i
PENYELESAIAN NUMERIK HUKUM KEKEKALAN MENGGUNAKAN METODE SAULYEV
Tugas Akhir
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Matematika
Program Studi Matematika
Oleh :
Maria Paskarani Br Sebayang 153114004
PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2019
ii
NUMERICAL SOLUTION TO CONSERVATION LAWS USING THE SAULYEV METHOD
Final Project
Presented as a Partial Fulfillment of the Requirement to Obtain the Degree of Sarjana Matematika
in Mathematics
By :
Maria Paskarani Br Sebayang 153114004
MATHEMATICS STUDY PROGRAM DEPARTMENT OF MATHEMATICS FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY
SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA
2019
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan untuk Tuhan Yesus yang selalu menyertai dan memberikan kekuatan di sepanjang hidup saya, orang tua saya yaitu Bapak Arsteanov L. Sebayang dan Ibu Udayani Br Ginting yang terus memberikan semangat untuk menjalani hidup. Dosen pembimbing saya yaitu Bapak Sudi Mungkasi yang dengan penuh kesabaran membimbing saya hingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Adik-adik saya yaitu Maria Nina Ariyensi Br Sebayang dan Brigita Oktavia Br Sebayang yang terus memberikan senyuman di setiap perjumpaan serta semua orang-orang yang saya cintai.
ABSTRAK
Hukum kekekalan diteliti dalam tugas akhir ini. Pada prakteknya hukum kekekalan tidak mudah dicari penyelesaian analitiknya. Oleh sebab itu, penulis membahas mengenai penyelesaian hukum kekekalan secara numerik.
Penyelesaian numerik yang dibahas dalam tugas akhir ini ialah penyelesaian dari metode Saulyev. Selain menggunakan metode Saulyev, penulis juga menggunakan metode Lax-Friedrichs. Metode Lax-Friedrichs digunakan sebagai pembanding hasil dari metode Saulyev. Setelah mendapatkan hasil pendekatan dari metode-metode tersebut, akan diperiksa nilai error dari setiap metode terhadap nilai eksak. Metode numerik yang digunakan pada hukum kekekalan disimulasikan dengan program MATLAB.
Penelitian ini akan menguji apakah metode Saulyev yang digunakan telah menjadi metode yang cukup akurat ketika dibandingkan dengan penyelesaian eksak dari hukum kekekalan. Dalam analisis hasil akan dilakukan dengan melihat hasil simulasinya beserta seberapa besar nilai errornya.
Kata kunci: hukum kekekalan, metode Saulyev, metode Lax-Friedrichs
ABSTRACT
In this work, we present research results on conservation laws. In practice, solutions to conservation laws are difficult to obtain analytically. Therefore, we discuss about solving conservation laws numerically.
Numerical solutions are mainly obtained using the Saulyev method. In addition to using the Saulyev method, we implement the Lax-Friedrichs method.
The Lax-Friedrichs method is used as a comparison with the Saulyev method.
After obtaining the results of these methods, we investigate their errors based on available exact solutions. Numerical methods are programmed in the MATLAB software to obtain solutions to conservation laws.
In this research, we test if the Saulyev method gives a reasonable accuracy when its results are compared with exact solutions to conservation laws. We provide discussion on numerical results and investigate their errors.
Keywords: conservation law, Saulyev method, Lax-Friedrichs method
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan roh kudusNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Tugas akhir ini dibuat dengan tujuan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Matematika pada Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa penulis melibatkan banyak pihak yang membantu dalam proses pengerjaan tugas akhir ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Tugas Akhir serta Dosen Pembimbing Akademik.
2. Bapak Hartono, S.Si., M.Sc., Ph.D., selaku Kaprodi Matematika.
3. Romo Prof. Dr. Frans Susilo, SJ., Bapak Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc., Bapak Dr. rer. nat. Herry P. Suryawan, S.Si., M.Si., Ibu M. V. Any Herawati, S.Si., M.Si., dan Bapak Ricky Aditya, M.Sc. selaku dosen-dosen Prodi Matematika yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan serta motivasi kepada penulis selama proses perkkuliahan.
4. Bapak/Ibu dosen/karyawan Fakultas Sains dan Teknologi yang telah berdinamika bersama selama penulis berkuliah.
5. Kedua orang tua, Enci dan Brigit yang menjadi penyemangat dalam menjalani hari-hari yang sulit.
6. Orang-orang terdekat: Wisnu, Ayu, Gita, Kepin, Arnel, Selly, Fithri yang senantiasa mendengarkan keluh-kesahku serta tiada henti memberikan semangat selama mengerjakan tugas akhir ini.
7. Teman-teman Matematika 2015 yang telah memberikan waktu dan semangatnya untukku selama kurang lebih empat tahun ini.
8. Teman-teman Kompai yang telah menjadi keluarga keduaku di perantauan ini.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
TITLE PAGE... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ...iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...vi
ABSTRAK ...vii
ABSTRACT ... viii
PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...ix
KATA PENGANTAR... x
DAFTAR ISI ...xii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR TABEL ...xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 2
C. Batasan Masalah ... 3
D. Tujuan Penulisan ... 3
E. Metode Penulisan ... 3
F. Manfaat Penulisan ... 3
G. Sistematika Penulisan ... 4
BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL DAN METODE NUMERIK ... 6
A. Turunan ... 6
B. Integral ... 8
C. Persamaan Diferensial ... 9
D. Deret Taylor ... 11
E. Formula Euler... 11
F. Hukum Kekekalan ... 12
G. Metode Turunan Numerik ... 14
1. Metode Turunan Beda Maju ... 14
2. Metode Turunan Beda Mundur ... 15
3. Metode Turunan Beda Tengah ... 15
H. Metode Lax-Wendroff... 18
I. Pengertian Kestabilan Metode Numerik ... 19
BAB III PENYELESAIAN EKSAK HUKUM KEKEKALAN DAN METODE SAULYEV ... 21
A. Penyelesaian Eksak Hukum Kekekalan ... 21
