• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI, KEBIASAAN MAKAN, DAN GANGGUAN MAKAN DENGAN PERSEN LEMAK TUBUH PADA PENARI HIP-HOP REMAJA WANITA ATIKA YUNIARTI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI, KEBIASAAN MAKAN, DAN GANGGUAN MAKAN DENGAN PERSEN LEMAK TUBUH PADA PENARI HIP-HOP REMAJA WANITA ATIKA YUNIARTI"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI, KEBIASAAN MAKAN, DAN GANGGUAN MAKAN DENGAN PERSEN LEMAK

TUBUH PADA PENARI HIP-HOP REMAJA WANITA

ATIKA YUNIARTI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2016

(2)

x

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Hubungan Pengetahuan Gizi, Kebiasaan Makan, dan Gangguan Makan dengan Persen Lemak Tubuh pada Penari Hip-hop Remaja Wanita adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh Penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Atika Yuniarti NIM I14120127

(4)

x

(5)

ABSTRAK

ATIKA YUNIARTI. Hubungan Pengetahuan Gizi, Kebiasaan Makan, dan Gangguan Makan dengan Persen Lemak Tubuh pada Penari Hip-hop Remaja Wanita. Dibimbing oleh DODIK BRIAWAN.

Penelitian ini untuk membuktikan adanya hubungan pengetahuan gizi, kebiasaan makan, dan gangguan makan terhadap persen lemak tubuh pada penari.

Desain Penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Jumlah subjek yang digunakan dalam penelitian sebanyak 43 penari. Subjek berasal dari sanggar Gigi Art of Dance, yang terletak di Jalan Radio Dalam, Jakarta Selatan. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2016. 48.8% subjek dalam kategori pengetahuan gizi yang baik. Susu memiliki frekuensi konsumsi tertinggi. Hasil menunjukkan sebagian besar subjek (81.4%) tidak berisiko mengalami gangguan makan. Berdasarkan uji korelasi dengan Spearman tidak terdapat hubungan antara pengetahuan gizi dengan kebiasaan makan (p>0.05). Tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan makan dan persen lemak tubuh (p>0.05). Hasil uji korelasi antara gangguan makan dan persen lemak tubuh, IMT dan persen lemak tubuh, serta lingkar pinggang dengan persen lemak tubuh menunjukan adanya hubungan yang signifikan (p<0.05).

Kata kunci: gangguan makan, penari remaja, pengetahuan, persen lemak tubuh

ABSTRACT

ATIKA YUNIARTI. A Correlation Between Nutrition Knowledge, Eating habit, Disordered Eating and Body Fat Percentage on Adolescent Female Hip-hop Dancer. Supervised by DODIK BRIAWAN.

The aim of this study is to prove the correlation between nutrition knowledge, eating habit, and disordered eating to body fat percentage among dancer. Subject was selected from Gigi Art of Dance Studio, Radio Dalam, South Jakarta. The total of the subjects who participated on this study was 43 subjects.

This research was a cross-sectional study and conducted from April to Mei 2016.

48.8% subjects was on a good category of nutrition knowledge. The highest food consumption was milk. The result showed that most of the dancers (81.4%) were not risked of developing a disordered eating. The correlation test showed that there was no significant correlation between nutrition knowledge and eating habit (p>0.05). Furthermore, the correlation test showed there was also no significant correlation between eating habit and body fat percentage (p>0.05). Correlation test showed that there was a significant correlation between disordered eating, BMI, and hip circumference and body fat percentage (p<0.05).

Keyword: adolescent dancers, body fat percentage, disordered eating, nutrition knowledge

(6)
(7)

HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI, KEBIASAAN MAKAN, DAN GANGGUAN MAKAN DENGAN PERSEN LEMAK

TUBUH PADA PENARI HIP-HOP REMAJA WANITA

ATIKA YUNIARTI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

Dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2016

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. Penelitian ini berjudul Hubungan Pengetahuan Gizi, Kebiasaan Makan, dan Gangguan Makan dengan Persen Lemak Tubuh pada Penari Hip-hop Remaja Wanita. Penulis tugas akhir ini tidak lepas dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN selaku dosen pembimbing skripisi yang telah memberikan bimbingan serta arahan dalam penyusunan skripsi.

2. Mba Anna Vipta Resti Mauludyani, SP, M.Gizi selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji skripsi yang telah memberikan arahan serta koreksi dalam penulisan skripsi.

3. Sekolah tari Gigi Art of Dance yang telah mengizinkan peneliti untuk melakukan penelitian.

4. Keluarga terutama Alm. Ayah Joko, Ibu Wati, Fellita Rahmawati, dan Farrel Mulyono Putra yang telah banyak memberikan doa dan motivasi dalam penyusunan skripsi.

5. Teman satu pembimbing dan satu payung pengambilan data Dwi Ayu Oktafiandini, Rily Hanundyah, Devieka, Fajria Saliha, Imam yang telah memberikan semangat dan dukungannya.

6. Sahabat SD, SMP, SMA tersayang Ghina Nabila, Nindira Martha, Ariadne, Linda Puspita, Annisa Rizky, Akbar Deriansyah, Hafizan Adli, Fadhlul Rahman, Soraya, Fitria Aldiani, Baby Sakina, Tami Putri, Novianti Amalia, Satria Andam, Ivana Christy yang banyak mendukung saya dan menyemangati dalam penulisan skripsi.

7. Tim hore penyemangat dari awal penulisan hingga sidang Iersa Afira, Dwi Ayu, Annisa Meilinda, Dwinda Listya, Yolandina, Melda yang setia menemani penulis saat mengerjakan skripsi.

8. Teman asrama TPB Syuaida, Sasnia, Leni Vidhiyanti, Nurlaela Safitri, Yulitta Amy yang juga turut menyemangati penulis dalam pengerjaan skripsi.

9. Teman-teman Departemen Gizi Masyarakat 49 yang telah banyak membantu dan memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.

Penulis menyadari terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk yang membaca dan bagi penelitian selanjutnya.

Bogor, September 2016

Atika Yuniarti

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan 2

Tujuan umum 2

Tujuan khusus 2

Manfaat penelitian 2

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE 5

Desain, tempat, dan waktu penelitian 5

Jumlah dan cara pemilihan subjek 5

Jenis dan cara pengumpulan data 5

Pengolahan dan analisis data 6

Definisi operasional 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Karakteristik subjek 11

Pengetahuan gizi 12

Kebiasaan makan 13

Gangguan makan 15

Indeks Massa Tubuh 17

Lingkar pinggang 17

Rasio lingkar pinggang dan pinggul (RLPP) 18

Persen lemak tubuh 19

Hubungan pengetahuan gizi dengan kebiasaan makan 20 Hubungan status antropometri dengan persen lemak tubuh 20 Hubungan kebiasaan makan dengan persen lemak tubuh 22 Hubungan gangguan makan dengan persen lemak tubuh 22

SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

Saran 23

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 27

RIWAYAT HIDUP 30

(14)

DAFTAR TABEL

1 Jenis data primer dan cara pengumpulan data 6

2 Kategori variabel penelitian 9

3 Sebaran subjek berdasarkan usia, uang saku per bulan, serta penghasilan

orangtua 11

4 Sebaran subjek berdasarkan pengetahuan gizi 12

5 Rata-rata frekuensi konsumsi makanan berlemak 14 6 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan sarapan dan kebiasaan jajan 15

7 Sebaran subjek berdasarkan gangguan makan 16

8 Sebaran subjek berdasarkan Indeks Massa Tubuh 17

9 Sebaran subjek berdasarkan lingkar pinggang 18

10 Sebaran subjek berdasarkan rasio lingkar pinggang dan pinggul 19 11 Sebaran subjek berdasarkan persen lemak tubuh 19 12 Rata-rata persen lemak tubuh subjek berdasarkan IMT 21 13 Rata-rata persen lemak tubuh subjek berdasarkan lingkar pinggang 21 14 Rata-rata persen lemak tubuh subjek berdasarkan gangguan makan 23

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka hubungan pengetahuan gizi, kebiasaan makan, dan gangguan makan

terhadap persen lemak tubuh 4

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner EAT-26 27

2 Hasil uji hubungan pengetahuan gizi dan kebiasaan makan 28 3 Hasil uji hubungan antara kebiasaan makan dan persen lemak tubuh 28 4 Hasil uji hubungan gangguan makan dengan persen lemak tubuh 28 5 Hasil uji hubungan status antropometri dengan persen lemak tubuh 29

6 Sebaran skor EAT-26 pada subjek berisiko 29

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar belakang

Tari merupakan ungkapan perasaan melalui gerak ritmis dapat dianggap sebagai alat ekspresi maupun sarana komunikasi seorang seniman kepada orang lain. Menari tergolong dalam aktifitas fisik berat dilihat dari segi fisik dan ketangkasan. Penari meningkatkan kualitas tariannya dengan cara berlatih secara terus menerus. Hal ini yang menuntut agar penari selalu dalam kondisi yang prima. Penari berusaha memiliki tubuh ideal agar mendukung performanya.

