• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengendalian Kualitas Pintu Jati Tipe II pada Proses Produksi di CV/PK ABC dengan Metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Analisis Pengendalian Kualitas Pintu Jati Tipe II pada Proses Produksi di CV/PK ABC dengan Metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Pengendalian Kualitas Pintu Jati Tipe II pada Proses Produksi di CV/PK ABC dengan Metode

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

1Yessy Eka Puspita Sari, 2Aidah Khansa Fahniar, 3Destya Pramesti Shafa Syachputri, 4Muhammad Adnan Maulana

1,2,3,4Departemen Teknik Industri, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

1yessyeka.adrk@gmail.com, 2aidakhansa.adrk@gmail.com, 3destyashafa.adrk@gmail.com, 4adnanmaulana.adrk@gmail.com

Abstrak—Penting bagi suatu perusahaan menjaga kualitas pada setiap produknya demi memenangkan persaingan di pasar. Adapun untuk menghindari terjadinya produk yang tidak sesuai spesifikasi adalah dengan cara pengendalian kualitas. CV/PK ABC merupakan perusahaan yang bergerak di pengolahan kayu jati menjadi produk akhir seperti pintu, kusen, jendela, dan berbagai macam furniture lainnya. Selama ini, CV/PK ABC melakukan kontrol kualitas dengan memperbaiki penyebab defect secara teknis langsung saat defect telah terjadi, sedangkan perlu dilakukan tindakan pencegahan untuk meminimalkan defect dan meningkatkan kualitas. Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis penyebab dan akibat suatu kegagalan sehingga dapat dilakukan perbaikan di proses produksi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk melakukan analisis penyebab dan akibat terjadinya suatu kegagalan pada produksi pintu jati tipe II. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan observasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh bahwa kegagalan dengan nilai tertinggi terjadi pada kesalahan pemilihan part rangka kayu. Oleh karena itu, diperlukan adanya proses perbaikan sistem untuk mengurangi terjadinya kegagalan tersebut.

Kata Kunci—FMEA, Pengendalian Kualitas, pintu jati tipe II, defect

I. PENDAHULUAN

Sektor industri merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan di Indonesia. Kemajuan dunia usaha dengan persaingan yang semakin ketat, kompleks, dan inovatif menuntut para pelaku usaha mengelola usahanya secara efektif dan efisien agar dapat memenangkan persaingan dan bertahan di tengah persaingan. Cara yang dapat dilakukan untuk memenangkan persaingan antara lain: (1) harga, (2) diferensiasi produk atau jasa, (3) fleksibilitas, (4) waktu pengiriman. Oleh karena itu, aspek kualitas merupakan salah satu faktor terpenting untuk mendirikan dan mempertahankan suatu usaha. Penting di dalam sebuah perusahaan untuk melakukan standarisasi kualitas dari setiap produknya agar setiap produk yang dilepas ke pasaran untuk konsumen adalah dengan kualitas produk yang terbaik dan tidak ada defect [1]. Untuk menghindari terjadinya produk yang tidak diinginkan dalam proses produksi adalah dengan cara pengendalian kualitas. Pengendalian Kualitas merupakan usaha untuk mempertahankan kualitas dari barang/jasa yang dihasilkan agar sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan berdasarkan kebijakan perusahaan [2].

