• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN PENGETAHUAN NILAI MORAL MELALUI MEDIA MIND MAPPING PADA ANAK KELOMPOK B2 DI KB MUTIARA INSAN CENDEKIA BOYOLALI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN PENGETAHUAN NILAI MORAL MELALUI MEDIA MIND MAPPING PADA ANAK KELOMPOK B2 DI KB MUTIARA INSAN CENDEKIA BOYOLALI."

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENINGKATAN PENGETAHUAN NILAI MORAL MELALUI MEDIA MIND MAPPING PADA ANAK KELOMPOK B2 DI

KB MUTIARA INSAN CENDEKIA BOYOLALI

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Tenia Arraniri NIM 12111241050

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKANANAK USIA DINI JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v MOTTO

“Peace of minf produces right values, right values produce right thoughts. Right

thoughts produce right actions.”

(Mark Richardson)

“True knowledge gives a moral standing and moral strength”

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Sripsi ini dipersembahkan kepada: 1. Keluargaku

2. Almamater

(7)

vii

PENINGKATAN PENGETAHUAN NILAI MORAL MELALUI MEDIA MIND MAPPING PADA ANAK KELOMPOK B2 DI

KB MUTIARA INSAN CENDEKIA BOYOLALI Oleh

Tenia Arraniri NIM 12111241050

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan nilai moral anak melalui media Mind Mapping di Kelompok B2 KB Mutiara Insan Cendekia Boyolali. Penggunaan media Mind Mapping dapat merubah informasi mengenai nilai-nilai moral yang bersifat abstrak menjadi diagram gambar berwarna-warni, mudah diingat dan sangat beraturan dan sejalan dengan cara kerja alami otak anak.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan secara kolaboratif dengan subjek semua anak Kelompok B2 di KB Mutiara Insan Cendekia Boyolali Tahun Ajaran 2015/2016 sebanyak 13 anak. Desain penelitian yang digunakan adalah model Kemmis dan Mc. Taggart. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan wawancara dengan menggunakan lembar observasi dan pedoman wawancara. Analisis data yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif dan kuantitatif.

Hasil dari penelitian ini adalah pengetahuan nilai moral anak dapat ditingkatkan melalui media Mind Mapping. Tindakan yang diterapkan yaitu memanggil anak satu persatu kedepan kelas, mempersilahkan anak mengambil gambar yang benar tentang perilaku baik dan buruk serta tata tertib di sekolah, menanyakan kepada anak tentang gambar yang diambil serta menggali tingkat pengetahuan nilai moral anak, dan diakhiri dengan menempel dan mengklasifikasikan gambar pada media Mind Mapping. Peningkatan pengetahuan nilai moral anak ditunjukkan dengan data dari penelitian pra tindakan, di mana anak yang mencapai kriteria Berkembang Sangat Baik (BSB) sebanyak 2 anak (15,40%), sedangkan pada pasca Siklus I menjadi 7 anak (53,80%), selanjutnya pada pasca Siklus II meningkat menjadi10 anak (76,90%).

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpakan segala berkah, rahmat, serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “Peningkatan Pengetahuan Nilai Moral Melalui Media Mind Mapping pada Anak Kelompok B2 di KB Mutiara Insan Cendekia Boyolali”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tersusun atas bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Rektor yang telah memberikan fasilitas dan kesempatan untuk belajar di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan melaksanakan penelitian.

3. Ketua Jurusan PAUD FIP UNY yang telah memberi kesempatan penulis untuk menuangkan gagasan dalam bentuk skripsi ini.

4. Dr. Amir Syamsudin, M. Ag. selaku dosen pembimbing pertama dan Ibu Ika Budi Maryatun, M. Pd. selaku dosen pembimbing kedua yang dengan penuh kesabaran telah membimbing penulis sampai pengerjaan tugas akhir skripsi ini terlaksana dan terselesaikan dengan baik.

(9)

ix

6. Seluruh anak B2 KB Mutiara Insan Cendekia yang telah bersedia menjadi subjek penelitian.

7. Kedua orangtua tercinta penulis, Bapak Drs. Sri Teguh Widiyarto dan Ibu Eny Andayani, S. Ag serta adikku tercinta Hanum Zanuba dan Asyila Atlantisyah yang telah tulus memberikan doa, semangat, dukungan, dan fasilitas kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.

8. Orang-orang istimewa penulis (Jeffri, Rina, Ayuk, Dei, Tyas, Diyah, dan Aruni) yang dengan tulus selalu memberikan dukungan, semangat, doa, dan bantuan kepada penulis.

9. Seluruh teman-teman PG-PAUD FIP UNY Angkatan 2012 atas segala bentuk dukungan yang diberikan.

10. Semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan dan penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada mereka semua atas amal kebaikannya. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan dan semua pihak yang berkepentingan.

(10)
(11)

xi

C. Media Pembelajaran………...

1. Pengertian Media Pembelajaran……….. 2. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran………... 3. Klasifikasi Media Pembelajaran………. 4. Strategi PenggunaanMind mapping ……….

5. Langkah-langkah Membuat Mind Mapping ……….. 6. Penggunaan Mind Mapping dalam Meningkatan PengetahuanMoral

Anak………...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(12)

xii

C. Keterbatasan Penelitian……….. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan………

B. Saran………...

DAFTARPUSTAKA………

LAMPIRAN………...

104

105 106

(13)

xiii

Kisi-kisi Instrumen Pengetahuan Nilai Moral Anak…... Kriteria Perolehan Skor Rata-rata Pengetahuan Nilai Moral

Anak………

Rekapitulasi Data Pengetahuan Nilai Moral Anak

(14)

xiv

Contoh Media Mind Mapping... Alur Kerangka Pikir……….. Penelitian Tindakan Kelas Model Kemmis dan Mc. Taggart….. Grafik Hasil Observasi Pra Tindakan………... Grafik Pengetahuan Nilai Moral Anak pada Siklus I…... Grafik Perbandingan Hasil Observasi Pengetahuan Nilai Moral Anak pada Pra Tindakan dan Siklus I……….. Grafik Pengetahuan Nilai Moral Anak pada Siklus II…………. Grafik Peningkatan Persentase Kriteria Berkembang Sangat

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

hal Lampiran 1.

Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5.

Perijinan Penelitian dan Pernyataan Melakukan Penelitian…. Instrumen Penelitian……… Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH)………... Hasil Observasi Pra Tindakan, Siklus I, dan Siklus II………. Foto Kegiatan Penelitian………..

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu pendidikan telah berkembang pesat dan terspesialisasi. Salah satunya adalah Pendidikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang membahas pendidikan untuk anak usia 0-8 tahun. PAUD telah berkembang dengan pesat dan mendapat perhatian yang luar biasa terutama di negara-negara maju (Slamet Suyanto, 2005: 1). Untuk memahami pendidikan anak usia dini, pendidik perlu memperhatikan prinsip perkembangan anak. Maria J Wantah (2005: 7) menyatakan bahwa prinsip-prinsip yang juga disebut sebagai hukum perkembangan anak usia dini perlu dipahami orang tua dan guru agar mereka dengan mudah dapat mengerti keadaan serta kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan anak.

(17)

2

optimal dan kelak menjadi manusia dewasa yang berkualitas serta berguna bagi diri sendiri, keluarga, dan negara.

Anak usia dini merupakan individu yang mengalami tumbuh kembang dengan pesat di berbagai aspek perkembangan. Selain pertumbuhan dan perkembangan fisik motorik, sosial, emosional, kognitif, dan bahasa, perkembangan moral (termasuk kepribadian, watak, dan akhlak) juga berlangsung sangat pesat (Slamet Suyanto, 2005: 8). Hurlock (1978: 74) menyatakan moral berasal dari kata latin mores, yang berarti tata cara, kebiasaan, dan adat. Perilaku moral dikendalikan oleh konsep-konsep moral serta peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan suatu budaya yang menentukan pola perilaku yang diharapkan oleh anggota kelompok. Atkinson (dalam Sjarkawi 2006: 28) mengemukakan moral merupakan pandangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan. Kohlberg (1995: 64) mengatakan bahwa pendidikan moral sebaiknya dimulai sejak usia dini. Pendidikan moral sejak usia dini merupakan upaya preventif agar kelak ketika dewasa mereka dapat mengontrol perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral.