Persen lemak tubuh seseorang adalah total massa lemak dibagi dengan total berat badan. Lemak tubuh terdiri atas lemak tubuh esensial dan simpanan lemak tubuh.

Menurut Castelo-branco et al. (2006), secara signifikan penari memiliki IMT dan persen lemak tubuh yang lebih rendah. Hal ini terjadi karena penari sangat menjaga bentuk tubuhnya. Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi persen lemak tubuh seperti misalnya kebiasaan makan, pengetahuan gizi, serta gangguan makan pada penari.

Gangguan makan atau disordered eating sering terjadi pada remaja khususnya penari. Gangguan makan digambarkan sebagai gangguan berat dalam perilaku makan dan perhatian yang berlebihan menganai berat dan bentuk badan.

Gangguan makan sering dihubungkan dengan makanan, pola makan, dan berat badan. Terdapat berbagai macam gangguan makan yang biasa dialami oleh penari seperti anoreksia nervosa dan bulimia nervosa. Gangguan makan dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti gangguan pencernaan dan malnutrisi.

Gangguan makan sering terjadi pada remaja. Remaja adalah periode kehidupan manusia yang terjadi saat rentang usia 11 sampai 21 tahun. Periode ini merupakan tahapan penting dalam menuju kedewasaan. Banyak perubahan terjadi pada masa remaja. Seperti perubahan biologis, emosional, sosial, dan kognitif (Brown 2011).

Permasalahan gangguan makan berhubungan langsung dengan rendahnya IMT serta persen lemak tubuh pada penari. Penari dengan gangguan makan cenderung memiliki IMT serta persen lemak tubuh yang rendah akibat dari konsumsi zat gizi yang tidak adekuat. Menurut Tantiani & Syafiq (2008), 37.3%

remaja di Jakarta mengalami gangguan makan dengan spesifikasi, 11.6% remaja menderita anoreksi nervosa, dan 27% menderita bulimia nervosa.

Selain dengan adanya gangguan makan pada penari, persen lemak tubuh pada penari juga dapat dipengaruhi oleh pengatahuan gizi serta kebiasaan makan penari. Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan gizi merupakan hasil dari melakukan penginderaan terhadap suatu objek. Pengeinderaan dapat terjadi melalui proses visual (penglihatan), pendengaran, penciuman, rasa serta raba.

Semakin tinggi pengetahuan gizi seseorang akan berbanding lurus dengan kebiasaan makannya. Pengetahuan gizi dapat berdampak positif pada perilaku makan dan kualitas makan pada penari. Kebiasaan makan adalah cara individu atau kelompok individu memilih pangan apa yang akan dikonsumsi sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologi, dan sosial budaya. Kebiasaan makan merupakan hasil dari proses pembelajaraan sedari kecil.

Langkah yang dapat diambil untuk mengatasi masalah rendahnya persen lemak tubuh akibat dari gangguan makan pada penari adalah dengan

(16)

2

meningkatkan pengetahuan gizi penari terkait makanan yang mereka dikonsumsi.

Pengetahuan gizi yang baik akan diikuti dengan kebiasaan makan yang baik pula.

Oleh karena itu, diperlukan adanya analisis hubungan pengetahuan gizi, kebiasaan makan, dan gangguan makan terhadap persen lemak tubuh pada penari hip-hop remaja wanita.

Perumusan Masalah

Penelitian ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut.

1. Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan gizi dan kebiasaan makan pada penari?

2. Apakah terdapat hubungan kebiasaan makan dan gangguan makan terhadap persen lemak tubuh pada penari modern?

Tujuan Tujuan umum:

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk membuktikan adanya hubungan pengetahuan gizi, kebiasaan makan, dan gangguan makan terhadap persen lemak tubuh pada penari.

Tujuan khusus:

1. Mengidentifikasi pengetahuan gizi penari.

2. Mengidentifikasi kebiasaan makan penari.

3. Mengidentifikasi gangguan makan pada penari.

4. Mengidentifikasi status antropometri pada penari.

5. Mengidentifikasi persen lemak tubuh pada penari.

6. Mengidentifikasi hubungan pengetahuan gizi dengan kebiasaan makan penari, hubungan status antropometri dengan persen lemak tubuh pada penari, serta hubungan kebiasaan makan dan gangguan makan terhadap persen lemak tubuh pada penari.

Manfaat penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa manfaat bagi peneliti, subjek, dan masyarakat. Manfaat yang didapat oleh peneliti adalah peneliti dapat mengidentifikasi hubungan pengetahuan gizi, kebiasaan makan, gangguan makan terhadap persen lemak tubuh pada penari hip-hop wanita. Manfaat bagi subjek agar subjek dapat mengetahui faktor apa saja yang berhubungan dengan persen lemak tubuh serta dapat menjaga keadaan tubuh mereka. Manfaat yang diperoleh untuk masyarakat adalah dapat digunakan sebagai sumber informasi mengenai hal apa saja yang dapat mempengaruhi persen lemak tubuh. Masyarajar juga dapat menggunakan ini sebagai bahan informasi tambahan dalam pendidikan kesehatan remaja. Manfaat bagi pemerintah ialah menjadi bahan referensi atau acuan dalam pengembangan ilmu pengetahuan mengenai persen lemak tubuh pada remaja.

(17)

3

KERANGKA PEMIKIRAN

Tari merupakan ungkapan perasaan melalui gerak ritmis dapat dianggap sebagai alat ekspresi maupun sarana komunikasi seorang seniman kepada orang lain. Menari tergolong dalam aktifitas fisik berat dilihat dari segi fisik dan ketangkasan. Penari meningkatkan kualitas tariannya dengan cara berlatih secara terus menerus. Remaja merupakan masa transisi anak dan dewasa. Selama remaja terjadi perubahan secara fisik dan hormone sehingga dapat mempercepat pertumbuhan. Periode ini merupakan tahapan penting dalam menuju kedewasaan.

Beberapa perubahan terjadi pada masa remaja. Seperti perubahan biologis, emosional, sosial, dan kognitif (Brown 2011). Bentuk tubuh yang langsing dianggap lebih menarik dan mempermudah penari dalam bergerak. Hal ini yang mendorong penari untuk melakukan diet ketat dan sangat menjaga pola makannya.

Diet ketat serta pola makan yang sangat dijaga berhubungan erat dengan pengetahuan gizi yang dimiliki oleh setiap individu. Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan gizi merupakan hasil dari melakukan penginderaan terhadap suatu objek. Pengeinderaan dapat terjadi melalui proses visual (penglihatan), pendengaran, penciuman, rasa serta raba. Semakin tinggi pengetahuan gizi seseorang akan berbanding lurus dengan kebiasaan makan yang semakin baik.

Kebiasaan makan merupakan istilah untuk menggambarkan perilaku yang berhubungan dengan makan dan makanan. Kebiasaan makan merupakan hasil dari proses pembelajaraan sedari kecil.

Kebiasaan makan dapat dipengaruhi oleh pengetahuan gizi, pendapatan, ketersediaan, dan lingkungan suatu individu. Salah satu faktor yang akan mempengaruhi kebiasaan makan adalah pengetahuan gizi. Pengetahuan gizi yang baik akan mendorong individu untuk memiliki kebiasaan makan yang baik pula, Kebiasaan makan yang baik adalah kebiasaan makan dengan mengkonsumsi makanan yang beragam. Diet ketat bukanlah salah satu kebiasaan makan yang baik.

Kebiasaan makan yang tidak baik atau melakukan diet ketat merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan makan. Gangguan makan dicirikan dengan adanya perilaku menyimpang dalam kebiasaan makan dan berhubungan dengan emosi dan pikiran. Individu dengan gangguan makan tersebut terobsesi dengan makanan dan berat badan mereka. Gangguan makan yang terjadi dapat mempengaruhi persen lemak tubuh pada penari.

Status antropometri berhubungan dengan status gizi penari. Status antropometri terdiri dari berat badan, tinggi badan, lingkar pinggang, serta Rasio Lingkar Pinggang Pinggul (RLPP). Persen lemak tubuh merupakan total massa lemak dibagi dengan total berat badan. Lemak tubuh terdiri atas lemak tubuh esensial dan simpanan lemak tubuh. Banyak hal yang dapat mempengaruhi persen lemak tubuh diantaranya adalah pengetahuan gizi, kebiasaan makan, aktifitas fisik, serta hormon dan genetik. Pada penelitian kali ini akan mengidentifikasi faktor yang akan mempengaruhi persen lemak tubuh pada penari. Faktor-faktor yang mempengaruhi persen lemak tubuh pada penari dapat dilihat pada gambar 1.

