• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA OLEH ANGGOTA TNI (Study Kasus Nomor 45-K/PMT.III/BDG/AL/VI/2012).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA OLEH ANGGOTA TNI (Study Kasus Nomor 45-K/PMT.III/BDG/AL/VI/2012)."

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Per syaratan Memperoleh Gelar Sar jana Hukum pada Fakultas Hukum UPN “Veteran” J awa Timur

Oleh :

ARDAN UDIKA OKTAVA NPM. 0771010022

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “ J AWA TIMUR

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SURABAYA

(2)

Oleh :

ARDAN UDIKA OKTAVA NPM. 0771010022

Telah diper tahankan dihadapan dan diter ima oleh Tim Penguji Skr ipsi Pr ogr am Studi Ilmu Hukum Fa kultas Hukum

Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Pada tanggal 5 J uni 2013

PEMBIMBING TIM PENGUJ I

1.

MAS ANIENDA TIEN, SH., MH SUTRISNO, SH., M.Hum NPT. 3 7709 07 0223 NIP. 19601212 198803 1 001

2.

FAUZUL ALIWARMAN, SHI., M.Hum NPT. 2 8202 07 40221

3.

MAS ANIENDA TIEN, SH., MH NPT. 3 7709 07 0223

Mengetahui, DEKAN

(3)

ii

Disusun oleh :

ARDAN UDIKA OKTAVA 0771010022

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skr ipsi

Menyetujui,

Pembimbing

MAS ANIENDA T.F, SH, MH NPT. 3 7709 07 0223

Mengetahui,

DEKAN

(4)

v

Nama : Ardan Udika Oktava

Tempat /Tgl. Lahir : Surabaya, 22 Oktober 1989

NPM : 0771010022

Kosentrasi : Hukum Pidana

Alamat : Dukuh Pakis V Tengah, Surabaya

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi saya dengan judul : “Penyalahgunaan Narkotika Oleh Anggota TNI” dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarja Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Pebangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur adalah benar-benar hasil karya cipta saya sendiri, yang saya buat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, bukan hasil jiplakan (plagiat).

Apabila dikemudian hari ternyata skripsi ini hasil jiplakan (plagiat), maka saya bersedia dituntut di depan pengadilan dan dicabut gelar kesarjanaan (Sarjana Hukum) yang saya peroleh.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dengan penuh rasa tanggung jawab atas segala akibat hukumnya.

Mengetahui, Surabaya, Juni 2013

PEMBIMBING PENULIS

(5)

telah melimpah rahmat dan karenanya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Disini penyusun mengambil judul PENYALAHGUNAAN

NARKOTIKA OLEH ANGGOTA TNI

Penulisan skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan sesuai dengan

kurikulum yang ada di Fakultas Hukum UPN Veteran Jawa Timur. penulisan ini

juga dimaksudkan sebagai wahana untuk menambah wawasan serta untuk

menerapkan dan membandingkan teori yang telah diterima dengan keadaan

sebenarnya di lapangan. Di samping itu juga diharapkan dapat memberikan bekal

tentang hal-hal yang berkaitan dengan disiplin ilmunya sebelum mengadakan

penelitian guna penulisan skripsi.

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan, bimbingan dan

dorongan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penyusun mengucapkan

banyak terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Haryo Sulistiyantoro, SH. MM., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Sutrisno, SH. M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Drs. Ec. Gendut Sukarno, MS selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum

(6)

berkenan meluangkan waktu ditengah kesibukan yang begitu padat untuk

memberikan pebgarahan, bimbingan, koreksi dan saran yang bermanfaat bagi

penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Yang telah berkenan memberikan

kesempatan kepada penulis untuk belajar dengan fasilitas yang ada.

6. Bapak Kapten Dedi Wigandi SH. S.Sos dan seluruh Staff Kantor Pengadilan

Militer III-12 Surabaya yang telah membantu membimbing dan

menyelesaikan penulisan skripsi.

7. Kepada Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Pembangunan

Nasional ”Veteran” Surabaya Jawa Timur yang telah memberikan bekal ilmu

dan pengetahuan yang bermanfaat kepada penulis selama perkuliahan.

8. Kepala Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional

”Veteran” Surabaya Jawa Timur beserta staff untuk segala bantuan

administrasinya dan Koordinator Perpustakaan yang telah memberikan

pelayanan atas peminjaman buku-buku.

9. Orang tua, Keluarga serta Rizky yang telah memberikan doa dan

dukungannya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini.

10.Teman-teman mahasiswa Fakultas Hukum khususnya Harik, Rezky, Joshua,

(7)

sempurna oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun penulis

harapkan guna perbaikan dan penyempurnaan sehingga skripsi ini dapat

memberi manfaat bagi semua pihak.

Surabaya, Juni 2013

(8)

HALAMAN PERSETUJ UAN UJ IAN SKRIPSI. ... ... ii

HALAMAN PERSETUJ UAN DAN PENGESAHAN SKRIPSI ... .. iii

HALAMAN PERSETUJ UAN DAN REVISI SKRIPSI. ... .. iv

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENULIS SKRIPSI ... ..v

KATA PENGANTAR ... . vi

DAFTAR ISI ... .. ix

DAFTAR LAMPIRAN ... . xii

ABSTRAKSI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... ... 1

1.1. Latar Belakang ... ... 1

1.2. Rumusan Masalah... ... .. .4

1.3. Tujuan Penelitian... ... .. .5

1.4. Manfaat Penelitian.. ... .. 5

1.5. Kajian Pustaka ... ... 6

1.5.1 Pengertian Nakotika.... ... ... 6

1.5.2 Jenis-jenis Narkotika.... ... ... 7

1.5.3 Pengertian Psikotropika... ... ... 8

1.5.4 Jenis-jenis Psikotropika.. ... ... 9

1.5.5 Penyalahgunaan Narkotika.. ... . 10

(9)

1.7. Metode Penelitian... . 22

1.7.1 Jenis Penelitian ... . 22

1.7.2 Data ... . 23

1.7.3 Pengumpulan Bahan atau Data... . 25

1.7.4 Metode Analisis Data... . 26

1.7.5 Sistematika Penulisan ... . 26

BAB II KEWENANGAN PENGADILAN MILITER DALAM MENYIDANGKAJ N PERKARA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA OLEH ANGGOTA MILITER... . 28

2.1. Kewenangan Kekuasaan Pengadilan Militer di Tinjau Menurut Kitab Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dan KUHPM ... . 28

2.2. Mekanisme Pemeriksaan Perkara Pidana Penyalahgunaan Narkotika oleh Anggota TNI ... . 33

2.2.1 Kasus Posisi ... . 33

2.2.2 Proses Penanganan Perkara ... . 34

2.2.3 Penyerahan Perkara ... . 39

2.2.4 Upaya Hukum ... . 46

BAB III PERTIMBANGAN HUKUM PENGADILAN MILITER DALAM PROSES PENJ ATUHAN PUTUSAN PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA BAGI ANGGOTA TNI ... . 48

(10)

4.2. Saran ... . 63 DAFTAR PUSTAKA

(11)

Tempat Tanggal Lahir : Surabaya, 1989 Program Studi : Strata 1 ( S1 ) Judul Skripsi :

PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA OLEH ANGGOTA TNI

ABSTRAKSI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang Kewenangan Kekuasaan Pengadilan Militer ditinjau menurut Kitab Undang – Undang Kekuasaan Kehakiman dan KUHPM dan Kitab Undang-Undang Hukum Militer ditujukan untuk para anggota militer yang memang melakukan pelanggaran-pelanggaran yang secara khusus hanya dapat dilakukan oleh subjek hukum militer yang salah satunya adalah anggota militer. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, dan analisa data yang menggunakan analisa secara kualitatif normatif. Peradilan Militer merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman yang mempunyai kompetensi memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana yang dilakukan oleh seorang yang berstatus sebagai anggota militer atau yang dipersamakan dengan itu. Didalam penetapan putusan Nomor : 55 – K / PM.III – 12 / AL / II / 2012, dapat dilihat bahwa pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Militer dalam penjatuhan putusan terhadap kasus Penyalahgunaan Narkotika oleh Anggota TNI tersebut sudah memenuhi unsur-unsur tindak pidana “Secara Tanpa hak memiliki Narkotika Golongan 1 bukan Tanaman”. Didalam putusan Nomor : 55 – K / PM.III – 12 / AL / II / 2012 tersebut bahwa Majelis Hakim menimbang dari fakta-fakta di persidangan dan unsur-unsur tindak pidana Narkotika termasuk hal-hal yang meringankan maupun memberatkan terdakwa serta menimbang dari Kitab Undang Undang Hukum Pidana Militer, maka berdasarkan pertimbangan dan musyawarah Hakim secara tertutup, maka diputuskan untuk menjerat terdakwa dengan pasal 112 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dan Pasal 26 KUHPM.

