identifikasi variabel penelitian

Berdasarkan uraian pada landasan teori dan rumusan hipotesis penelitian maka yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Independen : Pengasuhan

(45)

C. Definisi operasional

Definisi operasional digunakan untuk memberikan gambaran bagaimana suatu variabel akan diukur (Mustafa, 2009). Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pengasuhan

Pengasuhan menunjukkan proses interaksi antara orang tua dan anak yang didalamnya terdapat perilaku, pengkondisian, reinforcement (penguatan), dan perasaan yang dimiliki orang tua saat mengasuh anak. Perilaku mengarah pada tindakan atau respon yang diperlihatkan orang tua saat mendidik anak. Pengkondisian mengarah pada pemberian imbalan atau hukuman untuk membentuk perilaku tertentu. Sedangkan penguatan mengarah pada pemberian stimuli atau konsekuensi oleh orang tua terhadap anak yang dapat menguatkan atau melemahkan perilaku tertentu. Perasaan sendiri mengarah pada emosi yang dimiliki orang tua saat mengasuh anaknya dimana hal ini tercermin melalui tindakan orang tua yang berangkat dari keadaan emosinya saat mengasuh anak.

Pengasuhan diukur melalui skor total dari skala pengasuhan yang disusun oleh peneliti. Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka pengasuhan yang ditunjukkan oleh orang tua pada anak semakin bersifat positif.

2. Rasa berharga

(46)

diukur melalui skor pada skala rasa berharga maka rasa berharga yang dimiliki subjek bersifat positif.

a. Pandangan individu tentang rasa berharga yang dimiliki dirinya. Apakah secara pribadi individu menilai dirinya sebagai orang yang berharga atau sebaliknya.

b. Menghargai diri sendiri dan orang lain. Bagaimana individu mampu menghargai dirinya sendiri dan orang lain sebagai tanda bahwa ia adalah sosok yang berharga.

c. Penting tidaknya diri sendiri bagi orang lain. Bagaimana individu menangkap kesan dari lingkungannya apakah ia penting bagi orang di sekitarnya atau sebaliknya.

D. Subjek dan lokasi penelitian

(47)

orang tua. Anak usia 11-12 tahun dipilih karena menurut Piaget anak pada kelompok usia ini telah mampu berpikir abstrak.

E. Metode dan alat pengumpulan data

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan pembagian skala. Terdapat dua skala yang dibagikan, yaitu: skala pengasuhan dan rasa berharga.

1. Skala pengasuhan

Pengumpulan data pengasuhan dilakukan dengan skala psikologi. Skala psikologi adalah instrument yang digunakan untuk atribut psikologi seperti atribut kepribadian dan atau atribut afektif (Azwar, 2013). Skala Pengasuhan terdiri dari 19 item baik yang bersifat favorable dan unfavorable yang memuat empat aspek dalam pengasuhan, yaitu: perilaku, pengkondisian, reinforcement, dan perasaan yang ditunjukkan orang tua saat mengasuh anak. Ke-19 item tersebut adalah item-item yang telah lolos seleksi dari ke-32 item pool yang diuji cobakan. Adapun blue-print item-item sebelum uji coba adalah sebagai berikut:

Tabel 1

Blue print skala pengasuhan sebelum uji coba

No Pengasuhan Favorable Unfavorable Jumlah

1 Perilaku 4 4 8(25%)

2 Pengkondisian 5 4 9(28%)

3 Penguatan 4 4 8(25%)

4. Perasaan 3 3 6(18%)

(48)

Skala Pengasuhan disusun dengan menggunakan Skala Likert dengan empat pilihan jawaban yaitu; SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju). Adapun sistem penilaian Skala Pengasuhan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 2

Penilaian skala pengasuhan

Jawaban Pernyataan

Favorable Unfavorable

Sangat Setuju 4 1

Setuju 3 2

Tidak Setuju 2 3

Sangat Tidak Setuju 1 4

Proses uji coba dilakukan untuk meyakinkan bahwa alat ukur yang digunakan dapat dipercaya. Dalam penelitian ini, uji coba dilakukan kepada 79 siswa/siswi SD berusia 11-12 tahun yang duduk di bangku kelas 6 Sekolah Dasar.

