• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI GIZI CINCALOK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EVALUASI GIZI CINCALOK"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

EVALUASI GIZI CINCALOK DI DESA SUNGAI KAKAP KECAMATAN SUNGAI KAKAP

Zakaria(1), Sulvi Purwayantie(2), Lucky Hartanti(2)

(1)Mahasiswa Fakultas Pertanian dan (2)Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura

ABSTRAK

Cincalok merupakan salah satu produk hasil fermentasi rebon yang sudah cukup terkenal di Kalimantan Barat dan makanan tradisional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil gizi yang terdapat pada produk cincalok yang ada di desa sungai kakap kecamatan sungai kakap. Desain penelitian ini menggunakan metode survey kemudian analisis ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian (THP) Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak. Faktor perlakuan yang diuji adalah periode pembuatan cincalok dimana produksi dalam 1 bulan (I, II, III) diulang sebanyak 5 kali. Data yang di ukur: analisis proksimat (kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat) dan kharakteristik total asam serta total garam. Hasil penelitian menunjukkan: kadar air 49,57 % - 53,10 %, kadar abu 10,22 % - 10,47 %, kadar protein 18,18 % - 19,26 %, kadar lemak 3,84 % - 4,20 %, kadar karbohidrat 16,56 % - 20,69 %, total asam 0,49 % - 0,65 %, total garam 9,59 % - 10,19 %.

Kata kunci : Cincalok, Gizi, Rebon.

(2)

2

EVALUATION NUTRITION OF CINCALOK IN SUNGAI KAKAP VILLAGE SUNGAI KAKAP DISTRICTS

Zakaria(1), Sulvi Purwayantie(2), Lucky Hartanti(2)

(1)Students of Faculty of Agriculture and (2)Lecturer of the Faculty of Agriculture University Tanjungpura

ABSTRACT

Cincalok is the one of fermented rebon product which is quite famous traditional food in West Kalimantan. This study aims to determine the nutritional profile in the product cincalok that exist in the Sungai kakap village sungai kakap district. The design of this study using the method of analysis conducted in the Laboratory of Agricultural Products Technology Faculty of Agriculture, University of Tanjungpura Pontianak. The treatment factor tested was the period of manufacture of cincalok where production in 1 month (I, II, III) was repeated 5 times. Proximate analysis (moisture content, ash, protein, fat and carohydrate) and total acid and total salt characteristics were measured. The results showed: water content 49.57 % - 53.10 %, ash 10.22 % - 10.47 %, protein 18.18 % - 19.26 %, fat 3.84 % - 4.20 %, carbohydrates 16.56 % - 20.69 %, total acids 0.49 % - 0.65

%, total salt 9.59 % - 10.19 %.

Keywords: Cincalok, Nutrition, Rebon.

PENDAHULUAN

Cincalok merupakan salah satu hasil fermentasi udang rebon yang sudah cukup terkenal di Kalimantan Barat dan merupakan makanan tradisional. Harga yang murah serta kemudahan untuk mendapatkannya, menjadikan cincalok merupakan bahan pangan yang penting bagi masyarakat Kalimantan Barat.

Cincalok memilik nilai gizi yang tinggi dari bahan udang rebonnya karna diolah secara fermentasi.

Fermentasi merupakan suatu cara pengolahan dimana dalam

prosesnya memanfaatkan enzim atau mikroorganisme untuk penguraian senyawa dari bahan-bahan protein kompleks yang terdapat di dalam tubuh ikan menjadi senyawa yang lebih sederhana dalam keadaan yang terkontrol atau diatur (Irawan, 1995).

Menurut Moeljanto (1982), tujuan proses fermentasi yaitu (a) membuat produk baru, (b) memperbaiki nilai gizi, (c) memperbaiki sifat fisik misalnya rupa, bentuk, kekerasan dan flavor, dan (d) memperpanjang daya awet produk.

(3)

3 Hasil-hasil fermentasi terutama tergantung pada jenis bahan pangan (substrat), jenis mikroba dan kondisi disekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba tersebut. Makanan fermentasi tradisional telah lama dikonsumsi oleh penduduk Indonesia. Banyak sekali jenis makanan fermentasi tradisional asli Indonesia yang masih disukai dan eksis dipasaran hingga kini (Winarno dan Fardiaz, 1980).

