• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH LATIHAN KOGNITIF PADA LANSIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MAKALAH LATIHAN KOGNITIF PADA LANSIA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH LATIHAN KOGNITIF PADA LANSIA Untuk Memenuhi Mata Kuliah Keperawatan Gerontik

Oleh: 3A-1

FERY SETIANINGSIH P17420043012

MAULIDA FITRI KAMALIA P17420113019

NOVITRIYA WIDIYAWAN P17420113023

WIDI HASTUTI PUJI LESTARI P17420113037

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEMARANG JURUSAN KEPERAWATAN

(2)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Pada beberapa dekade terakhir, kemajuan ilmu kedokteran sangat berpengaruh pada perawatan kesehatan dan akan mempengaruhi pertumbuhan populasi lanjut usia. Di Indonesia, jumlah jiwa anggota keluarga umur 60 tahun ke atas, secara nasional tahun 2009 diperkirakan sebanyak 15.504.089 jiwa atau 6,8% dari seluruh jiwa dalam keluarga (BKKBN,2009). Menurut Lembaga Demografi Universitas Indonesia, persentase jumlah penduduk berusia lanjut pada tahun 1985 adalah 3,4% dari total penduduk dan pada tahun 2000 mencapai 7,4%. Data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa peningkatan warga berusia lanjut di Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia, yaitu 414% hanya dalam waktu 35 tahun (1990-2025), sedangkan tahun 2020 mencapai 25,5 juta jiwa (Soejono,2006).

Akibat populasi usia lanjut yang meningkat maka akan terjadi transisi epidemiologi yaitu bergesernya pola penyakit dari penyakit infeksi dan gangguan gizi menjadi penyakit-penyakit degeneratif, diabetes, hipertensi, neoplasma, dan penyakit jantung koroner. Konsekuensi dari peningkatan warga usia lanjut adalah meningkatnya jumlah pasien geriatri dengan kerakteristiknya yang berbeda dengan warga usia lanjut atau dewasa muda. Karakteristik pasien geriatrik adalah multipatologi, menurunnya daya cadangan faali, berubahnya gejala dan tanda penyakit dari yang klasik, terganggunya status fungsional pasien geriatri, dan kerap terdapat gangguan nutrisi, gizi kurang atau buruk (Soejono,2006).

Jika karena sesuatu hal pasien geriatri mengalami kondisi akut seperti infeksi, maka seringkali akan timbul gangguan fungsi kognitif, depresi, imobilisasi, instabilisasi, dan inkontinensia (atau lazim disebut sebagai geriatric giants). Keadaan akan semakin rumit jika secara psikososial terdapat hendaya seperti neglected atau miskin (finansial). Sehingga pendekatan untuk pasien geriatri harus bersifat holistik dan paripurna, yaitu bio-psiko-sosial, juga dari sisi kuratif, reehabilitatif , preventif, dan promotif (Soejono,2006). Pendekatan klinis yang lazim dikerjakan seperti anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang ditambah pengkajian untuk mendeteksi gangguan yang terutama sering terdapat pada usia lanjut yaitu fungsi kognitif dan afek, mobilitas,

(3)

fungsional untuk mengatasi hendaya menjadi penting karena sering hal ini yang menjadi skala prioritas penyelesaian masalah (Supartondo,2001).

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana latihan kognitif pada lansia? 2. Bagaimana tes kognitif pada lansia?

3. Bagaimana Interpretasi hasil latihan kognitif pada lansia?

4. Bagaimana asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan kognitif? C. TUJUAN

1. Mengetahui latihan kognitif pada lansia? 2. Mengetahui tes kognitif pada lansia?

3. Mengetahui Interpretasi hasil latihan kognitif pada lansia?

4. Mengetahui asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan kognitif?

(4)

A. LATIHAN KOGNITIF PADA LANSIA

1.

