V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kondisi Perusahaan
PT Sinar Sosro KPB Tambun merupakan perusahaan yang bergerak di bidang agroindustri yang berada di bawah naungan Rekso Group. Produk yang dihasilkan oleh perusahaan ini adalah produk minuman olahan dalam kemasan yang dibedakan menjadi dua jenis, yakni minuman olahan teh dan minuman olahan rasa buah. PT Sinar Sosro KPB Tambun khusus untuk memproduksi produk- produk Sosro dengan jenis kemasan aseptic, kaleng, dan botol PET. Perusahaan ini memproduksi 37 jenis produk minuman olahan yang memiliki spesifikasi berbeda-beda. Deskripsi produk-produk yang dihasilkan oleh PT Sinar Sosro KPB Tambun dapat dilihat pada lampiran 1. Perusahaan ini menerapkan sistem make to stock untuk memenuhi permintaan, yakni memproduksi produk tanpa menunggu adanya permintaan yang masuk. Proses produksinya dilakukan di dalam enam lini produksi yang tersedia, sehingga penjadwalan produksi di perusahaan harus benar-benar dapat mengefektifkan seluruh sumber daya yang ada dan dapat memenuhi target dari perusahaan. Kegiatan produksi dilakukan enam hari dalam seminggu dengan tiga shift kerja yang diterapkan.
5.1.1 Proses Produksi
Kegiatan produksi dilakukan dengan beberapa kebutuhan dasar, sarana prasarana yang mendukung, teknologi proses yang diterapkan, serta proses produksinya itu sendiri. PT Sinar Sosro KPB Tambun mempunyai beberapa tahapan di sistem produksi. Semua terkoordinir dengan baik di masing-masing unit produksi. Produk-produk yang dihasilkan pun beragam, sehingga ada banyak ragam perlakuan pengolahan bahan baku hingga menjadi produk yang diinginkan. Proses pengolahan bahan baku hingga menjadi produk akhir secara umum dapat dilihat di gambar 5.1.
Gambar 5.1 Pengolahan bahan baku menjadi produk
Utilitas perusahaan merupakan kebutuhan-kebutuhan penunjang untuk kelangsungan produksi.
PT Sinar Sosro KPB Tambun membutuhkan utilitas berupa pasokan air, angin atau udara, uap, dan listrik untuk menjalankan roda produksi perusahaan. Pasokan air diperoleh dari tiga sumer yang tersedia di perusahaan, udara berasal dari komproses, uap dari ketel uap, dan listri pada keadaan normal menggunakan pasokan listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) serta terkadang menggunakan genset perusahaan jika diperlukan untuk memasok kebutuhan listrik. Setelah semua tersedia, perusahaan baru dapat melakukan produksi untuk menghasilkan produk. Gambaran umum tentang proses produksi di PT Sinar Sosro KPB Tambun dapat dilihat pada gambar 5.2 :
Gambar 5.2Alur proses produksi perusahaan
Pengadaan bahan baku memerlukan waktu tersendiri agar dapat digunakan oleh bagian produksi. Oleh sebab itu, keberadaan bahan baku di Gudang Bahan Baku (GBB) berperan untuk mendukung roda produksi perusahaan. Bahan baku yang diperlukan oleh PT Sinar Sosro KPB Tambun, meliputi bahan baku air, bahan baku utama, bahan baku kemasan, dan bahan tambahan produksi (BTP).
Pengolahan air di unit water treatment (pengolahan air baku) melalui beberapa tahapan terlebih dahulu sebelum dapat digunakan untuk kebutuhan produksi perusahaan. Pengolahan menjadi air baku dilakukan secara fisik maupun kimia, agar memperoleh air baku untuk produk. Proses pengolahan air bertujuan untuk menghilangkan kotoran, bau, warna yang tidak dikehendaki, dan menghilangkan kandungan mikroorganisme serta zat-zat berbahaya. Alur proses produksinya dilihat pada gambar 5.3:
Gambar 5.3Proses pengolahan di unit pengolahan air
Air yang digunakan berasal dari air bawah tanah yang dipompa di kedalaman 110 meter dengan debit air total sebanyak 54 m3/jam. Air dipompa ke bak penampungan agar siap dan lebih cepat untuk digunakan jika sewaktu-waktu diperlukan. Air dari bak penampungan dialirkan menuju unit pengolahan air yakni ke potablok, yang memiliki pengaduk statis untuk meningkatkan kandungan oksigen dalam air dan mempercepat reaksi kimia.
Potablok mempunyai empat sekat yang memiliki fungsinya masing-masing. Sekat pertama berfungsi untuk penambahan chlorine (NaOCL) dengan perbandingan 1:4. Klorin akan bereaksi terhadap senyawa-senyawa dalam air dan kemudian hasil ikatannya akan membentuk flok-flok atau gumpalan. Sekat kedua untuk homogenasi larutan klorin dan air dengan menggunakan pompa sirkulasi, serta terjadi penambahan udara agar oksigen (O2) dapat mempercepat reaksi kimia dalam air. Sekat ketiga untuk sedimentasi sehingga padatan dapat terpisah dari air dengan cara diendapkan.
Bagian ini dilengkapi dengan batas pemisah yang disebut honeycom, dengan mekanisme air mengalir
melewati batas ini dari bawah ke atas sehingga kotoran akan tertahan dan mengendap. Sekat keempat adalah bagian untuk penampungan air yang sudah siap difiltrasi.
Air dari potablok akan mengalami proses filtasi yang terdiri dari filter pasir dan filter karbon.
Pada filter pasir, endapan Fe dan Mn hasil oksidasi, bahan-bahan koloid, serta partikel yang masih terbawa akan tersaring oleh media pasir silika dalam tabung dengan rincian isinya:
Tabel 5.1Bahan tabung Filter Pasir
Bahan Jumlah
Pasir Halus 200 kg
Pasir Sedang 200 kg
Pasir Kasar 200 kg
Sumber : Data Teknis PT Sinar Sosro KPB Tambun
Jika air dari proses filter pasir sudah memenuhi standar, maka akan dilanjutkan ke proses penyaringan oleh filter karbon. Fungsinya untuk menyerap bau, warna, rasa, maupun residu klorin yang masih terkandung dalam air, serta menurunkan turbinity. Komposisi media penyerap dalam tangki filter karbon adalah karbon aktif. Tekanan maksimum operasi adalah 5 bar. Air dari filter karbon selanjutnya ditampung di dalam tangki air karbon yang selanjutnya akan digunakan untuk keperluan produksi. Namun, agar lebih jernih lagi, air karbon akan mengalami proses softener (pelunakan) untuk kebutuhan produksi utama.
Proses pelunakan adalah mengurangi tingkat kesadahan air media yang terdiri dari resin.
Prinsipnya adalah menukarkan ion-ion terlarut yang tidak dapat dihilangkan dari proses-proses sebelumnya. Beberapa jenis ion dalam air akan ditukarkan dengan ion lain yang lebih menguntungkan. Ion yang akan ditukar adalah ion positif, yakni kalsium (Ca2+) dan magnesium (Mg2+) ditukar dengan ion natrium (Na+). Mekanismenya adalah Ca2+ dan Mg2+ akan terikat oleh resin sedangkan Na+ yang awalnya terikat di resin, akan terlepas dan terbawa oleh air.
Setelah seluruh bahan baku termasuk air baku produksi sudah siap dipasok oleh unit WT dan utilitas siap digunakan, maka proses produksi siap untuk dilakukan. Proses pengolahan bahan baku pertama yang dilakukan adalah pengolahan sirup gula di dalam tangki pelarutan gula. Mekanismenya dengan memasukan gula sesuai dengan formulasi pada hopper dengan tangki pelarutan gula dalam keadaan tersirkulasi air dengan suhu sekitar 70-80oC yang diperoleh dari pemanasan menggunakan Plat Heat Exchanger (PHE). Setelah disirkulasi sampai homogen, kemudian dilakukan pengecekan oleh departemen Quality Control (QC). Jika sudah memenuhi standar kadar brix yang ditetapkan, sirup gula akan ditransfer ke tangki sirup gula yang nantinya digunakan untuk produk. Pemindahan sirup gula akan melewati filter nilon untuk menyaring segala macam kotoran pada sirup gula. Tangki pengolahan sirup gula dan tangki sirup gula dapat dilihat pada gambar 5.4.
Gambar 5.4Hopper, tangki pengolahan gula, dan tangki sirup gula
Proses di unit pengolahan yang kedua adalah ekstraksi teh untuk produk-produk minuman teh.
Ekstraksi teh akan menghasilkan Teh Cair Pahit (TCP), Teh Cair Asam (TCA), dan Teh Cair Manis (TCM). TCP merupakan proses pengekstraksian semua jenis teh yang akan digunakan sesuai dengan formulasi masing-masing produk. TCA adalah proses penambahan citric acid pada TCP produk Fruit Tea dan TEBS pada tangki citric acid. TCM adalah proses penambahan sirup gula pada TCP atau TCA dan merupakan produk yang dihasilkan serta siap untuk disterilisasi. Berikut adalah contoh pembuatan TCM yang dapat dilihat pada gambar 5.5.
