Proceedings
Volume 1, Nomor 1 Desember 2021
527
Menentukan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) Mata Pelajaran PAI
1Ahmad Muhajir, 2Muslimah
1IAIN Palangka Raya, [email protected],
2IAIN Palangka Raya, [email protected]
ABSTRACT
The motivation behind this paper is to clarify the significance of giving assessments to Islamic Strict Schooling educators, one type of assessment is to give values in the type of numbers. Numbers can have a significance whether understudies are fruitful in the instructive interaction or have not succeeded and should go through medicinal. The number furthest reaches that shows the achievement or disappointment of understudies in Indonesian is known as the base culmination measures (KKM) or in English it is known as the cut score. There are different ways to deal with decide the cut score, in this paper two methodologies will be examined, to be specific (1) utilizing a methodology through an Islamic strict instructor discussion, (2) utilizing a models approach and a rating scale. The choice of the way to deal with be utilized should be with cautious thought so the nature of learning, particularly the nature of the appraisal interaction, gives significant importance so the nature of Islamic strict schooling can be additionally moved along.
Keywords: KKM, Approach, Islamic Education Subject
ABSTRAK
Motivasi yang melatarbelakangi penulisan ini adalah untuk memperjelas arti penting pemberian penilaian kepada pendidik Madrasah Aliyah, salah satu jenis penilaiannya adalah pemberian nilai berupa angka. Angka dapat memiliki arti apakah siswa berhasil dalam belajar kerjasama atau belum berhasil dan harus menjalani pengobatan. Angka terjauh yang menunjukkan prestasi atau ketidakpuasan siswa dalam bahasa Indonesia disebut sebagai ukuran dasar kesempurnaan (KKM) atau dalam bahasa Inggris disebut cut score. Ada beberapa cara yang berbeda dalam menentukan nilai potong, dalam makalah ini akan dibahas dua metodologi, yaitu (1) menggunakan metodologi melalui diskusi instruktur Islam yang ketat, (2) menggunakan pendekatan model dan skala penilaian. Pilihan cara pemanfaatannya harus dilakukan dengan pemikiran yang matang sehingga sifat pembelajaran, khususnya sifat interaksi penilaian, memberikan arti penting yang signifikan sehingga sifat madrasah dapat juga ikut tergerak.
Kata Kunci: KKM, Pendekatan, Pendidikan Agama Islam
528 PENDAHULUAN
Pemberian nilai atau penilaian kepada siswa merupakan langkah terakhir dalam suatu kemajuan proses pembelajaran. Penentuan nilai bagi siswa tentu dibuat dengan hati-hati hal ini dikarenakan pemberian nilai untuk siswa bisa ditentukan dengan keahlian siswa dalam hal tertentu. Sebutan yang dipakai dalam perencanaan pendidikan yaitu kemampuan esensial. Pemberian nilai yang belum sesuai dengan KD kepada siswa akan mendorong kualitas sekolah yang buruk. Satu lagi istilah nilai penting yang sebanding dengan sekolah adalah skor (Sudiati, 2018)
Salah satu standar evaluasi yang digunakan dalam dunia kepelatihan di Indonesia yaitu dengan menggunakan ukuran-ukuran, khususnya yang melibatkan beberapa model dalam menntukan kelulsan peserta didik. Aturan paling sedikit untuk menyatakan siswa untuk mencapai pemenuhan dikenal sebagai Standar Kulminasi Dasar (KKM). KKM merupakan pembelajaran dasar yang tidak sepenuhnya ditetapkan oleh satuan pengajaran dengan mempertimbangkan atribut kemampuan esensial yang harus dicapai, batas penyampaian, dan kualitas siswa (Mardapi et al., 2015) Kehadiran Model Pemenuhan Dasar (KKM) untuk setiap mata pelajaran merupakan salah satu substansi penting dari program Pendidikan Langkah-Langkah Dasar sebagai acuan khas antara guru, siswa, dan wali siswa sehingga pertemuan yang berkepentingan dengan penilaian sekolah mencadangkan pilihan untuk mengetahuinya.