2. Skala rasa berharga

(49)

telah lolos seleksi dari ke-28 item pool yang diuji cobakan. Adapun blue-print item-item sebelum uji coba adalah sebagai berikut:

Tabel 3

Blue print skala rasa berharga sebelum uji coba

No Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1 kelayakan diri 10 10 20(71%)

2 menghargai diri sendiri & org lain 2 2 4(14%)

3 Penting tidaknya diri bagi orang lain 2 2 4(14%)

Total : 14 14 28(100%)

Skala rasa berharga disusun dengan menggunakan Skala Likert dengan empat pilihan jawaban yaitu; SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju). Adapun sistem penilaian Skala rasa berharga dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4

Penilaian skala rasa berharga

Jawaban Pernyataan

Favorable Unfavorable

Sangat Setuju 4 1

Setuju 3 2

Tidak Setuju 2 3

Sangat Tidak Setuju 1 4

(50)

siswa/siswi SD berusia 11-12 tahun yang duduk di bangku kelas 6 Sekolah Dasar.

F. Validitas dan reliabilitas

Sebelum alat ukur pengasuhan dan rasa berharga digunakan, peneliti melakukan beberapa proses untuk meyakinkan bahwa alat ukur tersebut layak untuk digunakan melalui uji validitas dan reliabilitas. Adapun proses pengujian untuk masing-masing alat ukur adalah sebagai berikut:

1. Skala pengasuhan

Skala psikologi dinilai valid jika isi dan makna yang terkandung didalam setiap itemnya sesuai dengan ranah isi konstruk yang dimaksud, yaitu pengasuhan. Pengujian validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Expert Judgement, berupa penilaian pakar atau ahli terhadap kesesuaian antara bagian-bagian tes dan konstruk yang diukur (Supratiknya, 2014) dan dalam penelitian ini review professional judgement dilakukan oleh dosen pembimbing skripsi terhadap komponen tes dengan konstruk yang diukur dan juga melihat jumlah item yang disusun apakah telah representatif atau belum.

(51)

Menurut Azwar (2013), item yang mencapai 0,30 memiliki daya beda yang memuaskan sehingga layak untuk digunakan. Peneliti juga menggunakan batasan nilai kritis tabel (

r

t) yakni 0,275 dalam menentukan kelayakan item. Hal tersebut

dilakukan untuk menghindari ketidakseimbangan jumlah item yang baik pada masing-masing komponen. Adapun blue-print yang baru setelah proses seleksi adalah sebagai berikut:

Tabel 5

Blue-print skala pengasuhan setelah uji coba

No Pengasuhan Favorable Unfavorable Jumlah

1 Perilaku 4 1 5(27% )

2 Pengkondisian 4 3 7(36% )

3 Penguatan 1 2 3(15%)

4. Perasaan 1 3 4(21% )

Total : 10 9 19 (100%)

(52)

telah diseleksi kelayakan itemnya, dan reliabel berdasarkan koefisien reliabilitasnya maka skala pengasuhan ini dapat digunakan dalam penelitian.

2. Skala rasa berharga

Tidak jauh berbeda dengan pengasuhan, skala rasa berharga dinilai valid jika isi dan makna yang terkandung didalam setiap itemnya sesuai dengan ranah isi konstruk yang dimaksud, yaitu rasa berharga. Pengujian validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penilaian expert judgement, review expert judgement dilakukan oleh dosen pembimbing skripsi terhadap komponen tes dengan konstruk yang diukur dan juga melihat jumlah item yang disusun apakah telah representatif atau belum.

Setelah item yang telah sesuai disusun, peneliti melakukan uji coba terhadap skala tersebut untuk melihat parameter kelayakan alat ukur yakni daya beda item dan reliabilitas. Daya beda item adalah sejauh mana item mampu membedakan individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2013). Daya beda item diwakili oleh koefisien korelasi item total (

r

ix).