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Hukum Militer merupakan bagian integral dan tak terpisahkan dari

sistem Hukum Nasional yang sekaligus juga merupakan subsistem dari ketentuan

yang mengatur tentang Pertahanan Keamanan Negara. Dengan demikian sistem

asas-asas pokok hukum militer harus berpangkal tolak dari tugas militer dan dari

sistem serta asas-asas pokok Hukum Nasional, disisi lain hukum militer

berkewajiban menjamin terselenggaranya tugas-tugas militer tersebut dengan baik

dan benar.

Hukum Militer sebagai subsistem dari sistem Pertahanan Keamanan

Negara perlu mengatur secara tegas mengenai oprasionalisasi dari tatanan

kehidupan Bela Negara yang melahirkan Pertahanan Keamanan Rakyat

Semesta.Tatanan kehidupan bela negara mencakup penyelenggaraan seluruh daya

kemampuan bangsa dan harus disusun, diarahkan serta dikerahkan secara terpadu

dan terkendali baik mengenai tenaga manusia, fasilitas, peralatan maupun jasa

dan ruang wilayah.

Arah pengembangan Hukum Militer menuju pada terciptanya

keserasian antara penyelenggaraan kesejahteraan dan penyelenggaraan keamanan

(13)

menjamin eksistensi kehidupan berbangsa dan bernegara yang bertujuan

membangun manusia seutuhnya1.

Banyaknya kasus Pidana yang terjadi pada seorang militer merupakan

suatu tugas untuk para penegak hukum agar penegakan hukum di bidang Hukum

Militer semakin dimaksimalkan.Karena dirasa seorang militer adalah alat

pertahanan negara, dimana militer yang seharusnya menjaga ketentraman dan

keamanan negara berdasarkan dengan Undang-Undang No. 34 Tahun 2004

Tentang Tentara Nasional Indonesia, malah berbuat suatu tindakan yang

bertentangan dengan hukum.

Kasus-kasus yang menimpa pada seorang militer yang melakukan

sebuah tindak pidana, baik secara umum maupun khusus dibedakan secara

khusus di lingkup peradilannya.Karena Hukum Militer itu sendiri merupakan

salah satu daripada hukum khusus, maka sistem peradilannya juga secara

khusus.Kasus-kasus yang menjerat seorang militer sebagai subjek hukum pidana

tersebut disidangkan dan diadili secara khusus di Pengadilan Militer.

Tentara Nasional Indonesia merupakan bagian dari masyarakat umum

yang dipersiapkan secara khusus untuk melaksanakan tugas dan pembelaan

negara.Selain itu TNI dibatasi oleh undang-undang dan peraturan militer

sehingga semua perbuatan yang dijalani harus berdasarkan pada landasan

1 Suhadi, PembahasanPerkembangan Pembangunan Hukum Nasional Tentang Militer dan

Bela Negara, Badan Pembinaan Hukum Nasional Tentang Hukum Militer dan Bela Negara, Jakarta,

(14)

undang-undang dan peraturan yang berlaku.Untuk dapat melaksanakan tugas dan

kewajiban yang amat berat dan khusus maka TNI dididik dan dilatih untuk

mematuhi perintah-perintah atau putusan dan melaksanakannya dengan tepat dan

berdaya guna.

Dengan semakin tingginya tingkat kesadaran hukum masyarakat maka

seluruh prajurit TNI harus semakin berhati-hati dalam bertindak agar tidak

melakukan perbuatan yang dapat melanggar norma hukum yang berlaku.

Penyelesaiannya dalam ruang lingkup peradilan militer hampir sama dengan

peradilan umum hanya saja aparat yang berwenang untuk menyelesaikan perkara

berbeda dengan peradilan umum.

Maka dari itu Kitab Undang-Undang Hukum Militer ditujukan untuk

para anggota militer yang memang melakukan pelanggaran-pelanggaran yang

secara khusus hanya dapat dilakukan oleh subjek hukum militer yang salah

satunya adalah anggota militer.

Beberapa kasus yang terjadi pada anggota militer salah satunya adalah

penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anggota TNI-AL yang

berpangkat Sertu. Ketika itu, ia tertangkap oleh anggota polisi dan Intel

Lantanmal V di suatu loby hotel di Surabaya dengan membawa sabu lengkap

dengan peralatannya.

Setelah melalui persidangan yang dilakukan di pengadilan militer tinggi,

(15)

memberatkan keputusan majelis Hakim yang sebenarnya menurut penasehat

hukum tedakwa, terdakwa tidak mengkonsumsi sabu tersebut melainkan hanya

membantu teman terdakwa untuk membeli sabu tersebut namun akan tetapi

semua permohonan banding yang diajukan oleh penasehat hukum terdakwa tidak

dapat dikabulkan dan harus ditolak oleh Majelis Hakim Tingkat Banding karena

keberatan – keberatan yang diajukan oleh penasehat hukum terdakwa tidak

sesuai dengan bukti – bukti yang berupa urine dan sabu beserta perlengkapannya

sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana dalam Pasal 112 ayat (1)

Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika maka pada

akhirnya hakim menjatuhi terdakwa tersebut dengan hukuman pidana penjara 1

(satu) tahun dan dijatuhi hukuman berupa pemecatan dari dinas militer karena

dirasa terdakwa adalah seorang anggota militer.

Jadi, sebagaimana pemberitaan yang ada, anggota militer tersebut akan

menjalani harinya dibalik jeruji besi sampai dengan eksekusi putusan tersebut

kepadanya.

1.2Rumusa n masalah

Dari latar belakang masalah diatas dapat ditarik permasalahan–permasalahan

yang akan dibahas sebagai berikut :

1. Bagaimana kewenangan Pengadilan Militer dalam menyidangkan Perkara

(16)

2. Bagaimana pertimbangan hukum Pengadilan Militer dalam proses Penjatuhan

Putusan Pidana Penyalahgunaan Narkotika bagi anggota TNI ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kewenangan Pengadilan Militer dalam menyidangkan

Perkara Penyalahgunaan Narkotika oleh anggota TNI?

2. Untuk mengetahui pertimbangan hukum Pengadilan Militer dalam proses

Penjatuhan Putusan Pidana Penyalahgunaan Narkotika bagi anggota TNI ?

1.4 Ma nfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya mengembangkan

ilmu pengetahuan dibidang hukum pada umumnya dan ilmu hukum pidana

pada khususnya mengenai hal yang berkaitan dengan penyalahgunaan

narkotika bagi anggota TNI.

2. Manfaat Praktis

Penulis pada dasarnya dapat memberikan masukan bagi pihak – pihak

yang terkait, untukdapat dijadikan sebagai bahan danpertimbangan bagi

Pengadilan Militer Surabaya dalam usahanya memberikan perlindungan

(17)

1.5 Ka jian Pustaka

1.5.1 Penger tian Nar kotika

Menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang RI No. 35 tahun 2009

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.2

Dari pengertian narkotika tersebut hal yang sama dengan

psikotropika adalah bentuknya sama – sama berupa zat atau obat yang

alamiah maupun sintesis. Perbedaannya pada narkotika ada yang berasal

dari tanaman, sedangkan dalam pengertian psikotropika tidak disebutkan

demikian.

Pada psikotropika pengaruhnya tertuju kepada susunan saraf pusat

yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental pelaku.

Sedangkan pada narkotika dalam pengertiannya tidak menguraikan

pengaruh seperti itu, akan tetapi langsung memberikan hubungan

kausalitas, bahwa narkotika dapat menyebabkan penurunan kesadaran,

hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri. Baik

(18)

narkotika maupun psikotropika sama – sama menimbulkan

ketergantungan.3

1.5.2 J enis – J enis Nar kotika

Jenis-Jenis Narkotika menurut Undang-Undang RI No. 35 Th.

2009 ialah sebagai berikut :

1. Nar kotika Golongan I

Yaitu jenis narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan

pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,

serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan

keterrgantungan, contohnya seperti Papaversomniferum, Opium,

Kokain, Ganja, Tetrahydrocannabinol.4

2. Nar kotika Golongan II

Yaitu narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai

pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk

tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi

tinggi mengakibatkan ketegantungan, contohnya sepeti Morfina,

Normorfina, Petidina, Rasemorfan, Tilidina.5

3

Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia. Jakarta : Jambatan, 2007 Hal.159 4UU RI No 35 TH 2009 Tentang Narkotika hal.103

(19)

3. Nar kotika Golongan III

Yaitu narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak

digunakan dalam dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan

ilmu pengetahuan seta mempunyai potensi ringan mengakibatkan

ketergantungan, contohnya seperti Etilmorfina, Kodeina, Nikokodina,

Polkodina, Propiram.6

1.5.3 Penger tian Psikotr opika

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis

bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada

susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas

mental pelaku.7

Pengertian tersebut menekankan adanya pembatasan ruang

lingkup psikotropika yang dipersempit, yaitu zat dan obat yang bukan

narkotika, dengan maksud agar tidak berbenturan dengan ruang lingkup

narkotika. Karena apabila tidak dibatasi demikian, nantinya akan

mengalami kesulitan untuk membedakan mana zat atau obat yang

tergolong narkotika.