(18)

4

Gambar 1 Kerangka hubungan pengetahuan gizi, kebiasaan makan, dan gangguan makan terhadap persen lemak tubuh

Keterangan:

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti

Karakteristik responden:

Jenis kelamin Usia Uang saku Perkerjaan orangtua Pendapatan orang tua Pengukuran antropometri

Pengetahuan gizi

(Makanan sehat dan berimbang, makanan sumber lemak, gangguan makan)

Persen lemak tubuh Aktifitas fisik Hormonal dan genetik

Gangguan makan

Kebiasaan makan

Status antropometri

(19)

5

METODE

Desain, tempat, dan waktu penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel yang akan diteliti. Lokasi yang dipilih yaitu Sanggar Gigi Art of Dance. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive dengan pertimbangan banyaknya penari profesional yang menjaga tubuhnya. Waktu penelitian meliputi persiapan, pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penulisan laporan dilaksanakan bulan April hingga Mei 2016.

Jumlah dan cara pemilihan subjek

Populasi dalam penelitian ini adalah penari hiphop yang tergabung dalam Sekolah Tari Gigi Art of Dance yang berada pada kawasan Radio dalam, Jakarta Selatan. Subjek masing-masing dipilih secara purposive sampling dengan pertimbangan kurangnya penelitian yang membahas mengenai persen lemak tubuh pada penari hip-hop. Subjek yang diambil memiliki kriteria inklusi sebagai berikut, (a) penari hip-hop berusia 18-21 tahun, (b) tidak menderita penyakit kronis (c) aktif latihan menari minimal 1x seminggu (@ 60 menit), (d) sehat jasmani, (e), serta bersedia untuk dijadikan subjek dalam penelitian. Pengambilan subjek diambil berdasarkan rumus slovin dengan persamaan sebagai berikut (Setiawan 2007):

Keterangan:

n : Ukuran subjek N : Ukuran populasi

d : Presisi 0.1 (penyimpangan sampel terhadap populasi 10%)

Jenis dan cara pengumpulan data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapat langsung dari subjek dengan

(20)

6

teknik wawancara menggunakan kuesioner. Data primer dalam penelitian kali ini meliputi karakteristik subjek yang terdiri dari berat badan, tinggi badan, lingkar pinggang, lingkar pinggul, jenis kelamin, usia, uang saku, penghasilan orangtua, dan kebiasaan makan. Pengukuran berat badan dan tinggi badan didapatkan dengan cara pengukuran langsung menggunakan alat ukur berat badan dan tinggi badan. Berat badan diukur menggunakan timbangan injak digital dengan ketelitian 0.1 kg. Pengukuran berat badan dilakukan dengan cara subjek diukur dengan posisi berdiri tegak diatas timbangan tanpa menggunakan alas kaki dan benda- benda yang dianggap dapat mengganggu proses pengukuran, seperti jam tangan dan perhiasan.Tinggi badan diukur dengan alat ukur tinggi badan atau microtoise dengan ketelitian 0.1 cm. Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan cara subjek berdiri tegak diatas alat ukur, pandangan lurus kedepan. Besi pengukur diturunkan dan dinaikan sesuai dengan tinggi badan subjek kemudian dilakukan pembacaan pada skala tinggi badan dengan posisi mata sejajar. Pengukuran persen lemak tubuh menggunakan alat pengukur persen lemak tubuh digital atau Bioelectrical Impedance Analyzer merk Omron Body Fat Analyzer.

Data pengetahuan gizi didapatkan dengan pengisian kuesioner yang berisikan 20 pertanyaan terkait makanan sehat dan berimbang, makanan sumber lemak, dan gangguan makan. Data kebiasaan makan didapatkan dengan cara wawancara menggunakan Food Frequency Questionnaire (FFQ). Kecenderungan Disordered Eating atau gangguan makan diukur dengan Eating Attitudes Test yang dikembangkan oleh Garner et al. (1982). Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data jumlah penari hip-hop yang tergabung dalam sanggar.

Data jumlah penari diambil dari administrasi sanggar. Tabel 1 dibawah ini merupakan jenis serta cara pengukuran data yang digunakan dalam penelitian kali ini.

Tabel 1 Jenis data primer dan cara pengumpulan data

Data Cara pengumpulan

Karakteristik subjek; jenis kelamin, usia, uang saku, penghasilan orangtua

Wawancara dengan menggunakan kuesioner

Berat badan Pengukuran dengan timbangan injak digital

Tinggi badan Pengukuran menggunakan pengukur tinggi

badan (microtoise)

Lingkar pinggang dan lingkar pinggul Pengukuran menggunakan meteran

Kebiasaan makan Wawancara dengan kuesioner FFQ terkait

makanan sumber lemak

Pengetahuan gizi Pengisian kuesioner mandiri yang berisikan makanan sumber lemak, makanan sehat berimbang, dan gangguan makan

Gangguan makan Pengisian kuesioner mandiri dengan kuesioner EAT-26

Persen lemak tubuh Pengukuran menggunakan alat pengukur persen lemak tubuh digital

Pengolahan dan analisis data

Data yang telah didapat kemudian diolah. Pengolahan data dimulai dari editing, coding, data entry, cleaning, dan analisis data. Proses editing adalah

(21)

7

pemeriksaan seluruh kuesioner setelah data terkumpul. Coding adalah pemberian angka atau kode tertentu yang telah disepakati terhadap jawaban-jawaban pertanyaan. Entry adalah memasukkan data jawaban kuisioner sesuai kode. Data yang diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan gambar serta dianalisis secara statistik. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2013 dan Statistical Program for Social Science (SPSS for Windows versi 21).

Pengukuran antropometri dilanjutkan dengan pengukuran IMT subjek.

Penggunaan IMT sebagai cara untuk memantau status gizi hanya cocok pada kelompok individu dengan kriteria berusia antara 19-70 tahun, berstruktur tulang belakang normal, bukan atlet atau binaragawan, juga bukan ibu hamil atau menyusui (Arisman 2009). Perhitungan IMT menggunakan rumus sebagai berikut.

IMT =

Pengukuran lingkar pinggang dan pinggul juga dilakukan pada penelitian kali ini. Pengukuran lingkar pinggang merupakan pengukuran antropometri yang lebih akurat untuk melihat kemungkinan obesitas sentral yang dialami oleh subjek. Pengukuran ini dapat melihat timbunan lemak yang berada pada daerah perut. untuk mengukur kegumukan pada perut atau mengukur obesitas sentral.

Menurut WHO (2008), lingkar pinggang pada wanita dikatakan normal apabila

<80 cm dan dikatakan obesitas abdominal jika lingkar pinggang >80 cm. Cara pengukurannya dengan menggunakan meteran yang kemudian dilingkarkan pada bagian pinggang dan pinggul subjek.

Rasio lingkar pinggang dan lingkar pinggul (RLPP) merupakan perbandingan ukuran lingkar pinggang dan pinggul. RLPP menggambarkan proporsi lemak yang ada di daerah pinggang-pinggul. Pengukuran RLPP dapat menggambarkan proporsi lemak tubuh yang terdapat pada area pinggang – pinggul. Rasio lingkar pinggang dan pinggung pada perempuan yaitu sebesar

<0.85cm untuk kategori normal dan ≥0.85cm untuk kategori berisiko penyakit kardiovaskular

Data pengetahuan gizi diukur dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner yang diberikan diisi sendiri oleh subjek. Kuesioner terdiri dari beberapa pertanyaan terkait makana sehat dan berimbang, makanan sumber lemak, dan gangguan makan. Jawaban yang benar kemudian diberikan nilai 1 serta jawaban yang salah diberikan nilai 0. Setelah skor keseluruhan ditotal kemudian digolongkan seperti Tabel 2 dibawah.

Data kebiasaan makan didapat menggunakan kuesioner FFQ (food frequency questionaire). Menurut Insel et al. (2004), Food Frequency Questionaire (FFQ) berisikan seberapa sering subjek mengkonsumsi suatu jenis atau kelompok makanan dalam jangka waktu sebulan terakhir. FFQ digunakan untuk melihat kebiasaan makan subjek terhadap suatu kelompok makanan.

Kuesioner berisi beberapa jenis bahan pangan dan subjek mengisi kuesioner sesuai dengan frekuensi mengkonsumsi bahan pangan tersebut dalam sebulan terakhir. Frekuensi pada kuesioner yaitu dalam hari, minggu, ataupun bulan.