Menurut Azwar (2013), item yang mencapai 0,30 memiliki daya beda yang memuaskan sehingga layak untuk digunakan. Peneliti juga menggunakan batasan nilai kritis tabel (

r

t) yakni 0,275 dalam menentukan kelayakan item. Hal tersebut

(53)

Tabel 6

Blue-print skala rasa berharga setelah uji coba

No Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1 Kelayakan diri 7 9 16(73% )

2 Menghargai diri sendiri &org lain 2 1 3(13% )

3 Penting tidaknya diri bagi orang lain 1 2 3(13%)

Total : 10 12 22

Ke-22 item yang telah diseleksi kemudian diuji reliabilitasnya melalui teknik analisis Alpha Cronbach dengan program SPSS 16.0 for Windows. Hasil pengujian reliabilitas skala rasa berharga setelah seleksi item adalah 0.819, maka dapat dikatakan bahwa skala rasa berharga yang digunakan dalam penelitian ini memiliki reliabilitas yang cukup dan dapat diterima. Setelah diketahui bahwa skala rasa berharga ini valid, telah diseleksi kelayakan itemnya, dan reliabel berdasarkan koefisien reliabilitasnya maka skala rasa berharga ini dapat digunakan dalam penelitian.

G. Teknik analisis data

(54)

1. Uji Asumsi a.) Uji Linearitas

Uji linearitas digunakan untuk melihat apakah kedua variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak. Kedua variabel dinyatakan memiliki hubungan yang linear apabila nilai signifikansinya <0,05 (Santoso,2010). Apabila nilai signifikansinya >0,05 maka kedua variabel tidak memiliki hubungan yang linear. b.) Uji Normalitas

Dalam penelitian ini digunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov yang bertujuan untuk mengetahui apakah data dalam variabel yang akan dianalisis berdistribusi normal. Apabila nilai signifikansinya > 0,05 maka data tersebut berdistribusi normal.

2. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis menggunakan uji korelasi Spearman dengan SPSS 16.0 dengan demikian dapat diketahui hubungan antar variabel. Peneliti menggunakan jenis uji hipotesis ini karena tidak adanya hubungan yang linear antara variabel pengasuhan dan rasa berharga.

(55)
(56)

39

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan penelitian

Persiapan penelitian dimulai dengan peneliti menyusun dua skala yaitu pengasuhan dan rasa berharga. Setelah selesai peneliti mengadakan peer-review atas kedua skala ini. Peer-review merupakan proses penilaian terhadap skala yang dilakukan oleh beberapa orang dan kemudian skala tersebut diberi kritik dan masukan. Peneliti memilih beberapa teman mahasiswa dan lima anak berusia 11-12 tahun untuk menilai kedua skala. Setelah siap dibagikan, peneliti mengurus ijin penelitian di beberapa sekolah dasar swasta dan negeri. Dari sekian sekolah hanya ada dua sekolah yang akhirnya memberi ijin untuk diadakan penelitian.

B. Pelaksanaan penelitian

(57)

C. Hasil penelitian

1.) Deskripsi data penelitian

Statistik deskriptif berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono, 2008). Deskripsi data penelitian digambarkan melalui perbandingan skor mean teoritik dan skor mean empirik.

Tabel 7

Deskripsi data penelitian

Pengasuhan Rasa berharga

Mean Empirik 63 43

Mean Teoritik 48 55

(58)

2.) Uji asumsi

Sebelum melakukan uji statistik dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian perlu dilakukan uji asumsi untuk menentukan teknik statistik yang sesuai. Uji asumsi dalam analisis korelasi adalah uji linearitas dan normalitas. Berikut ini merupakan gambaran hasil dari kedua uji asumsi tersebut.