Obat – obatan sebagaimana dimaksud memiliki kasiat psikoaktif

melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat, dan mempunyai

hubungan kausalitas pada aktivitas mental dan perilaku

6Ibid., hal 113.

(20)

penggunanya.Mental dan perilaku pengguna menunjukkan adanya

perubahan yang khas dibandingkan yang bersangkutan mengkonsumsi

psikotropika.8

1.5.4 J enis – J enis Psikotr opika

Jenis – JenisPsikotropika menurut Undang-Undang RI No. 5 Th.

1997ialah sebagai berikut :

1. Psikotr oika Golongan I

Yaitu jenis psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk

tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta

mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan

contohnya, MDMA ( Ectacy ), Psilotsin, Psilosina, LSD, Mesvaline.9

2. Psikotr opika Golongan II

Yaitu kelompok Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan

dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan

serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan

seperti, Amfetamina, Deksamfetamina, Metakualon, Sekobarbital

Ziperpol.10

8

Gatot Supramono, op.cit., hal 17.

9. UU RI No.55 TH 1997Tentang Psikotropika,.

(21)

3. Psikotr opika Golongan III

Yaitu kelompok psikotropika yang bekhasiat pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan ilmu pengetahuan srta

mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan

seperti, Amobarbital, Flumitrazepam, Katina, Pentazosina,

Pentobarbital, 11

4. Psikotr opika Golongan IV

Yaitu kelompok jenis psikotropika yang mempunyai daya

menimbulkan ketergantungan yang tinggi, digunakan luas dan untuk

ilmu pengetahuan. Seperti, Diazepam, Barbital, Klobazam, Estazolam,

Nitrazepam.12

1.5.5Penyalahgunaan Nar kotika

Penyalahguanaan Narkotika adalah orang menggunakan

Narkotika tanpa hak atau melawan hukum.13Pada masyarakat dewasa ini

sudah banyak yang mengerti bahaya dari Narkotika dan Psikotropika, tetapi

masih banyak orang menyalahgunakannya.

Faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan Narkotika dan

Psikotropika yaitu untuk membuktikan keberanian seseorang dalam

melakukan perbuatan yang sangat berbahaya, atau untuk menumbuhkan

11Ibid., hal 166. 12Ibid., hal 167.

(22)

rasa percaya diri, mendapatkan pengalaman – pengalaman secara

emosional, menghilangkan rasa frustasi atau sekedar ingin tahu,

melepaskan diri dari rasa kesepian, dan masih banyak lagi.

1.5.6 Penger tian Militer

Kata militer berasal dari “miles” dari bahasa Yunani yang berarti

seseorang yang dipersenjatai dan disiapkan untuk melakukan

pertempuran-pertempuran atau peperangan terutama dalam rangka pertahanan dan

keamanan suatu negara. Dalam perundang-undangan kita dibedakan

menjadi dua macam militer, yaitu: militer sukarela dan militer wajib. Akan

tetapi selain daripada itu di dalam keadaan perang sesuai dengan ketentuan

hukum perang dibuka kebolehan bagi rakyat untuk turut angkat senjata,

asal saja memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku.Mereka ini dapat

disebut sebagai sukarelawan lainnya.

a.Militer Sukarela (Milsuk)

Seseorang berstatus militer setelah ia menandatangani surat ikatan dinas untuk waktu tertentu. Masa pendidikan pertama tidak termasuk.Sejak penandatangan itu berlaku baginya hukum militer.

b.Militer Wajib (Milwa) dan militer wajib darurat

Seseorang yang berstatus militer (dalam dinas) sejak mulai hari laporan datang yang ditentukan oleh komandan kesatuan.

c.Sukarelawan lainnya

(23)

d.Militer Sukarela dilarang melakukan jabatan, diberhentian sementara dari jabatan atau dinyatakan non aktif dari jabatan.

Menurut Pasal 15 sampai dengan 22 jo. Ps.25 Perpem no 37 Th. 1959 LN. No. 59 Th. 1959, (Peraturan tentang kepangkatan dalam jabatan Militer Sukarela), terhadap seseorang militer sukarela dalam keadaan:

1) Dikarenakan larangan melakukan jabatan (untuk kepentingan dinas dan/atau disiplin),

2) Pemberhentian sementara (karena melakukan perbuatan yang merugikan atau dapat merugikan angkatan perang, ia berada dalam penahanan justisial, ia menjalani pidana perampasan kemerdekaan) atau;

3) Pernyataan non aktif dari jabatan (menerima pencalonan untuk anggota DPR/MPR/Konstituante, mendapat tugas belajar, akan dikembalikan ke masyarakat/masa persiapan pensiun), masih tetap berada dalam hubungan organik dan administratif Angkatan Perang dan baginya tetap berlaku hukum pidana dan disiplin militer dan ia tetap dalam juridiksi peradilan militer14.

Walaupun sebagai warga Negara RI, tentara bukan merupakan

kelas tersendiri, karena tiap anggota tentara adalah juga sebagai anggota

masyarakat biasa, tapi karena adanya beban kewajiban Angkatan

Bersenjata sebagai inti dalam pembelaan dan pertahanan negara, maka

diperlukan suatu pemeliharaan ketertiban yang lebih disiplin dalam

organisasinya. Sehingga seolah-olah merupakan kelompok tersendiri untuk

mencapai tujuan tugasnya yang pokok.

Pengertian tentara secara formilnya menurut Undang-undang

dapat ditemukan dalam pasal 46, 47, dan 49 dari Kitab Undang-undang

Hukum Pidana Tentara/ Militer (S. 1934-164 yang telah dirubah dan

ditambah dengan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1947):

(24)

Pasal 46 ayat (1) yang dimaksud dengan tentara adalah:

1. Ke.1. mereka yang berikatan dinas secara sukarela pada Angkatan

Perang, yang wajib berada dalam dinas secara terus menerus

dalam tenggang waktu ikatan dinas tersebut.

2. Ke.2. Semua Sukarelawan lainnya pada Angkatan Perang dan para

militer wajib sesering dan selama mereka itu berada dalam dinas,

demikian juga jika mereka berada di luar dinas yang sebenarnya

dalam tenggang waktu selama mereka dapat dipanggil untuk

masuk dalam dinas, melakukan salah satu tindakan yang

dirumuskan dalam Pasal 97, 99 dan 139 KUHPT.

Pasal 47 : Barangsiapa yang kenyataannya bekerja pada Angkatan

Perang, menurut hukum dipandang sebagai militer,, apabila dapat

diyakinkan bahwa dia tidak termasuk dalam salah satu ketentuan

dalam pasal di atas.

Pasal 49 ayat (1) termasuk pula sebagai anggota Angkatan Perang.

1. Ke.1. para bekas tentara yang dipekerjakan untuk dinas

ketentaraan.

2. Ke.2. komisaris-komisaris yang berkewajiban ketentaraan yang

berpakaian dinas tentara tiap-tiap kali apabila mereka itu

(25)

3. Ke.3. para perwira pensiunan, para anggota suatu pengadilan

tentara (luar biasa) yang berpakaian dinas demikian itu.

4. Ke.4. mereka yang memakai pangkat militer titular baik oleh atau

bedasarkan undang-undang atau dalam waktu keadaan bahaya

diberikan oleh atau bedasarkan peraturan Dewan Pertahanan,

selama dan sebegitu jauh mereka dalam menjalankan tugas

kewajibannya, berdasarkan mana mereka memperoleh pangkat

militer titular tersebut.

Di dalam Pasal 45 KUHPM, menyebutkan bahwa yang

dimaksudkan dengan Angkatan Perang adalah:

1. Angkatan Darat dan Militer wajib yang termasuk dalam

lingkungannya terhitung juga personil cadangan (nasional)

2. Angkatan laut dan militer wajib yang termasuk dalam

lingkungannya, terhitung juga personil cadangannya (nasional)

3. Angkatan udara dan militer wajib termasuk dalam lingkungannya,

terhitung juga personil cadangannya (nasional)

4. Dalam waktu perang mereka yang dipanggil menurut

undang-undang untuk turut serta melaksanakan pertahanan atau

(26)

Angkatan perang merupakan wadah bagi orang-orang yang

ditugaskan untuk berperang, maka Pasal 46 dan 47 merupakan penegasan

siapa-siapa orangnya yang termasuk di dalam wadah tersebut.