(18)

3

moral. Wawasan ini akan masuk dalam pemikirannya dan akhirnya menggerakkan kesadaran dalam dirinya kemudian anak akan meyakini sebagai sikap yang benar. Dharma Kesuma (2011: 72) berpendapat bahwa pengetahuan nilai moral merupakan kemampuan yang terbentuk setelah seseorang belajar mengenai teori-teori nilai (bukan peristiwa konkret), dengan caramemahami teori-teori-teori-teori tersebut termasuk cara pengaplikasiannya. Pengetahuan merupakan segi kognitif dari nilai moral.Segi kognitif tersebut perlu diajarkan kepada anak dengan membantu anak mengerti mengapa suatu nilai perlu dilakukan. Untuk meningkatkan kecerdasan moral anak usia dini, maka perlu adanya peran serta dari pendidik dalam menggunakan metode yang tepat dalam melaksanakan pembelajaran (Asri Budiningsih, 2004: 6).

(19)

4

moral anak disekolah dimulai dari sejauh mana pemahaman anak mengenai nilai-nilai moral tersebut. Akan tetapi, belum semua TK di Indonesia memberikan pendidikan moral di dalam proses pembelajarannya (Rahim & Rahiem, 2012). Dari pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa walaupun latar belakang pendidikan moral di lingkungan keluarga lebih dominan dalam pembentukan moral yang baik pada anak, namun pendidikan yang diberikan di kelembagaan pendidikan ikut berpengaruh bagi peningkatan pengetahuan tentang nilai-nilai moral tersebut.

(20)

5

dengan metode ceramah tersebut, anak tidak bisa memahami dengan jelas apa yang dikatakan oleh guru dikarenakan guru tidak menggunakan bantuan media pembelajaran apapun.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, terdapat anak dengan inisial Nau yang membuang sampah sisa makanan bekal di lantai kelas. Padahal pada observasi yang telah dilakukan sebelumnya, anak berinisial Nau tersebut sudah pernah diingatkan untuk membuang sampah pada tempatnya. Kemudian pada observasi ketiga, terdapat anak dengan inisial Nabadu mulut dengan Eve, kemudian ketika diperingatkan oleh guru, anak tersebut malah berani membentak guru dengan mengatakan, “koe ki ngopo e Bunda la Eve ra mbok seneni gur aku terus wae” yang artinya “Bunda kenapa kok aku terus yang dimarahi, sedangkan

Eve tidak pernah dimarahi”. Kemudian ketika guru meminta anak untuk saling

memaafkan anak mengatakan, “wegah butuhmen wegah” yang artinya “tidak mau

pokoknya tidak mau” sambil pergi meninggalkan guru. Selanjutnya penulis

mencoba bertanya mengapa anak tersebut membentak guru dan apakah anakmengetahui bahwa membentak guru serta mengucapkan kata-kata kasar itu tidak diperbolehkan karena kita sebagai murid harus menghormati guru. Kemudian anak tersebut menjawab,“yo oraopopo, ora ngerti” yang artinya,

“tidak apa-apa, tidak tahu”. Peneliti selanjutnya menanyakan kepada Nab yaitu

anak yang adu mulut tersebut, “Tahu tidak mengapa kita harus meminta maaf?” kemudian anak menjawab,“yo ora ngerti.La ngopo to Bun kok ndadak minta maaf

(21)

6

Dari pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa anak membentak guru karena kemauan dalam diri sendiri dan anak belum pernah mengetahui tentang aturan bagaimana harus bersikap baik dengan guru, bahkan anak terlihat acuh tak acuh dan menganggap bahwa perbuatannya adalah wajar. Kemudian peneliti menanyakan kepada guru tentang caramengembangkan pengetahuan nilai moral anak di KB Mutiara Insan Cendekia, guru mengatakan bahwa pengajaran moral hanya diajarkan sedikit dalam pembelajaran dan kebanyakan langsung kepada perbuatan rutin yang dilakukan setiap hari. Dalam menyampaikan pembelajaran moral, guru lebih kepada memberikan peringatan-peringatan kecil ketika anak melanggar nilai moral aturan sekolah yang telah ditetapkan. Padahal anak sangat membutuhkan media pembelajaran yang kreatif dan inovatif untuk menyerap makna dan maksud yang disampaikan oleh pendidik, terlebih lagi materi mengenai nilai-nilai moral yang sangat banyak dan perlu diketahui anak.

(22)

7

Menurut Azhar Arsyad, (2006: 4), Media pembelajaran adalah pembawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan untuk instruksional atau mengandung maksud-maksud pembelajaran. Hamalik (dalam Azhar Arsyad, 2006: 15) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan motivasi dan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap anak. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa media sangat membantu keefektifan proses belajar mengajar serta mampu memudahkan pendidik dalam menyampaikan pesan serta isi materi pembelajaran.

Mind Mapping merupakan salah satu media pembelajaran visual yang dapat diterapkan pada level anak usia dini dengan modifikasi-modifikasi yang disesuaikan dengan kemampuan anak. Levie & Levie (dalam Azhar Arsyad, 2006: 9) berpendapat bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali, dan menghubung-hubungkan fakta dan konsep. Menurut Buzan, (2008: 7). Mind Mapping merupakan cara mengembangkan kegiatan berpikir ke segala arah, menangkap berbagai pikiran dalam berbagai sudut. Mind Mapping

mengembangkan cara berpikir divergen dan berpikir kreatif. Mind Mapping yang sering kita sebut dengan peta konsep dapat mengubah informasi panjang menjadi diagram berwarna-warni dan gambar yang mudah diingat dan sangat beraturan serta sejalan dengan cara kerja alami otak.

(23)

8

degan hal tersebut, maka peneliti bermaksud untuk menerapkan media pembelajaran Mind Mapping untuk meningkatkan pengetahuan nilai moral anak kelompok B2 KB Mutiara Insan Cendekia. Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif antara guru kelas dan peneliti.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:

1. Guru di kelompok B2 di KB Mutiara Insan Cendekia Boyolali menjelaskan pengetahuan nilai moral secara verbal.

2. Anak kelompok B2 di KB Mutiara Insan Cendekia Boyolali belum mengetahui nilai-nilai moral yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Dalam pembelajaran nilai moral, guru kelompok B2 di KB Mutiara Insan Cendekia Boyolali belum menggunakan bantuan media pembelajaran sehingga anak masih menerka-nerka apa yang dikatakan guru.

C. Batasan Masalah

(24)

9 D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah yang dijelaskan di atas, dapat dirumuskan suatu rumusan masalah yaitu “Bagaimanakah meningkatkan pengetahuan nilai moral melalui media Mind Mapping pada anak kelompok B2 KB Mutiara Insan Cendekia Boyolali?”

E. Tujuan Penelitian

Berdarakan rumusan masalah, tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan nilai moral anak kelompok B2 KB Mutiara Insan Cendekia Boyolali melalui media Mind Mapping.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya atau menambah data tentang kajian ilmu pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan pengetahuan nilai moral anak usia dini.

b. Dapat memberikan informasi tentang penggunaan Mind Mapping dalam kegiatan belajar mengajar

c. Untuk menambah informasi bahwa dengan penggunaan Mind Mapping

(25)

10 2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru

1) Memperoleh pengetahuan untuk meningkatkan pengetahuan nilai moral anak.

2) Sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi guru dalam proses pembelajaran

3) Dapat menggunakan media Mind Mapping dalam proses pembelajaran b. Bagi Sekolah

1) Membantu sekolah untuk lebih berkembang dengan adanya guru yang bisa menyampaikan materi dengan baik

2) Dengan variasi metode pembelajaran inovatif akan meningkatkan efektifitas kegiatan belajar mengajar

c. Bagi Anak

1) Pengetahuan nilai moral anak semakin bertambah

2) Adanya motivasi anak untuk terus mengikuti kegiatan pembelajaran 3) Suasana pembelajaran lebih menyenangkan dengan adanya variasi media

pembelajaran

G. Definisi Operasional

1. Pengetahuan Nilai Moral Anak

(26)

11

indikator mampu tidaknya anak membedakan antara yang baik dan buruk serta mengetahui aturan maupun tata tertib yang berlaku di lingkungan sekolah maupun dirumah.

2. Media Mind Mapping

Media Mind Mapping yaitu media yang digunakan guru untuk menyampaikan materi berupa peta pikiran dengan topik utama di tengah dan dihubungkan dengan sub-sub topik menggunakan cabang. Mind Mapping dibuat dengan gambar, warna warni, kata, simbol dan garis. Dalam penelitian ini, Mind Mapping berfungsi untuk mengklasifikasikan nilai-nilai moral menggunakan gambar sehingga mudah dimengerti oleh anak.

