• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMALISASI DISTRIBUSI BUAH PEPAYA DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS RANCAMAYA KOTA BOGOR JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OPTIMALISASI DISTRIBUSI BUAH PEPAYA DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS RANCAMAYA KOTA BOGOR JAWA BARAT"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMALISASI DISTRIBUSI BUAH PEPAYA

DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS RANCAMAYA

KOTA BOGOR JAWA BARAT

SKRIPSI

ANINDHA PARAMASTRI H34070129

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(2)

RINGKASAN

ANINDHA PARAMASTRI. Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya di Sub Terminal Agribisnis Rancamaya Kota Bogor Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan BURHANUDDIN).

Buah-buahan merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan untuk keseimbangan gizi tubuh, sehingga harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik, aman konsumsi, harga yang terjangkau, serta dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Pemenuhan kebutuhan masyarakat akan buah-buahan dapat disalurkan melalui pasar-pasar yang tersebar di Indonesia. Masyarakat akan lebih mudah mengakses kebutuhan melalui pasar dibandingkan jika harus datang membeli langsung pada petani. Pasar-pasar tersebut, terutama pasar modern dalam menjalankan usahanya tentu membutuhkan pasokan buah-buahan dengan kuantitas yang cukup, kualitas yang baik dan kontinyuitas. Sejauh ini kebutuhan pasokan buah-buahan pada pasar modern tidak dapat dipenuhi oleh petani secara individu. Petani harus membentuk suatu kelompok tani dan menjual produk yang mereka hasilkan ke pasar melalui berbagai perantara seperti pengumpul maupun pedagang besar. Atas dasar itulah didirikan Sub Terminal Agribisnis (STA) Rancamaya yang berfungsi sebagai pemasok hasil pertanian.

Salah satu permasalahan yang dihadapi STA dalam melakukan proses distribusi, adalah mengenai persentase biaya transportasi produk yang cukup tinggi. Permasalahan lainnya adalah pelaksanaan kegiatan distribusi bukanlah hal yang mudah, mengingat bahwa karakteristik dari buah-buahan itu sendiri memiliki sifat yang mudah rusak dan cepat busuk. Risiko rusaknya buah-buahan saat proses distribusi bisa saja terjadi dan berakibat pada retur produk. Oleh karena itu yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah (1) mengetahui pola distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya, (2) menganalisis struktur biaya distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya, dan (3) menganalisis komposisi distribusi optimal buah pepaya pada STA Rancamaya.

Penelitian ini dilaksanakan di STA Rancamaya yang berlokasi di JL. Raya Rancamaya, Kota Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan STA Rancamaya sebagai salah satu lembaga yang didirikan oleh Departemen Pertanian untuk mengatasi permasalahan pertanian terutama dalam hal pemasaran. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Juli 2011. Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi sejarah dan gambaran umum STA, pola pengadaan buah buah pepaya, proses penanganan hingga pendistribusian yang dilakukan. Data primer diperoleh dari observasi kegiatan pengadaan hingga distribusi secara langsung, serta wawancara dengan pihak pengelola STA Rancamaya, petani pemasok dan konsumen. Data sekunder dikumpulkan untuk mendukung penelitian, didapatkan dari berbagai studi kepustakaan, seperti BPS (Badan Pusat Statistik), internet, buku, dan literatur-literatur lain yang relevan terkait dengan topik penelitian. Pengolahan data penelitian dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif dibutuhkan untuk menggambarkan keadaan umum lokasi penelitian dan

(3)

mendeskripsikan pola distribusi buah pepaya, jumlah pasokan serta jumlah order setiap harinya. Pengolahan data secara kuantitatif digunakan untuk mengetahui komposisi distribusi yang optimal sehingga didapatkan biaya minimum pada pola distribusi perusahaan dari setiap sumber pasokan ke konsumen STA. Data yang diperoleh kemudian ditabulasikan dan dimasukkan dalam program linear yang dirumuskan menjadi model transportasi. Penggunaan program linear karena kondisi dan keadaan STA yang memiliki beberapa kendala dengan tujuan meminimalisasi biaya. Setelah itu data diolah dengan menggunakan software LINDO (Linear Interactive Discrete Optimizer) yang merupakan salah satu program komputer yang dapat membantu pemecahan optimal dengan metode simpleks.

Pola distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya diawali dengan diterimanya order dari masing-masing konsumen dan dilanjutkan dengan pemesanan buah pepaya pada petani . Kemudian dilakukan pengumpulan buah pepaya yang selanjutnya akan dilakukan tahap penimbangan, penyortiran, pengkelasan menjadi pepaya grade A atau grade B. Setelah dipisahkan menurut kelasnya, buah pepaya dikemas dan diberi label. Buah pepaya yang telah dikemas dan diberi label kemudian akan didistribusikan kepada masing-masing konsumen.

Dilihat dari proporsi masing-masing komponen biaya terhadap total biaya distribusi, biaya pembelian buah mengambil proporsi terbesar yakni sebesar 82,00 persen yang selanjutnya di posisi kedua adalah proporsi biaya transportasi sebesar 7,31 persen. Kemudian jika dilihat proporsi biaya transportasi terhadap laba kotor yang diperoleh adalah sebesar 26 persen. Hal tersebut merupakan nilai yang cukup tinggi, karena biaya transportasi mengambil seperempat bagian dari laba kotor STA yang berakibat pada kecilnya laba bersih yang diperoleh STA.

Hasil optimalisasi menunjukkan bahwa alokasi buah pepaya yang dilakukan STA sudah baik, tercermin dari perbedaan total biaya distribusi yang tidak besar. Namun dalam hal penerimaan, nilai penjualan yang dihasilkan cukup berbeda jauh sehingga berdampak pada kecilnya laba yang diperoleh. Nilai penjualan yang kecil tersebut terjadi akibat banyaknya buah pepaya yang diretur atau dikembalikan. Oleh karena itu STA sebaiknya terus berupaya untuk mengurangi produk yang tidak diterima karena besarnya jumlah produk yang tidak diterima sangat berpengaruh pada ketidakefisienan distribusi optimal.

Upaya mengurangi produk yang ditolak dapat dilakukan dengan cara penyuluhan terhadap petani pemasok agar dapat menghasilkan buah pepaya dengan kualitas yang sesuai dengan pasar. Hal tersebut juga mencerminkan peran STA sebagai wadah yang dapat mengkoordinasikan berbagai kepentingan pelaku agribisnis serta tempat berkomunikasi dalam mengantisipasi berbagai permasalahan yang dihadapi. Selain itu, petugas STA sebaiknya lebih berhati-hati dalam melakukan proses transportasi buah pepaya karena terkait dengan karakteristik buah pepaya yang mudah rusak, dan lebih jeli dalam melakukan penyortiran produk, terutama untuk buah pepaya yang akan dikirim menuju PT. Hero Supermarket agar jumlah produk yang diretur dapat diminimalisir.

(4)

OPTIMALISASI DISTRIBUSI BUAH PEPAYA

DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS RANCAMAYA

KOTA BOGOR JAWA BARAT

ANINDHA PARAMASTRI H34070129

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribsinis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(5)

Judul Skripsi : Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya di Sub Terminal Agribisnis Rancamaya Kota Bogor Jawa Barat

Nama : Anindha Paramastri

NIM : H34070129 Disetujui, Pembimbing Ir. Burhanuddin, MM NIP. 19680215 199903 1 001 Diketahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya di Sub Terminal Agribisnis Rancamaya Kota Bogor Jawa Barat” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

Anindha Paramastri H34070129

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 28 Agustus 1989. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Gasa Sutrisna dan Ibunda Endang E. Sudjiati.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Pengadilan 3 Bogor pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SMP Negeri 4 Bogor. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 5 Bogor diselesaikan pada tahun 2007.

Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2007 sebagai angkatan 44. Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat aktif sebagai pengurus Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor periode tahun 2008-2009 dan periode tahun 2009-2010 di divisi D’Prime (Department of Public Relation and Information Media).

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya di Sub Terminal Agribisnis Rancamaya Kota Bogor Jawa Barat”.

Penelitian ini bertujuan menganalisis pola distribusi serta biaya distribusi buah pepaya di STA Rancamaya dan menganalisis komposisi distribusi buah pepaya yang optimal pada STA Rancamaya Bogor. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Agustus 2011 Anindha Paramastri

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada:

1. Ir. Burhanuddin, MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Wahyu Budi Priatna, M.Si dan Suprehatin, SP. MAB selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

3. Eva Yolynda Aviny, SP. MM yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis.

4. Bapak Wawan, Bapak Wardoyo, Teh Lisa Mayasari, dan seluruh pihak STA Rancamaya atas waktu, informasi dan dukungan yang diberikan.

5. Petani pemasok, Bapak Baban, Bapak Acu, Bapak Zaenudin dan Bapak Karmita serta konsumen, Bapak Dulloh, Bapak Ibeng, Bapak Wiliam, dan Ibu Lala atas waktu, kesempatan dan informasi yang diberikan.

6. Bapak dan ibuku tersayang, untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Terima kasih selalu menemaniku belajar dan berlatih untuk seminar dan sidang skripsiku.

7. Mas Ardi tercinta untuk setiap doa dan dukungan dalam berbagai bentuk. Terima kasih telah menjadi kakak yang dapat menginspirasiku. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik. Terima kasih juga untuk anggita, adikku tersayang.

