• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN PERMAINAN DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PADA PECAHAN TERKAIT DENGAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGGUNAAN PERMAINAN DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PADA PECAHAN TERKAIT DENGAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI 2.1.Kemampuan Penalaran Matematis ... 11

2.2.Kemampuan Komunikasi Matematis ... 14

2.3.Permainan ... ... 17

2.4.Teori Dienes ... 21

2.5.Penelitian yang Berkaitan ... ... 29

BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Desain Lokasi dan Populasi ... 30

3.2.Instrumen Penelitian ... ... 32

3.3.Proses Pengembangan Instrumen ... ... 33

3.4.Pendekatan ... ... 39

3.5.Prosedur Penelitian ... ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.Deskriptif Statistik Kemampuan Penalaran Matematis... ... 41

4.2.Deskriptif Statistik Kemampuan Komunikasi Matematis.. ... 47

4.3.Analisis DataKemampuan Penalaran Matematis 4.3.1.Uji Normalitas ... ... 52

(2)

ii

4.3.3.ANOVA Dua Jalur Terkait dengan Jenis Pembelajaran, Level Sekolah, dan Level KAM Terhadap Kemampuan Penalaran

Matematis... ... 55

4.4.Kemampuan Komunikasi Matematis 4.4.1.Uji Normalitas ... ... 57

4.4.2.Uji Homogenitas ... 57

4.4.3.ANOVA Dua Jalur Terkait dengan Jenis Pembelajaran, Level Sekoah, dan Level KAM Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis ... ... 59

4.5.Asosiasi Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis .... 62

4.6.Asosiasi Kemampuan Penalaran dan KAM ... 63

4.7.Asosiasi Kemampuan Komunikasi dan KAM ... 64

4.8.Sikap ... ... 64

4.9.Pembahasan ... ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan ... ... 68

5.2.Saran ... ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... .. 72

LAMPIRAN A ... 56

LAMPIRAN B ... ... 45

LAMPIRAN C ... ... 67

(3)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1. Perbandingan Teori ... 26

2.2. Daftar Penelitian yang Relevan ... 29

3.1. Klasifikasi Koefisien Validitas ... ... 34

3.2. Validitas Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... ... 34

3.3. Validitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... ... 35

3.4. Koefisien Riliabilitas ... ... 36

3.5. Reliabilitas Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... ... 36

3.6. Reliabilitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 36

3.7. Daya Beda Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... ... 37

3.8. Daya Beda Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... ... 37

3.9. Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... .... 38

3.10. Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... ... 39

4.1. Deskripsi Skor Kemampuan Penalaran Matematis ... 41

4.2. Rekapitulasi Banyaknya Siswa Yang Menjawab Benar Berdasarkan No Soal Kemampuan Penalaran Matematis ... 43

4.3. Rekapitulasi Banyaknya Siswa Benar untuk Skor Kemampuan Penalaran Matematis ... 45

4.4. Deskripsi Skor Kemampuan Komunikasi Matematis ... 47

4.5. Rekapitulasi Banyaknya Siswa Yang Menjawab Benar Berdasarkan No Soal Kemampuan Komunikasi Matematis ... 49

4.6. Rekapitulasi Banyaknya Siswa Benar untuk Skor Kemampuan Komunikasi Matematis ... 51

4.7. Uji Normalitas Skor Kemampuan Penalaran Matematis ... ... 53

4.8. Uji Homogenitas Skor Kemampuan Penalaran Matematis ... ... 54

4.9. ANOVA Dua Jalur yang Berkaitan dengan Jenis Pembelajaran, Level Sekolah, dan Level KAM Terhadap Kemampuan Penalaran Matematis .. 34

4.10. Uji Tukey Skor Kemampuan Penalaran Matematis Berdasarkan Sekolah ... ... 66

4.11. Uji Normalitas Skor Kemampuan Komunikasi Matematis ... ... 57

4.12. Uji Homogenitas Skor Kemampuan Komunikasi Matematis ... 59

(4)

iv

4.15. Hasil Uji Asosiasi Antara Kemampuan Penalaran Matematis dengan

Kemampuan Komunikasi Matematis ... ... 43 4.16. Derajat Asosiasi Antara Kemampuan Penalaran Matematis dan Komunikasi

Matematis ... ... 44 4.17. Banyaknya Siswa Berdasarkan Kemampuan Penalaran Matematis dan KAM Pada Tiap Level Sekolah ... ... 44 4.18. Hasil Uji Asosiasi Antara Kemampuan Penalaran Matematis dengan KAM

... 45 4.19. Banyaknya Siswa Berdasarkan Kemampuan Komunikasi Matematis dan

KAM Pada Tiap Level Sekolah ... ... 45 4.20. Hasil Uji Asosiasi Antara Kemampuan Komunikasi Matematis dengan

(5)

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

4.1. Rerata Skor Kemampuan Penalaran Matematis Berdasarkan Klasifikasi Sekolah ... 42 4.2. Banyaknya Siswa Benar Pada Tiap Soal Kemampuan Penalaran Matematis

Kelas Eksperimen ... ... 43 4.3. Banyaknya Siswa Benar Pada Tiap Soal Kemampuan Penalaran Matematis

Kelas Kontrol ... ... 44 4.4. Banyaknya Siswa Benar Pada Soal Kemampuan Penalaran Matematis Kelas Eksperimen ... 46 4.5. Banyaknya Siswa Benar Pada Soal Kemampuan Penalaran Matematis Kelas Kontrol ... ... 46 4.6. Rerata Skor Kemampuan Komunikasi Matematis Berdasarkan Klasifikasi

