• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS PENAFSIRAN QURAISH SHIHAB DAN AL-MARAGHI TENTANG HEWAN-HEWAN YANG DIJADIKAN PERTUMPAMAAN DALAM AL-QURAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV ANALISIS PENAFSIRAN QURAISH SHIHAB DAN AL-MARAGHI TENTANG HEWAN-HEWAN YANG DIJADIKAN PERTUMPAMAAN DALAM AL-QURAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

63

TENTANG HEWAN-HEWAN YANG DIJADIKAN PERTUMPAMAAN DALAM AL-QURAN

A. Analisis Perbedaan Penafsiran Quraish Shihab dan Al-Maraghi Tentang Hewan- Hewan yang Dijadikan Perumpamaan dalam Al-Quran

Dari kesepeluh hewan yang disebut sebagai tamtsil dalam al-Quran terdapat beberapa perbedaan penafsiran yang di uraikan dalam tafsir al-Misbah dan tafsir al- Maraghi, yakni:

Pertama, dalam menafsirkan makna dari lafad (ﺓﺮﻮﺴﻘ) qaswarah yang dijadikan perumpamaan dengan keledai pada QS. al-Muddatsir/74:51. Quraish Shihab mengartikan kata (ﺓﺮﻮﺴﻘ) dengan singa, pemburu, penembak jitu, dan awal kegelapan. Sedangkan Al- Maraghi mengartikan qaswarah dengan orang-orang yang memanah untuk berburu.1

Quraish Shihab nampaknya menafsirkan kata qaswarah secara umum, yakni bukan hanya diartikan sebagai singa melainkan juga seuatu yang memiliki sifat bisa menaklukkan sesuatu yang lain. Seperti halnya seorang pemanah, pemburu, atau penembak yang bisa menaklukan lawannya. Berbeda dengan Al-Maraghi yang menafsirkannya hanya terkhusus kepada orang-orang yang memanah saja.

Ayat yang tercantum dalam QS al-Muddatsir tersebut menggambarkan tentang orang-orang musyrik yang berpaling dari al-Quran dan nasihat-nasihat yang ada di dalamnya serta tidak mengamalkan isinya, diibaratkan seperti keledai liar yang lari sekencang-kencangnya karena terkejut terhadap pemanah yang melemparkan panah atau singa yang mengejarnya untuk membunuh dan menangkapnya.

Kedua, dalam menafsirkan ayat mengenai kecaman Allah terhadap orang-orang yahudi yang dirubah menjadi seekor kera yang tertera dalam surat QS al-A’raf/7:166, QS Al-Baqarah/2: 65, dan al-Maidah/5: 60. Ketiga ayat yang tersebar dalam tiga surat tersebut semuanya terkait orang-orang Yahudi yang tidak menaati perintah Allah tentang

1 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Cet 1 Vol. 14, hlm. 514.

(2)

hari sabat, mereka dirubah wujud oleh Allah menjadi kera. Namun, oleh para mufassir ayat ini dipahami secara beragam.

Dalam tafsir al-Misbah tidak dikemukakan secara jelas apakah bentuk wujud Bani Israil berubah menjadi kera atau hanya akhlak dan hati mereka yang seperti sifat kera. Quraish Shihab hanya menjelaskan bahwa perintah yang terdapat dalam ayat tersebut merupakan bentuk (ﺮﻴﺨﺴﺘ) taskhir, yakni perintah yang menghasilkan terjadinya sesuatu. Kemudian Quraish Shihab menghubungkannya dengan hal yang senada terdapat pada QS. Yasin/36: 82 yang berbunyi, “Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya. Jadilah maka terjadilah ia.” Ini berarti mereka berubah menjadi kera yang hina. Akan tetapi, apakah bentuk rupa mereka yang dirubah menjadi kera atau hati dan pikiran mereka saja. Artinya beliau tidak terlalu memperdebatkan atau mempermasalahkan tentang perubahan wujud fisik orang Yahudi pada saat itu. Melainkan beliau menggaris bawahi binatang yang ditunjuk Allah itu. Kera adalah satu-satunya binatang yang selalu terlihat auratnya, karena auratnya memiliki warna yang menonjol dan berbeda dengan seluruh warna kulitnya. Di sisi lain, kera harus dicambuk untuk mengikuti perintah. Demikianlah orang-orang Yahudi yang dikecam al- Quran. Mereka tidak tunduk dan taat kecuali setelah dijatuhi sanksi atau diperingatkan dengan ancaman.2

