SKRIPSI
SIFAT FISIK TANAH GAMBUT YANG DIKONVERSI MENJADI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PADA
USIA YANG BERBEDA PASCA REPLANTING DI PT. ASAM JAWA
Oleh :
ALDI PRATAMA PUTRA 11782100035
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN SYARIF KASIM RIAU PEKANBARU
2021
SKRIPSI
SIFAT FISIK TANAH GAMBUT YANG DIKONVERSI MENJADI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PADA
USIA YANG BERBEDA PASCA REPLANTING DI PT. ASAM JAWA
Oleh :
ALDI PRATAMA PUTRA 11782100035
Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN SYARIF KASIM RIAU PEKANBARU
2021
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Sifat Fisik Tanah Gambut yang Dikonversi Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit pada Usia yang Berbeda Pasca Replanting di PT. Asam Jawa
Nama : Aldi Pratama Putra
NIM : 11782100035
Program Studi : Agroteknologi
Menyetujui,
Setelah diuji pada tanggal 30 Maret 2021
Pembimbing I Pembimbing II
Ervina Aryanti, S.P., M.Si Penti Suryani, S.P., MSi
NIK. 130812078 NIK. 130208071
Mengetahui:
Dekan, Ketua,
Fakultas Pertanian dan Peternakan Program Studi Agroteknologi
Edi Erwan, S.Pt., M.Sc., Ph.D Dr. Syukria Ikhsan Zam, M.Si NIP.19730904 199903 1003 NIP. 19810107 200901 1008
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah diuji dan di pertahankan di depan tim penguji ujian Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian dan Peternakan
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau dan dinyatakan lulus pada tanggal 30 Maret 2021
No Nama Jabatan Tanda Tangan
1.
2.
3.
4.
5.
Dr. Syukria Ikhsan Zam, M.Si
Ervina Aryanti, S.P., M.Si
Penti Suryani, S.P., Msi
Oksana, S.P., M.P
Ir. Mokhamad Irfan, M.Sc
KETUA
SEKRETARIS
ANGGOTA
ANGGOTA
ANGGOTA
1. _____________
2. _____________
3. _____________
4. _____________
5. _____________
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Karya tulis saya berupa skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik apapun (sarjana, tesis, disertasi dan sebagainya), baik di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau maupun di perguruan tinggi lainnya.
2. Karya tulis ini murni penelitian saya sendiri, dengan arahan tim dosen pembimbing dan hak publikasi karya tulis ilmiah ini ada pada penulis dan pembimbing 1 dan pembimbing 2.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarangnya dan dicantumkan pula di dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan saya ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma hukum yang berlaku di perguruan tinggi dan negara Republik Indonesia.
Pekanbaru, Maret 2021
Yang membuat pernyataan,
Aldi Pratama Putra
11782100035
PERSEMBAHAN
“Ingatlah hanya dengan mengingat Allah lah, hati menjadi tentram”
(Q.S. Ar-Ra’d 13 : 28)
Sedalam puji, setinggi syukur kuucapkan pada-Mu Ya Rabb, atas segala nikmat dan karunia- Mu, Lantunan shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada kekasih-Mu Ya Rabb, Sesungguhnya karena ridho-Mu lah, hamba bisa sampai pada saat sekarang ini
Ya Allah, Ya Rohman, Ya Rohim Engkau Yang Maha Mengetahui
Engkau Yang Maha Mendengar dan Maha Kuasa
Hamba memohon Ya Rabb ampunilah segala dosa orang tuaku, berkahilah umurnya Cukupkanlah rezekinya, dan jadikanlah mereka penghuni-penghuni surga-Mu kelak Terimakasih Ya Rabb atas keberhasilan yang engkau berikan padaku dengan selesainya Skripsi ini, Ku persembahkan skripsi ini untuk kedua orang tuaku dan adik-adikku yang
Senantiasa mendoakan, memberi dukungan, serta mencurahkan seluruh kasih sayangnya Kepadaku, Jadikanlah ilmu yang hamba dapat ini menjadi ilmu yang bermanfaat
Dunia dan akhirat.