8. Rizki Andini, partner sekaligus sahabat dalam segala hal, begitu pula dalam proses penyelesaian penelitian ini.

9. Hasanudin untuk setiap bantuan serta dukungan doanya.

10. Try Asrini dan Nova Meliora, teman satu PS yang selalu mendukung dan siap membantu, serta Irwan Irsyadi yang telah bersedia menjadi pembahas dalam seminar hasil penelitian ini.

11. Fauzia Trianastiti, Ulpah J, Nurani S, Rizki A. dan Muhdiar Bahril untuk pembelajaran dan petualangan yang tak terlupakan saat gladikarya di Tegal.

(10)

12. Ichyl, Dewi, Nancy, Ana, Tiara, Yoshinta, Tya, Vero, Dimit, Ike untuk kebersamaan yang sangat menyenangkan, berawal dari gazelle dan rusunawa. 13. Teme: pito, donat dan ardi, terima kasih untuk kebersamaan selama ini, tetap

saling mendukung dan memotivasi.

14. Teman-teman seperjuangan agrbisnis, khususnya angkatan 44 atas semangat dan sharing selama ini dan tak lupa terima kasih pada kakak-kakak angkatan 43 dan 42, serta adik-adik angkatan 45 dan 46.

15. Serta kepada semua pihak yang membantu dan memberikan motivasi kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011 Anindha Paramastri

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Pepaya (Carica papaya)... 9

2.2. Sistem Distribusi... 10

2.3. Pemasaran Buah-Buahan... 12

2.4. Sub Terminal Agribisnis ... 14

2.4.1. Definisi Sub Terminal Agribisnis ... 14

2.4.2. Konsep Dasar Sub Terminal Agribisnis ... 14

2.4.3. Manfaat Sub Terminal Agribisnis ... 15

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 18

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis... 18

3.1.1. Konsep Optimalisasi Distribusi... 18

3.1.2. Pemrograman Linier... 19

3.1.3. Model Transportasi... 21

3.1.4. Analisis Optimalisasi. ... 25

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 26

IV. METODE PENELITIAN... 29

4.1. Lokasi dan Waktu ... 29

4.2. Data dan Sumber Data ... 29

4.3. Metode Pengumpulan Data ... 29

4.4. Metode Pengolahan Data ... 30

4.4.1. Penentuan Biaya Distribusi... 31

4.4.2. Perumusan Model Transportasi Buah Pepaya pada STA Rancamaya... 32

4.4.3. Penyelesaian Model Transportasi... 39

4.4.4. Analisis Optimalisasi... 40

4.4.5. Analisis Penyimpangan ... 41

4.5. Definisi Operasional ... 41

V. GAMBARAN UMUM STA RANCAMAYA BOGOR ... 43

5.1. Perkembangan STA Rancamaya Bogor... 43

5.2. Aktivitas pada STA Rancamaya Bogor ... 44

(12)

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

6.1. Pola Distribusi Buah Pepaya pada STA Rancamaya ... 47

6.2. Struktur Biaya Distribusi Buah Pepaya pada STA Rancamaya ... 50

6.3. Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya pada STA Rancamaya ... 54

6.3.1. Komposisi Distribusi Optimal ... 54

6.3.2. Analisis Model Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya Bangkok... 55

6.3.3. Analisis Model Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya California ... 61

6.3.4. Analisis Penyimpangan Biaya Distribusi Buah Pepaya pada Kondisi Aktual dan Optimal... 67

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

7.1. Kesimpulan... 72

7.2. Saran... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Distribusi Persentase PDB Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku menurut Subsektor Lapangan Usaha Pertanian di Indonesia

pada Tahun 2006-2009... 3

2. Nilai PDB Hortikultur Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia pada Tahun 2007-2008... 4

3. Perkembangan Produksi Komoditas Hortikultura di Indonesia pada Tahun 2007-2008... 4

4. Perkembangan Luas Panen Komoditas Hortikultura di Indonesia pada Tahun 2007-2008... 5

5. Ketersediaan dan Konsumsi Buah-buahan di Indonesia pada Tahun 2007-2008... 5

6. Matriks Model Transportasi ... 24

7. Matriks Awal Model Transportasi Tidak Seimbang... 25

8. Jumlah Pasokan Buah Pepaya dari Setiap Daerah Sumber pada Bulan April 2011 ... 34

9. Jumlah Permintaan Buah Pepaya dari Setiap Daerah Tujuan pada bulan April 2011 ... 35

10. Biaya Transportasi Buah Pepaya (Rp/kg) dari Daerah Sumber ke Daerah Tujuan pada Bulan April 2011... 36

11. Matriks Model Transportasi Buah Pepaya Bangkok di STA Rancamaya Bogor... 37

12. Matriks Model Transportasi Buah Pepaya California di STA Rancamaya Bogor... 39

13. Daftar Petani yang Tergabung dengan STA Rancamaya Bogor ... 47

14. Daftar Nama Pemasok dan Konsumen Buah Pepaya di STA ... 49

15. Rincian Biaya Pembelian Buah Pepaya pada Bulan April 2011 ... 52

16. Proporsi Masing-Masing Komponen Biaya Distribusi Buah Pepaya pada Bulan April 2011 ... 54

17. Rincian Nilai Penjualan Buah Pepaya pada Bulan April 2011 ... 55

18 Analisis Laba Rugi Distribusi Buah Pepaya Bulan April 2011 ... 56

19 Komposisi Distribusi Optimal Buah Pepaya pada STA Rancamaya .. 57

20. Alokasi Distribusi Optimal Buah Pepaya Bangkok di STA Rancamaya Bogor... 58

(14)

21. Nilai Reduce Cost pada Komposisi Distribusi Optimal

Buah Pepaya Bangkok ... 59 22. Analisis Dual Terhadap Komposisi Distribusi Optimal

Buah Pepaya Bangkok ... 60 23. Analisis Sensitivitas Biaya Transportasi Buah Pepaya Bangkok ... 61 24. Analisis Sensitivitas Kendala Penawaran dan Permintaan

Buah Pepaya Bangkok ... 62 25. Alokasi Distribusi Optimal Buah Pepaya California

di STA Rancamaya Bogor... 64 26. Nilai Reduce Cost pada Komposisi Distribusi Optimal

Buah Pepaya California... 65 27. Analisis Dual Terhadap Komposisi Distribusi Optimal

Buah Pepaya California... 65 28. Analisis Sensitivitas Biaya Transportasi Buah Pepaya California ... 67 29. Analisis Sensitivitas Kendala Penawaran dan Permintaan

Buah Pepaya California... 68 30. Alokasi dan Biaya Transportasi Buah Pepaya

pada Komposisi Aktual Bulan April 2011 ... 70 31. Alokasi dan Biaya Transportasi Buah Pepaya

pada Komposisi Optimal... 71 32. Nilai Penjualan Buah Pepaya pada Kondisi Optimal ... 72 33. Analisis Laba Rugi Distribusi Buah Pepaya pada Kondisi Optimal ... 73

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Penggunaan Perantara untuk Meningkatkan Efisiensi... 11 2. Struktur Pemasaran Buah-Buahan Nasional ... 13 3. Peranan Terminal Agribisnis dan Sub Terminal Agribisnis ... 17 4. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Optimalisasi

Distribusi Buah Pepaya di Sub Terminal Agribisnis Rancamaya

Kota Bogor Jawa Barat ... 28 5. Bagan Struktur Organisasi STA Rancamaya Bogor... 46

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Produksi Buah-Buahan di Indonesia Tahun 2000-2009 ... 76

2. Laporan Laba Rugi STA Rancamaya Bogor Tahun 2009 ... 77

3. Daftar Gapoktan yang Bermitra dengan STA Rancamaya ... 78

4. Keterangan Masing-Masing Variabel pada Model Transportasi... 79

5. Hasil Olahan Software LINDO untuk Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya Bangkok ... 80

6. Hasil Olahan Software LINDO untuk Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya California... 83

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk ke dalam subsektor tanaman bahan pangan menyumbang kontribusi terbesar pada PDB sektor pertanian dibandingkan dengan subsektor lainnya. Kontribusi subsektor tanaman bahan pangan mengalami kenaikan dari tahun 2006 sampai tahun 2009. Sumbangan subsektor tanaman bahan pangan, yaitu tanaman pangan dan hortikultura terhadap PDB sektor pertanian berkisar 6-7 persen. Angka tersebut memberikan sumbangan hampir 50 persen dari kontribusi sektor pertanian terhadap PDB nasional.

Tabel 1. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku menurut Subsektor Lapangan Usaha Pertanian di Indonesia pada Tahun 2006-2009

Lapangan Usaha Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%)

2006 2007 2008* 2009**

Lapangan usaha Sektor Pertanian

13,0 13,7 14,5 15,3

a. Tanaman Bahan Makanan 6,4 6,7 7,1 7,5

b. Tanaman Perkebunan 1,9 2,1 2,1 2,0

c. Peternakan 1,5 1,6 1,7 1,9

d. Kehutanan 0,9 0,9 0,8 0,8

e. Perikanan 2,2 2,5 2,8 3,2

Keterangan : *) Data sementara **) Data sangat sementara

Sumber : Badan Pusat Statistik (2010), diolah

Produk hortikultura terdiri dari beberapa kelompok komoditas diantaranya adalah buah-buahan, sayuran, tanaman biofarmaka dan tanaman hias. Penelitian ini berfokus pada komoditi hortikultura buah-buahan yakni buah pepaya. Jika dilihat dari sisi ekonomi, buah-buahan merupakan produk hortikultura yang memberikan sumbangan terbesar terhadap nilai PDB hortikultura dibandingkan dengan produk hortikultura lainnya. Pada tahun 2008 nilai PDB produk buah-buahan mencapai nilai 42.660 milyar (Tabel 2).

