SMP KRISTEN MAKEDONIA NGABANG KALIMANTAN BARAT
OLEH:
AYU DWI PERMATASARI
(802009111)
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
i
sekolah asrama SMP Kristen Makedonia Ngabang, Kalimantan Barat. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif, teknik pengumpulan data dilakukan dengan
observasi dan wawancara. Wawancara dilakukan berdasarkan aspek-aspek
Student
Adaptation to College Questionnaire (SACQ) oleh Baker dan Siryk (1989).
Partisipan penelitian ini adalah tiga siswa SMP Kristen Makedonia Ngabang,
Kalimantan Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persaingan dalam proses
belajar yang ketat membuat ketiga partisipan harus giat dan berusaha agar mereka
bisa mengikuti proses belajar dengan baik. Partisipan 1 dan 2 membutuhkan waktu
yang tidak lama untuk bisa bersosialisasi dengan baik, namun partisipan 3
membutuhkan waktu yang lama dalam bersosialisasi karena partisipan 3 merasa
dirinya dijauhi dan tidak diterima. Ketiga partisipan menghadapi masalah yang sama
di asrama, yaitu barang pribadi mereka sering digunakan tanpa izin dan bahkan
sampai hilang. Ketiga partisipan merasa fasilitas yang diberikan oleh sekolah sudah
cukup lengkap untuk membantu mengembangkan bakat dan minat mereka, sekolah
mendukung apa yang mereka inginkan, mereka menikmati setiap kegiatan yang
mereka lakukan. Hasil lain menunjukan bahwa orangtua partisipan memberikan
dukungan positif dengan berbagai cara.
ii
boarding school students Makedonia Christian Junior High School in Ngabang,
West Borneo. The data is collected using qualitative method that contains
observation and interview. The interview is done based on Student Adaptation to
College Questionnaire (SACQ) aspects which is proposed by Baker and Siryk
(1989). The respondents are three Makedonia Christian Junior High School students
in Ngabang, West Borneo. It turned out that the tough competition between the
students and their classmates helped to promote hard work and perseverance so that
they can perform better academically. Moreover, even though it took much time,
Participant 1 and 2 were able to adjust but participant 3 had a problem with the
adjustment because she felt as if her friends rejected, alienated, and were keeping
distance from her. Another point that struck me as interesting is the idea that the
problems they were facing are actually the same, their personal things are often
borrowed by their friends without their permission and lost. Since the participants
couldn’t recall who borrowed what, they had to let their things go. On the other
hand, all of the participants agreed that the school helped them to develop their
aptitudes and interests with the adequate facilities that are provided. Consequently,
all of the participants enjoy doing the activities held at the school. In addition, their
parents showed great support in different ways that inspire them to take charge of
their own academic journey.
PENDAHULUAN
Masa transisi pada remaja bersifat kompleks dan multidimensional, yang melibatkan perubahan di berbagai aspek kehidupan (Santrock, 2007). Transisi sekolah adalah perpindahan siswa dari sekolah yang lama ke sekolah yang baru yang lebih tinggi tingkatannya. Transisi siswa dari sekolah dasar ke sekolah menengah pertama menarik untuk diperhatikan. Pada dasarnya transisi tersebut adalah pengalaman normatif bagi semua siswa, tetapi hal tersebut dapat menimbulkan stres. Stres tersebut timbul karena transisi berlangsung pada suatu
masa ketika banyak perubahan pada individu yaitu fisik, sosial dan psikologis
(Blyth dkk, 1983; Eccles dan Midgely, 1990 dalam Santrock, 2002).
Perubahan pada masa remaja meliputi hal-hal yang berkaitan dengan citra tubuh, meningkatnya tanggung jawab dan kemandirian, perubahan dari struktur kelas yang kecil dan akrab menjadi struktur kelas yang lebih besar dan impersonal, peningkatan jumlah guru dan teman, serta meningkatnya fokus pada prestasi (Santrock, 2002). Perubahan-perubahan tersebut dapat menimbulkan stres pada masa awal sekolah (Widiastono, 2001). Penyesuaian diri di sekolah terhadap tuntutan dan perubahan tersebut diperlukan remaja sebagai mekanisme yang efektif untuk mengatasi stres dan menghindarkan terjadinya krisis psikologis (Calhoun dan Acocella 1990 dalam Wijaya, 2007). Keberhasilan penyesuaian sekolah oleh siswa pada tahun pertama menentukan penyesuaian sekolah di
tahun-tahun berikutnya (Wijaya, 2007).
mencakup prestasi akademik, pertumbuhan pribadi, dan prestasi di luar kelas seperti dalam seni, musik, kreativitas dan kepemimpinan. Penyesuaian sekolah melibatkan semua perilaku yang anak-anak gunakan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah (Gulay, 2011; dalam Adhiambo, Odwar, & Mildred, 2011). Sekolah memainkan peran penting dalam pengembangan remaja karena remaja menghabiskan sebagian besar hari di sekolah, terlibat dalam kegiatan ekstra kurikuler dan bahkan di rumah mereka terlibat dalam mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolah. Sekolah adalah lembaga yang memberikan
kontribusi untuk total proses pendidikan dan sosialisasi diarahkan pada perkembangan kepribadian seorang remaja (Greenbaum, 1974; dalam Shah & Sharma, 2012).
Sekolah memiliki dua tanggung jawab, yaitu untuk menghilangkan situasi yang menghasilkan ketidakmampuan siswa untuk menyesuaikan diri dan untuk mendeteksi perilaku yang tidak diinginkan dari seorang siswa dan cara memperbaikinya. Siswa baru di sekolah, seringkali bermasalah karena bergeser dari posisi atas atau senior di sekolah dasar ke posisi bawah atau junior di sekolah
yang baru atau disebut sebagai top-dog phenomenon (Blyth dkk, 1983 dalam
Wijaya, 2007).
untuk siswa SMP dan SMA. SKM juga menyediakan asrama untuk guru-guru dan karyawan yang mengajar dan bekerja, mereka tinggal dalam satu kompleks dengan asrama siswa dan sekolah, hal ini akan mempermudah siswa-siswi dalam belajar dan guru juga bertugas sebagai pengawas dan teman untuk anak-anak sewaktu berada di asrama. Siswa-siswi di SMPK Makedonia belajar sama seperti sekolah pada umumnya tetapi di sekolah asrama ini siswa-siswi juga diajak untuk melakukan pengembangan dalam sisi agama dan sosial.