Kemudian jawaban frekuensi konsumsi pangan tersebut dikonversi kedalam

(22)

8

waktu yang sama. Hasil dari data frekuensi tersebut kemudian dijadikan sama yaitu dalam minggu kemudian dirata-ratakan sebanyak subjek yang ada.

Kecenderungan Disordered eating atau gangguan makan diukur melalui Eating Attitudes Test yang dikembangkan oleh Garner et al. (1982). Instrumen EAT- 26 terdiri dari 26 pernyataan dengan 3 subskala, yaitu dieting, bulimia dan food preoccupation, serta oral control. Instrumen ini digunakan untuk mengidentifikasi individu-individu yang memiliki kecenderungan gangguan dalam berperilaku makan dan membutuhkan penangangan lebih lanjut (Anderson 2004). Dalam kuesioner ini subjek diminta untuk menjawab 26 pertanyaan dengan skala skor antara lain selalu dengan skor (3), biasanya dengan skor (2), sering dengan skor (1), kadang-kadang dengan skor (0), Jarang dan tidak pernah dengan skor (0).

EAT-26 terdiri dari tiga subskala yaitu dieting, bulimia and food preoccupation, dan oral control. Pertanyaan mengenai dieting terdapat pada pernyataan butir ke 1, 6, 7, 10, 11, 12, 14, 16, 17, 22, 23, 24, dan 26. Pernyataan mengenai bulimia and food preoccupation terdiri dari pertanyaan pada butir ke 3, 4, 9, 18, 21, 25. Pernyataan mengenai oral control terdiri dari pertanyaan pada butir ke 2, 5, 8, 13, 15, 19, 20. Subskala dieting menggambarkan kecenderungan untuk menghindari makanan yang berlemak dan memiliki keinginan untuk menjadi lebih kurus, subskala bulimia and food preoccupation menggambarkan kecenderungan untuk memikirkan makanan secara berulang seperti pada individu dengan bulimia, sedangkan subskala oral control menggambarkan kendali diri saat makan dan adanya tekanan dari orang lain untuk menambah berat badan (Garner et al 1982).

Jenis pertanyaan pada instrumen ini merupakan pertanyaan tertutup dengan pilihan jawaban selalu, biasanya, sering, kadang-kadang, jarang, dan tidak pernah.

Masing-masing pilihan jawaban tersebut memiliki skor tersendiri. Hasil skor pada tiap pertanyaan tersebut selanjutnya dijumlahkan. Total skor ≥20 mengindikasikan subjek berisiko mengalami gangguan makan sedangkan apabila total skor <20 mengindikasikan bahwa subjek tidak berisiko mengalami gangguan makan. Rentang skor keseluruhan pada instrumen ini yaitu 0–78. Klasifikasi gangguan makan akan ditampilkan pada Tabel 2. Pengukuran persen lemak tubuh dilakukan menggunakan alat pengukur lemak digital Omron Body Fat Monitor. Kategori persen lemak tubuh pada wanita dan pria usia 18-29 dikategorikan menjadi rendah, normal, tinggi, dan sangat tinggi. Tabel 2 dibawah menunjukkan kategori persen lemak tubuh pada wanita menurut Jebb (2009).

Karakteristik subjek dan sosial ekonomi (meliputi: usia, berat badan, tinggi badan, lingkar pinggang pinggul, rasio lingkar pinggang pinggul, uang saku per bulan, dan pendapatan orangtua per bulan), pengetahuan gizi, kebiasaan makan, gangguan makan, dan persen lemak tubuh responden menggunakan analisa deskriptif.

Analisis data yang dilakukan meliputi uji deskriptif dan uji statistic. Uji deskriptif dilakukan pada karakteristik subjek, pengetahuan gizi, kebiasaan makan, gangguan makan, dan persen lemak tubuh subjek. Uji statistik yang dlakukan adalah uji korelasi Spearman. Uji korelasi Spearman digunakan untuk melihat hubungan antara pengetahuan gizi dengan kebiasaan makan, status antropometri dengan persen lemak tubuh, serta kebiasaan makan dan gangguan makan dengan persen lemak tubuh pada subjek.

(23)

9

Tabel 2 Kategori variabel penelitian

No Variabel Kategori pengukuran

1. Usia subjek Ahmadi dan Sholeh (2005)

1. 18 tahun 2. 19 tahun 3. 20 tahun 4. 21 tahun 2. Pendapatan orang tua 1. < Rp2 000 000

2. Rp2 000 000-5 000 000 3. Rp5 000 000-7 500 000 4. Rp7 500 000-10 000 000 5. Rp10 000 000-15 000 000 6. >Rp15 000 000

3. Lingkar pinggang WHO (2008)

1. Normal (<80cm)

2. Obesitas abdominal (>80cm)

4. RLPP WHO (2008)

1. Normal (<0.85cm) 2. Berisiko (>=0.85cm)

5. IMT Asia pasifik (2006)

1. Berat badan kurang (<18.5) 2. Normal (18,5-22.9) 3. Berat badan lebih (>23) 4. Berisiko obesitas (23-24.9) 5. Obesitas 1 (25-29.9) 6. Obesitas II (>30) 6. Pengetahuan gizi Khomsan (2000)

1. Baik: >80%

2. Sedang: 60-80%

3. Kurang: <60%

7. Gangguan makan Garner et al. (1982)

1. Tidak ada gejala gangguan makan (<20) 2. Adanya gejala gangguan makan (>=20) 8. Persen lemak tubuh Jebb (2009)

1. Rendah (<16%) 2. Normal (16%-29%) 3. Lebih (>29%)

Definisi operasional

Remaja adalah masa peralihan menuju dewasa dengan rentang usia 18-21 tahun Subjek adalah penari hip-hop pada sanggar Gigi Art of Dance yang berusia 18-21

tahun pada saat waktu penelitian.

Karakteristik subjek adalah keadaan umum subjek meliputi jenis kelamin, usia, uang saku, pekerjaan orangtua, pendapatan orangtua, serta status

antropometri.

Jenis kelamin adalah jenis kelamin penari hip-hop (perempuan)

Usia adalah usia subjek pada saat penelitian dilakukan yang dinyatakan dalam tahun dan berada pada rentang 18-21 tahun.

Uang saku adalah banyaknya uang yang diterima oleh subjek selama satu bulan yang dinyatakan dalam rupiah yang digunakan untuk keperluan subjek sehari-hari

(24)

10

Penghasilan orangtua adalah banyaknya uang yang diterima orangtua dalam sebulan, merupakan hasil dari pekerjaan dan dinyatakan dalam rupiah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga.

Pengetahuan gizi adalah pemahaman yang dimiliki oleh subjek terkait makanan sehat dan berimbang serta makanan sumber lemak.

Kebiasaan makan adalah perilaku individu dalam mengonsumsi makanan dan minuman dalam jangka waktu sebulan terakhir.

Gangguan makan adalah gangguan yang dialami subjek seperti takut gemuk, dll EAT-26 adalah kuesioner yang digunakan untuk mengidentifikasi ada tidaknya

gejala gangguan makan pada subjek. Kuesioner ini berisikan 26 pertanyaan yang telah disederhanakan sebelumnya.

Persen lemak tubuh adalah komposisi lemak tubuh yang tersimpan dalam jaringan adipose dan bisa diukur menggunakan alat pengukuran body fat.

Bioelectrical impedance analyzer adalah alat yang digunakan untuk mengukur persen lemak tubuh pada subjek.

(25)

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik subjek

Subjek penelitian yang digunakan pada penelitian kali ini adalah penari hip-hop yang tergabung dalam Sekolah Tari Gigi Art of Dance, Radio Dalam, Jakarta Selatan. Subjek penelitian awal berjumlah 44 orang. Akan tetapi, satu orang subjek tidak mengisi kuesioner secara lengkap sehingga subjek penelitian kali ini hanya berjumlah 43 orang. Kriteria inklusi subjek penelitian antara lain adalah berusia 18 hingga 21 tahun, tidak menderita penyakit kronis, aktif latihan minimal satu kali seminggu, serta bersedia untuk dijadikan subjek penelitian.