Gambar 5.5Diagram alir pengolahan bahan baku TBK di unit pengolahan
Pembuatan TCP dilakukan dengan memasukan jenis teh yang digunakan kemudian menambahkan air yang telah dipanaskan dengan PHE ke tangki ekstraksi untuk disirkulasi sekitar 60 menit. Hasil sirkulasi atau proses pengekstraksian kemudian akan dicek oleh QC meliputi : kesadahan, kadar tannin, pH, dan alkanitas. TCP yang sudah memenuhi standar akan dialirkan melalui filter kosmos yang dilengkapi kieselguhr diatas piringan filter kosmos untuk menyaring dan menjernihkan TCP. Selanjutnya TCP akan disalurkan ke mixing tank (tangki pencampuran) untuk produk TBK, sedangkan untuk produk Fruit Tea dan TEBS akan melalui tangki citric acid terlebih dahulu sebagai bahan pembuatan TCA. Pada produk yang menggunakan TCA, dilakukan proses penambahan citric acid dengan jumlah yang ditetapkan. TCA yang sudah memenuhi standar QC akan disalurkan juga ke tangki pencampuran dengan melalui filter kosmos.
Tangki pencampuran akan menyirkulasikan TCP atau TCA dengan BTP masing-masing produk jika ada dan sirup gula sesuai dengan formulasi. BTP akan dimasukkan melalui hopper pada masing-masing tangki pencampuran, sedangkan sirup gula akan ditransfer dari tangki sirup gula.
Tangki pencampuran juga sebagai tempat untuk proses pengolahan untuk produk CCK dan HJG, yakni dengan cara memasukan seluruh BTP melalui hopper ke tangki pencampuran yang telah berisi air yang tersirkulasi. Seluruh produk akan melalui tahapan sirkulasi menggunakan agitator di dalam tangki pencampuran agar TCM menjadi homogen. Pada tangki pencampuran juga digunakan sebagai tempat untuk pengolahan kembali produk-produk daur ulang yang berasal dari produk-produk yang mengalami kegagalan dalam proses pengemasannya seperti gembung, penyok atau sebagainya.
Setelah proses pengolahan bahan baku selesai dilakukan, maka bahan baku yang telah diolah akan dipasok ke unit sterilisasi produk. Proses sterlisasi masing-masing produk berbeda tergantung jenis produk dan jenis kemasan yang digunakan. Produk-produk kemasan asptis disterilisasi dengan cara Ultra High Temperature (UHT) atau High Temperature Short Time (HTST) yang dilakukan menggunakan stork dengan prinsip kerjanya adalah pemanasan produk dengan suhu 130°C selama 2-3 detik saja. Proses berlaku untuk produk TBK, FTG, CCK, dan HJG yang merupakan produk dengan kemasan aseptis. Diagram alir proses sterilisasi dengan mekanisme HTST dengan menggunakan stork dapat dilihat pada gambar 5.6.
Gambar 5.6Diagram alir sterilisasi menggunakan stork
Proses HTST diawali dengan pemompaan TCM dari tangki pencampuran ke tangki penyeimbang sebagai tempat penampungan TCM yang akan disterilisasi. Tangki penyeimbang juga menampung produk daur ulang yang berasal dari mesin pengemasan, sehingga dapat disterilkan kembali. TCM di tangki penyeimbang akan dipompa melalui by pass pump yang dilengkapi alat pengukur debit TCM yang masuk ke pemanas, sehingga dapat mengontrol secara otomatis debit TCM. Kemudian TCM akan melewati pipa spiral yang terdapat di pemanas secara cepat dan terus- menerus. Pada awalnya TCM di pipa spiral akan mengalami pemanasan dengan suhu sekitar 130oC selama ±3 detik. Setelah proses pemanasan tersebut produk kemudian didinginkan sampai suhu 35°C menggunakan air dari mesin pendingin, sehingga produk diisikan ke kemasan dalam suhu 35°C.
Berbeda dengan cara sterilisasi produk kemasan tetra, produk yang dikemas dalam kemasan kaleng akan disterilisasi dengan cara pasteurisasi. Pasteurisasi merupakan Low Temperature Long Time (LTLT) dilakukan dengan pemanasan dengan suhu 61°C selama ±30 menit. Proses pasteurisasi digunakan untuk produk FTC yang prosesnya dapat dilihat pada gambar 5.7
Gambar 5.7Diagram alir sterilisasi menggunakan mesin pasteurisasi
Awalnya, TCM dialirkan ke bagian mesin sterilisasi dengan menggunakan pipa-pipa penghubung dan akan ditampung di tangki penyeimbang untuk persiapan TCM sebelum disterilisasi.
Tangki penyeimbang juga menampung sisa-sisa pruduk yang dikembalikan dari mesin pengemasan.
TCM akan dipompa menuju PHE dan mendapatkan perlakuan pemanasan dengan suhu sekitar 96,5oC.
Holding tube akan memanaskan produk selama beberapa saat. Setelah itu produk akan disalurkan menuju ke mesin pengemasan.
Sterilisasi yang lainnya adalah sterilisasi produk TEBS yang dilakukan dengan cara CIP seluruh aliran yang dilalui oleh produk untuk menghilangkan mikroorganisme dari awal. Setelah itu dilakukan proses karbonisasi untuk menambahkan karbon yang prosesnya dapat dilihat di gambar 5.8.
Gambar 5.8Diagram alir proses karbonisasi produk TEBS kaleng
Sterilisasi produk TEBS dilakukan dengan menggunakan clean in place (CIP) kepada seluruh peralatan yang digunakan bisa menggunakan air panas atau kaustik. Air yang digunakan merupakan air pelunakan yang dialirkan dari unit pengolahan air, yang diolah lagi di Ozone Destructruction Unit.
Alat tersebut berfungsi untuk mengurangi kontaminan dalam air melalui penyinaran sinar ultraviolet (UV). Selanjutnya, air akan masuk ke dalam tangki pencampuran antara TCA dengan gula dan BTP.
TCM dari bagian pengolahan akan ditampung di tangki penyeimbang I dengan tujuan persiapan awal pemberian karbon. Selanjutnya TCM akan dipompa menuju tangki karbonisasi yang akan memberi kandungan karbon ke dalam dengan cara penyemprotan karbon yang akan mengenai langsung ke
produk. Tekanan yang dibutuhkan untuk memberi karbon sebesar 3-4 Bar. Tekanan pada tangki karbonisasi otomatis akan membawa TCM ke dalam tangki penyeimbang II untuk siap dialirkan menuju ke mesin pengemasan menggunakan sisa tekanan yang ada ke dalam mesin pengemasan dalam keadaan dingin sekitar 6 – 10°C.
Langkah selanjutnya setelah produk disterilisasi adalah pengemasan produk. Proses pengemasan produk diawali dari transfer produk dari unit sterilisasi ke unit pengemasan. Mekanisme pengemasan sendiri berbeda-beda tergantung pada kemasan yang digunakan oleh produk. Produk akan dikemas pada mesin pengemasan masing-masing yang mekanismenya terbagi menjadi empat macam, yakni pengemasan menggunakan mesin tetra aseptic, pengalengan, pengisian dengan mesin keg dan PET.
Pengemasan dengan menggunakan mesin tetra aseptic dilakukan dengan mekanisme seperti yang ditampilkan pada gambar 5.9.
Gambar 5.9Proses pengemasan produk kemasan tetra
Pengemasan produk kemasan tetra akan dilakukan dengan menggunakan mekanisme pengemasan aseptis. Mekanismenya adalah, kemasan tetra dipersiapkan di dalam mesin pengemasan yang akan diberi kode produksi dan tanggal kadaluwarsa oleh ink jet machine. Kemudian kemasan melalui tahapan sterilisasi kemasan di dalam mesin tetra dengan cara direndam di larutan hidrogen peroksida. Setelah itu, TCM yang telah disterilisasi akan disalurkan dengan cara dipompa untuk dilakukan pengemasan menggunakan kemasan yang telah disterilkan dan telah melalui proses sealing body. Selanjutnya dilakukan cutting papper sekaligus transfersal sealing pada bagian atas dan bawah.
Terakhir flap sealing untuk merapikan bentuk kemasan, lalu diberi bahan penunjang kemasan yakni straw untuk kemasan produk isi 200 dan 250 ml dan stream cup untuk produk 1.000 ml. Penempelan straw menggunakan straw applicator dan stream cup menggunakan stream cup applicator, dengan cara menyemprotkan hotmelt kemudian menempelkan straw atau stream cup pada bagian tersebut.
Pengemasan untuk produk kemasan kaleng menggunakan mesin pengalengan. Tahapan prosesnya sedikit berbeda antara produk FTC dan TEBS Can yakni pada proses droppel untuk FTC, prosesnya dapat dilihat pada gambbar 5.10.
Gambar 5.10Diagram alir pengemasan produk FTC
Cara kerjanya adalah dengan menyiapkan kaleng yang disalurkan dari GBB melalui lorong penghubung GBB dengan ruangan mesin pengalengan. Kaleng yang masuk akan disterilisasi terlebih dahulu menggunakan deppalitizer dengan melewati dua tahap pencucian, yakni pencucian dengan air panas 80°C kemudian pencucian kedua dengan penyemprotan uap dengan suhu 100°C pada tekanan 2 bar. Selanjutnya TCM yang telah disterilisasi atau telah dikarbonisasi akan dialirkan ke mesin pengalengan. TCM akan diisikan ke kemasan kaleng yang telah disterilkan satu per satu sesuai dengan takaran. Pada proses pengisiannya, suhu TCM FTC berkisar antara 70-80°C. Sementara untuk produk TEBS pengisian dilakukan dalam keadaan dingin mengingat sebelum proses pengisian ke kaleng, TCM TEBS ditambahkan karbon yang harus dalam keadaan dingin. Pada proses pengisian produk TEBS ke kaleng masih dalam keadaan dingin, sekitar 10°C.