B. Metode Tak Stabil dan Metode Lax-Friedrichs... 24
C. Metode Saulyev ... 25
BAB IV PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN HUKUM KEKEKALAN ... 30
A. Penyelesaian Numerik Persamaan Hukum Kekekalan ... 30
B. Pembahasan Hasil Simulasi untuk Selang Waktu Kecil ... 51
1. Perhitungan Nilai Eksak ... 51
2. Metode Tak Stabil... 53
3. Metode Lax-Friedrichs ... 54
4. Metode Saulyev ... 55
C. Pembahasan Hasil Simulasi untuk Selang Waktu Besar ... 61
1. Perhitungan Nilai Eksak ... 61
2. Metode Tak Stabil... 63
3. Metode Lax-Friedrichs ... 64
4. Metode Saulyev ... 655
BAB V PENUTUP... 722
A. Kesimpulan ... 722
B. Saran ... 722
Daftar Pustaka ... 733
LAMPIRAN ... 744
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Pendekatan beda maju... 17
Gambar 2.2. Pendekatan beda mundur ... 17
Gambar 2.3. Pendekatan beda tengah ... 17
Gambar 3.1. Penyelesaian persamaan adveksi adalah konstan sepanjang karakteristik ... 23
Gambar 4.1. Ilustrasi kondisi batas di 𝑥 = 0 dan 𝑡 = 0.1 ... 31
Gambar 4.2. Ilustrasi kondisi awal saat 𝑡 = 0 dan ∆𝑥 = 0.01 ... 32
Gambar 4.3. Ilustrasi metode tak stabil 𝑢(𝑥, 0) saat 𝑡0 = 0 dan ∆𝑥 = 2.5 ... 33
Gambar 4.4. Ilustrasi metode tak stabil 𝑢(𝑥, 0.1) saat 𝑡1 = 0.1 dan ∆𝑥 = 2.5 ... 34
Gambar 4.5. Ilustrasi metode tak stabil 𝑢(𝑥, 0.2) saat 𝑡2 = 0.2 dan ∆𝑥 = 2.5 ... 35
Gambar 4.6. Ilustrasi metode tak stabil 𝑢(𝑥, 0.3) saat 𝑡3 = 0.3 dan ∆𝑥 = 2.5 ... 36
Gambar 4.7. Ilustrasi metode tak stabil 𝑢(𝑥, 0.4) saat 𝑡4 = 0.4 dan ∆𝑥 = 2.5 ... 37
Gambar 4.8. Ilustrasi metode tak stabil 𝑢(𝑥, 0.5) saat 𝑡5 = 0.5 dan ∆𝑥 = 2.5 ... 38
Gambar 4.9. Ilustrasi metode Lax-Friedrichs 𝑢(𝑥, 0)
saat 𝑡0 = 0 dan ∆𝑥 = 2.5... 39 Gambar 4.10. Ilustrasi metode Lax-Friedrichs 𝑢(𝑥, 0.1)
saat 𝑡1 = 0.1 dan ∆𝑥 = 2.5 ... 40 Gambar 4.11. Ilustrasi metode Lax-Friedrichs 𝑢(𝑥, 0.2)
saat 𝑡2= 0.2 dan ∆𝑥 = 2.5 ... 41 Gambar 4.12. Ilustrasi metode Lax-Friedrichs 𝑢(𝑥, 0.3)
saat 𝑡3= 0.3 dan ∆𝑥 = 2.5 ... 42 Gambar 4.13. Ilustrasi metode Lax-Friedrichs 𝑢(𝑥, 0.4)
saat 𝑡4= 0.4 dan ∆𝑥 = 2.5 ... 43 Gambar 4.14. Ilustrasi metode Lax-Friedrichs 𝑢(𝑥, 0.5)
saat 𝑡5= 0.5 dan ∆𝑥 = 2.5 ... 44 Gambar 4.15. Ilustrasi metode Saulyev 𝑢(𝑥, 0)
saat 𝑡0= 0 dan ∆𝑥 = 2.5 ... 45 Gambar 4.16. Ilustrasi metode Saulyev 𝑢(𝑥, 0.1)
saat 𝑡1 = 0.1 dan ∆𝑥 = 2.5 ... 46 Gambar 4.17. Ilustrasi metode Saulyev 𝑢(𝑥, 0.2)
saat 𝑡2= 0.2 dan ∆𝑥 = 2.5 ... 47 Gambar 4.18. Ilustrasi metode Saulyev 𝑢(𝑥, 0.3)
saat 𝑡3= 0.3 dan ∆𝑥 = 2.5 ... 48
Gambar 4.19. Ilustrasi metode Saulyev 𝑢(𝑥, 0.4)
saat 𝑡4= 0.4 dan ∆𝑥 = 2.5 ... 49 Gambar 4.20. Ilustrasi metode Saulyev 𝑢(𝑥, 0.5)
saat 𝑡5= 0.5 dan ∆𝑥 = 2.5 ... 50 Gambar 4.21. Ilustrasi eksak 𝑢(𝑥, 0.5) ∆𝑡 = 0.1 dan ∆𝑥 = 0.1
saat 𝑡 = 0.5 ... 52 Gambar 4.22. Ilustrasi metode tak stabil 𝑢(𝑥, 0.5) ∆𝑡 = 0.1 dan ∆𝑥 = 0.1
saat 𝑡 = 0.5 ... 53 Gambar 4.23. Ilustrasi metode Lax-Friedrichs 𝑢(𝑥, 0.5) ∆𝑡 = 0.1 dan
∆𝑥 = 0.1 saat 𝑡 = 0.5 ... 54 Gambar 4.24. Ilustrasi metode Saulyev 𝑢(𝑥, 0.5) ∆𝑡 = 0.1 dan ∆𝑥 = 0.1
saat 𝑡 = 0.5 ... 55 Gambar 4.25. Ilustrasi eksak 𝑢(𝑥, 5) ∆𝑡 = 0.5∆𝑥 dan ∆𝑥 = 0.1
saat 𝑡 = 5 ... 62 Gambar 4.26. Ilustrasi metode tak stabil 𝑢(𝑥, 5) ∆𝑡 = 0.5∆𝑥 dan ∆𝑥 = 0.1
saat 𝑡 = 5 ... 63 Gambar 4.27. Ilustrasi metode Lax-Friedrichs 𝑢(𝑥, 5) ∆𝑡 = 0.5∆𝑥 dan ∆𝑥 = 0.1 saat 𝑡 = 5 ... 64 Gambar 4.28. Ilustrasi metode Saulyev 𝑢(𝑥, 5) ∆𝑡 = 0.5∆𝑥 dan ∆𝑥 = 0.1
saat 𝑡 = 5 ... 65
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Error absolut hasil perhitungan ketika 𝑡 = 0.5,
dengan ∆𝑡 = ∆𝑥 = 0.1 ... 56 Tabel 2. Error absolut hasil perhitungan ketika 𝑡 = 0.5,
dengan ∆𝑥 = 0.1 dan ∆𝑡 = 0.5∆𝑥 ... 58 Tabel 3. Error absolut hasil perhitungan ketika 𝑡 = 0.5,
dengan ∆𝑥 = 0.1 dan ∆𝑡 = 0.25∆𝑥 ... 60 Tabel 4. Error absolut hasil perhitungan ketika 𝑡 = 5,
dengan ∆𝑡 = ∆𝑥 = 0.1 ... 66 Tabel 5. Error absolut hasil perhitungan ketika 𝑡 = 5,
dengan ∆𝑥 = 0.1 dan ∆𝑡 = 0.5∆𝑥 ... 68 Tabel 6. Error absolut hasil perhitungan ketika 𝑡 = 5,
dengan ∆𝑥 = 0.1 dan ∆𝑡 = 0.25∆𝑥 ... 70
1 BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.
A. Latar Belakang
Persamaan diferensial merupakan suatu persamaan yang menyatakan hubungan dari suatu fungsi dengan turunan-turunannya (Boyce dan DiPrima, 2012). Ada dua macam persamaan diferensial berdasarkan banyaknya variabel bebas yaitu persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial. Persamaan diferensial biasa merupakan suatu persamaan diferensial yang mempunyai satu variabel bebas. Persamaan diferensial parsial merupakan suatu persamaan diferensial yang mempunyai dua atau lebih variabel bebas. Persamaan diferensial dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah pemodelan matematika di kehidupan nyata. Salah satu contoh dari persamaan diferensial parsial adalah persamaan hukum kekekalan. Hukum kekekalan merupakan hukum yang menyatakan kuantitas sebelum suatu kejadian sama dengan sesudah kejadian.
Dalam fisika, energi, massa, dan momentum merupakan tiga kuantitas yang bersifat kekal. Dalam kehidupan nyata salah satu penerapan hukum kekekalan ialah aliran fluida.
Fluida merupakan zat yang dapat mengalir. Menurut Abbasbandy dan Shirzadi (2017) beberapa kasus dalam dinamika fluida dapat dinyatakan sebagai suatu persamaan umum hukum kekekalan dengan bentuk:
𝜕𝑢
𝜕𝑡 +𝜕𝑓(𝑢)
𝜕𝑥 = 0, 𝑥 𝜖 ℝ , 𝑡 > 0, (1.1) dimana u merupakan vektor kolom di ℝ𝑛 dan f merupakan sebarang fungsi dari u.
Untuk kasus khusus masalah adveksi dimana 𝑓(𝑢) = 𝑎𝑢 dengan 𝑎 > 0 bentuk persamaaan hukum kekekalan tersebut menjadi:
𝜕𝑢
𝜕𝑡 + 𝑎𝜕𝑢
𝜕𝑥 = 0, (1.2)
dimana a adalah konstanta positif dan u adalah fungsi dari x dan t (Abbasbandy dan Shirzadi, 2017).
Pendekatan numerik digunakan untuk menyelesaikan persamaan yang sulit diselesaikan secara analitik. Untuk menyelesaikan persamaan hukum kekekalan tersebut dapat digunakan pendekatan numerik. Pendekatan numerik yang digunakan di sini yaitu metode beda hingga. Metode beda hingga merupakan salah satu cara mendapatkan penyelesaian dari persamaan diferensial parsial yang berupa penyelesaian numerik.
