i
Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui kontribusi determinan-determinan intention terhadap intention untuk melakukan premarital check up pada pasangan dewasa awal yang sedang memersiapkan pernikahan di Bandung. Terdapat 4 variabel penelitian yaitu intention, attitude toward the behavior, subjective norms dan perceived behavioral control. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional. Teknik pengambilan sampel penelitian ini menggunakan purposive sampling dan ukuran sampel berjumlah 52 orang dewasa awal yang sedang memersiapkan pernikahan di Bandung.
Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner intention dan determinan-determinan intention yang disusun oleh Icek Ajzen (2005). Berdasarkan hasil uji validitas dengan menggunakan Pearson dan uji reliabilitas dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach diperoleh 47 item valid dari 47 item yang diujikan, dengan validitas berkisar antara 0.409 - 0.861 dan reliabilitas sebesar 0.967. Data hasil penelitian ini diolah dengan menggunakan analisis regresi dan teknik multiple regresi.
Hasil yang diperoleh memerlihatkan bahwa perceived behavioral control
memberikan kontribusi terbesar terhadap intention untuk melakukan premarital check up yaitu sebesar 0.799. Selain itu, diperoleh determinan yang memiliki hubungan tererat adalah attitude toward the behavior dan perceived behavioral control sebesar 0.878.
Peneliti mengajukan saran agar dilakukan penelitian lanjutan untuk memberi informasi dan masukan melalui pihak-pihak yang berwenang untuk memberi dorongan pentingnya melakukan premarital check up dan kepada institusi kesehatan juga konselor pernikahan untuk lebih memberikan kesadaran dan pengetahuan kepada pasangan dewasa awal yang sedang memersiapkan pernikahan bahwa betapa pentingnya melakukan premarital check up.
ii
Universitas Kristen Maranatha
ABSTRACT
The study implementation is to know the intention of determinants contribution to Perform Premarital Check Up On Couple Preparing an Adult Beginnings Wedding in Bandung. There’s 4 variable on this study, intention, attitude toward the behavior, subjective norms dan perceived behavioral control. The method using the contribution method. Sampling technique use mixed random sampling and the sample took 52 individues who preparing an adult beginnings wedding in Bandung.
The instrument using the intention questionnaire and determinants intention by Icek Ajzen (2005). Based on the validity result with Pearson and reliability test with Alpha Cronbach formula there’s 47 items valid, with the range of validity between 0.409 – 0.861 and 0.967 reliability. The data of the study result processed with regression analysis and regression multiple technique.
The result study showed that the perceived behavioural control give the substantial contribution for the attendant’s intention to come regularly is 0.799. Furthermore, the result of determinant which have important correlation is 0.878
for the attitude toward the behavior and perceived behavioral control.
The researcher propose the suggestion to do other research to give any information and give input for the authorities to give support any encouragement the importance of premarital check-up and to the health institution for more marriage counselors also provide awareness and knowledge to adult couples who are preparing an early marriage that the importance of doing premarital check-up.