Setelah proses pengisian, selanjutnya dilakukan proses penambahan nitrogen (N2) atau disebut droppel untuk pengemasan produk FTC saja. Penambahan nitrogen berfungsi untuk mencegah kerusakan kemasan pada saat penutupan kemasan seperti penyok atau gembung. Proses penambahan nitrogen akan diikuti dengan proses seaming yakni kemasan kaleng akan ditutup, untuk produk TEBS tidak diberi gas N2 karena telah mengandung gas karbon. Proses berikutnya adalah sterilisasi permukaan kemasan dengan menggunakan air dingin untuk FTC dan air hangat untuk TEBS, untuk menghilangkan sisa-sisa gas yang menempel pada permukaan kaleng. Terakhir adalah produk kemasan kaleng akan dilewatkan ke dalam mesin NIKO untuk memberi kode produksi dan tanggal kadaluwarsa menggunakan ink jet serta mengalami proses pemanasan sampai suhu 60oC untuk TEBS dan pendinginan sampai suhu 30-40oC untuk FTC. Tujuan pemanasan dan pendinginan ini adalah agar produk dapat keluar dengan keadaan suhu kamar sehingga mudah untuk dilakukan pengepakkan dan tidak merusak karton karena basah. Pada ujung mesin NIKO dihembuskan udara agar air di permukaan kaleng hilang.
Pengemasan yang terakhir dan jarang dilakukan adalah pengemasan untuk produk TEBS kemasan keg dan PET. Sistem pengemasannya dapat dilihat pada gambar 5.11.
Gambar 5.11Diagram alir pengemasan produk TEBS keg
Mekanismenya sederhana, TCM TEBS akan dimasukkan ke kemasan keg yang telah disterilkan menggunakan mesin pengisian keg. TCM TEBS akan dipompa masuk ke dalam lubang pengisian yang dilengkapi bola yang dapat ditekan sehingga TCM TEBS dapat masuk ke dalam kemasan. Proses pengemasan produk PET hampir sama dengan proses pengemasan produk keg.
Perbedaannya hanya pada proses pemberian label produk pada botol PET. Prosesnya adalah melakukan label ke permukaan botol produk, kemudian botol akan dilewatkan uap panas yang membuat label yang terbuat dari plastik tersebut ukurannya mengecil dan merekat di permukaan botol.
Teknik pengisian produknya adalah memasukan TCM ke dalam botol secara satu per satu sesuai takaran menggunakan mesin pengemasan PET.
Setelah selesai dilakukan proses pengemasan, selanjutnya adalah pemberian kemasan sekunder produk yakni kemasan karton. Produk-produk yang telah dikemas, akan dimasukan ke dalam karton agar proses transportasi dan distribusi produk lebih mudah dilakukan. Proses pengepakkan produk yang dilakukan di PT Sinar Sosro KPB Tambun terbagi menjadi pengepakan otomatis dan manual.
Adapun diagram alir proses pengepakkan yang diterapkan dapat dilihat pada gambar 5.12.
Gambar 5.12Diagram alir proses pengepakkan produk
Pengepakkan otomatis menggunakan mesin pengepakan dilakukan agar efisien dan pengepakkan manual dilakukan oleh tenaga manusia untuk memasukkan produk ke dalam karton agar dapat menyesuaikan dimensi dari kemasan primer produk yang susah untuk dilakukan pengepakkan otomatis. Pengepakkan otomatis dengan menggunakan mesin pengepakan dibantu dengan menggunakan conveyor sehingga produk akan tertata rapi berjajar dan akan dimasukkan ke dalam kardus oleh mesin. Kemudian kardus diberi hotmelt dan terakhir kardus akan di beri tekanan sehingga dapat melekat pada hotmelt yang disemprotkan dan terbungkus rapi. Sedangkan untuk pengemasan manual dilakukan dengan cara memasukkan produk dalam kemasan yang disalurkan melalui conveyor. Penataannya sesuai dengan standar kemudian kardus diisolasi dengan menggunakan isolator. Produk yang telah ada di dalam kardus kemudian ditata di palet untuk selanjutnya di pindahkan ke GBJ dengan menggunakan forklift (mesin pengangkat).
Kegiatan produksi yang terakhir di perusahaan adalah pengolahan limbah hasil produksi.
Aliran proses pengolahan limbah PT Sinar Sosro KPB Tambun dapat dilihat pada gambar 5.13
Gambar 5.13Diagram alir pengolahan limbah PT Sinar Sosro KPB Tambun
Seluruh air sisa kegiatan produksi dialirkan ke bar screen kemudian dilanjutkan ke grease trap. Limbah cair yang disalurkan ke bar screen akan dipisahkan dari benda-benda padat yang terbawa seperti plastik, sedotan, tutup kemasan, dan sebagainya. Penyaringan sampah dan kotoran ini berfungsi untuk mencegah tersumbatnya pipa dan pompa atau khawatir tersangkut baling-baling aerator yang bisa mengakibatkan aerator terhambat kerjanya dan kerusakan mesin. Selanjutnya di grease trap untuk memisahkan air dengan minyak dengan cara memanfaatkan perbedaan berat jenis minyak yang lebih kecil daripada air. Aliran di grease trap sengaja dibuat lambat, agar minyak yang mengapung karena beda berat jenis akan memisahkan diri dengan sendirinya. Selain ini bak grease trap memiliki sekat-sekat untuk menunjang proses pemisahan minyak dari air.
Kemudian limbah dialirkan oleh lubang pompa ke bak penyetaraan. Lubang pompa mempunyai water level control (WLC) untuk mengatur debit air ke tangki penyetaraan. Pada tangki penyetaraan terjadi proses homogenisasi yakni air limbah didiamkan selama ± 20 jam agar pada saat dialirkan tidak menimbulkan fluktuasi debit, pH, sifat fisik dan kimia limbah. Jika terjadi fluktuasi maka dapat mengakibatkan kelebihan kapasitas di saluran oksidasi, untuk itu pH di saluran oksidasi perlu dikontrol secara berkala. Saluran oksidasi merupakan tempat utama berlangsungnya proses mikrobiologi menggunakan actived sludge (lumpur aktif). Kandungan senyawa organik (BOD) yang terkandung dalam aliran air limbah akan terdegradasi ±90% dengan menggunakan bantuan bakteri aerobat.
Selanjutnya obyek mendapat perlakuan di bak aerasi dan disalurkan ke tabung perantara.
Tabung perantara akan menghasilkan air yang sudah tidak berbahaya yang kemudian di tampung terlebih dahulu di bak kontrol. Lumpur yang tersisa di bagian bawah akan ditampung di penampung lumpur untuk tempat penampungan lumpur sementara sebelum dikembalikan lagi ke saluran oksidasi atau tangki penyetaraan untuk diproses kembali. Apabila kandungan lumpur dirasa telah banyak atau padat, maka lumpur akan dialirkan ke bagian pemadatan lumpur untuk dikeringkan apabila SV telah mencapai 40 ml/l. Pemadatan lumpur akan mengurangi kadar air dalam lumpur sampai ± 3%
menggunakan filter penekan. Lumpur padat yang dihasilkan akan diserahkan kepada dinas kebersihan agar dapat dimanfaatkan sebagai pupuk atau land fill. Sementara itu air hasil Waste Water Treatment (WWT) yang dialirkan ke bak kontrok akan ditampung terlebih dahulu untuk menguji kelayakan air tersebut untuk lingkungan sekitar. Indikatornya adalah penempatan ikan-ikan pada bak kontrol sehingga diketahui air tersebut sudah layak untuk dialirkan ke drainase dan tidak merusak lingkungan.
5.1.2 Perencanaan Produksi di Perusahaan
Kegiatan produksi merupakan hal akan terus berkembang mengikuti arah perkembangan teknologi. Akibatnya kegiatan produksi harus mampu mengikuti penggunaan dari teknologi yang diterapkan pada saat itu. Hasil yang diinginkan berupa kegiatan produksi yang efisien sehingga biaya operasional perusahaan dapat ditekan, namun tidak mengorbankan produktifitas dan kualitas perusahaan. Hasilnya adalah penemuan inovasi baru pada produk dan teknologi yang ada.
Perusahaan dapat mencapai tingkat produktifitas yang tinggi apabila mempunyai arah dan tujuan yang jelas dalam kegiatan produksinya. Perencanaan produksi yang sistematis dan mendetail mempunyai peranan untuk mengurangi terjadinya waktu menganggur di lantai produksi sehingga produktifitas perusahaan dapat ditingkatkan. Pembuatan rencana produksi akan manyangkut hal-hal terkait seperti faktor-faktor mesin yang tersedia, kapasitas produksi, stok bahan baku, stok produk jadi, jumlah permintaan pasar, dan hal terkait lainnya. Analisis terhadap seluruh faktor tersebut akan diolah bagian PPIC untuk diterjemahkan menjadi rencana produksi. Bagian PPIC bertanggung jawab penuh atas pengaturan dan pengawasan terhadap pelaksanaan rencana produksi yang diterbitkan.
Pembuatan rencana produksi di PT Sinar Sosro KPB Tambun akan memperhatikan faktor- faktor penentu rencana produksi meliputi :
 Order Management (OMAN)
Order Management (OMAN) adalah seluruh pesanan produk yang diterima PT Sinar Sosro KPB Tambun yang berasal dari pesanan oleh KPW PT Sinar Sosro di seluruh Indonesia. Jumlah OMAN akan direkap untuk dijadikan informasi dalam pembuatan rencana produksi.
 Kapasitas Produksi
Perencanaan produksi dibuat dengan mempertimbangkan kapasitas produksi yang dipengaruhi oleh faktor jumlah mesin yang tersedia, kapasitas kerja mesin, kapasitas waktu, dan jumlah tenaga kerja. Pertimbangan kapasitas produksi akan memberikan rencana produksi yang tepat dan dapat dipenuhi. Jika OMAN sedang cenderung dalam posisi tinggi, maka akan dilakukan penambahan jam kerja produksi agar OMAN tersebut terpenuhi.