Kegiatan untuk siswa dan siswi cukup banyak dan padat, mulai dari
akademik, pengembangan diri, ekstrakurikuler, dan kegiatan sosial untuk masyarakat sekitar kompleks sekolah. Kegiatan di SKM setiap harinya akan berlangsung dari jam 5 pagi sampai jam 10 malam, siswa-siswi berada di sekolah dari jam 7 pagi sampai jam 3 sore, dan jam 7 malam sampai jam 10 malam mereka akan belajar mandiri atau belajar kelompok. Siswa-siswi akan melakukan kegiatan di sekolah selama 5 hari dari hari Senin sampai hari Jumat, untuk hari Sabtu kegiatan yang dilakukan adalah olahraga bersama, bercocok tanam di kebun, melakukan kegiatan sosial, melakukan kegiatan agama dan mendapatkan kunjungan dari orang tua.
SKM mempunyai motto yang ditanamkan pada setiap siswa-siswi mereka
yaitu berilmu tinggi, beriman teguh, dan berkarakter terpuji. Siswa-siswi juga
dengan guru, hal ini dilakukan agar orangtua dapat mengetahui perkembangan akademik anak, perkembangan di asrama, dan kendala yang sedang dihadapi anak mereka, untuk mempererat hubungan antara orangtua siswa-siswi, siswa-siswi, guru, pegawai sekolah, dan pegawai asrama (berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah, guru dan salah satu siswa).
Bisa dilihat bahwa masuknya remaja ke sekolah asrama penting untuk diteliti karena sekolah asrama merupakan model sekolah yang memiliki tuntutan yang lebih tinggi jika dibanding sekolah pada umumnya. Penelitian yang
dilakukan pada siswi sekolah asrama di India menjelaskan adanya hubungan yang signifikan antara kematangan sosial dengan penyesuaian sekolah pada siswi sekolah asrama, dan juga adanya perbedaan penyesuaian diri dari setiap kelompok prestasi akademik tinggi, sedang, dan rendah (Shah & Sharma, 2012) disini terlihat bahwa siswa-siswi yang bersekolah di sekolah asrama membutuhkan penyesuaian sekolah. Ada penelitian yang dilakukan untuk melihat masalah perilaku, dukungan sosial, dan penyesuaian sekolah dari siswa sekolah asrama dan siswa sekolah biasa, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa sekolah asrama membutuhkan penyesuaian di sekolah, dukungan sosial dan hal yang berhubungan dengan perilaku dari pada siswa sekolah biasa (Leyla & Melike, 2006).
pembelajaran di sekolah. Pekerjaan dan pendidikan orang tua dari siswa-siswi juga mempengaruhi penyesuaian sekolah dari siswa-siswi. Penelitian lain yang melibatkan 4.500 siswa-siswi dari 52 sekolah ini dilakukan untuk melihat hubungan antara penyesuaian sekolah, gender, dan prestasi akademik. Hasil yang di dapat dari penelitian ini adalah tidak adanya hubungan signifikan antara penyesuaian sekolah dengan gender dan adanya hubungan yang signifikan antara penyesuaian sekolah dengan prestasi akademik sehingga semua siswa-siswi membutuhkan penyesuaian sekolah untuk bisa mencapai prestasi akademik yang
baik (Adhiambo, Odwar, & Mildred, 2011).
Penyesuaian sekolah terdiri dari berbagai aspek seperti academic
adjustment, social adjustment, personal-emotional adjustment, dan attachment
METODE
Desain Penelitian
Peneliti menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif dipilih sebagai metode penelitian dalam penelitian ini karena penelitian kualitatif digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (tanpa ada manipulasi peneliti).
Partisipan
Penelitian dilakukan di SMP Kristen Makedonia. Partisipan dalam
penelitian ini adalah 3 siswa SMP Kristen Makedonia, yaitu 1 remaja laki-laki dan 2 remaja perempuan, berusia 12 – 14 tahun.
Tabel 1. Gambaran Umum partisipan Penelitian
Keterangan Partisipan 1 Partisipan 2 Partisipan 3
Inisial nama GA AC RNT
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Perempuan
Tempat, tanggal
Agama Kristen Protestan Kristen Protestan Kristen Protestan
sekolah, sering mengeluh bahwa barang pribadi mereka sering digunakan tanpa izin bahkan sampai hilang. Partisipan 1 terlihah lebih nyaman saat berada di sekolah dari pada di asrama padahal partisipan 1 menjadi ketua asrama. Partisipan 2 sering marah-marah karena barangnya sering hilang. Asma yang idapnya juga sering kambuh karena itu partisipan 2 sempat bersikeras untuk pindah sekolah. Partisipan 3 lebih suka menyendiri dan kurang bisa berbaur dengan temannya. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan wawancara dan observasi. Mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya untuk memperoleh gambaran penyesuaian sekolah yang terjadi pada
partisipan, peneliti menggunakan aspek-aspek Student Adaptation to College
Questionnaire (SACQ) oleh Baker dan Siryk (1989) yang terdiri dari aspek-aspek
yaitu academic adjustment mengukur keberhasilan siswa dalam menghadapi
berbagai tuntutan pendidikan, untuk melihat sejauh mana siswa dapat memotivasi dirinya dalam belajar, mengerjakan tugas akademik, aplikasi (melihat seberapa besar usaha yang ditunjukan pelajar dalam proses akademik), prestasi, kepuasan
pelajar terhadap proses akademik di sekolah; social adjustment mengukur
keberhasilan siswa dalam menghadapi tuntutan antar pribadi-sosial yang melekat dalam kehidupan sekolah, keterlibatan siswa dalam aktivitas sosial, hubungan dengan orang lain, hubungan dengan keluarga (walaupun berjauhan), dan
kepuasan terhadap lingkungan; personal-emotional adjustment mengukur
sehat (sehat tidaknya fisik siswa, selera makan, berat badan, serta bisa tidaknya siswa menjaga kesehatan fisik); dan attachment mengukur tingkat kepuasan siswa terhadap sekolah secara umum dan perasaan tentang mengikuti proses belajar di sekolah. (Kurtz, Puher, & Cross, 2012).
Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif. Beberapa tahap dalam analisis data yakni menelaah seluruh data yang tersedia, melakukan reduksi data, melakukan kategorisasi dan penafsiran data
(Moleong, 2010). Untuk menguji keabsahan data dalam penelitian ini, menggunakan teknik triangulasi sumber dengan narasumber guru selaku wali kelas siswa.
HASIL PENELITIAN
Pengambilan data dilaksanakan di sekolah dengan 3 partisipan yang merupakan siswa-siswi SMPK Makedonia, penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran peyesuaian sekolah pada setiap siswa. Adapun aspek-aspek dari penyesuaian sekolah yaitu penyesuaian akademik, penyesuaian sosial, penyesuaian personal-emotional, dan attachment.
A. Penyesuaian Akademik
Tabel 2. Penyesuaian Akademik Partisipan
Partisipan 1 Partisipan 2 Partisipan 3
“Ada sih kak, tapi biasa
partisipan 1 dan 2 saat sakit dan tidak bisa masuk sekolah kadang teman tidak memberitahu bahwa ada catatan atau tugas yang harus dikerjakan sehingga mereka harus berusaha untuk bertanya dan meminjam catatan.