Dalam menyelesaikan persamaan hukum kekekalan masalah adveksi tersebut dapat dilihat dari dua metode yaitu metode beda hingga eksplisit dan metode beda hingga implisit. Metode beda hingga eksplisit ialah metode beda hingga stabil bersyarat dimana untuk menentukan nilai fungsinya dibutuhkan nilai fungsi dari waktu sebelumnya. Metode beda hingga implisit ialah metode beda hingga stabil tanpa syarat dimana untuk menentukan nilai fungsinya dibutuhkan nilai fungsi itu sendiri beserta nilai fungsi dari waktu sebelumnya.
Makalah ini akan membahas metode numerik untuk menyelesaikan persamaan hukum kekekalan satu dimensi. Untuk menentukan solusi numerik tersebut digunakan metode beda hingga yang bersifat stabil tanpa syarat, yaitu metode Saulyev.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah adalah:
1. Bagaimana model dinamika fluida dengan persamaan hukum kekekalan?
2. Bagaimana merumuskan metode beda hingga stabil tanpa syarat menurut Saulyev?
3. Bagaimana menyelesaikan persamaan hukum kekekalan secara numerik dengan metode beda hingga stabil tanpa syarat menurut Saulyev?
C. Batasan Masalah
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai penyelesaian numerik persamaan hukum kekekalan satu dimensi. Metode numerik yang dipakai terbatas pada metode beda hingga stabil tanpa syarat menurut Saulyev.
D. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah adalah:
1. Menyajikan pemodelan dinamika fluida dengan persamaan hukum kekekalan.
2. Menyajikan cara menyelesaikan persamaan diferensial dengan metode beda hingga stabil tanpa syarat menurut Saulyev.
3. Mencari penyelesaian numerik dari pemodelan dinamika fluida dengan persamaan hukum kekekalan menggunakan metode beda hingga stabil tanpa syarat menurut Saulyev.
E. Metode Penulisan
Makalah ini ditulis berdasarkan kajian pustaka, seperti buku matematika, jurnal- jurnal matematika dan praktik program MATLAB.
F. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah adalah:
1. Pembaca dan penulis mendapat gambaran tentang masalah hukum kekekalan satu dimensi.
2. Makalah ini dapat menjadi referensi bagi peneliti lain.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan tugas akhir adalah:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Batasan Masalah D. Tujuan Penulisan E. Metode Penulisan F. Manfaat Penulisan G. Sistematika Penulisan
BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL DAN METODE NUMERIK A. Turunan
B. Integral
C. Persamaan Diferensial D. Deret Taylor
E. Formula Euler F. Hukum Kekekalan
G. Metode Turunan Numerik H. Metode Lax-Wendroff
I. Pengertian Kestabilan Metode Numerik
BAB III PERSAMAAN HUKUM KEKEKALAN DAN METODE SAULYEV A. Persamaan Hukum Kekekalan
B. Metode Tak Stabil dan Metode Lax-Friedrichs C. Metode Sauyev
BAB IV PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN HUKUM
KEKEKALAN
A. Penyelesaian Numerik Persamaan Hukum Kekekalan B. Pembahasan Hasil Simulasi
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
6 BAB II
PERSAMAAN DIFERENSIAL DAN METODE NUMERIK
Dalam bab ini akan dibahas mengenai turunan, integral, persamaan diferensial, deret Taylor, formula Euler, hukum kekekalan, metode turunan numerik, metode Lax-Wendroff, dan pengertian kestabilan metode numerik.
A. Turunan Definisi 2.1
Turunan dari suatu fungsi 𝑓(𝑥) terhadap suatu variabel x yang merupakan fungsi 𝑓′
di titik x adalah
𝑓′(𝑥) = lim
ℎ→0
𝑓(𝑥 + ℎ) − 𝑓(𝑥) ℎ
asalkan limitnya ada.
Contoh 2.2
Tentukan turunan dari fungsi 𝑓(𝑥) = 3𝑥2+ 4 di 𝑥 = 2 Jawab:
𝑓′(2) = lim
ℎ→0
𝑓(2 + ℎ) − 𝑓(2) ℎ
= lim
ℎ→0
[3(2 + ℎ)2+ 4] − [3(22) + 4]
ℎ
= lim
ℎ→0
[3(ℎ2+ 4ℎ + 4) + 4] − 16 ℎ
= lim
ℎ→0
(3ℎ2+ 12ℎ + 16) − 16 ℎ
= lim
ℎ→0
ℎ(3ℎ + 12) ℎ
= lim
ℎ→03ℎ + 12
= 3(0) + 12
= 12
Definisi 2.3
Dari Definisi 2.1, dapat pula ditulis menggunakan cara lain yaitu dengan substitusi 𝑧 = 𝑥 + ℎ yang berarti ℎ = 𝑧 − 𝑥, sehingga
𝑓′(𝑥) = lim
𝑧→𝑥
𝑓(𝑧) − 𝑓(𝑥) 𝑧 − 𝑥 dan h0 jika dan hanya jika 𝑧 = 𝑥.
Contoh 2.4
Tentukan 𝑓′ dari fungsi 𝑓(𝑥) = √2 + 𝑥 dengan 𝑥 > −2 Jawab:
𝑓′(𝑥0) = lim
𝑥→𝑥0
𝑓(𝑥) − 𝑓(𝑥0) 𝑥 − 𝑥0
= lim
𝑥→𝑥0
√2 + 𝑥 − √2 + 𝑥0 𝑥 − 𝑥0
= lim
𝑥→𝑥0
√2 + 𝑥 − √2 + 𝑥0
𝑥 − 𝑥0 ∙ √2 + 𝑥 + √2 + 𝑥0
√2 + 𝑥 + √2 + 𝑥0
= lim
𝑥→𝑥0
(2 + 𝑥) − (2 + 𝑥0) 𝑥 − 𝑥0(√2 + 𝑥 + √2 + 𝑥0)
= lim
𝑥→𝑥0
𝑥 − 𝑥0
𝑥 − 𝑥0(√2 + 𝑥 + √2 + 𝑥0)
= lim
𝑥→𝑥0
1
√2 + 𝑥 + √2 + 𝑥0
= 1
√2 + 𝑥0+ √2 + 𝑥0
= 1
2√2 + 𝑥0.
Teorema 2.5
Jika 𝑓 merupakan fungsi terdiferensial di 𝑥0, maka 𝑓 kontinu pada 𝑥0.
Teorema 2.6
Jika 𝑓(𝑢) merupakan fungsi terdiferensial di 𝑢 = 𝑔(𝑥) dan 𝑔(𝑥) merupakan fungsi terdiferensial di 𝑥, maka fungsi komposisi (𝑓 ∘ 𝑔)(𝑥) = 𝑓(𝑔(𝑥)) terdiferensial di 𝑥 sehingga berlaku
(𝑓 ∘ 𝑔)′(𝑥) = 𝑓′(𝑔(𝑥))𝑔′(𝑥).
B. Integral Definisi 2.5
Misalkan f suatu fungsi di (𝑎, 𝑏) dan 𝐹: [𝑎, 𝑏] → ℝ merupakan suatu fungsi kontinu, sehingga
𝐹′(𝑥) = 𝑓(𝑥) untuk setiap x dengan 𝑎 < 𝑥 < 𝑏,
maka dapat dikatakan bahwa F merupakan integral tak tentu dari f pada [𝑎, 𝑏] dan nilai integral tertentu dapat dituliskan
∫ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 = 𝐹(𝑏) − 𝐹(𝑎).
𝑏 𝑎
Contoh 2.6
Tentukan integral tak tentu dari fungsi 𝑓(𝑥) = 4𝑥 + 3.
Jawab:
∫ 4𝑥 + 3𝑑𝑥 = 2𝑥2+ 3𝑥 + 𝑐, dengan 𝑐 ∈ ℝ
Contoh 2.7
Tentukan nilai integral tertentu fungsi 𝑓(𝑥) = 2𝑥 − 3 pada interval tertutup [0,4].
Jawab:
Integral tak tentu dari 𝑓(𝑥) = 2𝑥 − 3 adalah
𝐹(𝑥) = ∫ 2𝑥 − 3𝑑𝑥 = 𝑥2− 3𝑥 + 𝑐, dengan c sebarang konstan.
