• Tidak ada hasil yang ditemukan

Praktik-praktik Defense Offset Di Indonesia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Praktik-praktik Defense Offset Di Indonesia."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PRAKTIK-PRAKTIK DEFENSE OFFSET DI INDONESIA

Oleh: M uradi1

I. Pendahuluan

Tulisan ini akan m engulas bagaim ana prakt ik defence offset di Indonesia. Pelaksanaan

m ekanism e defense offset unt uk pengadaan peralatan pert ahanan t elah berlangsung sejak

aw al t ahun 1960-an, m eski secara efekt if baru dilakukan ket ika IPTN, PT.PAL, dan PT. PINDAD

m enjalin kerja sam a dengan Negara produsen persenjat aan dan indust ry strat egis pada

pert engahan t ahun 1970, dengan berbagai variasi persenjat aan dan industri st rategis, dari

m ulai persenjat aan ringan, roket, helicopter, kapal cepat, korvet, hingga pesaw at.

Praktik defence offset di Indonesia belum dapat m emenuhi kebut uhan persenjat aan

pert ahanan secara int egral, karena disebabkan oleh berbagai kendala yang m elingkupi yakni:

kesiapan SDM , kem ampuan anggaran, dan sumber daya lainnya, sepert i bahan dasar

pembuatan persenjataan seperti besi baja dan lain sebagianya. M ekanism e defence offset

dalam pengadaan persenjat aan pertahanan telah dilakukan dengan tiga jenis offset: pembelian

lisensi, coproduction, dan codevelopm ent, akan t et api m ekanism e offset belum cukup m am pu

m enopang kebut uhan alat pert ahanan di Indonesia,disebabkan karena jenis persenjataan dan

alat pertahanan yang m emanfaatkan m ekanisme defence offset tidak secara spesifik pada

kebut uhan m endesak, sepert i pesaw at t em pur, kapal frigat, tank, dan lain sebagainya. Praktik

1

Adalah Dosen Tetap Jurusan Ilm u Pemerintahan, FISIP UNPAD, Bandung. M enyelesaikan sarjananya di Jurusan Ilm u Sejarah,UNPAD (2000), M .Si dari M agist er Ilm u Politik, FISIP UI (2003), dan M .Sc dari dari Program Strat egic Studies, S.Rajaratnam School of Internat ional Studies, NTU,Singapore (2008). Alamat : Jl. Saturnus Utara No.47, Kompleks M argahayu Raya, Bandung. Phone/ Fax: 022 7561828. Email: m uradi_clark@unpad.ac.id,

(2)

defence offset baru terbat as pada pendukung kebutuhan, belum sampai pada penopang

kebut uhan pengadaan peralat an pert ahanan.

Selam a ini pem enuhan kebutuhan alat pert ahanan Indonesia lebih banyak

m em anfaat kan m ekanism e kredit ekspor dan beli put us, dim ana Indonesia hanya

m em anfaat kan perlat an pert ahanan tersebut,dan sangat tergantung dengan m ekanik alat

pert ahanan sangat tergant ung dengan Negara produsen. Dalam pengert ian bahw a sedikit sekali

adanya m ekanism e alih tekhnologi atau pengembangan bersam a indust ri pert ahanan dengan

Negara lain ataupun perusahaan st rat egis lainnya. M eski begitu, sesungguhnya bila m elihat dari

sejarah, Indonesia m erupakan salah sat u pelopor dari pem anfaat an mekanism e offset dalam

pengadaan alat pert ahanan, di m ana m odernisasi alat-alat pert ahanan dari Uni Soviet untuk

m enggant i peralat an perang peninggalan Belanda sem asa m enjajah Indonesia. M eski secara

realitas, alih tekhnologi yang diharapkan oleh Indonesia unt uk m embangun industry

pert ahanannya t idak sesuai harapan, karena tergulingnya Soekarno, dan rejim penggantinya

lebih m endekat ke Barat . Nam un hal t ersebut telah m engindikasikan bahw a penggunaan

m ekanism e offset sebagai upaya unt uk dapat mem enuhi sendiri kebutuhan akan perlat an dan

persenjat aan bagi pert ahanan Negara t elah dilakukan.

Sejak Soeharto berkuasa hingga tahun 2004, pem asok persenjataan bagi pem enuhan

pert ahanan sangat bervariasi, t ercat at 173 jenis syst em persenjat aan yang bersumber dari 17

negara produsen.2 Dan Negara pem asok persenjataan bert am bah dari Rusia dan beberapa

Negara Eropa Tim ur ket ika Indonesia diem bargo persenjataan oleh Inggris dan Am erika Serikat

karena penegakan HAM yang m inim , khususnya pada Kasus Sant a Cruz, Tim or Tim ur.

2

(3)

Diversifikasi persenjat aan t ersebut t entunya m em perbesar biaya operasional dan peraw at an,

apalagi sebagian besar dari persenjat aan yang dim iliki oleh Indonesia dilakukan dengan

m em beli put us, tanpa ada alih t ekhnologi, sebagaim anya yang dit egaskan dalam m ekanism e

offset .

Tulisan ini bert ujuan unt uk melihat sejauhm ana praktik defence offset langsung terkait

dengan indust ry pert ahanan, dan terkait dengan industry strat egis di Indonesia dengan

berbagai kendala yang dihadapi. Di sam ping it u akan dilihat bagaimana pengaruh prakt ik

defence offset terhadap pengadaan persenjataan pert ahanan di Indonesia.

II. Definisi Defense Offset

Konsekuensi dari globalisasi pertahanan (defense globalizat ion) adalah m akin m araknya

perlom baan produksi dan pengadaan persenjat aan3, tidak hanya negara-negara besar dan

berpengaruh t apijuga negara kecil yang m em iliki kepentingan m engamankan t erit or ialnya.