Sedangkan al-Maraghi, dalam menjelaskan ayat tersebut dengan mengemukakan 2 pendapat yang berbeda yaitu pendapat jumhur ulama dan Mujahid. Yang mana menurut Jumhur, mereka betul-betul dirubah menjadi kera. Sedangkan menurut Mujahid, akhlak dan hati mereka saja yang dirubah, sehingga mereka berubah menjadi rakus, jahat, dan merusak apa saja yang bisa dicapai oleh tangan mereka, persis seperti kera, sehingga tidak bisa lagi memahami kebenaran. Namun beliau lebih condong terhadap pendapat Mujahid bahwa hati mereka saja yang dirubah menjadi kera, bukan bentuk badaniyah mereka, peristiwa tersebut sama halnya ketika Allah menjadikan tamtsil himar dalam QS al-Jumu’ah/62:5 .

Ketiga, mengenai makna Jamal dalam QS al-A’raf/7: 40. Quraish Shihab memaknai kata (ﻞﻤﺟﻠﺍ) al-jamal dalam QS al-A’raf/7: 40 mengikuti pendapat banyak

2 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, cet 1 Vol. 4, Op. Cit, hlm 347

(3)

ulama yakni dalam arti unta. Namun beliau juga mengungkapkan bahwa ada juga ulama yang memahami kata al-jamal dengan arti tali tambang yang kukuh lagi tebal. Sedangkan dalam tafsir al-Maraghi, kata (ﻞﻤﺟﻠﺍ) diartikan dengan unta yang telah keluar gigi taringnya. Dari perbedaan tersebut, bisa dipahami bahwa Al-Maraghi memaknainya kata tersebut dengan melihat sisi bioligis dari unta, apabila ia sudah keluar taring maka unta tersebut dinamakan jamal.

Keempat, penjelasan tentang makna unta yang disebut dengan kata al-him. Dalam tafsir al-Misbah kata (ﻡﻴﻫﻠﺍ) al-him diartikan dengan unta yang menderita penyakit huyam (ﻡﺎﻴﻫ), yakni perasaan sangat haus sehingga walau terus menerus minum, ia tidak merasa puas. Quraish Shihab menambahkan bahwa kata itu juga bisa diartikan pasir, karena pasir selalu menyerap air dengan mudah betapapun banyaknya. Sedangkan al-Maraghi memaknai al-him dengan unta yang terjangkit penyakit huyam, yaitu sejenis penyakit dengan gejala ingin minum sampai mati atau menderita.

Kelima, mengenai perumpamaan laba-laba atau al-„ankabut dalam QS al- Ankabut/29:41. Menurut Quraish Shihab al-„ankabut adalah serangga besar berkaki delapan berwarna abu-abu kehitam-hitaman. Serangga ini biasa menjalin jaring dari benang sutra yang dihasilkan dari perutnya sebagai sarang sekaligus penangkap mangsa.

Quraish shihab sedikit banyak menjelaskan makna secara bahasa dalam menafsirkan ayat ini dengan menjelaskan penggunaan bentuk feminine dalam lafad ittakhadzat dan awhan. Beliau juga banyak mengemukakan pendapat para ulama dalam menafsirkan ayat ini seperti pendapat Al-Biqa’i, Thabathaba’i, Musthafa Mahmud, dan Sayyid Qutub.

Sedangkan Al-Maraghi tidak menampilkan pendapat ulama lain dalam menjelaskan ayat ini. Beliau berpendapat bahwa sesungguhnya rumah laba-laba itu tidak dapat melindungi, tidak pula menolak sengatan panas dan dingin yang mencekam, sebagaimana kalian dapat menyaksikannya sendiri. Demikan halnya dengan sesembahan yang semestinya ia mampu menciptakan, memberi rezeki, mendatangkan manfaat dan menolak bahaya, tetapi apa yang disembah oleh orang kafir tidak dapat memeberikan manfaat sama sekali kepada mereka.3

Keenam, mengenai kata ba‟udah (ﺔﺿﻮﻌﺑ) dalam QS al-Hajj/22: 73. Quraish Shihab menafsirkan kata ba‟udhah (ﺔﺿﻮﻌﺑ) dengan mengutip tafsir jalalain yang diartikan sebagai

3 Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Juz 20, Op. Cit, hlm. 200.