Sekolah ... 48 4.7. Banyaknya Siswa Benar Pada Tiap Soal Kemampuan Komunikasi

Matematis Kelas Eksperimen ... ... 49 4.8. Banyaknya Siswa Benar Pada Tiap Soal Kemampuan Komunikasi

Matematis Kelas Kontrol ... ... 49 4.9. Banyaknya Siswa Benar Pada Soal Kemampuan Komunikasi Matematis

Kelas Eksperimen ... ... 51 4.10. Banyaknya Siswa Benar Pada Soal Kemampuan Komunikasi Matematis

Kelas Kontrol ... ... 52 4.11. Interaksi Antara Klasifikasi Sekolah dan Model Pembelajaran Terhadap

Kemampuan Penalaran Matematis ... ... 63 4.12. Interaksi Antara Klasifikasi Sekolah dan Model Pembelajaran Terhadap

(6)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

A. INSTRUMEN PENELITIAN

1. Diagram Kegiatan Pembelajaran Menggunakan Permainan ... 75

2. Matriks Pembelajaran ... 76

3. Rencana Pembelajaran ... 104

4. Kisi-kisi Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis .. .... 121

5. Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... ... 122

6. Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... ... 123

7. Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 124

8. Lembar Observasi Aktivitas Guru ... 125

9. Kisi-kisi Skala Sikap ... ... 126

10. Skala Sikap ... 127

11. Desain Permainan ... 129

12. Soal Evaluasi Permainan ... 152

B. ANALISIS HASIL UJI COBA INSTRUMEN 1. Tabel Skor Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis ... ... 160

2. Perhitungan Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis ... ... 161

C. ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN 1. Skor Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis ... .. 162

2. Uji Normalitas Skor Kemampuan Penalaran Matematis ... ... 178

3. Uji Homogenitas Skor Kemampuan Penalaran Matematis ... 187

4. Uji ANOVA 2 Jalur Kemampuan Penalaran Matematis ... 143

5. Uji Normalitas Skor Kemampuan Komunikasi Matematis ... 178

6. Uji Homogenitas Skor Kemampuan Komunikasi Matematis ... ... 187

7. Uji ANOVA 2 Jalur Kemampuan Komunikasi Matematis ... 143

8. Uji Asosiasi Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis ... 121

9. Uji Asosiasi Kemampuan Penalaran Matematis dan KAM ... ... 122

10. Uji Asosiasi Kemampuan Komunikasi Matematis dan KAM ... ... 123

11. Skor Baku Skala Sikap Siswa ... ... 234

12. Analisis Skala Sikap Siswa ... ... 342

(7)

vii

(8)
(9)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Mata pelajaran matematika merupakan bagian dari kurikulum pendidikan

nasional (Pasal 3 Bab II UU NO 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional) yang berfungsi mengembangkan kemampuan peserta didik dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk mengembangkan

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berilmu. Sehingga Indonesia

mempunyai sumber daya manusia yang dapat digunakan untuk mengelola sumber

daya alam serta cakap dalam melakukan tugas-tugasnya sesuai dengan

keahliannnya. Oleh karena itu mata pelajaran matematika masuk dalam kurikulum

setiap satuan pendidikan. Dalam jenjang pendidikan dasar untuk menciptakan

SDM yang handal, salah satu tujuan pembelajaran matematika pada satuan

pendidikan SD/MI (Depdiknas, 2006) diantaranya: (a) Menggunakan penalaran

pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematis dalam membuat

generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan

matematis dan (b) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram,

atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

Rekomendasi National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) 2000

(Carpenter, et al. 2005) mengusulkan aljabar harus diajarkan di seluruh kelas di

awal sekolah dasar. Hal tersebut terjadi juga di Indonesia yaitu dengan masuknya

(10)

2

satuan pendidikan SD/MI. Dalam belajar aljabar beberapa peneliti mengatakan

bahwa siswa mengalami banyak kesulitan. Seperti yang dikatakan oleh Analucia,

et al, (2003) berkaitan dengan penalaran dalam aljabar siswa lemah pada (1)

keterbatasan dalam menginterpretasi tanda sama dengan (Booth, 1984, 1988;

Kieran, 1981, 1985; Vergnaud, 1985), (2) kesalahpahaman tentang arti huruf

untuk variabel (Kieran, 1985; Kuchemann, 1981; Vergnaud, 1985), (3) menolak

untuk menerima ekspresi seperti "3a+7" sebagai jawaban dari masalah (Sfard

& Linchevski, 1994), dan (4) kesulitan dalam menyelesaikan persamaan dengan

variabel pada kedua sisi tanda sama dengan (Filloy & Rojano, 1989; Herscovics

& Linchevski, 1994). Subramaniam dan Banerjee (2004: 122) membenarkan

pernyataan itu. Dia mengatakan banyak siswa kesulitan di dalam pelajaran aljabar,

mungkin karena mereka mempunyai pemahaman yang lemah dari dua konsep

penting yaitu variabel dan ekspresi aljabar.

Linchevski dan Livneh (Subramaniam dan Banerjee, 2004: 121)

menambahkan bahwa siswa yang membuat kesalahan dalam memanipulasi

ekspresi aljabar mengulangi beberapa kesalahan ketika berhadapan dengan

ekspresi aritmetika. Chaiklin dan Lesgold (Subramaniam dan Banerjee, 2004:

121) juga mengatakan banyak siswa yang memiliki kelemahan sense dari struktur

ekspresi aritmetik dan tidak dapat menilai kesetaraan ekspresi seperti

947 492

685− + dan 947−492+685 tanpa bantuan perhitungan.