iii
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI
Hal
LEMBAR PENGESAHAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI……... vi
DAFTAR TABEL…... x
DAFTAR GAMBAR …... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 7
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Kegunaan Penelitian ... 8
1.4.1 Kegunaan Ilmiah ... 8
1.4.2 Kegunaan Praktis ... 8
1.5 Kerangka Pemikiran ... 9
1.6 Asumsi …………... 15
1.7 Hipotesis ... 15
1.7.1 Hipotesis Major ... 15
iv
Universitas Kristen Maranatha BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TeoriPlanned Behavior ... 17
2.1.1 Pengertian Planned Behavior... 17
2.1.2 Intention ... 19
2.1.3 Attitudes Toward the Behavior... 19
2.1.4 Subjective Norms ... 21
2.1.5Perceived Behavioral Control ... 22
2.1.6 Pengaruh Determinan-Determinan Intentions terhadap Intentions... 24
2.1.7 Hubungan Antar Determinan-Determinan Intention ... 25
2.1.8Background Factors ... 26
2.1.9 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kegagalan Intention Menjadi Perilaku... 27
2.1.9.1 Ketidaksesuaian Antara Intention Dengan Perilaku... 27
2.1.9.2 Control Factor... 29
2.2. Periode Masa Dewasa Awal... 31
2.2.1. Masa Dewasa Awal... 31
2.2.2. Ciri-Ciri Masa Dewasa Awal... 32
v
Universitas Kristen Maranatha BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian ... 37
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 38
3.2.1 Variabel Penelitian ... 38
3.2.2 Definisi Operasional ... 38
3.3 Alat Ukur ... 39
3.3.1 Alat Ukur Planned Behavior... 39
3.3.2 Kisi-kisi Alat Ukur Planned Behavior... 40
3.3.3 Sistem Penilaian... 40
3.3.4 Data Sosiodemografis... 41
3.3.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 42
3.3.5.1 Validitas Alat UkurPlanned Behavior... 42
3.3.5.2 Reliabilitas Alat UkurPlanned Behavior... 43
3.4 Populasi Penelitian dan Teknik Sampling... 44
3.4.1 Populasi Sasaran Penelitian ... 44
3.4.2 Teknik Sampling... 44
3.5 Teknik Analisis Data... 45
vi
Universitas Kristen Maranatha BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Responden ... 47
4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 47
4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ……….... 48
4.2 Gambaran Hasil Penelitian ………...…... 48
4.2.1 Kontribusi Determinan-determinan Intention terhadap Intention dan Korelasi Antara Determinan-Determinan dalam Intention ……… 48
4.2.2 Regresi ………. 50
4.2.3 Tabulasi Silang Intention dan Determinan-determinan …... 50
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ………...………... 52
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ………...………..… 60
5.2 Saran ……….……..… 61
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RUJUKAN
vii
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 3.1 Kisi-kisi alat ukur Planned Behavior ………... 40
Tabel 3.2 Kriteria Penilaian ...………... 41
Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ..……...…... 47
Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Usia………...…... 48
Tabel 4.3 Gambaran Hasil Tabulasi Silang Intention dan Attitude Toward The Behavior ... 50
Tabel 4.9 Gambaran Hasil Tabulasi Silang Intention dan Subjective Norms…... 51
viii
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR GAMBAR
Hal GAMBAR 1.1 Skema Kerangka Pemikiran ………..……….. 14 GAMBAR 2.1 Skema Teori Planned Behavior ...……….... 18 GAMBAR 3.1 Skema Rancangan Penelitian ...………...……. 37 GAMBAR 4.1 Skema kontribusi determinan-determinan intention terhadap
ix
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kisi-kisi Alat Ukur Planned Behavior Lampiran 2. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Lampiran 3. Hasil Pengolahan Data Mentah Primer
Lampiran 4. Kontribusi Determinan-determinan Intention Terhadap Intention Lampiran 5. Korelasi antar Determinan-determinan
Lampiran 6. Hipotesis Penelitian (SPSS)
1
Universitas Kristen Maranatha BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pernikahan merupakan salah satu tugas perkembangan dewasa awal (Potter & Perry, 2005). Menurut Havighurst (dalam Monks, Konoers & Haditono, 2001), tugas perkembangan dewasa awal adalah menikah atau membangun suatu keluarga, mengelola rumah tangga, mendidik atau mengasuh anak, memikul tanggung jawab sebagai warga negara, membuat hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu, serta melakukan suatu pekerjaan. Dalam menghadapi tugas perkembangan tersebut, mereka terkadang harus dihadapkan pada hal-hal mengenai persiapan pernikahan. Beberapa hal tersebut berupa pemikiran dan perasaan antara mengambil keputusan untuk menikah atau menunda waktu untuk menikah, merencanakan waktu yang tepat untuk menikah, komunikasi, masalah keuangan serta masalah kesehatan dan seks. Selain itu, dewasa awal juga akan dihadapkan dengan kondisi belajar memahami peran sebagai suami atau istri, memahami keuntungan dan kerugian antara hidup sendiri atau menikah, serta melakukan upaya mengantisipasi dalam membuat keputusan untuk sebuah pernikahan (Sugandhi, 2009).
