• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada mulanya, strategi digunakan dalam dunia militer dan diartikan sebagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada mulanya, strategi digunakan dalam dunia militer dan diartikan sebagai"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori

1. Strategi Pembelajaran

Pada mulanya, strategi digunakan dalam dunia militer dan diartikan sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan untuk memenangkan suatu peperangan. Dalam mengatur strategi, seseorang akan terlebih dahulu menimbang kekuatan pasukan yang dimilikinya baik kuantitas maupun kualitasnya. Setelah semuanya diketahui, baru ia menyusun tindakan yang harus dilakukan, siasat peperangan, taktik dan teknik peperangan, maupun waktu yang tepat untuk melakukan sebuah serangan.

Dengan demikian, dalam menyusun strategi pembelajaran perlu diperhitungkan berbagai faktor, baik dari dalam maupun dari luar (Hamruni, 2012:1).

Secara umum, strategi mempunyai pengertian suatu garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan (Syaiful, 1996:5). Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1340), strategi memiliki arti rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus (yang diinginkan). Jika dihubungkan dalam kegiatan belajar mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru-siswa didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan (Syaiful, 1996:5). Dalam dunia pendidikan, strategi juga dapat diartikan sebagai a plan, method, or series of activities designed to achieves a particular educational goal (J. R. David, 1976).

Dari ilustrasi tersebut dapat disimpulkan bahwa strategi digunakan untuk memperoleh kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran.

(2)

a. Pengertian Strategi Pembelajaran

Strategi Pembelajaran merupakan komponen penting dalam sistem pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pernyataan Syaiful (2010:325) yang menyatakan bahwa strategi pembelajaran digunakan untuk membelajarkan siswa didik dan guru yang membelajarakan dengan memanfatkan segala sesuatunya untuk memudahkan proses belajar siswa. Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran yang disusun untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu yang digunakan untuk memperoleh kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran (Anisatul, 2009:2).

Strategi pembelajaran adalah keseluruhan metode dan prosedur yang menitikberatkan pada kegiatan siswa dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan tertentu, dengan kata lain strategi pembelajaran merupakan rencana dan cara-cara membawakan pengajaran agar segala prinsip dasar dapat terlaksana dan segala tujuan pengajaran dapat dicapai secara efektif (Sunhaji, 2009:2). Cara-cara membawakan pengajaran itu merupakan pola dan urutan umum perbuatan guru-murid dalam perwujudan kegiatan belajar-mengajar. Pola dan urutan umum perbuatan guru murid tersebut merupakan suatu kerangka umum kegiatan belajar-mengajar yang tersusun dalam suatu rangkaian bertahap menuju tujuan yang telah ditetapkan (Sunhaji, 2009:2).

Sunhaji (2009:4) merumuskan strategi pembelajaran sebagai prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar (teaching methods) sebagaimana yang dipandang paling efektif dan efisien serta produktif sehingga dapat dijadikan

(3)

pegangan oleh para guru dalam melaksanakan kegiatan mengajarnya, dimana strategi pembelajaran merupakan gambaran komponen materi dan prosedur atau cara yang digunakan untuk memudahkan siswa belajar. Strategi menjelaskan komponen-komponen umum dari suatu set materi pembelajaran dan prosedur yang akan digunakan bersama materi tersebut untuk menghasilkan hasil belajar tertentu pada siswa (Sunhaji (2009:5).

Berdasarkan beberapa pengertian para ahli di atas, strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai rancangan prosedural yang memuat tindakan yang harus dilakukan guru dalam proses pembelajaran untuk mencapai sebuah tujuan.

Strategi pembelajaran dapat dikatakan sebagai implementasi dari model pembelajaran. Secara sederhana, strategi pengajaran merupakan siasat atau taktik yang harus dipikirkan atau direncanakan guru untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan.

b. Unsur Penting Strategi Pembelajaran

Dalam strategi pembelajaran, terdapat dua hal penting yang dapat kita pahami di dalamnya. Pertama, strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian, penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan.

Oleh sebab itu, sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas

(4)

yang dapat diukur keberhasilannya, sebab tujuan adalah rohnya dalam implementasi suatu strategi (Wina, 2011:124).

Terdapat empat unsur strategi dari setiap usaha sesuai pemikiran Newman dan Logan (1971:8) yaitu: (1) Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil dan sasaran yang harus dicapai yang mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat; (2) Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) manakah yang paling efektif guna mencapai sasaran; (3) Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah yang akan ditempuh dimulai dari awal memulai hingga sampai sasaran; (4) mempertimbangkan dan menetapkan tolak ukur (criteria) dan patokan ukur (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.

Jika kita mencoba menerapkan dalam konteks pembelajaran, maka keempat unsur tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: (1) Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran; (2) Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif; (3) Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode, dan teknik pengajaran;

(4) Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan (Abdul, 2013:9).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam menetapkan strategi pembelajaran diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang matang untuk menentukan tujuan, pendekatan, langkah-langkah, metode, teknik apa yang digunakan dalam pembelajaran agar strategi tersebut dapat mencapai batas minimum keberhasilan sesuai dengan ukuran baku yang telah ditetapkan.