Perubahan Kognitif Pada Lansia

Proses penuaan menyebabkan kemunduran kemampuan otak. Diantara kemampuan yang menurun secara linier atau seiring dengan proses penuaan adalah:

a. Daya Ingat (memori), berupa penurunan kemampuan penamaan (naming) dan kecepatan mencari kembali informasi yang telah tersimpan dalam pusat memori (speed of information retrieval from memory).

b. Intelegensia Dasar (fluid intelligence) yang berarti penurunan fungsi otak bagian kanan yang antara lain berupa kesulitan dalam komunikasi non verbal, pemecahan masalah, mengenal wajah orang, kesulitan dalam pemusatan perhatian dan konsentrasi.

2. Defenisi Demensia

Dimensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanyaberkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian. Pada usia muda, demensia bisa terjadi secara mendadak jika cedera hebat, penyakit atau zat-zat racun (misalnya karbon monoksida) menyebabkan hancurnya sel-sel otak.

1. Kondisi Demensia

Kondis igangguan kognitif pada lanjut usia dengan berbagai jenis gangguan seperti mudah lupa yang konsisten, disorientasi terutama dalam hal waktu, gangguan pada kemampuan pendapat dan pemecahan masalah, gangguan dalam hubungan dengan masyarakat, gangguan dalam aktivitas di rumah dan minat intelektual serta gangguan dalam pemeliharaan diri.

2. Tanda Dan Gejala

(5)

2) Pelupa

3) Sering mengulang kata-kata

4) Tidak mengenal dimensi waktu, misalnya tidur di ruang makan

5) Cepat marah dan sulit di atur.

6) Kehilangan daya ingat

7) Kesulitan belajar dan mengingatin formasi baru

8) Kurang konsentrasi

9) Kurang kebersihan diri

10) Rentan terhadap kecelakaan: jatuh

11) Mudah terangsang

12) Tremor

13) Kurang koordinasi gerakan.

3. Pengenalan Dini Demensia

Pengenalan dini demensia berarti mengenali :

1) Kondisi normal (mengidentifikasi BSF dan AAMI): kondisi kognitif pada lanjut usia yang terjadi dengan adanya penambahan usia dan bersifat wajar. Contoh: keluhan mudah – lupa secara subyektif, tidak ada gangguan kognitif ataupun demensia.

(6)

3) Kondisi demensia : kondisi gangguan kognitif pada lanjut usia dengan berbagai jenis gangguan seperti mudah lupa yang konsisten, disorientasi terutama dalam hal waktu, gangguan pada kemampuan pendapat dan pemecahan masalah, gangguan dalam hubungan dengan masyarakat, gangguan dalam aktivitas di rumah dan minat intelektual serta gangguan dalam pemeliharaan diri.

3. Strategi Latihan Kognitif

a. Menurunkan cemas

b. Tehnik relaksasi

c. Biofeed back, menggunakan alat untuk menurunkan cemas dan memodifikasi respon perilaku.

d. Systematic desenzatization. Dirancang untuk menurunkan perilaku yang berhubungan dengan stimulus spesifik misalnya karena ketinggian atau perjalanan melalui pesawat. Tehnik ini meliputi relaksasi otot dengan membayangkan situasi yang menyebabkan cemas.

e. Flooding. Klien segera diekspose pada stimuli yang paling memicu cemas (tidak dilakukan secara berangsur – angsur) dengan menggunakan bayangan/imajinasi.

f. Pencegahan respon klien. Klien didukung untuk menghadapi situasi tanpa melakukan respon yang biasanya dilakukan.

4. Terapi Kognitif

a. Latihan kemampuan social meliputi : menanyakan pertanyaan, memberikan salam, berbicara dengan suara jelas, menghindari kiritik diri atau orang lain

(7)

c. Contingency therapy: Meliputi kontrak formal antara klien dan terapis tentang apa definisi perilaku yang akan dirubah atau konsekuensi terhadap perilaku itu jika dilakukan. Meliputi konsekuensi positif untuk perilaku yang diinginkan dan konsekuensi negative untuk perilaku yang tidak diinginkan.

