• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI BANDING BROCOLLI MOUSSE BILIK DENGAN BAHAN DASAR TEPUNG GEMBILI (DIOSCOREA ESCULENTA) DAN TEPUNG TERIGU.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UJI BANDING BROCOLLI MOUSSE BILIK DENGAN BAHAN DASAR TEPUNG GEMBILI (DIOSCOREA ESCULENTA) DAN TEPUNG TERIGU."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

No. Daftar FPIPS: 1761/UN.40.2.5.3/PL/2013 UJI BANDING BROCCOLI MOUSSE BILIK DENGAN BAHAN DASAR

TEPUNG GEMBILI (Dioscorea Esculenta) DAN TEPUNG TERIGU

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah satu

Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pariwisata

Oleh :

Uswatun Hasanah 0906288

PROGRAM STUDI MANAJEMEN INDUSTRI KATERING FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

(2)

UJI BANDING BROCCOLI MOUSSE BILIK DENGAN BAHAN

DASAR TEPUNG GEMBILI (Dioscorea Esculenta) DAN

TEPUNG TERIGU

Oleh

Uswatun Hasanah

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Uswatun Hasanah 2013

Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

UJI BANDING BROCCOLI MOUSSE BILIK DENGAN BAHAN DASAR TEPUNG GEMBILI (Dioscorea Esculenta) DAN TEPUNG TERIGU

Skripsi disetujui dan disahkan oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

(Dewi Turgarini, SS, MM.Par) (Wendi Andriatna, STP.,M.Si.)

NIP 19700320.200812

Mengetahui,

Ketua Program Studi

Manajemen Industri Katering

(Agus Sudono,SE.,MM.)

NIP 19820508.200812.1.002

Mahasiswa

Uswatun Hasanah

(4)

UJI BANDING BROCOLLI MOUSSE BILIK DENGAN BAHAN DASAR TEPUNG GEMBILI (Dioscorea Esculenta) DAN TEPUNG TERIGU

Uswatun Hasanah, Wendi Andriatna, dan Dewi Turgarini

Program Studi Manajemen Industri Katering Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia Bandung 40154

Abstrak:

Gembili (dioscorea esculenta) merupakan tanaman umbi-umbian yang

berwarna putih. Gembili dimanfaatkan pembuatan tepung gembili yang berwarna

kecoklatan karena terjadi reaksi oleh pengaruh enzim yang terdapat dalam bahan

pangan tersebut (browning enzymatic).

Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan konsentrasi tepung gembili

terbaik untuk broccoli mousse bilik adalah sebanyak 50 gram, disukai oleh panelis

dan konsumen, daya tahan simpan dalam suhu ruang selama 1 hari, perhitungan

analisis gizi bahan baku berdasarkan dkbm dihasilkan kandungan per sajian atau

sama dengan 242 gram adonan mengandung total energi sebesar 346.55 kkal,

lemak 13,78 gram, protein 12,61 gram, karbohidrat 24,77 gram, mineral 25,80

mg. Kelebihan dari Broccoli Mousse Bilik berbahan dasar tepung gembili adalah

dari segi warna kecoklatan yang ditimbulkan dari tepung gembili, sedangkan

kekurangannya adalah dari segi aroma Broccoli Mousse Bilik berbahan dasar

tepung gembili perlu diperbaiki. Untuk penilaian investasi dikategorikan usaha

layak untuk dijalankan karena NPV > 0 sebesar Rp 2.225.086.135, Net B/C > 0

sebesar 17,1898, BEP unit sebanyak 11,105.51, BEP dalam rupiah adalah Rp.

2.221.101.068, titik BEP berada pada 1,48 atau berarti 1 tahun 48 hari, dan

Payback Period selama 3 bulan 16 hari.

(5)

UJI BANDING BROCOLLI MOUSSE BILIK DENGAN BAHAN DASAR TEPUNG GEMBILI (Dioscorea Esculenta) DAN TEPUNG TERIGU

Uswatun Hasanah, Wendi Andriatna, dan Dewi Turgarini

Program Studi Manajemen Industri Katering Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia Bandung 40154

Abstract:

Gembili (dioscorea esculenta) is plant tubers white ones. Gembili many be

used as raw materials for making gembili flour that brownish color due to reaction

by influence enzyme contained in the food materials (browning enzymatic).

Research showed that consentration treatment of gembili flour best for

broccoli mousse bilik is 50 grams, favored by panel and consumers, the durability

store in the room temperature during 1 day, calculation analysis of nutition raw

materials based on content generate dkbm per servings or equals 242 grams of

dough containing a total of energy 346.55 kkal, fat 13,78 gram, protein 12,61

gram, carbohydrates 24,77 gram, mineral 25,80 gram. Superperiorty of Broccoli

Mousse Bilik made from gembili flour is the brown color to appear from gembili

flour, and the shortage is flavor of Broccoli Mousse Bilik made from gembili flour

need to recover. For the investment of assessment categorized effort deserves to

run because NPV > 0 is Rp 2.225.086.135, Net B/C > 0 is 17,1898, BEP unit is

11,105.51, BEP rupiah is Rp 2.221.101.068, and Payback Period of investment

payback time for 3 months 16 days.

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN. ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN ... 11

2.1 Kajian Pustaka... 11

2.1.1 Pariwisata ... 11

2.1.2 Destinasi Wisata dan Kuliner ... 12

2.1.3 Studi Kelayakan Bisnis... 14

2.1.4 Analisis Aspek Finance Studi Kelayakan Bisnis ... 16

2.1.5 Gembili ... 18

2.1.6 Tepung Gembili ... 24

2.1.7 Tepung Terigu ... 31

2.1.8 Broccoli ... 35

2.1.9 Mousse ... 36

2.1.10 Gembili Cake (Bilik) ... 36

2.1.10.1 Kualitas Produk Pastry atau Cake berdasarkan Indrawi ... 39

2.1.11 Kemasan Gembili Cake (Bilik) ... 42

(7)

vii

2.2 Penelitian Terdahulu ... 49

2.3 Kerangka Pemikiran ... 50

2.3.1 Tahap I Kitchen Project ... 51

2.3.2 Tahap II Uji Daya Terima Konsumen... 52

2.3.3 Tahap III Analisis Aspek Finance Studi Kelayakan Bisnis . 53 BAB III METODE PENELITIAN ... 54

3.1 Objek dan Subjek Penelitian ... 54

3.2 Metode Penelitian ... 54

3.3 Operasionalisasi Variabel ... 54

3.4 Rancangan Percobaan ... 56

3.5 Populasi ... 59

3.6 Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 59

3.7 Teknik Analisis Data ... 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 65

4.1 Hasil Penelitian ... 65

4.1.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 65

4.1.2 Hasil Organoleptik... 65

4.1.2.1 Karakteristik Panelis ... 65

4.1.2.1.1 Jenis Kelamin ... 65

4.1.2.1.2 Usia Penelis ... 66

4.1.2.1.3 Jenis Pekerjaan Panelis ... 66

4.1.2.2 Karakteristik Organoleptik ... 67

4.1.2.2.1 Warna ... 67

4.1.2.2.2 Rasa ... 68

4.1.2.2.3 Aroma ... 69

4.1.2.2.4 Tekstur ... 71

4.1.2.2.5 Penampilan Fisik ... 72

4.1.2.2.6 Uji Deskripsi Keseluruhan Kriteria Sensori ... 73

(8)