Tabel 8

Hasil uji asumsi linearitas pengasuhan dan rasa berharga

ANOVA table

Sig

Pengasuhan * between (combined) .443

Rasa berharga Groups linearity .286

Deviation from linearity .450

(59)

Tabel 9

Hasil uji asumsi normalitas pengasuhan dan rasa berharga

Kolmogorov-Smirnov Sig

Pengasuhan .222*

rasa_berharga .789*

Berdasarkan hasil uji normalitas menggunakan kolmogorv-smirnov diatas dapat diketahui bahwa pengasuhan dan rasa berharga sama-sama memiliki distribusi data yang normal. Hal ini dikarenakan nilai P > 0,05. Dimana pengasuhan memiliki nilai signifikansi sebesar .222 dan rasa berharga mempunyai nilai signifikansi sebesar .789.

3.) Uji Hipotesis

Tabel 10 Uji Hipotesis

Correlations

rasa_bhrga pengasuhan

Spearman's rho rasa_bhrga Correlation Coefficient 1.000 -.147

Sig. (1-tailed) . .099

N 79 79

pengasuhan Correlation Coefficient -.147 1.000

Sig. (1-tailed) .099 .

(60)

Peneliti menggunakan uji korelasi Spearman‟s Rho karena hubungan kedua

variabel yang tidak linear. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman pada tabel diatas dapat diketahui bahwa variabel pengasuhan dan rasa berharga tidak saling berkorelasi. Nilai signifikansi korelasi kedua variabel ini adalah .099 padahal kedua variabel dinyatakan berkorelasi apabila memiliki nilai signifikansi <0.05.

D. Pembahasan

Hasil uji asumsi linearitas antara pengasuhan dan rasa berharga menunjukkan bahwa keduanya tidak memiliki hubungan yang linear dengan nilai signifikansi linearity yang diperoleh sebesar .286 (<0,05). Nilai signifikansi uji normalitas pengasuhan sebesar .222 dan rasa berharga sebesar .789 dengan demikian keduanya memiliki distribusi data yang normal. Uji korelasi pada

penelitian ini menggunakan Spearman‟s Rho karena kedua variabel tidak memiliki

hubungan yang linear. Hasil uji korelasi Spearman‟s Rho menunjukkan bahwa

(61)

keduanya saling berhubungan. Akan tetapi mengapa hubungan positif antara pengasuhan dan rasa berharga tidak terbukti dalam penelitian ini? Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tidak terdapatnya hubungan positif diantara kedua variabel ini.

(62)

mampu menangkap makna yang tersirat bukan tersurat. Hal ini berarti individu tidak diharapkan untuk mengungkapkan emosi atau maksud dengan jelas dan secara langsung kepada orang lain. Meskipun tidak semua subjek berasal dari Yogyakarta namun mereka dibesarkan dan di sekolah dididik dengan nilai budaya setempat oleh sebab itu dengan seiring berjalannya waktu nilai-nilai tersebut terinternalisasi dalam kehidupan sehari-hari.

Tidak semua subjek dalam penelitian ini hidup dengan orang tuanya. Akan sulit bagi subjek dalam menilai bagaimana ayah atau ibunya mendidik dirinya apabila selama ini dia tidak tinggal bersama dengan orang tuanya. Beberapa subjek dalam penelitian ini dibesarkan oleh anggota keluarga lain seperti kakek, nenek, atau tante. Menurut penuturan salah satu kepala sekolah, anak-anak ini dibesarkan oleh anggota keluarga yang lain karena sang ayah/ibu bekerja di luar kota sehingga dititipkan pada sanak saudaranya. Ada juga subjek yang tidak mengetahui sama sekali identitas ayahnya karena ia lahir hasil dari hubungan diluar nikah. Terdapat pula subjek yang tinggal hanya dengan orang tua tunggal (ayahnya) karena sang ibu pergi meninggalkan dia dan ayahnya untuk melanjutkan hidup dengan laki-laki lain. Dengan demikian pengasuhan dari kedua orang tua tidak mesti menjadi tolak ukur dalam mempengaruhi rasa berharga anak karena lingkungan sosial anak tempat ia berelasi tidak hanya di tengah lingkungan keluarga, tetapi juga teman sebaya.