Hasil akademik yang didapat oleh setiap partisipan berbeda-beda, partisipan 2 mempunyai nilai akademik yang sangat baik namun dirinya belum puas karena masih ada teman yang lebih baik daripada dirinya. Menurut wali kelas, partisipan ada mempunyai prestasi yang baik terlihat bahwa partisipan 2 mendapat juara kelas. Partisipan 1 mempunyai nilai akademik yang cukup baik,
dan partisipan 1 merasa kurang paham dengan pelajaran matematika. Partisipan 1 mempunyai prestasi yang cukup baik menurut wali kelasnya, ia masuk sepuluh besar dalam kelas. Partisipan 3 mempunyai nilai akademik yang kurang karena ada beberapa mata pelajaran yang nilainya tidak memenuhi nilai ketuntasan dan menurut wali kelasnya saat pertama berada di SKM partisipan 3 dan beberapa teman dari Papua mengikuti martikulasi agar mereka bisa mengikuti dan memahami proses belajar di SKM.
kelas, bila ada waktu luang harus dimanfaatkan dengan mengerjakan tugas. Saat merasa malas untuk belajar ketiga partisipan akan bermain dan santai terlebih dahulu, setelah merasa lebih nyaman mereka akan mulai belajar. Cara yang dilakukan agar siap dan bisa mengerjakan tugas tepat waktu para partisipan akan membaca atau meminjam buku di perpustakaan, menyiapkan materi pelajaran untuk hari berikutnya, kemudian mereka akan mengerjakan tugas yang diberikan agar semua tugas bisa selesai tepat waktu.
B. Penyesuaian Sosial
Penyesuaian sosial mengukur keberhasilan siswa dalam menghadapi tuntutan antar pribadi-sosial yang melekat dalam kehidupan sekolah, keterlibatan siswa dalam aktivitas sosial, hubungan dengan orang lain, hubungan dengan keluarga (walaupun berjauhan), dan kepuasan terhadap lingkungan.
Tabel 3. Penyesuaian Sosial Partisipan
Partisipan 1 Partisipan 2 Partisipan 3
di gereja-gereja sekitar
Setiap partisipan memerlukan waktu yang berbeda-beda dan cara yang berbeda agar mereka bisa melakukan penyesuaian sosial dengan baik di sekolah maupun asrama. Setiap partisipan mempunyai cara masing-masing agar mereka bisa berteman dan bergaul dengan baik di asrama maupun sekolah, para partisipan merasa sudah nyaman di SKM dan bisa menikmati setiap waktu mereka di sekolah dan asrama. Partisipan 1, 2, dan 3 mengikuti kegiatan wajib yaitu pramuka dan ekstrakurikuler yang diadakan di sekolah, namun partisipan 2 dan 3 tidak selalu ikut kegiatan wajib dan ekstrakurikuler yang ada karena mereka mempunyai sakit asma dan maag.
Setiap partisipan aktif dalam mengikuti kegiatan yang ada di sekolah dan asrama, partisipan 1 dipercaya untuk menjadi ketua asrama di asrama putra SMP tidak hanya itu partisipan 1 juga ikut serta dalam pertandingan sepak bola dan volley yang dilaksanakan antar kelas, antar angkatan, maupun pertandingan
menurut wali kelas partisipan 1 karena partisipan 1 sudah menjadi ketua asrama dan sebagai ketua asrama banyak yang harus dikerjakan dan tanggung jawab yang diberikan sudah besar.
Partisipan 2 diberi kepercayaan untuk menjadi seksi kesehatan dalam kepengurusan kelas. Partisipan 2 juga menjadi seksi konsumsi dalam acara ulang tahun sekolah. Saat ada pertandingan volley antar kelas partisipan 2 ikut serta. Partisipan 3 biasanya ikut serta dalam pertandingan sepak bola perempuan, lari dan volley yang diadakan sekolah dan saat pertandingan persahabatan, partisipan
3 menyukai olahraga sehingga partisipan 3 banyak ikut serta dalam pertandingan olahraga yang ada di sekolah maupun asrama.
dengan mereka, partisipan merasa senang karena bisa melakukan banyak kegiatan secara bersama-sama dengan teman serta guru.
Partisipan 1 merasa dengan dirinya bersekolah di SKM, dia bisa lebih memanfaatkan waktu dengan baik karena saat partisipan 1 berada diluar SKM dirinya lebih banyak bermain dari pada belajar. Menurut partisipan 1 di SKM siswa dituntut untuk bisa membagi waktu mereka dengan baik karena banyak kegiatan yang harus mereka laksanakan, mendapatkan ilmu dan pengetahuan yang lebih baik dari pada dirinya bersekolah di luar SKM, mempunyai guru-guru yang
ahli di bidangnya masing-masing, bisa lebih mengerti dan paham dengan pelajaran yang diberikan karena saat mereka merasa tidak bisa dan membutuhkan penjelasan selalu ada guru yang siap menjelaskan karena guru-guru di SKM tinggal di lingkungan yang sama dengan siswa-siswi. Kegiatan yang dilakukan selalu melibatkan siswa-siswi dan guru sehingga terasa seperti keluarga, mempunyai teman yang selalu ada saat dibutuhkan tidak hanya menjadi teman bermain tapi juga menjadi saudara karena itu partisipan 1 sangat bersyukur bisa menimba ilmu dan menjadi bagian dari SKM.
dilakukan di SKM dilakukan secara bersama-sama dengan teman-teman dan guru. Selama di SKM partisipan 2 belajar menjadi lebih mandiri dan mengatur waktu dengan baik, bisa belajar dengan baik karena mempunyai guru-guru yang baik dan mau membantu, tidak ada waktu yang terbuang dengan sia-sia selama berada di SKM.
Partisipan 3 merasa senang bisa berada di SKM walupun awalnya sangat sedih karena harus meninggalkan orangtua serta keluarga untuk tinggal di pulau yang berbeda dan daerah yang sebelumnya tidak diketahui. Partisipan merasa
bahwa guru-guru di SKM mau membantu dia agar bisa menyesuaikan diri. Partisipan 3 menyukai fasilitas yang diberikan oleh sekolah dan asrama kepada siswa. Ia merasa bisa belajar dengan baik karena saat di Papua dulu dirinya jarang belajar. Ia senang berada di SKM karena jarak sekolah dengan tempat tinggal berdekatan tidak seperti di Papua yang harus menempuh perjalanan yang cukup melelahkan untuk bisa sampai ke sekolah.
C. Penyesuaian Personal-Emosi
Penyesuaian personal-emosi mengukur kesejahteraan psikologis pada
siswa (kestabilan emosi, tekanan, mengatur perasaan dan pikiran, dan kebimbangan) dan fisik yang menunjukan bahwa siswa sehat (sehat tidaknya fisik siswa, selera makan, berat badan, serta bisa tidaknya siswa menjaga kesehatan fisik).
