• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR RESIKO KEJADIAN KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) PADA BALITA (>2-5 TAHUN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEI AUR KABUPATEN PASAMAN BARAT TAHUN 2012.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FAKTOR RESIKO KEJADIAN KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) PADA BALITA (>2-5 TAHUN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEI AUR KABUPATEN PASAMAN BARAT TAHUN 2012."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR RESIKO KEJADIAN KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) PADA BALITA (>2-5 TAHUN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

SEI AUR KABUPATEN PASAMAN BARAT TAHUN 2012

Skripsi

Diajukan ke Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas sebagai Pemenuhan Syarat untuk

Mendapatkan Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

FERAWATI No.BP : 1010334022

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

(2)

COMMUNITY NUTRITION FACULTY OF PUBLIC HEALTH ANDALAS UNIVERSITY

Skripsi, 11 July 2012

FERAWATI, Reg.No. 1010334022

RISK FACTORS INCIDENT OF LESS ENERGY PROTEIN (PEM) TO CHILDREN (> 2-5 YEARS) IN WORKING AREA OF HEALTH CARE OF SEI AUR DISTRICT OF WEST PASAMAN 2012

viii + 86 pages, 22 tables, 12 drawings, 9 attachments ABSTRACT

Indonesia still face the problem of Protein Energy Malnutrition (PEM), nutritional anemia, IDD and VAD. At this time the prevalence of PEM continues to rise and form of malnutrition especially in children under five years. PEM is a problem with the consumption of nutritional foods that do not contain sufficient energy and protein as well as health problems. The objective of this study is to determine the risk factors of Protein Energy Malnutrition (PEM) in infants (> 2-5 years).

The study design was a case control with a sample of 72 people, the comparison of cases and controls 1: 1. Data collection is purposive sampling of cases and controls selected from neighbors and is carried by mosquitoes pattern starting from the immediately adjacent neighbors with this case by matching age and socio-economic. The analysis used univariate, bivariate and multivariate.

The results of the analysis there are four variables were significantly associated (<0.05) with the incidence of PEM are energy intake (OR = 3.314), protein intake (OR = 3.353), maternal age (OR = 4.429) and number of children (OR = 3.182) . Based on multivariate analysis, variables that greatly affect the prevalence of PEM in infants is protein intake.

The results suggest a need to be aware of family counseling on nutrition to improve the knowledge society, especially mothers, the supply of food for children can pay attention to aspects of nutrition, balanced diet, parenting, and child care in order to prevent the occurrence of PEM in infants.

Bibliography: 44 (1986-2009)

(3)

DAFTAR ISI

2.1.1 Penilaian Status Gizi Secara Langsung ... 9

2.1.1.1 Antropometri ... 9

2.1.1.2 Klinis ... 16

2.1.1.3 Biokimia ... 17

2.1.1.4 Biofisik ... 17

2.1.2 Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung ... 18

2.1.2.1 Survei Konsumsi Makanan ... 18

2.1.2.2 Statistik Vital ... 18

2.1.2.3 Faktor Ekologi ... 18

2.2 Kurang Energi Protein (KEP) ... 19

2.3 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi ... 19

(4)

3.5 Pengolahan dan Analisis Data ... 35

4.2 Haasil Analisis Univariat... 41

4.2.1 Rata-rata Asupan Energi ... 41

4.2.2 Rata-rata Asupan Protein ... 42

4.2.3 Gambaran Pola Asuh Makan ... 43

4.2.4 Gambaran Ketersediaan Pangan ... 46

4.2.5 Gambaran Pendidikan Ibu ... 49

4.2.6 Gambaran Pekerjaan Ibu ... 50

4.2.7 Gambaran Umur Ibu ... 51

4.2.8 Gambaran Jumlah Anak ... 52

4.2.9 Gambaran Karakteristik Responden ... 53

4.2.9.1 Jenis Kelamin ... 53

4.2.9.2 Umur Anak Balita ... 53

4.2.9.3 Status Ekonomi ... 54

4.3 Hasil Analisis Bivariat... 54

4.3.1 Hubungan Asupan Energi dengan Kejadian KEP ... 55

4.3.2 Hubungan Asupan Protein dengan Kejadian KEP ... 55

4.3.3 Hubungan Pola Asuh Makan dengan Kejadian KEP ... 56

4.3.4 Hubungan Ketersediaan Pangan dengan Kejadian KEP . 56 4.3.5 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian KEP ... 57