(63)

penting ia bagi mereka. Anak juga belajar melalui relasinya dengan teman-teman dan guru bahwa terlepas dari bagaimana kondisi saya; mereka menerima diri saya apa adanya. Hal ini sejalan dengan penelitian Roisman et al (2009) yang menemukan bahwa jika dibandingkan dengan pengalaman awal diasuh oleh primary care giver, seiring berjalannya waktu hubungan dengan teman sebaya akan mempengaruhi perkembangan seseorang dari berbagai sisi. Begitu juga dengan beberapa anak dalam penelitian ini tetap rajin ke sekolah, punya harapan dan cita-cita untuk menjadi orang yang bisa membantu sesama, tetap terlihat ceria ketika berada di dalam kelas lepas dari kondisi keluarga mereka masing-masing.

Jumlah jam kerja orang tua dapat mempengaruhi mereka dalam mendidik anaknya. Menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2013 sampai 2014 persentase pekerja yang bekerja lebih dari 48 jam dalam seminggu di daerah perkotaan meningkat dari 27.98% menjadi 31.10%. Dengan semakin meningkatnya tuntutan jam kerja yang semakin tinggi membuat waktu para orangtua dengan anaknya menjadi semakin berkurang. Padahal intensitas berinteraksi dengan anak merupakan hal yang penting bagi perkembangan anak, sama seperti yang disampaikan oleh Erikson (1963) bahwa bahkan ketika perkembangan kognitif seorang anak belum begitu kompleks ia juga mulai mampu untuk menilai dan belajar apakah lingkungan sekitarnya ramah dan memuaskan atau membuatnya frustasi.

(64)

dan rasa berharga. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa nilai signifikansi uji asumsi linearitas yang didapat sebesar .286 padahal kedua variabel dapat dinyatakan memiliki hubungan yang linear apabila nilai signifikansinya <0,05.

Meskipun dalam penelitian ini pengasuhan dan rasa berharga tidak terbukti saling berkorelasi positif bukan berarti keduanya benar-benar tidak ada hubungan atau kaitannya sama sekali. Peran orang tua tetaplah sangat penting dalam perkembangan tiap aspek dalam kehidupan anak. Meski begitu terdapat pula berbagai faktor yang tetap mempengaruhi orang tua dan hubungan dengan anaknya.

E. Keterbatasan penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, jumlah subjek penelitian yang terbatas dikarenakan sulit untuk mendapat ijin dari sekolah untuk melakukan penelitian pada siswa-siswi kelas 6 sekolah dasar yang akan segera mengikuti ujian nasional. Kedua, jumlah aitem pada kedua skala yang tidak terlalu banyak karena mempertimbangkan ketahanan dan tingkat konsentrasi anak dalam mengerjakan soal (hasil diskusi dengan guru dan kepala sekolah). Ketiga, dalam penelitian ini peneliti tidak melakukan pendalaman mengenai latar belakang para siswa-siswi terlebih dahulu sehingga data yang ada terbatas pada keadaan pengasuhan dan rasa berharga anak.

(65)
(66)

49

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini yaitu terdapat hubungan positif antara pengasuhan dan rasa berharga ditolak. Hasil uji korelasi spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara keduanya. Dengan demikian hasil-hasil penelitian terdahulu yang mengemukakan bahwa pengasuhan dan rasa berharga pada anak saling berhubungan tidak bisa dibuktikan dalam penelitian ini.

(67)

B. Saran

1. Bagi orang tua

Pemberian kasih sayang dan perhatian pada anak tanpa melupakan disiplin merupakan hal yang dibutuhkan oleh anak. Dengan begitu anak tidak hanya tumbuh dengan keyakinan bahwa dia dikasihi dan diterima apa adanya, tetapi juga dia sadar dan tahu untuk selalu menghargai orang lain.