(18)

Tabel 2. Nilai PDB Hortikultur Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia pada Tahun 2007-2008

Kelompok komoditas PDB (Milyar) peningkatan (%) Tahun 2007 tahun 2008 Buah-buahan 42.362 42.660 4.02 Sayuran 25.587 27.423 7.18 Tanaman Biofarmaka 4.105 4.118 0,32 Tanaman Hias 4.741 6.091 28,48 Total 76.795 80.292 4,55

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (2009)

Jumlah produksi berbagai macam buah-buahan yang dihasilkan di Indonesia masih berfluktuasi, namun cenderung mengalami peningkatan produksi dari tahun ke tahun. Hal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1 yang menyajikan data produksi buah-buahan di Indonesia pada tahun 2000-2009. Jika dilihat secara agregat, jumlah produksi buah-buahan dibandingkan dengan komoditi hortikultura lainnya memiliki nilai yang tertinggi, yakni 17.116.622 ton pada tahun 2007. Terjadi peningkatan produksi pada tahun 2008 menjadi 18.241.248 ton, atau meningkat sebesar 7,15 persen. (Tabel 3).

Tabel 3. Perkembangan Produksi Komoditas Hortikultura di Indonesia pada Tahun 2007-2008

No Kelompok komoditas Produksi peningkatan (%)

Tahun 2007 tahun 2008

1 Buah-buahan (Ton) 17.116.622 18.241.248 7,15

2 Sayuran (Ton) 9.455.464 10.393.407 9,92

3 Tanaman Hias :

Tan. Hias Potong (Tangkai) 9.189.976 11.037.463 1,89

Dracaena (Batang) 2.041.962 2.355.403 12,10

Melati (Kg) 15.775.751 16.597.668 9,00

Palem (Pohon) 1.171.768 1.304.178 15,20

4 Tanaman Biofarmaka (Kg) 474.911.940 489.702.035 3,11

Rata-rata 7,43

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (2009)

Peningkatan jumlah produksi buah-buahan sejalan dengan pertambahan luas areal panen untuk komoditi buah-buahan. Terlihat pada Tabel 4, luas areal panen komoditi buah-buahan pada tahun 2007 adalah 756.766 hektar. Terjadi peningkatan sebesar 7,22 persen menjadi 811.408 hektar di tahun 2008. Peningkatan luas areal panen buah-buahan menempati urutan kedua setelah komoditi sayuran yang meningkat sebesar 8,06 persen. Peningkatan luas areal

(19)

panen ini harus terus dikembangkan karena hortikultura memegang peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat akan bahan pangan. Buah-buahan merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan untuk keseimbangan gizi tubuh, sehingga harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik, aman konsumsi, harga yang terjangkau, serta dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.

Tabel 4. Perkembangan Luas Panen Komoditas Hortikultura di Indonesia pada Tahun 2007-2008

Kelompok komoditas Luas Panen peningkatan (%)

Tahun 2007 tahun 2008

Buah-buahan (Ha) 756.766 811.408 7,22

Sayuran (Ha) 1.001.606 1.082.316 8,06

Tanaman Hias (Ha) 18.162 18.527 2,01

Tanaman Biofarmaka (Ha) 25.055 25.846 3,16

Rata-rata 6,15

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (2009), diolah

Masyarakat sebagai konsumen dari produk buah-buahan yang dihasilkan petani, merupakan pasar yang sangat potensial. Konsumsi masyarakat akan buah-buahan dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. Hal tersebut diikuti pula dengan peningkatan ketersediaan buah-buahan yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Dapat dilihat pada Tabel 5, konsumsi masyarakat akan buah-buahan meningkat sebesar 4,29 persen dari tahun 2007 ke tahun 2008, yang diikuti oleh peningkatan ketersediaan buah-buahan senilai 3,47 persen.

Tabel 5. Ketersedian dan Konsumsi Buah-buahan di Indonesia Tahun 2007-2008 Tahun Ketersediaan (kg/th/kapita) konsumsi (kg/th/kapita)

2007 72,93 34,06

2008 75,46 35,52

peningkatan (%) 3,47 4,29

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (2009), diolah

Pemenuhan kebutuhan masyarakat akan buah-buahan dapat disalurkan melalui pasar yang tersebar di Indonesia, baik pasar tradisional maupun pasar modern. Masyarakat akan lebih mudah mengakses kebutuhan melalui pasar dibandingkan jika harus datang membeli langsung pada petani. Pasar-pasar

(20)

tersebut, terutama pasar modern dalam menjalankan usahanya tentu membutuhkan pasokan buah-buahan dengan kuantitas yang cukup, kualitas yang baik dan kontinyuitas. Sejauh ini kebutuhan pasokan buah-buahan pada pasar modern tidak dapat dipenuhi oleh petani secara individu. Petani harus membentuk suatu kelompok tani dan menjual produk yang mereka hasilkan ke pasar melalui berbagai perantara seperti pengumpul maupun pedagang besar. Berdasarkan hal tersebut, Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) Pemkab Bogor bersama Dinas Pertanian (Distan) Pemkot Bogor berencana memaksimalkan Sub Terminal Agribisnis (STA) Rancamaya, yang berfungsi sebagai pemasok hasil-hasil pertanian.1

Sub Terminal Agribisnis (STA) merupakan jawaban atas fenomena yang selama ini berkembang dalam tatanan pemasaran komoditas pertanian. Pemasaran komoditas pertanian mempunyai mata rantai panjang, mulai dari petani, produsen, pedagang, pengumpul, pedagang besar yang mengakibatkan kerugian. Adanya STA Rancamaya di Kota Bogor yang merupakan infrastruktur pemasaran dapat menjadi tempat transaksi jual beli, serta sebagai wadah yang dapat mengkoordinasikan berbagai kepentingan pelaku agribisnis. Hal tersebut didukung dengan adanya sarana prasarana pengemasan, sortasi, grading, penyimpanan, ruang pameran (operation room), transportasi, pelatihan serta merupakan tempat saling berkomunikasi bagi para pelaku agribisnis dalam mengantisipasi berbagai permasalahan yang dihadapi.2

Produk yang menjadi fokus dalam pengembangan STA Rancamaya saat ini adalah produk hortikultura buah-buahan. Dalam menjalankan fungsinya, STA Rancamaya bekerjasama dengan para petani dan pasar-pasar yang menampung buah-buahan yang dihasilkan oleh petani. Saat ini petani yang tergabung dengan STA Rancamaya berjumlah sembilan belas petani yang beralamat di wilayah Kota dan Kabupaten Bogor, namun hanya beberapa petani yang dapat memasok buah-buahan secara kontinyu. Buah-buah-buahan yang dipasok oleh petani cukup beragam,

1

Koran Bogor. 2011. Distanhut Akan Maksimalkan STA Rancamaya.

http://koranbogor.com/nusantara/08/02/2011/distanhut-akan-maksimalkan-sta.html [13 Maret 2011]

2

STA Rancamaya Bogor. 2010. Profil STA Rancamaya Bogor. http://starancamaya.wordpress.com/profil/ [13 Maret 2011]

(21)

antara lain adalah pepaya california, pepaya bangkok, bengkuang, jambu klutuk merah, manggis, alpukat, dan sirsak.

Konsumen yang menjadi mitra STA Rancamaya adalah pasar tradisional dan pasar modern, diantaranya PT. Hero Supermarket, toko buah, dan pedagang kecil. Bentuk kerjasama yang terjalin antara STA dengan para konsumennya berbeda-beda tergantung pada kesepakatan. Kerjasama dengan pasar modern membutuhkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan pasar tradisional. Pasar modern memberlakukan aturan yang lebih ketat mengenai kualitas, kuantitas serta kontinyuitas pasokan buah.

Perlu dijalin kerjasama yang baik antara STA dengan para mitranya untuk mengoptimalkan fungsi STA Rancamaya sebagai distributor produk buah-buahan dari petani menuju pasar. Kegiatan distribusi yang dilakukan oleh STA harus dikelola dengan baik agar berjalan dengan optimal. Terlebih lagi distribusi yang dilkakukan untuk pasar modern. Berdasarkan hal tersebut, penting untuk mengetahui bagaimana komposisi distribusi produk buah pepaya secara optimal agar fungsi dari STA dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan keuntungan maksimal.

1.2. Perumusan Masalah

Salah satu manfaat STA yang merupakan infrastruktur pemasaran adalah memperlancar kegiatan dan meningkatkan efisiensi pemasaran komoditas agribisnis. Hal tersebut antara lain meliputi, STA sebagai pusat transaksi hasil-hasil agribisnis, memperbaiki infrastruktur pasar, cara dan jaringan pemasaran, sebagai pusat informasi pertanian serta sebagai sarana promosi produk pertanian (Setiajie, 2004a). Begitu pula dengan STA Rancamaya Bogor yang berupaya untuk memperpendek jalur pemasaran produk pertanian dari petani langsung menuju pasar.