Standar Ketuntasan Minimal (KKM) ditentukan menjelang awal tahun ajaran.
Pendidik memutaskan Standar Dasar Puncak (KKM) mata pelajaran dengan melihat tiga bagian model termasuk didalamnya mata pelajaran PAI dan BP, yaitu tingkat kerumitan khusus, batas penyampaian dan daya tampung atau penerimaan siswa (Baharun, 2016).
Dalam pelaksanaannya sungguh menantang untuk mempertimbangkan ketiga perspektif di atas. Salah satu variabel penunjuk dari sekian banyak penanda yang diandalkan untuk memberdayakan peningkatan sifat diklat adalah Standar Pemenuhan Pokok (KKM).
Aturan Puncak Terkecil (KKM).
529 Salah satu standar penilaian dalam rencana pendidikan tingkat satuan pelatihan tergantung pada langkah-langkah (Pendidikan, 2007) hal ini memberikan pengaturan bahwa selama waktu yang dihabiskan untuk memberikan nilai kepada siswa tergantung pada ukuran pencapaian keterampilan yang masih mengudara. Selanjutnya, satuan pelatihan harus menetapkan Ukuran Dasar Pemenuhan (KKM) masing-masing mata pelajaran sebagai bahan evaluasi pencapaian keterampilan yang telah diperoleh siswa.
Kepastian standar pemenuhan pembelajaran dasar merupakan tahapan yang mendasari pelaksanaan penilaian sistem pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran (Norpah, n.d.)
Nilai hasil ujian siswa dapat digunakan untuk, merencanakan sifat program serta kualitas program, alasan tekad untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi, menentukan kelulusan siswa. dari program atau potensi satuan ajar, mendorong dan membantu satuan ajar dalam usahanya menggarap hakikat persekolahan. Melihat penjelasan ini, sangat mungkin dirasakan pentingnya seorang pendidik untuk memberikan penilaian kepada siswa (Muslimah, 2016).
Dilihat dari sudut belajar, nilai juga dapat memberikan data tentang hakikat pendidik dalam menyelesaikan pembelajaran. Semakin keatas nilai normal suatu mata pelajaran memperlihatkan bahwa pembelajaran yang sudah dilakukan oleh pendidik memiliki kualitas yang baik, begitu pula sebaliknya. Karena nilai adalah tanda keberhasilan seorang pendidik dalam mengajar, kadang-kadang guru terlalu sederhana untuk berpikir tentang memberikan nilai yang sangat baik untuk menunjukkan prestasi mengajar mereka. Keunikan inilah yang disebut pencipta sebagai "prestasi semu"
karena nilai yang diperoleh adalah pemberian pendidik, bukan prestasi siswa (Pendidikan, 2007).
Persoalan lainnya adalah cara penetapan Model Dasar Kulminasi (KKM).
Beberapa individu tertentu percaya bahwa KKM yang tinggi sebagai insentif sebuah mata pelajaran akan menambah keluhuran pendidik atau sekolah, sehingga dalam menentukan score KKM mereka berusaha mengabaikan pengaturan yang ada. Arah penghargaan KKM telah bergeser dari kepentingan siswa ke kepentingan pendidik atau sekolah. Pada akhirnya, sehingga relatif sedikit siswa yang memberikan obat (rehash)
530 oleh pendidik dengan nilai yang bebas dan lebih tinggi dari kemampuan siswa (Elis Ratna Wulan & Rusdiana, 2015). Isu tersebut menjadi jauh lebih kacau dengan anggapan bahwa mata pelajaran yang diajarkan oleh pendidik adalah mata pelajaran sosialitas dan moralitas, misal mata pelajaran Islam dalam Pendidikan dan Persiapan sekolah tujuan dan keluarga PAI Aqidah Akhlaq, Al-Qur 'an Hadis. SKI dan Fiqh. Di sekolah-sekolah di bawah Divisi Agama.