4.3.6 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian KEP ... 57

4.3.7 Hubungan Umur Ibu dengan Kejadian KEP ... 58

4.3.8 Pengaruh Jumlah Anak dengan Kejadian KEP ... 59

4.4 Analisis Multivariat ... 59

4.4.1 Variabel Kandidat ... 60

4.4.2 Hasil Analisis Multivariat ... 60

BAB V. PEMBAHASAN 5.1 Keterbatasan Penelitian ... 62

(5)

5.3 Analisis Bivariat ... 71

5.3.1 Hubungan Asupan Energi dengan Kejadian KEP ... 71

5.3.2 Hubungan Asupan Protein dengan Kejadian KEP ... 72

5.3.3 Hubungan Pola Asuh Makan dengan Kejadian KEP ... 74

5.3.4 Hubungan Ketersediaan Pangan dengan Kejadian KEP . 75 5.3.5 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian KEP ... 77

5.3.6 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian KEP ... 78

5.3.7 Hubungan Umur Ibu dengan Kejadian KEP ... 80

5.3.8 Hubungan Jumlah Anak dengan Kejadian KEP ... 81

5.3.9 Analisis Multivariat ... 82

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 85

6.2 Saran ... 86

(6)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Menurut undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menyatakan bahwa Pemerintah wajib memenuhi hak-hak anak tentang kelangsungan hidup, pertambahan dan perkembangannya serta perlindungan demi kepentingan terbaik anak seluruh komponen bangsa (pemerintah, legislatif, swasta dan masyarakat) bertanggung jawab dalam pemenuhan hak-hak tersebut dibidang kesehatan, pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan menyelenggaran upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak melalui upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang optimal sejak dalam kandungan.1

Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh dan berkembang salah satunya adalah makanan bergizi seimbang (sejak lahir sampai 6 bulan hanya ASI saja, sesudah 6 bulan sampai 2 tahun ASI ditambah makanan pendamping ASI) yang dapat meningkatkan status gizi balita.1

Pembangunan Nasional pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan Sumber Daya Manusia (SDM). Untuk mencapai tujuan tersebut, kesehatan mempunyai peranan ganda yang sangat strategis, disatu pihak sebagai modal dasar pembangunan dan dilain pihak sebagai tujuan pembanguann. Tujuan dari pembangunan kesehatan tersebut adalah untuk menurunkan angka prevalensi kurang gizi sesuai dengan deklarasi World Food Summit 1996 yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGS) pada tahun 2015, yang menyatakan setiap Negara menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi 1990. Sejalan dengan upaya pencapaian kesepakatan global tersebut maka pemerintah menetapkan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) tahun 2010-2012 yakni dengan

(7)

Indonesia masih menghadapi masalah gizi yaitu Kurang Energi Protein (KEP), anemia gizi, Gaky dan KVA. Pada saat ini masalah KEP perlu mendapat perhatian yang serius karena prevalensinya terus meningkat dan merupakan bentuk kekurangan gizi yang terutama terjadi pada anak usia di bawah lima tahun. KEP adalah salah satu gizi kurang akibat konsumsi makanan yang tidak cukup mengandung energi dan protein serta karena gangguan kesehatan.5

Masalah gizi kurang dan buruk di Indonesia banyak dialami oleh balita. Balita adalah harapan bangsa. Penundaan pemberian perhatian, pemeliharaan gizi yang kurang tepat terhadap balita akan menurunkan nilai potensi mereka sebagai sumber daya pembangunan masyarakat dan ekonomi nasional. Mereka memerlukan penggarapan sedini mungkin apabila kita menginginkan peningkatan potensi mereka untuk pembangunan bangsa dimasa depan.4