Menurut Hong (1981), beberapa hal yang menyebabkan masih bertahannya pengolahan makanan melalui cara fermentasi tradisional adalah (a) dapat mengawetkan bahan-bahan nabati maupun hewani yang mudah rusak, (b) memperkecil volume bahan, (c) menghilangkan faktor-faktor yang tidak dikehendaki pada bahan mentahnya, (d) meningkatkan nilai gizi makanan, (e) mempertahankan kenampakan dan flavor dari beberapa jenis makanan, (f) menyelamatkan beberapa produk yang tidak baik digunakan sebagai bahan makanan, (g) menghemat bahan bakar pada proses pengolahannya, (h) membuat produk memiliki rasa yang lebih nikmat, dan

(i) dapat memberikan keamanan pada produk.

Pembuatan produk cincalok yang ada di masyarakat belum diproduksi skala industri namun telah beredar komersial di pasar Kalimantan Barat, sehingga belum diketahui kandungan gizi yang dihasilkan, maka perlu dievaluasi profil gizi yang terkandung di dalamnya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil gizi yang terdapat pada produk cincalok yang ada di desa sungai kakap kecamatan sungai kakap.

METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian (THP) Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak.

Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan dari Januari 2017 sampai Desember 2017.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah produk cincalok yang diperoleh dari produsen di pasar desa sungai kakap sungai kecamatan kakap produsen (Toko Ibu Ati). Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, desikator, kulkas,

(4)

4 timbangan analitik, gelas ukur, oven, kertas saring, aquades, kamera dan kaca arloji.

Desain penelitian menggunakan tekhnik survey. Faktor perlakuan yang diuji adalah periode pembuatan cincalok dalam 1 bulan yang terdiri dari 3 kali.

Analisis proksimat: analisis kadar air, analisis kadar abu, kadar protein, kadar lemak (Sudarmadji dkk., 1986); dan karbohidrat by Difference (Winarno, F.G., 1991);

total asam; total garam (NaCl) (Apriyantono dkk., 1989).

Pengolahan data dilakukan secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proksimat Cincalok

Analisis proksimat adalah suatu metode analisis kimia untuk mengidentifikasi kandungan nutrisi utama seperti protein, karbohidrat, lemak, kadar air dan kadar abu pada suatu zat makanan dari bahan pakan atau pangan (Amrullah, 2004).

Analisis proksimat memiliki manfaat sebagai penilaian kualitas pakan atau bahan pangan terutama pada standar zat makanan yang seharusnya terkandung didalamnya. Hasil analisis proksimat pada makanan fermentasi dari desa sungai kakap kecamatan sungai kakap disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rerata dan Standar Deviasi Nilai Proksimat Produk Cincalok Dari Desa Sungai Kakap Kecamatan Sungai Kakap (%)

Analisis

Periode Rerata ± SD

(I)

Rerata ± SD (II)

Rerata ± SD (III) Kadar air 51,02 ± 5,00 49,57 ± 4,87 53,10 ± 5,38 Kadar abu 10,22 ± 2,44 10,47 ± 1,77 10,39 ± 0,78 Kadar Protein 19,26 ± 0,14 18,34 ± 0,17 18,18 ± 0,22 Kadar Lemak 4,18 ± 0,18 4,20 ± 0,35 3,84 ± 0,41 Kadar Karbohidrat 17,35 ± 4,86 16,56 ± 6,67 20,69 ± 4,90 Kadar Air

Berdasarkan Tabel 1. nilai kadar air cincalok periode I yaitu 51,02 %, periode II yaitu 49,57 % dan periode III 53,10 % dengan rata-rata total kadar air cincalok 51,23 %.

Penelitian Yanuar (2013), mengemukakan bahwa kadar air cincalok berkisar 50,67 %, sedangkan kadar air cincalok dari desa sungai kakap tinggi. Hal ini disebabkan bahan baku cincalok

(5)

5 berbeda menggunakan cincalok teri nasi (Stolephorus commersionii lacapede), dengan penambahan garam 25 % menghasilkan sifat kimia cincalok terbaik. Dalam survey ini kadar garam yang ditambahkan dalam pembuatan cincalok adalah 20 %. Rebon segar mempunyai kadar air 33,09 % (Suwandi dkk., 2017), setelah diolah menjadi cincalok menghasilkan rerata kadar air 48,77 %. Setelah proses fermentasi, kadar air produk fermentasi mengalami peningkatan.

Hal ini diduga disebabkan oleh kemampuan garam dapat mengikat air keluar dari jaringan daging ikan atau organ tanaman (garam bersikap higrokopis) pada saat proses fermentasi. Borgstrom (1995), mengatakan adanya garam akan mendenaturasi protein, sehingga terjadi koagulasi yang dapat membebaskan air.