1.6 Pidana Militer

Pidana militer dalam arti luas mencakup pengertian hukum pidana

militer dalam arti materiil dan hukum pidana militer dalam arti formil.

Hukum Pidana Materiil merupakan kumpulan peraturan tindak pidana

yang berisi perintah dan larangan untuk menegakkan ketertiban hukum dan

apabila perintah dan larangan itu tidak ditaati maka diancam hukuman pidana.15

a. Tindak Pidana Militer/Khusus

Tindak pidana Militer adalah tindak pidana yang dilakukan oleh

subjek militer, yang terdiri dari:

(1) Tindak Pidana Militer Murni (Zuiver Militare Delict):

Tindak pidana militer murni adalah suatu tindak pidana yang

hanya dilakukan oleh seorang Militer, karena sifatnya khusus untuk

militer16

Contoh:

a. Tindak Pidana Disersi yang tertera pada pasal 87

KUHPM

15Moch. Faisal Salam, Hukum Pidana Militer di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2006, hal 26

(27)

b. Tindak pidana insubordinasi pada Pasal 105-109

KUHPM

c. Tindak pidana meninggalkan pos penjagaan Pasal 118

KUHPM.

(2) Tindak Pidana Militer Campuran (Gemengde Militerire

Delict)

Tindak pidana militer campuran adalah suatu perbuatan yang dilarang, yang pada pokoknya sudah ditentukan dalam perundang-undangan lain, sedangkan ancaman hukumnya dirasakan terlalu ringan apabila perbuatan itu dilakukan oleh seorang militer. Oleh karena itu diatur lagi dalam KUHPM disertai ancaman hukuman yang lebih berat, disesuaikan dengan keadaan yang khas militer17

Jadi, walaupun di dalam KUHP sebagaimana diatur di dalam

pasal 52 KUHP tentang pemberatan ancaman pidana, ancaman pidana

yang diatur dalam KUHP tersebut masih dirasakan belum memenuhi

rasa keadilan bagi seorang anggota militer yang memang terjerat

dengan sebuah kasus hukum.Oleh karena itu maka Hukum Pidana

Militer disebut Hukum Pidana Khusus.Pengertian khusus itu adalah

ketentuan-ketentuan yang hanya berlaku bagi anggota militer saja dan

dalam keadaan tertentu pula.

b. Hakekat Pidana Bagi Militer

Pemidanaan bagi seorang militer, pada dasarnya lebih merupakan

suatu tindakan pendidikan atau pembinaan dari pada tindakan penjeraan atau

(28)

pembalasan, selama terpidana akan diaktifkan kembali dalam dinas militer

setelah selesai menjalani pidana. Seseorang militer (eks narapidana) yang

akan kembali aktif tersebut harus menjadi seorang militer yang baik dan

berguna baik karena kesadaran sendiri maupun sebagai hasil “tindakan

pendidikan” yang ia terima selama dalam rumah penjara militer (rumah

rehabilitasi militer). Seandainya tidak demikian halnya, maka pemidanaan itu

tiada mempunyai arti dalam rangka pengembaliannya dalam masyarakat

militer.Hal seperti ini perlu menjadi dasar pertimbangan hakim untuk

menentukan perlu tidaknya penjatuhan pidana tambahan pemecatan terhadap

terpidana di samping dasar-dasar lainnya, yang sudah ditentukan. Jika

terpidana adalah seorang non-militer, maka hakekatnya dan pelaksanaan

pidananya sama dengan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP)18.

c. Hukum Disiplin Militer

Angkatan Perang Republik Indonesia yang Sapta Marga dan

ber-Sumpah Prajurit sebagai Bhayangkari negara dan bangsa, dalam bidang

pertahanan keamanan negara adalah penindak dan penyanggah awal,

pengaman, pengawal, penyelamat bangsa dan negara, serta sebagai kader,

pelopor dan pelatih rakyat guna menyiapkan kekuatan pertahanan keamanan

(29)

negara dalam menghadapi setiap bentuk ancaman, gangguan, hambatan dan

tantangan (AGHT) musuh atau lawan dari manapun datangnya.

Dengan menghayati dan meresapi nilai-nilai Sapta Marga dan Sumpah

Prajurit, setiap Prajurit Angkatan Perang Republik Indonesia memiliki

sendi-sendi yang kukuh, kode etik dalam pergaulan, kode kehormatan dalam

perjuangan, kode moral dalam perilaku dan pengamala, serta sistem nilai

dalam tata kehidupan yang mantap.

Disiplin prajurit pada hakikatnya merupakan:

a. Suatu ketaatan yang dilandasi oleh kesadaran lahir dan batin atas pengabdian pada nusa dan bangsa serta merupakan perwujudan pengendalian diri untuk melanggar perintah kedinasan dan tata kehidupan prajurit.

b. Sikap mental setiap prajurit yang bermuara pada terjaminnya kesatuan pola pikir, pola sikap dan pola tindak sebgai perwujudan nilai-nilai Sapta Marga dan Sumpah Prajurit. Oleh karena itu disiplin prajurit menjadi syarat mutlak dalam kehidupan prajurit militer Indonesia dan diwujudkan dalam penyerahan seluruh jiwa raga dalam menjalankan tugasnya berdasarkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta kesadaran pengabdian bagi nusa dan bangsa19

Disiplin secara umum pada tingkat tertentu pada dasarnya memiliki

sikap ketergantungan pada kuasa orang lain atau peraturan

perundang-undangan, sehingga diperlukan alat kekuasaan untuk memaksakan ketaatan

berupa peranti pengendalian sosial dalam tata kehidupan yang berwujud

undang-undang disiplin. Namun pada tingkat ini ketaatan yang dipaksakan itu

ditransformasikan menjadi tanggung jawab sosial.

19

(30)

Disiplin prajurit mutlak harus ditegakkan demi tumbuh dan

berkembangnya Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dalam mengemban

dan mengamalkan tugas yang dipercayakan oleh bangsa dan negara

kepadanya.Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban setiap prajurit untuk

mengakkan disiplin.

Jadi disiplin adalah pernyataan keluar (outward manifestation)

daripada sikap mental (mental houding) seseorang. Pernyataan keluar

merupakan ketaatan mutlak lahir dan batin tanpa terpaksa dengan ikhlas serta

penuh tanggung jawab, yang datang dari hati seseorang merupakan pula

persesuaian antara tingkah laku yang dikehendaki oleh hukum (dalam arti

luas) dengan tingkah laku yang sebenarnya nampak dimana pribadinya

mempunyai keyakinan batin bahwasanya kelakuan itu seharusnya memang

terjadi.

Disiplin bukan merupakan persoalan yang dimonopoli suatu golongan

atau instansi, bukan persoalan khusus perwira, bintara atau tamtama saja,

melainkan merupakan persoalan dari setiap pribadi.

Didalam kehidupan ketentaraan / militer adalah syarat mutlak:

a. Menepati semua peraturan-peraturan tentara dan semua perintah

kedinasan dari tiap atasan juga mengenai hal-hal yang kecil-kecil

tertib, tepat, sempurna dan kesadaran tinggi

(31)

1.6.1 Aturan Huk um dan Ketentuan Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana

Nar kotika oleh Anggota TNI

Agar memiliki efek jera pada pelakunya dan memperingatkan

masyarakat untuk tidak melakukan hal yang sama, maka perlu diterapkan

dan diberlakukan ancaman hukuman dan ketentuan atau aturan hukum bagi

pengguna serta pengedar narkoba dan ketentuan pidananya diatur dalam

UU RI No. 35 Th 2009 tentang narkotika BAB XV, Ketentuan Pidana,

Pasal 127 yaitu :

1. Setiap Penyalahgunaan :

a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana penjara paling lama 4 tahun.

b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana penjara paling lama 2 tahun.

c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana penjara paling lama 1 tahun.20

Khususnya bagi anggota TNI maka menurut Kitab Undang –

Undang Hukum Militer (KUHPM) ada pidana tambahan yaitu pemecatan

dari dinas Militer.