2
tercatat dalam BKKBN tahun 2011, kasus perceraian di Indonesia naik drastis 70% yang berjumlah 200.000 kasus per-tahun dan telah mencapai rekor tertinggi se-Asia Pasifik. BKKBN juga mencatat tiga penyebab terjadinya perceraian berdasarkan urutan akibat yang paling banyak terjadi di Indonesia yaitu akibat faktor ketidakharmonisan sebanyak 91.841 perkara, tidak ada tanggung jawab sebanyak 78.407 perkara dan masalah ekonomi sebanyak 67.891 perkara (MENKOICESRA, 2012). Berdasarkan pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, disebutkan bahwa perceraian terjadi salah satunya karena alasan “Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang sukar disembuhkan sehingga tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri”.
Hasil Survei Kesehatan Reproduksi Indonesia (SKRI) tahun 2002-2003 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dasar penduduk mengenai ciri-ciri pubertas sudah cukup baik, namun dalam hal pengetahuan tentang masa subur, risiko kehamilan, dan anemia relatif masih rendah (BKKBN, 2007). Menurut data SKRI (2003-2004) menunjukkan bahwa 60 % masalah pada tahap dewasa awal yaitu mengaku telah melakukan seks pranikah. Selain itu jumlah penderita AIDS pada usia dewasa awal sampai September 2009 adalah sebesar 18.442 kasus (BKKBN, 2007).
3
Universitas Kristen Maranatha up (pemeriksaan kesehatan pra-nikah) amat dianjurkan, untuk mengetahui
penyakit-penyakit yang bisa ditularkan atau diturunkan kepada pasangan dan anak, sedini mungkin. Karena menurut ilmu genetika, kebanyakan penyakit jasmaniah itu berpindah kepada anak dari garis keturunan.
Hasil penelitian dari Kementrian Kesehatan tahun 2002 juga mendapatkan bahwa adanya penyakit dalam diri salah seorang pasangan dalam sebuah keluarga dapat menyebabkan perceraian. Karena apabila ternyata salah satu pasangan mengidap penyakit seperti AIDS, impotensi atau penyakit yang lainnya yang belum diketahui sebelumnya oleh mereka dapat mengancam kelangsungan perkawinan. Hal tersebut disebabkan karena dalam perkawinan bila keadaan kesehatan pada umumnya terganggu, akan dapat menimbulkan permasalahan dalam keluarga dan dapat berakibat cukup jauh. Hal ini memberikan pemahaman kepada penulis bahwa kesehatan dalam perkawinan merupakan hal yang penting.
Munculnya pengertian dan pemahaman masyarakat terhadap premarital check up sangat dibutuhkan dewasa ini, sehingga premarital check up yang pada
4
calon besan atau calon mertua, serta dianggap sebuah pemborosan karena memerlukan biaya lumayan besar, juga dikhawatirkan akan mengganggu kelancaran acara pernikahan apabila hasil tes kesehatan menunjukkan adanya kelainan yang cukup serius pada kesehatannya. Namun demikian, saat ini masyarakat Indonesia mulai terdapat kecenderungan bahwa premarital check up dimasukkan dalam agenda rangkaian acara pernikahan, sehingga premarital check up menjadi sebuah kebutuhan baru. Melakukan premarital check up memiliki
beberapa keuntungan, yaitu: untuk mengetahui kondisi kesehatan secara umum, apabila terdapat permasalahan bisa segera ditangani, secara tidak langsung membantu kesiapan mental calon pasangan dan membantu pasangan dan keluarganya untuk menerima secara utuh keadaan masing-masing calon pasangan. Menurut WHO (World Health Organization) 1990, keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang harmonis, yaitu keluarga yang sehat dalam arti fisik, psikologis, sosial, spritual. Karena itu disarankan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum memasuki jenjang pernikahan guna mewujudkan keluarga yang berkualitas.
5
Universitas Kristen Maranatha idealnya, premarital check up dilakukan enam bulan sebelum dilangsungkan pernikahan. Pertimbangannya, jika ada sesuatu masalah pada hasil pemeriksaan kesehatan kedua calon pasangan yang akan menikah, masih ada cukup waktu untuk konseling atau pengobatan terhadap penyakit yang diderita.