4.1.4 Uji Daya Tahan Simpan ... 80

4.1.5 Uji Analisis Gizi berdasarkan dkbm (Daftar Komposisi Bahan Makanan) ... 83

4.1.6 Uji Daya Terima Konsumen ... 86

4.1.7 Studi Kelayakan Bisnis... 89

4.1.7.1 Analisis Aspek Pasar ... 89

4.1.7.1.1 Analisis Pasar ... 89

4.1.7.1.2 Analisis Pemasaran ... 90

4.1.7.2 Analisis Aspek Teknis ... 90

4.1.7.3 Analisis Aspek Finance ... 92

4.1.7.3.1 Sumber Dana ... 92

4.1.7.3.2 Biaya Operasional ... 92

4.1.7.3.3 Biaya Penyusutan ... 93

4.1.7.3.4 Biaya Pajak ... 95

4.1.7.3.5 Proyeksi Laba Rugi ... 95

4.1.8 Penilaian Investasi ... 95

4.1.8.1 Net Present Value (NPV) ... 96

4.1.8.2 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) ... 96

4.1.8.3 Break Event Point (BEP) ... 97

4.1.8.4 Payback Period (PP) ... 98

4.1.9 Kemasan ... 98

4.1.10 Matrix Hasil Analisis ... 100

4.2 Pembahasan ... 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 108

5.1 Kesimpulan ... 108

5.2 Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Sektor pariwisata saat ini merupakan industri terbesar dan menjadi salah

satu sektor terkuat yang mempengaruhi perekonomian global. Pariwisata telah

memberikan devisa yang cukup besar bagi berbagai negara, khususnya negara

Indonesia. Negara yang memiliki kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

17.508 pulau atau disebut juga sebagai nusantara atau negara maritim, telah

menyadari pentingnya sektor pariwisata terhadap perekonomian Indonesia

dikarenakan pertumbuhan pariwisata Indonesia selalu di atas pertumbuhan

ekonomi Indonesia (Soebagyo, 2012:153). Data Kementrian Pariwisata dan

Ekonomi Kreatif Republik Indonesia mengenai rekapitulasi perkembangan

kunjungan wisatawan mancanegara adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1

Rekapitulasi Wisatawan Mancanegara Tahun 2007 - 2011

Sumber: Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia tahun 2012

Berdasarkan data pada tabel 1.1 penerimaan devisa negara dari sektor

pariwisata pada tahun 2007 mencapai USD 5.345,98 dengan jumlah kunjungan

wisatawan sebanyak 5.505.759 orang, tahun 2008 menunjukan adanya

peningkatan kunjungan wisatawan, dengan total 6.234.497 orang dengan

penerimaan devisa USD 7.347,60, sedangkan tahun 2009 mengalami penurunan

devisa dengan jumlah USD 6.297,99 dan peningkatan kunjungan wisatawan Tahun

Wisatawan Mancanegara Rata-rata Lama Tinggal

(hari)

Rata-rata Pengeluaran

per orang (USD) Penerimaan Devisa

(10)

dengan total 6.323.730 orang, tahun 2010 mencapai USD 7.603,45 dengan jumlah

kunjungan wisatawan sebanyak 7.002.944 orang, dan pada tahun 2011 terjadi

peningkatan penerimaan devisa negara dengan jumlah USD 8.554,39 dan total

kunjungan wisatawan sebanyak 7.649.731 orang.

Secara teori pariwisata merupakan industri yang dipercaya menjadi

penyedia lapangan pekerjaan maupun menjadi ujung tombak pertumbuhan

ekonomi pada suatu negara antara lain melalui wisata budaya, olahraga, industri,

dan pertualangan. Selain wisata tersebut ada pula wisata lain yang diminati oleh

masyarakat lokal maupun asing yaitu kuliner atau yang disebut gastronomi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga tahun 2003, wisata adalah “bepergian bersama-sama (untuk memperluas pengetahuan, bersenang-senang, bertamasya, dan sebagainya)”. Sedangkan kuliner berarti masakan atau makanan. Jadi dapat disimpulkan bahwa wisata kuliner ialah perjalanan yang memanfaatkan

masakan serta suasana lingkungannya sebagai objek tujuan wisata.

Kuliner sebagai salah satu komponen wisata yang perlu dijaga dan

dilestarikan karena merupakan bagian dari kebudayaan meskipun ditengah arus

modernisasi kuliner asing yang menjadi competitor bagi para pelaku usaha

kuliner. Melestarikan wisata kuliner sebagai tujuan wisata dilakukan dengan

mengadakan kegiatan promosi kuliner ataupun melakukan inovasi yang dikemas

agar dapat menarik perhatian masyarakat lokal maupun mancanegara serta

didukung oleh lembaga asosiasi pemerintah atau swasta yang bergerak di bidang

kuliner. Dewasa ini kontribusi gastronomi terhadap sektor pariwisata sangat

berpengaruh, karena semakin banyaknya inovasi produk kuliner yang tercipta dari

hasil kreasi modifikasi makanan. Ide dan kreativitas yang muncul memberikan

sentuhan yang berbeda untuk menciptakan suatu produk olahan makanan yang

memiliki ciri khas tersendiri dengan cita rasa yang menggugah selera.

Seiring berkembangnya kuliner, ada berbagai permasalahan dalam bidang

pangan akibat peralihan minat konsumsi masyarakat terhadap makanan modern

telah memberikan dampak makanan tradisional atau pangan lokal berkurang,

karena menurunnya minat masyarakat untuk mengetahui dan membudidayakan

(11)

3

masyarakat kurang mengkonsumsi pangan lokal. Perkembangan kuliner

khususnya pada produk pastry (cake) mayoritas menggunakan bahan dasar tepung

terigu, yang mana konsumsi terigu saat ini diperkirakan 17 kg/kapita/tahun.