 Stok Produk di Gudang Barang Jadi
Strategi yang diterapkan PT Sinar Sosro KPB Tambun adalah make-to-stock sehingga perusahaan mempunyai stok produk yang siap kirim di dalam GBJ. Stok produk di GBJ akan mempengaruhi pembuatan rencana produksi dalam hal jumlah stok yang dimiliki. Jika stok suatu produk dianggap masih dapat memenuhi OMAN, maka produk tersebut tidak akan diproduksi dulu. Sedangkan jika stok tidak dapat memenuhi OMAN atau jumlahnya menipis, maka akan dilakukan produksi untuk memenuhi OMAN produk tersebut dan menambah stok produk itu.
 Pola Pemesanan
Pola pemesanan lebih terhadap kecenderungan pemesanan produk yang pernah terjadi untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam pembuatan rencana produksi. Data pola pemesanan dapat diperkirakan saat OMAN akan naik sehingga dapat diambil ancang-ancang untuk melakukan produksi sehingga pada saat OMAN naik, perusahaan dapat mengantisipasinya dengan jumlah stok produk yang telah diperbanyak sebelumnya.
Pembuatan rencana produksi berasal dari penerimaan OMAN oleh pihak PPIC yang direkap menjadi OMAN bulanan dan mingguan. Rekap data OMAN akan dijadikan informasi dalam pembuatan
rencana produksi oleh pihak PPIC. Langkah-langkah pembuatan rancana produksi yang ada di PT Sinar Sosro KPB Tambun dapat dilihat pada gambar 5.14.
Gambar 5.14Aliran perencanaan produksi PT Sinar Sosro KPB Tambun
Rencana produksi mingguan merupakan jadwal produksi yang akan dilakukan selama satu minggu kedepan untuk memenuhi OMAN mingguan. Pembuatannya memperhatikan OMAN mingguan, data stok GBJ, stok GBB, dan Work in Process (WIP). Selain itu, rencana produksi dibuat dengan mempertimbangkan kapasitas mesin, tenaga kerja, serta raw material (RM) di GBB. Berikut merupakan konsep dasar perhitungan rencana produksi yang dilakukan oleh bagian PPIC untuk penentuan jumlah produksi dalam rencana produksi mingguan pada persamaan 5 :
(5) Keterangan : A : OMAN (karton)
B : Stok GBJ (karton)
C : Stok Karantina dan Pengepakan Ulang (karton) D : Work in Process (WIP) (karton)
Perhitungan rencana produksi diatas merupakan perhitungan untuk produksi minimal yang harus direalisasikan agar OMAN terpenuhi. Selain dengan rumus diatas, perhitungannya juga akan mempertimbangkan faktor kebutuhan persediaan masa depan, stok minimum produk, kebutuhan waktu, waktu CIP, jumlah jenis produk yang diproduksi, dan kapasitas GBJ.
Kapasitas produksi PT Sinar Sosro KPB Tambun dibagi menjadi kapasitas mesin dan kapasitas tenaga kerja yang akan menjadi pertimbangan dalam penyusunan rencana produksi. Kapasitas produksi utamanya ditentukan oleh kapasitas mesin pengemasan dengan pertimbangan kapasitas sterilisasi dan batch produksi dapat memenuhi kebutuhan mesin pengemasan yang menggunakannya.
Kapasitas produksi juga memperhatikan kapasitas pengolahan bahan baku di unit pengolahan. Selain
Rencana Produksi (karton) = (A – ( B + C + D )) + Buffer
kapasitas produksi mesin, penentuan kapasitas produksi juga dipengaruhi oleh kapasitas tenaga kerja, mulai dari penempatan unit-unitnya sampai ke penambahan jam kerja jika diperlukan. Jika kedua faktor tersebut dikolaborasikan maka akan dapat ditentukan kapasitas produksi maksimal dengan mempertimbangkan faktor ketersediaan bahan baku yang sifatnya dapat diusahakan keberadaannya.
Kapasitas mesin dan tenaga kerja berperan dalam penentuan kapasitas produksi karena kedua faktor tersebut statusnya sulit untuk ditingkatkan dan membutuhkan biaya yang besar.
Hasil pengamatan di lapangan, kapasitas produksi mesin pengemasan dan tenaga kerja ini akan menjadi landasan dalam penyusunan rencana produksi mingguan. Jumlah produk yang akan diproduksi akan diketahui melalui target produksi yang ingin dicapai dan kebutuhan waktu untuk suatu kegiatan produksi. Kegiatan produksi dilakukan berdasarkan rencana produksi mingguan yang diterbitkan, berfungsi sebagai informasi rencana produksi perusahaan. Adanya rencana produksi tersebut juga akan memberikan informasi tentang jumlah kebutuhan bahan baku yang akan digunakan.
Keseluruhan aspek diatas akan menghasilkan kapasitas produksi yang bisa dilakukan.
Produksi PT Sinar Sosro KPB Tambun juga dibedakan menjadi dua kriteria, yakni produksi dengan kapasitas normal dan maksimum. Kapasitas normal maksudnya adalah perusahaan melakukan kegiatan produksi dengan kapasitas produksi yang dapat diperoleh berdasarkan waktu kerja normal yang ada. Kapasitas normal yang diterapkan sebanyak 141 jam kerja setiap minggunya. Kapasitas maksimum adalah produk yang dapat dihasilkan dengan penerapan sistem penambahan jam kerja yakni tetap berproduksi di hari minggu sehingga hasil produksi mingguan dapat meningkat. Jika menerapkan kapasitas maksimum, perusahaan dapat bekerja hingga mencapai 168 jam per minggunya.
Jumlah jam kerja ini akan mempengaruhi kapasitas produksi perusahaan. Selain itu penentuan kapasitas produksi juga berasal dari pengalaman di lapangan mengenai kapasitas produksi mesin pengemasan beserta kinerja mesin yang bersangkutan. Data kapasitas produksi mesin pengemasan disajikan pada tabel 5.2.
Tabel 5.2Kapasitas mesin pengemasan PT Sinar Sosro KPB Tambun
Lini Jenis Mesin Kapasitas
(pieces/jam) Kinerja Mesin
PET PET 15.000 ± 95%
C TWA 7.500 ± 95%
N TWA 7.500 ± 95%
D TWA 6.000 ± 95%
E TWA 6.000 ± 95%
F TBA 7.500 ± 95%
S TGA 7.000 ± 75%
R TBA 7.500 ± 95%
P TBA 6.000 ± 95%
Can FTC 11.000 ± 75%
TEBS 13.000 ± 75%
Berikut adalah contoh perhitungan kapasitas yang dapat diperoleh di salah satu mesin TBA, dengan persamaan 5.2 untuk produksi normal:
 Kapasitas Mesin TBA : 7.500 pieces / jam
 Kondisi Kinerja Mesin : 100%
 Jam kerja : 24 jam/hari
 Jam kerja efektif : 100%
Kapasitas Produksi = kapasitas
mesin x kinerja
mesin x jam
kerja/hari x jam kerja efektif
180.000 pieces/hari = 7.500 x 100% x 24 x 100% (5.2)
Perhitungan kapasitas tersebut merupakan perhitungan untuk kapasitas maksimum yang dapat dihasilkan oleh salah satu mesin TBA yang dimiliki dalam satu hari. Kinerja mesin disini adalah pengalaman di lapangan tentang kinerja mesin tersebut pada saat proses produksi selalu lancar ataukah terkendala sehingga harus menyesuaikan, dengan kata lain presentasenya dapat berubah sewaktu-waktu.
Kapasitas mesin pengemasan akan disesuaikan dengan kapasitas waktu yang dibutuhkan oleh mesin tersebut untuk melakukan pengisian pada tiap batch produksi yang dimasak. Perhitungan kebutuhan waktu mesin pengemasan untuk menyelesaikan pekerjaan pengisian produk per batch diperoleh dari persamaan 5.3:
Waktu Pengemasan
per batch (jam/batch) = M : ( N x O : 1000 ml/liter ) Keterangan : M : Kapasitas batch produksi (liter/batch)
N : Kapasitas mesin pengisian (pieces/jam) O : Isi produk (ml/pieces)
Disamping faktor kapasitas mesin tersebut, kapasitas produksi total juga dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja yang dimiliki. Data kapasitas maksimal tenaga kerja yang dapat dilakukan dapat dilihat pada tabel 5.3
Tabel 5.3Kapasitas maksimum tenaga kerja
satu shift kerja
lini can - 1
lini tetra 4 2
Sumber : Departemen Produksi PT Sinar Sosro KPB Tambun
Kapasitas-kapasitas fasilitas produksi yang dimiliki perusahaan akan dijadikan acuan untuk pembuatan rencana produksi. Rencana produksi di PT Sinar Sosro KPB Tambun akan dibedakan menjadi tiga macam, yakni: rencana produksi tahunan, bulanan, dan mingguan. Seluruh rencana produksi dibuat berdasarkan OMAN yang diberikan oleh KPW PT Sinar Sosro. OMAN yang masuk akan dipenuhi dengan melihat realisasi OMAN setiap minggu untuk dijadikan rencana produksi mingguan sebagai informasi pelaksanaan kegiatan produksi perusahaan. Langkah-langkah pembuatan rencana produksi mingguan adalah membuat rekap data OMAN bulanan dan mingguan, rencana (5.3)
produksi untuk pemenuhan OMAN bulanan, perhitungan rencana produksi untuk pemenuhan OMAN mingguan, kemudian disusunlah rencana produksi mingguan untuk memenuhi OMAN.