CV/PK ABC merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan kayu hingga menjadi produk akhir seperti pintu, kusen, jendela, dan berbagai macam furniture. Perusahaan ini bergerak dalam produksi produk olahan kayu berkualitas tinggi dengan mayoritas konsumen kalangan menengah ke atas. Perusahaan telah melakukan kontrol kualitas dengan baik dalam setiap proses produksi, dimulai dari proses pemilihan bahan baku hingga finishing. Namun, pengendalian kualitas ini hanya dilakukan dengan memperbaiki penyebab defect secara teknis oleh pengawas secara langsung saat defect itu terjadi. Sedangkan, perlu dilakukan pengendalian kualitas produk sebagai tindakan pencegahan dengan menganalisis penyebab terjadinya defect sehingga dapat mengurangi angka defect secara signifikan melalui perbaikan sistem manajemen kualitas. Salah satu cara untuk mengetahui permasalahan dengan mengidentifikasi faktor penyebab terjadinya kegagalan dan efek yang ditimbulkan akibat kegagalan adalah dengan menggunakan metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis). Seperti yang ada pada penelitian Kusmiasih (2006) yang juga menggunakan FMEA terkait penyebab dan akibat kegagalan potensial pada produk Bedside Cabinet 73017 di PT. Mega Andalan Kalasan beserta usulan perbaikan yang perlu disegerakan [3]. Oleh karena itu, dilakukanlah penelitian terkait pengendalian kualitas mengenai “ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS PINTU JATI TIPE II PADA PROSES PRODUKSI DI CV/PK ABC DENGAN METODE FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA)”

II. METODE PENELITIAN

Dalam pelaksanaan kegiatan PKL ini, digunakan dua metode pengambilan data, yaitu sebagai berikut.

(2)

A. Metode Penelitian Kepustakaan

Metode yang digunakan dalam mendapatkan data dengan jalan studi literatur di perpustakaan serta dengan membaca sumber- sumber data informasi lainnya yang berhubungan dengan pembahasan. Sehingga dengan penelitian kepustakaan ini, permasalahan yang dibahas dapat diselesaikan dengan teori yang ada.

B. Metode Penelitian Lapangan (Field Research)

Metode ini digunakan dalam pengumpulan data, dimana penyelidik secara langsung terjun pada proyek penelitian, sedangkan cara lain yang dipakai dalam Field Research ini adalah:

1) Interview, yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandasakan tujuan penyelidikan [4]. Hal ini dapat dilakukan kepada pihak laboratorium dan bagian quality control.

2) Observasi, yaitu suatu metode pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala yang diteliti [5]. Metode ini digunakan untuk mengetahui pelaksanaan proses produksi dan quality control.

3) Dokumentasi, yaitu metode pengumpulan data dengan cara mencatat data-data yang dimiliki oleh perusahaan, maupun pengambilan foto/gambar yang dapat diambil untuk dokumentasi pelengkap data penelitian.

Adapun langkah-langkah penelitian yang dilakukan pada CV/PK ABC terdiri dari studi lapangan, studi pustaka, identifikasi masalah, perumusan masalah, penetapan tujuan penelitian, pengumpulan data, pengolahan data, analisis dan pembahasan, serta kesimpulan dan saran. Langkah-langkah penelitian tersebut digambarkan dalam diagram alir sebagai berikut.

Gambar 5. Diagram Alir Langkah-Langkah Penelitian

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini data yang digunakan adalah data primer yang berasal dari hasil observasi selama 15 hari pengamatan di CV/PK ABC pada bulan Februari 2022 terhadap produk pintu jati tipe II yang defect dari perusahaan tersebut. Dari hasil pengamatan, teridentifikasi jenis cacat pada produk pintu jati tipe II berupa jenis cacat atribut. Untuk jenis cacat atribut dari produk pintu jati yang teridentifikasi yaitu ada celah antar sambungan, warna kayu tidak selaras, permukaan tidak halus, dan ada mata kayu. Gambar defect pada produk pintu jati tipe II ditunjukkan pada gambar berikut.

(3)

(a) (b) (c) (d)

Gambar 6. Jenis Defect; (a) Defect Ada Celah Antar Sambungan, (b) Defect Warna Kayu Tidak Selaras, (c) Defect Permukaan Tidak Halus, (d) Defect Ada Mata Kayu

Dari data yang telah didapatkan, selanjutnya dilakukan pengolahan data menggunakan diagram pareto sebagai berikut.