Hanya dalam waktu 30 tahun konsumsi terigu meningkat hingga 500%. Indonesia

menjadi negara importir gandum keenam terbesar di dunia setelah Brasil, Mesir,

Iran, Jepang dan Algeria. Gandum dikonsumsi bukan dalam bentuk butiran,

melainkan bentuk tepung. Cake merupakan makanan yang menggunakan bahan

baku utama tepung dan tanpa atau dengan menambahkan lemak, telur untuk

memberikan kesan lembut dan rasa juga gula ditambahkan untuk memberikan

rasa manis merupakan cirri khas produk ini sistem pencampuran bahan secara “krimming” dan penambahan bahan pengembang berguna untuk menambah volume produknya. (Marleen S., 2010:2). Tepung merupakan salah satu dari dua

bahan pembentuk susunan yang dipergunakan dalam produk-produk pastry dan

bakery. Sebagian besar tepung yang dipergunakan adalah tepung terigu, dengan

kuantitas yang bervariasi.

Salah satu upaya untuk meningkatkan percepatan gerakan

penganekaragaman konsumsi pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan

pangan adalah dengan mengembalikan pola penganekaragaman konsumsi pangan

yang telah mengakar di masyarakat sebagai wujud kearifan masyarakat. Kearifan

lokal sebagai sumber karbohidrat masyarakat di pedesaan yang biasa dikonsumsi

adalah jagung, ubi kayu, ubi jalar, talas, ganyong (sebek), dan gembili (kemilik).

Pangan tersebut dapat dijadikan sebagai pangan alternatif pengganti beras, di sisi

lain dapat melestarikan pangan lokal agar tidak punah sekaligus dapat menjadikan

icon negara Indonesia. Karena beras bukan berasal dari nusantara melainkan dari

negara India. Menurut Suyatno, Ir., MKes.(2010), penggunaan aneka ragam bahan

pangan yang tersedia dalam konsumsi sehari-hari dapat dinyatakan dalam satuan

bahan penukar. Beberapa jenis bahan pangan yang dapat dijadikan sebagai

sumber energi (bahan pangan pokok) pengganti beras dihitung berdasarkan berat

(12)

Tabel 1.2

Bahan Pangan Penukar

No. Jenis Pangan Komposisi pangan setara

dengan 100 gr beras (gr) Ukuran

1. Nasi 200 -

2. Jagung 100 -

3. Singkong 250 Sedang

4. Ubi Jalar 250 Sedang

5. Kentang 400 Sedang

6. Sagu 100 -

7. Terigu 100 -

8. Talas 435 Sedang

9. Cantel 110 -

10. Garut 100 -

11. Jali 140 -

12. Jawawut 110 -

13. Gadung 420 Sedang

14. Gembili 445 Sedang

15. Suweg 610 Sedang

Sumber: Suyatno UNDIP tahun 2010

Upaya meningkatkan daya tarik konsumsi masyarakat terhadap kearifan

pangan lokal yaitu dengan mengemas atau mencari alternatif produk pangan

modifikasi atau inovasi yang menggunakan bahan baku pangan lokal sehingga

potensi yang ada pada pangan lokal tidak punah. Inovasi produk makanan

berbahan dasar lokal saat ini kurang begitu berkembang. Banyak potensi produk

hasil bumi lokal untuk diolah menjadi makanan berkelas, seperti halnya

umbi-umbian. Pangan pokok masyarakat Indonesia berbentuk butiran, yaitu beras dan

jagung. Agar menyerupai beras, sebagai pangan pokok maka jagung dibentuk

menjadi grits, yaitu butiran kecil hasil pemecahan butir jagung menjadi 6-8

bagian. Orang awam mengenal grits jagung ini sebagai “Beras jagung”. Beras

dikonsumsi lebih dari 90 persen populasi, sehingga pemahaman ketahanan pangan

seolah-olah identik dengan kecukupan/ketersediaan beras. Padahal komoditas

(13)

5

serealia seperti jagung, sorgum, hanjeli dan hermada, serta aneka umbi seperti ubi

kayu, ubi jalar, talas, gadung, gembili, suweg, iles-iles, kentang, garut dan

ganyong (Widowati:2000). Kekurangan pangan domestik, lebih sering diatasi

secara pintas yaitu dengan impor beras dan gandum. Dampaknya adalah program

diversifikasi konsumsi pangan pokok dengan memberdayakan sumber karbohidrat

lokal hingga saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Sebaliknya

konsumsi gandum, dalam bentuk terigu semakin meningkat. Impor biji gandum

tahun 1998/1999 masih sebesar 3.1 juta ton (Welirang, 2000) saat ini mencapai 5

juta ton (Khudori, 2008).

Dalam Pedoman Teknis Pengelolaan Produksi Ubi Jalar dan Aneka Umbi

(2013:1) Komoditas ubi jalar dan aneka umbi selain berperan untuk memenuhi

kebutuhan pokok karbohidrat juga dapat dijadikan sebagai sumber utama

substitusi beras atau sebagai tanaman divertifikasi pangan. Upaya peningkatan

produksi komoditas ini baik melalui peningkatan produktivitas maupun perluasan

areal, terfokus pada kegiatan yang bersifat stimulant yaitu berupa pengembangan

model demonstrasi area. Pada tahun 2011 pelaksanaan kegiatan tersebut mencapai

luasan yang terbatas (10.150 ha pada 22 provinsi) dan tahun 2012 menurun

dengan luasan ”hanya” 850 hektar di 2 (dua) provinsi 9 kabupaten. Namun dari

hasil data statistik kegiatan tersebut menjadi salah satu pemicu peningkatan

produksi dan produktivitas, masing-masing sebesar 11,02% dan 9,51% (ARAM II

2012) bila dibandingkan dengan produksi tahun 2011 (angka tetap).

Berdasarkan hasil tersebut, maka pada tahun 2013 fokus peningkatan

produktivitas ubijalar dan pangan alternatif akan dilanjutkan walaupun cakupan

luas yang difasilitasi Pemerintah meningkat sedikit bila dibandingkan tahun 2012

yaitu menjadi 1.225 ha untuk ubijalar dan 110 ha untuk aneka umbi (pangan

alternatif/lokal). Pengembangan aneka umbi/pangan alternatif/lokal (talas, garut,

gembili, dan ganyong dan gadung) pada tahun tahun sebelumnya melalui

pembinaan dan sosialisasi telah berhasil memacu daerah untuk mengembangkan

areal bagi komoditas tersebut dan menjadikannya sebagai komoditas andalan

daerah. Komoditi garut telah menjadi komoditas andalan Kabupaten Sragen

(14)

emping garut rendah kolesterol dan komoditi Ganyong menjadi andalan

Kabupaten Ciamis sebagai bahan baku pembuatan tepung. Begitu juga halnya

dengan talas selain sebagai komoditas pangan pokok di daerah tertentu juga sudah

memasuki pangsa pasar internasional (khusus talas satoimo).