Hal serupa juga terjadi pada siswa-siswi Indonesia. Dari hasil pengkajian

terhadap kesulitan yang dihadapi oleh guru matematika dan siswa SMP pada 5

(11)

3

bahwa hampir semua propinsi menghadapi kendala berupa pemahaman yang

rendah dari siswa tentang konsep-konsep yang terkait dengan operasi bentuk

aljabar dan skill yang rendah dalam menyelesaikan operasi bentuk aljabar

(Wardhani, 2004). Wardhani (2004) menambahkan bahwa hal itu diperkuat oleh

hasil analisis terhadap uji kemampuan dasar matematika siswa SMP yang

diselenggarakan oleh PPPG matematika berturut-turut tahun 2001, 2002, dan

2003 pada hampir semua propinsi di Indonesia. Hasil analisis itu antara lain

menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang sulit membedakan antara suku

sejenis, dan tidak sejenis, makna koefisien, sehinggga tidak mampu

menyelesaikan operasi bentuk aljabar dengan baik.

Hal tersebut wajar terjadi karena kita mengetahui bahwa aritmetika dan

aljabar merupakan cabang matematika yang saling berkaitan. Aritmetika

berhubungan dengan bilangan yang meliputi penjumlahan, pengurangan,

perkalian dan pembagian pada bilangan bulat pecahan dan desimal (Partilla,

2009). Sedangkan aljabar merupakan cabang matematika yang menggunakan

huruf dan lambang untuk mewakili angka-angka dan jumlah (Vorderman, 2009).

Artinya aljabar merupakan generalisasi dari aritmetika.

Ketika belajar matematika hubungan antara aritmetika dan aljabar merupakan

hubungan biimplikasi, yaitu aljabar membutuhkan aritmetika karena pemahaman

tentang pecahan dan operasinya pada aritmetika menjadi unsur penting yang harus

dipenuhi ketika siswa akan belajar aljabar. Seperti yang dijelaskan oleh Wilson

(2009) bahwa pecahan sangat berkaitan dengan aljabar. Pertama, kita

(12)

4

Kedua, siswa akan belajar bagaimana memanipulasi bentuk polinomial yang

melibatkan pecahan yaitu fungsi rasional. Sedangkan belajar tentang ekspresi

aritmetika yang didekatkan dengan simbol aljabar akan memunculkan

pemahaman yang lebih mendalam. Analisis tentang aritmetika dan aljabar yang

berkorelasi mendapat dukungan dari penelitian Suatini (2002) yang hasilnya

menyebutkan bahwa ada kontribusi pemahaman aritmetika pada hasil belajar

aljabar siswa SMU.

Berkenaan dengan belajar aritmetika dan aljabar pada siswa sekolah dasar,

Zoltan Paul Dienes dalam buku Building Up Mathematics, Deines (Hirstein,

2007) menjelaskan teorinya tentang enam fase belajar matematika: (1)

bermain-main, (2) permainan, (3) pencarian bentuk serupa, (4) representasi, (5)

simbolisasi, dan (6) formalisasi (hal. 36). Teori Dienes sesuai dengan pola induksi

yaitu siswa belajar dari dari sesuatu yang konkrit menuju ke yang abstrak.

Kegiatan belajar dalam enam fase tersebut diawali dari kegiatan aritmetika sampai

siswa mendapatkan konsep dalam aljabar dasar.

Aktivitas aritmetika terjadi pada fase (1) dan (2), di mana siswa (1)

melakukan langkah-langkah semacam “mencoba-coba” aktivitas ini biasanya

diuraikan seperti bermain-main. (2) Pembatasan di dalam bermain-main

mendorong ke arah batasan aturan permainan atau permainan. (3) Tahap

berikutnya adalah identifikasi berbagai permainan yang memiliki struktur yang

sama. Ini adalah tahap pencarian bentuk serupa. (4) Ketika fitur yang tidak

relevan dari banyak permainan telah dibuang, kita siap untuk representasi. (5)

(13)

5

variabel. (6) Sampai pada akhirnya siswa melakukan proses formalisasi sesuai

dengan konsep dalam aljabar dasar.

Sesuai dengan teori Dienes peneliti menggunakan permainan yang sudah

lama populer di antara para guru, karena digunakan sebagai alternatif

pembelajaran tradisional yaitu praktek berulang yang berkenaan dengan

kurikulum matematika, terutama untuk perhitungan aritmetika (Bragg, 2007: 29).

Wacana tersebut sesuai dengan himbauan kurikulum KTSP yang menyarankan

penggunaan media pembelajaran dalam upaya untuk meningkatkan keefektifan

proses pembelajaran (Depdiknas, 2006).

Penggunaan media juga sudah diujicobakan oleh beberapa peneliti. Seperti

Ortiz menyelenggarakan riset di musim semi tahun 2002 untuk mengukur

efektivitas pembelajaran dengan permainan dalam membantu siswa menguasai

operasi dasar aritmetika. Hasil analisisnya menyatakan bahwa permainan

mempunyai dampak positif pada kemampuan matematis siswa taman

kanak-kanak di kelas dua (Ortiz, 2003). Kemampuan matematis yang akan di analisis

adalah kemampuan penalaran dan komunikasi matematis. Oleh karena itu

permainan yang didesain adalah permainan berkelompok. Karena dalam

permainan berkelompok siswa akan berkomunikasi dengan yang lain tentang

pemahamannya terhadap aturan permainan yang sedang dilakukan.