Langkah pertama adalah rekap data OMAN, yakni merekap OMAN dari seluruh KPW yang masuk dengan melakukan pembatasan pada waktu yang telah disepakati. Contoh rekap data OMAN mingguan periode 28 Februari-5 maret 2011 dapat dilihat pada tabel 5.4.
Tabel 5.4Contoh rekap data OMAN mingguan periode 28 Februari-5 maret 2011 Jenis
Produk
Nama Produk KPW Bali Nusra (karton)
KPW Banten (karton)
KPW Jabar Utara (karton)
KPW Jakarta (karton)
Total (karton)
FTG FTG Apple 0 0 510 1200 1710
FTG FTG Guava 0 0 510 1200 1710
HJG HJG Apple 100 50 145 26 321
HJG HJG Grape 100 50 170 26 346
Sumber : PPIC PT Sinar Sosro KPB Tambun
Rekap data OMAN diatas hanya sebagian contoh OMAN mingguan yang diterima dari 4 KPW dari 13 KPW yang ada. Contoh rekap data OMAN mingguan dapat dilihat secara lengkap pada lampiran 2. Rekap data OMAN akan memberikan informasi tentang permintaan total atas suatu produk. Aliran data perencanaan produksi dilanjutkan ke perbandingan dengan data pemenuhan untuk OMAN bulanan seperti contoh pada tabel 5.5.
Tabel 5.5 Contoh rencana produksi untuk pemenuhan OMAN Bulanan
JENIS
PRODUKSI (A) (B) (C) (D) = (A – C) (E) = (B - D)
FTG Apple 25.542 12.937 31.339 (5.797) 18.339
FTG Guava 25.162 7.896 30.331 (5.169) 13.065
HJG Apple 8.991 5.831 7.644 1.347 4.484
HJG Grape 11.316 4.609 10.719 597 4.012
Sumber : PPIC PT Sinar Sosro KPB Tambun
Keterangan : A : OMAN (Februari 2011) B : Stok produk (25 Februari 2011) C : Realisasi OMAN (Februari 2011) D : Sisa OMAN (Februari 2011)
E : Prakiraan stok akhir minggu tanpa produksi
* : satuan dalam karton
Setelah diketahui hasil rekapan data OMAN mingguan untuk seluruh KPW yang ada, selanjutnya adalah membandingkan OMAN mingguan tersebut dengan stok produk yang tersedia di gudang sehingga diketahui kebutuhan produksi untuk masing-masing produk. Keputusan untuk melakukan produksi atau tidak juga dipengaruhi oleh OMAN bulanan, karena jika OMAN bulanan sudah tercukupi, maka tidak perlu dilakukan produksi lagi untuk produk yang bersangkutan dan dapat memproduksi produk yang lain untuk memenuhi OMAN. Jika ingin memproduksi suatu produk, maka pihak PPIC awalnya harus menentukan jumlah yang ingin diproduksi kemudian menyusunnya dengan memperhatikan kapasitas produksi. Contoh penentuan jumlah produksi yang ada di PT Sinar Sosro KPB Tambun dapat dilihat pada tabel 5.6.
Tabel 5.6Contoh perhitungan rencana produksi untuk pemenuhan OMAN
PRODUK F = (A/4) B G H I = (B+G-H) J = (B+G+K-H) K
1 FTG Apple 6.386 12.937 - 7.037 5.900 15.900 10.000
2 FTG Guava 6.291 7.896 - 6.960 936 15.936 15.000
3 HJG Apple 2.248 5.831 - 3.166 2.665 12.665 10.000
4 HJG Grape 2.829 4.609 - 3.971 638 13.138 12.500
Sumber : PPIC PT Sinar Sosro KPB Tambun
Keterangan : F = minimal stok, didapat dari OMAN bulanan dibagi 4 B = stok produk di GBJ
G = stok produk yang ada di bagian repacking atau karantina H = OMAN mingguan
I = prakiraan stok akhir jika tidak dilakukan produksi
J = prakiraan stok akhir jika dilakukan kegiatan produksi dengan jumlah tertentu K = jumlah rencana produksi minggu tersebut
Penentuan jumlah produksi yang dilakukan perusahaan adalah secara manual dan jumlahnya juga menyesuaikan dengan kapasitas mesin dan ketersediaan bahan baku. Namun, dalam pembuatan rencana produksi yang diterapkan perusahaan masih belum ada jawal rinci untuk proses produksi, sehingga sering terjadi waktu menganggur yang banyak disebabkan oleh timbulnya antrian penggunaan fasilitas produksi. Penentuan jumlah produksi dilakukan berdasarkan kondisi yang terjadi pada saat itu. Setelah proses penentuan jumlah rencana produksi setiap produk, selanjutnya adalah menempatkan produk-produk yang akan di produksi berdasarkan lini produksi yang digunakan, tanpa adanya aturan baku untuk proses pengurutan produk yang harus diproduksi terlebih dahulu.
5.1.3 Rasio Penggunaan Sumber Daya
Sumber daya adalah berbagai jenis barang dan jasa yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk diolah untuk menghasilkan barang atau jasa yang lainnya. Sumber daya dibagi menjadi dua jenis, yakni sumber daya mesin dan sumber daya tenaga kerja atau sumber daya manusia. Penggunaan sumber daya produksi di PT Sinar Sosro KPB Tambun selama ini belum optimal karena banyaknya waktu menganggur di lantai produksi dan ditunjukkan oleh hasil perhitungan rasio penggunaan sumber daya produksi perusahaan selama periode pengamatan 28 Februari-16April 2011. Nilai rasio penggunaan sumber daya produksi sesuai dengan kondisi perusahaan dapat dilihat pada tabel 5.7.
Tabel 5.7 Rasio Penggunaan Sumber Daya Sesuai dengan Kondisi Perusahaan
UNIT NAMA MESIN
Sebelum Penjadwalan (%) Minggu Ke
9 10 11 12
Pengolahan 47,29 47,51 45,65 35,15
Sterilisasi
Stork A 80,25 71,64 72,98 82,09
Stork B 0,00 71,64 66,70 95,52
Stork TAD 24,55 59,33 44,87 23,88
Pasteurisasi 51,08 0,00 0,00 35,82
Karbonisasi 0,00 22,01 20,56 0,00
Rata-rata 31,18 44,93 41,02 47,46
Mesin Pengemasan
Lini C 93,63 21,64 72,36 80,22
Lini N 93,63 70,90 72,36 80,22
Lini D 0,00 71,64 0,00 0,00
Lini E 0,00 22,39 0,00 0,00
Lini F 0,00 49,25 66,70 71,27
Lini R 0,00 49,25 66,70 71,27
Lini P 0,00 0,00 26,77 0,00
Lini S 0,00 22,01 22,48 0,00
Lini CAN 41,08 22,01 20,56 35,82
Lini PET 46,99 25,37 17,91 23,88
Rata-rata 27,53 35,45 36,58 36,27
Pada tabel terlihat bahwa nilai rasio penggunaan masing-masing mesin produksi berbeda-beda tiap alat dan juga berubah setiap minggunya tergantung pada rencana produksi yang dibuat.
Pengaturan jadwal produksi yang tidak diperinci mengakibatkan timbulnya antrian dan berakibat pada pemakaian sumber daya yang tidak optimal serta adanya waktu menganggur.
Nilai rasio penggunaan sumber daya pada tabel tersebut diperoleh dari perbandingan antara waktu pemakaian mesin sebenarnya (riil) dengan waktu pemakaian yang tersedia. Nilai rasio penggunaan sumber daya dari unit kerja pengolahan diperoleh dari seluruh tangki yang tersedia di unit kerja pengolahan dan diambil rata-ratanya. Nilai rasio penggunaan sumber daya pada unit kerja pengolahan dari minggu ke-9 sampai minggu ke-12 tahun 2011 adalah 47,29%, 47,51%, 45,65%, dan 35,15%. Rata-rata nilai rasio penggunaan untuk alat sterilisasi dari minggu ke-9 sampai minggu ke- 12 tahun 2011 adalah 31,18%, 44,93%, 41,02%, dan 47,46%. Sedangkan rata-rata nilai rasio penggunaan untuk mesin pengemasan dari minggu ke-9 sampai minggu ke-12 tahun 2011 adalah 27,53%, 35,45%, 36,58%, dan 36,27%.
Nilai rasio penggunaan sumber daya yang bervariasi dipengaruhi oleh tingkat permintaan dan rencana produksi yang dibuat oleh perusahaan. Penggunaan sumber daya produksi akan menyesuaikan dengan rencana produksi yang disusun oleh perusahaan. Rendahnya nilai rasio penggunaan sumber daya atau beberapa sumber daya produksi yang tidak digunakan dalam setiap minggunya dikarenakan permintaan yang tidak terlalu banyak dan keterbatasan sumber daya manusia yang mengoperasikan
mesin-mesin produksi tersebut. PT Sinar Sosro KPB Tambun memiliki tenaga kerja yang terbatas, serta untuk pengoperasian mesin dilakukan oleh tenaga kerja yang tersedia secara bergantian sehingga tidak memungkinkan untuk mengaktifkan seluruh sumber daya produksi secara bersamaan.
5.2 Pengembangan Jadwal Produksi
Penjadwalan produksi merupakan unsur penting dalam perencanaan produksi di suatu perusahaan. Penjadwalan produksi yang efektif dan efisien adalah model penjadwalan produksi yang dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang tersedia sehingga perusahaan dapat mencapai target produksi yang telah ditetapkan. Ada beberapa macam teknik yang biasa digunakan dalam proses penjadwalan produksi. Pemilihan teknik penjadwalan pada suatu perusahaan akan mempertimbangkan faktor-faktor terkait dengan proses produksi seperti volume produksi, keragaman produk, keadaan proses produksi, dan kompleksitas dari suatu pekerjaan. Pemilihan teknik yang sesuai tergantung pada kondisi perusahaan yang bersangkutan.