Sebaran subjek penelitian berdasarkan usia, uang saku per bulan, serta penghasilan orangtua dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3 Sebaran subjek berdasarkan usia, uang saku per bulan, serta penghasilan orangtua

Variabel Jumlah Persentase (%)

Usia 18 tahun 19 tahun 20 tahun 21 tahun

13 8 10 12

30.2 18.6 23.3 27.9

Total 43 100.0

Uang saku perbulan < Rp500 000 Rp500 000-750 000 Rp750 000-1 000 000 Rp1 000 000-1 500 000 Rp1 500 000-2 000 000 >Rp2 000 000

5 7 8 5 12 6

11.6 16.3 18.6 11.6 27.9 14.0

Total 43 100.0

Pendapatan orangtua < Rp2 000 000

Rp2 000 000-5 000 000 Rp5 000 000-7 500 000 Rp7 500 000-10 000 000

Rp10 000 000-15 000 000 Rp15 000 000

1 8 8 10 2 14

2.3 18.6 18.6 23.3 4.7 32.6

Total 43 100.0

Menurut Batubara (2010), remaja merupakan masa transisi anak-anak menjadi dewasa. Perubahan yang terjadi pada masa ini meliputi perubahan hormonal, fisik, psikologis maupun perubahan sosial. Menurut Ahmadi dan Sholeh (2005), terdapat tiga fase remaja meliputi fase remaja awal (12-14 tahun), remaja pertengahan (14-18 tahun), serta remaja akhir (18-21 tahun).

Pengkategorian usia subjek berada pada fase remaja akhir. Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui sebaran usia subjek berada dalam rentang 18-21 tahun. Sebagian besar subjek berusia 18 tahun (30.2%) dan rata-rata usia subjek penelitian yaitu 19.5 ± 1.2 tahun.

(26)

12

Uang saku merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga yang diberikan kepada anak untuk jangka waktu terntentu agar dapat memenuhi keperluan anak. Besar uang saku merupakan salah satu indikator sosial ekonomi keluarga. Sumber uang saku berasal dari orangtua. Berdasarkan tabel 1, sebagian besar subjek memiliki uang saku pada rentang Rp1 500 000-2 000 000 per bulan sebanyak 12 orang yaitu sekitar 27.9% subjek. Uang saku pada anak berkaitan dengan pendapatan orangtua. Penghasilan orangtua merupakan gaji yang diterima orangtua dalam jangka satu bulan. Tabel 1 menjelaskan bahwa 32.6% subjek memiliki pendapatan orangtua pada rentang lebih dari Rp1 500 0000 tiap bulannya.

Pengetahuan gizi

Pengetahuan gizi merupakan hasil dari melakukan penginderaan terhadap suatu objek. Pengeinderaan dapat terjadi melalui proses visual (penglihatan), pendengaran, penciuman, rasa serta raba. Semakin tinggi pengetahuan gizi seseorang akan berbanding lurus dengan kebiasaan makannya. Pengetahuan gizi juga dapat memberikan informasi untuk memilih pangan yang baik untuk kesehatan. Individu yang berpengetahuan baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya di dalam pemilihan pangan (Suhardjo 2003).

Performa penari sangat dipengaruhi oleh stamina mereka. Pemilihan makanan yang baik dapat menunjang performa penari. Penelitian mengungkapkan bahwa atlet yang memiliki pengetahuan gizi yang baik, berpengaruh terhadap perilaku makan yang mereka jalankan. Pengetahuan gizi yang baik dapat mempengaruhi perilaku gizi seorang Atlet. Azizi et al (2010) mengungkapkan bahwa pengetahuan gizi seorang Atlet di Iran berkorelasi positif dan signifikan terhadap perilaku gizi seorang atlet perempuan dengan koefisien korelasi masing- masing r= 0.424, p ≤ 0.01 dan r= 0.422, p ≤ 0.01.

Pengetahuan gizi subjek diukur dengan menggunakan kuesioner yang berisikan 20 pertanyaan mengenai makanan sehat dan berimbang, makanan sumber lemak, serta gangguan makan. Jawaban yang benar kemudian diberikan nilai satu dan yang salah diberikan nilai nol. Tabel 4 dibawah ini merupakan sebaran subjek berdasarkan pengetahuan gizi.

Tabel 4 Sebaran subjek berdasarkan pengetahuan gizi

Kategori Jumlah Persentase (%)

Kurang 3 7.0

Sedang 19 44.2

Baik 21 48.8

Total 43 100.0

Tabel 4 menunjukkan bahwa hampir separuh subjek memiliki pengetahuan gizi yang tergolong dalam kategori baik yaitu dengan skor persentase lebih dari 80%. Subjek yang memiliki pengetahuan gizi baik menurut Khomsan (2000) sebanyak 21 orang, atau sebanyak 48.8%. Nilai rata-rata pengetahuan gizi subjek juga berada dalam kategori baik yaitu sebesar 80.4 ± 12.9 salah satunya berkaitan dengan usia dan pendidikan yang sedang ditempuh subjek rata-rata sama. Faktor

(27)

13

pendidikan secara langsung dapat menentukan mudah atau tidaknya seseorang menerima dan menyerap pengetahuan baru. Hal lain yang dapat mempengaruhi pengetahuan gizi subjek adalah banyaknya informasi yang diperoleh oleh subjek terkait makanan sehat, makanan sumber lemak, serta gangguan makan yang mereka dapat dari berbagai media seperti internet, majalah, serta media informasi lainnya. Pemilihan makanan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan gizi. Menurut Devi (2012), pengetahuan gizi berhubungan langsung dengan pemilihan makanan untuk dikonsumsi. Pengetahuan tentang gizi dapat diperoleh secara internal (dari dalam dirinya sendiri) maupun eksternal (pengetahuan yang berasal dari orang lain).

Pengetahuan gizi terkait makanan penunjang serta makanan yang harus dihindari atau dibatasi subjek terkait dengan kegiatan mereka juga ditanyakan pada penelitian kali ini. Pengukuran ini dilakukan dengan memberikan kuesioner dengan pertanyaan terbuka dengan contoh pertanyaan apakah makanan yang harus dikonsumsi untuk menunjang aktifitas anda sebagai penari serta makanan apa saja yang harus dihindari atau tidak boleh dikonsumsi secara berlebihan sebagai penunjang aktifitas anda sebagai penari. Hasil yang didapat adalah sebagian besar subjek sudah memahami makanan apa saja yang harus dihindari dan makanan apa saja yang dibutuhkan untuk mendukung aktifitas dan kegiatan mereka sebagai penari. Lebih dari 50% subjek menjawab makanan yang dapat menunjang aktifitas sebagai penari adalah makanan dengan zat gizi yang berimbang, serta makanan yang harus dihindari atau dibatasi adalah makanan yang tinggi lemak seperti junk food dan gorengan.

Kebiasaan makan

Kebiasaan makan adalah cara individu atau kelompok individu memilih pangan apa yang akan dikonsumsi sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologi, dan sosial budaya. Kebiasaan makan merupakan istilah untuk menggambarkan perilaku yang berhubungan dengan makan dan makanan.

Kebiasaan makan merupakan hasil proses pembelajaraan sedari kecil. Kebiasaan makan dapat dipengaruhi oleh pengetahuan gizi, pendapatan, ketersediaan, dan lingkungan suatu individu.

Menurut Waluya (2007), remaja memiliki kebiasaan makan sering kali melewatkan sarapan pagi, mengonsumsi makanan tinggi lemak, menyukai makanan selingan, serta menyukai makanan tinggi kalori dan tinggi garam.

Pemilihan makanan berhubungan erat dengan kebiasaan makan. Data kebiasaan makan didapat menggunakan kuesioner FFQ (food frequency questionnaire).

Menurut Insel et al. (2004), Food Frequency Questionnaire (FFQ) berisikan seberapa sering subjek mengonsumsi suatu jenis atau kelompok makanan dalam jangka waktu sebulan terakhir. FFQ digunakan untuk melihat kebiasaan makan subjek terhadap suatu kelompok makanan. FFQ berisikan beberapa jenis bahan pangan, jangka waktu (hari, minggu, dan bulan), serta estimasi berat bahan pangan. Hasil dari data olahan FFQ ini berupa rata-rata frekuensi konsumsi makanan berlemak. Konsumsi makanan berlemak ini kemudian dikonversi menjadi kali makan per minggu. Dibawah ini merupakan tabel rata-rata frekuensi makan per minggu subjek

(28)

14

Tabel 5 Rata-rata frekuensi konsumsi makanan berlemak

Bahan pangan Rata-rata frekuensi (kali/minggu)

Susu 5.1

Kue manis 4.3

Ayam 4.2

Biscuit kemasan 3.4

Teh kemasan 3.3

Jus buah 3.2

Telur ayam 3.2

Gorengan 2.5

Keju 2.4

Daging sapi 2.3

Margarin 2.1

Cake 2.0

Sosis 1.9

Santan 1.4

Sari buah 1.3

Donat 1.2

Fried chicken 1.1

Nugget 1.1

French fries 1.0

Soft drink 0.8

Burger 0.6

Sandwich 0.4

Spageti 0.4

Alpukat 0.3

Daging kambing 0.3

Jeroan 0.3

Telur puyuh 0.3

Kebab 0.2

Hotdog 0.1

Telur bebek 0.1

Alkohol 0.0

Tabel 5 merupakan sebaran frekuensi konsumsi makanan berlemak pada subjek. Rata-rata frekuensi makanan berlemak sudah dikonversi kedalam satuan minggu. Makanan yang paling sering dikonsumsi oleh subjek adalah susu dengan frekuensi 5.1 kali per minggu, kue manis dengan frekuensi 4.3 kali per minggu, ayam dengan frekuensi 4.2 kali per minggu, biskuit dengan frekuensi 3.4 kali per minggu, dan teh kemasan dengan frekuensi 3.3 kali per minggu. Menurut Beck (2011), peningkatan konsumsi makanan tinggi gula dan lemak merupakan penyebab utama obesitas.