(5)

2. Siswa Slow Learner (Lamban Belajar)

Siswa slow learner merupakan salah satu siswa berkebutuhan khusus yang hampir dapat ditemukan di setiap sekolah inklusi dimana secara fisik mereka tampak sama dengan siswa normal pada umumnya, yang membedakan adalah kemampuanintelektual mereka yang sedikit berbeda dengan siswa normal pada umumnya dikarena perkembangan fungsi kognitifnya lebih lambat dari siswa normal seusianya, sehingga diperlukan adanya penangananan atau layanan pendidikan khusus untuk siswa slow learner sesuai dengan karakteristik, kebutuhan, dan perkembangannya untuk mengembangkan potensi kemanusiaannya secara optimal (Maylina, 2014).

a. Pengertian Siswa Slow Learners (Lamban Belajar)

Siswa slow learner memiliki fungsi perkembangan kognitif yang lebih lambat dari siswa normal seusianya. Hal ini seseuai dengan pernyataan Bahri (2014:167) yang menyatakan bahwa slow learner adalah siswa yang lambat dalam proses belajar. Sehingga dapat dikatakan siswa slow learner membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.

Apabila diamati, ada variasi dua kelompok besar siswa yang mendapat kesulitan dalam mencapai hasil belajar secara tuntas. Kelompok Pertama merupakan sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan, akan tetapi sudah hampir mencapainya. Siswa tersebut mendapat kesulitan dalam menetapkan penguasaan bagian-bagian yang sulit dari seluruh bahan yang harus dipelajari. Kelompok Kedua adalah sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan yang diharapkan karena ada konsep dasar yang belum dikuasai,

(6)

atau ketuntasan belajar tidak dapat dicapai karena proses belajar yang sudah ditempuh tidak sesuai dengan karakteristik murid yang bersangkutan (Kariman, 2018).

Jenis dan tingkat kesulitan yang dialami oleh siswa tidak sama karena secara konseptual mereka memiliki perbedaan dalam memahami bahan yang dipelajari secara menyeluruh. Perbedaan tingkat kesulitan ini bisa disebabkan tingkat penguasaan bahan sangat rendah, konsep dasar tidak dikuasai, bahkan tidak hanya bagian yang sulit tidak dipahami, mungkin juga bagian yang sedang dan mudah tidak dapat dikuasai dengan baik. Nani dan Amir (2013:3) menjelaskan bahwa siswa slow learner adalah siswa yang memiliki prestasi belajar rendah atau sedikit di bawah rata-rata siswa normal pada salah satu atau seluruh area akademik dan mempunyai skor tes IQ antara 70 sampai 90.

Tingkat kecerdasan atau hasil tes IQ siswa slow learner berhubungan erat dengan perkembangan intelektual siswa. Ditinjau dari perkembangan intelektualnya, Pichla (2006:39) mengemukakan bahwa siswa slow learner termasuk siswa yang mengalami kelemahan kognitif (cognitive impairment), dimana siswa dengan kelemahan kognitif membutuhkan pengulangan tambahan untuk mempelajari keterampilan atau ilmu baru, tetapi masih dapat belajar dan berpartisipasi di sekolah umum dengan bantuan dan modifikasi tertentu dan siswa dengan kelemahan kognitif dapat mengalami gangguan pemusatan perhatian dan berbicara.

Ana (2012:1) menambahkan bahwa siswa slow learner mengalami hambatan atau keterlambatan perkembangan mental. Fungsi intelektual siswa lamban belajar di bawah siswa normal seusianya, disertai kekurangmampuan atau

(7)

ketidakmampuan belajar dan menyesuaikan diri, sehingga membutuhkan layanan pendidikan khusus. Siswa slow learner membutuhkan waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik dan nonakademik.

Siswa slow learner sulit dIIentifikasi karena penampilan luarnya sama seperti siswa normal dan dapat berfungsi normal pada sebagian besar situasi.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa slow learnes atau lamban belajar adalah siswa yang mengalami keterlambatan perkembangan mental, serta memiliki keterbatasan kemampuan belajar dan penyesuaian diri karena mempunyai IQ sedikit di bawah normal, yaitu antara 70 sampai 90, sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik dan non-akademik.

b. Faktor-Faktor Penyebab Siswa Slow Learner (Lamban Belajar)

Kelainan tingkah laku siswa yang tergolong dalam slow learner menggambarkan adanya sesuatu yang kurang sempurna pada pusat susunan syarafnya, kemungkinan ada suatu syaraf yang tidak berfungsi lagi karena telah mati atau setidak-tidaknya telah menjadi lemah. Keadaan demikian itu biasanya terjadi semasa siswa masih dalam kandungan ibunya atau pada waktu dilahirkan, dapat pula terjadi karena adanya faktor-faktor dari dalam (internal) atau dari luar (eksternal).