Kegiatan yang dilakukan oleh STA Rancamaya berkaitan dengan fungsinya sebagai infrastruktur pemasaran adalah mendistribusikan buah-buahan yang diproduksi oleh petani yang telah bergabung dengan STA langsung menuju pasar. Proses pengumpulan buah pepaya dari petani yang beralamat di wilayah Bogor menuju STA Rancamaya dibedakan menjadi dua cara, yaitu buah pepaya diantar oleh petani menuju STA atau diambil oleh petugas STA. Petani yang

(22)

memiliki kendaraan memilih untuk mengantarkan sendiri buah pepaya yang mereka produksi menuju STA, namun bagi petani yang tidak memiliki kendaraan maka pihak STA yang akan mengambil buah-buahan tersebut ke tempat petani. Buah pepaya yang telah terkumpul tersebut kemudian akan didistribusikan menuju pasar sesuai dengan jumlah permintaan pasar.

Salah satu permasalahan yang dihadapi STA dalam melakukan proses distribusi adalah persentase biaya transportasi produk yang cukup tinggi. Berdasarkan data laporan laba rugi STA yang dapat dilihat pada Lampiran 2, biaya transportasi buah-buahan pada tahun 2009 mencapai Rp 72.265.000,00 yakni sekitar 38,4 persen dari laba kotor yang dihasilkan sebesar Rp 188.176.630,00. Besarnya biaya transportasi, dikarenakan jauhnya jarak pendistribusian produk dan frekuensi pengiriman produk.

Permasalahan lain yang perlu disoroti adalah terkait dengan kualitas, kuantitas dan kontinuitas produk yang diinginkan oleh pasar. Berdasarkan hal tersebut maka pihak STA harus melakukan proses distribusi produk yang baik agar permintaan dapat dipenuhi sesuai dengan keinginan pasar. Pelaksanaan kegiatan distribusi bukanlah hal yang mudah, mengingat bahwa karakteristik dari buah pepaya yang mudah rusak dan cepat busuk. Risiko rusaknya buah pepaya saat proses distribusi mungkin saja terjadi, seperti yang belum lama ini dialami oleh STA. Pada bulan Februari 2011, sebanyak 60 kilogram buah pepaya dikembalikan oleh konsumen dikarenakan buah pepaya tersebut berjamur dan busuk. Berjamurnya buah pepaya diduga karena proses penanganan buah yang kurang berhati-hati. Terjadinya benturan pada buah pepaya saat proses distribusi menyebabkan rusaknya buah pepaya dan akhirnya produk menjadi cepat busuk dan berjamur sebelum sempat dipasarkan. Dikembalikannya produk oleh konsumen dapat menimbulkan kerugian, hal tersebut juga dapat dikatakan biaya yang harus ditanggung oleh pihak STA. Seperti yang tampak pula pada Lampiran 2, retur penjualan pada tahun 2009 mencapai Rp 8.409.870,00 atau sekitar 4,47 persen dari laba kotor. Jika sering terjadi pengembalian produk oleh konsumen, maka hal tersebut akan berdampak pada ketidakpercayaan pihak konsumen serta penurunan permintaan.

(23)

Pada penelitian ini akan difokuskan pada distribusi buah pepaya. Hal tersebut dikarenakan buah pepaya merupakan komoditas utama yang dikelola oleh STA Rancamaya pada saat ini, dan tercermin dari lebih banyaknya jumlah buah pepaya yang disalurkan dibandingkan dengan jenis buah lainnya. Selain itu jumlah pasar yang dituju dalam distribusi buah pepaya ini berjumlah empat pasar, lain halnya dengan jenis buah lainnya yang hanya dipasarkan pada satu pasar. Oleh sebab itu perlu dikaji mengenai distribusi buah pepaya secara optimal.

Proses pendistribusian buah pepaya pada masing-masing konsumen dilakukan dengan menggunakan satu kendaraan. Hal tersebut menyebabkan manajemen distribusi buah pepaya harus dilakukan dengan cermat, agar tidak terjadi keterlambatan dalam pengiriman barang. Terlebih lagi pasar utama dari produk buah pepaya ini adalah pasar modern, yaitu PT. Hero Supermarket. Maksud dari pasar utama disini adalah, sebagian besar produk petani yang didistribusikan oleh STA akan disalurkan menuju pasar modern tersebut. Oleh karena itu STA harus dapat mengoptimalkan fungsi kendaraan yang dimiliki agar distribusi produk berjalan dengan optimal.

Sub Terminal Agribisnis perlu memiliki informasi yang tepat tentang jumlah total buah pepaya yang dikirim dan besarnya permintaan yang diinginkan oleh pasar agar efisiensi biaya distribusi dapat dilaksanakan. Selain itu, STA juga harus mengetahui besarnya biaya angkut dari daerah pemasok ke berbagai daerah tujuan pemasaran, sehingga STA dapat mengetahui bagaimana jumlah alokasi distribusi buah pepaya yang paling optimum ke berbagai daerah tujuan pemasaran dengan biaya yang paling rendah. Atas dasar hal tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pola distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya?

2. Bagaimana struktur biaya distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya? 3. Bagaimana komposisi distribusi optimal buah pepaya pada STA Rancamaya?

(24)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pola distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya.

2. Menganalisis struktur biaya distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya. 3. Menganalisis komposisi distribusi optimal buah pepaya pada STA

Rancamaya.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini diharapkan berguna untuk STA Rancamaya, sebagai pertimbangan dalam mengambil kebijakan dan penentuan komposisi distribusi buah pepaya yang optimal dalam upaya menjalankan fungsinya sebagai infrastruktur pemasaran produk agribisnis.

2. Bagi penulis, berguna untuk menambah pengetahuan dan sebagai media untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama di bangku kuliah.

3. Bagi pembaca, penelitian diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi hanya menganalisis optimalisasi distribusi, yakni distribusi buah pepaya dari pemasok yang berhubungan langsung dengan STA menuju ke pasar yang berhubungan langsung dengan STA. Dalam penelitian ini tidak dianalisis proses sebelum pemasok mendapatkan produk ataupun setelah pasar memperoleh produk dari STA. Penelitian ini menganalisis optimalisasi dari faktor biaya saja, sedangkan faktor lainnya dianggap cateris paribus.

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pepaya (Carica papaya)

Buah pepaya bersifat mudah rusak (perishable) dan tidak tahan lama. Kerusakan buah pepaya ditandai dengan bau busuk, daging buah lembek, dan rasanya menjadi sedikit asam dan manis. Setelah dipetik, buah pepaya masih tetap melakukan proses fisiologis seperti pernafasan, proses biokimia, perubahan warna dan sebagainya, yang diakhiri dengan perombakan fungsional karena pembusukan yang disebabkan oleh jasad renik. Proses tersebut mengakibatkan buah pepaya tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama. Dengan kata lain buah pepaya harus dipasarkan dalam jangka waktu yang relatif singkat (Warisno 2007).

Dalam sistematika taksonomi tumbuh-tumbuhan, tanaman pepaya diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Subdivisio : Angiospermae (berbiji tertutup) Class : Dicotyledonae (biji berkeping dua) Ordo : Caricales

Familia : Caricaceae

Genus : Carica

Species : Carica papaya L.

Masalah utama pepaya produksi Indonesia adalah ukuran yang terlalu besar dan warna kurang menarik. Buah pepaya bukanlah buah asli Indonesia tetapi berasal dari Amerika Tengah dan daerah Karibia, namun di Indonesia pepaya menjadi buah yang tersedia sepanjang tahun. Ini menjadikan budidaya pepaya tidak mengenal musim seperti komoditas buah pada umumnya. Terdapat berbagai macam varietas buah pepaya diantaranya adalah paris, jinggo, dampit, dan bangkok. Kemudian muncul beberapa varietas unggulan hasil introduksi yaitu pepaya california dan hawaii. Varietas yang saat ini banyak dipasarkan adalah bangkok, california dan hawaii.3

3Agrina. 2007. Yang Kecil Yang Naik Daun. http://www.agrinaonline.com/show_article.php?rid=7&aid=879 [28 Agustus 2011]

(26)

Pepaya california merupakan nama dagang dari varietas pepaya IPB 9. Bobot pepaya california sekitar 0,6 – 2,0 kilogram. Bentuk buah silindris dengan pangkal buah yang agak menjorok ke dalam. Kulit buah berwarna hijau terang bertekstur halus. Daging buah berwarna jingga kemerahan dan bertekstur keras dengan rasa yang cukup manis. Pepaya california berbunga pada umur empat bulan setelah bibit dipindahkan ke lahan, sedangkan buahnya dapat dipanen pada umur 180 hari setelah berbunga. Penampilan tekstur kulit buahnya yang halus sangat menggugah selera dan tergolong pepaya favorit konsumen di kelasnya (Sobir 2009).

Pepaya bangkok bukan tanaman asli Indonesia. Jenis pepaya ini didatangkan dari Thailand sekitar tahun 70-an. Pepaya bangkok diunggulkan karena ukurannya paling besar dibanding jenis pepaya lainnya. Beratnya dapat mencapai 3,5 kilogram per buahnya. Selain ukuran, keunggulan lainnya ialah rasa dan ketahanan buah. Daging buahnya berwarna jingga kemerahan, rasanya manis segar dan teksturnya keras sehingga tahan dalam pengangkutan (Suprapti 2009).