Dapat diperiksa bahwa 𝐹′(𝑥) = 𝑓(𝑥), yaitu:
𝐹′(𝑥) =𝑑𝐹
𝑑𝑥 =𝑑(𝑥2− 3𝑥)
𝑑𝑥 = 2𝑥 − 3 = 𝑓(𝑥).
Karena 𝑓 kontinu pada interval [0,4] dan 𝐹′(𝑥) = 𝑓(𝑥), maka
∫ 2𝑥 − 3𝑑𝑥 = 𝐹(4) − 𝐹(0) = (42− 3 ∙ 4) − (02− 3 ∙ 0) = 4.
4 0
C. Persamaan Diferensial Definisi 2.8
Persamaan diferensial merupakan persamaan yang menyatakan hubungan suatu turunan dari satu atau lebih variabel terikat dengan satu atau lebih variabel bebas.
Contoh 2.9
Salah satu contoh persamaan diferensial ialah 𝑑𝑦
𝑑𝑥 = 𝑥2+ 1
variabel x merupakan variabel bebas dan variabel y merupakan variabel terikat.
1. Klasifikasi persamaan diferensial berdasarkan variabel bebasnya
Klasifikasi persamaan diferensial berdasarkan variabel bebasnya terdiri dari dua macam yaitu persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial.
Definisi 2.10
Persamaan diferensial biasa adalah persamaan diferensial yang menyatakan hubungan turunan dari satu atau lebih variabel terikat dengan satu variabel bebas.
Contoh 2.11
Persamaan diferensial biasa dengan satu variabel bebas, misalnya 𝑑𝑦
𝑑𝑥+1
2𝑦 =𝑒𝑥 2⁄ 2
variabel x merupakan variabel bebas dan variabel y merupakan variabel terikat.
Definisi 2.12
Persamaan diferensial parsial adalah persamaan diferensial yang menyatakan hubungan turunan parsial dari satu atau lebih variabel terikat dengan lebih dari satu variabel bebas.
Contoh 2.13
Persamaan diferensial parsial dengan dua variabel bebas, misalnya
𝜕2𝑢
𝜕𝑥2+𝜕2𝑢
𝜕𝑦2 = 0
variabel x dan y merupakan variabel bebas dan u merupakan variabel terikat.
2. Klasifikasi persamaan diferensial berdasarkan ordenya
Orde persamaan diferensial adalah tingkat dari turunan tertinggi pada persamaan diferensial tersebut.
Contoh 2.14
Salah satu bentuk dari persamaan diferensial orde satu yaitu 𝑑
𝑑𝑥𝐴(𝑥) + 𝐵 = 0,
dengan x merupakan variabel bebas dan B merupakan konstanta.
Salah satu bentuk dari persamaan diferensial orde dua yaitu 𝑑2
𝑑𝑥2𝐴(𝑥) + 𝑑
𝑑𝑥𝐵(𝑥) + 𝐶 = 0.
Contoh 2.15
Salah satu bentuk dari persamaan diferensial parsial orde satu yaitu
𝜕
𝜕𝑥𝑢(𝑥, 𝑦) + 𝜕
𝜕𝑦𝑢(𝑥, 𝑦) + 𝑐 = 0,
dengan x dan y merupakan variabel bebas dan c merupakan konstanta.
Salah satu bentuk dari persamaan diferensial parsial orde dua yaitu
𝜕2
𝜕𝑥2𝑢(𝑥, 𝑡) + 𝜕
𝜕𝑡𝑢(𝑥, 𝑡) + 𝑐 = 0,
dengan x dan t merupakan variabel bebas dan c merupakan konstanta.
D. Deret Taylor
Deret Taylor merupakan langkah awal untuk menyelesaikan masalah metode numerik, khususnya dalam menentukan penyelesaian persamaan diferensial.
Teorema 2.15
Andaikan f beserta turunannya berada pada interval [a,b]. Misalkan 𝑥0 ∈ [𝑎, 𝑏], maka untuk x di sekitar 𝑥0 dan 𝑥 ∈ [𝑎, 𝑏], 𝑓(𝑥) dapat diekspansikan ke dalam deret Taylor:
𝑓(𝑥) = 𝑓(𝑥0) +𝑓′(𝑥0)(𝑥−𝑥0)
1! +𝑓′′(𝑥0)
2! (𝑥 − 𝑥0)2+ ⋯ +𝑓(𝑛)(𝑥0)
𝑛! (𝑥 − 𝑥0)𝑛+ ⋯.
E. Formula Euler
Formula Euler mendefinisikan suatu bentuk eksponensial dari bilangan kompleks.
Definisi 2.16
Suatu bentuk eksponensial bilangan kompleks 𝑒𝑖𝜃 atau exp(𝑖𝜃) dapat didefinisikan sebagai
𝑒𝑖𝜃 = cos𝜃 + 𝑖sin𝜃, dimana 𝜃 dalam bentuk radian.
Contoh 2.17
Untuk 𝜃 = 𝜋, bentuk eksponensial pada bidang kompleknya ialah 𝑒𝑖𝜋= cos 𝜋 + 𝑖 sin 𝜋 = −1 + 𝑖(0) = −1.
F. Hukum Kekekalan
Hukum kekekalan yang muncul dari prinsip-prinsip fisika dapat dilihat dengan mulai menurunkan persamaan kekekalan massa dalam masalah dinamika gas satu dimensi. Misalnya aliran dalam tabung dimana sifat-sifat gas seperti kepadatan dan kecepatan diasumsikan konstan di setiap bagian lintasan tabung. Misalkan x merupakan jarak sepanjang tabung dan 𝜌(𝑥, 𝑡) merupakan massa jenis dari gas di titik x dan t. Kepadatan didefinisikan sedemikian rupa sehingga massa total gas di setiap titik sepanjang 𝑥1 hingga 𝑥2 diperoleh integral kepadatan yaitu:
Massa pada [𝑥1, 𝑥2] dengan waktu 𝑡 = ∫ 𝜌(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥.𝑥𝑥2
1 (2.1)
Misalkan 𝑣(𝑥, 𝑡) merupakan kecepatan pada titik x di waktu t. Kemudian diberikan laju aliran (fluida) gas yang melewati titik x yaitu:
Massa fluida pada (𝑥, 𝑡) = 𝜌(𝑥, 𝑡)𝑣(𝑥, 𝑡). (2.2) Dari persamaan (2.1) dan (2.2), laju perubahan massa [𝑥1, 𝑥2] diberikan selisih fluida pada 𝑥1 dan 𝑥2 yaitu:
𝑑
𝑑𝑡∫ 𝜌(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥 = 𝜌(𝑥𝑥𝑥2 1, 𝑡)𝑣(𝑥1, 𝑡) − 𝜌(𝑥2, 𝑡)𝑣(𝑥2, 𝑡).
1 (2.3)
Persamaan (2.3) merupakan salah satu bentuk integral dari hukum kekekalan.