B. TES KOGNITIF DAN INTERPRETASI LATIHAN KOGNITIF PADA LANSIA 1. Tes kognitif MMSE

Nama Responden : Nama Pewawancara :

Umur Responden : Tanggal Wawancara :

Pendidikan : Jam mulai :

MINI MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE)

Nilai

Sekarang (hari-tanggal-bulan-tahun) berapa dan musim apa?

5 Sekarang kita berada di mana?

(Nama rumah sakit atau instansi)

(Instansi, jalan, nomor rumah, kota, kabupaten, propinsi)

REGISTRASI

3 Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda, misalnya: (bola, kursi, sepatu). Satu detik untuk tiap benda. Kemudian mintalah responden mengulang ketiga nama benda tersebut.

Berilah nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar, bila masih salah ulangi penyebutan ketiga nama tersebut sampai responden dapat mengatakannya dengan benar:

Hitunglah jumlah percobaan dan catatlah : ______ kali

ATENSI DAN KALKULASI

5 Hitunglah berturut-turut selang 7 angka mulai dari 100 ke bawah. Berhenti setelah 5 kali hitungan (93-86-79-72-65). Kemungkinan lain ejaan kata dengan lima huruf, misalnya 'DUNIA' dari akhir ke awal/ dari kanan ke kiri :'AINUD'

Satu (1) nilai untuk setiap jawaban benar.

MENGINGAT

3 Tanyakan kembali nama ketiga benda yang telah disebut di atas.

Berikan nilai 1 untuk setiap jawaban yang benar

(8)

9 a. Apakah nama benda ini? Perlihatkan pensil dan

arloji (2 nilai)

b. Ulangi kalimat berikut :"JIKA TIDAK, DAN ATAU

TAPI" (1 nilai)

c. Laksanakan 3 perintah ini :

Peganglah selembar kertas dengan tangan kananmu, lipatlah kertas itu pada pertengahan dan letakkan di

lantai (3 nilai)

d. Bacalah dan laksanakan perintah berikut

"PEJAMKAN MATA ANDA" (1 nilai)

e. Tulislah sebuah kalimat ! (1 nilai)

f. Tirulah gambar ini ! (1 nilai)

Jam selesai :

Tempat

wawancara :

Gambar 1. Mini Mental State Examination (MMSE) (Setiati,2007).

2. Teknik pemakaian dan penilaian MMSE

MMSE menggunakan instrumen berbentuk berbagai pertanyaan. Daftar pertanyaan terdapat pada gambar 1. Cara penggunaannya adalah sebagai berikut (Folstein, 1975; Setiati,2007):

a. Penilaian Orientasi (10 poin)

Pemeriksa menanyakan tanggal, kemudian pertanyaan dapat lebih spesifik jika ada bagian yang lupa (misalnya :”Dapatkah anda juga memberitahukan sekarang musim apa?”). Tiap pertanyaan yang benar mendapatkan 1 (satu) poin. Pertanyaan kemudian diganti dengan ,”Dapatkah anda menyebutkan nama rumah sakit ini (kota, kabupaten, dll) ?”. Tiap pertanyaan yang benar mendapatkan 1 (satu poin).

(9)

Pemeriksa menyebutkan 3 nama benda yang tidak berhubungan dengan jelas dan lambat. Setelah itu pasien diperintahkan untuk mengulanginya. Jumlah benda yang dapat disebutkan pasien pada kesempatan pertama dicatat dan diberikan skor (0-3). Jika pasien tidak dapat menyebutkan ketiga nama benda tersebut pada kesempatan pertama, lanjutkan dengan mengucapkan namanya sampai pasien dapat mengulang semuanya, sampai 6 kali percobaan. Catat jumlah percobaan yang digunakan pasien untuk mempelajari kata-kata tersebut. Jika pasien tetap tidak dapat mengulangi ketiga kata tersebut, berarti pemeriksa harus menguji ingatan pasien tersebut. Setelah menyelesaikan tugas tersebut, pemeriksa memberitahukan kepada pasien agar mengingat ketiga kata tersebut, karena akan ditanyakan sebentar lagi.