Pendidik saat menentukan skor KKM akan ditujukan pada suatu permasalahan.
Memberi nilai rendah pada mata pelajaran Islam yang ketat terlihat kurang bijaksana, namun menganggap mata pelajaran ini diberikan nilai tinggi sesekali tidak mencerminkan kemampuan siswa. Selain itu, sebuah komunikasi diandalkan untuk memiliki pilihan dalam menentukan biaya KKM secara adil (Puspita, 2020).
Dalam mata pelajaran agama Islam, masih banyak pendidik yang belum memiliki kapasitas dan kemampuan untuk memutuskan KKM. Oleh karena itu, persiapan, pengajaran dan persiapan, kursus atau apapun namanya harus dilakukan mengingat kapasitas dan kemampuan untuk memutuskan KKM adalah ciri dari kemampuan ahli seorang instruktur. Ketidakberdayaan seorang pengajar dalam memutuskan KKM akan menyebabkan menurunnya bagian ahli pendidik (Hariyanto &
Mustafa, 2020). Untuk alasan apa penting untuk memajukan uraian logis tentang KKM Sejujurnya, karena menjadi referensi dengan pengajar, siswa dan wali siswa. Akibatnya, pihak yang berkepentingan dengan evaluasi sekolah memiliki pilihan untuk mengetahuinya. Unit pelatihan perlu memimpin sosialisasi sehingga data dapat diperoleh secara efektif oleh peserta didik maupun orang tua mereka. KKM perlu diingat untuk Laporan Hasil Belajar (LHB) sebagai sumber perspektif dalam cenderung untuk mempelajari hasil belajar (Wahab, 2017).
Teknik kepustakaan akan digunakan dalam penelitian ini, dimana strategi penelitian kepustakaan merupakan salah satu bagian dari teknik eksplorasi subjektif.
Penelitian ini menggunakan sumber-sumber pustaka sebagai bahan kajian informasi, dalam penelitian ini akan diteliti lebih lanjut tentang penentuan standar pemenuhan dasar mata pelajaran PAI, metodologi pemilihan informasinya adalah melalui
531 investigasi penulisan kajian-kajian yang berkaitan dengan masalah yang diteliti (Normuslim et al., 2020).
PEMBAHASAN
Arti dari model kulminasi terkecil (KKM) adalah standar paling minimal untuk mengumumkan siswa untuk mencapai dominasi. Siswa yang memiliki nilai di bawah KKM disebut siswa yang belum tuntas, oleh karena itu penting untuk diadakan penyembuhan. Di dunia yang sempurna, ini bukan hanya tes, tetapi ilustrasi juga obat untuk siswa untuk bahan-bahan tertentu yang masih mengalami masalah. Meski lebih ribet dan membutuhkan waktu ekstra, hal ini merupakan salah satu hasil belajar yang disusun oleh siswa. KKM memiliki kepentingan yang sama dengan nilai potong. Skor baji adalah poin penting untuk mengetahui siswa mana yang telah menang sejauh menyelesaikan materi pada tingkat tertentu dan mana yang belum berhasil. KKM digunakan secara tegas dalam bidang pengajaran, sedangkan nilai potong lebih umum digunakan dalam bidang psikometri. Keduanya memiliki kesamaan dalam hal batas, terutama untuk memberikan informasi tentang keunggulan kelulusan atau kekuatan suatu materi serta batas siswa/peserta ujian.