Selaras dengan hal t ersebut diatas, kebut uhan unt uk mengembangkan sist em pert ahanan

m asing-m asing negara menyebabkan proses m odernisasi syst em pert ahanannya tidak

sem uanya m elalui proses yang norm al, dalam pengert ian bahw a jalur instan dipilih untuk

m enyegerakan proses modernisasi persenjataan dan syst em pertahanannya. Salah sat u jalur

inst an yang dipilih oleh banyak negara non produsen persenjataan adalah m elalui m ekanism e

defense offset. Alasan lain m em ilih m ekanism e defense offset adalah karena kapasitas produksi

dari negara produsen persenjataan itu berlebih, sehingga pola yang dibangun untuk m enjual

produksinya adalah adanya transfer tekhnologi dalam bent uk kerjasam a yang saling

3

(4)

m enguntungkan antara negara atau perusahaan produsen persenjat aan dengan negara

konsum en persenjat aan. M engacu kepada uraian t ersebut diatas m aka, definisi defense offset

pada dasarnya adalah proses pem belian at au invest asi t im bal balik yang disepakati oleh

produsen atau pem asok persenjat aan sebagai im balan dari kesepakat an pembelian jasa dan

barang-barang m iliter4. Terdapat dua jenis offset yakni: offset langsung at au direct offset dan

offset t idak langsung atau indirect offset.5 Offset langsung diart ikan sebagai barang-barang atau

jasa yang langsung t erkait dengan peralat an m ilit er yang dijual. Direct offset ini ada t iga jenis

yakni: Pertam a, pem belian lisensi produksi (licensed product ion), dim ana pengert iannya adalah

penjual persenjataan set uju unt uk m ent ransfer t ekhnologi yang dim ilikinya kepada negara

pembeli. Sehingga, keseluruhan at au sebagian barang yang dipesannya dapat diproduksi di

negara pembeli. Kedua, produksi bersam a (co-production), pengertian dari produksi

bersam aini adalah bahw a pembeli dan penjual t idak hanya m engupayakan pengadaan

barang m ilit er saja, m elainkan juga penjual bersam a-sam a pembeli berupaya m em buat

barang-barang dan jasa peralatan m ilit er , dan m em asarkannya bersam a-sam a dengan mem perhatikan

berbagai kesepakatan dari perjanjian tersebut . Dengan bahasa lain, negara pembeli m erupakan

m it ra dari negara penjual, dan dalam hal ini t idak ada keharusan dari negara penjual untuk

m elakukan transfer tekhnologi kepada negara penjual. Ket iga, pengem bangan bersama

(co-developm ent ). Dalam pengembangan bersam a, negara produsen peralatan persenjat aan

dengan negara pem beli berupaya m engembangkan berbagai peralatan pertahanan yang telah

4

Penulis t et ap m enggunakan penyebutan defense offset dikarenakan istilah t ersebut belum ada padanan katanya dalam Bahasa Indonesia, ada beberapa ist ilah yang m endekati pengertian defense offset , nam un kurang tepat sepert i im bal-balik pembelian persenjataan, atau transfer tekhnologi pert ahanan. Lihat Widjajanto, Andi. Op. cit. hal. 85. Lihat juga Kogila Balakhrisnan, Ron M at tew s. “ M alaysian Defense Indust rialisat ion through Offset s” Asian Pacific Defense Report er, July/ August 2006.

5

(5)

diproduksi oleh negara penjual, dengan harapan akan didapat produk yang lebih baik dari

produk t erdahulu. Keunt ungan dari co-development adalah negara pembeli secara akt if

m engadopsi sert a m enst ranfer berbagai t ekhnologi persenjat aan secara langsung maupun tidak

langsung, sehingga secara bert ahap peningkatan kem am puan SDM di negara pembeli dapat

t erukur dengan baik.

Sem ent ara it u indirect offset diart ikan sebagai barang dan jasa yang t idaksecara

langsung t erkait dengan pembelian-pem belian produk m ilit er ,nam un dilekat kan sebagai

kesepakat an dalam proses jual beli peralatan m ilit er dan pert ahanan. Setidaknya ada empat

jenis offset t idak langsung, yakni: pert am a, bart er (bart er), yakni suat u proses jual-beli yang

dilakukan dua negara at au produsen dan konsum en persenjat aan, yang diiringi dengan

perjanjian bahw a penjual perlatan pertahanan tersebut bersedia dibayar dengan produk

non-m ilit er negara penon-mbeli dengan nonon-minal setara dengan harga peralat an pert ahanan. Kedua,

im bal beli (count er-purchase), yakni pem asok persenjat aan set uju m embeli produk non-m iliter

at au m enemukan pembeli produk non-m ilit er tersebut dengan nom inal yang disepakat i dari

harga persenjataan yang dipasok. Ketiga, im bal investasi (count er-investm ent), yakni pemasok

persenjat aan set uju untuk t erlibat at au m enem ukan pihak ket iga yang mau m enanam kan

m odal langsung di negara pembeli dengan nilai t ertentu dari proses jual-beli t ersebut . bentuk

im bal investasi dapat berbent uk pendirian pabrik, t ransfer tekhnologi non-m ilit er, dan lain

sebagainya. Keem pat, imbal beli (buy back), yakni prosesnya agak m irip dengan im bal invest asi,

(6)

m enemukan pihak ketiga untuk membeli produk m iliter yang jualnya dengan jangka w akt u

t ert entu.6

III. Praktik Defence Offset di Indonesia: Kendala dan Implikasi

Praktik defence offset di Indonesia sebenarnya t elah dim ulai sejak tahun 1960-an ket ika

Indonesia m endapat kan bant uan persenjataan dari Uni Soviet unt uk kampanye pembebasan

Papua Barat dari cengkram an Barat . Bantuan persenjat aan t ersebut dijanjikan dengan t ransfer

t eknologi, yang m em ungkinkan Indonesia secara berangsur-angsur dapat m eraw at sendiri

peralatan t ersebut dan m em enuhi kebut uhan persenjataan pert ahanannya. Polit ik ‘M elihat ke

Tim ur’ yang diprakt ikkan oleh Soekarno ket ika it u mem udahkan Indonesia untuk m encari

alt ernat ive pengadaan persenjat aan set elah peralat an pert ahanan eks Belanda dan Perang

Dunia II t idak lagi dim anfaatkan karena sudah t idak laik pakai. Hal ini pula yang m em buat Uni

Soviet secara besar-besaran bersedia mem asok berbagai kebut uhan alat pert ahanan Indonesia,

apalagi dikait kan dengan politik pengaruh dua Negara besar di Asia Tenggara dalam Perang

Dingin ket ika it u janji untuk m embangun industry persenjataan dengan pengembangan

bersam a (co developm ent) peralat an pertahanan m enjadi sangat m enarik bagi Indonesia di

t engah konfrontasi dengan Belanda di Papua Barat, dan M alaysia yang didukung oleh Inggris di

perbatasan Kalim ant an.