Apabila ditinjau dari segi waktu, faktor-faktor penyebab siswa slow learner dapat diklasifikasi atas tiga masa yaitu: (1) Masa sebelum dilahirkan (prenatal) yaitu proses kelainan pada pusat susunan syaraf siswa telah terjadi semasa masih dalam kandungan perut ibunya; (2) Masa kelahiran (natal) yaitu proses kelainan pusat susunan syaraf pada siswa waktu dilahirkan; (3) Masa setelah dilahirkan

(8)

(post natal) yaitu masa setelah dilahirkan dimana keadaan siswa yang telah dilahirkan itu dalam keadaan normal, tetapi karena adanya sesuatu hal sehingga terjadi kerusakan pada otak yang dapat terlihat atau nampak dengan kemundurannya dari kecerdasan siswa itu. Keadaan siswa itu mungkin terjadi karena akibat kecelakaan, sehingga dapat mengakibatkan kerusakan pada sel-sel otak, mungkin juga terjadi karena adanya penyakit yang akut, sehingga mengakibatkan pendarahan di otak (encipalitis) atau peradangan pada selaput otak (meningitis) (Bahri, 2014:170).

Kusuma (2006: 11) mengemukakan empat faktor penyebab siswa slow learner yaitu: (1) kemiskinan; (2) kecerdasan orang tua dan jumlah anggota

keluarga; (3) faktor emosi berkepanjangan yang menghambat proses pembelajaran. (4) faktor pribadi yang meliputi kelainan fisik, kondisi tubuh yang terserang penyakit, mengalami gangguan penglihatan, pendengaran, dan berbicara, ketidakhadiran di sekolah, dan kurang percaya diri.

Bill Hopkins (2008:1) menyebutkan beberapa penyebabsiswa slow learner yang meliputi: 1) faktor keturunan; 2) perkembangan otak terbatas karena kurangnya rangsangan; 3) motivasi yang rendah; 4) masalah perhatian; 5) perbedaan latar belakang kebudayaan siswa dengan sekolah; dan 6) kekacauan masalah pribadi.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak faktor penyebab siswa slow learner atau lamban belajar, baik itu dari dalam diri (internal) maupun dari luar

diri (eksternal) yang meliputi: (1) masa dalam kandungan hingga masa setelah melahirkan; (2) faktor emosi dan pribadi; dan (3) faktor kemiskinan, keluarga dan lingkungan.

(9)

c. Karakteristik Siswa Slow Learner (Lamban Belajar)

Pada umumnya siswa slow learner adalah siswa yang mempunyai kecerdasan di bawah rata-rata, tetapi tidak sampai pada taraf imbisil atau idiot.

Siswa yang lambat belajar disebut juga siswa yang “subnormal” atau “mentally retarded”. Gejala-gejala siswa slow learner antara lain sebagai berikut: (1)

Perhatian dan konsentrasi singkat; (2) Reasinya lambat; (3) Kemampuannya terbatas untuk mengerjakan hal-hal yang abstrak dan menyimpulkan; (4) Kemampuan terbatas dalam menilai bahan yang relevan; (5) Kelambatan dalam menghubungkan dan mewujudkan ide dengan kata-kata; (6) Gagal mengenal unsur dalam situasi baru; (7) Belajar lambat dan mudah lupa; (8) Berpandangan sempit; (9) Tidak mampu menganalisa, memecahkan masalah, dan berfikir kritis (Bahri, 2014:168).

Siswa slow learner mempunyai karakteristik tertentu yang membedakannya dari siswa normal. Kusuma (2006:6-18) menjelaskan empat karakteristik siswa slow learner ditinjau dari faktor-faktor penyebabnya, yaitu sebagai berikut: (1)

keterbatasan kapasitas kognitif menyebabkan siswa lamban belajar mengalami hambatan dalam proses pembelajaran, dimana mereka tidak berhasil mengatasi situasi belajar dan berpikir abstrak, mengalami kesulitan dalam operasi berpikir proses pengembangan konsep atau generalisasi ide yang mendasari tugas sekolah khususnya bahasa dan matematika rendah, serta tidak dapat menggunakan dengan baik strategi kognitifnya; (2) kurangnya perhatian terhadap informasi yang disampaikan adalah salah satu faktor penyebab siswa lamban belajar mempunyai daya ingat yang rendah. Siswa slow learner tidak dapat menyimpan informasi dalam jangka panjang dan memanggil kembali ketika dibutuhkan; (3) gangguan

(10)

kurang konsentrasi disebabkan karena jangkauan perhatian siswa slow learner relatif pendek dan daya konsentrasinya rendah. Siswa slow learner tidak dapat berkonsentrasi dalam pembelajaran yang disampaikan secara verbal lebih dari tiga puluh menit; (4) kesulitan dalam menemukan dan mengombinasikan kata, ketidakdewasaan emosi, dan sifat pemalu membuat siswa slow learner tidak mampu berekspresi atau mengungkapkan ide. Siswa slow learner lebih sering menggunakan bahasa tubuh daripada bahasa lisan. Selain itu, kemampuan siswa slow learner dalam mengingat pesan dan mendengarkan instruksi rendah.