Negara-negara yang sudah maju dalam memberikan persiapan, KKM memastikan dilakukan oleh orang-orang yang dipastikan menunjukkan kemampuannya dalam menentukan skor potong. Mereka luar biasa siap dan dibekali dengan kemampuan luar biasa sehingga bisa penentuan ambang batas KKM. Pilihan-pilihan yang telah dibuat disebut penilaian mahir, ini karena harga batas yang telah ditentukan memiliki ketepatan yang tinggi dan dapat diwakili secara bijaksana (SUHEMAH, 2018)
Dilihat dari aturan penetapan KKM untuk SMA, maka komponen yang ditetapkan untuk penetapan nilai KKM adalah Kepala SMA, Utusan Unggul SMA dalam Rencana Kependidikan, Sekolah Menengah Pertama. Kelompok Pengembangan Rencana Pendidikan Sekolah dan (Pertemuan Pengajar Mata Pelajaran. Keempat komponen tersebut berfungsi sebagai expert judgement untuk memutuskan seberapa besar nilai KKM yang akan diterapkan pada setiap materi dan mata pelajaran.
532 Mengingat KKM tidak hanya dimanfaatkan di tingkat sekolah menengah, maka keempat komponen di atas dapat diubah sebagai berikut kepala utusan bidang pendidikan atau bidang keilmuan, pendidik mata pelajaran, kelompok perbaikan rencana pendidikan dan pertemuan kerja instruktur. Keempat bagian tersebut secara sinergis merencanakan atau membentuk bagaimana menentukan KKM yang tepat dan sesuai pedoman yang relevan untuk menciptakan penghargaan KKM yang tepat dan bertanggung jawab secara objektif.
Ukuran pemenuhan menunjukkan tingkat tingkat pencapaian kemampuan dan dikomunikasikan dengan angka paling banyak 100 (seratus). Angka 100 terbesar merupakan model kulminasi ideal yang harus dicapai oleh peserta didik yang memiliki kapasitas besar. Target pemenuhan publik ditetapkan minimal 75 (75). Hal ini berarti bahwa secara umum siswa dapat menerima 75 % dari pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah yang ditunjukkan oleh sekolah yang bersangkutan (Amirono & Daryanto, 2016)
Sistem dalam penentuan KKM mata pelajaran agama Islam yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah pendekatan pemikiran melalui nasehat ustadz, model metodologi dan skala penilaian dimana masing-masing pendekatan memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Data tentang manfaat dan ketidaknyamanan dari ketiga teknik tersebut dapat mempermudah guru untuk memilih pendekatan mana yang lebih tepat untuk tempat kerja mereka. Pendekatan ini paling sedikit menuntut untuk dilaksanakan mengingat diskusi pendidik sampai saat ini sudah ada dan berjalan sesuai rencana. Oleh karena itu, temu pendidik dapat dimanfaatkan untuk menentukan KKM.
Padahal, tidak perlu mengikutsertakan semua pendidik, namun beberapa instruktur yang memiliki wawasan lapangan yang memadai. Secara lebih rinci, cenderung diberikan bahwa kebutuhan seorang pengajar yang terkait dengan penentuan KKM yang ditunjukkan oleh pencipta adalah memiliki kemampuan relasional, memiliki Experience untuk menunjukkan mata pelajaran pendidikan agama Islam selama 5 tahun berturut-turut, mengetahui kemajuan penilaian instruktif Islam dan dapat menjaga sikap tujuan (Jailani, 2014).
533 Bermacam-macam tenaga pendidik ditugaskan dari beberapa sekolah, kemudian masing-masing sekolah harus memilih seorang ahli yang memenuhi prasyarat dalam menentukan KKM, dengan asumsi ada lebih dari satu yang menangani masalah, dipilih yang paling senior, dll. Jika sekolah tidak memiliki pengajar yang memenuhi kebutuhan, bagaimanapun juga harus digabung namun tidak terkait dengan penetapan nilai KKM. Karunia tersebut lebih merupakan suatu cara untuk mempersiapkan diri agar dapat memilih KKM baik kewenangan materi maupun mata pelajaran (Muslimah, 2016).