Tabel 4. Penyesuaian Personal-Emotional Partisipan
Partisipan 1 Partisipan 2 Partisipan 3
sekarang ini partisipan 3 sudah bisa berbaur dengan teman-temannya. Partisipan 3 sering bercerita pada wali kelas bahwa teman-temannya menjauhi dirinya padahal dia merasa tidak mempunyai salah apa-apa terhadap teman-temannya, karena mendengar cerita dari partisipan 3 akhirnya wali kelas coba untuk berbicara pada teman-teman kelas partisipan 3 khususnya teman putri yang tinggal satu asrama dengan dia. Dari hasil triangulasi dengan wali kelas diketahui bahwa teman-teman partisipan 3 tidak menjauhi dirinya, tetapi ia sering menyendiri dan kurang mau berbaur dengan teman-temannya, karena hal ini wali kelas meminta kepada
teman-teman kelas partisipan 3 untuk mendekati partisipan 3 dan mengajak partisipan 3 untuk bermain. Wali kelas juga berbicara pada partisipan 3 untuk tidak pilih-pilih teman dan mendekatkan diri pada teman-temannya.
langsung menegur orang tersebut. Kadang ada juga barang yang harus mereka relakan untuk hilang karena tidak tahu siapa yang memakainya.
Ada hal yang biasa membuat marah para partisipan seperti saat barang mereka digunakan tanpa ijin dan barang mereka hilang. Perasaan lain yang dialami semua partisipan awalnya sering merasa sedih karena merindukan rumah dan orangtua, tidak dikunjungi orangtua saat waktu kunjungan sedangkan orangtua teman datang berkunjung karena ketiga orangtua partisipan tinggal jauh dari SKM. Saat ada jatah pulang atau liburan, partisipan 1 dan 2 akan merasa
senang karena bisa pulang untuk bertemu dengan orangtua dan saudara mereka. Berbeda dengan partisipan 3 yang tetap merasa sedih karena tidak bisa pulang untuk bertemu keluarganya karena jauh di Papua. Namun ada kebijakan dari sekolah dan asrama yang memberikan izin kepada siswa-siswi yang berasal dari Papua untuk bisa ikut ke rumah temannya dengan ketentuan bahwa orangtua teman mereka mengizinkan untuk mereka ikut. Hal ini membuat partisipan 3 cukup senang dan tidak terlalu bersedih hati. Saat ulangan atau kuis dan ketiga partisipan mendapatkan nilai bagus mereka akan merasa senang, dan mendapatkan kunjungan orangtua juga membuat para partisipan merasa bahagia.
jajan, sebelum tidur harus sikat gigi dan mencuci tangan-kaki, mencuci barang atau pakaian yang kotor.
D. Attachment
Attachment mengukur tingkat kepuasan siswa terhadap sekolah secara umum dan
perasaan tentang mengikuti proses belajar di sekolah. Tabel 5. Attachment Partisipan
Partisipan 1 Partisipan 2 Partisipan 3
udah terpenuhilah,
Semua partisipan pernah ingin pindah sekolah, karena alasan yang bermacam-macam seperti tidak betah tinggal jauh dari orangtua, ingin selalu berada dekat dengan orangtua, terlalu banyak kegiatan di SKM dan membuat waktu istirahat mereka kurang, banyak barang pribadi yang sering dipakai atau hilang, merasa tidak ada teman, dan masih adanya senioritas. Partisipan 1 tetap bertahan dengan keadaan yang ada karena menurut dirinya dia sendiri yang ingin bersekolah di SKM, dia juga tidak ingin menyusahkan orangtuanya, berusaha cuek dengan perlakukan yang tidak baik dan pada akhirnya dia bisa merasa nyaman dan tetap berada di SKM.
Partisipaan 2 sudah ingin pindah tapi orangtua dan guru mencoba menahan partisipan 2 agar tidak pindah karena menurut orangtuanya SKM adalah sekolah yang tepat untuk partisipan 2. Partisipan 2 mencoba untuk bertahan, orangtua partisipan juga meluangkan waktu untuk mengunjungi partisipan 2 agar partisipan 2 tetap betah, sekarang partisipan 2 sudah mempunyai banyak teman sehingga dia merasa nyaman di SKM, sekarang tidak merasa harus selalu berada di dekat orangtuanya karena ada guru dan teman yang selalu ada.
partisipan 3 berusaha membantu dan menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh partisipan sehingga sekarang partisipan mulai bisa terbuka dengan teman-temannya walaupun masih belum terlalu dekat. Partisipan 3 tidak bisa pulang ke Papua saat liburan sehingga orangtua partisipan mengusahakan untuk bisa mengunjungi partisipan saat liburan sekolah. Saat ini partisipan sudah mulai merasa nyaman dan bisa di terima di SKM, sudah mulai berteman dengan teman dari luar Papua.
Mereka juga merasa fasilitas yang diberikan oleh sekolah sudah cukup
lengkap untuk membantu mengembangkan bakat dan minat mereka, sekolah mendukung apa yang mereka inginkan, mereka menikmati setiap kegiatan yang dilakukan karena dilakukan secara bersama-sama dengan teman dan guru. Sikap dan perlakuan guru sekolah maupun asrama membuat mereka merasa nyaman, guru-guru dan karyawan baik serta memperhatikan mereka sehingga mereka tetap merasa nyaman walaupun jauh dari orangtua mereka.
Tabel 6. Penyesuaian Sekolah Partisipan
Aspek Partisipan 1 Partisipan 2 Partisipan 3
-Partisipan senang saat
Dari hasil 4 aspek di atas dapat dilihat bahwa partisipan 1 terkendala dalam proses belajar dan belum puas dengan nilai yang dia dapatkan, partisipan 1 belum bisa memanfaatkan waktu belajar di asrama dengan baik. Partisipan menikmati waktunya di SKM, mengikuti kegiatan yang ada dengan baik bahkan dirinya terpilih menjadi ketua asrama, tidak ada masalah yang berarti dengan lingkungan sosialnya. Saat di asrama partisipan 1 sering kesal dan marah karena teman-temannya susah untuk diberitahu, dan barang pribadi milik partisipan sering digunakan tanpa seizin dirinya. Awalnya partisipan 1 ingin pindah sekolah
karena masih adanya senioritas di asrama,nama partisipan 1 sering diejek oleh teman-temannya, dan barang partisipan sering hilang atau dipakai tanpa izin. Partisipan mencoba untuk bertahan karena dirinya suka dengan proses belajar di SKM dan partisipan juga yang ingin bersekolah di sini. Partisipan 1 merasa SKM adalah sekolah yang tepat untuk dirinya, partisipan 1 pernah melanggar peraturan yang ada dan diberi sanksi, menurut partisipan 1 paraturan baik adanya karena membantu mereka untuk disiplin, patuh, dan bertanggung jawab.
hilang. Saat awal-awal berada di SKM partisipan 2 ingin pindah karena asma yang dia derita sering sekali kambuh, saat itu dirinya belum bisa ngatur waktu dengan baik. Partisipan belajar untuk membagi waktunya agar bisa memanfaatkan waktu yang ada dengan baik, sehingga partisipan 2 mempunyai waktu istirahat dengan begitu asma yang diderita jadi tidak sering kambuh.