Selain itu permainan juga mempunyai dampak yang positif terhadap sikap

siswa. Seperti yang diungkapkan oleh Indrawati, et al. (2007) yang

menyimpulkan bahwa:

(14)

6

peran, melatih tanggung jawab, kebijaksanaan untuk membedakan mana yang baik dan buruk, melatih jiwa kepemimpinan, kerjasama, kebersamaan, kekompakan, demokrasi, musyawarah untuk mencapai kesepakatan, tidak egois, tidak mudah putus asa, berkorban untuk kepentingan orang lain, kewaspadaan, berani mengambil resiko dan konsekuensi terhadap pilihan yang dibuatnya, disiplin diri, kemurahan hati, menghargai kawan dan lawan, menghargai hak dan kewajiban orang lain, mengetahui tugas dan kewajiban, menempatkan diri berdasarkan batasan aturan dan peran, kesamaan gender, keuletan, semangat daya juang, melatih kepekaan, self-endurance, tahan terhadap godaan, teguh pendirian.

Seperti pemikiran Randel, Morris, Wetzel dan Whitehill (Akinsola dan

Animasahun, 2007) yang percaya bahwa banyak siswa menikmati permainan,

dan itu bermanfaat untuk menyelidiki apakah aspek permainan ini dapat

dikombinasikan dengan pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar. Peneliti

juga termotivasi untuk melakukan eksperimen yaitu penggunaan permainan dalam

pembelajaran operasi pada pecahan terkait dengan kemampuan penalaran dan

komunikasi matematis siswa sekolah dasar.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, peneliti menentukan rumusan

masalah:

1.2.1. Apakah kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat

pembelajaran dengan permainan lebih baik dari pada kemampuan

penalaran matematis siswa yang mendapat pembelajaran konvensional

ditinjau secara keseluruhan, pada tiap level sekolah, dan pada tiap

kemampuan awal matematis?

1.2.2. Apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat

(15)

7

komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran konvensional

ditinjau secara keseluruhan pada tiap level sekolah, dan pada tiap

kemampuan awal matematis?

1.2.3. Adakah pengaruh interaksi antara jenis pembelajaran dan level sekolah

terhadap pencapaian kemampuan penalaran matematis?

1.2.4. Adakah pengaruh interaksi antara jenis pembelajaran dan level sekolah

terhadap pencapaian kemampuan komunikasi matematis?

1.2.5. Adakah asosiasi antara kemampuan penalaran dan kemampuan

komunikasi matematis siswa?

1.2.6. Bagaimana sikap siswa yang diajar menggunakan permainan?

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang dilakukan yaitu:

1.3.1. Menelaah kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat

pembelajaran dengan permainan dan pembelajaran konvensional ditinjau

secara keseluruhan, pada tiap level sekolah, dan pada tiap kemampuan

awal matematis.

1.3.2. Menelaah kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat

pembelajaran dengan permainan dan pembelajaran konvensional ditinjau

secara keseluruhan pada tiap level sekolah, dan pada tiap kemampuan awal

matematis.

1.3.3. Menelaah pengaruh interaksi antara jenis pembelajaran dan level sekolah

(16)

8

1.3.4. Menelaah pengaruh interaksi antara jenis pembelajaran dan level sekolah

terhadap pencapaian kemampuan komunikasi matematis.

1.3.5. Menelaah asosiasi antara kemampuan penalaran dan kemampuan

komunikasi matematis siswa.

1.4.Manfaat Penelitian

Penelitian dapat dimanfaatkan sebagai

1.4.1. Informasi mengenai sejauh mana permainan berpengaruh terhadap

peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.

1.4.2. Aktivitas pembelajaran yang inovatif bagi kelompok siswa dengan

kemampuan rendah, sedang dan tinggi yang dapat digunakan dalam

mengajarkan operasi pada pecahan.

1.4.3. Motivasi terhadap siswa agar terbiasa untuk menggunakan pengalaman

masa lalu yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran sehingga

meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis

khusunya aspek aritmetika dan aljabar.

1.5.Definisi Operasional

Untuk memperoleh kesamaan persepsi tentang istilah yang digunakan dalam

penelitian ini, maka pendefinisian istilah yang digunakan peneliti, yaitu:

1.5.1. Kemampuan Penalaran Matematis

Cara berpikir menggunakan pola dan sifat, melakukan manipulasi matematis

dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan

pernyataan matematis.

(17)

9

Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain

untuk memperjelas keadaan atau masalah.

1.5.3. Permainan

Permainan yang dimaksud adalah aktivitas yang dapat menimbulkan rasa

senang dengan aturan yang relevan dengan konsep matematika.

1.6.Hipotesis

Setelah peneliti mengkaji beberapa teori, akhirnya peneliti berpendapat

bahwa:

1.6.1. Kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat pembelajaran

menggunakan permainan lebih baik dari kemampuan penalaran matematis

siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau secara

keseluruhan, pada tiap level sekolah, dan pada tiap kemampuan awal

matematis.

1.6.2. Kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran

menggunakan permainan lebih baik dari kemampuan komunikasi

matematis siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau

secara keseluruhan, pada tiap level sekolah, dan pada tiap kemampuan

awal matematis

1.6.3. Terdapat pengaruh interaksi antara jenis pembelajaran dan level sekolah

terhadap pencapaian kemampuan penalaran matematis.