2. Bagi instansi pendidikan

Bagi instansi pendidikan khususnya bapak dan ibu guru diharapkan untuk selalu mendukung anak didiknya dan juga mengajak anak didiknya untuk terbuka terhadap keadaan dirinya. Menjadi pendengar yang baik bagi anak didik sekaligus mendukung anak tersebut untuk tetap maju melalui kegiatan belajar mengajar.

3. Bagi peneliti selanjutnya

(68)

51

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi. Pustaka Pelajar: Yogyakarta Berk, L. (2013). Child Development Ninth Edition. PHI Learning Private Limited:

Delhi

Cooley, C. H. (1902). Human nature and the social order. New York: Schribner‟s. Crocker & Knight (2005). Contingencies of self-worth. Current Directions in

Psychological Science, 200-203.

Dian (2013). Konsep perilaku manusia. Diambil 14 Februari 2016, dari

http://dianhusadanuruleka.blogspot.co.id/p/konsep-perilaku-manusia.html.

Erikson, E.H. (1963). Childhood and society (2nd ed.). New York: Norton

Firestone (9 Mei 2014). Self-worth. Diambil Maret 2016, dari

www.psychalive.org/self-worth.

Gilston (2013). Reinforcements. Diambil 14 Februari 2016, dari http://study.com/academy/lesson/reinforcements-in-psychology-definition-examples-quiz.html

Hariyanto (28 Januari 2010). Pengertian harga diri menurut Stuart & Sundeen (1991). Diambil Maret 2016, dari belajarpsikologi.com/pengertian-harga-diri.

Harter., Waters., & Whitesell (1998). “Relational self-worth: differences in perceived worth as a person across interpersonal contexts among

(69)

Heffner, C. L. (15 Mei 2004). Successful parenting skills that shape children‟s behaviors. Diambil maret 2016, dari

http://allpsych.com/journal/parentingskills/.

Hibbert (9 Maret 2013). Self-esteem VS self-worth. Diambil Maret 2016, dari www.drchristinahibbert.com/self-esteem-vs-self-worth

Kahle., Klingel. Kulka (1981). “A longitudinal study of adolescent‟s attitude -behavior consistency”. The public opinion quarterly, Vol 45 No 3, pp 402-414

Kelley Prince (5 Februari 2013). The difference between positive-negative reinforcement and positive-negative punishment. Diambil Maret 2016, dari

bcotb.com/the-difference-between-positivenegative-reinforcement-and-positivenegative-punishment.

Locke, R. 5 Parenting behaviors that are detrimental to a child‟s growth. Diambil

Maret 2016, dari

http://www.lifehack.org/articles/lifestyle/5-parenting-behaviors-that-are-detrimental-childs-growth.html.

Mathias, J. L. (2008). An investigation of self-esteem and its relation with parenting style and internalizing symptoms in preschool-aged twins. B.A. University of Missouri: St. Louis.

Pelham, B. W., & Swann, W. B. Jr. (1989). From self-conceptions to self-worth: on the sources and structure of global self-esteem. Journal of personality and social psychology 1989, Vol. 57, No. 672-680.

Sagung, A. A., & Tobing, D. H. (2014). Kebermaknaan hidup pada anak pidana di Bali. Jurnal Psikologi Udayana, Vol 1, No. 2, 322-334.

(70)

Steinberg., Lamborn., Dornbusch., & Darling (1992). “Impact of parenting practices on adolescents achievements, authoritative parenting, school

involvement, and encouragement to succeed”. Child Development, Vol 63 No 5, pp 1266-1281

Supratiknya, A. (2015). Metodologi penelitian kuantitatif & kualitatif dalam psikologi. Universitas Sanata Dharma: Yogyakarta

Suseno (1984). “Etika Jawa: sebuah analisa falsafi tentang kebijaksanaan hidup

jawa”. Jakarta: Penerbit PT Gramedia

Tribun News (2015). Anak tewas bunuh diri dalam lemari. Diambil April 2016, dari wartakota.tribunnews.com/2015.