Bentuk lainnya dapat diperoleh dengan mengintegrasikan persamaan (2.2) pada waktu 𝑡1 hingga 𝑡2, sehingga untuk massa pada [𝑥1, 𝑥2] di waktu 𝑡2 > 𝑡1 dengan massa di waktu 𝑡1 dan fluida total (terintegrasi) pada setiap batas selama periode:
∫ 𝜌(𝑥, 𝑡𝑥𝑥2 2)𝑑𝑥
1
= ∫ 𝜌(𝑥, 𝑡1)𝑑𝑥 + ∫ 𝜌(𝑥1, 𝑡)𝑣(𝑥1, 𝑡) − ∫ 𝜌(𝑥𝑡𝑡2 2, 𝑡)𝑣(𝑥2, 𝑡)𝑑𝑡
1 𝑡2
𝑡1 𝑥2
𝑥1 . (2.4)
Untuk mendapatkan bentuk diferensial hukum kekekalan, asumsikan bahwa 𝜌(𝑥, 𝑡) dan 𝑣(𝑥, 𝑡) merupakan suatu fungsi terdiferensial. Kemudian gunakan
𝜌(𝑥, 𝑡2) − 𝜌(𝑥, 𝑡1) = ∫ 𝜕
𝜕𝑡𝜌(𝑥, 𝑡)𝑑𝑡
𝑡2
𝑡1 (2.5)
dan 𝜌(𝑥2, 𝑡)𝑣(𝑥2, 𝑡) − 𝜌(𝑥1, 𝑡)𝑣(𝑥1, 𝑡) = ∫𝑥𝑥2𝜕𝑥𝜕 (𝜌(𝑥, 𝑡)𝑣(𝑥, 𝑡))𝑑𝑥
1 (2.6)
pada persamaan (2.4) diberikan
∫ ∫ {𝜕
𝜕𝑡𝜌(𝑥, 𝑡) + 𝜕
𝜕𝑥(𝜌(𝑥, 𝑡)𝑣(𝑥, 𝑡))} 𝑑𝑥𝑑𝑡 = 0
𝑥2 𝑥1 𝑡2
𝑡1 (2.7)
Karena persamaan tersebut harus berlaku untuk setiap titik pada [𝑥1, 𝑥2] dan sepanjang interval waktu pada [𝑡1, 𝑡2], dapat disimpulkan bahwa persamaan (2.7) harus bernilai nol yaitu
𝜌𝑡+ (𝜌𝑣)𝑥 = 0 kekekalan massa. (2.8)
Persamaan (2.8) merupakan bentuk diferensial dari hukum kekekalan untuk kekekalan massa.
Hukum kekekalan (2.8) dapat diselesaikan secara terpisah hanya jika kecepatan 𝑣(𝑥, 𝑡) merupakan fungsi dari 𝜌(𝑥, 𝑡). Jika demikian, maka 𝜌𝑣 merupakan fungsi dari 𝜌, katakan 𝜌𝑣 = 𝑓(𝜌), dan persamaan kekekalan massa (2.8) menjadi hukum kekekalan skalar untuk 𝜌,
𝜌𝑡+ 𝑓(𝜌)𝑥 = 0. (2.9)
Untuk kasus persamaan Euler dari dinamika gas dengan menyelesaikan persamaan (2.8) bersamaan dengan persamaan kekekalan momentum dan kekekalan energi:
(𝜌𝑣)𝑡+ (𝜌𝑣2+ 𝑝)𝑥 = 0 kekekalan momentum (2.10) dan 𝐸𝑡+ (𝑣(𝐸 + 𝑝))𝑥 = 0 kekekalan energi. (2.11) Persamaan (2.10) dan (2.11) melibatkan kuantitas lain yaitu tekanan p, dimana harus ditentukan sebagai fungsi yang diberikan 𝜌, 𝜌𝑣, dan 𝐸 supaya fluida menjadi fungsi yang terdefinisi dengan baik untuk kuantitas kekekalan itu sendiri.
Jika vektor 𝑢 ∈ ℝ3 sebagai berikut
𝑢(𝑥, 𝑡) = [
𝜌(𝑥, 𝑡) 𝜌(𝑥, 𝑡)𝑣(𝑥, 𝑡)
𝐸(𝑥, 𝑡)
] = [ 𝑢1 𝑢2 𝑢3
], (2.12)
maka sistem dari persamaan (2.8), (2.10), (2.11) dapat ditulis menjadi
𝑢𝑡+ 𝑓′(𝑢)𝑥 = 0 (2.13)
dimana 𝑓(𝑢) = [ 𝜌𝑣 𝜌𝑣2+ 𝑝 𝑣(𝐸 + 𝑝)
] = [
𝑢2
𝑢22
𝑢1+ 𝑝(𝑢) 𝑢2(𝑢3+ 𝑝(𝑢))/𝑢1
]. (2.14)
Untuk lebih jelasnya dapat dibaca pada LeVeque (1992).
G. Metode Turunan Numerik
Terdapat tiga pendekatan yang biasa dipakai dalam menghitung nilai 𝑓′(𝑥𝑖) yaitu metode turunan beda maju, metode turunan beda tengah dan metode turunan beda mundur.
1. Metode Turunan Beda Maju
Turunan beda maju merupakan metode turunan dengan menggunakan selisih dari nilai fungsi 𝑥𝑖+1 dan 𝑥𝑖 terhadap jarak antara kedua titik tersebut, yaitu
𝑓(𝑥𝑖+1) = 𝑓(𝑥𝑖) +(𝑥𝑖+1− 𝑥𝑖)
1! 𝑓′(𝑥𝑖) +(𝑥𝑖+1− 𝑥𝑖)2
2! 𝑓′′(𝑥𝑖) + ⋯ atau 𝑓𝑖+1 = 𝑓𝑖 + ∆𝑥𝑓𝑖′ +∆𝑥2
2 𝑓𝑖′′+ ⋯ atau ∆𝑥𝑓𝑖′ = 𝑓𝑖+1− 𝑓𝑖 −∆𝑥2
2 𝑓𝑖′′+ ⋯ atau 𝑓𝑖′ =𝑓𝑖+1−𝑓𝑖
∆𝑥 −∆𝑥
2 𝑓𝑖′′+ ⋯ atau 𝑓𝑖′ =𝑓𝑖+1−𝑓𝑖
∆𝑥 + 𝑂(∆𝑥) dimana 𝑂(∆𝑥) =∆𝑥
2 𝑓′′(𝑡), 𝑥𝑖 < 𝑡 < 𝑥𝑖+1.
𝑓′(𝑥𝑖) ≈𝑓(𝑥𝑖+1) − 𝑓(𝑥𝑖)
∆𝑥 .
Persamaan di atas dapat diturunkan kembali menjadi:
𝑓′′(𝑥𝑖) ≈𝑓(𝑥𝑖+2)−2𝑓(𝑥𝑖+1)+𝑓(𝑥𝑖)
∆𝑥2 (2.15)
dimana ∆𝑥 = 𝑥𝑖+1− 𝑥𝑖.
2. Metode Turunan Beda Mundur
Turunan beda mundur merupakan metode turunan dengan menggunakan selisih dari nilai fungsi 𝑥𝑖 dan 𝑥𝑖−1 terhadap jarak antara kedua titik tersebut, yaitu
𝑓(𝑥𝑖−1) = 𝑓(𝑥𝑖) +(𝑥𝑖−1− 𝑥𝑖)
1! 𝑓′(𝑥𝑖) +(𝑥𝑖−1− 𝑥𝑖)2
2! + ⋯
atau 𝑓𝑖−1 = 𝑓𝑖 − ∆𝑥𝑓𝑖′ +∆𝑥2
2 𝑓𝑖′′+ ⋯ atau ∆𝑥𝑓𝑖′ = 𝑓𝑖 − 𝑓𝑖−1+∆𝑥2
2 𝑓𝑖′′+ ⋯ atau 𝑓𝑖′ =𝑓𝑖−𝑓𝑖−1
∆𝑥 −∆𝑥
2 𝑓𝑖′′+ ⋯ atau 𝑓𝑖′ =𝑓𝑖−𝑓𝑖−1
∆𝑥 + 𝑂(∆𝑥) dimana 𝑂(∆𝑥) = −∆𝑥
2 𝑓′′(𝑡), 𝑥𝑖−1 < 𝑡 < 𝑥𝑖.
𝑓′(𝑥𝑖) ≈𝑓(𝑥𝑖) − 𝑓(𝑥𝑖−1)
∆𝑥 .
Persamaan di atas dapat diturunkan kembali menjadi:
𝑓′′(𝑥𝑖) ≈𝑓(𝑥𝑖)−2𝑓(𝑥𝑖−1)+𝑓(𝑥𝑖−2)
∆𝑥2 (2.16)
dimana ∆𝑥 = 𝑥𝑖− 𝑥𝑖−1.