1.6.4. Terdapat pengaruh interaksi antara jenis pembelajaran dan level sekolah

(18)

10

1.6.5. Terdapat asosiasi antara kemampuan penalaran dan kemampuan

(19)

33 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Desain Lokasi dan Populasi

Rumusan masalah menyoroti perbedaan antara kelas yang diajar

menggunakan permainan dengan kelas yang belajar konvensional. Pada tiap kelas

pada satu kelompok sekolah mempunyai kemampuan matematis sama

berdasarkan nilai raport. Oleh karena itu penelitian ini berdesain eksperimen

perbandingan kelompok statik, yaitu:

X O (Ruseffendi, 2005: 49). O

Dengan catatan: X adalah pembelajaran operasi pada pecahan dengan

permainan. O adalah tes kemampuan penalaran matematis dan kemampuan

komunikasi matematis.

Populasi penelitian ini adalah siswa kelas V Sekolah Dasar di Kecamatan

Bulakamba Kabupaten Brebes. Dari tiap kelompok SD (tinggi, sedang, rendah)

diambil sampel satu SD secara acak. Kemudian kelas V yang terbagi menjadi dua

kelas ditetapkan satu sebagai kelas eksperimen, yang satunya lagi sebagai kelas

kontrol.

Setelah meminta ijin kepada UPTD Kec. Bulakamba, dan meminta data SD

yang ada di Kec. Bulakamba yang diklasifikasikan kedalam sekolah tinggi,

sedang, dan rendah. SD Negeri 2 Grinting terpilih secara acak sebagai sekolah

level tinggi, SD Negeri 2 Cipelem sebagai sekolah level sedang, SD Negeri 2

(20)

34

berkemampuan sama, kemudian dipilih V A sebagai kelas kontrol, V B sebagai

kelas eksperimen.

3.2.Intrumen Penelitian

Instruman penelitian yang digunakan adalah tes kemampuan matematis yang

terdiri dari kemampuan penalaran matematis dan kemampuan komunikasi

matematis dengan bentuk uraian dan pilihan banyak serta untuk mengetahui sikap

siswa digunakan model skala sikap Linkert.

3.2.1.Tes

Kisi-kisi tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis dapat dilihat

pada lampiran A.3 dan A. 4 . Pedoman pengskoran untuk tes tersebut adalah

benar bernilai 1 salah bernilai 0. Sedangkan soal kemampuan penalaran dan

komunikasi matematis terdapat pada lampiran A.5 dan A.6. Instrumen

kemampuan penalaran dan komunikasi matematis terlebih dahulu diujicobakan,

kemudian dianalisis berkenaan dengan validitas, realibilitas, tingkat kesukaran,

dan daya pembedanya.

3.2.2.Lembar Observasi

Lembar observasi pembelajaran dibagi menjadi dua, pertama lebar observasi

untuk siswa per kelompok, kedua lembar observasi untuk guru peneliti saat

mengajar. Berguna untuk memberikan masukan dan perbaikan terhadap

pembelajaran yang dulakukan oleh guru peneliti. Lembar observasi yang

(21)

35

3.2.3.Cerita Anak

Cerita anak merupakan tugas untuk siswa diakhir pembelajaran menggunakan

permainan yang berfungsi untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran

selama penelitian. Respon yang dimaksud adalah daya tangkap mereka terhadap

pembelajaran yang dapat diketahui dari alur cerita.

3.2.4.Skala Sikap

Sklala sikap dibuat untuk mengetahui sikap siswa terhadap belajar

menggunakan permainan, belajar dengan berkelompok, dan terhadap tes

kemampuan penalaran dan komunikasi yang diberikan. Kisi-kisi skala sikap dan

skala sikap secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran A.7 dan A.8.

3.3.Proses Pengembangan Instrumen

3.3.1.Validitas

Seperti yang ditulis Ruseffendi (1991: 176) bahwa suatu soal atau set soal

dikatakan valid bila soal-soal itu mengukur apa yang semestinya harus diukur.

Maka uji validitas atau kesahihan digunakan untuk mengetahui seberapa tepat

suatu alat ukur mampu melakukan fungsi. Dalam penelitian ini akan dilihat

validitas isi dan validitas banding suatu instrumen. Validitas isi menurut

Ruseffendi (1991: 177) adalah validitas yang didasarkan kepada isinya. Untuk

mengetahui validitas isi peneliti akan meminta pertimbangan para ahli (termasuk

guru yang berpengalaman dalam materi pelajaran) untuk melihat validitasnya.

Lebih lanjut Ruseffendi (1991: 179) menjelaskan validitas banding ialah validitas

yang dimiliki oleh instrumen yang kita buat yang koefisien korelasinya dengan

(22)

36

Untuk mengukur validitas bandingnya peneliti gunakan produk momen dari

Pearson yang rumusnya sebagai berikut:

( )( )

Klasifikasi koefisien validitas J.P. Guilford

Tabel 3.1

Validitas Tes Kemampuan Penalaran Matematis No Soal Pearson Correlation Interpretasi Signifikansi

1 0,406 Sedang Signifikan

2 0,652 Sedang Signifikan

3 0,709 Tinggi Sangat signifikan

4 0,848 Tinggi Sangat signifikan

Lihat bahwa nilai korelasi butir soal 1 dengan butir total memiliki nilai

soal memiliki korelasi yang signifikan dengan skor total. Sehingga dapat

(23)

37

Tabel 3.3

Validitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis No Soal Pearson Correlation Interpretasi Signifikansi

5 0,425 Sedang Signifikan

6 0,732 Tinggi Sangat signifikan

7 0,776 Tinggi Sangat signifikan

8 0,731 Tinggi Sangat signifikan

9 0,678 Sedang Signifikan

butir soal memiliki korelasi yang signifikan dengan skor total. Sehingga dapat

dikatakan bahwa semua butir soal tes kemampuan komunikasi matematis valid.