3. Anak Kelompok TK B

(27)

12 BAB II KAJIAN TEORI A. Nilai Moral

1. Pengertian Nilai

Nilai atau value (Bahasa Inggris) atau valere (Bahasa Latin) berarti berguna, mampu akan, berdaya, berlaku dan kuat. Menurut Sjarkawi (2006: 29) nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dihargai dan dapat menjadi objek kepentingan. Ada empat nilai yang berkembang di masyarakat yang harus diperhatikan oleh guru yaitu nilai moral, nilai sosial, nilai undang-undang dan nilai agama.Sedangkan menurut Steeman (dalam Sjarkawi, 2006: 29) nilai adalah yang memberi makna kepada hidup, yang memberi titik tolak, isi dan tujuan. Nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi, yang mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang.

(28)

13

Muhaimin (1993:110) menyatakan nilai adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia atau masyarakat, mengenai hal-hal yang dianggap baik, benar dan hal-hal yang dianggap buruk dan salah.Linda dan Richard Eyre (dalam Sutarjo Adisusilo 2013: 57) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan nilai adalah suatu standar perbuatan dan sikap yang menentukan siapa kita, bagaimana kita hidup, dan bagaimana kita memperlakukan orang lain. Sedangkan menurut Abu Ahmadi (1994:202) nilai adalah seperangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan maupun perilaku. Sunarto & B. Agung Hartono (2008: 170) menyatakan bahwa nilai-nilai perlu dikenal terlebih dahulu kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru kemudian akan terbentuk sikap sesuai nilai-nilai yang dimaksud.

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi serta menjiwai tindakan seseorang serta berisi konsep baik maupun buruk yang berkembang di dalam masyarakat yang dijadikan alat untuk menentukan identiras seseorang dalam hal perilaku. Nilai sebagai pembimbing serta sebagai panduan dalam menentukan tingkah laku untuk mencapai tujuan hidup seseorang. Apabila nilai-nilai itu baik, maka bisa menjadikan orang lebih baik, menjalani hidup lebih baik, serta memperlakukan orang lain dengan lebih baik.

2. Pengertian Moral

(29)

14

dan cara hidup) Lorens Bagus (dalam Sjarkawi 2006: 27). Moral merupakan suatu nilai-nilai yang dijadikan pedoman dalam bertingkah laku (Fadlilillah, 2013: 68).Sedangkan Magnis Suseno (dalam Asri Budiningsih 2013: 24) mengatakan bahwa kata moral selalu mengacu pada baik dan buruknya manusia sebagai manusia sehingga bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikanya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolak ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang. Helden (dalam Sjarkawi, 2006:28) merumuskan pengertian moral sebagai suatu kepekaan dalam pikiran, perasaan, dan tindakan dibandingkan dengan tindakan-tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsip-prinsip dan aturan-aturan.

(30)

15

Frankena (dalam Deny Setiawan, 2013: 58) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan moralmencakup: (1) membantu peserta didikuntuk dapat mengembangkan tingkah-laku yang secara moral baik dan benar, (2) membantu peserta didik untuk dapat meningkatkan kemampuan refleksi secara otonom, (3) membantu peserta didik untuk menginternalisasikan nilai-nilai moral, norma-norma dalam menghadapi kehidupan konkretnya, (4) membantu peserta didikuntuk mengadopsi prinsip-prinsip universal, nilai-nilai kehidupan sebagai pijakan untuk pertimbangan moral dalam menentukansuatu keputusan, dan (5) membantu peserta didik untuk mampu membuat keputusan yang benar, bermoral, dan bijaksana. Sri Wening (2012: 57) menyatakan bahwa nilai moral diyakini dapat mendasari prinsip dan norma yang memandu sikap dan perilaku dalam hidup sebagai pembentuk karakter seseorang

Lickona (1991: 85) menekankan dalam menanamkan nilai moral terdapat tiga unsur penting yang perlu diperhatikan yaitu moral knowing, moral feeling,

dan moral action. Guru perlu memperhatikan ketiga unsur ini agar anak didik memahami nilai-nilai moral.

a. Moral Knowing (Pengetahuan Moral)

(31)

16

mengambil sudut pandang dari sudut pandang orang lain, melihat situasi sebagaimana seseorang melihatnya, membayangkan bagaimana seseorang mungkin berfikir, bereaksi dan merasakan sesuatu, d) moral reasoning (pemikiran moral) melibatkan pemahaman apa artinya menjadi bermoral dan mengapa harus bermoral. Mengapa penting untuk menepati janji, mengapa harus melakukan yang terbaik, mengapa harus berbagi dengan orang lain, e) decision making

(pengambilan keputusan) mampu untuk memikirkan salah satu jalan melewati masalah-masalah moral merupakan salah satu keterampilan yang mencerminkan kemampuan pengambilan keputusan, f) self-knowledge(pengetahuan pribadi) mengetahui diri sendiri adalah jenis pengetahuan moral yang paling sulit untuk didapatkan. Menjadi orang yang bermoral memerlukan kemampuan untuk meninjau lagi perilaku diri sendiri dan mengevaluasinya secara kritis.

b. Moral feeling (Perasaan Moral)

Terdapat beberapa aspek dari perasaan yang perlu dirasakan oleh seseorang untuk menjadi manusia yang berkarakter yaitu: a) conscience (hati nurani) memiliki dua sisi, sisi kognitifnya adalah tahu apa yang benar dan sisi perasaan emosionalnya adalah berkewajiban untuk melakukan apa yang di anggap benar. Banyak orang yang tahu apa yang benar tapi mereka merasa sedikit kewajiban untuk bertindak sesuai dengan kebenaran tersebut, b) self-esteem

(32)

17

pandang orang lain, d) self-control (pengenalan diri), emosi dapat terjadi karena berbagai alasan itulah mengapa pengendalian dirimembantu seseorang menjadi beretika, e)humanity( kerendahan hati) adalah kebijakan moral yang sering diabaikan padahal merupakan bagian terpenting dari karakter yang baik. Kerendahan membuat seseorang untuk bertindak mengoreksi kegagalan yang telah dilakukan.

c. Moral action (tindakan moral)

Perbuatan atau tindakan moral ini merupakan hasil (outcome) dari dua komponen moral lainya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang seseorang dalam perbuatan yang baik (act morality), maka harus dilihat tiga aspek lainya dari karakter yaitu: a) competence (kompetensi), kompetensi moral dapat diartikan memiliki kemampuan untuk mengubah penilaian dan perasaan moral ke tindakan moral yang efektif, b) will (keinginan) menentukan pilihan yang paling tepat dalam situasi moral biasanya sulit untuk dilakukan. Menjadi baik merupakan tindakan nyata dari sebuah keinginan, juga sebagai mobilisasi energi untuk melakukan apa yang harus dilakukan. Keinginan merupakan intik dari keberanian moral, c) habit (kebiasaan) dalam berbagai situasi, perilaku bermoral merupakan faedah kebiasaan. Orang-orang yang memiliki karakter baik akan melakukan hal yang benar dari kebiasaan yang dimiliki. Oleh karena itu, dalam pengembangan karakter harus di berikan kesempatan yang luas utuk mengebangkan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan mempraktikkan bagaimana menjadi orang.

(33)

18

tidaknya tindakan manusia. Moral dapat memberikan orientasi bagaimana seseorang harus melakukan suatu tindakan dalam hidupnya. Pendidikan moral memuat pandangan tentang nilai dan norma yang terdapat pada sekelompok manusia. Hal ini berarti pendidikan moral yang didapat seseorang akan dapat membantu orang tersebut dalam pembentukan moralitasnya. Dalam meningkatkan perkembangan moral, perlu adanya pendidikan moral yang dilakukan di rumah maupun di sekolah. Pendidikan moral harus mengembangkan penalaran, perasaan dan tindakan moral. Selain itu perlu adanya perhatian dari guru maupun orang tua untuk dapat memberikan stimulasi terkait dengan perkembangan moral anak sehingga anak lebih memahami tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan.

B. Pengetahuan Nilai Moral

1. Pengertian Pengetahuan Nilai Moral

(34)

19

antara yang baik dan buruk. Sedangkan pendapat Kohlberg (dalam Sutarjo Adisusilo, 2013:1) menyatakan bahwa perkembangan tingkat pertimbangan moral seseorang sangat berhubungan dengan tingkat intelegensi, pengetahuan tentang moral, kecenderungan harapan akan kondisi moral yang lebih tinggi dan kecakapan seseorang dalam memahami nilai-nilai kehidupan.