Jadi, berdasarkan faktor-faktor penyebabnya, siswa slow learner mempunyai 4 karakteristik, yaitu: 1) keterbatasan kapasitas kognitif; 2) memori atau daya ingat rendah; 3) gangguan dan kurang konsentrasi; dan 4) ketidakmampuan mengungkapkan ide.

a. Dampak dari Siswa Slow Learner (Lamban Belajar)

Setiap penyebab tentu menyebabkan akibat atau dampak, begitu pula pada siswa slow learner. Nani (2013:90) mengungkapkan dampak dari siswa slow learner adalah sebagai berikut: (1) Siswa akan mengalami perasaan minder

terhadap teman-teman karena kemampuan belajarnya lamban jika dibanding dengan teman-teman yang lain; (2) Siswa cenderung bersikap pemalu, sehingga suka menyendiri; (3) Hasil prestasi belajar yang kurang optimal dapat membuat siswa menjadi stres karena ketidakmampuannya mencapai apa yang diharapkan;

dan (4) Mendapatkan lebel yang kurang baik dari teman-temannya.

Jadi, dapat dikatakan bahwa tidak sepenuhnya siswa slow learner mampu mengatasi kekurangan yang dimilikinya, oleh karena itu diperlukan adanya

(11)

dorongan baik itu dari keluarga, guru, maupun lingkungannya agar mereka mampu berkembang secara optimal.

e. Masalah dan cara mengatasi Siswa Slow Learner (Lamban Belajar)

Dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa siswa slow learner mengalamimasalah dalam belajar dan tingkah laku dikarena mereka mempunyai keterbatasan kemampuan intelektual dan keterampilan psikologis. Arjmandnia dan Kakabaraee (2011: 88) menjelaskan masalah umum siswa lamban belajar yang ditemukan guru kelas di antaranya: (1) memiliki prestasi rendah di semua mata pelajaran; (2) mengalami kesulitan membaca, menulis, atau berhitung; (3) mempunyai daya ingat rendah; dan (4) hiperaktif atau kurang memperhatikan.

Masalah belajar pada siswa slow learner disebabkan oleh penyebab yang tidak dapat diamati segera (unobservable) (Mumpuniarti, 2007: 1).

Penyebab tersebut berhubungan dengan kekuatan berpikir dan kemampuan belajar (Sangeeta Chauhan, 2011: 280).

Dalam penelitiannya, Malik, Rehman, dan Hanif (2012:136) menguraikan beberapa masalah belajar siswa slow learner meliputi: (1) mempunyai kecepatan belajar yang lebih lambat dibandingkan siswa normal seusianya; (2) membutuhkan rangsangan yang lebih banyak untuk mengerjakan tugassederhana;

dan (3) mengalami masalah adaptasi di kelas karena mempunyai kemampuan mengerjakan tugas yang lebih rendah dari teman sekelasnya.

Selain masalah belajar, siswa slow learner juga menghadapi masalah tingkah laku. Masalah tingkah laku siswa slow learner disebabkan oleh keterbatasan keterampilan psikologis, meliputi: (1) keterampilan mekanis yang

(12)

terbatas; (2) konsep diri yang rendah; (3) hubungan interpersonal yang belum matang; (4) permasalahan komunikasi; dan (5) pemahaman terhadap peran sosial yang tidak tepat (Malik, Rehman, dan Hanif, 2012: 136).

Jadi, penanganan yang dapat dilakukan berdasarkan masalah yang sudah dijabarkan adalah sebagai berikut:

1) Perawatan sejak dini. Bila faktor lingkungan merupakan penyebab utama yang mempengaruhi inteligensi, pencegahan awalnya dengan mengubah lingkungan masyarakat dan lingkungan belajarnya. Perawatan dini dan pemeliharaan secara khusus dapat menolong mengurangi tingkat kelambanan siswa dalam belajar.

2) Pengembangan secara keseluruhan. Usahakan agar siswa mau mengembangkan bakatnya sebagai upaya mengalihkan perhatiannya dari kelemahan pribadi yang ada pada dirinya. Pengalaman dalam berbagai hal akan membuat siswa mengembangkan kemampuannya dan pengalaman yang sukses akan membangun konsep kepercayaan diri.

3) Lembaga pendidikan. Dalam hal pergaulan, mereka yang ada di lembaga pendidikan umum mengalami perasaan seperti diasingkan oleh teman- temannya, maka dari itu dalam sekolah umum dapat dibentuk kelas khusus bagi siswa slow learner. Siswa slow learner membutuhkan perhatian yang lebih intensif dalam proses belajarnya.

4) Memberikan pelajaran tambahan. Sekolah dapat mengatur atau menambah guru khusus untuk menolong kebutuhan belajar siswa slow learner. Dengan demikian mereka dapat belajar tanpa tekanan dan memperoleh kemajuan yang sesuai dengan kemampuan dirinya.

(13)

5) Prisip belajar. Usahakan siswa lebih banyak mengalami sukacita dalam keberhasilan. Dorong siswa untuk mencari tahu jawaban yang benar atau salah dengan usahanya sendiri. Beri dukungan moral atas setiap perubahan sikap siswa agar mereka puas. Gunakan teknik bahasa yang melibatkan siswa lebih banyak penggunaan indra.