3.3.2.Reliabilitas

Ruseffendi (1991: 187) menjelaskan definisi reliabilitas alat ukur itu ialah

ketetapan instrumen itu mengukur. Atau ketetapan siswa menjawab soal-soal

(instrumen). Untuk itu tujuan pengujian reliabilitas adalah untuk mengetahui

konsistensi atau keteraturan hasil pengukuran suatu instrumen apabila instrumen

tersebut digunakan lagi sebagai alat ukur suatu objek atau responden. Koefisien

reliabilitas adalah nilai dari rXX dengan 2 2

Sedangkan untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas peneliti

menggunakan tolak ukur oleh J.P. Guilford (Ruseffendi, 1991: 189) yang saya

(24)

38

Tabel 3.4 Koefisien Reliabilitas

Besarnya rXX Tingkat Reliabilitas 20

Reliabilitas Tes Kemampuan Penalaran Matematis Cronbach’s Alpha Interpretasi

0,625 Sedang

Oleh karena nilai Alpha Cronbach’s = 0,625 terletak di antara 0,40 hingga 0,70

(lihat Tabel 3.5) sehingga tingkat reliabilitasnya adalah sedang.

Tabel 3.6

Reliabilitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Cronbach’s Alpha Interpretasi

0,725 Tinggi

Oleh karena nilai Alpha Cronbach’s = 0,725 terletak di antara 0,70 hingga 0,90

(lihat Tabel 3.6) sehingga tingkat reliabilitasnya adalah tinggi. Oleh karena itu

soal dapat digunakan sebagai instrumen penelitian.

3.3.3.Daya Beda

Daya pembeda adalah korelasi antara skor jawaban terhadap sebuah butiran

(25)

39

dan

B

b banyaknya siswa yang menjawab benar untuk kelompok bawah

(Ruseffendi, 1991: 202).

Hasil analisis daya pembeda tes kemampuan penalaran dan komunikasi

matematis disajikan pada Tabel 3.7 dan 3.9 berikut

Tabel 3.7

Daya Pembeda Tes Kemampuan Penalaran Matematis

No Soal Daya Beda Keterangan

1 0,34 Cukup

2 0,48 Baik

3 0,83 Baik Sekali

4 0,62 Baik

Tabel 3.8

Daya Pembeda Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

No Soal Daya Beda Keterangan

5 0,48 Baik

6 0,83 Baik Sekali

7 0,83 Baik Sekali

8 0,69 Baik

9 1,03 Baik Sekali

Karena hasil analisis daya pembeda tes kemampuan penalaran dan komunikasi

menunjukkan hasil dari cukup sampai baik sekali, maka tes kemampuan penalaran

dan komunikasi matematis dapat digunakan.

3.3.4.Tingkat Kesukaran

Kesukaran suatu butiran soal ditentukan oleh perbandingan antara banyaknya

siswa yang menjawab soal itu benar dengan banyaknya siswa yang menjawab

(26)

40

siswa yang menjawab benar untuk kelompok bawah (Ruseffendi, 1991: 202).

Hasil analisis tingkat kesukaran tes kemampuan penalaran dan komunikasi

matematis berturut-turut disajikan pada Tabel 3.9 dan 3.10.

Tabel 3.9

Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Penalaran Matematis

No Soal Indeks Kesukaran Keterangan

1 0,86 Mudah

2 0,79 Mudah

3 0,62 Sedang

4 0,72 Mudah

Tabel 3.10

Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

No Soal Indeks Kesukaran Keterangan

5 0,79 Mudah

6 0,62 Sedang

7 0,62 Sedang

8 0,69 Sedang

9 0,52 Sedang

Dari hasil analisa tingkat kesukaran tes kemampuan penalaran dan komunikasi

matematis, didapat soal-soal tergolong soal mudah dan sedang, sehingga dapat

digunakan sebagai instrumen, walaupun tidak ada soal sulit.

3.4.Pendekatan

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dan kualitatif.

(27)

41

penalaran dan komunikasi matematis. Sedangkan data kualititaf merupakan

interpretasi dari hasil skala sikap, cerita anak, dan analisis lembar observasi.

Pendekatan ini dipilih karena, pertama untuk mengantisipasi data yang kurang

atau data yang tidak valid dari penelitian, kedua penelitian penggunaan permainan

merupakan penelitian yang menitik beratkan kepada proses, yaitu proses

permainan yang mengiringi pembelajaran.

3.5.Prosedur dan Tahap-tahap Penelitian

Langkah-langkah penelitian yang dilakukan adalah

3.5.1.Tahap Persiapan

Membuat proposal dan melakukan seminar proposal. Membuat Instrumen,

melakukan uji coba instrumen, menentukan validitas, reliabilitas, daya pembeda,

dan tingkat kesukaran instrumen, sehingga dilakukan perbaikan instrumen

penelitian. Memprediksi waktu pelaksanan pembelajaran, membuat rencana

pembelajaran aplikasi Teori Dienes menggunakan media permainan yang

disesuaikan dengan standar kompetensi, kompetensi dasar. Meminta izin

melakukan penelitian di institusi terkait.

3.5.2.Tahap pelaksanaan

Mengkomunikasikan pelaksanaan penelitian kepada institusi tempat penelitian

berlangsung, seperti mengkomunikasikan rencana pembelajaran kepada kepala

sekolah dan guru matematika. Melakukan pembelajaran terhadap kelas

eksperimen dan kelas kontrol, setelahnya dilakukan post-test.