Pepaya hawaii adalah pepaya yang berasal dari Kepulauan Hawaii. Pepaya tersebut merupakan suatu jenis pepaya solo. Pepaya solo berarti pepaya yang habis dimakan oleh satu orang. Sifat khas varietas ini adalah ukuran buahnya kecil dan bentuknya mirip buah alpukat berleher. Berat buah antara 0,4 – 1 kilogram per buah. Konsumen lebih menyukai buah pepaya jenis ini dengan berat 0,5 kilogram. Daging buah berwarna kuning, namun ada pula yang berwarna merah. Varietas pepaya ini termasuk varietas pepaya yang tahan angkut (Kalie 2008).

2.2. Sistem Distribusi

Faktor yang menyebabkan sistem distribusi di Indonesia kurang efisien adalah belum memadainya sarana dan prasarana transportasi. Jaringan distribusi yang belum mapan selama ini menyebabkan tersendatnya aliran produk, sehingga sering terjadi kelangkaan penyediaan barang di beberapa pasar. Belum mapannya jaringan distribusi, ditambah dengan rentannya sektor jasa transportasi dari pengaruh ekonomi makro serta iklim seperti harga bahan bakar atau bencana alam, secara tidak langsung akan berdampak pada kegiatan distribusi (Rizki 2005).

(27)

Sebagian besar produsen memanfaatkan pedagang perantara untuk memasarkan produk mereka. Pada umumnya alasan utama dalam penggunaan perantara tersebut adalah karena perantara dapat membantu meningkatkan efisiensi distribusi (Swastha 2005). Salah satu cara untuk menunjukkan efisiensi tersebut adalah dengan diagram saluran seperti yang terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Penggunaan Perantara untuk Meningkatkan Efisiensi Sumber: Swastha (2005)

Pada bagian A, produsen tidak menggunakan perantara sebagai penyalur. Dalam hal ini produsen harus melakukan kontak penjualan lebih banyak, yaitu sebanyak empat puluh hubungan, ini terjadi antara empat produsen dengan sepuluh pembeli (jumlah transaksi dari produsen ke pembeli = 4x10 = 40). Sementara itu pada bagian B, dengan jumlah produsen dan pembeli sama seperti pada kondisi A, terlihat bahwa penggunaan perantara dapat meningkatkan efisiensi ditribusi. Keberadaan perantara membuat kontak penjualan yang terjadi antara produsen dengan pembeli akhir hanya sebanyak empat belas transaksi (jumlah transaksi = dari produsen ke perantara + dari perantara ke pembeli = 4+10 = 14). Jadi dengan memasukkan perantara ke dalam saluran distribusi akan mengurangi jumlah pekerjaan yang harus dilakukan.

Beberapa perusahaan mendistribusikan produknya secara langsung tanpa perantara, namun lebih banyak perusahaan yang menggunakan perantara dalam mendistribusikan produknya. Sejumlah biaya diperlukan dalam melaksanakan kegiatan pendistribusian produk. Oleh karena itu dalam melakukan proses distribusi perlu adanya pemilihan pola distribusi yang optimal agar biaya yang dikeluarkan tidak membengkak. Beberapa penelitian mengenai optimalisasi distribusi pada suatu perusahaan berkesimpulan bahwa ada perusahaan yang telah

Produsen

Perantara

Pembeli Akhir

(28)

dapat mengoptimalkan distribusi produknya, namun ada pula perusahaan yang belum optimal dalam menjalankan kegiatan distribusi. Faktor yang mendukung dapat dijalankannya distribusi secara optimal adalah dapat terpenuhinya permintaan serta tidak ada kelebihan penawaran maupun permintaan (Pranata 2007).

Tidak semua perusahaan dapat melakukan kegiatan distribusi secara optimal. Terjadi penyimpangan antara distribusi aktual dan komposisi distribusi optimal sebesar 16,6 persen pada kegiatan distribusi produk sarimi oleh PT. Sari Indo Prakarsa di wilayah Bogor dan Depok. Penyimpangan tersebut mencerminkan biaya yang dapat dihemat yakni sebesar Rp 17.104.091,00 (Rustiani 2006). Sementara itu, terjadi inefisiensi biaya distribusi sebesar Rp 809.127.911,00 pada distribusi pemasaran ikan mas hidup dari waduk Cirata (Handiyani 2007).

2.3. Pemasaran Buah-buahan

Subsektor hortikultura memegang peranan penting dalam pertanian Indonesia secara umum. Komoditas hortikultura, khususnya buah-buahan dan sayuran merupakan bahan pangan sumber vitamin dan protein nabati yang esensial bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Dalam hal perolehan devisa negara, subsektor ini sudah menunjukkan prestasinya.

Peluang pasar domestik hortikultura masih sangat terbuka. Jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 230 juta jiwa merupakan potensi pasar domestik yang sangat terbuka lebar. Prospek pasar yang cukup bagus tersebut perlu didukung dengan berbagai sarana yang memadai, termasuk dalam kegiatan transportasi atau pendistribusian yang efisien dan efektif. Struktur pemasaran buah-buahan nasional dapat ditunjukkan melalui bagan pada Gambar 2.

Keberadaan lokasi usahatani buah-buahan yang terpencar dan umumnya petani berusaha dengan skala kecil, serta karakteristik produk yang membutuhkan penanganan pasca panen yang lebih intensif, menyebabkan pemasaran selama ini belum efisien. Perlu adanya terobosan agar terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam hal sarana transportasi pedesaan yang tepat untuk mengumpulkan dan mengangkut buah-buahan di sentra produksi. Lokasi pasar yang sulit dijangkau dari tempat produksi, menyebabkan permintaan konsumen tidak dapat terpenuhi.

(29)

Di samping itu posisi tawar petani yang lemah terhadap harga dikarenakan sifat produk buah-buahan yang mudah rusak, akibatnya buah terpaksa dijual berapapun sesuai harga yang berlaku. Hal tersebut akan berdampak pula pada pendapatan usahatani para petani buah (Laksmana 2010).

Gambar 2. Struktur Pemasaran Buah-buahan Nasional Sumber: Gonarsyah (1998)

Pada pemasaran buah-buahan, terkadang tercipta jumlah saluran pemasaran yang cukup banyak, dengan banyak pula pelaku yang terlibat di dalamnya. Oleh karena itu perlu dicermati saluran mana yang paling efisien untuk menyalurkan produk pada konsumen. Saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran yang menghasilkan rasio B/C dan farmer share yang paling besar dibandingkan saluran yang lain. Selain itu efisiensi sebuah saluran pemasaran juga dapat dilihat dari jumlah produk yang melalui saluran pemasaran tersebut (Sumardi 2009).

Fenomena pemasaran antara satu jenis buah dengan jenis buah yang lain tentu berbeda-beda. Pemasaran buah mangga di daerah Indramayu dilakukan dengan dua cara yakni sistem tebasan dan non tebasan. Berdasarkan analisis R/C rasio, petani non tebasan lebih menguntungkan dibandingkan petani tebasan. Panen dengan tebasan ini dilakukan sepenuhnya oleh tengkulak dan tidak melibatkan petani, dengan demikian penjualan secara tebasan umumnya

SUMBERDAYA (Lahan, Tenaga Kerja, Modal)

PRODUKSI PRIMER (mangga, nenas, jeruk, sawo,

pepaya, durian, salak, dsb)

KEGIATAN PENGOLAHAN (mangga, nenas, jeruk, sawo,

pepaya, durian, dsb)

PERMINTAAN DOMESTIK (Buah-buahan segar dan olahan )

(domestik dan impor) KEGIATAN IMPOR

(Anggur, Pear, Kiwi, Apel, Leci, dsb) (segar dan olahan) PASAR

INTERNASIONAL (Buah-buahan Segar dan

Olahan)

KEGIATAN EKSPOR (mangga, nenas, jeruk,

sawo, pepaya, durian, salak, dsb)

(30)

merugikan petani karena sering terjadi kuantitas panen lebih tinggi dari pada kuantitas taksiran. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya sistem tebasan adalah dikarenakan petani membutuhkan uang dengan cepat, adanya risiko pencurian, dan dirasa merepotkan jika petani menjual sendiri produknya (Yulizarman 1999).

2.4. Sub Terminal Agribisnis

2.4.1. Definisi Sub Terminal Agribisnis

Menurut Badan Agribisnis Departemen Pertanian (2000) dalam Setiajie (2004b), STA merupakan infrastruktur pemasaran untuk transaksi jual beli hasil-hasil pertanian, baik untuk transaksi fisik (lelang, langganan, pasar spot) maupun non fisik (kontrak, pesanan, future market). STA diharapkan berfungsi pula untuk pembinaan peningkatan mutu produksi sesuai dengan permintaan pasar, pusat informasi, promosi dan tempat latihan atau magang dalam upaya pengembangan peningkatan sumberdaya manusia.

2.4.2. Konsep Dasar Sub Terminal Agribisnis

Menurut konsep yang dibakukan oleh Badan Agribisnis Departemen Pertanian (2000) dalam Setiajie (2004b), STA merupakan perwujudan atas fenomena yang selama ini berkembang dalam pemasaran komoditas pertanian sekaligus sebagai bagian dari rangkaian kegiatan agribisnis. Pemasaran komoditas pertanian selama ini, pada umumnya mempunyai mata rantai yang panjang, mulai dari petani produsen, pedagang pengumpul, pedagang besar hingga ke konsumen, sehingga mengakibatkan kecilnya keuntungan yang diperoleh petani. Konsumen membayar lebih mahal dari harga yang selayaknya ditawarkan sehingga biaya pemasaran dari produsen ke konsumen menjadi tinggi.