Partisipan 2 juga diingatkan agar tidak sering marah dan sabar oleh ibu partisipan karena menurut ibu partisipan barang yang dimiliki dirinya saat di asrama akan menjadi milik bersama sehingga partisipan 2 harus lebih bersabar
dan menerima apa yang terjadi, semakin lama berada di SKM partisipan 2 makin merasa nyaman dan bisa beradaptasi. Sekarangpun partisipan 2 sudah mempunyai banyak teman, hal ini membuat partisipan 2 tidak terlalu memikirkan keluarga di rumah. Partisipan 2 pernah melanggar peraturan yang ada dan dirinya mendapatkan sanksi, walaupun begitu menurut partisipan 2 peraturan sangat penting untuk mereka agar disiplin, mandiri, dan tentram.
Partisipan 3 kurang paham dan sering terkendala dalam proses belajar, nilai partisipan 3 juga tidak memuaskan. Saat awal-awal sekolah partisipan 3 dan
teman-temannya dari Papua mendapatkan martikulasi agar bisa mengikuti proses
membantu partisipan untuk bisa bersosialisasi dengan teman-temannya. Sekarang partisipan bisa bermain dan bercerita dengan teman-temannya, partisipan 3 merasa senang dan nyaman berada di SKM walaupun awalnya dirinya sering sekali menangis dan ingin pindah. Partisipan 3 pernah melanggar peraturan sampai mendapatkan surat peringatan dan sanksi karena sering tidur dan ribut saat jam belajar di asrama. Sekarang partisipan 3 berusaha untuk bisa mematuhi peraturan yang karena itu baik menurutnya, agar bisa disiplin, bertanggung jawab, dan bisa patuh.
Hasil triangulasi yang dilakukan dengan guru yang merupakan wali kelas partisipan. Menurut wali kelas, pembawaan partisipan 1 di sekolah maupun asrama sama tidak ada perbedaan dan sekarang partisipan 1 menunjukan perubahan kearah yang lebih positif bisa mandiri, bertanggung jawab, bisa mengarahkan teman-temannya maka bukti nyatanya adalah partisipan 1 terpilih untuk menjadi ketua asrama. Untuk proses belajar dan hasilnya partisipan 1 bisa dikatakan masuk ke rata-rata atau menengah, ia orang yang disiplin dan punya semangat untuk bisa lebih baik lagi, tidak malu bertanya bila mendapatkan kesulitan, tugas yang diberikan pasti selesai bagaimanapun caranya dan mau berusaha sehingga dalam proses belajar partisipan 1 tidak mempunyai masalah yang berarti.
kecil seperti lupa membawa buku catatan atau buku paket. Sikap partisipan 1 kepada orang yang lebih tua seperti kepada guru-guru, karyawan di sekolah dan asrama itu sikapnya sopan, hormat, patuh, dan tidak membantah, dengan teman-temannya ia bisa berbaur tetapi tidak ikut-ikutan, partisipan 1 tidak pernah bercerita kepada wali kelas bahwa pada waktu awal masuk sekolah dirinya pernah berpikiran untuk pindah.
Menurut wali kelas partisipan 2 adalah anak yang sopan, ramah, mudah bergaul dan bersosialisasi dengan teman dan guru, anak yang manja, bisa
beradaptasi dengan baik. Untuk prestasi partisipan 2 bisa dikatakan anaknya rata-rata keatas, prestasinya bagus dan bisa mengikuti proses belajar dengan baik di sekolah. Awalnya dia memang ingin pindah karena kalau diperhatikan juga dia dari keluarga yang mapan dan dimanja oleh orangtuanya, kemudian punya sakit bawaan asma, karena di SKM banyak kegiatan partisipan 2 sering capek dan jarang istirahat sehingga dia mau pindah sekolah karena tidak mampu menurut dia, namun orangtua partisipan tidak memberikan izin untuk pindah jadinya guru dan orangtua selalu berusaha mendukung dan menyemangati partisipan 2 agar tidak pindah sekolah, bulan-bulan pertama di SKM asma partisipan 2 sering kambuh tapi sekarang sudah jarang kambuh karena sekarang partisipan 2 sudah bisa membagi waktu dengan baik sehingga mempunyai waktu untuk beristirahat, partisipan 2 juga tidak mengikuti kegiatan yang terlalu menguras tenaga atau kegiatan yang terlalu berat.
Biasanya partisipan 2 bercerita pada wali kelas saat menghadapi masalah dengan teman tapi masalah biasa misalnya di ejek teman, di ganggu teman, walaupun jarang. Partisipan 2 pernah bercerita kalau di asrama ada kelompok-kolompok, ada kelompok yang suka suruh-suruh, perilaku mereka kasar dengan orang lain, dan dia tidak suka, terlepas dari itu semua partisipan 2 bisa bergaul dan berteman dengan siapa saja baik itu teman seangkatan maupun kakak kelas.
Menurut wali kelas partisipan 3, anaknya agak sedikit berbeda mungkin hal itu terjadi karena belum terbiasa dengan lingkungan di SKM. Partisipan 3
Awalnya partisipan 3 terlihat pusing, kaku, kaget dengan kegiatan belajar disini yang terlalu padat dan harus membiasakan diri untuk punya waktu belajar yang banyak. Partisipan 3 bercerita pada wali kelasnya kalau teman-temannya sering menjauhi dia dan tidak mau berteman dengan dia, sebenarnya saat awal-awal di SKM partisipan 3 sering menyendiri dan duduk dipojokan, tapi sekarang sudah mulai mau ada yang sama dia terus sehingga dia mulai mau terbuka dan bergaul dengan yang lain jadinya temannya sekarang bukan yang dari Papua saja tapi anak-anak yang dari Kalimantan Barat juga ada. Untuk kegiatan-kegiatan di
sekolah dan asrama partisipan 3 semangat untuk mengikutinya, sekarang di SKM ada program pembuatan waduk partisipan 3 semangat dengan kegiatan itu tapi kalau untuk belajar dia suka pusing. Partisipan 3 pernah melanggar peraturan tapi poin yang kecil, karena mereka juga masih belajar untuk bisa taat dan mematuhi peraturan yang ada.