Gambar 7. Diagram Pareto Jenis Defect Pintu Jati Tipe II

Didapatkan hasil dari diagram pareto diatas bahwa defect yang dominan terjadi yaitu adanya celah antar sambungan kayu dengan presentasi sebesar 40,4%, selanjutnya defect warna kayu tidak selaras 26,6%, defect permukaan tidak halus dengan presentase sebesar 22%, dan defect adanya mata kayu sebesar 11%.

Proses produksi dan pengendalian kualitas yang dilakukan oleh CV/PK ABC dimulai dari pemilihan bahan baku hingga controlling pada proses finishing dan finished goods. Dari proses produksi yang dilakukan, selanjutnya diidentifikasi terhadap proses, subproses, dan kode proses. Setelah dilakukan identifikasi, kemudian dilakukan analisis dan evaluasi dengan metode failure mode and effect analysis (FMEA). Alasan metode FMEA digunakan pada penelitian ini adalah untuk memperoleh analisis permasalahan dari identifikasi penyebab dan risiko kegagalan yang menghasilkan hubungan antara penyebab serta efek dari suatu kegagalan. Selain itu perusahaan juga ingin mengkaji lebih dalam terkait efek dan akibat potensial yang terjadi serta mengetahui prioritas perbaikan yang dapat segera dilakukan. Adapun proses produksi pintu jati tipe II di CV/PK ABC adalah sebagai berikut.

(4)

Penentuan Raw Material Kayu Jati

Bulat

Start

Proses pembelahan kayu jati bulat

Pemotongan panjang kayu

Pemotongan sisi samping kayu

Proses joint pembentukan sisi

siku kayu

Proses planer penyamarataan ketebalan kayu

Proses pembentukan pola permukaan pintu

Proses pembentukan sambungan pada

rangka pintu

Proses pembuatan lis pintu

Proses perakitan pintu

Proses finishing

End

Gambar 8. Flowchart Proses Produksi Pintu Jati di CV/PK ABC

Dari proses produksi yang dilakukan, selanjutnya diidentifikasi terhadap proses, subproses, dan kode proses. Setelah dilakukan identifikasi, kemudian dilakukan analisis dan evaluasi dengan metode failure mode and effect analysis (FMEA). Dalam penyusunan FMEA dapat dilakukan penilaian dengan perhitungan Risk Priority Number (RPN), yang terdiri atas 3 faktor yaitu severity (S), occurrance (O), dan detection (D). Setelah didapatkan nilai tiap faktor maka dihitung nilai RPN dengan rumus sebagai berikut.

RPN = severity x occurance x detection

(5)

Berdasarkan hasil wawancara didapatkan penilaian FMEA pada CV/PK ABC pada tabel berikut.

TABELI. PENILAIAN FMEA PADA PROSES PRODUKSI DI CV/PKABC

Potential failure mode Kode Proses

Potential Effects S Pontential Causes O Currenct Process Control

D RPN

Kesalahan pemilihan jenis kayu

P1.1 Kualitas kayu tidak sesuai dengan warna, corak, banyaknya mata kayu, serat, dan kekuatan yang diinginkan

8 Ketidaktelitian pekerja dalam inspeksi

pemilihan kayu

3 Pemilihan jenis kayu sesuai tanda kualitas tertera di badan kayu

3 72

Kesalahan pemilihan ukuran kayu

P1.2 Volume rendemen kayu kurang dari 60% dari volume kayu bulat

7 Ketidaktelitian pekerja dalam inspeksi

pemilihan ukuran kayu

3 Pemilihan ukuran kayu sesuai ukuran yang tertera di badan kayu

3 63

Kesalahan penentuan arah belah untuk meminimalkan cacat kayu

P2.1 Rendemen kayu dibawah kebutuhan produksi

8 Kesalahan dalam memprediksi cacat kayu

5 Pemilik usaha

melakukan penentuan arah belah

6 240

Kesalahan penentuan ukuran kayu gergajian

P2.2 Ukuran kayu

gergajian tidak presisi (diluar toleransi dimensi

±1 cm)