1.6.2 Pencegahan Ter hadap Penyalahgunaan Nar kotika

Persoalan di dalam Negara dahulu itu tidaklah seruwet dan

berbelit-belit seperti sekarang ini, lagi pula jumlah warga Negaranya masih

sedikit21 maka, upaya pencegahan dan pemberantasan terhadap

20. UU RI No.35 TH 2009 Pasal 127 Tentang Narkotika

(32)

penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba perlu dilakukan secara

komperhensif dan multidimensional, dengan melibatkan berbagai pihak

terkait, baik aparat penegak hukum maupun masyarakat.22

1.6.3 Per bedaan Pengadilan Militer Dengan Pengadilan Tinggi Militer

Pengadilan Militer merupakan badan pelaksana kekuasaan

peradilan di bawah Mahkamah Agung di lingkungan militer yang bertugas

untuk memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang

terdakwanya adalah prajurit yang berpangkat kapten kebawah. Nama,

tempat kedudukan, dan daerah hukum Pengadilan Militer ditetapkan

melalui Keputusan Panglima. Apabila perlu, Pengadilan Militer dapat

bersidang diluar tempat kedudukannya bahkan diluar daerah hukumnya

atas izin Kepala Pengadilan Militer Utama.

Pengadilan Tinggi Militer merupakan badan pelaksana kekuasaan

peradilan di bawah Mahkamah Agung di lingkungan militer yang bertugas

untuk memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang

terdakwanya adalah perajurit yang berpangkat Mayor ke atas, selain itu

Pengadilan Tinggi Militer juga memeriksa dan memutus pada tingkat

banding perkara pidana yang telah diputus oleh Pengadilan Militer dalam

daerah hukumnya yang dimintakan banding. Pengadilan Tinggi Militer

juga dapat memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir sengketa

kewenangan mengadili antara Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya.

22

(33)

1.7 Metode Penelitian

1.7.1 J enis Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini digunakan pendekatan masalah yaitu

pendekatan yuridis normatif, sehingga penulis menggunakan pendekatan

kasus atau studi kasus dan disertai dengan peraturan perundang-undangan.

Metode penelitian normatif ini dilakukan dengan cara menarik asas

hukum yang ada pada hukum positif tertulis. Selain itu dilakukan penelitian

terhadap pengertian dasar sistematik hukum mengenai peristiwa hukum

atau hubungan hukum yang terjadi dalam masyarakat dikaitkan dengan

Undang-Undang yang berlaku untuk peristiwa hukum tersebut.Kemudian

dilakukan taraf sinkronisasi peraturan perundang-undangan yang terkait

dengan bahan-bahan kepustakaan untuk mencari informasi dan membuat

kesimpulan dan permasalahan yang diteliti23.

Berbeda dengan penelitian sosial, pendekatan kasus dalam

penelitian bertujuan untuk mempelajari penerapan norma – norma atau

kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum. Terutama mengenai

kasus – kasus yang telah diputus sebagaimana yang dapat dilihat dalam

yurisprudensi terhadap perkara – perkara yang menjadi fokus

(34)

penelitian.Jelas kasus – kasus yang telah terjadi bermakna empiris, namun

dalam suatu penelitian normatif, kasus – kasus tersebut dipelajari untuk

memperoleh gambaran terhadap dampak dimensi penormaan dalam suatu

aturan hukum dalam praktik hukum, serta menggunakan hasil analisisnya

untuk bahan masukan dalam eksplanasi hukum.24

Pendekatan yang penulis lakukan ini berdasarkan aturan dan teori

yang berkaitan dengan kasus tindak pidana Narkotika,Psikotropika yang

diatur sesuai dengan UU RI No.35 tahun 2009 tentang Narkotika serta

dilengkapi dengan UU RI No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.

1.7.2Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber data sekunder.

Adapun penjelasan mengenai sumber data sekunder adalah sebagai beikut :

1.7.2.1 Data sekunder

Data yang diperoleh melalui studi literatur dan studi

kepustakaan. Dalam penelitian ini, maka penulis hanya

menggunakan sumber data sekunder melalui bahan hukum, bahan

hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu :

24

(35)

1. Bahan Hukum Primer

“Bahan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat

seperti norma dasar, peraturan perundang-undangan atau

putusan pengadilan yang bersifat tetap dan mengikat

(yurisprudensi) “25

Bahan hukum primer yang dipergunakan dalam

penulisan skripsi ini adalah :

a. Undang-undang No.35 tahun 2009 tentang Narkotika

b. Undang-undang No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika

c. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI

d. KUHP Militer

2. Bahan Hukum Sekunder

“Bahan hukum yang memberi penjelasan mengenai

bahan hukum primer”.26, bahan hukum sekunder yang

digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah

mempergunakan berbagai referensi yang dihasilkan oleh

pakar-pakar dalam bidang pidana dan uraian yang di

ungkapkan oleh pakar tersebut dianggap relevan dengan

permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.

(36)

3. Bahan Hukum Tersier

“Bahan hukum yang memberi penjelasan mengenai

bahan hukum primer mapun sekunder”.27, bahan hukum

tersier yang digunakan adalah Kamus Bahasa Indonesia,

Kamus Bahasa Inggris, Kamus Hukum, buku.

1.7.3 Pengumpulan Bahan atau Data

Bahan – bahan hukum yang diperoleh, merupakan bahan – bahan

hukum yang dianalisis secara kualitatif normatif, yaitu menganalisis hasil

penelitian kepustakaan yang terkumpul dan dituangkan dalam bentuk

uraian logis dan sistematis, untuk memperoleh kejelasan penyelesaian

masalah. Adapun prosedur pengumpulan dan pengolahan data yang

dilakukan adalah dengan menggunakan studi pustaka dari sumber utama

bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan yang berlaku

dan mengumpulkan bahan hukum sekunder berupa buku, koran, serta

bahan-bahan hukum tertulis lainnya yang terkait dalam materi atau

permasalahan yang dibahas dalam penulisan ini, serta observasi yang

merupakan langkah penelitian guna mencari jawaban dari penelitian

tersebut dimana observasi dalam penelitian ini dilakukan di Pengadilan

Militer III-12 Surabaya.

27

(37)

Selanjutnya dari masalah tersebut diolah dengan metode deduktif,

yaitu menganalisa masalah yang bersifat umum kemudian disimpulkan

sesuai dengan permasalahan yang ada. Dengan demikian dapat dijadikan

landasan untuk menarik kesimpulan dan saran-saran.

1.7.4 Metode Analisis Data

Setelah bahan kajian masalah yang dibutuhkan terkumpul, maka

langkah selanjutnya adalah menganalisis dengan jalan mengaitkan masalah

yang diperoleh dengan peraturan-peraturan yang berlaku, sehingga

didapatkan suatu bahan kajian masalah dengan metode deduktif.

Metode deduktif adalah pola berpikir yang berawal dari

fakta-fakta yang bersifat umum kemudian dibahas berdasarkan hukum secara

khusus dalam teori dan prakteknya untuk diteliti sehingga analisis tersebut

dapat dilaporkan dan disusun dalam bentuk skripsi.

1.7.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan berguna untuk membantu dalam

mengartikan isi dari penulisan skripsi tersebut. Dimana dalam sistematika

penulisan tersebut terdiri dari empat Bab, yaitu :

Bab pertama, merupakan bab pendahuluan, bab ini terdiri dari

beberapa sub-bab yang dimulai dengan Latar Belakang, Rumusan Masalah,

Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penulisan

(38)

Bab kedua, bab ini mengulas dari rumusan masalah pertama yang

menguraikan tentang bagaimana kewenangan pengadilan militer dalam

menyidangkan perkara penyalahgunaan narkotika oleh anggota TNI. Sub

bab yang pertama yaitu kewenangan kekuasaan pengadilan militer ditinjau

menurut undang – undang kehakiman dan KUHPM, sub bab yang kedua

yaitu mekanisme pemeriksaan perkara pidana penyalahgunaan narkotika

oleh anggota TNI menurut KUHPM.

Bab ketiga, bab ini mengurai tentang bagaimana pertimbangan

hukum Pengadilan Militer dalam proses Penjatuhan Pidana

Penyalahgunaan Narkotika bagi anggota TNI. Sub babnya terdiri dari

Pertimbangan Hakim dan Analisis Pelaksanaan Putusan.

Bab keempat, bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran, yang

menyimpulkan semua permasalahan yang ada dalam penulisan skripsi

tersebut, dan juga berisi rekomendasi yang telah dipaparkan dalam bentuk

(39)

2.1 Kewenangan Kekuasaan Pengadilan Militer ditinjau menur ut Kitab Undang – Undang Kekuasaan Kehakiman dan KUHPM

Kitab Undang-Undang Hukum Militer ditujukan untuk para anggota

militer yang memang melakukan pelanggaran-pelanggaran yang secara khusus

hanya dapat dilakukan oleh subjek hukum militer yang salah satunya adalah

anggota militer.