(28)

42

Menguji normalitas data penelitian, menguji homogenitas data penelitian,

menguji hipotesis penelitian sesuai dengan normalitas dan homogenitas data

penelitian. Melakukan uji hipotesis statistik, dengan statistik yang telah

ditentukan.

3.5.4.Tahap Pelaporan Hasil Penelitian

(29)

57 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian tentang pembelajaran

operasi pada bilangan pecahan terkait dengan kemampuan penalaran dan

komunikasi matematis siswa sekolah dasar adalah:

5.1.1.Kemampuan penalaran matematis siswa lebih berkembang pada sekolah

level tinggi dari pada sekolah level sedang dan rendah.

5.1.2.Terdapat pengaruh interaksi antara jenis pembelajaran dengan level sekolah

terhadap kemampuan penalaran matematis.

5.1.3.Kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar secara konvensional

lebih baik dari pada siswa yang belajar menggunakan permainan

5.1.4.Terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan penalaran dan

komunikasi matematis secara keseluruhan dan pada sekolah level sedang.

5.1.5.Terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan komunikasi

matematis dengan level KAM secara keseluruhan dan pada level sekolah

tinggi.

5.1.6.Siswa disetiap level sekolah merasa senang terhadap pembelajaran

matematika dan mereka juga senang belajar matematika menggunakan

permainan. Hanya saja mereka takut untuk mengemukakan pendapat di

depan kelas, sulit mengajukan pertanyaan selama pembelajaran,dan sulit

memahami makna dari soal tes kemampuan penalaran dan komunikasi

(30)

58

5.2.Implikasi

Implikasi dari kesimpulan diatas adalah

5.2.1.Pembelajaran dengan permainan dapat digunakan sebagai alternatif

pembelajaran di sekolah level sedang terkait dengan kemampuan penalaran

matematis.

5.3.Saran

Untuk peneliti yang berminat untuk melakukan penelitian tentang

permainan, disarankan agar:

5.3.1.Guru yang mengajar sebaiknya guru yang sudah berkompeten baik untuk

kelas yang belajar dengan permainan atau kelas konvensional.

5.3.2.Lakukanlah penelitian serupa tetapi kajian analisisnya berkenaan dengan

kecemasan siswa terkait dengan penggunaan permainan, problem possing

berpadu dengan permainan, dan permainan ditinjau dari segi bahasa atau

penelitian etnomatematik.

5.3.3.Mendesain permainan yang lebih sempurna, artinya jika permainan di buat

berdasarkan teori belajar, maka diusahakan setiap permainan relevan untuk

tiap tahap belajar dalam teori tersebut.

Langkah-langkah dalam mendesain permainan adalah

1. Menentukan teori yang dijadikan pedoman membuat permainan sesuai

dengan tahap belajar metematika seperti teori Dienes.

2. Menentukan kemampuan matematis yang akan di tingkatkan sehingga

(31)

59

3. Mendesain permainan yang diawali dengan memahami aturan

matematisnya terlebih dahulu baik dalam aljabar, geometri, atau

statistika.

4. Menganalisis variabel-variabel dalam aturan tersebut yang dapat

dimanipulasi atau diajadikan aktivitas dalam permainan.

5. Mengkolaborasikan dengan permainan yang sudah ada seperti

permainan kartu.

6. Peran guru dalam pembelajaran dengan permainan adalah sebagai

(32)

54

Daftar Pustaka

Akinsola, M.K. and Animasahun, I.A. (2007). The Effect Of Simulation-Games Environment On Students Achievement In And Attitudes To Mathematics In Secondary Schools. Dalam The Turkish Online Journal of Educational Technology [Online], Vol 6, Issue 3, Article 11. Tersedia: http://www.eric.ed.gov/PDFS/ED500054.pdf [21 Maret 2010]

Analucia, S, et al. (2003). Algebra Elementary in School. Dalam International Group for the Psychology of Mathematics Education, Paper presented at the 27th International Group for the Psychology of Mathematics Education Conference Held Jointly with the 25th PME-NA Conference [Online], vol 4, hal 127-134. Tersedia: http://ase.tufts.edu/education/ faculty/schliemannAlgebra.pdf [17 Januari 2011]

Bragg, L (2007). Students’ Conflicting Attitudes Towards Games as a Vehicle for Learning Mathematics: A Methodological Dilemma. Dalam Mathematics Education Research Journal [Online], Vol. 19, No. 1, hal 29-44. Tersedia: http://www.eric.ed.gov/PDFS/EJ776252.pdf [17 Januari 2011]

Carpenter, TP, et al. (2005). Algebra in Elementary School: Developing Relational Thinking. Dalam ZDM [Online], vol 36. Tersedia: http://www.edcoe.org/

departments/curriculum_instruction/documents/111208CILC_Relational Thinking.pdf [17 Januari 2011]

Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.