Melalui beberapa kegiatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang

dilakukan pada tahun sebelumnya, produktivitas komoditi talas mencapai 200

ku/ha, garut 100 ku/ha, gembili 120 ku/ha, ganyong 170 ku/ha dan kimpul 20

ku/ha. Daerah sentra pangan lokal seperti talas (satoimo) antara lain terdapat di

Propinsi Bengkulu (Kepahiang) dan Sulawesi Selatan (Bantaeng), garut terdapat

di Propinsi Jawa Barat (Garut), Jawa Tengah (Sragen, Sukoharjo, Kendal) dan DI.

Yogjakarta (Gunung Kidul), gembili terdapat di Provinsi Banten (Kab.

Pandeglang), ganyong terdapat di Jawa Barat (Ciamis), dan kimpul terdapat di

Malang Jawa Timur. Keadaan produksi dan produktivitas aneka umbi (pangan

alternatif/lokal) pada kegiatan pada suatu areal pertanaman dengan luasan

tertentu yang dapat menjadi pusat percontohan bagi petani dan masyarakat

sekitarnya dalam upaya peningkatan produktivitas yang signifikan yaitu

pengembangan/ demonstrasi area (Dem area) tahun 2011 di beberapa daerah dapat

dilihat pada Tabel 1.3 berikut:

Tabel 1.3

Produksi Aneka Umbi Melalui Dem area Tahun 2011

No. Provinsi/Kabupaten Komoditi Luas panen (Ha) Perilaku (Ku/Ha) Produksi (ton)

1.

Jawa Barat

Bogor Talas 5 226 113

Garut Garut 5 200 100

Ciamis Ganyong 5 70 35

2.

Banten

Lebak Talas 5 125 62.5

Pandeglang Gembili 5 150 75

3. Jawa Tengah Talas Jepang 5 90 45

4. Kalbar/ Bengkayang Talas 5 100 50

5. Sulsel/Jeneponto Talas 5 110 55

6. Sultra Talas 5 100 50

(15)

7

Gembili (dioscorea esculenta) merupakan tanaman umbi-umbian yang

sekarang sudah sulit dijumpai di pasar. Penanamannya masih cukup luas di

pedesaan walaupun juga semakin terancam kelestariannya. Gembili menghasilkan

umbi yang dapat dimakan. Umbi biasanya direbus dan bertekstur kenyal. Umbi

gembili serupa dengan umbi gembolo, namun berukuran lebih kecil. Tumbuhan

gembili merambat dan rambatannya berputar ke arah kanan (searah jarum jam jika

dilihat dari atas). Batangnya agak berduri. Gembili juga dianggap sebagai

tumbuhan berpotensi besar pada masa depan. Umbi gembili banyak dimanfaatkan

sebagai bahan baku dalam pembuatan tepung gembili. Tepung tersebut dapat

dijadikan sebagai bahan baku pembuatan berbagai produk pangan, seperti roti,

pangsit, atau produk sereal instan.

Berdasarkan hasil penelitian Richana dan Sunarti (2005) menunjukkan

bahwa tepung gembili dapat dijadikan sebagai tepung komposit bersama tepung

lain, meskipun beberapa sifat fisikokimianya masih perlu diperbaiki. Salah satu

kelemahan dari tepung gembili adalah warna tepung yang agak gelap karena

terjadi reaksi pencoklatan selama proses pengolahan. Hal ini terlihat ketika umbi

dipotong, tidak lama kemudian terjadi proses pencoklatan pada permukaan umbi,

oksidasi dengan udara sehingga terbentuk reaksi pencoklatan oleh pengaruh enzim

yang terdapat di dalam bahan pangan tersebut (browning enzymatic). Pencoklatan

karena enzim merupakan reaksi antara oksigen dan suatu senyawa phenol yang

dikatalisis oleh polyphenol oksidase.

Menurut Endang Bekti K. (2010) kandungan zat gizi gembili dalam 100

gram dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.4

Komposisi Zat Gizi Gembili dalam 100 gram

(16)

Salah satu upaya meningkatkan produktivitas gembili yaitu dengan

membuat satu produk makanan cake yang menggunakan bahan dasar gembili

yang dijadikan tepung sebagai pengganti tepung terigu dari olahan modifikasi

yang menghasilkan produk cake baru dengan broccoli atau brokoli (Brassiaca

Oleracea L) merupakan bahan pangan yang berasal dari pesisir Laut Mediterania

yang kemudian terbesar di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Tanaman

broccoli ini termasuk jenis tanaman kubis-kubisan atau Brassicaceae. Broccoli

tidak hanya enak, tetapi juga memiliki banyak kandungan gizi di dalamnya.

Broccoli mengandung kadar vitamin C yang sangat tinggi, folat, kalsium, kaya

flavonoid, beta karoten, dan senyawa anti kanker yaitu sulforaphane dan indoles.

(Joseph dkk,:2002), serta dipadukan dengan mousse yang merupakan cream beku

dan memiliki tekstur sedikit kasar, yang berbahan dasar cream yang terbuat dari

putih telur dan heavy cream, terkadang ditambahkan kuning telur dan gelatin.

Mengapa mousse? Karena untuk menampilkan sesuatu yang berbeda dan mousse

juga dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat. Alternatif ini menjadi

terobosan untuk mengenalkan kepada masyarakat, menekan cost pada produk

cake, mengurangi jumlah pemakaian bahan dasar tepung terigu, dan menaikkan

sisi ekonomis dari gembili itu sendiri. Harapannya broccoli mousse bilik ini dapat

diterima oleh masyarakat dan memiliki nilai ekonomis yang terjangkau baik dari

kalangan bawah, menengah, atas.

Dalam hal ini penulis ingin mengangkat produk berbahan dasar lokal yang

memiliki cita rasa berkelas. Produk ini perpaduan antara broccoli diolah menjadi

mousse dengan lapisan cake berbahan dasar tepung gembili yang disebut bilik

(gembili cake). Berdasarkan hasil pra penelitian 28 November 2012 produk

broccoli mousse bilik (gembili cake) tekstur dari cake agak kasar karena tepung

gembili tidak diayak, warna agak kuning, aroma broccoli menyengat, dan warna

dari broccoli hijau muda. Adapun solusi agar tekstur dapat diperbaiki dengan cara

mengayak terlebih dahulu tepung gembili sebelum diolah, serta untuk menetralisir

aroma broccoli agar tidak menyengat yaitu dengan menambahkan garam dan

dengan cara ekstraksi. Masa simpan broccoli mousse bilik sendiri tidak tahan

(17)

9

disimpan di frezzer. Sebelum gembili cake ini dipasarkan kepada masyarakat,

adapun serangkaian uji yang dilakukan oleh penulis yaitu melalui uji

organoleptik/panelis, uji beda produk antara broccoli mousse bilik berbahan dasar

tepung gembili dan tepung terigu, uji daya terima konsumen, serta uji daya tahan

simpan untuk meyakinkan konsumen tentang kualitas dari produk ini. Oleh karena

itu, penulis tertarik untuk meneliti dengan judul UJI BANDING BROCCOLI

MOUSSE BILIK DENGAN BAHAN DASAR TEPUNG GEMBILI

(Dioscorea Esculenta) DAN TEPUNG TERIGU”.