Menurut Icek Ajzen (1991) yang mencetuskan teori planned behavior. Teori ini menyatakan setiap perilaku manusia ditentukan oleh seberapa kuat niat (intention) seseorang dalam mengerahkan usaha secara sadar untuk melakukan sesuatu. Demikian pula niat pasangan dewasa awal yang sedang memersiapkan pernikahan untuk melakukan premarital check up, tentu berkaitan dengan niat (kuat atau lemah) yang mendasarinya. Niat individu untuk melakukan premarital check up dapat dipengaruhi oleh tiga determinan, determinan yang pertama attitude
toward behavior yaitu sikap terhadap evaluasi positif atau negatif individu untuk
melakukan premarital check up. Determinan yang kedua adalah subjective norms yaitu persepsi individu mengenai tuntutan dari orang-orang yang signifikan untuk melakukan atau tidak melakukan premarital check up dan kesediaan untuk mengikuti tuntutan dari orang-orang yang signifikan tersebut. Determinan yang ketiga adalah perceived behavioral control adalah persepsi individu mengenai kemampuan mereka untuk melakukan premarital check up. Secara umum manusia cenderung menampilkan suatu perilaku ketika mereka mengevaluasi bahwa perilaku tersebut positif, merasakan adanya tekanan sosial untuk menampilkan perilaku tersebut dan merasa yakin mereka memiliki sumber daya dan kesempatan untuk menampilkan perilaku tersebut.
6
duapuluh orang (sepuluh pasang), sebanyak enam belas orang (80%) menyatakan berniat (intention) untuk melakukan premarital check up, sementara empat orang sisanya (20%) menyatakan tidak berniat untuk melakukan premarital check up. Ketika ditanya mengenai alasannya, sebanyak enam belas orang (80%) merasa tertarik untuk melakukan premarital check up karena dengan melakukan premarital check up individu dapat mengetahui hasil kesehatan dari pasangan. Pasangan dewasa awal yang sedang memersiapkan pernikahan menghayati bahwa melakukan premarital check up lebih banyak memberikan konsekuensi yang positif berupa pengetahuan mengenai penyakit-penyakit yang akan memengaruhi pada hubungan setelah pernikahan, pencegahan maupun pengobatan penyakit yang diderita dari masing-masing pasangan. Pemahaman akan pentingnya premarital check up bagi kebanyakan calon pasangan suami istri masih dirasakan
kurang di Indonesia. Hal ini terkait antara lain sosialisasi tentang pentingnya pelaksanaan premarital check up kepada masyarakat masih sangat kurang. Banyak anggapan bahwa premarital check up hanyalah pemborosan karena memakan biaya yang tidak sedikit. Kuatnya pengaruh budaya serta dogma agama masih juga menjadi kendala untuk melakukan premarital check up sehingga hal tersebut memengaruhi niat individu untuk melakukan premarital check up.
Dukungan lingkungan sekitar, partisipasi aktif dalam melakukan premarital check up, keinginan kuat untuk melakukan premarital check up,
menunjukan rasa ingin tahu yang besar dalam setiap tahapan-tahapan premarital check up melalui pertanyaan-pertanyaan yang menggugah, merupakan beberapa
7
Universitas Kristen Maranatha pernikahan untuk melakukan premarital check up. Melalui penelitian ini peneliti tertarik untuk mengetahui seberapa besar intention dan determinan-determinannya untuk melakukan premarital check up pada pasangan dewasa awal yang sedang memersiapkan pernikahan.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, identifikasi permasalahan dapat dirumuskan “Seberapa besar kontribusi determinan-determinan intention terhadap intention untuk melakukan premarital check up pada pasangan dewasa awal yang sedang memersiapkan pernikahan di Bandung.”
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai determinan-determinan intention dan intention pasangan dewasa awal yang sedang memersiapkan pernikahan untuk melakukan premarital check up.
8
1.4. Kegunaan Penelitian
1.4.1. Kegunaan Ilmiah
1.) Menambah informasi mengenai gambaran kontribusi determinan-determinan terhadap intention dari teori planned behavior kepada peneliti-peneliti lain, khususnya dalam bidang kajian psikologi perkembangan. 2.) Menambah informasi bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut
mengenai teori planned behavior dalam melakukan usaha untuk melakukan premarital check up.