Kadar Abu

Berdasarkan Tabel 1. hasil analisis menunjukan nilai kadar abu cincalok periode I yaitu 10,22 %, periode II yaitu 10,47 % dan periode III 10,39 % dengan rata-rata total kadar abu 10,36 %. Penelitian Yanuar (2013), mengemukakan

bahwa kadar abu cincalok berkisar 10,49 % dan penelitian Bakar (2003), menunjukkan kadar abu cincalok berkisar 10,9 %. Berdasarkan penelitian Yanuar (2013), dan Bakar (2003), tersebut maka kadar abu cincalok di desa sungai kakap sedikit lebih rendah.

Rebon segar mengandung kadar abu 16,05 % (Suwandi dkk., 2017), setelah diolah menjadi cincalok akan menurunkan kadar abu. Hal ini disebabkan dalam pertumbuahan dan perkembangan BAL membutuhkan mineral. Kadar abu juga sangat dipengaruhi oleh kadar garam yang ditambahkan pada media fementasi.

Hasil penelitian Yanuar (2013), pada fermentasi cincalok dengan penambahan kadar garam 25 % menghasil 10,49 % kadar abu. Hasil survey penambahan garam 20 % menghasilkan kadar abu yg lebih rendah yaitu 10,36 %.

Kadar Protein

Protein merupakan polimer yang panjang dari asam-asam amino yang bergabung melalui ikatan peptida (Winarno, 1991). Pada umumnya kadar protein didalam bahan pangan menentukan mutu bahan pangan itu sendiri.

(6)

6 Berdasarkan Tabel 1. hasil analisis pada umumnya menunjukan kadar protein dari produk fermentasi. Nilai kadar protein pada cincalok periode I yaitu 19,26 %, periode II yaitu 18,34

% dan periode III 18,18 %, dengan rata-rata total kadar protein 18,59 %.

Penelitian Yanuar (2013), melaporkan bahwa kadar protein cincalok berkisar 28,65 %. Penelitian Bakar (2003), menghasilkan kadar protein cincalok berkisar 13,8 %.

Rebon segar mengandung kadar protein 29,17 % (Suwandi dkk., 2017) setelah diolah menjadi cincalok akan menurunkan kadar protein menjadi 18,59 %. Menurut Andarti (2015), penurunan kadar protein terjadi karena adanya proses fermentasi oleh garam yang ditambahkan pada proses fermentasi mempunyai sifat higroskopis dan mengabsorpsi air dari jaringan.

Garam merupakan elektrolit kuat yang dapat melarutkan protein, sehingga garam mampu memecah ikatan molekul air dalam air dan dapat mengubah sifat alami protein.

Kadar Lemak

Lemak berperan untuk menambah kalori serta memperbaiki tekstur dan citarasa bahan pangan

(Akanbi, 2009). Berdasarkan Tabel 1. terdapat hasil kadar lemak pada tiga periode bahan cincalok.

Nilai kadar lemak pada cincalok periode I yaitu 4,18 %, periode II yaitu 4,20 % dan periode III 3,84 % dengan rata-rata total kadar lemak 4,07 %. Aktifitas lipolitik dikendalikan oleh enzim lipase yang dimiliki oleh bakteri asam laktat sehingga dapat membebaskan asam lemak (Buckle, 1987). Penelitian Bakar (2003), melaporkan bahwa kadar lemak cincalok berkisar 1,30

%.

Rebon segar mengandung kadar lemak 5,05 % setelah diolah menjadi cincalok akan menurunkan kadar lemak 4,07 %. Pada fermentasi cincalok berlangsung, lemak pada bahan pangan akan mengalami penurunan akibat terjadinya degradasi lemak menjadi asam-asam lemak. Degradasi lemak ini terjadi karena adanya aktivitas enzim lipase yang secara alami terdapat dalam bahan pangan atau yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang tumbuh dalam bahan pangan fermentasi.

Selain itu, degradasi lemak juga disebabkan terjadinya hidrolisa lemak. Dalam reaksi hidrolisa, lemak

(7)

7 akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol (Aryanta, 1994). Semakin tinggi konsentrasi garam yang digunakan maka semakin rendah nilai kadar lemak yang dihasilkan Nilai kadar lemak mengalami penurunan dengan bertambahnya konsentrasi garam (Sastra, 2008).

Kadar Karbohidrat

Berdasarkan Tabel 1. Nilai kadar karbohidrat cincalok dari tiga periode berkisar antara periode I yaitu 17,35

% periode II yaitu 16,56 % dan periode III 20,69 % dengan rata-rata total karbohidrat 18,20 %. Penelitian Bakar (2003), melaporkan bahwa kadar karbohidrat cincalok berkisar 0,35 %. Penelitian Bakar (2003),

maka kadar karbohidrat cincalok di desa sungai kakap lebih tinggi.