1.2Identifikasi dan Perumusan Masalah

Hasil pengamatan ke lapangan produk broccoli mousse belum banyak

dipasarkan. Biasanya broccoli mousse berbahan dasar tepung terigu pada cakenya.

Untuk itu peneliti mengembangkannya menjadi broccoli mousse bilik (gembili

cake) guna meningkatkan nilai jual dari gembili, yang kemudian diolah menjadi

tepung sebagai bahan dasar dari produk tersebut. Produk ini merupakan inovasi

produk yang berbeda dan belum ada dipasaran. Tepung gembili adalah tepung

lokal yang memiliki potensi untuk menggantikan sebagian tepung dalam produk

makanan berbasis terigu.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka perumusan yang dapat diuraikan

adalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah deskripsi pengolahan broccoli mousse bilik?

b. Berapa konsentrasi tepung gembili yang menghasilkan produk inovasi

broccoli mousse bilik dengan kualitas terbaik?

c. Bagaimanakah hasil dari uji daya terima konsumen terhadap broccoli mousse

bilik?

d. Bagaimanakah kelayakan usaha broccoli mousse bilik dilihat dari sisi aspek

finance studi kelayakan bisnis?

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(18)

b. Untuk mengetahui konsentrasi tepung gembili yang menghasilkan produk

inovasi broccoli mousse bilik dengan kualitas terbaik.

c. Untuk mengidentifikasi hasil dari uji daya terima konsumen terhadap

broccoli mousse bilik.

d. Untuk menganalisis kelayakan usaha broccoli mousse bilik dilihat dari sisi

aspek finance studi kelayakan bisnis.

1.4Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Secara Teoritis

Untuk mengembangkan ilmu kuliner yang dipengaruhi kreativitas dalam

berinovasi produk kuliner khususnya dalam pengembangan cake berbasis pangan

lokal. Melestarikan bahan pangan lokal agar dapat diterima oleh mayarakat lokal

maupun internasional. Selain itu meningkatkan mutu dan nilai ekonomis gembili

serta menjadikan gembili sebagai icon Indonesia.

b. Secara Personal

Menggali potensi dan mengembangkan kemampuan berpikir seseorang

untuk selalu produktif. Meningkatkan kemampuan seorang wirausaha Pastry

maupun Bakery dalam mengolah cake berbasis pangan lokal. Sebagai salah satu

syarat untuk menyelesaikan studi program Manajemen Industri Katering serta

(19)

BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1Objek dan Subjek Penelitian

Objek penelitian merupakan sasaran dari penelitian yang akan dilaksanakan.

Objek dalam penelitian ini adalah tepung gembili (dioscorea esculenta) yang

merupakan variable (X). Sedangkan subjek dari penelitian ini adalah 45 orang

yang berperan sebagai konsumen untuk mencoba hasil dari produk broccoli

mousse bilik dengan bahan dasar tepung gembili (dioscorea esculenta) dan

memiliki tujuan untuk mengetahui respon daya terima konsumen terhadap produk

tersebut, daya terima konsumen juga menjadi variable (Y).

3.2Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif eksperimental, karena

jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen, menurut Soegiyono (2012:6)

metode penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan

untuk mencari pengaruh treatment (perlakuan tertentu). Dalam penelitian ini

dilakukan uji organoleptik kepada panelis menggunakan uji organoleptik atau

hedonik. Melakukan uji daya tahan dan uji daya terima konsumen terhadap

produk broccoli mousse bilik. Membandingkan antara broccoli mousse bilik untuk

mengetahui perbedaan kualitas produk berbahan dasar gembili dan tepung terigu,

serta pencatatan semua data-data selama melaksanakan eksperimen dan

dokumentasi berguna untuk mengabadikan tahap-tahap eksperimen. Metode ini

dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui proses pembuatan broccoli mousse

bilik. Sedangkan, dalam menganalisis kelayakan finansial diperlukan perhitungan

Net Present Value (NPV), Net Benefit and Cost Rasio (Net B/C Rasio), Break

Event Point (BEP), dan Payback Period (PP).

3.3Operasionalisasi Variabel

Operasionalisasi variabel adalah suatu nilai dari orang, sifat, objek atau

(20)

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan, terutama kualitas produk dan uji daya

terima konsumen. Maka peneliti akan memaparkan operasionalisasi variabel pada

tabel berikut ini:

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel Broccoli Mousse Bilik

Sumber: Data diolah Maret 2013

Variabel Konsep Teoritis Konsep

Empiris Konsep Analisis

Cake baru dikatakan sempurna apabila penampilannya menarik dan rasanya enak. Rasa enak ini memang sangat subjektif. Meskipun demikian secara umum kualitas cake sangat tergantung pada lemak atau mentega yang dipergunakan. Apabila menghendaki cake berasa lezat, gunakan mentega yang bermutu tinggi. Ada kalimat dalam bahasa Inggris yang berbunyi demikian,

“The better the quantity of the fat,

the better the quality of the finished

cake” (YB Suhardjito, 2006:135).

(21)

56

3.4Rancangan Percobaan

Pada penelitian eksperimen ini peneliti merancang percobaan menggunakan

Rancangan Acak Kelompok (RAK). Metode yang digunakan adalah metode

deskriptif kuantitatif yaitu dengan menganalisis tiga tahap yaitu:

1. Kitchen Project

Pada tahap formulasi ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK)

dengan tiga perlakuan dan satu produk kontrol. Di bawah ini tabel rancangan

percobaan formulasi broccoli mousse bilik dengan bahan dasar tepung gembili.