6) Dukungan orang tua. Dorongan dan dukungan dari orang tua erat hubungannya dengan hasil belajar siswa lamban belajar. Orang tua dan guru harus bekerjasama dalam memberikan metode dan pengarahan yang sama.

f. Strategi Pembelajaran Siswa Slow Learner (Lamban Belajar)

Strategi pembelajaran siswa slow learner adalah cara yang paling utama dan efektif untuk membantu siswa slow learner mencapai tujuan pembelajaran tertentu, sehingga menjadi pegangan guru dalam merencanakan dan mengorganisasikan kegiatan pembelajaran siswa slow learner. Dalam merencanakan dan menerapkan strategi pembelajaran siswa slow learner, seorang guru perlu memperhatikan kemampuan belajar siswa slow learner yang berbeda dari siswa normal lainnya. Strategi pembelajaran untuk semua siswa yang dikemukakan oleh Hidayat (2009:6) yaitu sebaiknya guru menggunakan strategi pembelajaran yang mendasarkan pada keberagaman kemampuan belajar setiap siswa. Dalam hal ini, strategi pembelajaran yang tepat untuk siswa slow learner pada sekolah dapat diterapkan dengan menyesuaikan kemampuan belajar siswa slow learner dengan tujuan, alokasi waktu, penghargaan, tugas, dan bantuan dalam proses pembelajaran.

(14)

g. Pemilihan Strategi Pembelajaran Siswa Slow Learner (Lamban Belajar) Ada banyak strategi pembelajaran yang dapat dipilih, dirancang, dan diterapkan guru dalam pembelajaran untuk siswa slow learner. Pemilihan strategi pembelajaran yang tepat untuk siswa slow learner sangat penting. Sesuai pendapat Uno dan Mohamad (2011: 6), melalui pemilihan strategi pembelajaran yang tepat, guru dapat memilih kegiatan pembelajaran paling efektif dan efisien untuk menciptakan pengalaman belajar yang dapat membantu siswa, dalam hal ini siswa lamban belajar, mencapai tujuan pembelajaran.

Dalam memilih strategi pembelajaran yang tepat untuk siswa lamban belajar, seorang guru perlu mempertimbangkan beberapa aspek. Uno dan Mohamad (2011: 4) mengemukakan bahwa pada umumnya, pemilihan strategi pembelajaran berdasarkan: 1) rumusan tujuan pembelajaran; 2) analisis kebutuhan dan karakteristik siswa yang dihasilkan; dan 3) jenis materi pembelajaran.

Yatim (2009: 135) juga mengemukakan beberapa pertimbangan dalam pemilihan dan penetapan strategi pembelajaran, meliputi: 1) kesesuaian dengan tujuan instruksional yang akan dicapai; 2) kesesuaian dengan bahan bidang studi yang terdiri dari aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai; 3) strategi pembelajaran memuat beberapa metode pembelajaran yang relevan dengan tujuan dan materi pelajaran; 4) kesesuaian dengan kemampuan profesional guru; 5) sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia; 6) tersedianya unsur penunjang, seperti media dan alat peraga;

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pertimbangan pemilihan strategi pembelajaran untuk siswa lamban belajar meliputi: 1) tujuan pembelajaran; 2) materi pembelajaran; 3) karakteristik dan kebutuhan siswa

(15)

lamban belajar; 4) kemampuan profesional guru; 5) alokasi waktu; 6) tersedianya media dan alat peraga; dan 7) lingkungan kelas dan sekolah atau lembaga pendidikan.

3. Optimalisasi Strategi Pembelajaran

Sebuah atau beberapa strategi yang sudah dijalankan tentu akan mengikuti kedinamisan kehidupan dimana akan selalu dievaluasi dan diperbaharui. Optimasi atau optimalisasi strategi pembelajaran merupakan penambahan atau penggantian strategi pembelajaran agar dapat mencapai hasil yang ideal atau optimasi (nilai efektif yang dapat dicapai). Optimasi pun dapat diartikan sebagai suatu bentuk mengoptimalkan sesuatu hal yang sudah ada, ataupun merancang dan membuat sesusatu secara optimal.

Persoalan optimalisasi adalah hal penting untuk diaplikasikan dalam segala sistem dan organisasi. Pengoptimalan pada sebuah sistem bertujuan agar dapat berhemat dalam segala hal antara lain energi, keuangan, sumber daya alam, kerja dan lain-lain, tanpa mengurangi fungsi sistem tersebut. Demikianlah efektifitas yang terjadi saat pemgoptimalisasian dioperasikan.

Dalam dunia pendidikan dimana terdapat strategi pembelajaran sebagai sebuah sistem pun membutuhkan optimasi untuk menyederhanakan kinerja dengan hasil pembelajaran yang maksimal. Hal itu dapat terlaksana dengan baik jika diketahui permasalahan yang dominan terjadi kemudian diturunkan atau dikeruutkan menjadi beberapa hal yang dapat dikerjakan dengan mudah dan terjangkau terlebih dahulu.