(4)

binatang yang sangat kecil dan menggigit yang menyakitkan dan memiliki bau busuk.

Sedangkan al-Maraghi mengutip pendapat yang telah diriwayatkan oleb Ibnu Abbas dalam menafsirkan ayat tersebut.4

Ayat ini diturunkan untuk menyucikan al-Quran dari tuduhan Yahudi yang meragukan secara khusus mengenai contoh-contoh peribahasa yang ada di dalam al- Quran. Dalam ayat ini Allah menegaskan betapa Dia tidak segan membuat perumpamaan dengan nyamuk yang diremehkan kaum musyrik dan dianggap tidak wajar untuk disebutkan oleh Allah.

B. Analisis Persamaan Penafsiran Quraish Shihab dan Al-Maraghi Tentang Hewan- Hewan yang Dijadikan Perumpamaan dalam Al-Quran

Adapun persamaan penafsiran Quraish Shihab dan Al-Maraghi terkait hewan- hewan yang dijadikam tamtsil dalam al-Quran, yakni sebagai berikut:

Pertama, dalam memaknai kata (ﺮﺎﻤﺤ) himar/keledai dalam QS. al-Jumu’ah/62:5 Quraish Shihab dan Al-Maraghi sama-sama manafsirkan bahwa himar adalah hewan yang identik dengan sifat negatifnya, dikenal bodoh, bersuara keras dan hina. Ayat di atas turun dalam konteks kecaman kepada orang-orang Yahudi yang tidak mengamalkan isi kitab Taurat diumpamakan dengan hewan yang paling hina dan rendah yakni seperti keledai yang membawa barang banyak dan berat namun tidak mengetahui sama sekali isinya. Quraish Shihab menambahkan bahwa walaupun ayat tersebut ditujukan untuk orang-orang Yahudi, namun hal tersebut juga mencakup bagi umat Islam, apabila mereka tidak meraih petunjuknya dan mengamalkan kandungannya. Bahkan dapat dikatakan bahwa ayat tersebut turun sebagai peringatan terhadap umat al-Quran.

Dari sifat suaranya yang keras, keledai juga dijadikan perumpamaan yang buruk dalam QS. Luqman/31:19, yang mana orang yang yang suka mengeraskan suaranya secara berlebihan diumpamakam dengan keledai, karena keledai adalah hewan yang memiliki suara yang paling buruk dan jelek.

Kedua, tentang pemaknaan (ﺪﺍﺮﺟﻟﺍ) al-jarad dalam QS al-Qamar/54: 7. Quraish Shihab dan al-Maraghi sama sama menafsirkan kata tersebut dengan arti belalang. yang

4 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, cet 1 Vol.1 , Op. Cit, hlm. 160.

(5)

dimaksud di sini adalah anak-anak belalang sebelum muncul sayapnya.5 Ayat di atas menceritakan tentang gambaran orang-orang kafir pada hari hisab tiba, yakni mereka akan keluar dari kubur masing-masing dengan penglihatan menunduk karena merasa takut akan peristiwa yang mereka saksikan. Perumpamaan mereka pada saat menuju seruan ke padang hisab itu diibaratkan seberti belalang yang bertebaran dan berhamburan dengan cepatnya ke angkasa.

Ketiga, mengenai perumpamaan anjing dalam QS. al-A’raf/7:176. Ayat ini dipahami oleh kedua mufassir yakni Quraish Shihab dan Al-Maraghi bahwa sifat dan keadaan seseoarang siapapun itu yang melepaskan diri dari ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya serta ia lebih suka pada kehidupam dunia saja, maka ia di ibaratkan seperti anjing yang menjulurkan lidahnya. Menurut hemat penulis ayat ini menggambarkan sifat seseorang yang lalai akan kewajibannya dalam meamanfaatkan pengetahun dan hartanya.

Ia berubah menjadi sosok yang kufur nikmat yang lebih condong dan suka menghabiskan kehidupan dunianya untuk menikmati kelezatan jasmaniahnya saja sehingga melupakan kebutuhan ruhaniahnya.

Keempat, mengenai perumpamaan hewan ternak dalam QS al-A’raf/7: 179.