Tabel 3.2

Metode Rancangan Percobaan Formulasi Konsentrasi Tepung Gembili pada Broccoli Mousse Bilik

Formulasi

Panelis Konsentrasi Tepung Gembili

BMB1 BMB2 BMB3

Sumber : Data diolah Maret 2013

Keterangan : BMB = Broccoli Mousse Bilik dengan bahan dasar tepung gembili

Untuk mengetahui hasil akhir atau evaluasi hasil percobaan dari formulasi

BMB1, BMB2, BMB3 dengan menggunakan standar resep yang berbeda dapat

dilihat pada lampiran 2 untuk pembahasannya dijabarkan dengan menggunakan

(22)

i. Uji Hedonik

Untuk teknis pada metode ini adalah membagikan kuisioner, test food

broccoli mousse bilik, dan air mineral kepada 15 panelis, kriteria yang

diujikan antara lain: fisik/penampilan, rasa, warna, tekstur, dan aroma

sehingga dihasilkan satu produk formulasi terbaik dari beberapa perlakuan

yang telah diteliti. Serta membandingkan dengan produk broccoli mousse

yang berbahan dasar tepung terigu.

ii. Metode Deskriptif Makanan

Mendeskripsikan perbandingan antara hasil satu formulasi terbaik dengan

produk kontrol dengan lima kriteria pengujian kemudian data hasil

pengujian ditransformasi dalam bentuk grafik majemuk dengan skala 0 s/d

10. Masing-masing garis pada grafik menggambarkan himpunan parameter

nilai mutu. Titik pusat menyatakan nilai mutu nol dan ujung garis

menyatakan nilai mutu tertinggi.

iii. Uji Daya Tahan Simpan

Selama proses penyimpanan produk mengalami penurunan mutu. Maka

untuk mengetahui mutu produk broccoli mousse yang berbahan dasar

tepung terigu dan broccoli mousse bilik dilakukan pengujian dengan

menggunakan uji ini untuk mengamati daya tahan simpan kedua produk

tersebut yaitu dengan menyimpannya pada suhu ruang selama enam hari.

Tabel 3.3

(23)

58

iv. Uji Analisis Gizi berdasarkan dkbm

Hasil pengolahan data terhadap mutu gizi broccoli mousse bilik dengan

perlakuan yang paling disukai bedasarkan analisis sesuai parameter mutu

fisik dilakukan dengan analisis deskriptif dengan membandingkan antara

perlakuan konsentrasi yang dilakukan dengan kontrol pada penelitian.

Selanjutnya mutu gizi dibandingkan dengan analisis zat gizi bahan pangan

dasar menggunakan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan).

2. Uji Daya Terima Konsumen

Tahap uji daya terima konsumen ini dilakukan dengan menyebarkan

kuisioner dengan poin-poin mengenai kualitas produk (warna, rasa, aroma, teksur,

dan penampilan fisik), harga, ukuran dilihat dari kapasitas mulut orang Indonesia,

variasi rasa, waktu makan (meal time), kemudian dianalisis dengan menggunakan

metode deskripsi terkait dengan poin-poin tersebut.

3. Aspek Finance Studi Kelayakan Bisnis

Setelah didapatkan produk broccoli mousse bilik perlakuan terbaik, yang

kemudian dilakukan analisis kelayakan finance apakah broccoli mousse bilik

layak atau tidak untuk dipasarkan dengan melihat kriteri kelayakannya antara lain:

a. Net Present Value (NPV)

NPV yaitu selisih antara present value dari investasi dengan nilai sekarang dari

penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Untuk

menghitung nilai sekarang perlu ditentukan tingkat bunga yang relevan.

b. Net Benefit Cost Rasio (Net B/C Rasio)

Net Benefit Cost Rasio (Net B/C Rasio) merupakan angka perbandingan antara

nilai jumlah sekarang yang bernilai positif dengan nilai jumlah sekarang yang

negatif.

c. Break Event Point (BEP)

Break Event Point (BEP) menyatakan volume penjualan dimana total

(24)

perusahaan tidak memperoleh keuntungan dan juga tidak memperoleh

kerugian.

d. Payback Period.

Payback Period adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali

pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan menggunakan aliran

kas, dengan kata lain payback period merupakan rasio antara initial cash

investment dengan cash inflow-nya hasilnya merupakan satuan waktu.

Selanjutnya nilai rasio ini dibandingkan dengan maximum payback period

yang dapat diterima.

3.5Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemungkinan ditarik kesimpulannya. (Sugiyono 2012:62). Dalam

penelitian ini tidak menggunakan sampling akan tetapi menggunakan populasi,

populasi tahap uji organoleptik atau uji hedonik tiga perlakuan kosentrasi broccoli

mousse bilik, setelah didapatkan satu perlakuan konsentrasi terbaik dibandingkan

kembali dengan satu konsentrasi perlakuan kontrol sebanyak 15 orang yang terdiri

dari panelis terlatih dalam bidang food. Sedangkan populasi dalam uji daya terima

konsumen yaitu 45 orang.

3.6Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data pada penelitian ini, peneliti menggunakan data

primer dan sekunder yang dimaksud kedua data tersebut adalah sebagai berikut:

1. Data primer

Menurut Istijanto (2009) “data primer data asli yang dikumpulkan oleh periset untuk menjawab masalah risetnya secara khusus”. Data ini tidak tersedia

karena memang belum ada riset sejenis yang pernah dilakukan atau hasil riset

yang sejenis sudah terlalu kadaluarsa. Jadi periset perlu melakukan

pengumpulan atau pengadaan data sendiri karena tidak bisa mengandalkan

(25)

60

2. Data sekunder

Menurut Istijanto (2009) “data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain bukan oleh periset sendiri untuk tujuan yang lain”. Ini

mengandung arti bahwa periset sekedar mencatat, mengakses, atau meminta

data tersebut ke pihak lain yang telah mengumpulkan di lapangan.

Teknik dan alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Studi literatur

Teknik ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk memperoleh

data dengan cara membaca dan mempelajari buku, artikel, karya ilmiah guna

memperoleh informasi atau referensi yang berkaitan dengan penelitian.

2. Wawancara

Peneliti mewawancarai beberapa konsumen untuk mengetahui informasi

secara langsung mengenai respon daya terima konsumen terhadap broccoli

mousse bilik lebih rinci dari narasumbernya.

3. Kuisioner

Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara menyebarkan lima belas

angket kepada panelis terlatih dan tiga puluh kepada konsumen untuk

mendapatkan data yang diperlukan peneliti untuk di analisis.

4. Dokumentasi

Teknik dokumentasi merupakan alat untuk mengabadikan semua kegiatan

penelitian serta menunjang hasil penelitian dan sebagai bukti bahwa peneliti

melakukan penelitian.

3.7 Teknik Analisis Data

Data yang telah terkumpul dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Deskriptif

kuantitatif digunakan untuk mendeskripsikan tahap-tahap sebelum melakukan

proses pengolahan broccoli mousse bilik dan kejadian-kejadian selama proses

pengolahan broccoli mousse bilik. Menurut Kartika et al. (1988:120) dalam Widia

(26)

Faktor Koreksi = (∑x)2

T x r

J.Kuadrat (Panelis) = (x)2 +…..+ (x)2 - Faktot Koreksi

r

J.Kuadrat (Sampel) = (y)2 +…..+ (y)2 - Faktot Koreksi

T

J.Kuadrat Total = (S2+..…+ S2) – Faktor Koreksi

J.Kuadrat Galat = J.Kuadrat Total – J.Kuadrat Panelis - J.Kuadrat Sampel

Dimana:

FK = Faktor Koreksi

J.Kuadrat (Panelis) = Jumlah Kuadrat Panelis

J.Kuadrat (Sampel) = Jumlah Kuadrat Sampel

J.Kuadrat Total = Jumlah Kuadrat Total

J.Kuadrat Galat = J.Kuadrat Galat

x = Jumlah penilaian masing-masing panelis terhadap semua

sampel

y = Jumlah penilaian semua panelis terhadap masing-masing

produk/sampel

T = Jumlah panelis

r = Jumlah sampel

S = Penilaian terhadap sampel

Dari hasil uji organoleptik/hedonik, selanjutnya dilakukan analisis Varian

(ANAVA) pada tabel 3.4. Dilanjutkan dengan uji Least Siignificant Difference

(LSD) dengan selang kepercayaan 95% untuk mengetahui pengaruh antar

perlakuan.