(16)

a. Kemampuan Mengingat Siswa Slow Learner

Salah satu karakter Slow Learner yang paling dominan adalah kelemahannya dalam mereproduksi pengetahuan yang sudah diterimanya. Setiap siswa memiliki kemampuan mengingat yang berbeda-beda. Proses stimulasi yang masuk kemudian disimpan dalam ingatan akan tetapi persentasemya ergantung pada seberapa besar perhatian siswa terhadap stimulus yang diterima itu.

Adanya kemampuan untuk mengingat pada manusia, menunjukkan bahwa manusia mampu menyimpan dan menimbulkan kembali apa yang telah dialaminya. Apa yang pernah dialami manusia disimpan dalam proses berpikirnya dan bila suatu saat dibutuhkan lagi maka apa yang telah disimpannya akan dimunculkan kembali. Namun tidak semua yang telah dialaminya akan tetap melekat dalam ingatannya dan dapat ditimbulkan kembali, karena ingatan merupakan kemampuan yang terbatas (Azwar, 2000). Santrock menyatakan perbedaan antara satu individu dengan individu lain mempengaruhi cepat atau lambat seseorang memasukkan apa yang dipelajari merupakan sifat ingatan yang berhubungan dengan daya memasukkan. Banyaknya materi yang dapat diingat atau dapat dimasukkan hingga dapat diingat kembali merupakan bagian rentang ingatan (memory span) dari individu.

Dalam proses belajar hal sangat menentukan adalah kemampuan ingatan dari peserta didik, karena sebagian besar pelajaran di sekolah adalah mengingat.

Mengingat memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Namun yang lebih penting dalam peranan proses belajar adalah kemampuan peserta didik untuk mereproduksi kembali pengetahuan yang sudah diterimanya, misalnya pada waktu ujian para peserta didik harus mereproduksi kembali pengetahuan dan

(17)

pemahaman yang diperoleh selama mengikuti pelajaran. Hal ini akan tampak pada siswa yang mengalami kesulitan belajar dalam kriteria lamban belajar (slow learner). Siswa akan mengalami kesulitan dalam hal mengingat, berdasarkan hasil

identifikasi ketidakmampuan belajar (learning disability) pada siswa sekolah dasar, sebagian besar siswa-siswa mengalami kondisi lamban belajar (slow learner) (Santrock, 2008).

Untuk mengakomodasikan kemampuan siswa dalam mengingat pelajaran yang diberikan tidak hanya menggunakan ceramah yang oleh sebagaian siswa akan mengalami kesulitan khususnya bagi siswa yang mengalami hambatan belajar seperti lambat belajar (slow learner), untuk itu dibutuhkan cara dan metode pembelajaran yang mengedepankan aspek pembelajaran yang menyenangkan tetapi tanpa sadar siswa dibawa pada pola pembelajaran yang aktif dan kreatif sehingga perkembangan psikologis siswa dapat berkembang khususnya bagi siswa yang lambat belajar (slow learner). Scarr mendeskripsikan pendekatan pembelajaran melalui perubahan perilaku harus dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diamati. Perilaku digambarkan sebagai segala sesuatu yang dilakukan dan dilihat secara langsung oleh siswa yang akan mempengaruhi proses mental pada siswa.

Proses pembelajaran yang dilakukan dapat berupa pembelajaran asosiatif yang ketika siswa mengkaitkan atau mengasosiasikan kejadian yang menyenangkan dengan suatu pembelajaran di sekolah sehingga membuat siswa lebih aktif untuk mengelola perkembangan kognitif, dan psikomotorik siswa (Stenberg, 1999). Dengan demikian proses pembelajaran dengan melakukan treatment kognitif dapat merangsang kemampuan siswa yang lambat belajar untuk

(18)

mengembangkan kemampuan daya ingatnya, sehingga kemampuan siswa tidak lagi mengelami keterlambatan dalam menerima pelajaran khususnya dalam mengingat pelajaran.

b. Tipe Siswa Menerima Stimulus Kognitif

Ingatan merupakan kemampuan jiwa untuk mempelajari (learning), menyimpan (retention) dan menimbulkan kembali (remembering) hal-hal yang lampau. Ingatan yang cepat artinya mudah dalam mencerna sesuatu hal tanpa menjumpai kesukaran. Ingatan setia adalah apa yang telah diterima akan disimpan sebaik-baiknya, tidak akan berubah-ubah, jadi tetap cocok dengan keadaan waktu menerimanya. Ingatan teguh artinya dapat menyimpan kesan dalam waktu yang lama, tidak mudah lupa. Ingatan luas artinya dapat menyimpan banyak kesan-kesan. Ingatan siap artinya mudah untuk mereproduksikan kesan yang telah diterimanya (Suryabrata, 2005).

Dari uraian diatas dapat dikemukakan bahwa ingatan merupakan suatu proses dari kemampuan individu untuk menerima masukan kemudian merekan atau menyimpan dalam pikiran dan menimbulkan kembali hal-hal yang telah diingat.