Profil Produk Fermentasi

Fermentasi menghasilkan produk yang mempunyai rasa asam.

Hal ini disebabkan selama fermentasi terbentuk asam laktat yang dihasilkan oleh mikroba penghasil bakteri asam laktat. Mengetahui secara fisik bahwa produk yang dihasilkan dalam penelitian ini mempunyai rasa asam, dapat diketahui dari kondisi asam dan total asam. Semakin asam suatu produk maka dapat dijelaskan dengan total asam yang tinggi dengan pH semakin rendah (Sudarmadji, 2003).

Hasil analisis total asam dan garam pada makanan fermentasi dari desa sungai kakap kecamatan sungai kakap disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rerata dan Standar Deviasi Nilai Total Asam Dan Garam Produk Cincalok Dari Desa Sungai Kakap Kecamatan Sungai Kakap (%)

Analisis

Periode Rerata ± SD

(I)

Rerata ± SD (II)

Rerata ± SD (III) Total Asam 0,49 ± 0,05 0,61 ± 0,08 0,65 ± 0,15 Total Garam 10,19 ± 0,59 10,19 ± 0,59 9,59 ± 0,42 Pada beberapa proses pengolahan

fermentasi, penambahan garam berfungsi meningkatkan cita rasa cincalok, membentuk tekstur yang diinginkan, mengontrol

mikroorganisme dengan cara

merangsang pertumbuhan

mikroorganisme yang diinginkan dalam fermentasi dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme

(8)

8 pembusuk patogen. Disamping untuk menegaskan bahwa produk fermentasi berbeda dengan produk asin diukur juga total garam.

Total Asam

Total asam dilakukan untuk mengetahui kandungan asam organik dari bahan pangan tersebut (Wahyuni dkk., 2004). Total asam yang dimaksud adalah asam laktat.

Berdasarkan Tabel 2. nilai asam cincalok berkisar periode I yaitu 0,49

%, periode II yaitu 0,61 % dan periode III 0,65 %. Rata-rata total asam cincalok 0,58 %. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Yanuar (2013), melaporkan bahwa total asam cincalok berkisar 1,64 %.

Pada kondisi yang optimum salah satu perubahan penting dalam fermentasi adalah cadangan karbohidrat yang difermentasi menjadi asam laktat oleh bakteri asam laktat (Stanton dan Yeoh, 1978). Pembentukan asam laktat tesebut menurut Sudarmadji (2003), akan menyebabkan peningkatan kadar total asam dan penurunan pH.

Total Garam

Berdasarkan Tabel 2.

menunjukan nilai total garam

berkisar periode I yaitu 10,19 %, periode II yaitu 10,19 % dan periode III 9,59 %. Rata-rata total garam cincalok yaitu 9,99 %. Hasil penelitian lain yang dilakukan Yanuar (2013), melaporkan bahwa total garam cincalok berkisar 10,63

%.

Total garam dianalisis karna menjadi salah satu parameter kesehatan, tingginya kadar garam pada produk pangan dapat memicu terjadinya hipertensi (Almatsier, 2001). Kadar NaCl yang ditambahkan pada rebon menghasikan rasa asin pada produk fermentasi, akan tetapi terjadi penurunan kadar NaCl pada produk setelah di fermentasi. Penelitian cincalok teri nasi yang dilakukan oleh Yanuar (2013), dengan penambahan NaCl 25 % pada teri akan menghasilkan cincalok dengan kadar garam 10,69 %, sebagai sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi yang terbaik, sedangakan penambahan NaCl 20 % menghasilkan sensoris yang terbaik. Pada penelitian ini hasil survey dengan penambahan 20 % NaCl menghasilkan rata-rata kadar garam cincalok yaitu 9,99 %.

(9)

9 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian cincalok menunjukkan: kadar air 49,57 % - 53,10 %, kadar abu 10,22

% - 10,47 %, kadar protein 18,18 % - 19,26 %, kadar lemak 3,84 % - 4,20

%, kadar karbohidrat 16,56 % - 20,69 %, total asam 0,49 % - 0,65 %, dan total garam 9,59 % - 10,19 %.

DAFTAR PUSTAKA

Akanbi, 2009, Functional And Pasting Properties Of A Tropical Breadfruit (Artocarpus Altilis) Starch From Ile-Ife, Osun State, Nigeria. International Food Research Journal, 16: 151-157.

Almatsier. S., 2001, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Amrullah, 2004, Analisis Bahan Pakan, Universitas hasanudin, Makasar.