Piaget (dalam Sutarjo Adisusilo, 2013:20) berpendapat bahwa mengerti adalah suatu proses adaptasi intelektual dimana pengalaman dan ide baru diinteraksikan dengan apa yang sudah diketahui untuk membentuk struktur pengertian yang baru. Apabila pengetahuan moral menjadi penentu tingkah laku moral, maka pelatihan tingkah laku berdasarkan pertimbangan kognitif harus diajarkan kepada peserta didik supaya aspek perkembangan kognitif menjadi lebih dominan didalam bertingkah laku moral (Sutarjo Adisusilo, 2013:2). Hal senada juga disampaikan oleh Asri Budiningsih (2013: 6) bahwa pengetahuan moral merupakan segi kognitif dari nilai moral yang perlu diajarkan kepada anak dengan membantu anak untuk mengerti mengapa suatu nilai perlu dilakukan.

(35)

20

Kohlberg (dalam Asri Budiningsih 2013: 5) menyatakan bahwa pertimbangan moral merupakan faktor yang menentukan lahirnya perilaku moral.Oleh karena itu, menentukan perilaku moral dapat dilakukan dengan menelusuri pertimbanganya. Itu berarti mengukur moralitas seseorang tidak cukup hanya mengamati perilaku yang tampak, melainkan juga harus melihat pertimbangan moral yang melandasi keputusan perilaku moral tersebut. Menurut pendapat Beaar dan Richards (dalam Sutarjo Adisusilo, 2013: 3) Anak-anak yang memiliki tingkat pengetahuan moral yang rendah, secara signifikan menunjukkan lebih banyak menghadapi masalah perilaku moral daripada anak-anak yang memiliki tingkat pertimbangan moral lebih tinggi.

Dari berbagai pendapat mengenai pengetahuan nilai moral tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara tingkat pengetahuan moral dengan perilaku moral anak. Anak yang tingkat pengetahuan moralnya rendah menunjukkan perilaku moral negatif lebih tinggi daripada anak dengan pengetahuan moral yang tinggi, sehingga tinggi rendahnya tingkat pengetahuan moral seseorang, sangat menentukan baik dan tidaknya moralitasnya.

2. Perkembangan Nilai Moral pada Anak

(36)

21

salah dalam situasi sederhana dan meletakkan dasar bagi perkembangan hati nurani.Maria J Wantah (2005: 75) menyatakan bahwa pada anak usia 0 – 2 tahun pembelajaran lebih banyak berorientasi pada latihan aktivitas motorik dan pemenuhan kebutuhan anak secara proporsional. Pada anak usia antara 2 – 4 tahun pembelajaran moral lebih diarahkan pada pembentukan rasa kemandirian anak dalam memasuki dan menghadapi lingkungan. Sedangkan untuk anak usia 4 – 6 tahun pembelajaran moral diarahkan pada pembentukan inisiatif anak untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan perilaku baik dan buruk.

Piaget (dalam Maria J Wantah, 2006: 76) menyebutkan perkembangan moral terjadi dalam tiga fase yaitu fase absolut, fase realistis, dan fase subjektif. a. Fase Absolut

Anak menghayati peraturan sebagai suatu hal yang tak dapat diubah, karena berasal dari otoritas yang dihormatinya. Otoritas yang dimaksud adalah guru, orang tua, aparat pemerintah, pemimpin agama, dan masyarakat. Anak menaati aturan otoritas untuk menghindari penghukuman otoritas yang ada di luar dirinya. Di sini peraturan sebagai moral adalah obyek eksternal yang tidak boleh diubah.

b. Fase Realistik

(37)

22

berdasarkan dari kenyataan volume tinta terbuang dan kuantitas kerusakan.Disini hal yang dipandang seseorang untuk menentukan kesalahan bukan motif, maksud atau kesengajaan. Respons demikian disebut Piaget sebagai realisme moral (moral realism). Piaget berteori bahwa pengaruh utama bukanlah praktek orang tua melainkan interaksi timbal balik antara individu dengan sesamanya.

c. Fase Subjektif

Dalam fase subjektif anak memperhatikan motif atau kesengajaan dalam penilaian perilaku. Perkembangan moralanak dipengaruhi oleh upaya membebaskan diri dari ketergantungan pada orangtua, meningkatkan interaksi dengan sesama, dan berkontak dengan pandangan lain. Anak merasa bersalah atau tidak karena motif yang mendasari perilakunya. Dengan moral subjektif yang diterima diri (self accepted), anak menaati aturan untuk menghindari penghukuman kata hatinya.

Selanjutnya adalah tahap perkembangan moral menurut Kohlberg (dalam Ronald Duska, 1982: 59):

1) Tingkatan Pra-konvensional

(38)

23 Tingkatan ini dibagi menjadi dua tahap:

a. Tahap 1. Orientasi hukuman dan kepatuhan.

Akibat-akibat fisik dari tindakan menentukan baik buruknya tindakan itu, entah apapun arti atau nilai akibat-akibat itu bagi manusia. Menghindari hukuman dan tunduk pada kekuasaan (tanpa mempersoalkannya) mempunyai nilai pada dirinya bukan atas dasar hormat pada peraturan moral yang mendasarinya, yang didukung oleh hukuman dan otoritas.

b. Tahap 2. Orientasi relativis instrumental

Tindakan benar adalah tindakan yang ibarat alat dapat memenuhi kebutuhan sendiri atau kadang-kadang juga memenuhi kebutuhan orang lain. Hubungan antar manusia dianggap sebagaimana hubungan orang di pasar. Unsur-unsur sikap adil, hubungan timbal balik, kesamaan dalam ambil bagian sudah ada dan semuanya dimengerti secara fisis dan pragmatis. Hubungan timbal balik

manusia adalah soal “kalau kamu menggarukkan punggungku, saya akan

garukkan punggungmu”, bukanya soal loyalitas (kesetiaan) rasa terimakasih atau

keadilan.

2) Tingkatan Konvensional

(39)

24

loyal, sikap ingin menjaga, serta sikap ingin mengidentifikasikan diri dengan orang-orang atau kelompok yang ada di dalamnya. Terdapat dua tahap:

c. Tahap 3: Orientasi masuk kelompok “anak baik” dan “anak manis”. Tingkah laku yang baik adalah tingkah laku yang menyenangkan atau membantu orang-orang lain dan yang mendapat persetujuan mereka.Ada banyak usaha menyesuaikan diri dengan gambaran-gambaran yang ada pada mayoritas atau dengan tingkah laku yang dianggap umum.

Selanjutnya Abu Ahmadi (dalam M. Fadlilillah, 2013: 70) menyatakan perkembangan moral anak adalah:

a. Usia 1-4 tahun.

Pada tahap iniukuran baik dan buruk bagi seorang ank tergantung dari apa yang dikatakan oleh orangtua. Walaupun anak saat itu belum tahu benar hakikat atau perbedaan antara yang baik dan yang buruk itu. Sebab, saat itu anak belum mampu menguasai dirinya sendiri.

b. Usia 4-8 tahun

Pada tahap ini ukuran tata nilai bagi seorang anak adalah dari yang akhir atau realitas.Anak belum dapat menafsirkan hal-hal yang tersirat dari sebuah perbuatan, antara perbuatan disengaja dan yang tidak. Seorang anak hanya menilai sesuai dengan kenyataannya, tanpa melihat sebab atau alasannya.

c. Usia 8-13 tahun

(40)

25

perbuatan orang lain. Anak mulai dapat menghormati orang lain yang patuh, taat atau sebaliknya.

d. Usia 13-19 tahun

Seorang anak sudah mulai sadar betul tentang tata nilai kesusilaan. Anak akan patuh atau melanggar berdasarkan kepahamannya terhadap konsep tata nilai yang diterima. Pada tahap ini anak benar-benar berada pada kondisi dapat mengendalikan dirinya sendiri.

Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa anak usia4 – 6 tahun dalam pembelajaran moral diarahkan pada pembentukan inisiatif anak untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan perilaku baik dan buruk. Anak diharapkan mampu membedakan yang benar dan salah dalam situasi sederhana. Pembelajaran moral ditekankan pada persiapan anak dalam menghadapi lingkungan. Anak usia dini termasuk pada tingkatan Pra-konvensional yang mana pada tingkatan ini anak mengetahui bahwa terdapat peraturan serta penilaian baik-buruk, benar-salahdan mengartikannya sebagai sesuatu yang harus ditaati untuk menghindari hukuman.