PEMBAHASAN
Masa remaja adalah usia saat individu berinteraksi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan yang sama. Masa transisi pada remaja bersifat kompleks dan multidimensional, yang melibatkan perubahan di berbagai aspek kehidupan (Santrock, 2007). Perubahan yang terjadi pada ketiga partisipan adalah lingkungan sekolah, tempat tinggal (asrama) yang baru, pengajar dan teman baru, aturan dan irama kehidupan asrama, serta perubahan lain sebagai
akibat jauh dari orang tua. Sementara tuntutan yang harus dihadapi para partisipan adalah tuntutan dalam bidang akademik, kemandirian, dan tanggung jawab. Arkoff (dalam Abdullah, Elias, Mahyuddin, & Uli, 2009) mendefinisikan penyesuaian sekolah sebagai interaksi seseorang dengan lingkungannya dan mencakup prestasi akademik, pertumbuhan pribadi, dan prestasi di luar kelas seperti dalam seni, musik, kreativitas dan kepemimpinan.
Santrock (2003) mengungkapkan bahwa pada transisi sosial remaja mengalami perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain yaitu dalam emosi, dalam kepribadian, dan dalam peran dari konteks sosial dalam perkembangan. Membantah orang tua, serangan agresif terhadap teman sebaya, perkembangan sikap asertif, kebahagiaan remaja dalam peristiwa tertentu serta peran gender dalam masyarakat merefleksikan peran proses sosial-emosional dalam perkembangan remaja. Dari penelitian yang dilakukan terlihat bahwa ketiga partisipan sedang mejalankan proses transisi sosial.
mendengar orangtuanya ingin mengunjungi di waktu libur sekolah partisipan 3 merasa senang sekali.
Menurut Santrock (2003) teman sebaya (peers) adalah anak-anak
atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Jean Piaget dan Harry Stack Sullivan (dalam Santrock, 2003) mengemukakan bahwa anak-anak dan remaja mulai belajar mengenai pola hubungan yang timbal balik dan setara melalui interaksi dengan teman sebaya. Mereka juga belajar untuk mengamati dengan teliti minat dan pandangan teman sebaya dengan tujuan untuk
memudahkan proses penyatuan dirinya ke dalam aktifitas teman sebaya yang sedang berlangsung. Sullivan beranggapan bahwa teman memainkan peran yang penting dalam membentuk kesejahteraan dan perkembangan anak dan remaja. Mengenai kesejahteraan, Sullivan menyatakan bahwa semua orang memiliki sejumlah kebutuhan sosial dasar, juga termasuk kebutuhan kasih sayang (ikatan yang aman), teman yang menyenangkan, penerimaan oleh lingkungan sosial, keakraban, dan hubungan seksual. Partisipan lebih banyak berinteraksi dengan teman sebaya daripada keluarga di rumah karena ketiga partisipan tinggal di asrama bersama anak-anak lain yang bersekolah di SKM.
dengan teman sebayanya. Hal ini terjadi karena partisipan 3 tidak merasakan hubungan timbal balik yang seharusnya sudah dia dapatkan saat sekarang, partisipan 3 merasa bahwa dia kurang diterima oleh teman-temannya sehingga dijauhi. Partisipan 3 juga mengatakan bahwa teman-temannya kadang mengejek dia dan tidak mau mendengarkan pendapatnya saat ada kerja kelompok. Partisipan 3 merasa pada saat awal sekolah dirinya terkendala dalam berkomunikasi dengan teman sebaya dan guru-guru, kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan di Papua juga berbeda saat berada di SKM hal ini membuat partisipan 3 merasa asing dan
kurang nyaman. Kendala budaya terlihat di sini, namun guru-guru berusaha membantu partisipan 3 agar bisa bersosialisasi dengan baik dan menerima lingkungannya. Walaupun belum bisa sepenuhnya partisipan 3 sekarang sudah merasa lebih nyaman.
Partisipan 1 ingat bahwa dirinyalah yang ingin sekolah di SKM sehingga ia belajar untuk menjadi lebih mandiri dan mengatur waktunya dengan baik agar semuanya berjalan dengan baik. Saat kesusahan dalam belajar partisipan tidak segan-segan meminta bantuan kepada teman maupun guru bersangkutan agar dia mengerti dengan pelajaran tersebut, partisipan bertekad untuk membahagiakan orangtuanya sehingga dia mencoba untuk tetap berada di SKM, sekarang dia merasa nyaman dan menikmati waktunya di SKM.
Partisipan 2 tidak pernah jauh dari orangtuanya sehingga ia merasa berat
saat berada di SKM, namun ia tidak merasa sendirian karena ada dua kakak sepupu dan pamannya yang sudah berada di SKM terlebih dahulu. Asma partisipan 2 sering kambuh karena partisipan terlalu kelelahan, partisipan 2 mulai belajar untuk mengatur waktunya agar dia tetap bisa istirahat agar tidak terlalu lelah. Akhirnya partisipan 2 merasa nyaman dan menikmati keberadaannya di SKM, dia mempunyai banyak teman, dan senang karena semua kegiatan di SKM dilakukan secara bersama-sama.
dalam proses belajar, guru-guru membantunya agar bisa mengikuti proses belajar dengan baik, sehingga dia sekarang bisa merasa nyaman di SKM.
Hal yang sering dikeluhkan oleh anak-anak yang bersekolah di sekolah asrama adalah ingin pindah karena tidak bisa jauh dari orangtua atau merindukan keluarga dan orangtuanya sehingga mereka membutuhkan dorongan dan motivasi dari orang terdekat mereka. Partisipan mendapatkan dorongan positif dari orangtua dan guru-guru yang selalu memotivasi dan memperhatikan mereka, Menurut Friedman (1998) dukungan keluarga adalah dukungan antar keluarga
yang bersifat sportif yang dapat berupa bantuan langsung yang berkesinambungan dan terus-menerus sepanjang kehidupan. Partisipan 1 selalu mendapatkan dukungan dari keluarganya, bila ada waktu keluarga partisipan 1 akan mengunjungi dia pada jadwal kunjungan dan saat pertemuan orangtua mereka selalu datang. Orangtua partisipan 1 selalu memberikan wejangan dan nasihat kepada partisipan 1 saat pertisipan 1 bercerita tentang masalahnya di asrama.
partisipan 3 dan berbicara dengan partisipan 3. Saat natal 2014 kedua orangtua partisipan 3 datang ke SKM untuk mengunjungi partisipan 3 karena dia tidak bisa pulang ke Papua, saat libur panjang orangtua partisipan 3 berusaha agar bisa mengunjungi partisipan 3 di Kalimantan Barat.