3. Metode Turunan Beda Tengah
Turunan beda tengah merupakan metode turunan dengan menggunakan selisih dari nilai fungsi
x
i1 danx
i1 terhadap jarak antara kedua titik tersebut, yaitu𝑓𝑖+1− 𝑓𝑖−1 = (𝑓𝑖 + ∆𝑥𝑓𝑖′+∆𝑥2
2 𝑓𝑖′′+ ⋯ ) − (𝑓𝑖− ∆𝑥𝑓𝑖′ +∆𝑥2
2 𝑓𝑖′′+ ⋯ ) atau 𝑓𝑖+1− 𝑓𝑖−1 = 2∆𝑥𝑓𝑖′+∆𝑥3
3! 𝑓𝑖′′′ + ⋯ atau 2∆𝑥𝑓𝑖′ = 𝑓𝑖+1− 𝑓𝑖−1−∆𝑥3
3! 𝑓𝑖′′′ + ⋯
atau 𝑓𝑖′ =𝑓𝑖+1−𝑓𝑖−1
2∆𝑥 −∆𝑥2
6 𝑓𝑖′′′+ ⋯.
Jadi, 𝑓𝑖′ = 𝑓𝑖+1−𝑓𝑖−1
2∆𝑥 + 𝑂(∆𝑥2) dimana 𝑂(∆𝑥2) = −∆𝑥
6 𝑓′′′(𝑡), 𝑥𝑖−1 < 𝑡 < 𝑥𝑖+1. 𝑓′(𝑥𝑖) ≈𝑓(𝑥𝑖+1) − 𝑓(𝑥𝑖−1)
2∆𝑥 .
Kemudian untuk mendapatkan turunan kedua dari 𝑓 yaitu dengan menambahkan 𝑓𝑖+1 dengan 𝑓𝑖−1 sehingga
𝑓𝑖+1+ 𝑓𝑖−1 = (𝑓𝑖 + ∆𝑥𝑓𝑖′+∆𝑥2
2 𝑓𝑖′′+ ⋯ ) + (𝑓𝑖− ∆𝑥𝑓𝑖′ +∆𝑥2
2 𝑓𝑖′′+ ⋯ ) atau 𝑓𝑖+1+ 𝑓𝑖−1 = 2𝑓𝑖 + ∆𝑥2𝑓𝑖′′+∆𝑥4
12 𝑓𝑖(4)+ ⋯ atau 𝑓𝑖+1− 2𝑓𝑖 + 𝑓𝑖−1 = ∆𝑥2𝑓𝑖′′ +∆𝑥4
12 𝑓𝑖(4)+ ⋯ atau 𝑓𝑖′′ =𝑓𝑖+1−2𝑓𝑖+𝑓𝑖−1
∆𝑥2 −∆𝑥2
12 𝑓𝑖(4)+ ⋯ Jadi, 𝑓𝑖′′ =𝑓𝑖+1−2𝑓𝑖+𝑓𝑖−1
∆𝑥2 + 𝑂(∆𝑥2) dimana 𝑂(∆𝑥2) = −∆𝑥2
12 𝑓(4)(𝑡), 𝑥𝑖−1 < 𝑡 < 𝑥𝑖+1. Persamaan di atas dapat diturunkan kembali menjadi:
𝑓′′(𝑥𝑖) ≈𝑓(𝑥𝑖+1)−2𝑓(𝑥𝑖)+𝑓(𝑥𝑖−1)
2∆𝑥2 (2.17)
dimana ∆𝑥 = 𝑥𝑖+1− 𝑥𝑖 atau ∆𝑥 = 𝑥𝑖− 𝑥𝑖−1.
Dari ketiga metode turunan tersebut dapat dilihat dengan pendekatan geometri pada Gambar 2.1, Gambar 2.2, dan Gambar 2.3.
Gambar 2.1. Pendekatan beda maju
Gambar 2.2. Pendekatan beda mundur
Gambar 2.3. Pendekatan beda tengah
∆𝑥
𝑥𝑖 𝑥𝑖+1
𝑓(𝑥𝑖)
𝑥𝑖−1 𝑥
𝑓(𝑥𝑖+1) 𝑓(𝑥𝑖+1)
∆𝑥 𝑥𝑖 𝑓(𝑥)
𝑥𝑖+1 𝑓(𝑥𝑖−1)
𝑓(𝑥𝑖)
𝑥𝑖−1 𝑥
𝑓(𝑥)
2∆𝑥
𝑥𝑖 𝑥𝑖+1
𝑓(𝑥𝑖−1)
𝑥𝑖−1 𝑥
𝑓(𝑥)
Gambar 2.1. memberikan ilustrasi berdasarkan pendekatan beda maju, dimana titik yang digunakan ialah saat 𝑥𝑖+1 dan 𝑥𝑖 dengan ∆𝑥 = 𝑥𝑖+1− 𝑥𝑖. Gambar 2.2.
memberikan ilustrasi berdasarkan pendekatan beda mundur, dimana titik yang digunakan ialah saat 𝑥𝑖 dan 𝑥𝑖−1 dengan ∆𝑥 = 𝑥𝑖 − 𝑥𝑖−1. Gambar 2.3. memberikan ilustrasi berdasarkan pendekatan beda tengah, dimana titik yang digunakan ialah saat 𝑥𝑖+1 dan 𝑥𝑖−1 dengan ∆𝑥 = 𝑥𝑖+1− 𝑥𝑖 atau ∆𝑥 = 𝑥𝑖− 𝑥𝑖−1 (Munir, 2008).
H. Metode Lax-Wendroff
Persamaan hukum kekekalan adalah
𝑢𝑡+ 𝑓(𝑢)𝑥 = 0. (2.18)
Untuk menyelesaikan persamaan tersebut dapat digunakan metode Lax- Wendroff. Langkah pertama untuk mendapatkan metode Lax-Wendroff dapat dimulai dengan menggunakan deret Taylor
𝑢(𝑥, 𝑡 + ∆𝑡) = 𝑢(𝑥, 𝑡) + ∆𝑡𝑢𝑡(𝑥, 𝑡) +(∆𝑡)2
2! 𝑢𝑡𝑡(𝑥, 𝑡) +(∆𝑡)3
3! 𝑢𝑡𝑡𝑡(𝑥, 𝑡) + ⋯ Diketahui bahwa persamaan hukum kekekalan dapat ditulis kembali menjadi
𝑢𝑡 = −𝑐𝑢𝑥 (2.19)
Kemudian,
𝑢𝑡𝑡 = −𝑐𝑢𝑥𝑡 = −𝑐(𝑢𝑡)𝑥 = −𝑐(−𝑐𝑢𝑥)𝑥 = 𝑐2𝑢𝑥𝑥 (2.20) dan persamaan (2.20) dapat diperumum menjadi
𝜕𝑛𝑢
𝜕𝑡𝑛 = (−1)𝑛𝑐𝑛 𝜕𝑛𝑢
𝜕𝑥𝑛. (2.21)
Substitusi 𝑢𝑡 = −𝑐𝑢𝑥 ke persamaan Deret Taylor, sehingga didapat 𝑢(𝑥, 𝑡 + ∆𝑡) = 𝑢(𝑥, 𝑡) − 𝑐∆𝑡𝑢𝑥(𝑥, 𝑡) +(𝑐∆𝑡)2
2! 𝑢𝑥𝑥(𝑥, 𝑡) + 𝑂[(𝑐∆𝑡)3] kemudian menggunakan metode turunan beda tengah, didapat metode Lax- Wendroff:
𝑢𝑗,𝑛+1 = 𝑢𝑗,𝑛− 𝑐∆𝑡
2∆𝑥(𝑢𝑗+1,𝑛− 𝑢𝑗−1,𝑛) +1 2(𝑐∆𝑡
∆𝑥)
2
(𝑢𝑗+1,𝑛− 2𝑢𝑗,𝑛+ 𝑢𝑗−1,𝑛) atau
𝑢𝑗,𝑛+1 = (1 − 𝜀2)𝑢𝑗,𝑛+𝜀
2(1 + 𝜀)𝑢𝑗−1,𝑛 +𝜀
2(𝜀 − 1)𝑢𝑗+1,𝑛,
dengan 𝜀 =𝑐∆𝑡
∆𝑥. Metode tersebut stabil ketika 0 < 𝜀 ≤ 1 (Coleman, 2013). Definisi ataupun pengertian kestabilan diberikan dalam subbab berikut.
I. Pengertian Kestabilan Metode Numerik
Kestabilan merupakan penentu apakah suatu pendekatan terhadap waktu dengan penyelesaian numerik bersifat seperti yang diharapkan (stabil) atau malah menghasilkan kesalahan yang semakin meningkat akibat pembulatan (tidak stabil).