c. Perhatian dan kalkulasi (5poin)

Pasien diperintahkan untuk menghitung mundur dari 100 dengan selisih 7. hentikan setelah 5 angka. Skor berdasarkan jumlah angka yang benar. Jika pasien tidak dapat atau tidak dapat mengerjakan tugas tersebut, maka dapat digantikan dengan mengeja kata ”DUNIA” dari belakang. Cara menilainya adalah menghitung kata yang benar. Contohnya jika menjawab “AINUD” maka diberi nilai 5, tetapi jika menjawab “AINDU” diberi nilai 3.

d. Ingatan (3poin)

Pasien diperintahkan untuk mengucapkan 3 kata yang diberikan sebelumnya kepada pasien dan disuruh mengingatnya. Pemberian skor dihitung berdasarkan jumlah jawaban yang benar.

e. Bahasa dan praktek (9 poin)

(10)

bagian, dan taruh di lantai”. Skor 1 poin diberikan pada setiap perintah yang dapat dikerjakan dengan baik (0-3).

Membaca : Pasien diberikan kertas yang bertuliskan ”Tutup mata anda” (hurufnya harus cukup besar dan terbaca jelas oleh pasien. Pasien diminta untuk membaca dan melakukan apa yang tertulis. Skor 1 diberikan jika pasien dapat melakukan apa yang diperintahkan. Tes ini bukan penilaian memori, sehingga penguji dapat mendorong pasien dengan mengatakan ”silakan melakukan apa yang tertulis” setelah pasien membaca kalimat tersebut.

Menulis : Pasien diberikan kertas kosong dan diminta menuliskan suatu kalimat. Jangan mendikte kalimat tersebut, biarkan pasien menulis spontan. Kalimat yang ditulis harus mengandung subjek, kata kerja dan membentuk suatu kalimat. Tata bahasa dan tanda baca dapat diabaikan. Menirukan : pasien ditunjukkan gambar segilima yang berpotongan, dan diminta untuk menggambarnya semirip mungkin. Kesepuluh sudut harus ada dan ada 2 sudut yang berpotongan unruk mendapatkan skor 1 poin. Tremor dan rotasi dapat diabaikan.

3. Interpretasi penilaian MMSE

Setelah dilakukan penilaian, skor dijumlahkan dan didapatkan hasil akhir. Hasil yang didapatkan diintrepetasikan sebagai dasar diagnosis. Ada beberapa interpretasi yang bisa digunakan. Metode yang pertama hanya menggunakan single cutoff, yaitu abnormalitas fungsi kognitif jika skor <24. metode lain menggunakan range. Jika skor <21 kemungkinan demensia akan meningkat, sedangkan jika skor >25 kecil kemungkinan demensia.

Interpretasi lainnya memperhitungkan tingkat pendidikan pasien. Pada pasien dengan tingkat pendidikan rendah (di bawah SMP) ambang batas abnormal diturunkan menjadi 21, pada tingkat pendidikan setingkat SMA abnormal jika skor <23, pada tingkat perguruan tinggi skor abnormal jika <24.

(11)

Tabel 1. Interpretasi MMSE (Folstein, 1975).