Women‟s and children‟s health network (6 Agustus 2015). Being a parent: your

feelings. Diambil Maret 2016, dari

www.cyh.com/HealthTopics/HealthTopicDetails.aspx?p=114&np=99&id=1 684.

(71)

LAMPIRAN

1. Lampiran Hasil Uji Linearitas pengasuhan dan rasa berharga

(72)

2. Lampiran normalitas pengasuhan dan rasa berharga

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

parenting_style self_worth

N 79 79

Normal Parametersa Mean 61.8608 42.3291

Std. Deviation 5.23973 7.68735

Most Extreme Differences Absolute .118 .073

Positive .082 .073

Negative -.118 -.054

Kolmogorov-Smirnov Z 1.048 .652

Asymp. Sig. (2-tailed) .222 .789

a. Test distribution is Normal.

3. Lampiran Hasil Uji Korelasi pengasuhan dan rasa berharga

Correlations

rasa_bhrga Pengasuhan

Spearman's rho rasa_bhrga Correlation Coefficient 1.000 -.152

Sig. (2-tailed) . .180

N 79 79

pengasuhan Correlation Coefficient -.152 1.000

Sig. (2-tailed) .180 .

(73)
(74)

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items

.703 19

Case Processing Summary

N %

Cases Valid

79 100.0

Excludeda

0 .0

Total

(75)
(76)

VAR00022

40.5063 51.997 .446 .808

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items

.819 22

Case Processing Summary

N %

Cases Valid

79 100.0

Excludeda

0 .0

Total

(77)

6. Lampiran Kuesioner rasa berharga dan pengasuhan

SKALA

RASA BERHARGA & PENGASUHAN

Disusun oleh:

Tirzayana Theophillia Risakotta (109114045)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(78)

Nama : Kelas : Usia :

Terima kasih teman-teman karena telah bersedia untuk berpartisipasi dalam mengisi skala/kuesioner ini. Dalam skala ini terdapat 60 soal yang harus teman-teman jawab dengan jujur. Perlu diperhatikan bahwa tidak terdapat jawaban BENAR atau SALAH, oleh sebab itu teman-teman diminta untuk memilih jawaban yang sesuai dengan keadaan teman-teman-teman-teman dengan memberi tanda silang (X) pada salah satu pilihan di kertas lembar jawaban yang telah disediakan.

Contoh:

Pernyataan pada buku skala:

1. Saya selalu merasa percaya diri kapan pun dan di mana pun saya berada.

a. Sangat tidak setuju b. tidak setuju c. setuju d. sangat setuju

(79)

Bagian I RASA BERHARGA

1. Saya yakin bahwa ketika saya belajar dengan sungguh-sungguh sebelum ujian, maka saya akan mendapat nilai yang baik.

2. Saya selalu merasa gagal dalam beberapa pelajaran tertentu karena nilai yang buruk. 3. Tiap kali sebelum berangkat ke sekolah, saya akan sarapan terlebih dahulu.

4. Meskipun terkadang saya harus bermain sendiri setelah pulang dari sekolah, saya tidak merasa sedih.

5. Pada saat bertengkar dengan teman di sekolah, saya mampu untuk mengalah dan meminta maaf agar pertengkarannya selesai.

6. Pada saat berjalan, tiba-tiba teman saya secara tidak sengaja menginjak kaki saya, karena merasa sakit saya langsung berteriak memarahinya.

7. Saya merasa kurang nyaman ketika berbicara di depan umum.

8. Pada saat orang tua memberi tugas pada saya untuk membantu mereka, saya bisa menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan baik.

9. Saya merasa tidak berdaya pada saat ada masalah dan tidak ada seorang pun yang menolong saya.

10. Meskipun saya sudah merasa sangat lapar pada saat bermain Play Station (PS) dengan teman, saya lebih memilih untuk menunda makan.