Sub Terminal Agribisnis sebagai suatu infrastruktur pasar, tidak saja merupakan tempat transaksi jual beli, namun juga merupakan wadah yang dapat mengakomodasi berbagai kepentingan pelaku agribisnis, seperti sarana dan prasarana pengemasan, sortasi, grading, penyimpanan, opration room, trasportasi, dan pelatihan. Selain itu, STA sekaligus merupakan tempat berkomunikasi dan saling bertukar informasi bagi para pelaku agribisnis.

(31)

Secara umum konsep STA yang dikemukakan oleh perencana kebijakan belum dapat terlaksana dengan baik. Sebagai contoh adalah tidak aktifnya STA tanaman pangan dan hortikultura yang berada di Desa Benda Kecamatan Cicurug Sukabumi beberapa waktu yang lalu. Hal tersebut disebabkan karena adanya permasalahan dalam penanganan pemasaran komoditas jagung serta letak keberadaan STA itu sendiri yang menimbulkan tambahan biaya ongkos angkut yang harus ditanggung oleh petani dari lokasi produksi ke lokasi STA berada. Kondisi tersebut mengakibatkan sebagian petani lebih banyak menjual hasil panennya langsung ke Pasar Induk Ramayana Bogor maupun Pasar Induk Kramat Jati dengan harga yang lebih kompetitif dibandingkan dengan penerimaan harga di STA. Kasus lainnya adalah rancangan pembangunan konsep STA di Kabupaten Ciamis juga terbentur dengan permasalahan mengenai bagaimana menetapkan lokasi STA yang dapat mengakomodasikan sebagian besar produksi komoditas unggulan daerah Ciamis yang cukup menyebar di berbagai wilayah Kabupaten Ciamis, dengan geografis yang cukup beragam serta akses pasar yang berbeda, seperti yang selama ini telah dijalankan para pelaku agribisnis. Hal yang sama juga terjadi pada STA terpadu di Kabupaten Sumedang, yang hanya dapat mengakomodasi beberapa komoditas pertanian tanaman semusim dalam jumlah produksi yang fluktuatif (Setiajie 2004a).

2.4.3. Manfaat Sub Terminal Agribisnis

Setiajie (2004a) menguraikan beberapa manfaat STA yang merupakan infrastruktur pemasaran, diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Memperlancar kegiatan dan meningkatkan efisiensi pemasaran komoditas agribisnis, yang meliputi:

a) Sebagai pusat transaksi hasil-hasil agribisnis.

b) Memperbaiki struktur pasar, cara dan jaringan pemasaran. c) Sebagai pusat informasi pertanian.

d) Sebagai sarana promosi produk pertanian.

2) Mempermudah pembinaan mutu hasil-hasil produk agribisnis yang meliputi: a) Penyediaan air bersih, es, gudang, cool room dan cold strorage.

b) Melatih para petani dan pedagang dalam proses penanganan dan pengemasan hasil-hasil pertanian.

(32)

3) Sebagai wadah bagi pelaku agribisnis untuk pengembangan kegiatan agribisnis, mengsinkronkan kebutuhan atau permintaan pasar dengan manajemen lahan, pola tanam, kebutuhan saprodi dan dan permodalan serta peningkatan administrasi pemasaran.

4) Peningkatan pendapatan daerah melalui jasa pelayanan pemasaran. 5) Pengembangan agribisnis dan wilayah.

Peranan STA mendukung pula terlaksananya fungsi Terminal Agribisnis (TA) yaitu menjamin kualitas dari suatu komoditas yang akan dijual ke para konsumen, mengembalikan kestabilan harga, menjaga produksi dari dalam negeri, meningkatkan pendapatan produsen dan membangun sistem informasi. Peranan TA dan STA ditunjukkan oleh hasil penelitian Alifah (2005) pada Gambar 3.

Pada praktiknya terdapat STA ataupun TA yang telah dioperasikan namun belum dapat memberikan manfaat yang optimal bagi para pelaku agribisnis. Contohnya adalah saluran pemasaran ikan hias melalui TA Rancamaya belum efisien bila dibandingkan dengan saluran pemasaran yang tidak melaui TA. Walaupun demikian namun secara fungsi fasilitas TA Rancamaya adalah lembaga pemasaran yang sangat memuaskan (Dalimunthe 2006). Sementara itu, efisiensi saluran tataniaga untuk pasar tradisional dan pasar modern melalui STA Cigombong Kabupaten Cianjur terlihat bahwa saluran tataniaga paling efisien berada pada pola saluran pemasaran dari STA Cigombong menuju pasar modern. Hal tersebut dikarenakan pola saluran yang pendek, nilai rasio B/C yang merata, dan pasar yang terpadu untuk jangka panjang (Wulandari 2008).

Berdasarkan uraian pada bab tinjauan pustaka, belum ada penelitian mengenai yang mengkaji tentang optimalisasi distribusi di STA. Penelitian sebelumnya mengenai TA atau STA biasanya mengkaji mengenai efisiensi saluran tataniaga seperti yang dilakukan oleh Dalimunthe (2006) dan Wulandari (2008). Sementara itu, topik penelitian mengenai optimalisasi memang telah banyak dilakukan baik optimalisasi produksi, pengadaan dan distribusi. Penelitian ini mengkaji tentang optimalisasi distribusi buah pepaya di Sub Terminal Agribisnis Rancamaya. Sama halnya dengan penelitian sebelumnya mengenai optimalisasi distribusi, pada penelitian ini optimalisasi dianalisis menggunakan linear programming dengan model transportasi. Pengolahan analisis tersebut

(33)

dibantu dengan penggunaan software LINDO (Linear Interactive Discrete Optimier). Pemakaian alat analisis tersebut untuk menganalisis optimalisasi distribusi merupakan hal yang tepat.

Gambar 3. Peranan Terminal Agribisnis dan Sub Terminal Agribisnis Sumber : Alifah (2005) Sentra Produksi Produsen STA Produsen STA Produsen STA Konsumen Pasar Retail Konsumen Pasar Retail Konsumen Pasar Retail Sentra Pasar Terminal Agribisnis

(34)

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Optimalisasi Distribusi

Sistem distribusi adalah cara yang ditempuh atau digunakan untuk menyalurkan barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Menurut Pujiastuti (2006), sistem distribusi dibedakan atas sistem distribusi langsung, sistem distribusi semi langsung, dan sistem distribusi tidak langsung. Sistem distribusi langsung, yaitu sistem distribusi barang yang disampaikan langsung pada konsumen tanpa melalui perantara. Sistem distribusi semi langsung adalah distribusi barang yang disampaikan pada konsumen melalui pedagang eceran. Sementara itu sistem distribusi tidak langsung adalah distribusi barang yang disampaikan dari produsen pada konsumen melalui perantara (agen atau grosir).

Saluran distribusi terdiri dari sekumpulan organisasi yang saling bergantung yang terlibat dalam proses pembuatan produk atau jasa hingga siap digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen (Kotler 2004). Beberapa hal yang harus diketahui agar dapat mengoptimalkan kegiatan distribusi menurut Heizer dan Render (2005) adalah biaya transportasi, jumlah permintaan dan jumlah penawaran. Di dalam mengevaluasi kesempatan pemasaran, pada umumnya dimulai dengan melihat permintaan dan penawaran. Definisi dari permintaan pasar bagi suatu produk menurut Kotler (2005) adalah volume total yang akan dibeli oleh kelompok pembeli tertentu di daerah geografis tertentu, dalam lingkungan pemasaran tertentu, dan program pemasaran tertentu pula. Berdasarkan teori ekonomi mikro menurut Lipsey (1995), permintaan dapat dirumuskan sebagai berikut: QD= D (T, Y, N, Y*, p, pj), j=1,2,3,…, dengan QD

adalah jumlah komoditi yang diminta, T adalah selera, Y adalah pendapatan rumah tangga, N adalah jumlah penduduk, Y* adalah disposible income, p adalah harga komoditi tersebut, dan pj adalah harga komoditi lain yang ke-j. Sementara

itu menurut teori ekonomi mikro, fungsi penawaran suatu komoditas dapat dirumuskan sebagai berikut: QS = S (G, X, p, wi), i=1,2,3,…, dengan QS adalah

jumlah komoditi yang ditawarkan, G adalah tujuan produsen, X adalah teknologi, p adalah harga komoditi itu sendiri, wiadalah harga input ke-i.

(35)

3.1.2. Pemrograman Linier

Persoalan programming pada dasarnya berkenaan dengan penentuan alokasi yang optimal dari sumber-sumber yang langka untuk memenuhi suatu tujuan. Menurut Supranto (1981), Linear Programming (LP) ialah suatu metode untuk menentukan besarnya masing-masing nilai variabel fungsi tujuan yang linier menjadi optimum (maksimum atau minimum) dengan memperhatikan pambatasan-pembatasan yang ada yaitu pembatasan mengenai input-nya. Pembatasan-pembatasaan tersebut harus dinyatakan dalam ketidaksamaan yang linier.

Metode LP dapat diaplikasikan dalam bidang pertanian, pengairan, transportasi, kesehatan, manajemen produksi, program transmigrasi, perencanaan pembangunan, dan sebagainya. Sebagai alat kuantitatif untuk melakukan pemrogaman, LP memiliki kelebihan maupun kelemahan. Soekartawi (1992) mengemukakan kelebihan LP adalah sebagai berikut:

1) Mudah diaplikasikan, terutama jika menggunakan alat bantu komputer.