Andarti, I.Y., dan Wardani, A.K., 2015, Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Karakteristik Kimia, Mikrobiologi, Dan Organoleptik Miso Kedelai Hitam (Glycine max L), Jurnal Pangan Dan Agroindustri, 3: 889-898.

Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, N., Sedarwati, L., dan Budiyanto, S., 1989, Analisis Pangan, PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Aryanta, R.W., Fllet, G.H., dan Buckle, K.A., 1991, The Occurrence And Growth Of Microorganisms During The Fermentation Of Fish Sausage.

Journal Of Departemen Of Food Sciene Of Technology, 2: 143- 55.

Bakar, H.J.H.A., 2003, Food Composition Of Some Fermented Seafood In Brunei Darussalam. Antgology Of Science Articles, 4: 5-8.

Borgstrom, G., 1995, Prinsiples of Food Science, Food Microbiology and Chemistry, MacMillan Ltd, London.

Buckle, K.A., 1987, Ilmu Pangan, Universitas Indonesia, Jakarta.

Hong, L.G., 1981, Nutritional Aspects of Fermented Foods in Indonesia, An Overview, Proceedings of a Technical Seminar : Traditional Food Fermentation as Industrial Resources in ASCA Countries.

Medan.

Irawan, A., 1995, Pengolahan Hasil Perikanan Home Industri, CV.

Aneka, Solo.

Moeljanto, R., 1982, Pengasapan dan Fermentasi Ikan, Penebar Swadaya, Jakarta.

Sastra, W., 2008, Fermentasi Rusip, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Stanton, W.R. dan Yeoh, Q.L., 1978, Low Salt Fermentation Method For Concerving Fresh Waste

(10)

10 Under South East Asian Condition, Malaysia Agricultural Research and Development Institute, Malaysia, 87 hlm.

Sudarmadji, S., 2003, Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi, UGM, Yogyakarta.

Sudarmaji, S., Haryono, dan Suhardi., 1986, Analisis Bahan Makanan Hasil Pertanian, Liberti, Yogyakarta.

Suwandi, Rohanah, A., dan Rindang, A., 2017, Uji Komposisi Bahan Baku Terasi Dengan Menggunakan Alat Pencetak Terasi, jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian, 5: 196-201.

Wahyuni, E., Indratininingsih, Widodo, dan Salasia, I.S.O., 2004, Produksi Yoghurt Shiitake (Yoshitake) Sebagai Pangan Kesehatan Berbasis Susu, Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 15: 54-60.

Winarno, F.G., dan Fardiaz, S., 1980.

Pengantar Teknologi Pangan, Gramedia, Jakarta.

Winarno, F.G., 1991, Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia, Jakarta: Hal 61-62.

Yanuar, N., 2013, Proses Pembuatan Cincalok Teri Nasi (Stolephorus commersonii lacapede) Dengan Metode Fermentasi Garam Tinggi (Kajian Konsentrasi Garam dan Konsentrasi Gula), (Skripsi).

Referensi

Dokumen terkait

makanan yang baik untuk anak, pengetahuan gizi bahan pangan, cara pengolahan.. makanan yang baik, cara pemberian makanan pada anak serta

Menurut Winarno (1984) bahan tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan dan dicampurkan ke dalam pengolahan makanan agar mutu dari produk tersebut meningkat.Bahan tambahan

Cara pengolahan bahan ramuan obat tradisional yang paling banyak adalah dengan cara direbus sebanyak 32.076% dan cara penggunaan ramuaan obat tradisional yang paling

a. GMP merupakan kaidah cara pengolahan makanan yang baik dan benar untuk menghasilkan makanan atau produk akhir yang aman, bermutu, dan sesuai dengan selera konsumen. Tujuan

Mengonsumsi makanan tradisional jauh lebih menyehatkan dengan pengolahan yang lebih sederhana, tidak menggunakan zat atau bahan berbahaya, ban mengandung bahan-bahan

Secara khusus mengeta- hui tingkat pengetahuan pedagang makanan jajanan mengenai (bahan baku makanan, tem- pat penyimpanan makanan, cara pengolahan makanan, cara pengangkutan,

Secara khusus mengeta- hui tingkat pengetahuan pedagang makanan jajanan mengenai (bahan baku makanan, tem- pat penyimpanan makanan, cara pengolahan makanan, cara pengangkutan,

a. GMP merupakan kaidah cara pengolahan makanan yang baik dan benar untuk menghasilkan makanan atau produk akhir yang aman, bermutu, dan sesuai dengan selera konsumen. Tujuan