11. Meskipun saya mengalami kesulitan dalam mempelajari hal baru, saya tidak pernah merasa minder.

12. Meskipun saya tahu berolahraga itu baik bagi kesehatan saya, namun saya jarang melakukannya.

13. Meskipun sudah belajar semalaman, saya masih belum bisa menyelesaikan soal kasus matematika yang diberi oleh guru.

14. Entah kenapa saya masih belum bisa menaklukan rasa takut saya terhadap rasa trauma yang pernah dialami.

(80)

16. Ketika melihat PR dari sekolah yang begitu banyak saya langsung menyerah dan membiarkannya begitu saja.

17. Meskipun merasa sedih atas nilai ujian yang jelek, saya menyemangati diri sendiri untuk kembali berusaha agar mendapat nilai yang lebih baik pada ujian berikutnya.

18. Teman-teman saya selalu menawarkan bantuan untuk membantu saya ketika mereka melihat saya mengalami kesulitan.

19. Pada saat merasa tidak sehat, saya langsung berinisiatif untuk meminum obat.

20. Pada saat minggu-minggu ujian saya akan belajar dari jauh-jauh hari karena saya kurang mampu mempelajari tiap materi semalam sebelum ujian.

21. Meskipun kata teman-teman di sekolah saya tidak pintar, tapi saya tetap bersemangat dan mau belajar.

22. Kata teman-teman dan guru, saya pintar, tapi bagi saya mereka hanya berbohong. 23. Saya merasa khawatir apabila orang-orang di sekitar saya cuek terhadap kehadiran saya. 24. Saya cenderung menyalahkan diri sendiri ketika dimarahi oleh orang tua.

25. Meskipun teman saya membuat saya kesal, saya tetap memaafkannya dan tidak membalas perbuatannya itu.

26. Saya tidak yakin orang tua benar-benar mengasihi saya karena mereka terlalu sibuk dengan pekerjaannya sendiri.

27. Saya tidak pernah tidur larut malam karena saya sadar besok ketika di kelas saya tidak akan mampu untuk berkonsentrasi dengan baik.

28. Saya tetap makan es krim meskipun sedang sakit flu/batuk.

Bagian II PENGASUHAN

1. Orang tua saya memberi kebebasan untuk memilih kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. 2. Orang tua saya selalu mengatakan pada saya pentingnya mengontrol emosi dan perilaku di

Gambar

Gambar 1. Kerangka penelitian
Blue print skala pengasuhan sebelum uji cobaTabel 1
Tabel 2 Penilaian skala pengasuhan
Tabel 3 Blue print skala rasa berharga sebelum uji coba
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji korelasi yang disajikan dalam Tabel 11 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara gaya pengasuhan authoritarian ibu dengan self esteem

Perilaku pengasuhan yang tergambar pada orang tua dengan anak merupakan usaha orang tua rangka mengurangi risiko timbulnya kekambuhan pada anak dengan riwayat skizofrenia

Perilaku pengasuhan yang tergambar pada orang tua dengan anak merupakan usaha orang tua rangka mengurangi risiko timbulnya kekambuhan pada anak dengan riwayat

Melihat faktor bergesernya pengasuhan, orang tua yang sibuk bekerja, pengasuhan anak oleh kakek nenek hanya sebatas mengawasi dan menjaga anak-anak, pengasuhan

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis gaya pengasuhan orang tua, perilaku bullying di sekolah, dan self-esteem anak usia sekolah; perbedaan variabel

Orang tua sangat berpengaruh dan sangat berperan aktif dalam pemantauan aktivitas anak ketika menggunakan smartphone, apalagi ketika anak berinteraksi dengan orang lain, orang tua

Berbeda dari beberapa orang tua yang ada, salah satu diantaranya LS nama samaran/inisal yang menerapkan gaya pengasuhan authoritarian dengan alasan karena gaya pengasuhan ini dapat

Oleh sebab itu, melalui kegiatan sosialisasi strategi pengasuhan anak sekolah dasar di masa pandemi covid-19 diharapkan dapat meningkatkan kemampuan orang tua dalam mendidik anak selama