3. Karakteristik Nilai Moral Anak Usia Dini

(41)

26

(Mursyid, 2005: 81). Pendapat tersebut diperkuat oleh Slamet Suyanto (2005: 67) yang menyatakan bahwa perkembangan moral anak ditandai dengan kemampuan anak untuk mengetahui dan memahami aturan,norma, dan etika yang berlaku.

Perkembangan aspek intelektualitas merupakan hal yang penting dalam memberikan pertimbangan-pertimbangan moral terhadap suatu perbuatan, apakah suatu perbuatan baik atau tidak baik untuk dilaksanakan. Aturan dan norma yang berlaku akan memberi tuntunan dan penerangan terhadap pemikiran, apakah suatu perbuatan diperkenankan atau tidak diperkenankan oleh aturan dan norma (Maria J. Wantah, 2005: 52).

Salah satu bentuk aturan yang diterapkan di ligkungan anak adalah tata tertib. Menurut Edi Hermawan (2009: 42), tata tertib berisi aturan yang yang dibuat agar hidup lebuh tertib dan teratur serta menjadi lebih disiplin. Anak harus mengetahui apa saja tata tertib yang ada dilingkungannya termasuk di sekolah. Tata tertib dibuat oleh pihak sekolah untuk ditaati oleh seluruh warga sekolah dengan tujuan supaya kegiatan belajar mengajar berjalan lancar dan tertib.

(42)

27

Dalam kurikulum 2013 penanaman nilai sikap dimulai dari mengenalkan anak dengan nilai yang baik dan seharusnya (knowing the good) kemudian dilanjutkan dengan mengajak anak untuk membahas untuk memikirkan dan mengeti mengapa ini baik dan itu tidak baik (thinking the good). Indikator pencapaian perkembangan perilaku baik yang pertama kali wajib diketahui oleh anak usia 5-6 tahun pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 146 tahun 2014 yaitu: (1) mengenal perilaku baik sebagai cerminan akhlak mulia, (2) mengenal kegiatan beribadah sehari-hari, (3) mengucapkan maaf, permisi, terima kasih, (4) mengenal perilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya (misal: tidak bohong, tidak berkelahi), (5) taat terhadap aturan sehari-hari untuk melatih kedisiplinan, (6) mendengarkan ketika orang lain/guru berbicara, (7) Mengetahui sikap jujur.

(43)

28

Indikator-indikator ini berfungsi sebagai penanda bahwa anak telah mengetahui nilai-nilai moral sesuai dengan yang diharapkan.

4. Mengembangkan Pengetahuan Nilai Moral

Sudiati (2009: 218) menyatakan untuk mengembangkan pendidikan nilai moral diperlukan beberapa metode, baikberupa metode langsung maupun tidak langsung. Metode langsung dimulai dengan penentuan perilaku yang dinilai baik sebagaiupaya indoktrinasi berbagai ajaran. Caranya dengan memusatkan perhatian secara langsung pada ajaran melalui mendiskusikan, mengilustrasikan, menghafalkan, dan mengucapkannya. Metode tidak langsung tidak dimulai dengan menentukan perilaku yang diinginkan, tetapi dengan menciptakan situasi yang memungkinkan perilaku yang baik dapat dipraktikkan. Keseluruhan pengalaman yang ada di sekolah harus dimanfaatkan untuk mengembangkan perilaku-perilaku yang baik.Syamsu Yusuf (2006: 134) mengatakan dalam mengembangkan pengetahuan nilai moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara sebagai berikut:

a. Pendidikan langsung, yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar dan salah, atau baik dan buruk oleh orangtua, guru atau orang dewasa lainya. Disamping itu, yang paling penting dalam pendidikan moral ini, adalah keteladanan dari orangtua, guru atau orang dewasa lainya dalam melakukan nilai-nilai moral

b. Identifikasi, yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku moral seseorang yang menjadi idolanya. (seperti orangtua, gutu, artis atau orang dewasa lainya)

(44)

29

Ronald Duska (1982: 113) menyatakan bahwa terdapat pedoman yang bisa digunakan pendidik dalam mengembangkan nilai moral yaitu:

a. Berusaha sungguh-sungguh untuk menciptakan kelas sebagai suatu lingkungan, di mana para warganya dapat hidup dan belajar bersama dalam suasana hormat menghormati.

b. Memberi kesempatan pada anak-anak untuk bersuara dalam menentukan aturan-aturan kelas

c. Memilih hukuman-hukuman yang hubunganya dengan pelanggaran, dan bila mungkin hukuman-hukuman yang menunjukkan kepada anak akibat-akibat tindakanya terhadap kelompok.

d. Dalam berdiskusi tentang pengalaman sehari-hari, bantu anak dalam memikirkan perasaan orang lain, baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun fiktif.

e. Berdiskusi dengan anak-anak di kelas apa yang mereka anggap sebagai tata cara dan hubungan-hubungan dalam kelas.

f. Mencari kesempatan untuk mendengarkan jawaban tiap anak terhadap pertanyaan tentang nilai-nilai moral dan pancinglah diskusi-diskusi yang akan menariknya ke penalaran tahap yang lebih tinggi.

Djahiri (dalam Muhammad Ali, dkk, 2007: 67) menyatakan terdapat pendekatan dalam pendidikan moral yaitu sebagai berikut:

(45)

30

b. Inculcation, yaitu pendekatan agar peserta didik menerima stimulus yang diarahkan menuju kondisi siap.

c. Moral Reasoning, yaitu pendekatan agar terjadi transaksi intelektual taksonomik tinggi dalam mencari permasalahan suatu masalah.

d. Value Clarification, yaitu pendekatan melalui stimulus terarah agar anak diajak mencari kejelasan isi pesan keharusan nilai moral.

e. Value Analysis, pendekatan agar anak dirangsang untuk melakukan analisis nilai moral.

f. Moral Awarness, yaitu pendekatan agar anak menerima stimulus dan dibangkitkan kesadaranya akan nilai tertentu

g. Commitment Approach, yaitu pendekatan agar anak sejak awal diajak menyepakati adanya suatu pola pikir dalam proses pendidikan nilai.

h. Union Approach, yaitu pendekatan agaranak sejak awal diajak untuk melaksanakan secara riil dalam suatu kehidupan.

(46)

31 C. Media Pembelajaran

1. Pengertian Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti

„tengah‟ atau „pengantar‟ (Azhar Arsyad, 2006:3). Rossi dan Breidle (dalam

Wina Sanjaya, 2008:204) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk tujuan pendidikan. Suatu alat yang digunakan dan diprogram untuk pendidikan, maka merupakan media pembelajaran.Gerlach & Elly (1971) mengartikan bahwa media adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat anak mampu memperoleh pengetahuan, ketrampilan, atau sikap. Latuheru (dalam Azhar Arsyad, 2006:4) mengungkapkan bahwa media sebagai semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan, atau pendapat sehingga sampai kepada penerima yang dituju.

Media pembelajaran membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran (Azhar Arsyad,

2006:4).Sementara itu, Gagne‟ & Briggs (dalam Azhar Arsyad, 2006: 4)

mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer.

(47)

32 2. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran

Wina Sanjaya (2008: 207-209) menyebutkan media pembelajaran mempunyai fungsi yang berperan sebagai berikut:

a. Menangkap suatu subjek atau peristiwa-peristiwa tertentu

b. Beberapa peristiwa maupun objek yang langka dapat diabadikan dngan foto, video maupun film. Guru dapan menjelaskan peristiwa tersebut apabila diperlukan. Guru dapat menjelaskan proses terjadinya suatu peristiwa seperti metamorfosis kupu-kupu, maupun gerhana matahari.

c. Memanipulasi keadaan, peristiwa atau objek tertentu.

d. Melalui media pembelajaran guru dapat menyajikan bahan pelajaran yang bersifat abstrak menjadi konkret sehingga lebih mudah dipahami dan mengurangi verbalisme. Media pembelajaran juga dapat membantu menampilkan objek yang terlalu besar dan tidak mungkin dihadirkan didalam kelas dan juga objek yang terlalu kecil yang sulit dilihat dengan menggunakan mata telanjang.

e. Menambah gairah dan motivasi belajar anak.

f. Penggunaan media dapat menambah motivasi belajar anak sehingga meningkatkan perhatian anak terhadap materi pembelajaran.

Menurut Kemp & Dayton (dalam Azhar Arsyad, 2006:21) manfaat media pembelajaran sebagai berikut:

a. Penyampaian pelajaran menjadi lebih baku.