Penyusunan jadwal produksi di PT Sinar Sosro KPB Tambun akan mengutamakan faktor kapasitas mesin pengemasan karena kapasitas alat ini akan mempengaruhi kapasitas produksi perusahaan. Proses pengisian atau pengemasan merupakan proses yang paling lama atau kapasitasnya paling kecil daripada kapasitas mesin sterilisasi sehingga kapasitas produksi akan menyesuaikan dengan kapasitas mesin pengemasan. Jumlah produksi setiap harinya akan menyesuaikan dengan kapasitas pengemasan pada masing-masing lini produksi. Selain itu, penjadwalan akan mempertimbangkan faktor pengolahan atau pengolahan bahan baku di unit kerja pengolahan. Hal ini disebabkan unit kerja pengolahan adalah bagian yang memasok produk ke stasiun kerja selanjutnya sehingga jika unit kerja pengolahan masih belum dapat memasok bahan maka secara otomatis stasiun kerja sterilisasi dan mesin pengemasan tidak beroperasi.
Permasalahan penjadwalan produksi yang dihadapi oleh PT Sinar Sosro KPB Tambun adalah banyaknya antrian di stasiun kerja pengolahan sehingga menimbulkan waktu menganggur yang berarti penjadwalan produksi yang dilakukan tidak berjalan secara optimal. Antrian di stasiun kerja pengolahan disebabkan oleh tidak adanya rincian jadwal produksi sehingga kemungkinan menunggu untuk menggunakan sumber daya produksi sering terjadi. Kendala antrian disebabkan proses produksi seluruh jenis produk menggunakan alat PHE dan perusahaan hanya mempunyai satu PHE sehingga penggunaannya harus bergantian. Satu PHE yang dimiliki digunakan untuk proses produksi seluruh produk. PHE akan menyuplai air baku produksi ke seluruh tangki ekstraksi dan tangki pencampuran untuk proses produksi. Tidak adanya waktu pengaturan untuk penggunaan PHE membuat sering terjadinya antrian penggunaan PHE di unit pengolahan sehingga terkadang unit pengolahan terlambat untuk memasok produk ke unit sterilisasi. Kendala antrian penggunaan PHE di unit pengolahan dapat dilihat pada gambar 5.15.
Gambar 5.15Aliran bahan proses produksi serta penyebab antrian
Pada gambar 5.15 terlihat bahwa seluruh jenis produk menggunakan PHE untuk proses produksinya. Penggunaan PHE inilah yang harus diatur sedemikian rupa sehingga meminimalkan timbulnya antrian yang akan menimbulkan waktu menganggur juga. Satu-satunya PHE yang tersedia untuk mendukung proses produksi ini digunakan untuk memasok air baku produk ke semua tangki ekstraksi, tangki pencampuran, dan tangki pengolahan gula yang digunakan untuk proses produksi.
Model penjadwalan produksi yang dibuat untuk PT Sinar Sosro KPB Tambun dimulai dari merekap data permintaan produk yang masuk ke perusahaan dari KPW PT Sinar Sosro yang tersebar di seluruh Indonesia. Permintaan ini akan direkap setiap minggunya tepatnya pada hari Jum’at dan akan dibandingkan dengan stok produk yang tersedia di gudang. Setelah diketahui juga stok produk yang ada di gudang maka akan diketahui nilai CR masing-masing produk yang diperoleh dari perbandingan antara jumlah permintaan dengan jumlah stok produk. Setelah itu, produk akan diurutkan sesuai dengan nilai CR mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar. Nilai CR menandakan tingkat kebutuhan pengadaan suatu produk untuk diproduksi, semakin kecil nilai CR maka semakin tinggi tingkat kebutuhan produksi produk tersebut. Setelah diurutkan menurut CR, langkah selanjutnya adalah menentukan jumlah produksi masing-masing produk. Penentuan jumlah produksi secara otomatis akan mengetahui waktu produksi yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu produk sesuai dengan jumlah produksi yang diinginkan. Waktu produksi untuk masing-masing produk ini akan menentukan produk-produk yang akan di produksi dalam periode waktu tertentu, dan produk- produk yang tidak akan diproduksi pada periode waktu tersebut.
Proses pemilihan produk dilakukan dengan cara mempertimbangkan waktu produksi produk yang bersangkutan dengan kapasitas jam kerja yang tersedia dalam minggu tersebut. Produk-produk yang akan diproduksi selanjutnya akan diletakkan pada lini-lini produksi masing-masing, sehingga akan didapatkan jadwal produksi mingguan perusahaan. Langkah-langkah model penjadwalan produksi mingguan dapat dilihat pada gambar 5.16.
Gambar 5.16Diagram alir penjadwalan produksi mingguan
Langkah tambahan untuk mendukung rencana produksi mingguan yang telah dibuat adalah dengan menggunakan model penjadwalan harian untuk mengetahui rincian jadwal kegiatan yang harus dilakukan untuk setiap harinya. Tujuan dibuat rincian jadwal kegiatan harian adalah mendukung jadwal rencana produksi untuk meminimalkan antrian yang terjadi pada penggunaan PHE dan mengurangi waktu menganggur di masing-masing lini produksi. Minimalisasi pada setiap unit kerja dapat dilakukan karena dengan model jadwal produksi harian akan diketahui jadwal pengoperasian masing-masing unit kerja secara rinci. Diagram alir pembuatan jadwal pengolahan produk dapat dilihat pada gambar 5.17.
Gambar 5.17Diagram alir pembuatan jadwal pengolahan harian
5.2.1 Penjadwalan Mingguan
Proses penjadwalan produksi yang dilakukan pada program SI JPS 1.0 mempunyai beberapa asumsi agar jadwal produksi dapat tersusun dengan baik dan sesuai dengan kondisi perusahaan.
Adapun asumsi-asumsi yang dilakukan diantarannya :
1. Membandingkan rencana waktu produksi dengan batas waktu produksi yang tersedia. Jika rencana waktu produksi melebihi batas waktu produksi yang tersedia, maka produk yang rencana waktu produksinya melebihi batas waktu produksi yang tersedia tidak akan diproduksi pada periode tersebut.
2. Proses produksi untuk produk-produk yang menggunakan lini TBA atau TWA pada satu lini kerja produksi dilakukan dengan menggunakan dua mesin produksi secara bersamaan dengan jenis mesin yang sama.
3. Jika waktu produksi yang tersedia masih tersisa karena rencana waktu produksi lebih kecil, maka akan dilakukan proses produksi untuk produk lain dan pemilihannya disesuaikan dengan urutan CR dengan produk yang sama dengan lini produksi sebelumnya pada kelompok lini kerja tersebut.
Alternatif kegiatan yang dapat dilakukan jika waktu produksi masih tersisa adalah melakukan kegiatan CIP atau perawatan sumber daya produksi.
4. Jika suatu lini kerja produksi batas waktu produksinya tidak mencukupi dan lini kerja satunya masih menyisakan waktu yang dapat dimanfaatkan untuk produksi, serta produk yang rencana waktu produksinya tidak mencukupi merupakan produk dari lini kerja TWA, maka dapat dilakukan proses produksi produk TWA dengan menjalankan empat mesin TWA sekaligus.
Pemilihan metode penjadwalan dengan menggunakan teknik CR karena metode CR yang paling sesuai untuk diterapkan di PT Sinar Sosro KPB Tambun daripada metode lainnya yakni LPT dan SPT. Metode CR akan membantu perusahaan memenuhi tingkat permintaan harian yang jumlahnya bergerak fluktuatif. Jika menggunakan metode urutan SPT atau LPT maka terbuka kemungkinan produk yang sebenarnya mempunyai tingkat kebutuhan produksi yang mendesak berada di urutan akhir, sehingga permintaan harian tidak terpenuhi. Penggunaan metode CR didasari oleh pengiriman produk yang dilakukan perusahaan setiap hari dan jumlah permintaan harian yang bergerak dinamis membuat perusahaan harus selalu menyediakan stok produk untuk memenuhi permintaan setiap saat. Jika menggunakan metode SPT atau LPT maka akan terbuka kemungkinan permintaan harian yang masuk ke perusahaan tidak terpenuhi karena jumlah stok produk yang tersedia di gudang tidak mencukupi untuk memenuhi permintaan. Kekurangan stok produk ini disebabkan proses produksi untuk produk yang persediaannya sudah menipis mempunyai kemungkinan diproduksi di akhir waktu karena penjadwalannya berdasarkan waktu proses produksi produk yang berkaitan. Solusinya adalah menggunakan metode CR dengan cara memproduksi produk yang lebih membutuhkan penambahan stok produk terlebih dahulu untuk memenuhi permintaan.
Model penjadwalan produksi diawali dengan merekap permintaan dari seluruh KPW sehingga diketahui total permintaan masing-masing produk untuk minggu yang bersangkutan. Setelah itu akan dilihat jumlah stok produk yang tersedia di gudang. Jika jumlah stok produk dan jumlah permintaan per minggunya diketahui, maka akan dapat diketahui nilai CR dari masing-masing produk yang diperoleh dari hasil perbandingan stok produk yang tersedia dengan jumlah permintaannya. Contoh perhitungan di bawah ini akan menjelaskan tentang proses penjadwalan produksi oleh program SI JPS 1.0 dengan mengambil data pada minggu ke-9 tahun 2011 dan mengasumsikan jumlah hari kerjanya hanya tiga hari kerja. Contoh rekap data stok produk di gudang dan permintaan mingguan dapat dilihat di tabel 5.8.