1.4.2. Kegunaan Praktis
1.) Memberikan informasi kepada konselor pernikahan mengenai kontribusi determinan yang sangat berpengaruh terhadap intention pasangan dewasa awal agar lebih mampu mendorong pasangan dewasa awal tersebut melakukan premarital check up,
2.) Memberikan informasi kepada pasangan dewasa awal yang sedang mempersiapkan pernikahan mengenai intention dan determinan-determinannya agar berdasarkan determinan tersebut pasangan dewasa awal mampu meningkatkan intentionnya untuk melakukan premarital check up. 3.) Memberi informasi kepada orang tua dan orang-orang yang signifikan dari
pasangan dewasa awal yang sedang memersiapkan pernikahan mengenai intention dan determinan-determinan agar lebih mampu mendorong pasangan
9
Universitas Kristen Maranatha 1.5. Kerangka Pemikiran
Menurut Icek Ajzen (2005), individu berperilaku berdasarkan akal sehat dan selalu mempertimbangkan dampak dari perilaku tersebut. Hal ini yang membuat seseorang berniat untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku tersebut. Menurut teori planned behavior, niat seseorang untuk menampilkan perilaku disebut intention. Intention adalah suatu keputusan mengerahkan usaha untuk menampilkan suatu perilaku. Seseorang yang berperilaku dengan dilatarbelakangi oleh niat tertentu akan memiliki intensitas, kualitas dan kesungguhan yang tinggi untuk meraih goal yang ingin dicapainya. Tiga determinan dari intention dibentuk oleh behavioral beliefs, normative belief dan control belief.
10
faktor-faktor tersebut, dapat memengaruhi behavioral, normative dan control beliefs dan sebagai akibatnya memengaruhi intention dan perilaku.
Niat seseorang ini dipengaruhi oleh tiga determinan yaitu attitude toward the behavior, subjective norms dan perceived behavioral control. Determinan
pertama yaitu sikap terhadap evaluasi positif atau negatif individu untuk menampilkan suatu perilaku (Attitude Toward Behavior). Attitude toward behavior didasari oleh keyakinan mengenai konsekuensi dalam melakukan suatu
perilaku, dan pengolahan terhadap hasil suatu perilaku. Pasangan dewasa awal telah berada pada tahap perkembangan formal operasional, dalam hal ini pasangan dewasa awal tidak hanya mengetahui baik-buruk, penting-tidak penting, menguntungkan-tidak menguntungkan tetapi telah mampu berpikir logis mengenai konsekuensi dari tindakannya. Jika pasangan dewasa awal yang sedang memersiapkan pernikahan berkeyakinan bahwa premarital check up akan memberikan akibat yang positif maka pasangan dewasa awal akan memiliki sikap favorable untuk melakukan premarital check up.
Determinan yang kedua adalah persepsi individu mengenai tuntutan dari orang-orang yang signifikan untuk melakukan atau tidak melakukan premarital check up dan kesediaan untuk mengikuti orang-orang yang signifikan tersebut
11
Universitas Kristen Maranatha yang penting bagi mereka, seperti orang tua, teman, ataupun saudara menuntut mereka untuk mengikuti tahapan-tahapan premarital check up, pasangan dewasa awal juga bersedia mendengarkan dan menjalankan hal tersebut, sehingga niat untuk mengikuti premarital check up menjadi semakin kuat.
Determinan intention yang ketiga adalah perceived behavioral control. Perceived behavioral control adalah persepsi individu mengenai kemampuan
untuk melakukan premarital check up. Perceived behavioral control didasarkan pada keyakinan mengenai ada atau tidak adanya faktor-faktor yang mendukung atau menghambat dalam melakukan premarital check up. Pasangan dewasa awal yang memiliki perceived behavioral control yang positif berarti memiliki persepsi bahwa diri mereka dapat mengikuti premarital check up.