Quraish Shihab dan al-Maraghi menafsirkan bahwa orang-orang yang lalai dalam merenungkan ayat-ayat Allah dan tidak menggunakan mata serta telinga untuk memperhatikan dan berpikir tentang tanda-tanda kebesaran Allah yang ada pada makhluk-Nya, atau tentang ayat-ayat yang diturunkan kepada Rasul-Nya yang telah didengar atau juga kejadian-kejadian dalam sejarah yang menunjukkan kepada sunnah Allah pada makhluk-Nya, maka orang tersebut bagaikan binatang ternak, unta, lembu atau kambing. Karena mereka tidak menggunakan nikmat dan akal yang telah Allah berikan untuk hal-hal yang baik, melainkan hanya digunakan untuk sesuat hal yang berkaitan denga dunia saja.

Sama halnya dengan QS al-A’raf/7: 179, dalam QS al-Furqan/25:44, Allah menegaskan bahwa bahwa manusia bisa saja turun derajatnya sampai setara atau bahkan dibawa derajat hewan ternak, yaitu mereka yang memiliki hati namun enggan memakainya untuk memahami tanda-tanda kekuasaan Allah, mempunyai mata tapi tidak

5 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Vol. 13, Op. Cit, hlm. 234.

(6)

mau melihatnya, dan mempunyai telinga tapi enggan mendengar tanda-tanda kekuasaan Allah.

Kelima, tentang tamtsil pada sapi dalam QS al-Baqarah/2: 68. Menurut Quraish Shihab dan Al-Maraghi alasan Allah memilih sapi untuk menjadi alat menjawab pertanyaan Bani Israil adalah dalam rangka menghilangkan bekas-bekas penghormatan mereka kepada sapi dan meremehkan binatang yang mereka sembah dan agung- agungkan selama ini. Dengan harapan mereka akan berhenti dalam kecenderungan menyembahnya

Ayat di atas menjelaskan tentang kecaman Allah atas sikap buruk Bani Israil yang selalu mengagungkan sapi-sapi mereka, maka Allah memerintahkan untuk menyembelih sapi yang tidak tua dan tidak muda dengan tujuan untuk meremehkankan binatang yang selalu disembah oleh Bani Israil.

Keenam, tentang tamtsil pada lalat dalam QS Al-Hajj/22: 73. Dalam menafsirkan ayat ini Quraish Shihab mengutip pendapat Al-Qurthubi dan Sayyid Quthub bahwa ayat ini menyebut lalat sebagai contoh, karena lalat adalah binatang yang remeh, lemah kotor, sekaligus banyak. Sayyid Quthub menambahkan bahwa sebenarnya menciptakan lalat sama mustahilnya dengan menciptakan unta atau gajah, Karena lalat pun memiliki rahasia yang tidak dapat terungkap yakini hidup, tetapi gaya bahasa al-Quran yang sunguh istimewa memilih lalat yang kecil dan hina karena ketidakmampuan menciptakannya lebih menanamkan dalam benak kesan kelemahan daripada jika yang disebut adalah unta atau gajah. Di sisi lain Sayyid Quthub mengemukakan bahwa lalat membawa aneka kuman penyakit yang dapat merampas dari manusia sesuatu yang termahal dari didinya, mata, anggota badan, dan bahkan hidup dan jiwa manusia. Ini sebab lain dari penyebutan lalat.6

Al-Maraghi menjelaskan bahwa dalam ayat ini Allah menegaskan kejahihan orang-orang musyrik tentang kedudukan uluhiyyah serta pengagungan yang tidak patut diberikan kepadanya. Ayat ini memberikan gambaran bahwa walaupun orang-orang musyrik menjadikan berhala-berhala mereka sekutu dan tandingan bagi Allah, tidak akan mampu mengubah apapun, bahkan jika berhala-berhala tersebut bersatu dan menciptakan seekor lalat yang bertubuh kecil dan hina, niscaya mereka tidak akan kuasa dan tidak

6 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, cet 1 Vol. 8 , Op. Ci, hlm. 292.