Abnormal pada tingkat pendidikan kelas 2 SMP Abnormal pada tingkat pendidikan SMA

Abnormal pada tingkat pendidikan Perguruan Tinggi

Keparahan 24-30

4. Tes Kognitif Abbreviated Mental Test Score (AMT)

SETIAP JAWABAN BENAR MENDAPAT SKOR SATU POIN 1. Umur

2. Waktu (jam)

3. Alamat lengkap (pertanyaan diulang saat akhir wawancara) 4. Tahun

5. Nama rumah sakit, institusi atau alamat rumah (tergantung tempat wawancara) 6. Mengenal 2 orang (misalnya dokter, perawat, istri, dll)

7. Tanggal lahir

8. Tahun Perang Dunia I mulai 9. Nama raja sekarang

10. Menghitung mundur dari 20 ke 1

Total skor

SKOR KURANG DARI 6 MENUNJUKKAN ADANYA DEMENSIA

Gambar 2. Daftar pertanyaan pada AMT 5. Interpretasi AMT

(12)

meskipun lebih mudah dan cepat untuk digunakan. (Tombaugh,1992; MacKenzie,1996). Interpretasi skor pada AMT adalah jika skor AMT <6 menunjukkan adanya demensia.

The Abbreviated Mental Test (AMT) lebih singkat, terdiri dari 10 soal yang digunakan untuk skrining kelainan. Tes ini terdiri dari 10 pertanyaan yang diseleksi berdasarkan nilai diskriminatif dari Mental Test Score yang lebih panjang. AMT termasuk komponen-komponen yang mengikuti memori baru dan lama, atensi, dan orientasi. Skor <8 merupakan batas yang menunjukkan defisit kognitif yang bermakna. Tes ini menunjukkan secara cepat penilaian beratnya penyakit dibandingkan tes yang lebih panjang. Tes ini mampu mendeteksi perubahan kognisi yang berhubungan dengan perkembangan pasca operatif pada delirium. Pada pasien usia lanjut, tes ini dapat dikerjakan dalam 3 menit.

Terdapat versi 4 pertanyaan AMT (AMT4), dengan pertanyaan tentang umur, tanggal lahir, tempat, dan tahun saja. Tes ini lebih cepat, lebih mudah digunakan, dan lebih mudah diingat oleh pemeriksa. Sehingga lebih meningkatkan kemungkinan penggunaan tes ini secara rutin pada pasien usia lanjut di rumah sakit yang sibuk atau di UGD.

C. ASUHAN KEPERAWATAN PADALANSIA DENGAN GANGGUAN KOGNITIF

I. PENGKAJIAN

1. ASSESMENT

Pengkajian menggunakan assesmen dengan wawancara langsung kepada pasien dan keluarganya serta juga bisa dilakukan observasi secara langsung pada tingkah laku klien. Observasi yang saudara lakukan terutama untuk mengkaji data objective demensia. Ketika mengobservasi prilaku pasien untuk tanda-tanda seperti :

a. Kurang konsentrasi b. Kurang kebersihan diri

c. Rentan terhadap kecelakaan: jatuh

d. Tidak mengenal waktu, tempat dan orang e. Tremor

(13)

g. Aktiftas terbatas

h. Sering mengulang kata-kata.

Berikut ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat : apakah lansia mengalami kebingungan, kecemasan, menunjukkan afek yang labil, datar atau tidak sesuai. Bila data tersebut saudara peroleh, data subjective didapatkan melalui wawancara.

a. Data subyektif :

1) Pasien mengatakan mudah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi. 2) Pasien mengatakan tidak mampu mengenali orang, tempat dan waktu. b. Data obyektif :

1) Pasien kehilangan kemampuannya untuk mengenali wajah, tempat dan objek yang sudah dikenalnya dan kehilangan suasana kekeluargaannya.

2) Pasien sering mengulang-ngulang cerita yang sama karena lupa telah menceritakannya.

3) Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara; penderita menggunakan kata-kata yang lebih sederhana, menggunakan kata-kata-kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan kata-kata yang tepat.

Fokus assessment pada penderita demensia berupa riwayat keperawatan dan pemeriksaan fisik klien. Riwayat keperawatan meliputi status kesehatan masa lalu klien yang beresiko terhadap demensia, berupa penyakit-penyakit yang pernah diderita klien yang bisa menyebabkan demensia seperti : penyakit degenaratif, penyakit serebrovaskuler, gagal jantung, trauma otak, infeksi (Aids, ensefalitis, sifilis), Hidrosefaulus normotensif, Tumor primer atau metastasis, stress mental, heat stroke, whipple disease, diabetes.