Perubahan kebiasaan makan dapat disebabkan oleh faktor pendidikan gizi dan kesehatan serta aktifitas. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kebiasaan makan adalah lingkungan budaya, lingkungan alam, serta populasi sekitar tempat tinggal. Remaja memiliki kebiasaan makan sering kali melewatkan sarapan, menyukai makanan selingan dan tinggi lemak, kalori dan garam, cendurung memilih jenis pangan dan rendahnya konsumsi buah dan sayur (Waluya 2007). Tabel 6 akan menunjukkan sebaran kebiasaan sarapan serta kebiasaan jajan pada subjek.

(29)

15

Tabel 6 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan sarapan dan kebiasaan jajan

Kebiasaan sarapan dan jajan Jumlah Persentase (%)

Kebiasaan sarapan

Ya 31 72.0

Tidak 12 28.0

Total 43 100.0

Kebiasaan jajan Ya Tidak

34 9

79.0 21.0

Total 43 100.0

Menurut Khomsan (2002), sarapan pagi adalah salah satu waktu makan yang sangat penting. Manfaat dari sarapan pagi adalah meningkatkan kadar gula darah yang berdampak positif terhadap produktivitas serta konsentrasi belajar.

Tabel 6 menjelaskan sebaran kebiasaan sarapan pada subjek. Sebagian besar subjek atau sekitar 72% subjek memiliki kebiasaan sarapan. Jam sarapan tiap subjek pun umumnya beragam mulai dari pukul 07.00 hingga pukul 09.00 pagi.

Menurut Sakamaki et al. (2005), subjek yang memiliki kebiasaan tidak sarapan pagi rata-rata memiliki status gizi yang kurang. Pada penilitian kali ini, sebagian besar subjek memiliki status gizi dan kebiasaan sarapan yang baik. Kebiasaan lain yang dimiliki oleh remaja yaitu jajan.

Makanan jajanan merupakan makanan atau minuman yang disajikan dalam wadah penjualan di pinggir jalan, di tempat umum, atau tempat lain dan sudah disiapkan dan dimasak di tempat produksi atau di tempat jualan. Makanan yang sering dikonsumsi oleh berbagai kalangan usia. Makanan jajanan merupakan makanan diluar waktu makan utama. Makanan jajanan digolongkan menjadi tiga yaitu makanan jajanan berbentuk pangan seperti kue kecil dan gorengan, makanan jajanan yang diporsikan seperti bakso, mie ayam dan nasi goreng. Jenis makanan jajanan yang terakhir adalah minuman seperti es krim, es campur, jus, dan sebagainya. Sebanyak 79% subjek memiliki kebiasaan jajan. Alasan subjek lebih memilih makanan jajan adalah lebih praktis dan lebih mudah untuk dibawa.

Makanan jajanan yang sering mereka konsumsi antara lain gorengan, batagor, roti, susu, serta biskuit kemasan. Hal ini sejalan dengan hasil kebiasaan makan yang telah dihitung menggunakan FFQ yaitu frekuensi konsumsi makanan berlemak terbanyak salah satunya adalah susu serta biskuit kemasan.

Gangguan makan

Gangguan makan digambarkan sebagai gangguan berat dalam perilaku makan dan perhatian yang berlebihan mengenai berat dan bentuk badan.

Gangguan makan sering dihubungkan dengan makanan, pola makan, dan berat badan. Menurut DSM-IV (2000), secara spesifik gangguan makan adalah sekelompok kondisi yang ditandai oleh perhatian yang berlebihan terhadap berat serta bentuk badan. Kondisi seperti ini berhubungan dengan kelainan dalam perilaku makan dalam mengendalikan berat badan.

Penari berperan sebagai atlet berada dalam tekanan yang cukup kuat untuk mempertahankan berat badan mereka. Hal ini penting dilakukan agar penari dapat mempertahankan performa mereka. Tekanan ini yang kemudian menyebakan penari melakukan diet ketat tanpa memperhatikan asupan zat gizi mereka.

(30)

16

Penderita gangguan makan biasanya adalah individu yang cenderung memiliki kepercayaan diri yang rendah. Penari sangat rentan mengalami gangguan makan.

Menuru Mc-Gehee et al. (2009) penari dan color guard memiliki prevalensi terbesar mengalami gangguan makan sebesar 20%. Penari sering mengkonsumsi obat pencahar agar berat badan mereka tetap terjaga dengan prevalensi sebesar 26.3%. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan diri yang kurang dan berkaitan dengan performa. Peraturan yang ketat terkait berat badan membuat mereka sangat menjaga bentuk badannya. Menurut Smolin dan Grosvenor (2010), gangguan makan lebih sering terjadi pada atlet wanita dibandingkan dengan atlet laki-laki. Menurut DSM-IV (Diagnostic and statistical manual of mental disorders), gangguan makan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu anoreksia nervosa, bulimia nervosa, dan EDNOS (eating disorders not specified) atau gangguan makan yang tidak terspesifikasi.

Menurut Yulia et al. (2014), gangguan makan pada atlet seharusnya tidak terjadi apabila para atlet memiliki pengetahuan gizi yang baik. Pengetahuan gizi yang baik mendorong atlet dalam memilih makanan yang baik bagi tubuhnya.

Pengetahuan gizi seorang atlet di Iran berkorelasi positif dan signifikan terhadap perilaku gizi seorang atlet dengan r=0.424 dan p<0.01. Menurut Anderson (2004), resiko gangguan makan pada penari dapat diidentifikasi dengan menggunakan EAT-26. EAT-26 adalah instrumen yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi individu yang memiliki kecenderungan gangguan dalam berperilaku makan dan memiliki penanganan yang lebih lanjut. Sistem penilaian dari EAT-26 ini adalah skoring. Subjek yang memiliki total skor diatas 20 dapat dikategorikan sebagai subjek yang berisiko. Tabel 7 dibawah ini menunjukkan sebaran subjek dengan resiko gangguan makan.

Tabel 7 Sebaran subjek berdasarkan gangguan makan

Kategori Jumlah Persentase (%)

Tidak berisiko 35 81.4

Berisiko 8 18.6

Total 43 100.0

Berdasarkan Tabel 7, sekitar 81.4% subjek tidak berisiko mengalami gangguan makan. Hal ini dilihat dari hasil skor penilaian EAT-26 dibawah 20.

Subjek memiliki rata-rata skor EAT-26 sebesar 14.4 ± 9.9 dan masih tergolong kategori tidak berisiko. Sekitar 18.6% subjek berisiko mengalami gangguan makan. Hal ini dilihat dari skor EAT-26 yang lebih dari 20. Rata-rata subjek yang berisiko mengalami gangguan makan adalah subjek dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang tergolong lebih. Menurut Sakamoto et al. (2005), gangguan makan banyak berkembang pada remaja perempuan.

Hasil uji gangguan makan kali ini didapatkan sebanyak delapan orang mengalami gangguan makan. Subjek yang mengalami gangguan makan memiliki hasil skor uji yang tinggi yaitu lebih dari 20. Skor tersebut kemudian dianalisis lebih lanjut dengan pernyataan mana yang memiliki sumbangan skor terbesar diantara delapan subjek tersebut. Instrumen kuesioner EAT-26 terdiri dari tiga subskala. Ketiga subskala pada instrumen EAT-26 yaitu dieting, bulimia and food preoccupation, serta oral control. Skor maksimal pada setiap pernyataan adalah tiga. Rata-rata skor pada subjek yang berisiko yang berisiko mengalami gangguan

(31)

17

makan yaitu 0.6 pada subskala dieting, 0.5 pada subskala bulimia and food preoccupation, dan 0.6 pada subskala oral control. Hal ini menunjukan bahwa bahwa pada subjek yang berisiko gangguan makan memiliki kecenderungan untuk membatasi asupan makanan atau menginginkan untuk lebih kurus. Total skor instrumen EAT-26 per butir pertanyaan pada subjek yang berisiko mengalami gangguan makan dapat dilihat pada Lampiran 6.