Keberadaan delapan unit pesaw at jet (lat ih) DH-115 ” Vam pire” buatan Inggris pada aw al

1956, yang t erpaksa dikandangkan karena Inggris enggan m em bantu operasional dan suku

cadang karena politik luar negeri Soekarno yang condong ke Tim ur. Sem entara it u kedatangan

6

(7)

pesaw at pemburu sergap dari segala varian M iG 15, M iG 17, M iG 19, dan t ipe yang paling

canggih saat itu M iG 21 dan dilengkapi kedat angan pembom takt is IL-28, pembom st rategis

TU-16, AN-12 ” Ant onov” dan IL-14 Avia t elah m em berikan satu harapan bagi pem erint ah Soekarno

untuk m elaw an dom inasi Barat di Papua Barat dan M alaysia,dan Asia Tenggara. Apalagi

kem udian Uni Soviet m elengkapinya dengan 24 kapal selam yang canggih unt uk m enegaskan

kont rol Indonesia atas w ilayah Asia Tenggara.

Akan t et api m asalah Papua Barat dapat diselesaikan di m eja perundingan, dan

kekuasaan Soekarno m elemah hingga kejat uhannya, m em buat janji Uni Soviet untuk

pengembangan bersam a peralat an pertahanan dan pengadaan peralatan persenjat aan

berhent i. Karena Soehart o sebagai pengganti Soekarno m emutuskan lebih dekat dengan

Negara-negara Barat dan m eninggalkan politik ‘M elihat ke Tim ur’ yang diprakt ikkan oleh

Soekarno. Rencana unt uk pengembangan bersam a alat pertahanan dengan sendirinya

berhent i, dan Indonesia kem bali t ergantung kepada Negara-negara produsen persenjataan dari

Negara-negara Barat , meski sebagian persenjat aan dan alat pert ahanan era Uni Soviet masih

digunakan sem isalnya Tank Amphibi PT-76, dan AK 47, yang sebagian besar m asih digunakan

oleh M arinir TNI AL, di laut ada frigate kelas Riga dari Uni Soviet .

Pada t ahun 1975 pengadaan Tank sudah beralih m enggunakan AM X-13 dari Prancis, dan

St uary dari Inggris. Pada t ahun yang sam a, RI m em iliki kendaraan lapis baja Saladin dan Ferret

dari Inggris, sement ara di m atra laut ada kelas Jones dari AS dan di m atra udara, sudah

m enerim a CA-27 dari Australia dan F-51D dari AS. Pada paruh kedua dekade 1970-an tak

kurang enam pem asok peralatan alut sist a, yait u F-5E/ F Tiger, OV-10 Bronco dari AS, Nom ad

(8)

cepat PSM M -5 dari Korea Selat an dan t ank AM X-13 dan Exocet M M-38 dari Perancis. AS

m enjadi pem asok t erbesar sam pai dekade 1980-an.7 Pada paruh pertam a 1980-an m uncul

pem asok Eropa yang cukup signifikan, yait u jet lat ih/ serang Haw k M k53 dan frigate kelas Tribal

dari Inggris, lalu kapal selam tipe 209 dan pat roli cepat FPB-57 dari Jerm an. Pada t ahun 1989

m asuk pesaw at t em put F-16A/ B FF.8 Sejak peristiw a di Sant a Cruz, Dili, November 1991, yang

oleh pihak Barat disebut sebagai “ Dili M asacre” , AS m embekukan pengadaan alut sist a kepada

RI. Em bargo persenjat aan dari AS dan sekut unya di Eropa Barat berlanjut sehubungan dengan

t uduhan pelanggaran pelanggaran HAM yang m asih terjadi di Indonesia. Dalam kondisi

diem bargo, RI sangat sulit untuk m endapatkan suku cadang bagi alut sista yang sebagian besar

m em ang buatan AS dan negara negara NATO. Hal yang m enarik adalah semua pengadaan alat

pert ahanan t ersebut beli put us, t idak m enggunakan m ekanism e offset . Sehingga t ak heran

kem udian ketika diem bargo, Indonesia m engalam i kesulit an besar, m engingat peralat an dan

suku cadang sangat t ergantung dari pasokan Negara-negara produsen tersebut.

Akan tetapi setahun set elah pengadaan persenjataan tersebut , t epatnya 1976, PT.

Nurt anio, yang kem udian lebih dikenal dengan IPTN, lantas bergant i nam a m enjadi

PT.Dirgantara Indonesia (PT DI) m em beli lisensi dua jenis pesaw at dari dua Negara produsen

berbeda; Helikopt er BO-105 dari M esserchm it-Bolkow -Blohm (M BB) dari Jerm an Barat , dan

pesaw at C-212, dari CASA, Spanyol. Di t ahun yang sam a IPTN juga mem beli lisensi Roket Sera-D

dari Aerlikon Sw iss, dan FFAR-2.75 dari F. Z. Belgium , serta SUT Terpedo dari AEG Telefunken,

7

lihat “ Pengadaan Alut sist a RI dan Hubungan LN” http:/ / w ww .sinarharapan.co.id/ berit a/ 0612/ 11/ opi01.ht m l (diakses15 February 2008)

8

Pada pembelian F-16 A/ B FF, IPTN m endapatkan konsesi pembuatan ekor dan sayap dari pesawat t ersebut sebagai im bal beli sebesar 35 % dari total harga dengan General Dynam ics, yang kemudian m enjadi bagian dari Lockheed M artin.Lihat “ Dari IPTN ke PT. DI: Perjalanan 25 Tahun”

(9)

Jerm an Barat.9 Di tahun 1976 it ulah secara eksplisit m ekanism e offset digunakan dengan

m em beli berbagai lisensi produk pert ahanan sebagai bagian dari kom itm en pengem bangan

indust ry t ingkat m enengah dan tinggi yang dicanangkan oleh Soehart o ket ika it u. Ot ak dari

barbagai pem belian lisensi t ersebut adalah B.J. Habibie, yang sebelum m enjabat Direktur

Ut am a IPTN adalah salah seorang direktur di M esserchm it -Bolkow -Blohm (M BB), Jerm an Barat .