Pemeriksaan fisik klien meliputi : ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, kerusakan fungsi tubuh, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.

II. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

Berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan pada saat pengkajian, maka ditetapkan diagnosa keperawatan :

(14)

Berhubungan dengan perasaan tidak berdaya, gangguan status kesehatan psikososial, tidak ada persiapan untuk masuk rumah sakit, perubahan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, kurangnya sistem dukungan yang adekuat. a. Ditandai dengan :

1) Kebingungan, keprihatinan, gelisah, tampak cemas, mudah tersinggung, tingkah laku defensif, kekacauan mental, tingkah laku curiga, dan tingkah laku agresif 2) Tampak tanda stimulasi saraf simpatis, gangguan gastrointestinal, dan

perubahan kebiasaan makan 3) Gangguan tidur

b. Kriteria Hasil :

1) Mengidentifikasi perubahan

2) Mampu beradaptasi pada perubahan lingkungan dan aktivitas kehidupan sehari-hari

3) Mempertahankan rasa berharga pada diri dan identitas pribadi yang positif. 4) Membuat pernyataan positif tentang lingkungan yang baru

5) Memperlihatkan penerimaan terhadap perubahan lingkungan dan penyesuaian kehidupan

6) Mampu menunjukkan rentang perasaan yang sesuai/tidak cemas 7) Tidak menyimpan pengalaman menyakitkan

8) Menggunakan bantuan dari sumber yang tepat selama waktu pengaturan pada lingkungan baru.

(15)

2. Perubahan Proses Pikir

Berhubungan dengan : perubahan fisiologis, kehilangan memori/ingatan, gangguan tidur, konflik psikologis, gangguan penilaian.

a. Ditandai dengan :

(16)

3) Tidak mampu membuat keputusan, menghitung, mengumpulkan gagasan, melakukan abstraksi/konseptualisasi, dan memecahkan masalah.

4) Tidak mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas dengan akurat. 5) Disorientasi waktu, tempat, orang, lingkungan, dan peristiwa.

6) Paranoid, delusi, obsesi, halusinasi, konfabulasi, bingung/frustasi dan perubahan dalam respon tingkah laku.

b. Kriteria hasil :

1) Mampu memperlihatkan kemampuan kognitif untuk menjalani konsekuensi kejadian yang menegangkan terhadap emosi dan pikiran tentang diri.

2) Mampu mengembangkan strategi untuk mengatasi anggapan diri yang negatif. 3) Mampu mengenali perubahan dalam berpikir atau tingkah laku dan faktor

penyebab.

(17)
(18)

3. Perubahan persepsi-sensori Berhubungan dengan :

- Perubahan persepsi, transmisi dan/ atau integrasi sensori (penyakit neurologi, tidak mampu berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri).

- Stress psikologi ( penyempitan pandangan perceptual disebabkan kecemasan).

- Pembatasan lingkungan secara terapeutik (isolasi, perawatan intensif, tirah baring).

- Pembatasan lingkungan social (institusional, panti jompo), stigma (gangguan jiwa, keterbelakangan mental).

- Gangguan kimiawi (endogen, eksogen).

a. Ditandai dengan:

1) Perubahan kemampuan pemecahan masalah

(19)

3) Respon emosional berlebihan, seperti kecemasan, paranoid, apatis, gelisah, iritabilitas, depresi, takut, marah, dan halusinasi.