DePorter, B and Hernacki, M. (2003). Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Kaifa: Bandung

Dienes, ZP. (2001). Six stages with rational Numbers. Dalam Mathematics in School, Vol 30, No 1, Januari 2001, [Online]. Tersedia: http://www.zoltandienes.com/ [29 September 2010]

Hirstein, J. (2007). The Impact of Zoltan Dienes on Mathematics Teaching in The United States. Dalam The Montana Mathematics Enthusiast, Montana Council of Teachers of Mathematics [Online], Monograph 2, hal. 169-172. Tersedia: http://www.math.umt.edu/TMME/Monograph2/Hirstein_ article.pdf [15 Januari 2011]

(33)

55

Molina, M., Ambrose, R. & Castro, E. (2004). In the transition from arithmetic to algebra: misconceptions of the equal sign. Dalam The 28th International Group for the Psychology of Mathematics Education [Online]. Tersedia: www.emis.de/proceedings/PME28/SO/SO110_Molina-Gonzalez.pdf [17 Januari 2011]

National Council of Teachers of Mathematics. Commission on Standards for School Mathematics. (1989). Curriculum Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, V.A:

Novikasari, I. (2009). Aplikasi Teori Dienes dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Penalaran Matematis Siswa Sekolah Dasar: Studi Eksperimen pada Siswa Kelas III Sekolah Dasar Kecamatan Purwukerto Timur Kabupaten Banyumas Tahun Ajaran 2008/2009. Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Program Studi Pendidikan Dasar. Bandung: tidak diterbitkan.

Oejeng, S. (1970). New Mathematics (Matematika Modern) Di Sekolah Dasar, “Apakah Benar Belajdjar Berhitung dengan Iin dan Aan” Susunan Nj. Dr. Supartinah Pakasi Metode Matematika Modern?. Bandung: PT. Sanggabuwana

Ortiz, E. (2003). Research Findings from Games Involving Basic Fact Operations and Algebraic Thinking at a PDS. The ERIC Clearinghouse on Teaching and Teacher Education. Washington, D.C. (Non-refereed.).

Partilla, P. (2003). Kamus Matematika Dasar. Bandung: Pakar Raya

Ruseffendi, E.T. (1990). Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini untuk Guru dan PGSD D2, Seri Ke Lima. Bandung: Tarsito.

________. (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya dalam Pengajaran Matematika, untuk Guru dan Calon Guru. Bandung: tidak diterbitkan.

________. (1993). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Prorek Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi.

________. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.

(34)

56

Negeri Malang. Program Studi Pendidikan Matematika SD. Malang: tidak diterbitkan.

Suatini, L. (2002). Pemahaman Aritmetika dan Hasil Hasil Belajar Aljabar Siswa SMU. Dalam Jurnal Pendidikan Penabur. No 01, hal 101-105. [Online]. Tersedia: http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.101 105%20Pemahama n%20Aritmatika%20Dan%20Hasil%20Belajar%20Aljabar%20Siswa%2 0SMU.pdf [29 Januari 2011]

Subramaniam, K dan Banerjee, R. (2004). Teaching Arithmetic And Algebraic Expressions. Dalam Proceedings of the 28th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education [Online], Vol 3, halaman 121–128. Tersedia: www.emis.de/proceedings/ PME28/RR/RR200Kalyanasundaram.pdf [17 Januari 2011]

Steinthorsdottir, OB. dan Sriraman, B (2009). Icelandic 5th-Grade Girls’ Developmental Trajectories in Proportional Reasoning. Dalam Mathematics Education Research Journal 2009, Vol. 21, No. 1, 6-30 [Online]. Tersedia: http://www.eric.ed.gov/PDFS/EJ883862.pdf [17 Januari 2011]

Sumarmo, U. (2007). Pembelajaran Matematika. Dalam Rujukan Filsafat, Teori, dan Praksis Ilmu Pendidikan. Editor Natawidjaya, et al. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Press.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Wahyudin. (2007). Aplikasi Statistika danam Penelitian. Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI.

________. (2010). Pembelajaran Matematika dan Pemecahan Masalah. Bandung: Mandiri.

Wardhani, S. (2004). Permasalahan Kontekstual Mengenalkan Bentuk Aljabar di SMP. Dalam Paket Pembinaan Penataran. Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Pusat pengembangan Penataran Guru Matematika: Yogyakarta [Online]. Tersedia : http://p4tkmatematika.org/downloads/ppp/PPP04_aljabarSMP .pdf [29 Januari 2011]

Volderman, C. (2009). Kamus Matematika. Solo: Tiga Ananda

Wilson, WS. (2009). Elementary School Mathematics Priorities. Dalam AASA Journal of Scholarship & Practice [Online], V6 No 1, hal 40-49. Tersedia: www.math.jhu.edu/~wsw/papers/PAPERS/ED/ee.pdf [17 Januari 2011]

(35)

Gambar

Tabel Skor Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis ....................................................................................
Tabel 3.1 Klasifikasi Koefisien Validitas
Tabel 3.3 Validitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis
Tabel 3.4 Koefisien Reliabilitas
+3

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Diaken 4 : Marilah orang­orang berhikmat, berilah persembahanmu sebagai tanda ungkapan

Budidaya Kenaf ( Hibiscus cannabinus L.) Masing –masing Ahli Penelitian Utama, Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat.. Biologi

Aplikasi Rhizobakteri Antagonis Untuk Mengendalikan Penyakit Sclerotium rolfsii Sacc Pada Fase Vegetatif Tanaman Kedelai ( Glycine max (L) Merill) Secara In Vivo..

[r]

aspal menjadi lebih encer) ketika suhu meningkat. Aspal mempunyai sifat visco-elestis dan tergantung dari waktu pembebanan. Pada proses pencampuran dan pemadatan sifat aspal

Tujuan dari laporan kerja praktek ini adalah untuk mengetahui cara pembuatan penyambungan dan konektor pada Fiber Optik, sedangkan metode yang dilakukan oleh penulis adalah

description to the messages written in the novel ‘The Scarlet letter’ by its author. Nathaniel Hawthorne to