Ada beberapa tipe siswa dalam menerima stimulus yaitu (Raharjo 2010) : 1. Tipe Visual yaitu orang tersebut akan lebih cepat untuk menerima stimulus dari luar dengan cara melihat terhadap objek. 2. Tipe Auditif yaitu orang akan lebih cepat menerima stimulus dari luar dengan cara mendengarkan terhadap objek tersebut. 3. Tipe Taxtual yaitu orang akan lebih cepat menerima stimulus dari luar dengan cara meraba terhadap objek. 4. Tipe Campuran yaitu orang lebih cepat dalam menerima stimulus melalui gabungan antara ketiga tipe di atas.

(19)

c. Tipe Siswa Lama Waktu Stimulus

Membagi ingatan berdasarkan lama waktu stimulus dapat dimunculkan kembali yaitu (Walgito, 2001) sebagai berikut;

1) Short Term Memory (Ingatan Jangka Pendek)

Ingatan jangka pendek (short time memory) adalah sistem penyimpanan yang dapat menyimpan informasi dalam jumlah yang terbatas untuk beberapa detik. Ini adalah bagian dari ingatan, di mana informasi yang sekarang menjadi sebuah pikiran tersimpan. Pikiran seseorang secara sadar pada beberapa kejadian akan bertahan dalam ingatan jangka pendek. Ketika seseorang berhenti memikirkan sesuatu, informasi akan dibuang dari ingatan.

2.) Long Term Memory (Ingatan Jangka Panjang)

Ingatan jangka panjang (Long Term Memory) adalah bagian dari sistem ingatan seseorang, di mana informasi disimpan dalam periode waktu yang lama.

Ingatan jangka panjang mempunyai kapasitas yang besar, menyimpan informasi yang sangat lama. Kenyataannya, banyak teori yang meyakini bahwa individu tidak pernah melupakan informasi dalam ingatan jangka panjang; lebih, individu hanya kehilangan kemampuan untuk menemukan informasi dalam ingatan.

Pengkondisian klasik pertama kali dikemukakan oleh psikolog Rusia Ivan Pavlov. Dalam pengkondisian klasik ini merupakan tipe pembelajaran di mana suatu organisme belajar untuk mengkaitkan atau mengasosiasikan stimuli. Dalam pengkondisian klasik stimuli netral diasosiasikan dengan stimuli bermakna dan menimbulkan kapasitas untuk mengeluarkan respon yang sama. Untuk memahami teori pengkondisian klasik harus memahami dua tipe stimuli dan dua tipe respons

(20)

yaitu unconditioned stimulus (US), unconditioned respons (UR), conditioned stimulus (CS), conditioned respons (CR) (Santrock, 2008).

Pengkondisian peran pertama kali dikemukakan oleh Skinner.

Pengkondisian operan adalah sebentuk pembelajaran di mana konsekuensi- konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dala probabilitas perilaku yang akan diulang

d. Terapi Kognitif Siswa Slow Learner

Terapi kognitif dilakukan dengan menstimulasi seseorang terhadap perilakunya. Menurut Santrock (2008), terapan perilaku adalah penerapan prinsip pengkondisian operan untuk mengubah perilaku manusia. Ada tiga perilaku terapan yang penting dalam bidang pendidikan yaitu: 1) meningkatkan perilaku yang diinginkan, 2) menggunakan dorongan dan pembentukan, 3) dan mengurangi perilaku yang tidak diharapkan.

Lebih lanjut mengemukakan strategi untuk meningkatkan perilaku siswa yang diharapkan yaitu 1) memilih penguat yang efektif, 2) membuat penguatan bersifat terus menerus dan tepat waktu, 3) memilih jadwal penguatan yang terbaik, 4) menggunakan penguatan negatif secara efektif.

Ada empat ketrampilan untuk meningkatkan pembelajaran siswa yaitu:

mendengarkan, merencanakan, mengerjakan dan memeriksa. Menurut Meichenbaum dalam modifikasi perilaku kognitif siswa dapat diajari tantang cara menggunakan self intruction, hal ini dapat dilakukan dengan memasukkan dialog dan intaraksi antara guru dan siswa, modeling, strategi motivasi, umpan balik dan penyelarasan tugas sesuai dengan perkembangan siswa (woolfolk, 2009).

(21)

Gambaran yang saling menghubungkan dalam optimalisasi strategi pembelajaran terlihat pada bagan 2.1.

Untuk mendapatkan perbaikan kehidupan siswa yang mengalami gangguan belajar bisa terjadi bila (1) pengenalan hakekat alami kalainan itu begitu kompleks (aspek-aspek kognitif, biologis dan sosial dipertimbangkan) dan (2) analisis yang lebih tepat tentang lingkungan-lingkungan belajar siswa yang mengalami gangguan belajar.