2) Dapat menggunakan banyak variabel, sehingga berbagai kemungkinan untuk memperoleh pemanfaatan sumber daya yang optimum dapat dicapai.

3) Fungsi tujuan dapat difleksibelkan sesuai dengan tujuan penelitian atau berdasarkan data yang tersedia.

Sedangkan, kelemahan dari metode LP adalah sebagai berikut:

1) Saat variabel yang digunakan banyak, akan sulit dianalisis jika tidak menggunakan alat bantu komputer.

2) Penggunaan asumsi linieritas dalam kenyataan yang sebenarnya terkadang tidak sesuai.

Salah satu contoh permasalahan dalam manajemen operasi yang dapat diatasi dengan LP adalah menentukan sistem distribusi yang akan meminimalkan biaya persediaan dan biaya produksi total. Haizer dan Render (2005) menyatakan bahwa persoalan LP mempunyai empat sifat umum sebagai berikut:

1) Persoalan LP bertujuan untuk memaksimalkan atau meminimalkan kuantitas, pada umumnya berupa laba atau biaya. Sifat umum ini disebut fungsi tujuan (objective function) dari suatu persoalan LP. Tujuan perusahaan pada umumnya untuk memaksimalkan keuntungan pada jangka panjang. Dalam

(36)

kasus sistem distribusi suatu perusahaan angkutan atau penerbangan, tujuan pada umumnya berupa meminimalkan biaya.

2) Adanya batasan (constraints) atau kendala, yang membatasi tingkat dimana sasaran dapat dicapai. Dalam memaksimalkan dan meminimalkan suatu kuantitas akan bergantung kepada sumber daya yang jumlahnya terbatas. 3) Harus ada beberapa alternatif tindakan yang dapat diambil. Jika tidak ada

alternatif yang dapat diambil, maka LP tidak diperlukan.

4) Tujuan dan batasan dalam permasalahan LP harus dinyatakan dalam hubungan dengan pertidaksamaan atau persamaan linier.

Persoalan LP memiliki kondisi dasar atas ketersediaan sumberdaya yang terbatas dan persyaratan, dengan tujuan optimalisasi (Soekartawi 1992). Pernyataan tersebut dapat dituliskan secara sederhana dengan bantuan persamaan matematis sebagai berikut:

Fungsi Tujuan:

Memaksimumkan atau meminimumkan, Z = c1x1+ c2x2+ … + cnxn Fungsi Kendala: a11x11+ a21x21+ … + an1xn1≤ atau ≥ b1 a12x12+ a22x22+ … + an2xn2≤ atau ≥ b2 a1mx1m+ a2mx2m+ … + anmxnm≤ atau ≥ bm Asumsi: x1, x2, … xn ≥ 0 Dimana:

Z = nilai optimal dari fungsi tujuan (maksimisasi atau minimisasi) cn = parameter yang dijadikan kriteria optimalisasi dan koefiien peubah

pengambilan keputusan dalam fungsi tujuan

xn = peubah pengambilan keputusan atau kegiatan yang ingin dicari

anm= jumlah sumber daya n untuk menghasilkan setiap unit kegiatan m

(37)

Dibutuhkan asumsi-asumsi dasar LP agar penggunaan model LP di atas memuaskan tanpa terbentur pada berbagai hal. Beberapa asumsi dasar pada LP menurut Aminudin (2005) adalah sebagai berikut:

1) Proportionality, asumsi ini berarti naik turunnya nilai Z dan penggunaan sumber atau fasilitas yang tersedia akan berubah secara sebanding dengan perubahan tingkat kegiatan.

2) Additivity, berarti nilai tujuan tiap kegiatan tidak saling mempengaruhi, atau dalam LP dianggap bahwa kenaikan suatu kegiatan dapat ditambahkan tanpa mempengaruhi bagian nilai Z yang diperoleh dari kegiatan lain.

3) Divisibility, berarti keluaran yang dihasilkan oleh setiap kegiatan dapat berupa bilangan pecahan.

4) Deterministic (certainty), berarti bahwa semua parameter yang terdapat pada LP dapat diperkirakan dengan pasti, meskipun dalam kenyataan tidak sama persis.

3.1.3. Model Transportasi

Model transportasi adalah bagian dari operation research yang membahas tentang minimisasi biaya transportasi dari suatu tempat ke tempat lain. Istilah transportasi atau distribusi terkandung makna bahwa adanya perpindahan atau aliran barang dari satu tempat ke tempat lain, atau adanya pemindahan barang dari satu tempat ke tempat lain. Memindahkan barang dari suatu tempat ke tempat lain memerlukan alat dan sarana transportasi, dengan kata lain dalam mendistribusikan barang memerlukan biaya transportasi (Prawirosentono 2007).

Menurut Heizer dan Render (2005) dalam bukunya yang berjudul Operations Management 7thedition, dikemukakan bahwa pemodelan transportasi adalah suatu prosedur berulang untuk memecahkan permasalahan meminimisasi biaya pengiriman produk dari beberapa sumber ke beberapa tujuan. Beberapa hal yang harus diketahui agar model transportasi dapat digunakan, adalah sebagai berikut:

1) Titik asal dan kapasitas atau pasokan pada setiap periode. 2) Titik tujuan dan permintaan pada setiap periode.

(38)

Matriks transportasi merupakan sebuah sarana untuk memberikan gambaran mengenai kasus distribusi (Siswanto 2007) yang memiliki m baris dan n kolom. Sumber-sumber berjajar pada baris ke-1 hingga ke-m, sedangkan tujuan-tujuan berbanjar pada kolom ke-1 hingga ke-n. Tabel 6 menunjukkan matriks transportasi.

Tabel 6. Matriks Model Transportasi

Sumber Tujuan ai T1 T2 T3 ... Tn S1 a11 X11 a12 X12 a13 X13 a1n X1n a1 S2 a21 X21 a22 X22 a23 X23 a2n X2n a2 S3 a32 X31 a32 a3 . . . . Sm am1 Xm1 amn Xmn am bj b1 b2 b3 ... bn

sehingga secara matematis, fungsi tujuan minimum dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dengan kendala,

Dimana,

Si = Tempat ke – i daerah sumber Tj = Tempat ke – j dearah tujuan

(39)

Xij = Jumlah barang yang akan didistribusikan dari Si ke Tj aij = Biaya distribusi 1 unit barang dari Si ke Tj

ai = Jumlah seluruh barang dari Si bj = Kapasitas penerimaan barang di Tj m = Jumlah daerah sumber

n = Jumlah daerah tujuan

Terdapat permasalahan khusus dalam pemodelan transportasi yaitu jumlah permintaan tidak sama dengan pasokan. Sebuah situasi umum dalam permasalahan di dunia nyata adalah sebuah kasus dimana permintaan total tidak sama dengan pasokan total. Persoalan yang disebut sebagai ketidakseimbangan ini dapat diatasi dengan mudah, yakni menggunakan sumber kosong (dummy sources) atau tujuan kosong (dummy destination). Jika jumlah pasokan total lebih besar dibandingkan dengan permintaan total, maka dibuat permintaan yang jumlahnya sama dengan kelebihan tersebut dengan menciptakan tujuan kosong (Tabel 7). Sebaliknya, jika jumlah permintaan total lebih besar dibanding total pasokan, maka dibuat sumber kosong sesuai sejumlah permintaan yang ada. Unit ini sebenarnya tidak akan dikirimkan, maka biaya transportasi pada setiap kotak dummy adalah nol (Heizer dan Render 2005).

Tabel 7. Matriks Awal Model Transportasi Tidak Seimbang (Penawaran > Permintaan)

Sumber Tujuan Kapasitas

Penawaran T1 T2 T3 Dummy destination S1 a11 X11 a12 X12 a13 X13 0 X1n a1 S2 a21 X21 a22 X22 a23 X23 0 X2n a2 S3 a32 X31 a32 X32 a33 X33 0 X3n a3 Jumlah Permintaan b1 b2 b3 b dummy

Penyelesaian persoalan transportasi pada dasarnya diawali dengan upaya untuk menentukan solusi awal dan kemudian dilanjutkan dengan perhitungan atau metode untuk menentukan nilai akhir. Artinya apapun metode awal yang

(40)

digunakan tidak akan mempengaruhi nilai akhir atau nilai optimal yang diharapkan dalam proses penyelesaian persoalan transportasi. Penentuan solusi awal biasanya menggunakan beberapa metode, diantaranya yaitu metode pojok kiri atas – pojok kanan bawah (north west corner), metode ongkos terkecil (least cost), dan metode Vogel (Vogel’s approximation method). Kemudian untuk penyelesaian akhir biasanya diselesaikan dengan metode stepping stone dan metode multiplier (Arifin 2007).

Beberapa metode untuk mencari solusi layak dasar awal adalah: 1) Metode North-West Corner

Metode ini adalah metode yang paling sederhana dan kurang efisien, karena tidak mempertimbangkan biaya transportasi per unit dalam membuat alokasi. Akibatnya, mungkin diperlukan beberapa iterasi solusi tambahan sebelum solusi optimum diperoleh.