Setiap agen satuan pendidikan yang terkait dengan diskusi pendidik memiliki kedudukan yang setara sehingga tidak merasa lebih senior atau sebaliknya. Hal ini penting agar lebih mudah bagi setiap instruktur yang merupakan individu dari perkumpulan untuk menyampaikan pemikirannya terkait cara yang paling umum dalam menentukan nilai KKM. Agar lebih berhasil, tandan dapat dibuat dengan melihat masuknya materi yang terdapat pada mata pelajaran Agama Islam, kemudian pada saat itu diperkenalkan dan ditegur oleh semua pendidik dalam diskusi.
Pendekatan ini tingkat subjektivitas sangat signifikan, dan ini adalah kekurangan metodologi perenungan dalam pertemuan pendidik. Subjektivitas dapat dikurangi dengan penilaian-penilaian yang muncul dalam show meeting. Hasil yang diterima kemudian diterapkan secara andal oleh semua satuan pendidikan yang telah mengutus delegasi ke instruktur renungan. Selain itu, penilaian KKM kadang-kadang disurvei pada pertemuan konsultasi instruktur yang secara eksplisit diadakan untuk menilai jaminan KKM
Menurut Daryanto, terdapat beberapa tahapan dalam menentukan KKM yang diselesaikan dengan mempertimbangkan pendekatan standar dan skala penilaian yang menyertainya sebuah. Menghitung jumlah KD untuk setiap mata pelajaran pada setiap jenjang kelas dalam satu tahun pelajaran. Tentukan nilai bagian dari atribut pembelajaran (konsumsi), kualitas subjek (kerumitan bahan/kemampuan) dan keadaan unit instruksi (batas pendukung) dengan mempertimbangkan bagian-bagian yang menyertainya
534 Kualitas siswa (penerimaan) siswa baru kelas VII antara lain fokus pada nilai akhir yang wajar, nilai ujian sekolah , konsekuensi dari pemilihan siswa baru di tingkat sekolah menengah. Untuk siswa kelas VIII dan IX, selain hal-hal lain, perlu diperhatikan nilai rapor semester yang lalu. Atribut mata pelajaran (kerumitan) adalah tingkat kesukaran setiap mata pelajaran, yang tidak ditentukan sebagai berikut melalui penilaian master pendidik mata pelajaran melalui diskusi Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) tingkat sekolah, mengingat konsekuensi dari pemeriksaan jumlah KD, kedalaman KD, perluasan KD, dan kebutuhan informasi esensial.
Keadaan satuan pengajaran (batas penunjang) meliputi antara lain kemampuan pengajar (misalnya nilai Tes Kemampuan Pendidik), jumlah siswa dalam satu kelas, predikat izin sekolah dan kemungkinan kerangka sekolah. Misalnya standar dan skala penilaian untuk menentukan KKM bekerja dengan penyelidikan masing-masing KD, penting untuk membuat skala evaluasi yang ditetapkan oleh pendidik mata pelajaran.
Hal-hal yang mesti dilihat dalam menentukan KKM ialah tingkat kerumitan, kesulitan atau kerumitan setiap penanda dan kemampuan esensial yang harus dicapai oleh peserta didik. sebuah penanda dikatakan memiliki tingkat kerumitan yang signifikan, dengan asumsi bahwa pencapaiannya didukung oleh sesuatu seperti salah satu dari berbagai kondisi, kapasitas aset pendukung dalam pelaksanaan pembelajaran di masing-masing sekolah, seperti kantor dan yayasan, aksesibilitas fakultas, pengelola sekolah dan kekhawatiran bagi mitra sekolah dan derajat normal daya tampung (konsumsi) siswa di sekolah yang bersangkutan (Amirono & Daryanto, 2016).