1. Mencari standard error

rerata jumlah kuadrat error

jumlah panelis

2. Mencari Least Siignificant Difference (LSD) pada tabel Significant studenized

range at the 5 % level, untuk nilai pembanding adalah: standar error x nilai

(27)

62

3. Rerata hasil perhitungan diurutkan dari mulai yang terbesar sampai yang

terkecil kemudian dibandingkan dengan nilai pembanding.

Tabel 3.4

Tabel Analisa Varian (ANAVA) RAK

Sumber

Untuk membandingkan dua sampel broccoli mousse bilik dengan bahan

dasar tepung gembili dan tepung terigu digunakan uji hedonik 2 sampel Turkey

Test (T-test). Berikut adalah rumus untuk menyelesaikan hasil pengujian ini:

1. Mencari nilai standar (S) :

d2 - (d)2 / n

level, selanjutnya membandingkan nilai T hasil perhitungan dengan nilai T

(28)

T tabel maka tidak berbeda nyata antar sampel tersebut, sebaliknya jika nilai T

hitung lebih besar dari T tabel maka antar sampel berbeda nyata.

Dalam melakukan penilaian apakah usaha broccoli mousse bilik layak untuk

dilakukan atau tidaknya dengan menggunakan kriteria-kriteria kelayakan finance:

a. Net Present Value (NPV) Kriteria penilaian:

1. Jika NPV > 0, maka usulan proyek diterima

2. Jika NPV ≤ 0, maka usulan proyek ditolak

3. Jika NPV = 0, nilai perusahaan tetap walau usulan proyek diterima ataupun

ditolak.

n CFt

Rumus : NPV = - I0 t = 1 (1 + K) t

Dimana: CFt = aliran kas per tahun pada periode t

I0 = investasi awal pada tahun 0

K = suku bunga (discount rate)

n = lama investasi

b. Net Benefit and Cost Rasio (Net B/C Rasio) Rumus perhitungan Net B/C Rasio yaitu:

n

NBi (+)

Net B/C Rasio = t = 1

n

NBi (-) t = 1

Dimana: NBi (+) = Net benefit yang telah di discount positif

NBi (

-

) = biaya pada tahun ke t

t = tahun

(29)

64

Kriteria penilaian:

1. Jika Net B/C > 1, maka usaha layak

2. Jika Net B/C < 1, maka usaha tidak layak

c. Break Event Point (BEP)

Formula yang digunakan untuk mengetahui jumlah produksi dalam keadaan

BEP:

BEP (Q) = α

(p – b)

Untuk menghitung BEP dalam jumlah rupiah adalah mengalikan dengan

harga per unit produksi (p):

BEP (Rp) = α (1 – p / b)

Dimana: α = fixed cost (biaya tetap) b = biaya variabel per unit

c = harga per unit

d = jumlah produksi

Formula yang digunakan untuk mengetahui kapan mengembalikan biaya

(BEP) adalah:

BEP = Tp – 1 + TCi– Bicp - 1

Bi

d. Payback Period (PP)

Rumus: Payback Period = Nilai Investasi x tahun

(30)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan

mengenai uji banding broccoli mousse bilik dengan bahan dasar tepung gembili

(dioscorea esculenta) dan tepung terigu, maka penulis mencoba menarik suatu

kesimpulan, sebagai berikut:

1. Proses pembuatan tepung gembili cukup sederhana dan hanya membutuhkan

waktu selama 3 hari. Hasil dari tepungnya berwarna kecoklatan. Tepung

gembili diolah menjadi cake gembili yang diberi mousse sehingga membentuk

lapisan yang dinamakan broccoli mousse bilik.

2. Konsentrasi tepung gembili (dioscorea esculenta) sebagai bahan dasar produk

broccoli mousse bilik dengan kualitas terbaik yaitu perlakuan yang berkode

BMB3 dengan konsentrasi tepung gembili sebanyak 50 gram persatu standar

resepnya.

3. Umur simpan dalam suhu ruang broccoli mousse bilik adalah selama satu hari

dalam keadaan normal.

4. Kandungan gizi Broccoli Mousse Bilik yang dianalisis melalui analisis gizi

bahan baku berdasarkan DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan)

menunjukan bahwa Broccoli Mousse Bilik berbahan dasar tepung gembili

memiliki kadar lemak, protein, dan karbohidrat yang lebih rendah dibanding

dengan Broccoli Mousse Bilik berbahan dasar tepung terigu. Kelebihan dari

Broccoli Mousse Bilik berbahan dasar tepung gembili adalah dari segi warna

kecoklatan yang ditimbulkan dari tepung gembili, sedangkan kekurangannya

adalah dari segi aroma Broccoli Mousse Bilik berbahan dasar tepung gembili

perlu diperbaiki.

5. Produk broccoli mousse bilik dengan bahan dasar tepung gembili (dioscorea

esculenta) diterima atau disukai oleh konsumen.

6. Berdasarkan hasil perhitungan analisis studi kelayakan finance dengan

(31)

109

menunjukan hasil positif, Net B/C > 0 sebesar 17,1898 berarti investasi usaha

ini dinyatakan layak untuk dijalankan. BEP unit sebanyak 11,105.51, BEP

dalam rupiah adalah Rp. 2.221.101.068, titik BEP berada pada 1,48 atau

berarti 1 tahun 48 hari, dan Payback Period selama 3 bulan 16 hari.

7. Harga penjualan untuk cake ukuran 24 x 24 cm sebesar Rp 200.000/cake,

sedangkan untuk broccoli mousse bilik berbahan dasar tepung terigu diperoleh

harga cake ukuran yang sama sebesar Rp 250.000/cake.

5.2Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan

mengenai uji banding broccoli mousse bilik dengan bahan dasar tepung gembili

(dioscorea esculenta) dan tepung terigu, maka penulis mencoba mengajukan

saran, sebagai berikut:

1. Inovasi kuliner kuliner yang berbahan dasar tepung umbi lokal sebaiknya

mulai dikembangkan agar menjadi satu sajian yang unggul dan dapat bersaing

dengan kuliner lain yang berbahan dasar tepung terigu dan memiliki nilai

tambah serta melalui olahan sajian lokal dapat meningkatkan budidaya umbi

lokal khususnya di Pulau Jawa.