Indeks Massa Tubuh

Indeks massa tubuh adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) individu. Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan membagi berat badan (BB) dengan tinggi badan dalam meter (TB) dikuadratkan. Penilaian antropometri digunakan pada remaja dalam konteks yang berhubungan dengan status gizi dan kesehatan. Indeks Massa Tubuh (IMT) direkomendasikan sebagai dasar indikator antropometri untuk kekurusan (thinness) dan gemuk pada masa remaja (Riyadi 2001). Status gizi merupakan keadaan tubuh seseorang atau sekelompok orang sebagai akibat dari konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan. Penilaian status gizi dapat ditentukan dengan berbagai cara, diantaranya secara antropometri, biologi, klinis, dan konsumsi pangan (Gibson 2005). Tabel 8 merupakan sebaran subjek berdasarkan IMT.

Tabel 8 Sebaran subjek berdasarkan Indeks Massa Tubuh

IMT Jumlah Persentase (%)

Kurang 7 16.3

Normal 26 60.5

Lebih 0 0.0

Berisiko obesitas 4 9.3

Obesitas 1 5 11.6

Obesitas II 1 2.3

Total 43 100.0

Berdasarkan tabel 8 subjek memiliki Indeks Massa Tubuh dalam kategori normal. Cut off yang digunakan adalah cut off Asia Pasifik tahun 2006. Rata-rata IMT subjek adalah 21.2 ± 3.4 dimana masih tergolong normal. Penelitian Silva dan Bonorino (2008) menyatakan bahwa sebanyak 78.4% penari kontemporer memiliki status gizi normal dengan rata-rata IMT 20.2 kg/m2. Namun Özgen dan Kısac (2008) menyatakan bahwa sebanyak 72.2% penari khususnya balet memiliki nilai IMT < 18.5 kg/m2 yang menunjukan status gizi underweight yang menunjukan kerentanan pada penari terhadap masalah gizi kurang.

Lingkar pinggang

Pengukuran lingkar pinggang merupakan pengukuran antropometri yang lebih akurat untuk melihat kemungkinan obesitas sentral yang dialami oleh subjek. Pengukuran ini dapat melihat timbunan lemak yang berada pada daerah perut. untuk mengukur kegumukan pada perut atau mengukur obesitas sentral.

Menurut WHO (2008), lingkar pinggang pada wanita dikatakan normal apabila

(32)

18

<80 cm dan dikatakan obesitas abdominal jika lingkar pinggang >80 cm. Tabel 9 akan menunjukkan sebaran subjek berdasarkan lingkar pinggang.

Tabel 9 Sebaran subjek berdasarkan lingkar pinggang

Lingkar pinggang Jumlah Persentase

Normal 41 95.3

Obesitas abdominal 2 4.7

Total 43 100.0

Pengukuran lingkar pinggang dapat digunakan untuk memperkirakan resiko penyakit, kelebihan lemak dalam tubuh dan dapat menjadi indikator yang kurang sensitif terhadap kebugaran di kalangan remaja (Kuriyan R et al 2011).

Lingkar pinggang memberikan pengukuran yang sederhana terhadap kegemukan sentral (Wells & Fewtrell 2006). Sebagian besar orang Asia menggunakan nilai lingkar pinggang ≥90.0 cm untuk laki-laki dan ≥80.0 cm perempuan untuk menunjukkan adanya obeseitas abdominal (WHO 2008). Tabel 9 menunjukkan bahwa hampir seluruh subjek (95.3%) memiliki lingkar pinggang yang normal.

Rata-rata lingkar pinggang subjek sebesar 70.3 ± 7.5 cm yang dikategorikan normal. Dua orang subjek mengalami obesitas abdominal.

Jenis kelamin merupakan faktor yang dapat mempengaruhi lingkar pinggang subjek. Penelitian Jati (2014) mengenai perbedaan asupan lemak, lingkar pinggang dan persentase lemak tubuh pada wanita dislipidemia dan non dislipidemia menunjukkan bahwa terdapat perbedaan lingkar pinggang dan persentase lemak tubuh pada wanita dewasa yang mengalami dislipidemia dan nondislipidemia. Asupan serat serta makanan sumber lemak berhubungan dengan lingkar pinggang serta persen lemak tubuh pada responden.

Rasio lingkar pinggang dan pinggul (RLPP)

Rasio lingkar pinggang dan lingkar pinggul (RLPP) merupakan perbandingan ukuran lingkar pinggang dan pinggul. RLPP menggambarkan proporsi lemak yang ada di daerah pinggang-pinggul. Pengukuran RLPP dapat menggambarkan proporsi lemak tubuh yang terdapat pada area pinggang – pinggul, sehingga pengukuran ini dapat dijadikan parameter dalam pengukuran lemak tubuh ketika tidak terdapat cara pengukuran yang lain khususnya untuk remaja dan anak - anak (Magalhaes et al. 2014).

Pengukuran rasio lingkar pinggang dan pinggul dapat menggambarkan distribusi lemak dalam tubuh khususnya timbunan lemak di rongga perut. Lemak yang tersimpan pada bagian tengah perut (bentuk apel) memiliki resiko kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan lemak yang tersimpan di area pinggul dan paha.

Resiko kesehatan yang mungkin terjadi adalah resiko penyakit kardiovaskuler dan penyakit diabetes mellitus.

Rasio lingkar pinggang dan pinggung pada perempuan yaitu sebesar

<0.85cm untuk kategori normal dan ≥0.85cm untuk kategori berisiko penyakit kardiovaskular (WHO 2008). Cara perhitungan RLPP adalah lingkar pinggang dibagi dengan lingkar pinggul. Kategori normal RLPP pada perempuan yaitu

<0.85 cm dan dikatakan obese jika >0.85 cm. Tabel 10 menunjukkan sebaran subjek berdasarkan rasio lingkar pinggang dan pinggul.

(33)

19

Tabel 10 Sebaran subjek berdasarkan rasio lingkar pinggang dan pinggul

RLPP Jumlah Persentase

Normal 37 86.0

Obesitas abdominal 6 14.0

Total 43 100.0

Tabel 10 menunjukkan sebaran subjek berdasarkan rasio lingkar pinggang dan pinggul. Sebanyak 86% subjek memiliki rasio lingkar pinggang dan pinggul dalam kategori normal. Rata-rata rasio lingkar pinggang dan pinggul subjek adalah 0.8 ± 0.1 dan masih dalam kategori normal.

Persen lemak tubuh

Persen lemak tubuh seseorang adalah total massa lemak dibagi dengan total berat badan. Lemak tubuh terdiri atas lemak tubuh esensial dan simpanan lemak tubuh. Persentase lemak tubuh essensial pada perempuan lebih besar dibanding pada laki-laki, untuk kebutuhan dalam melahirkan dan fungsi hormon lain (Fahey et al. 2010). Persentase lemak tubuh juga dapat digunakan untuk mengestimasi status gizi seseorang. Menurut Brooks (2007), pengukuran IMT dan persentase lemak tubuh merupakan pengukuran yang valid untuk memprediksi status gizi seseorang.

Persentase lemak tubuh akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini disebabkan karena berkurangnya aktifitas fisik yang dilakukan.

Menurut Fahey et al. (2010), persentase lemak tubuh pada perempuan lebih besar dibandingkan pada laki-laki untuk kebutuhan dalam melahirkan dan fungsi hormon lain. Persentase lemak tubuh pada laki-laki dan perempuan memiliki kategori yang berbeda. Menurut Jebb (2004), persen lemak tubuh healthy pada perempuan yaitu 16%-29%. Pengukuran persen lemak tubuh menggunakan Body Impedance Analyzer. Hasil yang keluar pada alat pengukur lemak digital berupa persentase lemak secara langsung. Tabel 11 menjelaskan sebaran subjek berdasarkan persen lemak tubuh.

Tabel 11 Sebaran subjek berdasarkan persen lemak tubuh

Kategori Jumlah Persentase (%)

Rendah 0 0.0

Normal 32 74.4

Lebih 11 25.6

Total 43 100.0

Berdasarkan Tabel 11, sebagian besar subjek memiliki persen lemak tubuh normal sebanyak 74.4%. Rata-rata subjek memiliki persen lemak tubuh sebesar 26.0 ± 4.3 yang dikategorikan normal. Nilai rata-rata persen lemak tubuh dalam kategori normal salah satunya berkaitan dengan usia mahasiswa yang masih dalam kategori remaja, dimana masih aktif melakukan berbagai beraktifitas.