Ketiga determinan akan memengaruhi kuat atau lemahnya intention (niat) seseorang dalam mengikuti premarital check up, tetapi kekuatan pengaruh setiap determinan adalah berbeda, tergantung dari determinan apa yang memberikan pengaruh paling kuat, Misalnya pasangan dewasa awal yang memiliki attitude toward the behavior yang positif dan determinan tersebut memiliki pengaruh
paling kuat terhadap intention, maka intention pasangan dewasa awal untuk melakukan premarital check up akan kuat walaupun dua determinan yang lainnya negatif. Begitu pula sebaliknya, apabila attitude toward the behavior yang dimiliki pasangan dewasa awal negatif, dan kedua determinan yang lain positif, intention pasangan dewasa awal untuk melakukan usaha untuk mengikuti
premarital check up dapat lemah karena attitude toward the behavior memberikan
12
Apabila diantara attitude toward behavior, subjective norms, dan perceived behavior control memiliki hubungan erat yang positif, Maka pasangan
dewasa awal bersikap tertarik untuk mengikuti premarital check up karena merasa akan berdampak positif ketika mereka menjalankan rumah tangga apabila terdapat keterbukaan dan apabila ada penyakit yang diketahui dapat diobati secepatnya. Selain itu, pasangan dewasa awal mempersepsi merasa mampu untuk mengikuti tahapan demi tahapan premarital check up, mampu memberikan hasil yang terbaik, dan dapat mengikuti aturan-aturan yang diberikan sebelum dan pada saat jalannya premarital check up sesuai dengan tuntutan dari orang-orang yang signifikan seperti orang tua, saudara dan teman akan mempengaruhi usaha pasangan dewasa awal untuk melakukan premarital check up setiap tahapan demi tahapan semakin kuat. Apabila diantara attitude toward behavior, subjective Norms, dan perceived behavior control memiliki hubungan erat yang negatif,
maka pasangan dewasa awal bersikap ragu-ragu untuk melakukan premarital check up karena takut akan ada hasil yang tidak diinginkan.
Selain itu terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan intention menjadi perilaku yaitu ketidaksesuaian antara intention dengan perilaku dan control factor. Faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya
13
14
Bagan 1.5 Skema Kerangka Pemikiran Pasangan dewasa awal
yang sedang mempersiapkan pernikahan
Attitude toward behavior
Subjective norms
Perceived behavior control
15
Universitas Kristen Maranatha 1.6. Asumsi
Dari kerangka pemikiran di atas, peneliti mempunyai asumsi, yaitu : 1.) Pasangan dewasa awal yang sedang memersiapkan pernikahan akan
memiliki attitude toward the behavior yang berbeda-beda dari favorable hingga unfavorable, subjective norms yang berbeda-beda
dari positif hingga negatif dan perceived behavioral control yang berbeda-beda pula untuk melakukan premarital check up.
2.) Ketiga determinan di atas saling berhubungan dan berkontribusi terhadap intention pasangan dewasa awal yang sedang memersiapkan pernikahan untuk melakukan premarital check up.
3.) Pasangan dewasa awal yang sedang memersiapkan pernikahan memiliki intention yang berbeda-beda untuk melakukan premarital check up.
4.) Kuat atau lemahnya niat pasangan dewasa awal yang sedang memersiapkan pernikahan untuk melakukan premarital check up dapat tergantung pada kontribusi terbesar dari salah satu determinan yang penting menurut persepsi pasangan dewasa awal tersebut.
1.7 Hipotesis
1.7.1 Hipotesis Major
H0 : Tidak terdapat kontribusi dari determinan-determinan intention terhadap
intention pada pasangan dewasa awal yang sedang memersiapkan
16
H1 : Terdapat kontribusi dari determinan-determinan intention terhadap intention
pada pasangan dewasa awal yang sedang memersiapkan pernikahan yang akan melakukan premarital check up.
1.7.2. Hipotesis Minor
H0.1 : Tidak terdapat kontribusi attitude toward the behavior yang signifikan
terhadap intention pasangan dewasa awal yang sedang memersiapkan pernikahan untuk melakukan premarital check up.
H1.1 : Terdapat kontribusi attitude toward the behavior yang signifikan terhadap
intention pasangan dewasa awal yang sedang memersiapkan pernikahan
untuk melakukan premarital check up.
H0.2 : Tidak terdapat kontribusi subjective norms yang signifikan terhadap
intention pasangan dewasa awal yang sedang memersiapkan pernikahan
untuk melakukan premarital check up.
H1.2 : Terdapat kontribusi subjective norms yang signifikan terhadap intention
pasangan dewasa awal yang sedang memersiapkan pernikahan untuk melakukan premarital check up.