(48)

33

media pembelajaran, setiap anak yang yang melihat atau mendengar penyajian pembelajaran dapat menerima pesan yang samasebagai landasan untuk pengkajian, latihan dan aplikasi lebih lanjut.

c. Pembelajaran bisa lebih menarik

d. Media dapat diumpamakan sebagai penarik perhatian dan membuat anak tetap memperhatikan. Kejelasan dan keruntutan pesan, warna-warna yang menarik, penggunaan media yang tidak biasa akan menimbulkan keingintahuan dan membuat anak berpikir sehingga semua anak merasa termotivasi dan meningkatkan minat anak dalam pembelajaran.

e. Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan diterapkannya teori belajar dan prinsip-prinsip psikologis yang diterima dalam hal partisipasi anak, umpan balik, dan penguatan.

f. Media dapat mempersingkat waktu pembelajaran karena media hanya memerlukan waktu yang singkat untuk mengantarkan pesan-pesan dan isi pelajaran dalam jumlah yang cukup banyak.

g. Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan apabila integrasi kata dan gambar sebagai media pembelajaran dapat mengkomunikasikan elemen-elemen pengetahuan dengan cara yang terorganisasikan dengan baik, spesifik, dan jelas.

Sudjana dan Rivai (dalam Azhar Arsyad, 2006:24) mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar anak yaitu:

(49)

34

b. Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat dipahami oleh anak dan memungkinkanya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran

c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga anak tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mrngajar pasa setiap jam pelajaran

d. Anak dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, meakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain

3. Klasifikasi Media Pembelajaran

Wina Sanjaya (2008: 211) dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi kedalam:

a. Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengarkan atau dapat mengeluarkan suara misalnya radio dan rekaman suara

b. Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat namun tidak mengandung unsur suara. Misalnya adalah slide, foto, transparansi, lukisan, gambar, dan bahan yang dicetak seperti media grafis

c. Media audiovisual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar sehingga dapat dilihat dan didengar, seperti film,

slide suara dan sebagainya.

Rudy Bretz (dalam Wina Sanjaya, 2008: 212) menyebutkan media pembelajaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Media audiovisual gerak, seperti: film suara, pita video, film tv. b. Media audiovisual diam, deperti: film rangkai suara.

c. Audio semigerak, seperti: tulisan jauh bersuara. d. Media visual bergerak, seperti: film bisu.

e. Media visual diam, seperti: halaman cetak, foto, microform, slide bisu. f. Media audio, seperti: radio, telepon, pita audio.

(50)

35 4. Kriteria Pemilihan Media Pembelajan

Azhar Arsyad (2002: 72-74) berpendapat ada beberapa kriteria yang patut diperhatikan dalam memilih media yaitu:

a. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media dipilih berdasarkan tujuan instruksional yang telah ditetapkan yang secara umum mengacu pada aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. Tujuan ini dapat digambarkan dalam bentuk tugas yang harus dikerjakan oleh anak.

b. Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip atau generalisasi. Media yang berbeda, misalnya film dan grafik memerlukan simbol dan kode yang berbeda sehingga memerlukan proses dan keterampilan berbeda untuk memahaminya.

c. Praktis, luwes dan bertahan. Kriteria ini menuntun para guru/ instruktur untuk memilih media yang ada, praktis, mudah diperoleh, atau mudah dibuat sendiri oleh guru. Media yang digunakan sebaiknya dapat digunakan kapanpun dan dimanapun serta mudah dibawa kemana-mana.

d. Guru terampil menggunakanya. Apapun media itu, guru harus mampu menggunakanya dalam proses pembelajaran. Nilai dan manfaat media amat ditentukan oleh guru yang menggunakannya. Sehingga perlu adanya penguasaan guru dalam mempelajari media pembelajaran tersebut.

(51)

36

f. Mutu teknis. Pengembangan visual baik gambar maupun fotografi harus memenuhi persyaratan teknis tertentu. Misalnya informasi pada slide harus jelas sehingga informasi yang ingin disampaikan menjadi jelas.

Wina Sanjaya (2008: 224) berpendapat dalam pemilihan media pembelajaran perlu memperhatikan di antaranya:

a. Pemilihan media harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Apakah tujuan tersebut bersifat kognitif, afektif, atau psikomotor. Setiap media memiliki tujuan dan karakteristik yang berbeda dan harus dipertimbangkan dalam pemakaianya.

b. Pemilihan media harus berdasarkan konsep yang jelas. Artinya media pembelajaran harus menjadi bagian integral dalam keseluruhan proses pembelajaran untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran anak c. Pemilihan media harus disesuaikan dengan karakteristik anak. Media

pembelajaran ada yang cocok dengan sekelompok anak namun tidak cocok untuk anak yang lain.

d. Pemilihan media harus sesuai dengan gaya belajar anak serta gaya dan kemampuan guru. Guru perlu memahami karakteristik gaya belajar setiap anak. Setelah itu guru bisa menyesuaikan dengan prosedur penggunaan media yang dipilih

(52)

37 D. Mind Mapping

1. Pengertian Mind Mapping

Femi Olivia dan Lita Ariani (2009: 25) mengatakan bahwa Mind Mapping

adalah sebuah metode visualisasi pengetahuan secara grafis untuk mengoptimalkan eksplorasi seluruh area kemampuan otak. Menurut Toni Buzzan (2008:4) Mind Mapping merupakan alat yang membantu otak untuk berfikir secara teratur. Mind Mapping merupakan cara yang paling mudah untuk mengambil informasi dari otak. Struktur alamiah Mind Mapping berupa radial yang memancar keluar dari gambar sentral.Mind Mapping menggunakan garis, lambang, kata-kata serta gambar dengan beberapa aturan yang sederhana dan akrab bagi otak.

(53)

38 Berikut adalah contoh gambar Mind Mapping:

Gambar 1

Contoh media Mind Mapping

Topik utama Mind Mapping berada di tengah-tengah kertas hal ini sangat menarik mata dan otak anak saat melihat.Selain terletak di tengah, pusat Mind Mapping ini juga berupa gambar yang kemudian mennyebar keluar dari tengah ke seluruh arah. Hal ini sesuai dengan cara kerja sel otak dalam membentuk jaringan dengan sel otak lainya. Oleh sebab itu, Mind Mapping sesuai dengan cara kerja alami otak Sutanto Windura (2008: 24). Anak mulai usia 4 tahun sudah dapat membedakan gambar dan mengimajinasikan atau mengartikan yang merupakan hal-hal dasar dalam Mind Mapping. Tulisan dan kata-kata bukanlah syarat utama yang harus ada dalam Mind Mapping. Bila sejak kecil anak dibiasakan menggunakan Mind Mapping, kapasitas otak anak akan bertambah. Anak akan terbiasa menghasilkan ide-ide serta terlatih memecahkan masalah maupun mencari solusi cara berfikir yang kreatif (Femi Olivia, 2008:7).

(54)

39

utama kemudian terdapat cabang-cabang yang merupakan sub-sub dari topik utama.Mind Mapping dapat membantu anak untuk mempersingkat waktu dalam menyelesaikan tugas pembelajaran menjadi lebih menarik serta materi yang disampaikan guruakan mudah dimengerti oleh anak.

2. Manfaat Mind Mapping

Menggunakan Mind Mapping di taman kanak-kanak memberikan berbagai manfaat dalam pembelajaran. Manfaat Mind Mapping menurut Tony Buzan(2008:9), yaitu:

a. Meringkas informasi atau materi yang luas.

b. Memudahkan membuat rencana perjalanan atau suatu pilihan. c. Mengumpulkan banyak data dan meletakkan pada satu tempat. d. Dapat memecahkan masalah dengan cara kreatif.

e. Menyenangkan untuk dilihat, dibaca, dipelajari, dan diingat.