Pengadilan Militer berwenang menjatuhi pidana berdasarkan Pasal 6

KUHPM, yaitu :

Pidana – Pidana yang ditentukan dalam Kitab Undang – Undang Hukum

Pidana Militer adalah :

a. Pidana – Pidana Utama : Ke-1 pidana mati ; Ke-2 pidana penjara ; Ke-3 pidana kurungan ;

Ke-4 pidana tutupan (Undang – undang No. 20 Tahun 1946).

b. Pidana – Pidana Tambahan :

Ke-1 pemecatan dari dinas militer dengan atau tanpa pencabutan haknya untuk memasuki Angkatan Bersenjata ;

Ke-2 penurunan pangkat ;

Ke-3 pencabutan hak – hak yang disebutkan pada pasal 35 ayat pertama pada nomor – nomor ke-1, ke-2 dan ke-3 Kitab Undang – undang Hukum Pidana.

Peradilan Militer merupakan salah satu pelaksana kekuasaan

(40)

perkara-perkara pidana yang dilakukan oleh seorang yang berstatus sebagai anggota

militer atau yang dipersamakan dengan itu.

Berdasarkan Pasal 12 undang-undang nomor 31 tahun 1997,

kekuasaan kehakiman dilingkungan peradilan militer dilakukan oleh :

a. Pengadilan Militer

Sesuai dengan ketetapan Undang-Undang no. 31 tahun 1997 pasal

40 tentang peradilan militer, bahwa kekuasaan pengadilan militer yaitu:

Pengadilan militer memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara

pidana yang terdakwanya adalah:

I. Prajurit yang berpangkat kapten ke bawah

II. Mereka yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 angka 1 huruf b dan huruf c yang terdakwanya termasuk dalam tingkat kepangkatan kapten ke bawah

III. Mereka berdasarkan Pasal 9 angka 1 huruf d harus diadili oleh pengadilan militer

Jadi, sesuai dengan ketetapan undang-undang di pasal tersebut maka

jika seorang tersangka tersebut adalah prajurit militer yang berpangkat kapten

ke bawah, maka mereka akan disidangkan di pengadilan militer. Dan hakim

ketua yang memiliki wewenang di pengadilan militer tersebut adalah hakim

yang memiliki pangkat paling rendah Mayor dan hakim anggota atau oditur

militer paling rendah berpangkat Kapten.

b. Pengadilan Militer Tinggi

Sesuai dengan ketetapan Undang-Undang no. 31 tahun 1997 Pasal

(41)

Pengadilan Militer Tinggi pada tingkat pertama:

1)Memeriksa dan memutus perkara pidana yang terdakwanya adalah: • Prajurit atau salah satu prajuritnya berpangkat Mayor ke atas

• Mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 angka 1 huruf b dan huruf c yang terdakwanya atau salah terdakwanya termasuk tingkat kepangkatan Mayor ke atas

• Mereka yang berdasarkan Pasal 9 angka 1 huruf d harus diadili oleh Pengadilan Militer Tinggi

2)Pengadilan Militer Tinggi memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana yang diputus oleh Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya yang dimintakan banding

3)Pengadilan Militer Tinggi memutus pada tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya.

Jadi, sesuai dengan ketetapan undang-undang tersebut yang tertera

pada Pasal 41, jika seorang tersangkanya adalah prajurit militer yang

berpangkat Mayor keatas maka prajurit tersebut akan disidangkan di pengadilan

militer tinggi. Dan selaku Hakim ketua dalam persidangan Pengadilan Militer

Tinggi tersebut adalah hakim yang memiliki pangkat paling rendah Kolonel,

sedangkan untuk Hakim anggota dan Oditur Militer Tinggi paling rendah

berpangkat Letnan Kolonel.

Jika seorang terdakwanya adalah seorang Kolonel maka tingkat

kepangkatan seorang Hakim Ketua, Hakim anggota maupun Oditur Militer

Tingginya juga harus paling rendah berpangkat setingkat dengan seorang

(42)

c. Pengadilan Militer Utama

Sesuai dengan ketetapan Undang-Undang no. 5 tahun 1997 pasal

42, 43 dan 44 tentang kekuasaan peradilan militer, bahwa kekuasaan

pengadilan militer utama yaitu:

1. Sesuai dengan Pasal 42 yang menyebutkan:

Pengadilan Militer Utama memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana dan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata yang telah diputus pada tingkat pertama oleh Pengadilan Militer Tinggi yang dimintakan banding.

2. Sesuai dengan Pasal 43 yang menyebutkan:

1) Pengadilan Militer Utama memutus pada tingkat pertama dan terakhir semua sengketa tentang wewenang mengadili:

a. Antar Pengadilan Militer yang berkedudukan di daerah hukum Pengadilan Militer Tinggi yang berlainan

b. Antar Pengadilan Militer Tinggi

c. Antara Pengadilan Militer Tinggi dan Pengadilan Militer 2) Sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi:

a. Apabila dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya berwenang mengadili atas perkara yang sama

b. Apabila dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya berwenang mengadili perkara yang sama

3) Pengadilan Militer Utama memutus perberbedaan pendapat antar Perwira Penyerah Perkara dan Oditur tentang diajukan atau tidaknya suatu perkara kepada Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau lingkungan peradilan umum.

3. Sesuai dengan pasal 44 yang menyebutkan:

1) Pengadilan Militer Utama melakukan pengawasan terhadap:

a. Penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi dan Pengadilan Militer Pertempuran di daerah hukumnya masing-masing

b. Tingkah laku dan perbuatan para Hakim dalam menjalankan tugasnya

2) Pengadilan Militer Utama berwenang untuk meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi dan Pengadilan Militer Pertempuran

(43)

4) Pengawasan dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 tidak mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara

5) Pengadilan Militer Utama meneruskan perkara yang dimohonkan kasasi, peninjauan kembali dan grasi kepada Mahkamah Agung.

d. Pengadilan Militer Pertempuran

Sesuai dengan ketetapan Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 Pasal

45 dan 46 Tentang kekuasaan peradilan militer, bahwa kekuasaan

pengadilan militer pertempuran yaitu:

1. Pasal 45 UU No. 31 Tahun 1997:

Pengadilan Militer Pertempuran memeriksa dan memutus pada tingkat pertama dan terakhir perkara pidana yang telah dilakukan oleh mereka sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 angka 1 di daerah pertempuran. 2. Pasal 46 UU No. 31 Tahun 1997:

Pengadilan Militer Pertempuran bersifat mobil mengikuti gerakan pertempuran dan berkedudukan serta berada di daerah pertempuran.

2.2 Mekanisme pemer iksaan per kara Pidana Penyalahgunaan Nar kotika oleh

Anggota TNI

2.2.1 Kasus Posisi

Berdasarkan pada Putusan Nomor

45-K/PMT.III/BDG/AL/VI/2012, perbuatan tersebut dilakukan oleh anggota

militer yang bernama Eko Pramono dengan pangkat Sertu yang berdinas di

Lantamal V Surabaya, setidak-tidaknya pada suatu hari sekitar bulan mei

2011 saat terdakwa jaga di Pelabuhan Gresik terdakwa ditelepon oleh Sdri

Monik yaitu perempuan yang baru terdakwa kenal 2 (dua) minggu, didalam

pembicaraan melalui telepon tersebut, Terdakwa diajak oleh Sdri. Monik

(44)

mengusahakan/mencari sabu lengkap dengan peralatannya supaya nanti

kalau sudah di hotel tidak mondar-mandir lagi cari peralatannya.

Setidaknya pada siang hari terdakwa pergi ketempat nongkrong

Sdr. Slamet di Jl. PPI pasar Gresik untuk mencari sekaligus memesan Sabu

dan minta tolong disiapkan alat-alat perlengkapan untuk mengkonsumsi

Sabu, dan setelah terdakwa mendapatkan Sabu-sabu 2 (dua) poket plastik

kecil seharga Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan peralatannya lalu

terdakwa menghubungi Sri. Monik.

Selanjutnya pukul 13.00 Wib dengan menggunakan mobil

terdakwa berangkat dari Jl. PPI Pasar Gresik untuk menjemput Sdri. Monik

di depan Islamic Centre Jl. Dukuh Kupang Surabaya, setelah ketemu

terdakwa sepakat mengkonsumsi sabu di Hotel Pasar Besar Surabaya,

setelah sampai di hotel terdakwa turun dari mobil untuk memesan kamar,

sedangkan Sdri. Monik menunggu di mobil.

Setelah selesai memesan kamar terdakwa bermaksud kembali ke

mobil untuk menghampiri Sdri. Monik, sebelum sampai di mobil terdakwa

tiba-tiba dihampiri oleh 8 (delapan) orang berpakaian preman yang

mengaku dari Polisi dan mengamankan terdakwa, namun sempat terdakwa

debat dengan anggota polisi tersebut, setelah berdebat dengan Polisi

tersebut lalu akhirnya terdakwa mengaku kalau dari anggota TNI-AL maka

petugas Polisi tersebut menghubungi anggota Intel Lantamal V dan

(45)

Lantamal V datang dan langsung memeriksa dan melakukan proses

penyidikan terhadap terdakwa.