2) Metode Least-Cost

Metode Least-Cost berusaha mencapai tujuan minimalisasi biaya dengan alokasi sistematik kepada kotak-kotak sesuai dengan besarnya biaya transportasi per unit. Pada umumnya, metode Least-Cost akan memberikan solusi awal lebih baik yakni biaya yang lebih rendah dibanding metode North-West Corner. Hal tersebut disebabkan karena metode ini menggunakan biaya per unit sebagai kriteria alokasi, sementara metode North-West tidak. Banyaknya iterasi tambahan yang diperlukan untuk mencapai solusi optimum lebih sedikit, namun dapat juga terjadi meskipun jarang, dimana solusi awal yang dicapai melalui metode North-West lebih baik dibanding metode Least-Cost.

3) Metode Vogel’s approximation (VAM)

VAM selalu memberikan solusi awal yang lebih baik dibanding metode North-West Corner dan sering kali lebih baik daripada metode Least Cost. Kenyataannya pada beberapa kasus, solusi awal yang diperoleh melalui VAM akan menjadi optimum. VAM melakukan alokasi dalam satu cara yang akan meminimumkan penalty (oppotunity cost) dalam memilih kotak yang salah untuk suatu alokasi.

(41)

3.1.4. Analisis Optimalisasi

Pada ilmu matematika, optimalisasi mengacu pada pemilihan elemen terbaik dari beberapa set alternatif yang tersedia. Dalam kasus yang sederhana, hal tersebut berarti memecahkan masalah-masalah yang ada dengan tujuan meminimalkan atau memaksimalkan fungsi dengan sistematis. Pada operations research, secara matematis penyelesaian optimal sebuah kasus LP selalu berhubungan dengan penyelesaian optimal sebuah kasus LP yang lain. Di samping itu, penyelesaian optimal kasus LP pada dasarnya mengandung informasi yang sangat berharga berkaitan dengan perubahan parameter-parameter dan variabel-variabel yang digunakan. Optimalisasi dapat ditelaah melalui beberapa analisis diantaranya adalah analisis primal, analisis dual, dan analisis sensitivitas.

3.1.4.1. Analisis Primal dan Dual

Setiap persoalan linier selalu mempunyai dua macam analisis, yaitu analisis primal dan analisis dual. Masalah primal adalah permasalahan yang mula-mula dikemukakan dalam program linear. Solusi optimal untuk masalah primal menunjukkan nilai dari variabel-variabel keputusan yang memaksimumkan atau meminimumkan nilai dan fungsi tujuan. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui jumlah kombinasi yang terbaik dalam mencapai tujuan Z dengan kendala keterbatasan sumberdaya yang tersedia.

Analisis dual adalah prosedur yang digunakan dalam memecahkan masalah yang tidak memiliki pemecahan dasar awal (masalah dual) yang layak. Hal tersebut tercermin dari slack or surplus. Shadow price menunjukkan jumlah perbaikan pada fungsi tujuan optimal bila Right Hand Side (RHS) kendala tertentu ditingkatkan sebesar satu satuan dengan parameter-parameter lain konstan.

3.1.4.2. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas, menurut Soekartawi (1992) penting untuk dilakukan karena dalam kegiatan sehari-hari faktor ketidakpastian itu selalu ada. Di dalam problem LP, pengertian sensitivitas adalah menggunakan parameter sumberdaya yang tersedia pada batas yang paling kecil (lower limit) dan batas yang paling besar (upper limit).

(42)

Saat suatu perubahan kecil dalam parameter menyebabkan perubahan drastis dalam solusi, maka dapat dikatakan bahwa solusi sangat sensitif terhadap nilai parameter tersebut. Sebaliknya, jika perubahan parameter tidak mempunyai pengaruh besar terhadap solusi, maka dikatakan solusi relatif insensitif terhadap nilai parameter itu (Hendri 2009). Dalam membicarakan analisis sensitivitas, perubahan-perubahan parameter dikelompokan menjadi perubahan koefisien fungsi tujuan, perubahan konstan sisi kanan, perubahan batasan atau kendala, penambahan variabel baru dan penambahan batasan atau kendala baru.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Sub Terminal Agribisnis sebagai infrastruktur pemasaran memliki manfaat dalam memperlancar kegiatan dan meningkatkan efisiensi pemasaran komoditas agribisnis yang meliputi, sebagai pusat transaksi hasil-hasil agribisnis, memperbaiki infrastruktur pasar, cara dan jaringan pemasaran, sebagai pusat informasi pertanian serta sebagai sarana promosi produk pertanian (Setiajie 2004a). Hal tersebut pula yang dilakukan oleh STA Rancamaya, dengan sasarannya dalam meningkatkan peran sebagai sarana pemasaran produk pertanian baik secara langsung maupun tidak langsung.

Melalui perannya sebagai sarana pemasaran produk pertanian, STA menjembatani hubungan antara pemasok produk buah-buahan yakni petani dengan pasar yang membutuhkan produk buah-buahan. Pasar akan meminta sejumlah produk melalui STA dan permintaan selanjutnya disampaikan pada petani. Kemudian petani akan menawarkan produknya melalui STA dan setelah itu dari STA produk akan dikirim ke pasar.

Sub Terminal Agribisnis Rancamaya memiliki beberapa permasalahan dalam menjalankan kegiatan distribusi produk buah-buahan tersebut. Permasalahan yang terjadi adalah beberapa komponen biaya dalam kegiatan distribusi cukup tinggi, serta nilai retur yang cukup tinggi. Hal tersebut akan berdampak pada tingginya total biaya distribusi. Oleh karena itu, agar STA Rancamaya dapat menjalankan fungsinya secara berkelanjutan, maka perlu diperhatikan bagaimana komposisi distribusi yang optimal.

Keadaan aktual dalam pola distribusi buah pepaya di STA akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif berupa mendeskripsikan pola

(43)

distribusi, jumlah penawaran buah pepaya dari petani, serta jumlah permintaan buah pepaya dari pasar. Sementara itu analisis kuantitatif dilakukan dengan memformulasikan model LP lalu diproses melalui metode transportasi yang akan dibantu oleh software LINDO (Linear Interactive Discrete Optimier). Hasilnya adalah akan muncul alokasi paling optimal dengan analisis primal, dual dan sensitivitasnya.

Setelah diketahui alokasi distribusi optimal buah pepaya, maka keadaan optimal tersebut dapat dibandingkan dengan keadaan aktual yang selama ini terjadi. Perbandingan antara alokasi optimal dengan keadaan aktual memperlihatkan penyimpangan yang terjadi, sehingga dapat diketahui besarnya biaya distribusi yang dapat dihemat. Adapun alur kerangka pemikiran dalam penelitian ini ditunjukkan melalui bagan kerangka pemikiran operasional pada Gambar 4.

(44)

Gambar 4. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional Optimalisasi Distribusi Buah Pepaya di Sub Terminal Agribisnis Rancamaya Kota Bogor Jawa Barat

Keadaan Aktual Mendeskripsikan pola distribusi produk, jumlah pasokan (penawaran), dan order (permintaan) Pemasok (Petani) PENAWARAN Konsumen (Pasar) PERMINTAAN Keadaan Optimal Analisis Penyimpangan STA RANCAMAYA sebagai sarana pemasaran produk pertanian Permasalahan

Biaya transportasi tinggi

Retur tinggi Sarana transportasi terbatas Input : Pemodelan dengan LP Proses : Metode Transportasi Output : 1. Analisis Primal 2. Analisis Dual 3. Analisis Sensitivitas

Gambar

Tabel 1. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku menurut Subsektor Lapangan Usaha Pertanian di Indonesia pada Tahun 2006-2009
Tabel 2. Nilai PDB Hortikultur Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia pada Tahun 2007-2008
Tabel 4. Perkembangan Luas Panen Komoditas Hortikultura di Indonesia pada Tahun 2007-2008
Gambar 2. Struktur Pemasaran Buah-buahan Nasional Sumber: Gonarsyah (1998)
+7

Referensi

Dokumen terkait

K/AG/2003, tanggal 26 Pebruari 2004 yang maksudnya, bahwa tuntutan nafkah anak pada masa yang lampau tidak dapat dituntut, karena nafkah anak ini bukan littamlik untuk

1) Bab I: Ketentuan Umum. Ketentuan umum memuat 14 definisi istilah yang menjadi batasan pengertian dalam UU Kelautan. Pengertian kelautan dalam UU tersebut adalah hal

Usporedbom istih parametara hrapavosti i istih uvjeta analize površine kao za isti broj slojeva moţe se zakljuĉiti da u svim navedenim sluĉajevima Sol 2 ima veću hrapavost od

Dari domestik, pemerintah akan mengenakan pajak PPh 22 sebesar 5% untuk kategori super mewah mulai 1 Juni 2015 di mana barang yang tergolong barang sangat mewah adalah

Kemaknaan hasil uji ditentukan berdasarkan nilai p <0,05.Hasil penelitian menunjukkan bahwaterdapat pengaruh metode PBL terhadap nilai ujian tulis materi KB

Dari hasil kuesioner, ditemukan bahwa terdapat 22 faktor risiko yang penanganannya dilakukan dengan mengurangi peluang terjadinya faktor risiko tersebut, 19 risiko yang

Background pemandangan berupa gunung diberi warna biru yang semakin jauh semakin memudar, memperkuat kesan semakin jauh. Hamparan sawah di beri warna kontras kuning. Untuk

Bahkan dalam situasi adalah128-bit atau kunci yang lebih besar digunakan dengan cipher yang dirancang dengan baik seperti AES, Brute Force dapat dilakukan untuk meretas