3 Ketidaktelitian pekerja dalam menentukan ukuran

3 Pengukuran ketebalan dilakukan dengan meteran

4 36

Kesalahan dalam penggunaan pisau gergaji

P2.2 Hasil potongan tidak halus (bekas gergaji nampak jelas)

2 Kesalahan dalam persiapan pisau gergaji

1 Gergaji yang akan digunakan harus diasah

2 4

Kesalahan dalam pengukuran kayu gergajian (pxl)

P3.1 Ukuran kayu

gergajian tidak presisi (diluar toleransi dimensi -0mm dan +2mm)

5 Ketidaktelitian pekerja dalam pengukuran

4 Memeriksa dimensi

kayu sesuai

spesifikasi menggunakan meteran

3 60

Kesalahan dalam pengukuran dimensi ketebalan kayu

5 4 3 60

Kesalahan dalam proses pemotongan kayu gergajian

P3.2 Hasil potongan tidak halus dengan adanya bekas gergajian yang sangat nampak dan

ada defect

potongan

4 - Pisau potong yang kurang tajam - Kecepatan gerak memotong operator tidak konstan

3 - Memastikan

kondisi pisau potong dalam kondisi tajam sebelum digunakan - Menggunakan alat bantu yang menjaga konsistensi

3 36

Pembentukan sudut siku tidak presisi (sudut

P4.2 Timbulnya celah antar sambungan

6 Kesalahan dan ketidaktelitian

2 Memastikan sudut terbentuk dengan baik

5 60

(6)

Potential failure mode Kode Proses

Potential Effects S Pontential Causes O Currenct Process Control

D RPN

seharusnya = 90°) pekerja dalam

proses joint Pengukuran pada proses

planer tidak presisi (toleransi flatness kayu gergajian

= ±2mm)

P5.1 Terjadi perbedaan ketebalan

permukaan (flatness)

6 Kesalahan penentuan ukuran pada mesin

3 Memastikan mesin sudah ter-set-up dengan baik

7 126

Kecepatan gerak kayu saat di mesin tidak konsisten

Timbul bekas gergajian pada permukaan kayu yang sangat nampak

4 Kesalahan pekerja dalam

menggerakkan

kayu yang

melewati mesin

2 Memastikan gerak kayu melewati mesin adalah konstan

5 40

Bentuk pola dan profil tidak presisi

P6.1 Timbul defect pada bentuk pola permukaan kayu

9 Kesalahan dalam proses di mesin spindle moulder

4 Memastikan mesin spindle moulder ter- set-up dengan baik

7 252

Pembentukan

sambungan tidak presisi

P7.1 Kayu tidak bisa disambungkan dengan baik

9 Kesalahan dalam proses di mesin single N Tenoner dan Mortisil Chisel

3 Memastikan kedua mesin ter-set-up dengan baik

7 189

Kesalahan pemilihan part rangka kayu

P8.1 Timbulnya

perbedaan warna dan/atau arah serat kayu

8 Pekerja kurang memperhatikan kesesuaian tampilan

6 Memastikan

pemahaman pekerja terhadap spesifikasi kualitas visual pintu

7 336

Kesalahan penggunaan lem dan/atau paku

Timbulnya defect akibat bekas lem dan/atau paku

2 2 6 24

Kesalahan dalam proses pengamplasan

P9.1 Tingkat kehalusan permukaan tidak sesuai spesifikasi perusahaan (contoh perusahaan)

3 Ketidaktelitian pekerja dalam proses

pengamplasan

4 Memastikan

permukaan halus dan rapi

4 48

Kesalahan dalam proses pengecatan (warna, jenis cat, proses)

P9.2 Hasil pengecatan tidak sesuai permintaan

konsumen

7 Ketidaktelitian pekerja dalam proses pengecatan

1 Memastikan jenis cat dan prosesnya sesuai spesifikasi

3 21

Berdasarkan hasil nilai RPN dari analisis FMEA diatas, didapatkan nilai tertinggi pada kesalahan pemilihan part rangka kayu, bentuk pola dan profil tidak presisi, dan kesalahan penentuan arah belah.