Memiliki anak yang sehat dan cerdas adalah dambaan setiap orang tua. Untuk itu mewujutkannya tentu saja orang tua harus selalu memperhatikan, mengawasi dan merawat anak secara seksama. Khususnya memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya. Meskipun proses tumbuh kembang anak secara alamiah, proses tersebut sangat bergantung pada orang tua. Apalagi masa lima tahun (masa balita) adalah periode penting dalam tumbuh kembang anak dan merupakan masa yang akan menentukan pembentukan fisik, psikis dan intelegensinya.4

Anak balita (1-5 tahun) merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (KEP) atau termasuk salah satu kelompok masyarakat yang rentan gizi. Kurang Energi Protein (KEP) adalah salah satu masalah gizi utama disamping masalah gizi lainnya. Berdasarkan laporan organisasi kesehatan dunia (WHO/Word Health Organization) menunjukkan bahwa kesehatan masyarakat Indonesia adalah peringkat terendah di ASEAN yaitu peringkat ke-142 dari 170 Negara.2

(8)

penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi akademik di sekolah. KEP berpotensi menjadi penyebab kemiskinan melalui rendahnya kualitas sumber daya manusia dan produktifitas. Tidak heran jika KEP yang tidak dikelola dengan baik, pada fase akutnya akan mengancam jiwa dan pada jangka panjang akan menjadi ancaman hilangnya sebuah generasi penerus bangsa.

Menurut kajian UNICEF 1998, masalah gizi (kurang), disebabkan oleh faktor yang disebut sebagai penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung adalah ketidak seimbangan antara asupan makanan yang berkaitan dengan penyakit infeksi. Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan keluarga, pola asuh anak, pelayanan kesehatan dan lingkungan, dan berkaitan pula dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan anggota keluarga.5

Masalah gizi dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling mempengaruhi secara kompleks. Ditingkat rumah tangga, keadaan gizi dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga menyediakan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup, asuhan ibu dan anak yang dipengaruhi oleh faktor pendidikan dan perilaku, serta keadaan kesehatan anggota rumah tangga. Oleh karena itu penanganan masalah gizi memerlukan pendekatan yang terpadu yang mengarah pada pemberdayaan ekonomi keluarga, peningkatan kemampuan dan keterampilan asuhan gizi keluarga serta peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan.1

(9)

Status gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh. Seperti halnya pada Riskesdas 2007, status gizi balita dinilai berdasarkan parameter antropometri yang terdiri dari berat badan dan panjang/tinggi badan. Indikator status gizi yang digunakan adalah: Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB). Untuk menilai status gizi balita digunakan Standar Antropometri yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2005 atau yang disebut dengan “StandarWHO 2005”. 6, 7

Hasil survei Hellen Keller Indonesia (HKI) tahun 2000 di Sumatra Barat ditemukan angka kejadian gizi buruk pada balita (0-59 bl) 6,6%, angka tersebut merupakan nomor 2 setelah Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yaitu 9,6 %. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2001, prevalensi status gizi anak dibawah 5 tahun (BB/U) di Propinsi Sumatra Barat memiliki gizi buruk (3,90%), gizi kurang (18,30%), gizi baik (75,40%) dan gizi lebih (2,40%).8, 5

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2010 di Provinsi Sumatera Barat tentang status gizi pada balita, menurut status gizi (BB/U) prevalensi balita gizi kurang adalah 14,4% dan gizi buruk 2,8%. Menurut status gizi (TB/U) Prevalensi Balita Pendek adalah 18,4% dan balita Sangat pendek 14,3%. Menurut status gizi (BB/TB) Prevalensi Balita Kurus adalah 4,2% dan Sangat kurus 4,0%. 7

(10)

(68,0%) yang normal. Menurut status gizi (BB/TB) ditemukan 1781 orang (3,6%) yang menderita sangat kurus, 3550 orang (7,3%) yang menderita kurus, 39417 orang (80,7%) yang normal, 3720 orang (7,6%) yang menderita gemuk. Dari data tersebut Kabupaten Pasaman Barat merupakan urutan pertama paling tinggi yang memiliki status gizi balita menurut (BB/TB) dengan jumlah balita yang ditimbang 3335, yaitu 330 (9,9%) balita yang menderita sangat kurus,dan 365 (10,9%) balita yang menderita kurus.