SelanjutnyaFemi Olivia (2008:8) menyatakan bahwa manfaat Mind Mapping adalah:

a. Membantu untuk berkonsentrasi (memusatkan perhatian) dan lebih baik dalam mengingat

b. Meningkatkan kecerdasan visual dan keterampilan observasi c. Melatih kemampuan berpikir kritis dan berkomunikasi d. Melatih inisiatif dan rasa ingin tahu

e. Meningkatkan kerativitas dan daya cipta

f. Membuat catatan dan ringkasan pelajaran dengan lebih baik

g. Membantu mendapatkan atau memunculkan ide atau cerita yang brilian h. Meningkatkan kecepatan berpikir dan mandiri

i. Menghemat waktu sebaik mungkin

j. Membantu mengembangkan diri serta merangsang pengungkapan pemikiran

k. Membantu menghadapi ujian dengan mudah dan mendapat nilai yang lebih bagus

l. Membantu mengatur pikiran, hobi, dan hidup kita m.Melatih koordinasi gerakan tangan dan mata

n. Mendapatkan kesempatan lebih banyak untuk bersenang-senang o. Membuat tetap fokus pada ide utama maupun semua ide tambahan p. Membantu menggunakan kedua belahan otak yang membuat kita ingin

(55)

40 3. Kelebihan Mind Mapping

Setiap informasi baru yang masuk pikiran akan secara otomatis terhubungpada informasi yang sudah ada di otak. Semakin banyak informasi yang melekatpada memori di dalam otak, maka semakin mudah untuk mengingat informasiyang diperlukan. Dengan Mind Mapping, semakin banyak yang diketahui dandipelajari, akan semakin mudah untuk belajar dan mengetahui lebih banyak hal. Berikut kelebihan dalam menggunakan Mind Mapping menurut Tony Buzzan (2008: 13) antara lain:

a. Mind Mapping dapat mengambil kembali berbagai data yang telah disimpan didalam otak.

b. Mind Mapping membantu belajar, mengatur, dan menyimpan sebanyak mungkin informasi yang diinginkan, serta menggolongkan informasi tersebut secara wajar sehingga memungkinkan untuk mendapat akses daya ingat yang sempurna dari segala hal yang diinginkan

c. Dengan Mind Mapping, setiap informasi baru yang masuk akan secara otomatis mengaitkan diri kepada segala informasi yang sudah ada didalam otak.

d. Mind Mapping memudahkan untuk memancing keluar informasi yang diperlukan dengan semakin banyak memori informasi yang melekat di otak.

Femi Olivia (2008: 13) menyatakan bahwa keunggulan dari Mind Mapping adalah:

(56)

41

c. Dapat membuat catatan supaya tidak membosankan

d. Cara terbaik untuk mendapatkan ide baru serta merencanakan proyek

e. Alat berpikir yang asik karena membantu berfikir dua kali lebih baik, lebih cepat, lebih jernih dan dengan lebih menyenangkan.

Dari pendapat tersebut dapat ditegaskan bahwa kelebihan dari penggunaan media Mind Mapping di TK yaitu dapat membantu memudahkan anak dalam mencerna materi untuk dapat disimpan dalam otak denga cara yang menyenangkan dan mudah dipahami.

4. Strategi PenggunaanMind Mapping

Femi Olivia dan Lita Ariani (2009: 33-35) berpendapat untuk mengoptimalkan hasil belajar anak menggunakan media Mind Mapping, maka guru perlu menggunakan beberapa strategi diantaranya:

a. Citra (image atau gambar) yang mudah diingat anak. Dengan menyertakan gambar yang mudah diingat maka akan membuat anak merasa mudah ketika mengulang kembali materi yang sudah dipelajarinya, dan apa yang dilihat akan melekat pada memori anak.

b. Gunakan tampilan warna yang menarik (pola Mind Mapping serta permainan warna). Tampilan menarik serta warna yang mengundang perhatian akan membuat anak menjadi lebih bersemangat dan juga mengaktifkan fungsi otak kanan sehingga akan memberikan rasa nyaman, rileks dan tidak mudah jenuh. c. Lakukan latihan terlebih dahulu. Pemetaan pikiran seorang anak masih

(57)

42

berkembang sehingga anak perlu diberikan latihan dengan gambaran sederhana terlebih dahulu.

d. Melibatan anak dalam pembuatan Mind Mapping. Kita harus menghargai pandangan serta persepsi anak supaya anak percaya diri. Bilamana dirasa apa yang ada di pikiranya terlalu menyimpang, barulah kita membarikan pergertian bahwa ada pandangan lain yang dapat anak yakini.

e. Memberikan dukungan mental denga berbagai motto sukses seperti memegang

prinsip “AKU BISA!”. Berikan kepercayaan dengan mengatakan kepada anak

bahwa apabila anak yakin dapat melakukan sesuatu, maka pasti bisa.

Sedangkan menurutBuzan (2005: 76-77) beberapa hal yang dapat dilakukan dalam penggunaan Mind Mapping adalah sebagai berikut:

a. Menhadirkan Mind Mapping dalam perencanaan sesuatu maupun pembicaraan sederhana.

b. Pastikan memiliki persediaan bahan-bahan menarik untuk pembuatan Mind Mapping.

c. Menggunakan Mind Mapping untuk meringkas subjek apapun yang diminati oleh anak maupun sesuatu yang sedang ingin anak pelajari. Hal inidapat meliputi tema yang menarik dan menyenangkan untuk diolah.

d. Menggunakan Mind Mapping untuk membantu anak menemukan arti kepercayaan diri yang ada pada dirinya. Karyanya yang indah, statistik, penuh warna, saling terhubung, terpadu dan utuh.

(58)

43

f. Ketika anak tumbuh, Mind Mapping dapat diisi tentang diri sendiri dan dapat terus menerus dikembangkan dengan menambahkan cabang-cabang utama dan cabang-cabang berikutnya.

5. Langkah-langkah Membuat Mind Mapping Alat dan bahan:

a. Kertas gambar yang luas b. Pensil

c. Pewarna (crayon, spidol, stabilo, dll)

Femi Olivia (2008: 51-54) menyebutkan langkah-langkah membuat Mind Mappingadalah sebagai berikiut:

1) Sediakan kertas kwarto, A4 atau buku gambar A3. Gunakan selembar kertas kosong tersebut tanpa garis dan beberapa spidol aneka warna. Pastikan posisi kertas tersebut horizontal. Lalu buatlah sebuahgambar yang melambangkan subjek utama.

2) Buatlah beberapa garis tebal berlekuk-lekuk yang menyambung dari gambar di tengah kertas, garis ini mewakili ide utama mengenai suatu subjek. Cabang-cabangnya melambangkan sub topik utama. Cabang utama ini harus tebal (seperti halnya saat membuat cabang berpikir memencar yang juga harus tebal).

(59)

44

4) Setiap kata dalam Mind Mapping akan digarisbawahi atau berada di atas garis karena merupakan kata-kata kunci. Pemberian garis bawah menunjukkan tingkat kepentingannya.

5) Dengan penambahan sub topik lanjutan, dari setiap ide yang ada, anak bisa menarik garis penghubung lainnya yang menyebar seperti cabang-cabang pohon.

6) Tambahkan lebih banyak buah pikiran anak ke setiap ide tadi. Cabang-cabang tambahan ini melambangkan detail-detail yang ada.

Selain itu Tony Buzan (2005: 73-74) menyatakan panduan membuat Mind Mapping adalah sebagai berikut:

1) Ambil selembar kertas kosong tak bergaris berukuran A4 dan posisikan horisontal (landscape). Buat sebuah gambar sesuai topik utama yang telah dipilih. Gunakan setidaknya tiga warna dan gambar dengan sederhana namun dapat dipandang hal ini membuat otak dapat bekerja.

2) Buat beberapa garis penghubung yang tebal,melengkung dan merupakan cabang-cabang dari gambar inti. Tempatkan sebuah gagasan yang berkaitan dengan subjek utama pada masing-masing cabang tadi. Pilih warna yang berbeda untuk masing-masing gagasan dan gunakan berbagai jenis spidol mulai dari yang kecil sampai yang besar.

(60)

45

4) Gambar cabang-cabang kecil yang keluar dari subtopik-subtopik ini. Tambahkan cabang di setiap cabang menyerupai cabang-cabang pohon dan pastikan bahwa semuanya saling sambung.

5) Buat cabang-cabang yang lebih banyak jika dikehendaki, juga dengan variasi besar kecilnya huruf maupun variasi garis.

6) Buat gambar-gambar pada bagian yang dirasa perlu untuk memudahkan dalam berpikir.

Tony Buzan (2008: 21-23) berpendapat bahwa terdapat langkah-langkah dalam membuat Mind Mapping sebagai berikut:

1) Mulai dari bagian tengah permukaan kertas. Hal ini dimaksudkan apabila memulai dari tengah kertas akan memberikan keleluasaan bagi kerja otak untuk memancar keluar ke segala arah, mengekspresikan diri lebih bebas dan alami. 2) Menggunakan sebuah gambar sebagai gambar sentral. Karena suatu gambar

membantu anak untuk menggunakan imajinasi. Gambar yang letaknya ditengah akan tampak lebih menarik, membantu memusatkan pikiran dan membuat otak semakin aktif dan sibuk.