H0.3 : Tidak terdapat kontribusi perceived behavioral control yang signifikan
terhadap intention pasangan dewasa awal yang sedang memersiapkan pernikahan untuk melakukan premarital check up.
H1.3 : Terdapat kontribusi perceived behavioral control yang signifikan terhadap
intention pasangan dewasa awal yang sedang memersiapkan pernikahan
60
Universitas Kristen Maranatha BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai kontribusi determinan-determinan intention terhadap intention untuk melakukan premarital check up pada pasangan
dewasa awal yang sedang memersiapkan pernikahan di Bandung, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1.) Dari hasil penelitian didapatkan bahwa ketiga determinan intention memiliki korelasi dan kontribusi terhadap intention untuk melakukan premarital check up pada pasangan dewasa awal yang sedang memersiapkan pernikahan di Bandung.
2.) Determinan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap intention untuk melakukan premarital check up adalah perceived behaviour control. Determinan attitude toward the behavior adalah determinan kedua yang memiliki kontribusi
yang cukup besar terhadap intention. Determinan yang memberikan kontribusi terendah terhadap intention adalah subjective norms. Ini berarti responden memiliki niat untuk melakukan premarital check up yang dipengaruhi oleh persepsi akan kemampuan dirinya sendiri untuk melakukan atau tidak melakukan premarital check up yang lebih besar komposisinya dibanding hasil persepsi
61
Universitas Kristen Maranatha memiliki persepsi ada atau tidaknya tuntutan dan dorongan dari orang-orang signifikan di lingkungannya untuk melakukan premarital check up.
3.) Determinan yang memiliki korelasi paling erat adalah antara attitude toward the behavior dengan perceived behavioral control. Ini berarti responden memiliki
persepsi bahwa dirinya mampu melakukan dan memiliki persepsi bahwa melakukan premarital check up bukan merupakan suatu hambatan dirinya meskipun diadakan dari pagi hingga sore hari yang mengharuskan mereka bertahan dalam kebosanan, dan semakin diperkuat dengan persepsi bahwa melakukan premarital check upmerupakan kegiatan yang menguntungkan (favourable), dan pada akhirnya intention responden untuk melakukan premarital check upsemakin kuat.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diajukan beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
1.) Untuk penelitian lebih lanjut, yaitu mengenai Kontribusi Determinan-determinan Intention Terhadap Intention Untuk Melakukan Premarital Check Up Pada Pasangan Dewasa Awal Yang Sedang Memersiapkan Pernikahan di Bandung.
62
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA
Ajzen, Icek. 2005. Attitudes, Personality and Behavior. England: Open University Press, McGraw-Hill Education.
Ajzen, Icek. 2006. Constructing a TpB Questionnaire: Conceptual and Methodological Considerations.
Bamberg, Sebastian., Ajzen, Icek., Schimdt, Peter. 2003. Choice of Travel Mode in the Theory of Planned Behavior: The Roles of Past Behavior, Habit, and Reasoned Action. Journal of Basic and Applied Social Psychology, 25. 175-187. Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Davis, Larry E. 2002. The decision of African American students to complete high school : An application of the theory of planned behavior. Journal of Educational Psychology. 810-819. American Psychological Association. Inc.
Francis, Jillian J., Eccles, Martin P. 2004. Constructing Questionnaires Based On The Theory of Planned Behaviour. A Manual for Health Services Researchers. United Kongdom :Centre for Health Services Research, University of Newcastle.
Santrock, John. W., 2002. Life Span Development. Edisi Ketujuh. Jakarta Penerbit Erlangga
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN
Dewi Pramitha, Marchia. 2014. Skripsi : Kontribusi Determinan-Determinan Intention Terhadap Intention Untuk Rutin Hadir Dalam Bimbungan Pada Dokter Yang Akan Mengikuti Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI) Panduan Penulisan Skripsi Sarjana Edisi Revisi II – Agustus 2007. Bandung :
Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Data mengenai premarital check up.
http://labklinik.wordpress.com/2010/03/15/medical-check-up-pra-nikah/;
Dimas Prasetyo, diakses tanggal 23 Agustus 2014
http://www.ekahospital.com/id/the-importance-of-pre-marital-medical-check-up;