2.2.2 Pr oses Penanganan Per kar a

a. Pemeriksaan Perkara Pidana

Pada waktu terdakwa Eko Pramono berada di loby hotel setelah

memesan kamar dan berjalan menuju mobil terdakwa dihampiri oleh 8

(delapan) orang berpakaian preman yang mengaku dari Polisi dan

mengamankan terdakwa, karena terdakwa mengaku dari anggota

TNI-Angkatan Laut maka petugas Polisi tersebut menghubungi anggota Intel

Lantamal V dan anggota pomal Lantamal V.

Anggota Intel Lantamal V An. Lettu Eko (saksi-1) melakukan

pemeriksaan kepada terdakwa dan mengamankan 1 (satu) buah dompet

warna coklat yang berisi surat-surat dan uang sejumlah Rp. 200.000,00

(dua ratus ribu rupiah), 1 (satu) buah buku tabungan Bank Mandiri atas

nama Eko Pramono yang memiliki sisa saldo Rp. 20.000.000,00 (dua

puluh juta rupiah) dan 1 (satu) buah tas pinggang yang berisikan

seperangkat alat hisap sabu yang terdiri dari bong (botol warna putih

bening bertutup merah muda), sedotan warna putih 3 (tiga) buah, pipet

putih 1 (satu) buah, serbuk sabu warna putih 2 (dua) poket plastik kecil

warna putih, yang 1 (satu) poket isinya penuh, yang 1 (satu) poket isinya

setengah, 2 (dua) buah korek api gas warna kuning dan hijau, 1 (satu)

(46)

(sembilan) butir peluru gotri dan 1 (satu) butir peluru plastik warna

putih, dan 2 (dua) bungkus rokok gudang garam surya 12 yang 1 (satu)

bungkus sudah terbuka, 1 (satu) buah gunting kecil bergagang warna

hijau dan 1 (satu) unit mobil Xenia warna silver Nopol L-1796-NU.

b. Penyelidikan

Penyelidikan yang dilakukan oleh anggota polisi yang

bermaksud akan menangkap terdakwa, namun terdakwa mengaku dari

anggota TNI-AL maka petugas polisi tersebut menghubungi anggota

Intel Lantamal V dan anggota Pomal Lantamal V, lalu segeralah

anggota Intel Lantamal V dan anggota Pomal Lantamal V memeriksa

terdakwa dan mengupulkan barang bukti.

Berdasarkan pada pemeriksaan yang dilakukan oleh Anggota

Intel Lantamal V terdapat bukti-bukti yang kuat seperti seperangkat alat

hisap sabu yang terdiri dari bong (botol warna putih bening bertutup

merah muda), sedotan warna putih 3 (tiga) buah, pipet putih 1 (satu)

buah, serbuk sabu warna putih 2 (dua) poket plastik kecil warna putih,

yang 1 (satu) poket isinya penuh, yang 1 (satu) poket isinya setengah,

untuk kemudian dilanjutkan prosesnya ke pengadilan,

Penyelidik mempunyai wewenang sebagaimana diatur pada

(47)

• Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya

tindak pidana.

• Mencari keterangan dan barang bukti.

• Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta

memeriksa tanda pengenal diri.

• Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

c. Penyidikan

Ditinjau dari pasal 69 UU No. 31 Tahun 1997, penyidik terdiri

dari Atasan Yang Berhak Menghukum (dalam hal ini Komandan

Kesatuan tempat terdakwa dinas), Polisi Militer dan Oditur Militer.

Dari pemeriksaan saksi-saksi yang ada dan dari pengumpulan

barang bukti yang ditemukan, disimpulkan bahwa keterlibatan terdakwa

semakin menguat, maka penyidik segera mengamankan terdakwa ke

kantor Pomal Lantamal V untuk diperiksa, kemudian dibuatkan Berita

Acara Penyerahan orang atau tahanan.

Adapun tugas-tugas penyidik sesuai dengan Pasal 71 UU No.

31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer, bahwa Penyidik dalam

melakukan penyidikan terhadap suatu peristiwa yang diduga merupakan

tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang atau diduga sebagai

(48)

Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang terjadinya

suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana

Melakukan tindakan pertama pada saat dan di tempat kejadian

Mencari keterangan dan barang bukti

Menyuruh berhenti seseorang yang diduga sebagai tersangka dan

memeriksa tanda pengenalnya

Melakukan penangkapan, penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan

surat-surat

Mengambil sidik jari dan memotret seseorang

Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai

tersangka ataupun saksi

Meminta bantuan pemeriksaan seorang ahli atau mendatangkan orang

ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan

perkara

Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

d. Penangkapan

Seorang penyidik berwenang melakukan penangkapan.

Penangkapan tersangka di luar tempat kedudukan Ankum yang

langsung membawahkannya dapat dilakukan oleh penyidik setempat di

tempat tersangka ditemukan atau ditangkap dengan berdasarkan

permintaan dari penyidik yang menangani perkaranya. Berdasarkan

(49)

dengan surat perintah. Dalam penyidikan, penyidik berhak untuk

membuka, memeriksa dan menyita surat lain yang dikirim melalui

kantor pos dan telekomunikasi, jawatan perusahaan atau jawatan

pengangkutan apabila benda tersebut dicurigai dengan alasan yang kuat

mempunyai hubungan dengan perkara pidana yang sedang diperiksa.

Hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 96 Undang-Undang No. 31

Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer.

Setelah proses penyidikan selesai dan saksi-saksi maupun

barang bukti yang ditemukan dirasa cukup, maka pihak Dandenma

Lantamal V selaku Ankum menahan terdakwa selama 20 (dua puluh)

hari sejak tanggal 18 Mei 2011 sampai dengan tanggal 6 juni 2011

berdasarkan Keputusan Penahanan Sementara Nomor : Kep/08/V/2011

tanggal 18 Mei 2011.

2.2.3 Penyerahan Per kara

Perwira Penyerah Perkara adalah perwira yang oleh atau atas

dasar Undang-undang mempunyai wewenang untuk menentukan suatu

perkara pidana yang dilakukan oleh Prajurit Angkatan Bersenjata Republik

Indonesia yang berada di bawah wewenang komandonya diserahkan

kepada atau diselesaikan di luar Pengadilan dalam lingkungan peradilan

militer atau Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.

Perwira menyerahkan perkara adalah Panglima, Kepala Staf

(50)

Indonesia Angkatan Laut, Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia

Angkatan Udara dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Perwira Penyerah Perkara dapat menunjuk komandan kepala

kesatuan bawahan masing-masing paling rendah setingkat dengan

Komandan Komando Resor Militer untuk bertindak selaku Perwira

Penyerah Perkara. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 122 Ayat (2) UU. No.

31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer.

Perwira Penyerah Perkara mempunyai wewenang sesuai dengan

Pasal 123 UU No. 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer:

a) Memerintahkan Penyidik untuk melakukan tindakan penyidikan

b)Menerima laporan tentang pelaksanaan penyidikan

c) Memerintahkan dilakukannya upaya paksa

d)Memperpanjang penahanan

e) Menerima atau meminta pendapat hukum dari Oditur tentang

penyelesaian suatu perkara

f) Menyerahkan perkara kepada Pengadilan yang berwenang untuk

memeriksa dan mengadili

g)Menentukan perkara untuk diselesaian menurut Hukum Disiplin Prajurit

h)Menutup perkara untuk kepentingan hukum atau demi kepentingan

umum/militer

Panglima selaku Perwira Penyerah Perkara tertinggi melakukan

(51)

oleh Perwira Penyerah Perkara lainnya yang sebagaimana diatur dalam

pasal 126 ayat (1) bahwa Perwira Penyerah Perkara mengeluarkan:

1)Surat Keputusan Penyerahan Perkara

2)Surat Keputusan tentang Penyelesaian menurut Hukum Disiplin Prajurit

3) Surat Keputusan Penutupan Perkara demi kepentingan hukum.

Ditinjau dari peran dan fungsi penegakan Hukum Militer,

komandan selaku Ankum adalah atasan yang oleh atas Undang-undang

diberikan kewenangan menjatuhkan hukuman disiplin kepada setiap

prajurit TNI yang berada dibawah wewenang komandonya apabila prajurit

tersebut melakukan pelanggaran hukum disiplin. Jika dalam hal bentuk

pelanggaran hukum tersebut merupakan tindak pidana, maka

komandan-komandan tertentu yang berkedudukan setingkat dengan Komandan Korem

dapat bertindak sebagai perwira penyerah perkara yang oleh

Undang-undang diberi kewenangan menyerahkan perkara setelah

mempertimbangkan saran dari oditur militer. Saran dari oditur militer

tersebut disampaikan kepada perwira penyerah perkara berdasarkan pada

berita acara pemeriksaan hasil penyidikan penyidik.