Aamiiin.
Terimakasih...
Teruntuk Ibu Ervina Aryanti, S.P., M.Si dan Ibu Penti Suryani S.P., M.Si Selaku dosen pembimbing dan penasihat akademik yang telah membimbing serta Mengarahkan, Ya Allah berikanlah rahmat dan kasih sayang-Mu, berkahilah dan
Panjangkanlah umur mereka Aamiin..
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahirabbil‘alamin, segala puji bagi Allah Subbahanahu Wata’ala yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat beriring salam untuk junjungan kita Baginda Rasulullah Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam.
Skripsi yang berjudul “Sifat Fisik Tanah Gambut yang Dikonversi Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit pada Usia yang Berbeda Pasca Replanting di PT. Asam Jawa”. Merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian dan Peternakan, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Pada kesempatan ini tak lupa penulis menyampaikan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:
1. Teristimewa untuk kedua orang tua penulis ayahanda Puddin Nasution dan Ibunda Arina Sari Siregar serta saudara-saudara kandung penulis, atas segala pengorbanan yang telah dilakukan untuk penulis, atas doa dan restu, dukungan moral dan materil yang selalu mengiringi langkah penulis dimanapun berada.
Semoga Allah Subbahanahu Wa‟taala memberikan limpahan pahala kepada kedua orang tua serta saudara kandung penulis.
2. Bapak Edi Erwan, S.Pt., M.Sc., Ph.D. Selaku Dekan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
3. Bapak Dr. Irwan Taslapratama, M.Sc. Selaku Wakil Dekan I, Ibu Dr. Triani Adelina, S.Pt., M.P. Selaku Wakil Dekan II dan Bapak Dr. Arsyadi Ali, S.Pt., M.Agr., selaku Wakil Dekan III Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
4. Bapak Dr. Syukria Ikhsan Zam sebagai Ketua Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
5. Ibu Ervina Aryanti S.P., M.Si dan Ibu Penti Suryani S.P., M.Si selaku pembimbing I dan II penulis, yang telah banyak meluangkan waktu dalam
memberikan arahan, kritik, saran serta motivasi dengan tidak bosan-bosannya kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini.
6. Ibu Oksana S.P., M.P dan Bapak Ir. Mokhamad Irfan, M.Sc. Selaku penguji I dan II, yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis yang membuat skripsi ini menjadi lebih baik dari sebelumnya.
7. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Agroteknologi dan seluruh staf Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang telah memberikan ilmu serta segala kemudahan yang penulis rasakan selama berkuliah di Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
8. Keluarga Besar PT. Asam Jawa terkhusus Divisi G dan E yang telah begitu banyak membantu penulis pada saat pengambilan sampel. Semoga kebaikan bapak/ibu mendapatkan ganjaran pahala yang berlipat ganda dari Allah Subhanahuwata‟la.
9. Rekan-rekan seduluran dan seperjuangan penulis yaitu Zulfiansyah, Ade Misbah, Bambang Irawan, Ahmad Alfandi Batubara, Muhammad Chujang Chaddy yang telah banyak membersamai masa-masa suka duka selama perkualiahan.
10. Saudari Fiya Fhadilah Ihsani yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk membantu penulis selama melaksanakan analisis di Laboratorium Patomologi, Entomologi, Mikrobiologi dan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
11. Teman- teman seperjuangan Agroteknologi A 2017, yang telah menjadi keluarga kecil dari penulis selama berkuliah di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau dan teman-teman Agroteknologi angkatan 2017, yang telah menjadi bagian dari cerita hidup penulis.
12. Saudari Ghea Dwiflorenti yang pertama kali mengajak penulis untuk mengambil topik penelitian tentang tanah, meskipun pada akhirnya kita tidak jadi untuk melaksanakan penelitian bersama, setidaknya masih sama-sama tentang tanah.
13. Serta kepada semua orang yang telah berpartisipasi dan berkontribusi dalam penelitaian ini.
Penulis berharap semoga segala hal yang telah diberikan kepada penulis ketika berkuliah akan dibalas Allah Subhanahu Wata’ala dengan pahala yang berlipat ganda, rezeki yang melimpah ruah, serta diberikan kemudahan dalam segala urusan. Amin Ya Rabbal alamin.