Karena produksi dan pasar keduanya relat if bagus, IPTN pada t ahun 1977 kem udian

m elakukan kerja sam a unt uk m em produksi bersam a (co production) Helikopter Pum a SA-330,

dan Super Pum a AS-332 dengan Aerospat iale, Perancis. M ekanisme produksi bersam a ini

berbeda dengan pembelian lisensi, karena m enyangkut soal pasar dan standarisasi kualitas

yang m enjadi t anggung jaw ab kedua Negara. Bila pada lisensi, Negara at au perusahaan induk

hanya berkew ajiban menjaga agar kualit as dari hasil produksi t erjaga, maka pada produksi

bersam a, pem asaran m enjadi tam bahan dari klausul perjanjian tersebut .

Langkah yang lebih strat egis dilakukan oleh IPTN adalah dengan m endirikan perusahaan

patungan bernam a Air t ech Industries dengan CASA, Spanyol untuk m engembangkan dan

m em asarkan produk andalan CN-235, pesaw at bert enaga baling-baling berm esin dua untuk 35

penumpang, yang bisa unt uk keperluan sipil at au pun m ilit er . Sedangakan di bidang helikopter,

IPTN m asih m enambah m enu produksinya dengan m embuat heli Bell 412 berdasar lisensi dari

Bell Helicopter Textron Inc, Am erika Serikat dan pada tahun 1982 juga ada kesepakat an dengan

M BB, Jerm an dan Kaw asaki, Jepang unt uk m emproduksi heli BK-117.

Di t engah ketatnya persaingan pembuat pesawat tem pur asing unt uk m em enangkan

kont rak pem belian pesaw at tem pur dari Indonesia, IPTN juga mew arnai proses pembelian

9

(10)

t ersebut. Ket ika pabrik General Dynam ics AS kini telah bergabung dengan Lockheed M artin

berhasil m em enangkan persaingan dan m enjual jet F-16, IPTN juga m em enangkan kontrak

perset ujuan im bal-produksi at au offset . Indonesia yang m embeli 12 F-16A/ B m endapat proyek

im bal produksi sebesar 35 persen dari nilai kont rak pem belian yang pekerjaannya diberikan

kepada IPTN.

IPTN juga m enjalin kerjasama dengan berbagai perusahaan sejenis sepert i dengan

Boeing, IPTN m em enangkan t ender dan m emproduksi secara m assal kebut uhan sayap dan rak

barang pesaw at Boeing 737. Dengan Brit ishAerospace, m eski kecil, juga dipercaya untuk

m em produksi Rapier, salah sat u komponen penting dari pesaw at yang diproduksi oleh Brit ish

Aerospace. Produk lainnya, IPTN m em fokuskan diri untuk pengembangan N-250, CN 235, dan

proyek am bisius IPTN yakni m emproduksi N-2130, pesaw at dengan m esin jet kem bar

berkapasitas 100 orang yang m erupakan inovasi m urni IPTN setelah sekian lam a bekerja sam a,

baik dalam bentuk lisensi, m aupun co-product ion IPTN m encoba m engembangkannya sendiri.

Pem asaran N-250 dan CN-23510 m asih sangat besar, kedua pesaw at buat an IPTN dan

coproduction dengan CASA tersebut dim inat i oleh banyak Negara sebut saja Brunei Darusalam ,

Korea Selatan, M alaysia11 Uni Emirat Arab, dan Negara-negara Afrika,sepert i Zam bia.

10

lihat beberapa saingan dari235,baik dari produsen lain,maupun dari CASA sendiri yang m engembangkan CN-235-300M , yang lebih canggih “ CN-235-220M Dalam Persaingan” http:/ / ww w

.angkasa-online.com / 12/ 11/ skadron/ skadron2.htm (diakses, February 16, 2008)

11

M alaysia bahkan m enandatangi perjanjian dengan Indonesia unt uk perakitan dan pemasaran CN-235. lihat “ M alaysia t o Assemble Indonesia’s CN-235 Aircraft”

(11)

Sedangkan pasar unt uk Negara Eropa dipegang oleh CASA, Spanyol, khususnya pada pem asaran

CN-235.12

Tidak berhenti disit u IPTN juga mencoba m em asarkan N-250 ke Am erika Serikat dengan

m elakukan usaha patungan sebesar US$ 100 Juta dengan General Electric dan Boeing dengan

m endirikan AM RAI, yang akan m erakit dan m engem bangkan N-250 sesuai dengan kebut uhan

pasar di Am erika. Langkah ambisius ini kem udian terganjal oleh sulitnya m endapat sert ifikat

FAA (Federal Aviat ion Adm inistration), lembaga penerbangan AS yang cukup disegani di bisnis

penerbangan. Ini adalah sert if ikat laik udara yang harus dimiliki pro duk pesaw at dari negara lain

yang akan dipasarkan di Amerika. Dengan kata lain, t anpa sertifikat FAA, IPTN tidak bisa

m enjual produknya. Pesaw at N-250 adalah sat u-sat unya pesaw at terbang subsonic (t erbang

dengan kecepatan di baw ah 600 km per jam ) yang mem anfaatkan fly by w ire alias bantuan

komput er. Unt uk pem buat an N-250, yang seluruhnya diproduksi di Indonesia, IPTN telah

m enganggarkan investasi sekit ar US$ 470 jut a. Proyek am bisius IPTN ini sem pat berjalan

dengan m enargetkan dapat m enyerap kebut uhan pesawat berpenum pang 40-70 orang dari

516, dengan rent ang w akt u 1997-2015. Akan t et api pada akhirnya proyek ini terkubur bersam a

dengan krisis ekonom i yang m elanda Indonesia t ahun 1997-1998. IPTN sendiri kem udian

m enanggung hut ang dan t erseok-seok didera konflik ant ara m anajem en dan karyaw an yang

kem udian m engubahnya m enjadi PT. DI.13

12

lihat “ N-250, Pilih Rugi Atau Impas?” http:/ / w ww .angkasa-online.com / 11/ 01/ lain/ lain2.ht m (diakses 15 Februar1 2008). Lihat juga “ IPTN Targetkan Penjualan 1000 Pesaw at N-250” Republika , 13 February 1996