Terhadap putusan Nomor : 55 – K / PM.III – 12 / AL / II / 2012,

dalam perkara ini terdakwa ditahan oleh Dandenma Lantamal V selaku

Ankum selama 20 (dua puluh) hari sejak tanggal 18 Mei 2011 sampai

dengan tanggal 6 juni 2011 bedasarkan Keputusan Penahanan Sementara

(52)

sesuai Perpanjangan Penahanan dari Dan Lantamal V selaku Papera selama

30 (tiga puluh) hari sejak tanggal 7 juni 2011 sampai dengan tanggal 6 juli

2011 berdasarkan Keputusan Penahanan Nomor : Kep/30/VI/2011 tanggal

6 mei 2011 dan dibebaskan dari tahanan pada tanggal 7 juli 2011

berdasarkan Keputusan Pembebasan dari Tahanan Nomor : Kep/35/II/2011

tanggal 6 juli 2011 dari Dan Lantamal V selaku Papera

1)Penahanan

Didalam pemeriksaan sidang tingkat pertama pada Pengadilan Militer /

Pengadilan Militer Tinggi, hakim ketua berwenang:

a. Apabila terdakwa berada dalam tahanan sementara, wajib

menetapkan apakah terdakwa tetap ditahan atau dikeluarkan dari

tahanan sementara

b. Guna kepentingan pemeriksaan, mengeluarkan perintah untuk

menahan terdakwa paling lama 30 (tiga puluh) hari.

c. Pemanggilan

Oditur melakukan surat panggilan kepada terdakwa dan saksi yang

memuat hari, tanggal, tempat sidang dan untuk kepentingan apa

mereka dipanggil. Surat panggilan tersebut harus sudah diterima oleh

terdakwa atau saksi paling lambat 3 (tiga) hari sebelum sidang

dimulai. Apabila yang bersangkutan sedang berada di luar negeri,

pemanggilan dilakukan melalui perwakilan Republik Indonesia di

(53)

d. Pemeriksaan dan Pembuktian

Dalam pemeriksaan terdakwa yang tidak ditahan dan tidak hadir pada

hari sidang yang sudah ditetapkan, Hakim Ketua meneliti apakah

terdakwa sudah dipanggil secara sah. Jika terdakwa dipanggil secara

tidak sah, maka Hakim Ketua berhak menunda persidangan dan

memerintahkan supaya terdakwa dipanggil lagi untuk hadir pada hari

sidang berikutnya. Terdakwa ternyata sudah dipanggil secara sah

tetapi tidak datang di sidang tanpa alasan yang sah, maka Hakim

Ketua memerintahkan supaya terdakwa dihadirkan secara paksa pada

sidang berikutnya. Apabila terdakwa lebih dari satu orang dan tidak

semua hadir pada hari sidang, pemeriksaan terhadap yang hadir dapat

dilangsungkan. Panitera mencatat laporan dari oditur mengenai

pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4), kemudian

menyampaikannya kepada Hakim Ketua sesuai dengan ketentuan

Pasal 142 UU No. 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer.

Pemeriksaan Terdakwa:

Pemeriksaan terdakwa dimulai setelah semua saksi selesai

didengar keterangannya

Apabila dalam suatu perkara terdapat lebih dari seorang terdakwa

maka hakim ketua dapat mengaturnya menurut cara yang

(54)

Hakim ketua menanyakan kepada terdakwa segala hal yang

dipandang perlu untuk memperoleh kebenaran materiil

Setelah Hakim Ketua selesai mengajukan pertanyaan-pertanyaan,

ia memberikan kesempatan kepada Hakim Anggota, Oditur

Penuntut Umum dan Penasehat Hukum secara berturut-turut untuk

mengajukan pertanyaan kepada terdakwa

Hakim Ketua menjaga supaya tidak diajukannya pertanyaan yang

tidak dibenarkan kepada terdakwa

Pemeriksaan Barang Bukti:

• Setelah pemeriksaan semua saksi dan terdakwa selesai, Hakim

Ketua memperlihatkan kepada terdakwa semua barang bukti dan

menanyakan kepadanya apakah terdakwa mengenal benda itu

serta menanyakan sangkut paut benda itu dengan perkara

memperoleh kejelasan tentang peristiwanya

• Bila dipandang perlu barang bukti dapat juga diperlihatkan

sebelum pemeriksaan semua saksi dan terdakwa selesai

• Jika ada sangkut paut dengan saksi tertentu, barang bukti itu

diperlihatkan juga kepada saksi yang bersangkutan. Seperti

keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan terdakwa, surat dan

(55)

e. Penuntutan dan Pembelaan

Sesudah pemeriksaan dinyatakan selesai, maka oditur mengajukan

tuntutan pidana. Terhadap tuntutannya, terdakwa atau penasihat

hukum dapat mengajukan pembelaannya yang dapat dijawab oleh

oditur, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasihat hukum

selalu mendapatkan giliran yang terakhir. Tuntutan, pembelaan dan

jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan sesudah

dibacakan segera diserahkan kepada Hakim Ketua dan salinannya

diserahkan kepada pihak yang berkepentingan.

Apabila pembelaan telah selesai, Hakim Ketua menyatakan bahwa

pemeriksaan dinyatakan ditutup, dengan ketentuan dapat

membukanya sekali lagi, baik atas kewenangan Hakim Ketua karena

jabatannya maupun atas permintaan Oditur, atau terdakwa atau

Penasihat Hukum dengan memberikan alasannya.

f. Musyawarah dan Putusan

Sesudah pemeriksaan dinyatakan ditutup sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 182 ayat (5), Hakim mengadakan musyawarah secara

tertutup dan rahasia. Pelaksanaan musyawarah didasarkan pada surat

dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan

dimuka persidangan. Pada dasarnya putusan dalam musyawarah

Majelis Hakim merupakan hasil pemufakatan secara bulat. Dalam

(56)

termuda (dalam kepangkatannya) memberikan pandangan, pendapat

dan saran urutan pertama disusul oleh Hakim Anggota yang lain, dan

Hakim Ketua memberikan pandangan, pendapat dan saran diurutan

terakhir. Pelaksaan pengambilan putusan dalam musyawarah Majelis

Hakim dicatat dalam Buku Himpunan Putusan. Apabila tidak

terdapat mufakat bulat, pendapat yang berbeda dari salah seorang

Hakim Majelis dicatat dalam Berita Acara Musyawarah Majelis

Hakim. Sesuai dengan ketentuan Pasal 188 ayat (4) huruf b, bahwa

jika mufakat tidak dapat diperoleh, maka putusan yang dipilih adalah

pendapat Hakim yang paling menguntungkan terdakwanya.

2.2.4 Upaya Hukum

Terdakwa berhak untuk melakukan upaya hukum yaitu terdakwa

meminta banding terhadap putusan Pengadilan tingkat pertama kecuali

terhadap putusan bebas dari segala dakwaan atau lepas dari segala tuntutan

hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan

putusan Pengadilan. Hal tersebut tertera didalam ketentuan Pasal 219 UU

No. 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer tanpa lewat dari 7 (tujuh)

hari sesudah putusan dijatuhkan atau sesudah putusan diberitahukan kepada

terdakwa yang tidak hadir.

Terdakwa yang didampingi oleh penasehat hukumnya melakukan

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pengertian ini dapat dimasukkan sistem hukuman, penegak hukum serta pencegahan (undang-undang). Segala aspek tadi dipelajari oleh suatu ilmu tertentu, misalnya jika

(1) Maksud ditetapkan Peraturan Bupati ini adalah sebagai dasar hukum, pedoman teknis, prosedur dan persyaratan upaya percepatan, pencegahan dan penjangkauan

Pada penelitian ini dilakukan analisis dan perbaikan atas proses bisnis administrasi Diklat di suatu instansi pemerintahan, dengan tujuan untuk mempermudah peserta dan pengelola

5 Kenyataan manakah yang berkaitan dengan dosa-dosa besar I Kesalahan yang mendapat balasan azab di akhirat II Kesalahan yang dikenakan hukuman tertentu di dunia III

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat menghasilkan temuan-temuan baru yang akan berguna bagi perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), serta menambah wawasan

y другом реду одозго речи: „(бродостројарски одсек)" замењују се речи- ма: „(бродостројарски или бродограђевински одсек)". додаје се нови

Namun isi tugas akhir Ogi Gustaman yang berjudul “Kesenian Barongsai Sebagai Salah Satu Kebudayaan Tionghoa di Indonesia” berbeda dengan tugas akhir yang berjudul