KESIMPULAN
KKM merupakan standar minimal yang harus diraih oleh setiap peserta didik melalui Kegiatan Belajar Mengajar atau tingkat dasar pencapaian siswa dalam kemampuan setiap petunjuk, kemampuan esensial, dan prinsip-prinsip keterampilan untuk bagian-bagian evaluasi mata pelajaran yang harus dipahami. Diisi sebagai arah bagi pendidik ketika mensurvei kemampuan siswa yang ditunjukkan dengan kemampuan esensial mata pelajaran yang diikuti; acuan bagi peserta didik dalam mempersiapkan diri untuk mengikuti penilaian mata kuliah, bagian dari penilaian program pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah, kesepakatan akademik antara
535 instruktur dan siswa dan antara unit instruktif dan daerah setempat dan tujuan unit pelatihan dalam mencapai keterampilan setiap mata pelajaran. Kepastian nilai KKM dibantu melalui ujian kulminasi pembelajaran dasar pada setiap penanda dengan mempertimbangkan kerumitan, batas penyampaian, juga pengakuan siswa untuk mencapai kemampuan dasar otoritas dan aturan kemampuan. Penanda merupakan semacam sudut pandang atau acuan bagi pendidik untuk membuat soal ulangan, baik UH (Penilaian Setiap Hari), UTS (Penilaian Tengah Semester) maupun UAS (Penilaian Terakhir Sekolah). Dalam sebuah tes atau tugas, ia harus memiliki pilihan untuk mencerminkan atau menunjukkan pencapaian
REFERENSI
Amirono & Daryanto. (2016). Evaluasi Dan Penilaian Pembelajaran Kurikulum 2013.
Gava Media.
Baharun, H. (2016). Penilaian Berbasis Kelas Pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di Madrasah. Modeling: Jurnal Program Studi Pgmi, 3(2), 204–216.
Elis Ratna Wulan, E., & Rusdiana, A. (2015). Evaluasi Pembelajaran. Pustaka Setia.
Hariyanto, E., & Mustafa, P. S. (2020). Pengajaran Remedial Dalam Pendidikan Jasmani (Vol. 3). Lambung Mangkurat University Press.
Jailani, M. S. (2014). Guru Profesional Dan Tantangan Dunia Pendidikan. Al-Ta Lim Journal, 21(1), 1–9.
Mardapi, D., Hadi, S., & Retnawati, H. (2015). Menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal Berbasis Peserta Didik. Jurnal Penelitian Dan Evaluasi Pendidikan, 19(1), 38–45.
Muslimah, M. (2016). Nilai Religious Culture Di Lembaga Pendidikan. Aswaja Pressindo.
Normuslim, N., Muslimah, M., Laksono, H., Saini, M., Sardi, S., Nurviana, L., Wardiyanto, P. W., Azizah, N., Fatimah, F., & Marlinawati, R. (2020). Cara Mudah Membuat Proposal Penelitian. Narasi Nara.
Norpah, N. (N.D.). Meningkatkan Motivasi Belajar Ips Melalui Model Nht Pada Siswa Kelas 7a Smpn 1 Haruai (Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas 7a Smpn 1 Haruai). Jurnal Socius, 4(2).
536 Pendidikan, N. (2007). Permendiknas Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2007 Tentang Standar Penilaian Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Puspita, P. (2020). The Role Of Islamic Educational Methods On The Cultivation Of Religious Awareness In Islamic Psychology | Borneo International Journal Of
Islamic Studies (Bijis).
Https://Journal.Uinsi.Ac.Id/Index.Php/Bijis/Article/View/4663
Sudiati, T. (2018). Peningkatan Kinerja Guru Dalam Menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal Melalui Workshop. Ilmu Pendidikan: Jurnal Kajian Teori Dan Praktik Kependidikan, 3(2), 231–237.
Suhemah, S. (2018). Pengaruh Kreativitas Belajar Siswa Terhadap Pencapaian Kriteria Ketuntasan Minimal (Kkm) Pada Mata Pelajaran Ski (Studi Di Mts Negeri 1 Cilegon) [Phd Thesis]. Universitas Islam Negeri" Sultan Maulana Hasanuddin" Banten.
Wahab, A. (2017). Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Type Jigsaw Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik Pada Mata Pelajaran Gambar Konstruksi Bangunan Tentang Gambar Denah Di Kelas Xi Bb Smk Negeri 2 Bogor Semester Iii Tahun Pelajaran 2014/2015. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(1), 16–28.