Sering kali ketiga partisipan tidak terlalu paham dengan materi yang diberikan sehingga mereka harus melakukan sesuatu agar bisa paham dan mengerti dengan pelajaran yang mereka pelajari. Hal yang biasa mereka lakukan agar lebih mengerti lagi adalah belajar di perpustakaan, meminta bantuan pada
teman, dan juga meminta bantuan pada guru yang bersangkutan. Dengan belajar giat para partisipan bisa mendapatkan nilai dan prestasi akademik yang baik namun ketiga partisipan merasa bahwa hasil berupa nilai yang mereka dapatkan selama 1 semester belum memuaskan dan ada beberapa mata pelajaran yang
belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (kkm) yang sudah ditetapkan
sehingga mereka harus lebih berusaha dan belajar lebih giat lagi.
kegiatan yang lainnya, waktu luang yang ada tidak dibuang sia-sia namun digunakan untuk mengerjakan tugas atau belajar.
Hurlock (1999) menyebutkan untuk menjadikan remaja mampu berperan serta dan melaksanakan tugasnya tidaklah mudah, karena masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Agar penyesuaian diri yang dilakukan terhadap lingkungan sosial berhasil (well adjusted), maka remaja harus menyelaraskan antara tuntutan
yang berasal dari dalam dirinya dengan tuntutan-tuntutan yang diharapkan oleh lingkungannya, sehingga remaja mendapatkan kepuasan dan memiliki kepribadian yang sehat. Setiap partisipan aktif mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh sekolah dan asrama. Banyak kegiatan yang bisa diikuti oleh setiap partisipan baik itu kegiatan sosial, kegiatan keagamaan, OSIS, kepengurusan kelas dan kepanitiaan, tetapi ada kegiatan yang tidak bisa diikuti oleh partisipan 2 dan 3 karena mereka mempunyai sakit bawaan sehingga tidak diwajibkan untuk ikut. Setiap partisipan berusaha untuk bisa berteman dan berhubungan baik dengan orang-orang yang berada di SKM baik itu teman seangkatan, kakak dan adik kelas, guru-guru, serta karyawan sekolah dan asrama. Oleh karena itu setiap siswa memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima oleh satu sama lain dan untuk mempengaruhi dan dipengaruhi oleh satu sama lain (Kitzrow, 2003).
melakukan penyesuaian diri juga terjadi pada remaja yang memasuki lingkungan sekolah baru. Di SKM partisipan bertemu dengan orang dari berbagai latar belakang, hal ini membuat setiap partisipan bisa bersikap dengan baik pada orang lain. Dengan bertemu orang banyak, partisipan diharap bisa mengontrol emosi mereka dengan baik agar tidak membuat orang lain marah atau salah paham. Masalah yang sering kali muncul di SKM adalah ada orang yang menggunakan bahkan mengambil barang milik orang lain, dan kadang masih ada senioritas yang terjadi padahal siswa-siswi sudah diingatkan dan diberikan pengertian bahwa
senioritas kurang baik. Setiap partisipan berusaha untuk bersikap baik dan mau membantu teman yang sedang butuh bantuan, bersikap baik dengan guru dan karyawan. Para partisipan berusaha untuk tidak melanggar peraturan dan menaati peraturan yang ada. Saat ada orang yang menggunakan barang milik mereka, yang akan dilakukan adalah berusaha untuk menenangkan diri dan sabar karena setiap partisipan sudah diingatkan oleh orangtua mereka untuk tidak cepat marah karena saat tinggal di asrama barang pribadi bisa menjadi milik bersama.
berteman dengan mereka, partisipan merasa senang karena bisa melakukan banyak kegiatan secara bersama-sama dengan teman serta guru.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, diketahui bahwa ketiga partisipan awalnya tidak bisa melakukan penyesuaian dengan baik, banyak kendala yang dihadapi oleh ketiga partisipan. Setiap partisipan mempunyai prestasi akademik yang berbeda dan kemampuan akademik yang berbeda, namun mereka mempunyai masalah yang sama yaitu saat mereka sedang sakit atau tidak
bisa masuk sekolah karena ada halangan kebanyakan dari teman kelas mereka tidak memberitahu bahwa ada catatan atau tugas dari guru sehingga mereka harus bertanya dan kadang langsung menemui guru bersangkutan untuk bertanya. Hal ini terjadi karena ketatnya persaingan dalam proses belajar siswa.
Saat awal berada di SKM semua partisipan merasa tidak betah dan ingin pindah, alasan mereka adalah tidak bisa jauh dari orangtua, banyak barang yang hilang, kurang waktu istirahat karena kegiatan yang banyak, tidak bisa bermain atau bersantai-santai, khusus di asrama putra masih ada senioritas yang dialami oleh partisipan 1, sakit yang sering kambuh dialami oleh partisipan 2 dan partisipan 3, partisipan 3 merasa bahwa tidak ada yang mau berteman dengan dirinya. Partisipan 3 merasa kurang nyaman dengan lingkungan barunya karena berbeda dengan lingkungan lamanya, perbedaan bahasa yang dihadapi dan kebiasaan-kebiasaan yang berbeda dengan tempatnya dulu.
merasa nyaman dan betah berada di sekolah asrama, dan menikmati proses belajar yang ada di SKM. Partisipan 1 tetap bertahan dengan keadaan yang ada karena menurut dirinya dia sendiri yang ingin bersekolah di SKM, dia juga tidak ingin menyusahkan orangtuanya, berusaha cuek dengan perlakukan yang tidak baik dan pada akhirnya dia bisa merasa nyaman dan tetap berada di SKM. Partisipaan sudah ingin pindah tapi orangtua dan guru mencoba menahan partisipan 2 agar tidak pindah karena menurut orangtuanya SKM adalah sekolah yang tepat untuk partisipan 2.
Partisipan 2 mencoba untuk bertahan, partisipan juga mengingat bahwa saat dinyatakan lulus tes dan bisa masuk ke SKM partisipan merasa senang, orangtua partisipan juga meluangkan waktu untuk mengunjungi partisipan 2 agar partisipan 2 tetap betah, sekarang partisipan 2 sudah mempunyai banyak teman sehingga dia merasa nyaman di SKM, sekarang tidak merasa harus selalu berada di dekat orangtuanya karena ada guru dan teman yang selalu ada. Partisipan merasa sampai sekarang dirinya kurang bisa di terima oleh teman-temannya, partisipan juga tidak bisa jauh dari orangtuanya. wali kelas partisipan 3 berusaha membantu dan menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh partisipan sehingga sekarang partisipan mulai bisa terbuka dengan teman-temannya walaupun masih belum terlalu dekat.
di SKM. Ketiga partisipan mengikuti kegitan yang dilakasanakan dengan baik dan senang karena semua kegiatan yang dilakukan di SKM semuanya dilakukan secara bersama-sama. Partisipan 1 masih kurang merasa nyaman saat berada di asrama karena senioritas yang terjadi, partisipan 2 merasa senang karena sekarang dirinya sudah mempunyai banyak teman dan sakit yang dideritanya sudah tidak sering kambuh. Partisipan 3 lebih merasa nyaman berada di SKM daripada saat pertama masuk, partisipan 3 sudah mempunyai beberapa teman dan tidak hanya berteman dengan teman dari Papua saja. Namun partisipan 3 masih terkendala
dengan proses belajarnya karena masih ada beberapa nilai mata pelajarannya yang tidak memenuhi nilai kriteria ketuntasan minimal (kkm). Ketiga partisipan cukup puas dengan yang sudah diberikan oleh sekolah kepada mereka, mereka merasa fasilitas yang diberikan sekolah cukup membantu dalam mengembangkan bakat dan minat mereka.
SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, beberapa saran bagi pihak terkait antara lain:
1. Bagi orang tua
a. Orang tua harus tetap mengontrol dan memberikan dukungan kepada
anak walaupun jarang bertemu.
b. Bertanya masalah apa yang sedang dihadapi oleh anak dan membantu
mencarikan solusi yang terbaik.
c. Harus mempunyai hubungan dan komunikasi yang baik dengan anak,
2. Bagi wali kelas, guru beserta karyawan di sekolah dan asrama
a. Membuat program untuk bisa lebih dekat dan mengenal dengan baik
antara siswa-siswi kepada guru serta karyawan dan sebaliknya.
b. Sekolah membutuhkan guru BK untuk membantu siswa-siswi yang
menghadapi kendala baik itu di sekolah maupun asrama.
c. Saat dilakukan pertemuan orangtua pada minggu ke empat tiap
bulannya, libatkan siswa-siswi untuk ikut berkumpul di dalam kelas dan mendengarkan apa kendala yang sedang hadapi agar orangtua bisa
membantu mencari solusi juga sehingga tidak hanya guru yang berusaha menyelesaikan kendala dan masalah yang ada.
d. Perbedaan budaya yang dihadapi oleh siswa dari Papua perlu
mendapat perhatian lebih dari sekolah dan asrama.
3. Bagi penelitian selanjutnya
a. Memperdalam metode penelitian melalui observasi, melakukan
observasi di rumah saat para partisipan mendapatkan jadwal pulang maupun di asrama sehingga dapat mengetahui gambaran yang spesifik antara hubungan partisipan dengan orangtua dan orang-orang yang ada di lingkungan asrama.
b. Mengangkat masalah-masalah yang terjadi di asrama secara lebih
mendalam untuk menjadi penelitian.
c. Mempertimbangkan perbedaan budaya yang terjadi dalam penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. C., Elias, H., Mahyuddin, R. & Uli, J. (2009). Adjustment amongst
first year students in a Malaysian University. European Journal of Social
Sciences 8. Retrieved May 25, 2014.
Adhiambo, W. M., Odwar, A. J., & Mildred. A. A. (2011). The Relationship among Shool Adjustment, Gender and Academic Achievement amongst
Secondary School Students in Kisumu District Kenya. Journal of
Emerging Trends in Educational Research and Policy Studies 2. Retrieved April 17, 2014.
Baker, R.W., & Siryk, B. (1989). SACQ: Student adaptation to college
questionnaire manual. Los Angeles: Western Psychological Services. Retrieved October 16, 2014, from www.wpspublish.com
Beyers, W., & Goossens, L. (2002). Concurrent and predictive validity of the student adaptation to college questionnaire in a sample of European freshman students. Journal of applied Psychology, 62 (3), 527-538.
Hurlock, E. B. 1993. Psikologi Perkembangan suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E. B. 1999. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Kiuru, N., Nurmi, J., Aunola, K., Salmela – Aro, K. (2009). Peer group homogeneity in adolescents’ school adjustment varies according to peer group type and gender. Internasional Journal of Behavioral Development. Retrieved April 20, 2014.
Kitzrow, M. A. (2003). The mental health needs of today’s college student: Challenges and recommendations. NASPA Journal, 41, 167–181.
Leyla, A. K., & Melike, S. (2006). Three Different Types of Elementary School Students School Achievements, Perceived Social Support, School
Attitudes and Behavior-Adjustment Problems. Journal Educational
Sciences: Theory & Practice. Retrieved September, 27, 2014.
Lippman, L & Rivers, A. (2008). Assessing School Engagement: A Guide For
Out-Of-School Time Program Practitioners. Retrieved October 16, 2014, from www.childtrends.org
Moleong, L. J. (2005). Metodologi penelitian kualitatif (Edisi Revisi). Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Monroe, P. (2009). International encyclopaedia of education.(Ed.) New Delhi:
Cosmo Publications.
Ngeno, V. C., Simatwa, E. M.W., Soi, D. C. (2013). Determinants of Girl Students’ Academic Achievement in Mixed Day and Boarding Secondary
Schools in Kericho District: An Analytical Study. International Research
Journals. Retrieved May 17, 2014.
Poerwandari, E. K. 2013. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku
Manusia. Jakarta: LPSP3 UI.
Raju, M.V.R., & Rahamtulla, T. K. (2007). Adjustment Problems among School Students. Journal of the Indian Academy of Applied Psychology. Retrieved April 20, 2014.
Robinson, J. (2009). “International students and American university culture: Adjustment Issues”, Paper presented at the meeting of the Washington Area Teachers of English to Speakers of Other Languages Annual Convention, Arlington, VA.
Santrock. J. W. (2002). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup
(edisi kelima). Jakarta: Erlangga.
Santrock. J. W. (2003). Adolescence: Perkembangan Remaja (edisi keenam).
Jakarta: Erlangga.
Shah, J. K., & Sharma, B. (2012). A study on Social Maturity, School Adjustment and Academic achievement among residential school girls. Journal of Education and Practice. Retrieved April 20, 2014, from Ebsco.
Sharma, B. (2012). Adjustment and Emotional Maturity Among First Year College Students. Pakistan Journal of Social and Clinical Psychology. Retrieved March 17, 2014, from Ebsco.
Soledad, R. G. M., Carolina, T. V., Adelina, G. C. M., Fernanda, P. F. M. (2012). The Student Adaptation To College Questionnaire (SACQ) For Use With
Spanish Students. Psychological Reports: Measures & Statistics.
Retrieved 14 Oktober, 2014.
Sugiyono. 2012. Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Suryabrata, S. 2006. Psikologi pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Vallentina, Selvy. (2007). Perilaku Prososial Pada Remaja Ditinjau Dari
Keharmonisan Keluarga Dan Dukungan Sosial Teman Sebaya (Skripsi). Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang.
Wijaya, N. (2007). Hubungan Antara Keyakinan Diri Akademik Dengan
Penyesuaian Diri Siswa Tahun Pertama Sekolah Asrama SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan (Skripsi). Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.
Zazin, Nur. 2011. Gerakan Menata Mutu Pendidikan. Jogjakarta: Ar- Ruzz