(22)

Kognitif Siswa

Pola Pembelajaran Pengetahuan Masuk

(Learning)

Proses Belajar

Kreatif

Mental Siswa

Modifikasi Perilaku Aktif

Perubahan Perilaku

Perkembangan Psikologis Belajar

Metode Pembelajaran

Menyenangkan Ketidakmampuan Belajar

(Learning Disability)

UJIAN Menyimpan Pengetahuan

(Retention)

Proses Berpikir (Thinking)

Reproduksi Pengetahuan (Remembering)

Lamban Belajar (Slow Learner)

Treatment Kognitif

Self Intruction Dialog + Interaksi

Modeling Strategi Motivasi

Umpan Balik + Penyelarasan Tugas

(23)

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian dari Puwaningtyas (2014) dengan judul Strategi Pembelajaran Siswa Lamban Belajar, dimana penelitian tersebut bertujuan untuk mengungkapkan dan memaknai peran guru kelas dalam meningkatkan partisipasi belajar siswa slow learners melalui strategi pembelajaran di sekolah inklusi SD Negeri Giwangan Yogyakarta. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus.

Jurnal Penelitian dari Aziz (2015) dengan judul Proses Pembelajaran Matematika Pada Siswa Berkebutuhan Khusus dengan hasil yaitu guru harus

memiliki kesiapan dalam mengajar, guru harus memahami karakteristik siswa slow learner dan guru harus memiliki RPP. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan datanya menggunakan metode observasi, wawancara, dan studi dokumentasi.

Penelitian dari Milla (2016) dengan judul Problematika Pembelajaran Siswa Berkebutuhan Khusus Kelas II di SDN Ketawanggede Malang dimana

dalam penelitian tersebut Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran siswa autis di SDN Ketawanggede Malang serta probematika apa saja yang dihadapi oleh guru dalam proses pembelajaran siswa autis di sana dan bagaimana solusi dalam menghadapai problematika pembelajaran siswa autis di sana. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian ini adalah studi kasus. Kemudian pengumpulan data dengan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi.

(24)

No Nama Peneliti Judul Persamaan Perbedaan

1. Purwaningtyas (2014)

Strategi Pembelajaran Siswa Lamban Belajar

Membahas strategi pembelajaran siswa slow learner

Jenis penelitian

Penggunaan metode dalam penelitian

Jumlah subjek penelitian

2. Aziz (2015) Proses Pembelajaran Matematika pada Siswa Berkebutuhan Khusus

Membahas proses pembelajaran Jenis penelitian

Teknik pengumpulan data

Cakupan materi dalam penelitian yang akan diteliti

3. Milla (2016) Problematika Pembelajaran Siswa Berkebutuhan Khusus Kelas II di SDN Ketawanggede Malang

Membahas strategi pembelajaran siswa slow learner

Jenis penelitian

Teknik pengumpulan data

Fokus permasalahan yang diteliti.

Tabel 2.1 Kajian penelitian yang relevan

(25)

C. Kerangka Pikir

Bagan 2.2 Kerangka pikir penelitian Kondisi Lapangan

1. Hambatan siswa slow learner kurang mendapatkan perhatian.

2. Proses pembelajaran siswa slow learner cenderung disamakan dengan siswa normal lainnya.

3. Kurang optimalnya persiapan guru reguler dalam menghadapi siswa slow learner.

Kondisi Ideal

1. Penanganan dan pelayanan khusus pada siswa slow learner.

2. Pengadaan RPP Adaptif atau dapat disamakan dengan menyesuaikan kemampuan dari siswa slow learner.

3. Tenaga pendidik yang kompeten yang mampu menciptakan suasana suasana pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi siswa slow learner.

Peneliti ingin melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana strategi pelaksanaan strategi pembelajaran siswa slow learner di kelas

II sesuai dengan komponen dalam strategi pembelajaran dan dilihat dari aspek perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut.

SD Muhammadiyah 4 Batu Kualitatif, Deskriptif

Observasi, Wawancara, Dokumentasi

Reduksi data, penyajian data, kesimpulan dan verifikasi

Analisis Strategi Pembelajaran pada Siswa Slow Learner di Kelas II SD Muhammadiyah 4 Batu

Referensi

Dokumen terkait

Nilai signifikansi p value (2-tailed) sebesar 0,000 yang berarti < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha di terima bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara ketrampilan

Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian tentang pengaruh larutan bawang putih (Allium sativum L) pada larva Aedes spp di Kecamatan Malalayang Kota Manado dari hasil

Ini adalah kesan yang bisa membawa perasaan kita dalam sebuah desain interior, seperti kenyamanan sebuah sofa ketika kita melihatnya lembut dan mengundang, atau efek

Sedangkan pengertian guru menurut Djam’an dkk (2012:25)”guru adalah sebgai panutan yang harus digugu dan ditiru dan sebagai contoh pula bagi klehidupan dan pribadi peserta

Penelitian ini bertujuan meningkatkan keterampilan menulis mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Perancis FBS UNY melalui penggunaan metode task-based learning dalam

Komunikasi, yaitu bahwa orang memberi tafsiran pada prilaku orang lain (berwujud pembicaraan, gerak gerik badaniah atau sikap) perasaan-perasaan yang ingin

ANGLE ( lq0?) mendefinisilan klas lll maloklu5i sebagai stlatu leadaall dirnana lerdapat mesioklusi gigi ntolar bawah terhadap gigi Molar Atas dan dalanl hal ini tidak

Proses Product Branding Nata De Legen yang dilakukan oleh Kelompok Legen Shoberoh (KLS). Berikut adalah Bagan Proses Product Branding Nata