Penelitian Edita stokic, et al. (2005) mengungkapkan bahwa secara signifikan penari memiliki IMT dan persen lemak tubuh yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (IMT, p= 0.00066 dan persen lemak tubuh, p = 0.00012). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian ini yang menunjukkan lebih dari 70% subjek

(34)

20

memiliki persen lemak tubuh yang normal. Menurut Pribis et al. (2010), terdapat hubungan signifikan antara persen lemak tubuh dengan aktifitas fisik responden.

Hal ini sejalan dengan penelitian kali ini karena ditunjukkan dengan subjek yang aktif melakukan kegiatan menari memiliki persen lemak yang normal. Persen lemak tubuh pada perempuan cenderung lebih tinggi dikarenakan perempuan memiliki jaringan adiposa essensial yang lebih tinggi. Perempuan juga memiliki distribusi lemak pada bagian perifer (pinggul) pada masa dewasa awal.

Hubungan pengetahuan gizi dengan kebiasaan makan

Pengetahuan gizi dalam penelitian ini meliputi pengetahuan gizi terkait makanan sehat dan berimbang, makanan sumber lemak, serta gangguan makan.

Pengukuran pengetahuan gizi subjek menggunakan kuesioner yang berisikan 20 pertanyaan yang mencakup tiga bahasan tersebut. Kebiasaan makan dalam penelitian kali ini menggunakan kuesioner FFQ. Data hasil FFQ merupakan frekuensi rata-rata kali makan per minggu pada subjek. Hasil analisis uji hubungan spearman menunjukan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi dengan kebiasaan makan (p=0.315). Hal ini menandakan pengetahuan gizi yang baik belum tentu diikuti dengan kebiasaan makan yang baik pula. Tidak adanya hubungan antara pengetahuan gizi dengan kebiasaan makan subjek disebabkan karena perilaku subjek tidak didasarkan oleh pengetahuan subjek.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Florida (2013) yang menyatakan bahwa tidak adanya hubungan pengetahuan gizi dengan kebiasaan makan subjek.

Penelitian Florida (2013) juga menganalisis tentang hubungan pengetahuan gizi dan kebiasaan makan pada penari di Universitas Pennyslavia California. Tidak adanya hubungan pada penelitian kali ini karena subjek tidak menerapkan pengetahuan yang dimilikinya. Akan tetapi, penelitian ini tidak sejalan dengan studi penelitian Spronk et al. (2011) mengenai hubungan pengetahuan gizi dengan asupan makanan menunjukkan bahwa adanya hubungan positif antara pengetahuan gizi dengan asupan makanan.

Pengukuran pengetahuan gizi dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang mencakup konsep dasar pengetahuan gizi mengenai fungsi, pemilihan makanan, serta penyakit terkait gizi. Asupan makanan yang mempunyai hubungan positif dengan pengetahuan gizi adalah konsumsi buah dan sayur. Pengetahuan gizi yang baik berhubungan pula dengan status kesehatan yang baik. Pada penelitian ini menunjukkan responden dengan kesehatan yang tidak baik berhubungan langsung dengan pengetahuan gizi yang kurang.

Penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian Shepherd dan Towler (2007) mengenai pengatahuan gizi dengan asupan lemak menunjukkan hasil bahwa adanya korelasi signifikan antara pengetahuan gizi dengan asupan lemak seperti daging (P=0.49) dan makanan gorengan (P=0.39). Pengetahuan gizi yang kurang berhubungan langsung dengan konsumsi lemak pada responden.

Hubungan status antropometri dengan persen lemak tubuh

Status antropometri yang digunakan pada uji korelasi kali ini adalah Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar pinggang (LP), serta rasio lingkar pinggang

(35)

21

dan pinggul (RLPP). Uji korelasi yang digunakan adalah uji Spearman dikarenakan sebaran data tidak normal. Uji pertama dilakukan pada IMT dengan persen lemak tubuh dan didapatkan hasil berupa terdapat hubungan signifikan antara IMT dengan persen lemak tubuh (p= 0.000). Subjek dengan IMT yang lebih tinggi cenderung memiliki persen lemak tubuh yang tinggi pula akibat adanya simpanan cadangan lemak. Tabel 12 menjelaskan rata-rata persen lemak tubuh subjek berdasarkan IMT. Rata- rata persen lemak tubuh pada subjek yang memiliki IMT normal adalah 23.9±2.9. Rata-rata persen lemak tubuh subjek yang memiliki IMT lebih adalah 30.1±4.0. Rata-rata subjek dengan IMT lebih cenderung ebih tinggi dibandingkan dengan subjek dengan IMT normal. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang meneliti tentang hubungan indeks massa tubuh dan persen lemak tubuh, salah satunya yaitu penelitian Ruhl et al.

(2007) yang menunjukkan persen lemak tubuh berhubungan dengan indeks massa tubuh (IMT) pada perempuan. Subjek yang memiliki IMT tinggi biasanya memiliki persen lemak tubuh yang lebih tinggi pula. Penelitian ini sejalan pula dengan Handayani et al. (2013) yaitu terdapat hubungan antara status gizi IMT/U dengan persen lemak tubuh.

Tabel 12 Rata-rata persen lemak tubuh subjek berdasarkan IMT

IMT Persen Lemak Tubuh r

(p value)

Normal 23.9±2.9 0.820

Lebih 30.1±4.0 (p<0.001)

Lingkar pinggang adalah pengukuran antropometri yang akurat untuk melihat kemungkinan adanya obesitas sentral pada subjek. Terdapat hubungan yang signifikan antara lingkar pinggang dengan persen lemak tubuh pada subjek (p=0.000, r=0.696). Rata-rata persen lemak tubuh subjek dengan obesitas abdominal lebih besar dibandingkan dengan subjek dengan lingkar pinggang normal. Hasil ini sesuai dengan penelitian Yang et.al (2006) pada perempuan usia 20-45 tahun di China yang menyatakan bahwa lingkar pinggang berkorelasi positif dengan persen lemak tubuh. Hubungan lingkar pinggang dan persen lemak tubuh signifikan dikarenakan semakin tinggi ukuran lingkar pinggang subjek, persen lemak tubuh pun semakin meningkat. Hal ini dijelaskan pada tabel 13 dibawah ini.

Tabel 13 Rata-rata persen lemak tubuh subjek berdasarkan lingkar pinggang

Lingkar Pinggang Persen Lemak Tubuh r

(p value)

Normal 26.0±3.9 0.696

Obesitas Abdominal 35.4±2.9 (p<0.001)

Uji korelasi dilakukan pula untuk melihat hubungan antara RLPP dengan persen lemak tubuh subjek. Hasil uji korelasi spearman menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara RLPP dengan persen lemak tubuh pada subjek (p= 0.257). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Yang et al. (2006) yang menyatakan bahwa RLPP berkorelasi positif dengan persen lemak tubuh.

Persentase subjek yang memiliki lingkar pinggang normal dan memiliki persen

Referensi

Dokumen terkait

Pasangan grooming yang melibatkan individu dewasa terlihat melaku- kan grooming sebagian besar pada saat setelah atau di sela-sela aktivitas makan, sedangkan grooming yang

Kesimpulan dari penelitian ini adalah teknik morphing ekpresi dapat digunakan untuk mempermudah pembuatan ekspresi pada film animasi 3D tentang iklan layanan masyarakat

Dengan dimulainya Dubai ini, Timur Tengah akan menjadi pusat dunia baru, apabila Negara lain di Timur Tengah mengikuti jejak Dubai dalam pembangunan besar – besaran. Tidak

Berdasarkan Berita Acara Hasil Pelelangan Nomor : 07 /BA/POKJA-IV/ULP-PAS/2017 tanggal 4 April 2017 tentang Pekerjaan Pengadaan Pipa dan Accesories Sambungan Rumah MBR Tahun

Al Iqtishad: Jurnal Ilmu Ekonomi Syariah (Journal of Islamic Economics) is a peer-reviewed journal published by State Islamic University (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Ignacio (2010) dengan judul “A Contrastive Analysis of The Use of Modal Verbs in Expression of Epistemic Stance in Business Management”. Tujuan dari penelitian Ignacio

Pertama, menurut dari pada sifat pengenaan dan tarif pajak atas jasa penghasilan dari usaha jasa konstruksi menetapkan bahwa atas penghasilan wajib pajak dan bentuk

Peran dan keberadaan pengawas semakin diperlukan tidak hanya untuk memberikan bimbingan, bantuan dan pembinaan kepada guru untuk meningkatkan kinerja dalam