13

Lilitan hutang yang m enerpa IPTN See “ M embubarkan Warisan Habibie”

ht tp:/ / w ww .t empoint erakt if.com / ang/ m in/ 03/ 25/ ekbis4.htm (diakses 15 February 2008). Lihat juga, Lili Irahali, “ M embuka Paradigma Baru: Profil dan Rencana Strat egis KeDepan” http:/ / w w w

(12)

Saat ini PT.DI hanya m engerjakan pesanan dalam skala yang kecil, dan m enyelesaikan

beberapa pesanan pesaw at CN-235 dari beberapa Negara. Disam ping karena adanya

kekisruhan ant ara karyaw an dan m anajem en. PT. DI m asih m enunggu realisasi yang konkret

perihal kerja sam a dengan dua negara yakni: India dan Spanyol perihal pembuatan pesaw at

t em pur dan hellikopter seri t erbaru. Realisasi t er sebut diharapkan akan m eningkatkan kinerja

PT.DI, sebagai salah satu perusahaan st rategis terkem uka di Indonesa.

Kondisi PT. PAL relat if lebih baik dibandingkan dengan IPTN, karena hingga saat ini

m asih m elakukan produksinya, bila m elihat bagaimana perjalanan m ekanism e offset yang

dilakukan. Pada t ahun 1979, PT. PAL m em beli lisensi Kapal Patroli Cepat FPB 57 dari Friedrich

Luerssen W ieft (FLW ), Jerm an Barat . Aw al kesepakatannya adalah dalam bent uk perakitan saja,

akan tetapi dengan pendekat an yang dilakukan juga oleh B.J. Habibie, akhirnya PT.PAL

m endapatkan lisensi pembuat an kapal pertam anya. Di tahun yang sam a PT. PAL juga

m em produksi bersam a FPB 28, yang aw alnya Bea Cukai Indonesia m em esan kapal tersebut

kepada Belgium Shipbuilding Company (BSC), Belgia. Nam un dengan berbagai pendekatan yang

dilakukan PT. PAL dan FWL, akhirnya pihak BSC bersedia m emproduksi bersam a FPB 28 yang

dipesan Bea Cukai Indonesia. Bahkan dengan alasan lebih ekonom is, pesanan keduanya

sebanyak 30 buah langsung dipesan ke PT. PAL t anpa ke Belgia lagi.

PT. PAL sendiri t erus m em produksi kapal patrol cepat FPB 57, yang kemudian diberi

nam a dan varian baru sepert i PB 57 Nav I yang selesai diproduksi tahun 1988 dan 1989,yang

digunakan unt uk pem enuhan kebut uhan TNI AL yang diberi nam a KRI Singa dan KRI Badak.

Sedangkan PB 57 Nav III dan IV, yang diproduksi t ahun 1993 dan 1995 diberi nam a KRI Tongkol

(13)

KRI M ayang dan KRI Lem adang. Di luar pengembangan dua produk kapal m urni untuk m iliter

t ersebut, PT.PAL juga banyak m elakukan pengerjaan pem buatan kapal unt uk kom ersial, dari

m ulai kapal pesiar, kapal t anker, kapal cargo dengan berbagai variannya, kapal feri

penyeberangan, dan lain sebagainya baik m elalui pem belian lisensi, coproduction, maupun

codevelopm ent , dari dalam m aupun luar negeri.

Baru pada t ahun 2003 PT. PAL mendapatkan proyek kerjasam a pem buatan Corvet jenis

SIGM A yang dipesan Departem en Pert ahanan dengan Schelde Naval Building (SNB), Belanda.

Akan tetapi dengan berbagai kendala SDM dan keterbatasan anggaran, m aka pesanan kapal

t ersebut akhirnya semuanya dikerjakan oleh SNB.14 Dan di tahun yang sam a telah

dit andatangani kesepakat an untuk mengembangkan dan mem buat korvet nasional dengan

pengembangan bersama Orizzonte Sistem Naval dan Italian Naval Corvet te. Pembuat an dan

pengembangan korvet nasional ini m erupakan bagian pengem bangan bersam a m odel korvet

yang t elah dihasilkan kedua perusahaan It alia t er sebut unt uk disesuaikan dengan karakterist ik

w ilayah Indonesia. Sement ara pada t ahun 2005, PT.PAL m elakukan kerjasam a pembuatan

kapal perang jenis Landing Plat form Dock (LPD) dengan Daew oo Int ernat ional Company.15

Sedangkan yang m asih dalam penjajakan unt uk kerja sam a adalah pembuat an bersam a kapal

selam bersam a DAPA, Korea Selat an. Hingga saat inibelum m endapat kan t it ik tem u, karena

pihak DAPA m enginginkan proses pembuat an tet ap di Korea,dan t eknisi PT.PAL harus berada di

Korea Selatan. Sedangkan pihak Depart em en Pert ahanan dan PT. PAL m enginginkan ada

14

lihat “ Korvet Sigma III dan IV Dibuat di Belanda” http:/ / w w w .antara.co.id/ arc/ 2007/ 11/ 27/ korvet-sigma-iii-dan-vi-dibuat -di-belanda (diakses 15 February 2008)

15

lihat “ TNI AL dan PT. PAL Laksanakan Peletakan Lunas KRI Jenis LPD ke-4”

(14)

sharing pembuat an, sebagaim ana kerjasam a yang dilakukan dengan pihak Daewoo

Int ernat ional.

Perusahaan strat egis Indonesia lainnya adalah PT. Pindad, perusahaan ini dibandingkan

dengan IPTN dan PT. PAL m ungkin paling sedikit m engerjakan berbagai produk sebagai bagian

dari mekanism e offset pert ahanan. Selam a kurun w akt u yang sam a dengan yang dijalani IPTN

dan PT. PAL, PT. PINDAD t ercatat hanya t iga kali m elakukan kerja sam a t erkait dengan

m ekanism e offset pertahanan, yakni: Pertam a, pada t ahun 1983, saat PT. PINDAD m em beli

lisensi Senapan Serbu FNC dari Fabrique Nat ionale Herstal (FNH) Belgium yang m erupakan cikal

bakal dari senapan serbu dan revolver yang dihasilkan oleh PT.PINDAD dengan berbagai

variannya.16 Kedua, pada tahun 1995 lisensi perakit an dan ret rofit Tank Scorpion dari Alvis

Vehicle Lim it ed, Inggeris.17 Dan ket iga, pengem bangan bersam a (codevelopm ent ) pistol P1 dan

P2 pada t ahun 1993 dengan perusahaan Jerm an, DIAG Group. Sedangkan m ekanism e offset

yang juga dikerjakan oleh PT.PINDAD di luar pert ahanan m isalnya pembelian lisensi generator

dari Siem ens, Jerm an.