Pada kesalahan pemilihan part rangka kayu memiliki nilai severity 8, yang berarti jika terdapat kesalahan pemilihan part rangka kayu akan menyebabkan perbedaan warna serta arah alur yang dapat berpengaruh pada tampilan pintu jati. Pada faktor occurrence mendapatkan nilai 6 dan termasuk kategori moderate, berarti kegagalan ini tidak sering dan tidak jarang terjadi dalam 1 unit kerja.

Pada faktor detection didapatkan nilai 7 dan termasuk kategori sangat rendah, yang berarti kemampuan controlling dalam

(7)

mendeteksi bentuk dan penyebab kegagalan masih rendah karena selama ini harus ada pengawasan langsung dari pemilik saat proses perakitan agar mengurangi risiko kegagalan.

Pada bentuk pola dan profil tidak presisi memiliki nilai severity 9, yang berarti jika terjadi kesalahan pada pola dan profil permukaan kayu, maka bagian tersebut akan dirework atau di-reject jika tidak dapat diperbaiki dan dipakai lagi, karena profil setiap desain pintu akan berbeda. Pada faktor occurrence mendapatkan nilai 4 dan termasuk kategori moderate, berarti kegagalan ini tidak sering dan tidak jarang terjadi dalam 1 unit kerja. Pada faktor detection didapatkan nilai 7 dan termasuk kategori sangat rendah, yang berarti kemampuan controlling dalam mendeteksi bentuk dan penyebab kegagalan masih rendah karena selama ini harus ada pengawasan langsung dari pemilik saat proses perakitan agar mengurangi risiko kegagalan.

IV. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penjelasan dan proses analisis data di atas adalah sebagai berikut.

1. Jenis defect yang teridentifikasi pada produk pintu jati tipe II di CV/PK ABC berupa cacat atribut, antara lain celah antar sambungan yang biasanya terjadi antar sambungan rangka permukaan daun pintu dimana hal ini mengurangi estetika dan memberi peluang kerusakan antar celah, lalu warna kayu tidak selaras dimana seharusnya proses pengendalian kualitas membantu menyesuaikan warna kayu sehingga tidak mengurangi estetikanya, kemudian permukaan kayu tidak halus menyebabkan hasil yang kurang baik pada hasil pengecatan dan serat yang membahayakan pengguna, serta adanya mata kayu dapat mengurangi estetika permukaan kayu. Adapun jenis kecacatan tertinggi terjadi pada terjadinya celah antar sambungan.

2. Proses pengendalian kualitas pintu jati tipe II pada CV/PK ABC dilakukan mulai dari proses awal hingga akhir. Proses pengendalian kualitas pada awal pemilihan kayu bulat dilakukan untuk menyesuaikan kualitas produk sesuai permintaan konsumen.

Adapun proses pengendalian kualitas pada proses pembelahan kayu bulat dilakukan untuk mendapatkan kayu gergajian yang dapat memenuhi kebutuhan produksi dan memaksimalkan rendemen. Proses pengendalian kualitas juga tentu saja dilakukan di semua proses pengerjaan kayu gergajian dengan menjaga ketelitian ukuran dan memilih ada tidaknya mata kayu pada permukaan, serta pada proses perakitan dan finishing dilakukan kontrol kualitas pada setiap sambungan dan juga kesesuaian corak permukaannya.