(7)

akan dapat melakukannya. Bahkan mereka tidak akan kuasa melawannya jika ia merampas sesuatu dari mereka seperti parfum dan sebagainya.7

Dari sini dapat dilihat bahwa walaupun corak tafsirnya adab ijtima‟i, namun Quraish Shihab sedikit banyak menafsirkan perumpamaan lalat pada ayat tersebut dengan disertai sisi ilmiahnya, berbeda dengan Al-Maraghi yang sebagian besar sangat dan lebih memprioritaskan pada sisi soaial ayat tersebut turun.

C. Hikmah yang Terdapat Pada Hewan-hewan yang Dijadikan Perumpamaan dalam Al-Quran Bagi Manusia

Di antara kandungan al-Quran adalah berisi perumpamaan agar memudahkan untuk diambil pelajaran. Dan perumpamaan yang dibuat Allah dalam al-Quran adalah sebaik-baiknya perumpamaan. Adapun hikmah yang bisa diambil dari perumpamaan- perumpamaaan pada hewan adalah di antaranya:

1 Dari keledai kita bisa mengambil pelajaran mengenai akhlak dan sopan santun dalam berperilaku, yakni seperti yang terkandung dalam QS. Luqman ayat 19 hendaknya kita menundukkan pandangan dalam berjalan dan melemahkan suara dalam berbicara kepada sesama manusia. Dari keledai juga kita bisa belajar untuk lebih mendalami makna yang terkandung dalam al-Quran serta bisa mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

2 Dari anjing kita bisa mengambil pelajaran mengenai pentingnya bersyukur kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan serta mampu menggunakannya dengan baik.

Hendaknya kita juga tidak rakus dan tamak dalam kemegahan dunia.

3 Dari nyamuk dan lalat mengajarkan kita untuk tidak menganggap remeh sesuatu yang di anggap kecil, karena pada hakikatnya Allah menciptakannya mencakup kelebihan dan kekurangannya.

4 Dari tamtsil laba-laba dan sapi kita bisa mengambil pelajaran bahwa hendaknya kita tidak memohon dan meminta pertolongan kepada selain Allah. Jadikan Allah sebagai satu-satunya pelindung dalam kehidupan.

7 Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Juz 17, Op. Cit, hlm. 199.

(8)

5 Dari tamtsil kera, hendaknya kita lebih mematuhi dan mentaati setiap perintah dan larangan Allah. Jangan sampai membuat Allah menjadi murka sehingga menurunkan azab dan kecaman.

6 Dari tamtsil hewan ternak, hendaknya menjadikan kita lebih ingat kepada ayat-ayat Allah dan mampu menggunakan telinga, dan mata kita untuk merenungkan tanda- tanda kekuasanaan Allah. Tidak seperti hewan ternak yang tidak menggunakan akal dan pikiran dalam bertindak dan berperilaku.

7 Dari tamtsil belalang dan unta hendaknya menjadikan kita untuk selalu ingat akan adanya hari kebangkitan dan hari kiamat. Menjadikan kita lebih taat kepada perintah Allah dan mengamalkan setiap yang diperintahkannya.

Referensi

Dokumen terkait

(STUDI KRITIS TERHADAP PENAFSIRAN QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISBAH

Ibnu Kasir dan Quraish Shihab memberikan pemahaman bahwa kafir itu adalah orang yang tidak mempercayai dan menutupi kebenaran kedatangan hari kiamat, juga orang yang

Quraish Shihab berkaitan dengan pengupahan: “Bekerjalah kamu, demi karena Allah SWT semata dengan aneka amal yang saleh dan bermanfaat, baik untuk diri kamu maupun untuk

Menurut Quraish Shihab, metode tahlili adalah menafsirkan ayat demi ayat sesuai dengan susunan dalam setiap surat. Penekanan dalam uraian-uraian Tafsîr itu adalah

Quraish Shihab dalam menafsirkan kata musibah dapat ditarik kesimpulan yang mana sebab musibah terjadi karena ulah manusia, musibah terjadi atas izin Allah,

Dengan perumpamaan ini Quraish menyatakan bahwa dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an kita tidak boleh memahami kosa- kata jauh dari maksud lahir kosakata tersebut, karena hal ini

Quraish Shihab, adalah satu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk- petunjuk ayat-ayat al-Qur‟an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat, serta usaha-usaha

Quraish Shihab pada kitab Tafsir Al- Mishbah mengenai ayat-ayat zikir dan syukur, sudah sangat jelas bahwa Allah SWT telah menurunkan tata cara pengobatan mandiri atau self healing