Tabel 5.8 Contoh rekap stok produk dan permintaan serta menghitung nilai CR
Kode Jenis
Produk Varian Lini Produksi
Stok Produk Permintaan Critical Ratio
(karton) (karton) (%)
1 FTG Apple TWA 12937 7037 183,84
2 FTG Strawberry TWA 9416 2500 376,64
3 FTG Guava TWA 7896 6960 113,45
4 FTG Blackcurrant TWA 14733 7777 189,44
5 FTG Fusion TWA 7494 1633 458,91
Setelah diketahui nilai CR dari masing-masing produk, selanjutnya seluruh produk akan diurutkan berdasarkan nilai CR yang terkecil ke yang terbesar. Pada langkah ini juga akan ditentukan jumlah produksi yang akan dilakukan untuk masing-masing produk. Jumlah produksi yang akan dilakukan sesuai dengan jumlah permintaan atas produk tersebut ditambah dengan buffer sebesar 25%. Setelah diketahui jumlah produksinya dalam satuan karton, maka akan disesuaikan dengan jumlah batch pengolahan setiap produk. Apabila jumlah produksi menghasilkan batch produksi yang tidak penuh, maka jumlah produksi akan dibulatkan ke atas sehingga diperoleh jumlah produksi dengan satuan karton dan dalam satuan batch produksi yang sesuai dengan satuan formulasi batch produksi masing-masing produk. Contoh pengurutan nilai CR dan penentuan jumlah produksi dapat dilihat pada tabel 5.9.
Tabel 5.9 Pengurutan CR dan penentuan jumlah rencana produksi Kode Jenis
Produk
Varian Lini Produksi
Stok Produk
Permintaan Critical Ratio
Rencana Produksi
Rencana Produksi (karton) (karton) (%) (Karton) (Batch)
32 CCE Guava PET 2774 2745 101,06 4167 5
3 FTG Guava TWA 7896 6960 113,45 8750 7
9 HJG Grape TWA 5337 4071 131,10 6250 5
26 FTC Apple CAN 3005 2185 137,53 3145 4
33 CCE Mango PET 4514 2995 150,72 4167 5
Setelah diurutkan berdasarkan CR dan telah ditetapkan jumlah produksi masing-masing produk, maka akan diketahui pula kebutuhan waktu produksi untuk masing-masing produk sesuai dengan jumlah produksi yang direncanakan. Waktu produksi yang dimaksudkan adalah waktu pengemasan yang dibutuhkan masing-masing produk yang diperoleh dari perhitungan pada persamaan 5.2. Adanya jumlah rencana waktu produksi ini akan digunakan sebagai acuan untuk menetapkan produk-produk yang akan di produksi dan produk yang tidak dapat diproduksi pada minggu tersebut karena keterbatasan kapasitas waktu produksi perusahaan. Waktu produksi yang dihitung adalah waktu produksi yang diakumulasikan antara semua waktu produksi mulai dari pertama sampai terakhir. Selain jumlah rencana waktu produksi keseluruhan, pemilihan produk yang akan diproduksi
juga berdasarkan rencana waktu produksi yang dibutuhkan di setiap lini produksinya. Contoh urutan produk sebelum dilakukan pemilihan produk yang akan diproduksi dapat dilihat pada tabel 5.10, sedangkan proses pemilihan produk yang akan diproduksi dan yang tidak diproduksi dapat dilihat pada tabel 5.11.
Tabel 5.10Contoh urutan produk sebelum pemilihan produk yang diproduksi
Tabel 5.11Contoh pemilihan produk-produk yang akan diproduksi
Pada tabel 5.10 yakni sebelum dilakukan pemilihan, terlihat semua jenis produk yang memiliki suatu permintaan pada minggu tersebut dan telah diurutkan berdasarkan nilai CR masing-masing produk. Selanjutnya dilakukan pemilihan dengan membandingkan antara total rencana waktu produksi dan total rencana waktu produksi per lini produksi dengan waktu kerja yang tersedia. Pertama yang dilakukan adalah membandingkan antara total rencana waktu produksi per lini dengan jam kerja yang tersedia per lini produksinya. Selanjutnya adalah membandingkan total rencana waktu produksi semua produk dengan total jam kerja yang tersedia per minggu yang dapat digunakan. Jumlah jam produksi diperoleh dari jumlah hari kerja yang ditentukan pada saat awal menjalankan program. Jumlah jam kerja tersebut akan dihitung dengan persamaan 5.4.
Jumlah jam produksi = (((jumlah hari kerja – 1 hari) x 24 jam/hari + 15 jam) – 4 jam) x 2 (5.4)
Waktu yang tersedia per minggu disini adalah waktu produksi yang tersedia yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produksi. Waktu yang tersedia berasal dari jumlah jam kerja per minggu dikurangi 4 jam dengan asumsi pada saat awal produksi di hari pertama kerja dilakukan persiapan mesin terlebih dahulu sehingga proses produksi benar-benar baru bisa berjalan pada jam 10:00:00 di hari pertama kerja. Waktu persiapan ini digunakan untuk melakukan persiapan pada mesin-mesin pendukung kegiatan produksi dan melakukan CIP pada sumber daya yang akan digunakan untuk kegiatan produksi. Setelah itu dikalikan dengan dua karena jumlah lini produksi yang akan dilakukan penjadwalan adalah dua lini produksi yang dapat dioperasikan secara bersamaan. Waktu produksi yang tersedia tidak memperhitungkan lini produksi yang ketiga yakni lini kerja PET karena penjadwalan untuk produk-produk PET diatur sendiri tidak melalui mekanisme yang sama dengan lini produksi lainnya. Lini produksi selain lini PET akan dibagi menjadi dua kelompok lini produksi sehingga jumlah jam produksi masing-masing lini produksi diakumulasikan.
Pada contoh kasus diatas, di awal program diasumsikan bahwa total hari kerja adalah tiga hari, maka melalui persamaan 5.4 dapat diketahui bahwa waktu yang tersedia pada minggu tersebut adalah 118 jam. Langkah berikutnya adalah mencari batas waktu yang dapat digunakan sebagai jam kerja produktif dalam artian menghasilkan suatu produk, tidak dalam keadaan CIP pada saat pergantian produk. Cara perhitungannya adalah mengurangi waktu yang tersedia dengan waktu yang akan digunakan untuk proses pengolahan pada awal minggu dan waktu yang akan digunakan untuk proses CIP. Pada proses pemilihan produk yang dihitung adalah waktu proses pengemasan saja, dengan cara proses pengolahan dilakukan sebelum jadwal pengemasan yang telah dibuat. Pengolahan sebelum jadwal pengemasan produk dilakukan agar pada saat proses pergantian produk, proses pengemasan tidak menunggu proses pengolahan bahan baku terlebih dahulu. Oleh sebab itu, batas waktu maksimal yang diperhitungkan untuk pemilihan produk harus dikurangi waktu proses pengolahan pada batch pertama untuk produk pertama di masing-masing lini produksi. Proses pengolahan pada batch pertama produk pertama masing-masing lini tetap dihitung karena pada saat hari pertama kerja, harus dilakukan proses pengolahan terlebih dahulu dan diperhitungkan dalam proses penjadwalan produksi.
Waktu pengolahan yang digunakan untuk menghitung batas waktu maksimal adalah dengan asumsi proses pengolahan terlama. Sedangkan waktu proses CIP di dapat dari waktu rata-rata proses CIP dan diasumsikan setiap hari maksimal terjadi pergantian produk sebanyak satu kali, sehingga waktu proses CIP diasumsikan rata-rata waktu proses CIP dikali dengan dua kali proses pergantian per hari kemudian dikalikan dengan jumlah hari kerja.
Pada contoh kasus ini diketahui bahwa waktu yang tersedia adalah 118 jam. Proses pengolahan terlama adalah proses pengolahan produk Fruit Tea yakni mencapai 3:15:00 yang berarti untuk dua lini yang beroperasi waktu proses pengolahannya mencapai 6:30:00. Sedangkan rata-rata waktu proses CIP adalah 1:24:00, sehingga untuk dua lini produksi waktu proses CIP-nya sebanyak 2:48:00. Dari data tersebut dapat diketahui batas waktu maksimal proses pengemasan untuk penentuan produk yang akan diproduksi dalam dua lini pada contoh diatas adalah 103:06:00 seperti yang terlihat pada persamaan 5.5.
Batas waktu maksimal = waktu yang tersedia – pengolahan awal – proses CIP x hari kerja (5.5) 103:06:00 = 118:00:00 – 6:30:00 – 2:48:00/hari x 3 hari
Jumlah jam kerja per minggu ini akan menentukan batas waktu maksimum per minggu pada masing-masing lini produksi. Jumlah lini produksi yang dapat diaktifkan di PT Sinar Sosro KPB Tambun secara bersamaan adalah sebanyak tiga jenis lini produksi dengan syarat satu lini produksinya adalah lini PET. Jika lini produksi PET tidak beroperasi maka perusahaan hanya dapat mengaktifkan dua jenis lini produksi secara bersamaan, hal ini terkait dengan sumber daya manusia yang tersedia.
Pada proses pemilihan produk yang akan diproduksi, untuk produk yang diproduksi di lini produksi PET tidak diperhitungkan dalam rencana penjadwalan waktu produksi karena produk-produk PET dikerjakan dengan alokasi khusus dan tersendiri. Hal ini disebabkan produk-produk dari lini PET proses produksinya tidak bergantian dengan produk dari lini produksi lainnya serta hanya memiliki kapasitas satu shift kerja. Proses penjadwalan untuk produk-produk yang diproses dalam lini PET dilakukan berdasarkan urutan nilai CR dan satu hari hanya memproduksi satu jenis produk PET karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki. Selain itu, jika dilakukan pergantian jenis produk pada lini PET dianggap tidak efisien karena keterbatasan jumlah jam kerja lini PET yang hanya mempunyai kapasitas produksi satu shift kerja per harinya.