3. Mengetahui penyebab kegagalan/defect menggunakan metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) pada proses produksi pintu jati tipe II di CV/PK ABC. Pada hasil analisis menggunakan metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) yang mengidentifikasi potential failure mode, potential effects, potential causes, dan current process control didapatkan hasil risk priority number (RPN) tertinggi terjadi pada risiko kegagalan pada kesalahan pemilihan part rangka kayu, bentuk pola dan profil yang tidak presisi, serta kesalahan arah belah kayu bulat. Kesalahan pemilihan part rangka kayu dapat menyebabkan perbedaan warna maupun arah alur kayu kayu yang berpengaruh pada estetika permukaannya serta cukup sering terjadi dan level deteksi masih rendah. Kemudian bentuk pola dan profil tidak presisi dimana jika tidak sesuai akan mengurangi estetika, sulit disambungkan, dan kesalahan menyebabkan terhambatnya proses selanjutnya. Risiko kesalahan penentuan arah belah menyebabkan berkurangnya rendemen kayu dan menghambat proses selanjutnya namun masih dapat digunakan untuk produk lain dengan kualitas lebih rendah, serta kegagalan tidak sering terjadi dan kemampuan mendeteksi kegagalan masih rendah.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Departemen Teknik Industri, Universitas Brawijaya serta pihak perusahaan CV/PK ABC yang telah membantu dalam penerbitan jurnal ini, baik secara material maupun non-material.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Widjaja Tunggal, Amin. 2000. Manajemen Mutu Terpatu Suatu Pengantar (TQM). Jakarta: PT.Rineka Cipta.

[2] Assauri, Sofjan. (2004). Manajemen Operasi Dan Produksi. Jakarta: LP FE UII.

[3] Kusmiasih, W. (2006) “Analisis Moda dan Efek Kegagalan Produk Bedside Cabinet 73017 dengan Metode Failure Mode and Effect Analysis”, Tugas Akhir, Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

[4] Hadi, Sutrisno, 2000, Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

[5] Husaini Usman, Purnomo. 2001. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: PT Bumi Aksaran.

[6] Mahmud, M. (2019). Analisa Pengendalian Kualitas dengan Menggunakan Metode FMEA (Failure Mode And Effect Analysis) pada Produk Front Fender 1PA di PT. Takagi Sari Multi Utama (Doctoral dissertation, Universitas Mercu Buana Jakarta).

[7] Montgomery, D.C. 2001. Introduction to Statistical Quality Control, 4 th edition. John Wiley & Sons, Inc., New York.

[8] Puspitasari, N. B., & Martanto, A. (2014). Penggunaan FMEA dalam mengidentifikasi resiko kegagalan proses produksi sarung atm (alat tenun mesin)(studi kasus PT. Asaputex Jaya Tegal). JaTI Undip, 9, 93-98.

[9] Walujo, D. A., Koesdijati, T., & Utomo, Y. (2020). Pengendalian kualitas. Scopindo Media Pustaka.

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai contoh, leksem ibu dalam konstruksi ibu pertiwi memiliki makna yang berkembang dari ranah literal menuju ranah perluasan, yakni dari makna ‘wanita yang

International Space Law” mengemukakan tentang pengertian yurisdiksi negara dengan menyatakan sebagai berikut : “Yurisdiksi negara dalam hukum internasional berarti

Penanganan wanita hamil dengan epilepsi perlu mendapat perhatian khusus mengingat kemungkinan terjadinya komplikasi baik pada ibu maupun bayi.Memang sebagian besar wanita

Tanggungan, sehingga apabila Debitor cidera janji, perbankan atau lembaga jaminan lainnya sebagai Kreditor siap untuk melakukan eksekusi seperti halnya suatu putusan

Untuk membandingkan karakteristik (vswr, return loss dan pola radiasi) antara pengukuran dan hasil simulasi, dimensi antena ditingkatkan dan frekuensi resonansi

Perwujudan kemauan politik semacam ini diharapkan terjadi secepatnya, karena sangat dibutuhkan bukan hanya dalam rangka menghadapi transisi dalam produksi kayu tropika

Namun hasil korelasi menunjukkan jumlah bulir berisi pada inpari 23 dengan hasil negatif (-0.68) begitu pula dengan varietas yang lain tidak ada yang menunjukkan

Dengan optimalisasi kinerja dan penyederhanaan servis, alat berat kami membantu Anda memindahkan lebih banyak material secara efisien dan aman dengan biaya per ton yang lebih