Di t ahun 2004, PT. PINDAD juga m elakukan kerjasam a dengan Hyundai M ot or untuk

m engem bangkan Arm ored Vehicle dalam bent uk produksi bersam a. Hasil dari kerjasam a ini PT.

Pindad dapat mem enuhi kebutuhan Arm ored Vehicle dalam negeri dengan berbagai varian dan

m odifikasi18, disam ping m enjajaki pasar Arm ored Vehicle di Asia dan Afrika bersam a Hyundai

16

lihat “ PT. PINDAD Akan Luncurkan Produk Baru Senapan Serbu -2” w w w .pikiran-rakyat.com / cetak/ 0403/ 29/ 0604.htm(diakses Februari, 16,2008)

17

Lihat “ Skandal Tank Scorpion,The Lady Untuk Sebutan Tutut”

ht tp:/ / w ww .sinarharapan.co.id/ berita/ 0412/ 17/ sh05.htm l (diakses Februari, 16,2008) . Lihat juga ” M emaham i Dinam ika Inovasi Tekhnologi di PT. PINDAD Indonesia” http:/ / w w w .zulkieflimansyah.com / detail.php?id=73 (diakses Februari 16, 2008)

18

Lihat ” Kalla M inta Depart em en Pertahanan Beli Panser dari Pindad”

(15)

M ot or. Dalam beberapa t ahun ke depan PT.PINDAD juga akan terlibat kerjasam a dengan

sejum lah produsen persenjat aan dari India, Spanyol, dan China, jika Depart em en Per tahanan

kedua Negara t elah m enandatangani kerjasama. Khusus dengan China, PT.PINDAD m asih terus

m elakukan kajian t erkait dengan berbagai kerjasam a pengem bangan roket , persenjat aan ringan

dan m enengah.

2. C-212 Aircraft CASA-IPTN 1976 Licensed Program Terimplim entasi

3. Sora-D Rocket Aerlikon -IPTN 1976 Licensed Program Terimplim entasi

4. FFAR

2.75Rocket

F.Z. Belgium -IPTN 1976 Licensed Program Terimplim entasi

5. SUT Terpedo AEG Telefunken-IPTN 1976 Lisenced Program Terimplim entasi

6. Helicopt er

8. CN-235 Aircraft CASA-IPTN 1979 Coproduction Terimplim entasi

2008). See also “ Wapres M inta PT. Pindad Produksi 150 Panser Untuk TNI AD”

(16)

9. FPB 57 Friedrich Luerssen

GE-Boeing-IPTN 1996 Assembly/ codevelopment Terimplim entasi,

(17)

SDM

Hyundai-PT PINDAD 2004 Coproduction Sedang berjalan

24 Submarine DAPA, Korea-Dephan Belum

(18)

Vehicle

Sumber: Diolah dari Berbagai Sumber

Dari uraian t ersebut di at as, m aka dapat disim pulkan beberapa kendala yang m enjadi

penghalang efekt ifit as prakt ik defence offset dalam pengadaan alat persenjat aan dan

pert ahanan, yakni: Pert am a, kem am puan Sumber Daya M anusia (SDM ) yang t erbat as dan

t erfokus, selam a ini m ekanism e defence offset m enjadi bagian yang coba dihindari oleh

pem erint ah dalam m elakukan pengadaan pertahanan, karena kesadaran bahw a SDM dari

im plem entasi defence offset relatif m em butuhkan SDM yang m umpuni untuk m em follow up.

Apalagi pasca B.J. Habibie m eninggalkan PT. DI d an PT. PAL selepas menjabat presiden. Hal yang

m ana diikut i oleh eksodusnya para karyaw an dan t im ahli yang dulu m erancang dan m em buat

N-250, CN-235, m aupun berbagai helicopt er berlisensi lainnya keluar negeri, t erbanyak ke

M alaysia dan Jerm an. Apalagi di sadari benar bahw a m eraw at SDM dengan kualit as yang bagus

m em butuhkan anggaran yang tidak sedikit .

Kedua, perm asalahan anggaran. Perlu diket ahui bahw a hingga usianya yang ke-25

t ahun, PT. DI belum pernah m enghasilkan keunt ungan bagi pem erint ah,19 bahkan dengan

berbagai cara Habibie berupaya m enambah penyert aan m odal untuk IPTN dari berbagai pos

pem erint ah dan saham m asyarakat sebesar ham pir US$ 300 m ilyar yang akhirnya m enjadi

beban pem erint ah setelah Presiden Soeharto m undur dari kekuasaannya.20 Sehingga ada

19

lihat , Suharsono Sagir, “ Reorientasi Produk PT.Dirgantara Indonesia Dalam Era Globalisasi Perdagangan Bebas” ht tp:/ / w ww .indonesian-aerospace.com / book/ d12.htm (diakses Februari 15 2008)

20

lihat ” Sebagian Rest rukturisasi Ut ang IPTN Diambil Alih Bank M andiri”

(19)

sem acam traum a bagi pem erint ah unt uk mengem bangkan m ekanism e defence offset,

khususnya dibidang penerbangan. Sedangkan PT. PAL dan PT. PINDAD m asih relat if lebih baik,

karena focus keduanya lebih umum dalam m emproduksi berbagai barang non-m ilit er, sebagai

penyeim bang dari produksi m iliter. PT.PAL m isalnya pada t ahun 2006 telah m enghasilkan

keunt ungan besar sebesar US$ 1.9 Jut a, sedangkan PT.PINDAD m endapatkan keuntungan

sebesar US$ 1.7 Jut a di t ahun yang sam a. 21

Sebagaim ana diketahui bahw a bila ada pem esanan m aupun pembiayaan produksi

bersam a, perusahaan tersebut diatas terpaksa m em anfaatkan kredit eksport unt uk m enutup

biaya produksi t er lebih dahulu. Sehingga tak heran apabila set iap pesanan t ersebut t idak

sem uanya disanggupi karena keterbatasan anggaran.