3) Menggunakan warna pada seluruh Mind Mapping. Bagi otak, warna-warna membuat Mind Mappingtampak lebih cerah dan hidup serta meningkatkan cara berfikir kreatif dan menyenangkan.

4) Menghubungkan cabang-cabang utama ke gambar sentral dan cabang-cabang selanjutnya. Otak akan jauh lebih memahami dan mengingat sesuatu apabila menghubungkan cabang-cabang.

(61)

46

6) Gunakan satu kata kunci per baris. Kata kunci tunggal akan menjadikan Mind Mapping lebih kuat dan flleksibel.

7) Menggunakan gambar di seluruh Mind Mapping. Setiap gambar, seperti gambar sentral bernilai seribu kata. Jadi apabila kita hanya memiliki 10 gambar saja pada Mind Mapping, hal ini sama dengan 10.000 kata yang terdapat dalam suatu catatan.

Dari langkah-langkah tentang membuat Mind Mappingyang disebutkan oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah membuat Mind Mappingyaitu: (1) menyiapkan alat dan bahan, (2) membuat topik utama yang digambar ditengah-tengah kertas, (3) kemudian dari tema tersebut diberi cabang-cabang untuk sub-sub topik yang akan dibahas, (4) memberikan kata kunci maupun gambar untuk memudahkan cara berfikir.

(62)

47

dapat melihat seluruh gambaran materi pembelajaran hanya dalam satu lembar kertas. Pengelompokkan materi semakin menarik bila ditampilkan dalam wujud visual.Dengan visualisasi materi, dipastikan lebih memudahkan anak untuk mengingat serta menyerap materi yang dipelajari.

Lia Yunita (2013: 2) berpendapat bahwa pengetahuan moral perlu ditanamkan kepada anak sejak usia dini, sebab usia dinimerupakan saat yang baik untuk mengembangkan kecerdasan moral anak. Sedangkan Wiwit Wahyunig, dkk (2003: 75) mengatakan bahwa menyampaikan nilai-nilai moral yang abstrak harus ditangkap anak dengan mudah. Bagaimana cara menterjemahkan pesan moral menjadi sesuatu yang sederhana, jelas, menarik serta dapat dipahami anak-anak merupakan tugas orang dewasa sebagai komunikator. Pemilihan berbagai media pembelajaran dapat membantu mengangkat suatu pesan tertentu yang akan disampaikan kepada anak.

Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Mind Mapping

(63)

48 B. Kerangka Berpikir

Usia dini merupakan usia di mana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Usia dini disebut sebagai usia emas (golden age). Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak. Aspek perkembangan pada anak terkait pada perkembangan fisik-motorik, kognitif, bahasa, nilai-nilai dan moral agama, seni dan sosial-emosional.Aspek-aspek perkembangan ini tidak berkembang sendiri-sendiri, tetapi terintegrasi menjadi satu kesatuan. Apabila satu aspek mengalami hambatan maka akan mempengaruhi aspek perkembangan lainnya. Pengetahuan moral yang diajarkan di sekolah, dapat berupa pengajaran mengenai nilai-nilai dalam kehidupan. Pengetahuan nilai moral sangat berguna untuk bekal anak dimasa depan dalam menentukan perilaku moral. Anak yang tidak mempunyai pengetahuan moral yang baik, akan lebih sering mengalami permasalahan yang berkaitan dengan tingkah laku.

(64)

49

adanya peran media pembelajaran dalam membantu guru dalam menjelaskan kepada anak sehingga materi dari guru dapat tersampaikan kepada anak serta anak dapat mencerna materi yang disampaikan. Dengan adanya media pembelajaran akan mengurangi pembelajaran secara konvensional serta dapat merangsang motivasi anak untuk belajar. Salah satu media yang dapat diterapkan adalah media

Mind Mapping.

(65)

50

Dari uraian di atas tentang penggunaan media Mind Mapping dalam

meningkatkan pengetahuan nilai moral anak dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2 Alur Kerangka Berpikir

F. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan maka hipotesis dalam penelitian ini yaitu pengetahuan nilai moral anak kelompok B2 KB Mutiara Insan Cendekia Boyolali dapat ditingkatkan melalui penggunaan media Mind Mapping.

Anak usia dini merupakan masa dimana anak dapat meningkatkan segala aspek perkembangannya

Pembelajaran nilai moral perlu mengggunakan media pembelajaran yang dapat menggambarkan nilai-nilai moral yang bersifat absrak

Dalam pembelajaran, guru di Kelompok B2 KB Mutiara Insan Cendekia Boyolali menyampaikan pengetahuan nilai moral dengan metode konvensional

(66)

51 BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakanpendekatan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Menurut Zainal Arifin (2011: 98) penelitian tindakan kelas adalah suatu proses penyidikan ilmiah dalam bentuk refleksi diri yang melibatkan guru dengan tujuan memperbaiki pemahaman tentang situasi atau praktik pendidikan, memahami tentang praktik yang dilakukan, dan situasi-situasi dimana praktik dilaksanakan. Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif antara guru kelas dan peneliti. Guru kelas sebagai kolaborator yang sekaligus mengajar didalam kelas dan mahaiswa sebagai peneliti. Kolaborasi dilakukan dalam rangka pemahaman, kesepakatan tentang permasalahan, pengambilan keputusan yang akan melahirkan kesamaan tindakan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

(67)

52

sekitar 5x5m tanpa meja dan kursi. Di ruang kelas terdapat lemari, rak mainan, rak sepatu dan tas, meja guru serta papan tulis.

Waktu penelitian dilakukan selama kurunwaktu satu bulan Mei hingga Juni Tahun Ajaran 2016.Selama waktu penelitian tersebut, peneliti berdiskusi dengan guru kelas dalam pembuatan RKH dan pembuatan media Mind Mapping, serta menyiapkan instrumen penelitian. Peneliti menggunakan instrumen lembar observasi dan pedoman wawancara untuk mengambil data, yaitu menyesuaikan jawaban anak dengan checklist yang selanjutnya dikaji dan dianalisis dengan tekhnik analisis data kuantitatif.

C. Subjek Penelitian

Muhammad Idrus (2009: 90) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan subjek penelitian adalah individu, benda atau organisme yang dijadikan sumber informasi yang dibutuhkan dalam pengumpulan data penelitian. Subjek dalam penelitian ini adalah anak kelompok B2 KB Mutiara Insan Cendekia dengan rentang usia 5-6 tahun yang berjumlah 13 dengan jumlah laki-laki 3 anak dan perempuan sebanyak 10 anak. Objek penelitian ini adalah pengetahuan nilai moral anak kelompok B2 KB Mutiara Insan Cendekia.

D. Desain Penelitian

(68)

53

Keminis dan Mc Taggart terdapat tiga tahap rencana tindakan, meliputi: perencanaan, tindakan dan pengamatan, dan refleksi (Suharsimi Arikunto, 2010:132). Penelitian model Kemmis dan Mc. Taggartdijelaskan dalam Gambar 3. sebagai berikut:

Gambar 3

Penelitian Tindakan Kelas Model Kemmis dan Mc. Taggart

Penjelasan alur dari Gambar 3.di atas adalah sebagai berikut: 1. Perencanaan

Sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan meinbuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran (media pembelajaran). Perencanaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

(69)

54

tema kebutuhanku dan subtema perilaku baik dan buruk pada minggu kedua. Setiap RKH memuat kegiatan Mind Mapping untuk meningkatkan pengetahuan moral anak.

2) Peneliti menyiapkan media Mind Mapping dengan ukuran sekitar 1x1m dengan tema lingkunganku dan topik utama Mind Mapping adalah tata tertib di sekolah. Sehingga tulisanyang paling besar adalah tata tertib di sekolah. Dari tema tata tertib di sekolah tersebut kemudian terdapat sub-sub topik dari tata tertib di sekolah yaitu berupa gambar-gambar datang tepat waktu, berbaris sebelum masuk kelas, membawa bekal minuman, memakai seragam, dan membuang sampah pada tempatnya. Kemudian tema yang kedua adalah perilaku baik dan buruk dengan sub-sub topik gambar menyayangi teman dan berkelahi, mendengarkan guru dan gaduh, minta maaf dan tidak mau meminta maaf .

2. Perlakuan dan pengamatan

Gambar

Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen Pengetahuan Nilai Moral Anak…................... 59
Gambar 1 Contoh media Mind Mapping
Gambar 2 Alur Kerangka Berpikir
Gambar 3 Penelitian Tindakan Kelas Model Kemmis dan Mc. Taggart
+7

Referensi

Dokumen terkait