Daftar hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) balita Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman Barat (Pasbar) tahun 2011, dengan jumlah balita yang ditimbang 3311 orang, menurut status gizi (BB/TB) ditemukan 99 orang (3,00 %) yang menderita sangat kurus, 297 orang (9,0 %) yang menderita kurus, 2562 orang (77,4%) yang normal, dan 342 orang (10,3%) yang menderita gemuk. Dari data tersebut wilayah kerja Puskesmas Sei Aur Kabupaten Pasaman Barat ditemukan angka yang tinggi pada status gizi balita kurus dan sangat kurus menurut (BB/TB).

Berdasarkan daftar hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) balita di wilayah kerja puskesmas Sei Aur Kabupaten Pasaman Barat (Pasbar) tahun 2011 dengan jumlah balita yang ditimbang 300 orang, menurut (BB/TB) ditemukan 4 anak balita (1,3 %) yang menderita yang sangat kurus, 19 anak balita (6,3 %) yang menderita kurus, 249 anak balita (83 %) yang normal, dan 26 anak balita (8,7 %) yang menderita gemuk.

(11)

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang “Faktor Resiko

Kejadian Kurang Energi Protein (KEP) pada Balita (>2-5 tahun) di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Aur Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2012”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, penulis merumuskan “apa saja faktor resiko yang mempengaruhi Kejadian Kurang Energi Protein (KEP) pada balita (>2-5 tahun) di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Aur Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2012”.

1.3 Tujuan Penelitian 13.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor resiko kejadian Kurang Energi Protein (KEP) pada balita (>2-5 tahun) di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Aur Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2012

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran asupan zat gizi (energi, protein) pada balita (>2-5 tahun) di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Aur

b. Diketahuinya distribusi frekuensi pola asuh dalam pemberian makanan terhadap balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Aur

c. Diketahuinya distribusi frekuensi ketersediaan pangan di rumah tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Aur

d. Diketahuinya distribusi frekuensi pendidikan ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Aur

e. Diketahuinya distribusi frekuensi pekerjaan ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Aur

(12)

g. Diketahuinya distribusi frekuensi jumlah anak ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Aur

h. Diketahuinya pengaruh asupan (energi, protein) dengan kejadian KEP balita (>2-5 tahun) di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Aur

i. Diketahuinya pengaruh pola asuh dalam pemberian makanan dengan kejadian KEP balita (>2-5 tahun) di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Aur

j. Diketahuinya pengaruh ketersediaan pangan di rumah tangga dengan kejadian KEP balita (>2-5 tahun) di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Aur

k. Diketahuinya pengaruh karakteristik ibu (pendidikan ibu, pekerjaan ibu, umur ibu dan jumlah anak) dengan kejadian KEP balita (>2-5 tahun) di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Aur

1.4 Manfaat Penelitian

a. Bagi peneliti, untuk menambah wawasan peneliti dalam mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan menginformasikan data yang ditemukan. b. Dapat memberikan informasi tentang faktor resiko yang mempengaruhi kejadian

Kurang Energi Protein (KEP) di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Aur

Referensi

Dokumen terkait

Sasaran utama yang diharapkan sebagai tujuan dari kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ini adalah meningkatnya hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA di Kelas V Sekolah

Bidang Program dan Informasi mempunyai tugas melaksanakan pemetaan mutu, pengembangan program dan model pendidikan, fasilitasi penyusunan dan pelaksanaan

Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval

Perpustakaan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang terjadi adalah bagaimana menentukan tindakan perawatan yang optimal agar mesin forklift berjalan

Prinsip kekhususan dapat juga disebut dengan prinsip spesialisasi. Pengaruh yang ditimbulkan latihan itu akan bersifat khusus, sesuai dengan karakteristik kondisi fisik pola

1) Mathematics as a changing body of knowledge. Pandangan ini berfokus pada pendapat bahwa matematika adalah pengetahuan yang dinamis dan senantiasa berkembang. Perubahan

Karena memiliki hak untuk membentuk angkatan perang sendiri dan melakukan peperangan, maka VOC berupaya meemperluas daerah – daerah di Nusantara sebagai wilayah kekuasaan