Langkah pertama pemilihan produk didasarkan pada rencana waktu produksi per lini dibandingkan dengan batas waktu jam kerja yang tersedia per lini. Apabila rencana waktu produksi
per lini produksi masih lebih kecil dari batas jam kerja yang tersedia per lini, maka produk tersebut akan diproduksi. Sedangkan apabila total rencana waktu produksi per lini sudah melebihi batas waktu produksi yang tersedia per lini, maka produk tersebut tidak akan diproduksi dan dilanjutkan ke produk lainnya yang rencana waktu produksinya lebih mencukupi dan tetap berdasarkan urutan nilai CR produk tersebut. Contohnya pada tabel 5.11 di atas rencana waktu produksi untuk produk FTG Blackcurrant dan HJG Orange sudah melebihi batas waktu produksi yang tersedia per lini, maka produk tersebut tidak diproduksi karena alokasi rencana waktu produksi per lini untuk produk tersebut tidak mencukupi. Akhirnya pada tabel 5.11 dapat dilihat bahwa produk FTG Blackcurrant dan HJG Orange dihapus dari daftar produk yang akan diproduksi atau pada tabel 5.11 tulisan diberi tanda merah sebagai tanda untuk produk-produk yang tidak diproduksi.
Setelah dipilih produk-produk yang berdasarkan lini produksinya, jika waktu produksi yang tersedia per minggu masih memungkinkan untuk memproduksi jenis produk dibawahnya, maka produk tersebut akan dipilih untuk diproduksi seperti pada contoh tabel 5.11, untuk produk di lini produksi TWA yang rencana waktu produksinya sudah tidak mencukupi, namun masih memungkinkan untuk memproduksi produk TBK 200 ml, maka produk tersebut akan diproduksi.
Batas produk yang tidak dapat diproduksi adalah produk yang rencana waktu produksinya melebihi batas waktu yang tersedia dalam minggu tersebut. Contoh pembatasan produk yang rencana waktu produksinya sudah tidak mencukupi adalah produk HJG Cherry-B yang jika diproduksi maka akan selesai pada jam ke 112:13:00 sementara batas waktu yang tersedia dalam minggu tersebut hanya sampai jam ke 103:06:00. Pemilihan produk ini masih dapat ditambahkan secara manual jika masih menginginkan produksi dan memanfaatkan sisa waktu kapasitas jam kerja perusahaan. Contohnya memproduksi produk yang selanjutnya dalam urutan CR namun diproduksi dengan jumlah kurang dari jumlah rencana produksi yang telah ditetapkan karena harus menyesuaikan dengan kapasitas waktu produksi yang masih dapat dimanfaatkan.
Proses berikutnya setelah diketahui produk yang akan diproduksi beserta jumlah produksinya adalah produk-produk tersebut akan dikelompokkan dan dihitung waktu produksinya berdasarkan lini produksinya yang diletakkan secara berurutan sesuai dengan nilai CR yang terkecil produk pertama untuk lini produksi yang bersangkutan. Setelah dikelompokkan dalam lini produksi masing-masing, maka akan dihitung jumlah rencana waktu produksi untuk masing-masing lini. Oleh karena keterbatasan operator, setiap hari jumlah lini produksi yang dapat dioperasikan maksimal tiga lini produksi dengan syarat satu lini produksi adalah lini produksi PET. Keterbatasan operator ini mengakibatkan seluruh jenis lini produksi harus dikelompokkan ke dalam dua lini produksi diluar lini produksi PET.
Cara pengelompokkannya menggunakan jumlah waktu rencana produksi masing-masing lini produksi. Langkah pertama adalah menempatkan lini produksi pada kelompok lini produksi pertama dan kedua sesuai dengan nilai CR produk pertamanya pada lini produksi pertama dan kedua.
Selanjutnya lini produksi dalam urutan ketiga dan seterusnya akan ditempatkan berdasarkan total rencana waktu produksi yang lebih kecil pada lini pertama dan kedua. Jika lini pertama total waktu rencana produksinya lebih kecil daripada lini kedua, maka kelompok produk lini produksi ketiga akan ditempatkan pada lini produksi yang pertama demikian juga sebaliknya. Setelah dikelompokkan menjadi dua lini kerja produksi, selanjutnya adalah mengurutkan kembali produk-produk yang akan diproduksi berdasarkan nilai CR masing-masing produk sesuai dengan pengelompokkan jenis lini produksi yang telah dilakukan. Contoh pengelompokkan lini produksi dapat dilihat di tabel 5.12.
Tabel 5.12Contoh pengelompokan jenis lini produksi dan susunan urutan produksi
Pada tabel 5.12 dapat dilihat bahwa berdasarkan produk-produk yang akan diproduksi, jika dikelompokkan pada lini produksi masing-masing sesuai dengan produk pertama dengan CR terkecil pada lini tersebut urutannya adalah lini TWA, CAN, kemudian TBA. Setelah dikelompokkan maka akan dijumlahkan waktu rencana produksi masing-masing lini seperti yang diketahui pada tabel 5.12, bahwa waktu produksi untuk masing-masing lini sebagai berikut TWA 48:00:00, CAN 20:46:00, dan TBA 30:24:00. Sementara untuk pengelompokkan kedalam dua lini produksi langkah yang pertama adalah menempatkan lini TWA pada lini kerja pertama, dan CAN pada lini kerja kedua. Sementara untuk lini ketiga yakni TWA akan ditempatkan pada kelompok lini produksi yang waktu rencana produksinya lebih kecil. Pada contoh kasus tersebut kelompok lini kerja kedua yakni CAN mempunyai waktu rencana produksi lebih kecil daripada kelompok lini pertama yaitu TWA. Oleh sebab itu, produk-produk lini TBA dimasukkan kedalam kelompok lini kerja produksi yang kedua bersama dengan produk-produk lini CAN. Jika ada kelompok produk lini keempat, maka kelompok tersebut akan ditempatkan bersama kelompok lini kerja pertama karena total waktu rencana produksinya sekarang lebih kecil daripada lini kerja produksi kedua yang diisi produk-produk CAN dan TWA dengan total waktu rencana produksi 51:22:00. Setelah terbagi kedalam dua kelompok lini produksi, maka produk akan diurutkan kembali berdasarkan nilai CR pada masing-masing kelompok lini kerja yang telah ditentukan.
Langkah terakhir adalah penyusunan jadwal produksi mingguan sesuai dengan proses pengurutan dan penyusunan dalam langkah-langkah sebelumnya. Pada tahap akhir ini, proses yang dilakukan adalah memberikan informasi jadwal produk yang harus diproduksi disertai dengan waktu produksi masing-masing produk dan jumlah yang harus diproduksi. Selain itu, pada bagian bawah tabel keluaran ditampilkan informasi tentang batas jam kerja perusahaan pada minggu tersebut serta durasi waktu proses produksi perusahaan. Batas jam kerja perusahaan merupakan waktu pada saat jam kerja perusahaan berakhir. Batas jam kerja ini berasal dari jam kerja yang tersedia pada minggu tersebut. Pada contoh kasus ini, jumlah jam kerja menurut persamaan 4.1 batas jam kerjanya adalah 63 jam. Batas jam kerja akan diketahui dari jam mulai kerja pada hari pertama kerja ditambah dengan jumlah jam kerja. Pada kasus ini awal jam kerja hari pertama adalah jam enam pagi, sehingga batas jam kerjanya adalah jam ke 69:00:00 atau sama artinya dengan selesai pada hari ketiga jam 21:00:00
seperti yang ditampilkan pada data waktu max pada tabel 5.13. Sedangkan informasi durasi produksi ditampilkan untuk mengetahui waktu produksi perusahaan diluar waktu CIP. Penentuan awal proses produksi masing-masing lini dilakukan secara bergantian karena faktor penggunaan PHE yang harus bergantian juga pada saat proses pengolahan. Contoh hasil penjadwalan produksi dapat dilihat pada tabel 5.13.
Tabel 5.13Keluaran hasil penjadwalan produksi
Pada tabel 5.13 dapat dilihat bahwa seluruh rencana produksi selesai sebelum batas jam kerja perusahaan yakni pada hari ketiga jam 21:00:00. Jika terjadi hal demikian, yakni jadwal rencana produksi selesai jauh sebelum batas jam kerja, maka perusahaan dapat menambah kegiatan produksi dengan memproduksi produk yang lainnya tapi masih sesuai dengan kelompok lini produksi yang telah dibuat beserta tetap memperhatikan urutan CR produk. Alternatif lainnya jika rencana produksi selesai sebelum batas jam kerja maka dapat dilakukan kegiatan CIP atau perawatan sumber daya yang dimiliki. Namun, jika pada jadwal produksi suatu produk proses produksinya melebihi batas jam kerja, maka perusahaan dapat mengurangi jumlah produksi untuk produk tersebut untuk menyesuaikan batas jam kerja yang dimiliki. Waktu proses produksi yang ditampilkan adalah menunjukkan waktu produksi pada hari yang bersangkutan. Seperti pada contoh, produk FTG Guava akan diproduksi mulai jam 10:20:00 pada hari pertama kerja.
Pada penjadwalan lini produksi PET data waktu max atau batas jam kerja merupakan durasi jam kerja yang tersedia untuk proses produksi produk-produk PET dalam minggu tersebut dikurangi dengan waktu pengolahan produk pada awal hari pertama kerja. Lini PET hanya memiliki satu shift