Ketiga, ket ersediaan bahan baku pembuat an alat pert ahanan m aupun persenjat aan

yang m asih dimpor. Hal ini t entu saja mem buat harga alat pertahanan yang dihasilkan sam a

m ahal atau bahkan lebih m ahal dengan produk sejenis, sehingga TNI dan Polri, sebagai pem akai

ut am a dari produk t ersebut juga enggan m embeli dan berpaling ke produk luar negeri. PT.

Krakat au St eel, PT. Texmaco, dan lain sebagainya belum m ampu mem enuhi semua permint aan

bahan baku pembuatan alat pertahanan.

Dengan keterbatasan t ersebut diat as, maka dapat disim pulkan bahw a m ekanism e

defence offset dalam pengadaan alat pertahanan m asih sebat as m em enuhi hal yang t ertier

saja, belum sam pai m em enuhi kebut uhan prim er alat-alat per tahanan. Sam pai tulisan ini

dibuat , m ekanism e defence offset telah m em enuhi kebut uhan persenjat aan dan alat

pert ahanan sepert i senjat a ringan hingga sedang sepert i P2-U3, SS I hingga V, senjata berat,

21

lihat “ Laporan BadanPem eriksa Keuangan Republik IndonesiaTahun 2006”

(20)

am unisi kaliber sedang dan berat , untuk pesaw at t em pur dankapal perang kendaraan t em pur,

pesaw at seperti N-250, CN-235, berbagai varian helicopt er,sert a berbagai jenis kapal pat roli

cepat , dan korvet. Sem entara kebut uhan sepert i pesaw at t em pursekelas F-16, Sukhoi, kapal

perang jenis SIGM A, t ank sekelas Scorpion, kapal Perang dengan ukuran yang lebih besar dan

lain sebagainya belum m am pu dipenuhi oleh pengadaan persenjat aan dengan m ekanism e

offset tersebut .

Sehingga dibut uhkan suat u kebijakan yang m ampu m engopt im alkan t ransfer tekhnologi

dengan m ekanism e defence offset , yang di m asa yang akan datang akan mam pu m em enuhi

kebut uhan alat pertahanan, adapun kebijakan tersebut m eliputi: Pertama, perlu ada kom itm en

dari pem erint ah unt uk m enekankan pentingnya t ransfer tekhnologi pert ahanan dengan

m ekanism e defence offset dalam pengadaan alat pert ahanan. Kom it m en tersebut salah sat u

indikatornya adalah pem bentukan komisi yang akan mem follow up setiap kebijakan dari

eksekut if m aupun Dod, dengan kom it m en m enganalisis lebih jauh berkaitan dengan

ketersediaan SDM , bahan baku, dan m engupayakan pendanaan bagi operasional dan

produksinya, selain dari sum ber Negara, set idaknya seperti yang dilakukan oleh Arab Saudi.22

Sehingga, diharapkan perusahaan-perusahaan t ersebut dapat focus dalam m elakukan

pengkajian dan pengembangan bersam a dengan Lit bang DoD dalam m erumuskan berbagai

perencanaan produksi dan pengembangan.

Kedua, pem erint ah harus m erumuskan dan m em priorit askan berbagai kebijakan alih

t ekhnologi pertahanan dengan melakukan pembinaan yang simultan t erhadap perusahaan

st rat egis, agar m am pu m enghasilkan berbagaiproduk, baik nyat a m aupun baru rancangan.

22

(21)

Sehingga keberpihakan pem erintah untuk m embangan industry strategisnya,khususnya bidang

pert ahanan,dapat berjalan. M engirim kan para t ekhnisinya dan putera-puteri t erbaik bangsa

untuk sekolah keluar negeri adalah salah sat u pondasi bagi upaya m enat a kem bali industry

st rat egis Indonesia. Salah satu yang juga harus diperhat ikan adalah upaya pem erint ah untuk

m enjaga danm em elihara agar para insinyur dan tekhnisi t ersebut betah dan m au bekerja untuk

Negara,dengan m emberikan kesejaht eraan yang optim al kepada m ereka. Berkaca pada

eksodusnya para insinyur dan ahli IPTN harus dilihat sebagai sebuah pelajaran berharga bagi

Indonesia di m asa yang akan datang.

Ketiga, pem erintah harus m engupayakan anggaran alt ernative bagi pendanaan

pert ahanan, khususnya pada pengadaan pertahanan dengan m ekanism e offset . Jika selam a ini

perusahan-perusahaan t ersebut m encari sendiri pinjaman dan kredit ekspor ke sejum lah bank

luar negeri, m aka Negara harus m am pu m engupayakan pendanaan t ersebut dari bank dalam

negeri,dengan jam inan pem erint ah,sepert i pada Bank M andiri, Bank BNI, Bank BRI, at aupun

bank-bank sw ast a lainnya. Disam ping itu, pem erint ah harus m engupayakan anggaran yang

lebih besar bagi penguat an dan pengefektifan lem baga-lem baga penelitian dan pengem bangan,

baik di Dephan, M abes TNI, m aupun lembaga kajian st rategis lainnya.

IV. Penutup

Praktik m ekanism e defence offset dalam pengadaan alat pert ahanan m em berikan sat u

persfekt if bahw a t ransfer tekhnologi pertahanan yang diharapkan dengan m ekanism e defence

offset harus ditopang dengan kesiapan SDM , anggaran, bahan baku, dan lem baga penelit ian

(22)

m em enuhi kebut uhan akan alat pert ahanan. dan kunci dari prakt ik defence offset yang efekt if

adalah berbagai kebijakan pem erintah yang mem udahkan proses tersebut. Apalagi dalam

kont eks defence offset , peranan Negara sangat besar unt uk m elakukan berbagai kebijakan yang

m endukung proses akuisisi dan pengadaan pertahanan, dengan mekanisme offset yang akan

m entrasfer tekhnologi pertahanan. Sehingga dim asa yang akan datang Indonesia akan m am pu

m enopang kebutuhan alat pertahanan dan persenjataannya secara m andiri, t idak lagi

bergant ung pada negara-negara produsen peralat an m ilit er .