4) Ketidakmampuan mengatakan letak bagian tubuh tertentu. 5) Perubahan dalam sensasi rasa.

b. Kriteria hasil:

1) Mengalami penurunan halusinasi

2) Mengembangkan strategi psikososial untuk mengurangi stress atau mengatur perilaku

3) Mendemonstrasikan respon yang sesuai stimulasi

4) Perawat mampu mengidentifikasikan factor eksternal yang berperan terhadap perubahan kemampuan persepsi sensori.

c. Intervensi

1) Kembangkan lingkungan yang suportif dan hubungan perawat –klien terapeutik Rasional : meningkatkan kenyamanan dan menurunkan kecemasan pada klien. 2) Bantu klien untuk memahami halusinasi

Rasional : meningkatkan koping dan menurunkan halusinasi

3) Beri informasi tentang sifat halusinasi, hubungannya dengan stressor/ pengalaman emosional yang traumatik, pengobatan, dan cara mengatasi.

Rasional : untuk membantu klien dalam memahami halusinasi.

4) Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi klien termasuk penurunan penglihatan dan pendengaran.

Rasional : keterlibatan otak memperlibatkan masalah yang bersifat asimetris menyebabkan klien kehilangan kemampuan pada salah satu sisi tubuh

( gangguan unilateral). Klien tidak dapat mengenali rasa lapar/haus, penerimaan nyeri eksternal (dari luar).

5) Ajarkan strategi untuk mengurangi stress

Rasional : untuk menurunkan kebutuhan akan halusinasi.

6) Anjurkan untuk menggunakan kaca mata atau alat bantu pendengaran sesuai keperluan.

(20)

7) Berikan lingkungan yang tenang dan tidak kacau jika diperlukan ( music yang lembut, gambar/dinding cat sederhana)

Rasional : menghindarkan masukan sensori penglihatan atau pendengaran yang berlebihan dengan mengutamakan kualitas yang tenang dan konsisten.

8) Berikan sentuhan dan perhatian

Rasional : meningkatkan persepsi terhadap diri sendiri.

9) Berikan perhatian dalam indah secara berkala ( musik dan cerita peristiwa yang menyenangkan, foto)

Rasional : meningkatkan perasaan nyaman yang memudahkan adaptasi pada perubahan lingkungan.

4. Resiko terhadap cidera Berhubungan dengan:

- Kurangnya pendidikan tentang keamanan - Riwayat trauma terdahulu

- Kurangnya penglihatan

- Ketidakmampuan mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan - Disorientasi, bingung, ganguan dalam pengambilan keputusan

- Kesulitan keseimbangan, kelemahan, otot tidak terkoordinasi, aktifitas kejang

a. Kriteria Hasil :

1) Meningkatkan tingkat aktifitas

2) Dapat beradaptasi dengan lingkungan umtuk mengurangi resiko cidera 3) Tidak mengalami trauma/cidera

4) Keluarga mengenali potensial dilingkungan dan mengidentifikaksi tahap-tahap untuk memperbaikinya

b. Intervensi

1) Kaji derajat gangguan kemampuan, tingkah laku impulsive dan penurunan presepsi visual. Bantu keluarga mengidentifikasi resiko terjadinya bahaya yang mungkin timbul.

(21)

karena kurang mampu mengendalikan perilaku. Penurunan persepsi visual berisiko terjatuh.

2) Hilangkan sumber bahaya lingkungan.

Rasional : klien dengan gangguan kognitif, gangguan persepsi adalah aweal terjadi trauma akibat tidak bertanggung jawab terhadap kebutuhan keamanan dasar.

3) Alihkan perhatian saat perilaku teragitasi/berbahaya, seperti memanjat pagar tempat tidur.

Rasional : mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang meningkatkan resiko terjadinya trauma.

4) Kaji efek samping obat, tanda keracunan (tanda ekstra piramida, hipotensi ortostatik, gangguan penglihatan, gangguan gastrointestinal).

Rasional : klien yang tidak dapat melaporkan tanda/gejala obat dapat menimbulkan kadar toksisitas pada lansia. Ukuran dosis/penggantian obat diperlukan untuk mengurangi gangguan.