2. Alangkah lebih baiknya broccoli mousse bilik ditambah variasi rasa lain

seperti cheese, coklat, vanilla, strawberry, dan blueberry agar lebih bervariatif

lagi.

3. Untuk kedepannya apabila broccoli mousse bilik akan diproduksi dalam partai

besar sebaiknya dapat di uji ke laboratorium untuk lebih meyakinkan

konsumen bahwa produk cake ini memiliki kandungan gizi yang baik bagi

kesehatan tubuh.

4. Apabila broccoli mousse bilik akan diproduksi dalam jumlah besar, sebaiknya

memaksimalkan peralatan produksi dan SDM yang berkualitas agar

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Bekti, Endang K. Karakteristik Kimiawi dan Tingkat Pengembangan Pangsit dengan Substitusi Tepung Gembili (Dioscorea Aculeata). Jurnal Penelitian Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian. Volume 5, Nomor 2.

Citra, Made Y. (2011). Pastry dan Bakery Production Method. Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. (2013). Pedoman Teknis Pengelolaan Produksi Ubi Jalar & Aneka Umbi, Jakarta: Kementrian Pertanian.

Ganis Wilujeng, Karunia. (2010). Pembuatan Inulin Bubuk dari Umbi Gembili (Dioscorea Esculenta) dengan Metode Foam Mat Drying. Skripsi pada Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional

“VETERAN” Surabaya

Herudiyanto, Marleen S. (2008). Teknologi Pengemasan Pangan. Widya Padjajaran

Herudiyanto, Marleen S. Hudaya, Saripah,. (2010). Teknologi Pengolahan Roti dan Kue. Widya Padjajaran (Anggota IKAPI)

Kartika, Bambang, Hastuti Pudji, dan Supartono Wahyu, (1987/1988). Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. (2012).

Rekapitulasi Wisatawan Mancanegara Tahun 2007-2011. Tersedia: http://www.budpar.go.id/asp/ringkasan.asp?c=110 [24 April 2013]

Lakoro, Rahmatsyam. (2007). Studi Komunikasi Visual pada Kemasan Makanan Ringan. Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Long M. Lucy. (2004). Culinary Tourism. Tersedia: http://books.google.co.id/books?id=ift27DhC1BAC&printsec=frontcover&s ource=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false [24 April 2013]

Marsana, (2011). Optimasi Substitusi Tepung Terigu dengan Modified Cassava Flour pada Sistem Produksi Bahan Makanan Bolu Oven. Tesis pada Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

(33)

Ningsi, Widia (2012). Studi Proll Tape Batik dengan Penambahan Tepung Tape Ubi Kayu (Manihot Esculenta Crantz). Skripsi pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.

Pendit, Nyoman S. (2003). Ilmu Pariwisata. Jakarta. Karya Grafis Digital (KARISTA)

Razaky, Ardy. (2009). Pengaruh Kualitas Makanan, Kualitas Pelayanan dan Harga terhadap Loyalitas Konsumen Restoran Kampung Daun. Skripsi pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.

Riani Rusman, Novi (2012). Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Alpukat Berdasarkan Kualitas Produk dan Harga Berharap Daya Terima Konsumen (Survei Kepada Produk Avocado Mocha Cream Cake). Skripsi pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.

Richana, N dan TC Sunarti. (2005). Karakteristik Sifat Fisiokimia Tepung Umbi dan Tepung Pati dari Umnbi Ganyong, Suweg, Ubi Kelapa dan Gembili.

Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian. Volume 1, Nomor 1, 2004.

Safaryani, N. dkk,. (2007). Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Penurunan Kadar Vitamin C Brokoli (Brassica Oleracea L). Buletin Anatomi dan Fisiologi. Volume 14, Nomor 2, Oktober 2004

Silalahi, Jansen. (2006). Makanan Fungsional. Yogyakarta. KANINUS (Anggota IKAPI)

Soebagyo, (2012). Strategi Pengembangan Pariwisata Di Indonesia. Jurnal Liquidity. Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2012. Halaman 153-158.

Soekarto, T Soewarno (1985). Penilaian Organoleptik. Bhratara Karya Aksara

Subagjo, Adjab. (2007). Manajemen Pengolahan Kue dan Roti. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Sugiyono, (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kuallitatif, dan R&D. Bandung. Alfabeta

Sugiyono, (2012). Statistik Penelitian. Bandung. Alfabeta

(34)

Suyatno, Ir., MKes. (2010). Bahan Pangan Penukar. Tersedia: http://suyatno.undip.ac.id/files/2010/04/Bahan-Pangan-Penukar.pdf [24 April 2013]

Umar, Husein. (2001). Studi Kelayakan Bisnis Edisi-2. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.

Usodowati, Prastini (2012). Studi Kelayakan Pemanfaatan Gembili: Penentuan Logam Besi, Seng, Tembaga, Timbal, Merkuri, dan Arsen dalam Tepung dan Pati Gembili. Tesis pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Gambar

Tabel 1.1 Rekapitulasi Wisatawan Mancanegara Tahun 2007 - 2011
Tabel 1.2 Bahan Pangan Penukar
Tabel 1.3 Produksi Aneka Umbi Melalui Dem area Tahun 2011
Tabel 1.4 Komposisi Zat Gizi Gembili dalam 100 gram
+4

Referensi

Dokumen terkait

Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau.

Berdasarkan uraian serta penjelasan yang telah dikemukakan pada latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara

Setelah penulis melakukan penelitian di BMT kube Sejahtera 001 Bandar Setia, adapun pedoman yang digunakan BMT kube Sejahtera 001 Bandar Setia dalam menerapkan prinsip

Peran komunikasi pemerintah dalam pembangunan balai desa makaruo Selaku kepala desa Makaruo di kaitkan dengan peran komunikasi pemerintah dalam pembangunan balai desa

daerah yang memiliki haga resistivitas tinggi yang ditandai dengan warna merah sampai ungu diasumsikan sebagai tufa yang merupakan batuan dasar dari

Inflasi tertinggi terjadi di Kota Madiun yaitu mencapai 0,82 persen, diikuti Kota Kediri 0,70 persen, Sumenep dan Banyuwangi masing-masing sebesar 0,65 persen dan 0,35 persen,

Dengan tunneling, antara kedua segmen Virtual Private Network (VPN) dapat berkomunikasi satu dengan yang lain menggunakan protokol tunneling yang sama, dan sebuah tunnel

kerja) serta dalam Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2003 pasal 3 tentang. pengawasan ketenagakerjaan serta Peraturan Perundang-Undangan