Daftar Bacaan

A. Buku dan Jurnal

Ball, Nicole. Et al. 2002. Voice and Account ability in t he Security Sector. Report Prepared for Hum an Developm ent Report Office. Bonn: Bonn International Cent er for Convent ion.

Baylis, Jhon. Et al. (eds). 2002. Strat egy in t he Cont em porary W orld: An Int roduction t o St rategic St udies. Oxford: Oxford University Press

Balakhrisnan, Kogila. Ron M at tew s. 2006 “ M alaysian Defense Industrialisat ion through Offset s” Asian Pacific Defense Report er, July/ August.

Bull, Hedley. 1961. The Cont rol of the Arm Race. London: W eidenfeld & Nicolson.

Hayw ard, Keit h 2000. “ The Globalisat ion of Defense Industry” Survival Vol. 42 No. 2, Sum mer

Int riligator, M ichael D. 1990. ” On the Nat ure and Scope of Defense Econom ics” Defence Econom ics. Vol. 1

Katoch, Rajan. “ Defense Economics: Core Issues. Strat egic Analysis. Vol. 30. No. 2.April-June 2006

Kennedy, Gavin. 1983. Defense Economics. London: Gerald Duckw ort h

(23)

---, 1997. “ Rising Cost, Falling Budget and Their Im plicat ions for Defense Policy” Econom iv Affairs.

M at thew s, Ron. 1996 “ Saudi Arabia’sDefence Offset Program m es: Progress,Policy, and Perform ance” Defence and Peace Econom ics. Vol. 7.

W idjajant o, Andi. M akm ur Keliat. 2006. Research: Indonesia’s Defense Economy Reform . Jakarta: INFID-Pacivis UI.

B. M edia M assa dan Internet

“ CN-235-220M Dalam Persaingan” ht tp:/ / w w w .angkasa-online.com/ 12/ 11/ skadron/ skadron2.htm

“ Dari IPTN ke PT. DI: Perjalanan 25 Tahun”

ht tp:/ / ww w .sinarharapan.co.id/ berit a/ 0612/ 11/ opi01.htm l

“ Dirgantara Sipil” M ajalah Angkasa No. 4 Januari 2000 Tahun X

“ IPTN Targetkan Penjualan 1000 Pesaw at N-250” Republika, 13 Februari 1996

“ Korvet Sigm a III dan IV Dibuat di Belanda” htt p:/ / w w w .ant ara.co.id/ arc/ 2007/ 11/ 27/ korvet-sigma-iii-dan-vi-dibuat -di-belanda

” Kalla M int a Departem en Pert ahanan Beli Panser dari Pindad”

ht tp:/ / ww w .t em pointeraktif .com/ hg/ nasional/ 2007/ 12/ 08/ brk,20071208-113171,id.htm l

Lili Irahali, “ M embuka Paradigm a Baru: Profil dan Rencana St rat egis KeDepan” ht tp:/ / ww w .indonesian-aerospace.com / book/ c3.htm

“ Laporan BadanPem eriksa Keuangan Republik IndonesiaTahun 2006”

ht tp:/ / ww w .bpk.go.id/ doc/ hapsem / 2006i/ ikht isar/ Bagian%20IV/ bab_5_PAL.pdf

“ M em bubarkan W arisan Habibie” ww w .t em pointeraktif .com / ang/ m in/ 03/ 25/ ekbis4.ht m

“ M alaysia t o Assemble Indonesia’s CN-235 Aircraft ”

ht tp:/ / ww w .endonesia.biz/ mod.php?m od=publisher& op=view article& cid=16& art id=59 1

(24)

ht tp:/ / ww w .zulkieflim ansyah.com/ detail.php?id=73

“ N-250, Pilih Rugi Atau Im pas?” ht tp:/ / w w w .angkasa-online.com/ 11/ 01/ lain/ lain2.htm

“ Pengadaan Alut sista RI dan Hubungan LN”

ht tp:/ / ww w .sinarharapan.co.id/ berit a/ 0612/ 11/ opi01.htm l

“ PT. PINDAD Akan Luncurkan Produk Baru Senapan Serbu-2” w ww .pikiran-rakyat .com / cet ak/ 0403/ 29/ 0604.ht m

“ Skandal Tank Scorpion,The Lad y Unt uk Sebutan Tut ut ”

ht tp:/ / ww w .sinarharapan.co.id/ berit a/ 0412/ 17/ sh05.ht m l

“ Sebagian Rest rukt urisasi Ut ang IPTN Diam bil Alih Bank M andiri”

ht tp:/ / ww w .t em pointeraktif .com/ hg/ ekbis/ 2001/ 02/ 22/ brk,20010222-47,id.htm l

“ TNI AL dan PT. PAL Laksanakan Pelet akan Lunas KRI Jenis LPD ke-4” ht tp:/ / ww w .t ni.m il.id/ new s.php ?q=dtl& id=113012006116898

W apres M int a PT. Pindad Produksi 150 Panser Unt uk TNI AD”

(25)

Gambar

Tabel 1

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penggunaan metode pembelajaran Cooperative Learning Tipe Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan hasil belajar Ekonomi siswa kelas VII F di

[r]

plywood, laminated veneer lumber, glue laminated timber, flooring, particleboard, fibreboard, plywood general use, concrete from plywood, structural plywood..

Orang Papua pada masa sekarang memaknai kalimat ini untuk bagaimana dapat memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia akibat marginalisasi yang terjadi.. Kata-kata

Maka hal-hal tersebut yang semakin berkembang pesat disebut sebagai Modernisasi yang hadir di kehidupan sosial masyarakat yang pada saat ini sudah banyak berpengaruh

Teknik analisis data yang digunakan Wilcoxon Signed Rank Test, dari perhitungan tersebut didapatkan nilai Z=2,616, dengan p(0.009)p<0,05, ini membuktikan bahwa

Pengarnbilan keputusan dan kebijaksanaan dalam setiap departemen harus didasarkan pada hal-hal yang bersifat rasional yang nantinya diharapkan mampu menjawab setiap

Perakaran buah naga bersifat epifit, merambat dan menempel pada tanaman lain. Dalam pembudidayaannya, dibuat tiang penopang untuk merambatkan