Sebagai contoh, perhatikan pendekatan dari persamaan berikut (Pinder, 2018)
𝑑𝑢
𝑑𝑡 = 𝑎𝑢 (2.22)
Diberikan
𝑢𝑗+1− 𝑢𝑗 = 𝑎∆𝑡𝑢𝑗 𝑡 ∈ [0, 𝑏] ∆𝑡 = 𝑡𝑗+1− 𝑡𝑗 (2.23) Asumsikan suatu penyelesaian exact bebas dari galat yang tidak bulat, diberikan 𝑢̃ 𝑗 sehingga 𝑢̃ memenuhi
j j
j u a tu
u~ ~ ~
1
. (2.24)
Kemudian persamaan (2.23) dikurangi persamaan (2.24) didapat
j j
j j j
j u u u a tu a tu
u 1 (~1~ ) ~
atau ~ ( ~ ) ( ~ )
1
1 j j j j j
j u u u a t u u
u . (2.25)
Misalkan
𝑒̃ ≡ 𝑢𝑗 𝑗− 𝑢̃ 𝑗 (2.26)
merupakan kesalahan akibat pembulatan yang dilakukan pada 𝑡𝑗. Jika 𝑒̃ meningkat 𝑗 seiring dengan meningkatnya 𝑗, maka itu merupakan suatu masalah. Perhatikan persamaan berikut yang dihasilkan dari mensubstitusi 𝑒̃ ke persamaan (2.25) yaitu 𝑗
j j
j e a te
e ~ ~
~
1
(2.27)
atau e~j (1 a t)e~j
1
. (2.28)
Kemudian, pertimbangkan pengaruh kumulatif dari kesalahan pada waktu selanjutnya:
j
j a t e
e (1 )~
~
1
kemudian ~ 2 (1 )~ 1
j
j a t e
e
(1at)2e~j, (2.29)
kemudian ~ 3 (1 )~ 2
j
j a t e
e
(1at)2~ej1
(1at)3~ej..., (2.30) dan diperumum menjadi
j n n
j a t e
e (1 ) ~
~ . (2.31)
Persamaan (2.31) menyatakan bahwa untuk memastikan tidak adanya pertumbuhan kesalahan eksponensial, harus memenuhi pertidaksamaan berikut,
|1 + 𝛼∆𝑡| ≤ 1. (2.32)
21 BAB III
PENYELESAIAN EKSAK HUKUM KEKEKALAN DAN METODE SAULYEV
Pada bab ini akan dibahas mengenai penyelesaian eksak hukum kekekalan dan metode Saulyev.
A. Penyelesaian Eksak Hukum Kekekalan
Elemen berhingga, beda hingga dan metode meshless memberikan pengetahuan mengenai metode numerik untuk penyelesaian persamaan diferensial parsial dengan kondisi batas. Pada teori aliran fluida, persamaan gerak, kontinuitas, dan energi mempunyai bentuk persamaan hukum kekekalan
𝑢𝑡+ 𝐹(𝑢)𝑥 = 0, (3.1)
dimana u dan f merupakan vektor kolom (Abbasbandy dan Shirzadi, 2017), u dan 𝐹(𝑢) merupakan variabel terikat, serta t dan x merupakan variabel bebas. Metode Lax-Wendroff dapat digunakan untuk mengaproksimasikan persamaan (3.1) menggunakan suatu persamaan beda hingga eksplisit dengan akurasi orde kedua.
Misalkan persamaan hukum kekekalan masalah adveksi dimana 𝐹(𝑢) = 𝑎𝑢 dengan 𝑎 > 0 sebagai berikut:
𝑢𝑡+ 𝑎𝑢𝑥 = 0, (3.2)
dimana a merupakan konstan positif dan u merupakan fungsi dari x dan t.
Penyelesaian umum dari persamaan (3.2) ialah
𝑢(𝑥, 𝑡) = ℎ(𝑥 − 𝑎𝑡) (3.3)
yang memenuhi persamaan (3.2). Dinotasikan 𝑢(𝑥, 𝑡) konstan di sepanjang waktu untuk 𝑥 − 𝑎𝑡 = konstan. Untuk persamaan (3.2) dapat dilihat sepanjang 𝑋(𝑡) dengan turunan dari 𝑢(𝑋(𝑡), 𝑡) sebagai berikut
𝑑
𝑑𝑡𝑢(𝑋(𝑡), 𝑡) = 𝑢𝑡(𝑋(𝑡), 𝑡) + 𝑋′(𝑡)𝑢𝑥(𝑋(𝑡), 𝑡)
= 𝑢𝑡+ 𝑎𝑢𝑥 = 0 (3.4)
dan persamaan (3.2) direduksi menjadi persamaan diferensial biasa trivial 𝑑
𝑑𝑡𝑈 = 0, dimana 𝑈(𝑡) = 𝑢(𝑋(𝑡), 𝑡). Hal ini mengarah pada 𝑢 konstan di sepanjang karakteristik.
Untuk menemukan penyelesaian khusus dari persamaan (3.2), dibutuhkan lebih banyak informasi untuk menentukan fungsi tertentu 𝑢 pada persamaan (3.3) yaitu kondisi awal dan kondisi batas untuk suatu persamaan. Misal pada suatu kasus pipa yang panjangnya tak terhingga tanpa batas, sehingga untuk persamaan (3.2) berlaku −∞ < 𝑥 < ∞. Kemudian untuk menentukan 𝑢(𝑥, 𝑡) secara khusus untuk setiap waktu 𝑡 > 𝑡0 perlu diketahui kondisi awal pada waktu 𝑡0, yaitu distribusi kepadatan awal pada waktu tertentu. Misal diketahui
𝑢(𝑥, 𝑡0) = 𝑓(𝑥), (3.5)
dimana 𝑓(𝑥) merupakan fungsi yang diberikan. Karena 𝑢 harus bernilai konstan untuk setiap karakteristik, sehingga dapat disimpulkan bahwa
𝑢(𝑥, 𝑡) = 𝑓(𝑥 − 𝑎(𝑡 − 𝑡0)) untuk 𝑡 ≥ 𝑡0.
Jika pipa memiliki panjang yang terbatas misal pada 𝑝 < 𝑥 < 𝑞, maka harus ditentukan kepadatan yang memasuki pipa sebagai fungsi waktu, pada ujung arus yang masuk. Sebagai contoh, jika 𝑎 > 0 maka harus ditentukan kondisi batas pada 𝑥 = 𝑝, katakanlah
𝑢(𝑝, 𝑡) = 𝑔0(𝑡) untuk 𝑡 ≥ 𝑡0 selain itu kondisi awal
𝑢(𝑥, 𝑡0) = 𝑓(𝑥) untuk 𝑝 < 𝑥 < 𝑞.
𝑡 ↑ 𝑡 ↑
(a) p q (b) p q
Gambar 3.1. Penyelesaian persamaan adveksi adalah konstan sepanjang katakteristik. Ketika menyelesaikan persamaan pada interval [𝑝, 𝑞], dibutuhkan
kondisi batas saat 𝑥 = 𝑝 jika 𝑎 > 0 yang ditunjukkan pada (a) atau 𝑥 = 𝑞 jika 𝑎 < 0 yang ditunjukkan pada (b).
Sehingga penyelesaiannya ialah
𝑢(𝑥, 𝑡) = {
𝑔0(𝑡 −𝑥 − 𝑝
𝑎 ) jika 𝑝 < 𝑥 < 𝑝 + 𝑎(𝑡 − 𝑡0), 𝑓(𝑥 − 𝑎(𝑡 − 𝑡0)) jika 𝑝 + 𝑎(𝑡 − 𝑡0) < 𝑥 < 𝑞.
Perhatikan bahwa kita tidak perlu menentukan kondisi batas pada batas hilir 𝑥 = 𝑞 yang pada kenyataannya tidak bisa, karena kepadatan sepenuhnya ditentukan oleh data yang sudah diberikan.
Di sisi lain, jika 𝑎 < 0 maka arus mengarah ke kiri dan diperlukan kondisi batas saat 𝑥 = 𝑞 lebih baik dari saat 𝑥 = 𝑝. Gambar 3.1. menunjukkan informasi aliran sepanjang karakteristik untuk dua kasus yang berbeda.