5) Hindari penggunaan restrain terus menerus. Berikan kesempatan keluarga tinggal bersama klien selama periode agitasi akut.

(22)

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN

Penilaian fungsi kognitif pada lanjut usia penting karena dengan bertambahnya umur, terjadi perubahan pada otak yang memicu perubahan proses berpikir dan perilaku. Perbedaan tersebut mempunyai bentuk yang berbeda-beda pada tahap awal proses, yang dipengaruhi oleh fungsi sosial dan aktifitas pekerjaan.

Salah satu instrumen yang dapat digunakan adalah The Mini Mental State Examination (MMSE) dan Abbreviated Mental Test Score (AMT). MMSE menilai orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, ingatan, bahasa dan praktek, dan menirukan. Interpretasi penilaian MMSE adalah kelainan kognitif didapatkan pada skor < 24. AMT merupakan instrumen untuk menilai fungsi kognitif pada lanjut usia dengan waktu yang lebih singkat dan sederhana daripada MMSE. Sensitifitas dan spesifisitas AMT lebih rendah daripada MMSE. AMT menilai memori baru dan lama, atensi, dan orientasi. Skor <8 menunjukkan adanya defisit kognitif yang bermakna.

B. SARAN

Semoga untuk kedepannya diharapkan pendekatan untuk pasien geriatri harus bersifat holistik dan paripurna, yaitu bio-psiko-sosial, juga dari sisi kuratif, reehabilitatif , preventif, dan promotif .

(23)

BKKBN, 2009. Profil Hasil Pendataan Keluarga Tahun 2009

Folstein MF, Folstein SE, McHugh PR, 1975. ""Mini-mental state". A practical method for grading the cognitive state of patients for the clinician". Journal of psychiatric research 12 (3): 189–98

Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba Medika.

MacKenzie DM, Copp P, Shaw RJ, et al,1996. Brief cognitive screening of the elderly: a comparison of the Mini-Mental State Examination (MMSE), Abbreviated Mental Test (AMT) and Mental Status Questionnaire (MSQ). Psychological Medicine; 26:427–30.

Gambar

Gambar 1. Mini Mental State Examination (MMSE) (Setiati,2007).
Tabel 1. Interpretasi MMSE (Folstein, 1975).

Referensi

Dokumen terkait

Manfaat Penelitian: Dapat mengetahui hubungan antara gangguan kognitif dengan depresi pada lanjut usia demensia di posyandu lansia.. Metode Penelitian: Penelitian ini

Terdapat perubahan skor fungsi kognitif sebelum brain gym dan skor fungsi kognitif setelah brain gym pada lanjut usia di Panti Tresna Werdha Natar Lampung

Hasil pemeriksaan MMSE lansia yang tinggal bersama keluarga memiliki persentase fungsi kognitif normal lebih besar daripada lansia yang tinggal di panti yaitu 87% berbanding

Yang dimaksud dengan penyesuaian diri pada lanjut usia adalah kemampuan orang yang berusia lanjut untuk menghadapi tekanan akibat perubahan perubahan fisik, maupun sosial

laporkan bahwa usia lanjut yang melakukan.. Untuk mengetahui fungsi kognitif responden antara sebelum dan sesudah perlakuan senam vitalisasi otak dilakukan tes

Pesantren Lansia sebagai Upaya Meminimalkan Risiko Penurunan Fungsi Kognitif pada Lansia di Balai Rehabilitasi Sosoal Lanjut Usia Unit II Pucang Gading Semarang,

Hasil instrumen kognitif literasi sains menunjukkan bahwa (1) validitas instrumen kognitif yang dikembangkan tergolong dalam kategori baik (2) reliabilitas instrumen

HUBUNGAN TINGKAT AKTIVITAS FISIK DENGAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL REHABILITASI LANJUT USIA CIPARAY KABUPATEN BANDUNG Nurdina ABSTRAK Dengan bertambahnya usia,