Untuk menyederhanakan notasi, penggunaan waktu awal ialah 𝑡 = 0, meskipun secara umum adalah 𝑡0 (LeVeque, 2004).
B. Metode Tak Stabil dan Metode Lax-Friedrichs Diketahui persamaan adveksi ialah
𝑢𝑡+ 𝑎𝑢𝑥 = 0, dimana a konstan dengan kondisi awal
𝑢(𝑥, 0) = 𝑓(𝑥) mempunyai penyelesaian eksak
𝑢(𝑥, 𝑡) = 𝑓(𝑥 − 𝑎𝑡).
Dengan menggunakan beda tengah pada x
) 2 (
) , (
) , ) (
,
( O x2
x
t x x u t x x t u x
ux
dan beda maju terhadap waktu
𝑢𝑡(𝑥, 𝑡) =𝑢(𝑥, 𝑡 + ∆𝑡) − 𝑢(𝑥, 𝑡)
∆𝑡 sehingga dengan metode numerik tersebut didapat
𝑢𝑗,𝑛+1−𝑢𝑗,𝑛
∆𝑡 = − 𝑎
2∆𝑥(𝑢𝑗+1,𝑛− 𝑢𝑗−1,𝑛). (3.6) Kemudian dapat ditulis kembali menjadi
𝑢𝑗,𝑛+1 = 𝑢𝑗,𝑛−𝑎∆𝑡
2∆𝑥(𝑢𝑗+1,𝑛− 𝑢𝑗−1,𝑛). (3.7) Dengan pertimbangan kestabilan, skema (3.7) ini disebut metode tak stabil (LeVeque, 1992).
Jika mensubstitusi 𝑢𝑗,𝑛 =1
2(𝑢𝑗−1,𝑛 + 𝑢𝑗+1,𝑛), maka akan didapatkan metode Lax-Friedrichs
𝑢𝑗,𝑛+1 =1
2(𝑢𝑗−1,𝑛+ 𝑢𝑗+1,𝑛) −𝑎∆𝑡
2∆𝑥(𝑢𝑗+1,𝑛− 𝑢𝑗−1,𝑛). (3.8)
C. Metode Saulyev
Dipandang deret Taylor:
𝑓(𝑥𝑗+1) = 𝑓(𝑥𝑗) +𝑓′(𝑥𝑗)
1! ∆𝑥 +𝑓′′(𝑥𝑗)
2! ∆𝑥2+𝑓′′′(𝑥𝑗)
3! ∆𝑥3+ ⋯
dimana ∆𝑥 = 𝑥𝑗+1− 𝑥𝑗. Titik (𝑥𝑗, 𝑡𝑛) didefinisikan dengan 𝑥𝑗 = 𝑥0+ 𝑗∆𝑥, 𝑗 = 1,2, … dan 𝑡𝑛 = 𝑡0+ 𝑛∆𝑡, 𝑛 = 1,2, …. Notasi 𝑢𝑗,𝑛 digunakan untuk mengaproksimasi beda hingga dari 𝑢(𝑥𝑗, 𝑡𝑛). Perluasan dari deret Taylor dan eliminasi dari turunan parsial u terhadap t menggunakan persamaan diferensial (3.2) sehingga didapat:
𝑢𝑗,𝑛+1 = 𝑢𝑗,𝑛− ∆𝑡𝑎 (𝜕𝑢
𝜕𝑥)
𝑗,𝑛+1
2∆𝑡𝑎2(𝜕2𝑢
𝜕𝑥2)
𝑗,𝑛 (3.9)
dimana ∆𝑡 = 𝑡𝑡,𝑛+1− 𝑡𝑗,𝑛.
Diingat bahwa turunan beda tengah untuk 𝑓′(𝑥𝑗) dan 𝑓′′(𝑥𝑗) adalah
𝑓′(𝑥𝑗) ≈𝑓(𝑥𝑗+1) − 𝑓(𝑥𝑗−1) 2∆𝑥
𝑓′′(𝑥𝑗) ≈𝑓(𝑥𝑗+1) − 2𝑓(𝑥𝑗) + 𝑓(𝑥𝑗−1)
∆𝑥2 dimana ∆𝑥 = 𝑥𝑗+1 − 𝑥𝑗 atau ∆𝑥 = 𝑥𝑗− 𝑥𝑗−1.
Untuk pengganti turunan parsial u terhadap x menggunakan terhadap aproksimasi beda tengah, diberikan persamaan diferensial eksplisit:
𝑢𝑗,𝑛+1 = 𝑢𝑗,𝑛−𝑎𝜑
2 (𝑢𝑗+1,𝑛− 𝑢𝑗−1,𝑛) +𝑎2𝜑2
2 (𝑢𝑗−1,𝑛− 2𝑢𝑗,𝑛+ 𝑢𝑗+1,𝑛), (3.10) dimana 𝜑 =∆𝑡
∆𝑥. Formula (3.10) merupakan metode Lax-Wendroff eksplisit dan stabil untuk 0 < 𝑎𝜑 ≤ 1. Pada bagian selanjutnya akan ditunjukkan metode stabil tanpa syarat (Abbasbandy dan Shirzadi, 2017).
Pada persamaan (3.10) diketahui turunan kedua terhadap x ialah
𝑢𝑗−1,𝑛− 2𝑢𝑗,𝑛+ 𝑢𝑗+1,𝑛
= 𝑢𝑗+1,𝑛− 2𝑢𝑗,𝑛+ 𝑢𝑗−1,𝑛
= 𝑢𝑗+1,𝑛− 𝑢𝑗,𝑛− 𝑢𝑗,𝑛+ 𝑢𝑗−1,𝑛
= (𝑢𝑗+1,𝑛− 𝑢𝑗,𝑛) − (𝑢𝑗,𝑛− 𝑢𝑗−1,𝑛).
Kemudian menurut Lapidus dan Pinder (1999) dengan menggunakan diskritisasi Saulyev dapat diilustrasikan sebagai berikut
𝑢𝑗−1,𝑛+1 𝑢𝑗,𝑛+1
𝑢𝑗,𝑛 𝑢𝑗+1,𝑛
yang berarti (𝑢𝑗,𝑛− 𝑢𝑗−1,𝑛) diganti dengan (𝑢𝑗,𝑛+1− 𝑢𝑗−1,𝑛+1) menjadi 𝑢𝑗−1,𝑛− 2𝑢𝑗,𝑛+ 𝑢𝑗+1,𝑛 = (𝑢𝑗+1,𝑛 − 𝑢𝑗,𝑛) − (𝑢𝑗,𝑛+1− 𝑢𝑗−1,𝑛+1).
Lalu dengan menggunakan diskritisasi Saulyev pada persamaan (3.10) didapatkan:
𝑢𝑗,𝑛+1 = 𝑢𝑗,𝑛−𝑎𝜑
2 (𝑢𝑗+1,𝑛− 𝑢𝑗−1,𝑛) +𝑎2𝜑2
2 (𝑢𝑗+1,𝑛− 𝑢𝑗,𝑛 − 𝑢𝑗,𝑛+1+ 𝑢𝑗−1,𝑛+1) sehingga
(1 +𝑎2𝜑2
2 ) 𝑢𝑗,𝑛+1
=𝑎2𝜑2
2 𝑢𝑗−1,𝑛+1 +𝑎𝜑
2 𝑢𝑗−1,𝑛+ (1 −𝑎2𝜑2
2 ) 𝑢𝑗,𝑛+𝑎𝜑
2 (𝑎𝜑 − 1)𝑢𝑗+1,𝑛. (3.11) Meskipun aproksimasi di atas tidak terlihat eksplisit, dikarenakan 𝑢𝑗,𝑛+1 dan 𝑢𝑗,𝑛 pada bagian kanan, penggunaan persamaan yang sesuai akan membuat persamaan tersebut menjadi eksplisit. Jika mulai dihitung dari kiri ke kanan, yang tidak diketahui hanya 𝑢𝑗,𝑛+1 (Abbasbandy dan Shirzadi, 2017).