RIWAYAT HIDUP
Aldi Pratama Putra dilahirkan pada Tanggal 18 Januari 2000 di Dusun Beringin Makmur, Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhan Batu. Lahir dari pasangan Bapak Puddin Nasution dan Ibu Arina Sari Siregar dan merupakan anak sulung dari 4 bersaudara. Mengawali pendidikan sekolah dasar pada tahun 2005 di SDN 118297 Beringin Makmur, dan lulus pada tahun 2011.
Pada tahun 2011 melanjutkan pendidikan ke SMPN 1 Simpang Kanan dan lulus pada tahun 2014. Kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau dan lulus tahun 2017.
Pada tahun 2017 diterima melalui jalur seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Selama kuliah penulis pernah tinggal dan menjadi takmir di Mushalla Baiturahman, Perumahan Alifa Mawaddah, Desa Tarai Bangun selama kuarang lebih 2 tahun. Pada Bulan Agustus 2019 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di sebuah perkebunan kelapa sawit swasta tepatnya di PT. Asam Jawa, Torgamba.
Bulan Juli sampai dengan Agustus 2020 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Dari Rumah (KKN-DR) PLUS di Kepenghuluan Harapan Makmur Selatan, Kecamatan Bagan Sinembah Raya, Rokan Hilir. Penulis melaksanakan penelitian pada Bulan Oktober-November 2020 di PT. Asam Jawa, Torgamba, dengan judul
“Sifat Fisik Tanah Gambut yang Dikonversi Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit pada Usia yang Berbeda Pasca Replanting di PT. Asam Jawa” di bawah bimbingan Ibu Ervina Aryanti S.P., M.Si dan Ibu Penti Suryani S.P., M.Si.
Pada tanggal 30 Maret 2021 penulis dinyatakan lulus dan berhak menyandang gelar Sarjana Pertanian melalui sidang tertutup Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
i KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, dengan judul “Sifat Fisik Tanah Gambut yang Dikonversi Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit pada Usia yang Berbeda Pasca Replanting di PT. Asam Jawa”.
Shalawat dan salam tak lupa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, yang mana berkat rahmat beliau kita dapat merasakan dunia yang penuh dengan ilmu pengetahuan ini.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua penulis Ayahanda tercinta Puddin Nasution dan Ibunda tersayang Arina Sari Siregar yang telah memberikan dukungan kepada penulis baik dalam bentuk do‟a, maupun materi. Dosen pembimbing I saya Ibu Ervina Aryanti, S.P., M.Si, dan Dosen pembimbing II saya Ibu Penti Suryani, S.P., M.Si, yang telah memberikan bimbingan, kritik, saran, serta motivasi dan arahan dalam penulisan skripsi ini.
Kepada rekan-rekan yang telah banyak membantu penulis di dalam penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, penulis ucapkan terimakasih dan semoga mendapatkan balasan dari Allah Subhanahu Wata’ala.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua baik untuk masa kini maupun masa yang akan datang.
Pekanbaru, Maret 2021
Penulis
ii SIFAT FISIK TANAH GAMBUT YANG DIKONVERSI MENJADI
PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PADA USIA YANG BERBEDA PASCA REPLANTING DI PT. ASAM JAWA
Aldi Pratama Putra (11782100035)
Di bawah bimbingan Ervina Aryanti dan Penti Suryani
INTISARI
Pemanfaatan lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit dapat menyebabkan penurunan kualitas tanah, baik itu sifat fisik, maupun sifat kimia tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik tanah gambut yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit pada usia yang berbeda pasca replanting di PT. Asam Jawa. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode observasi, yang terdiri dari observasi langsung di lapangan dan observasi di laboratorium. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober- November 2020 di PT. Asam Jawa dan laboratorium Patomologi, Entomologi, Mikrobiologi dan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negri Sultan Syarif Kasim Riau. Parameter yang diamati dalam penelitian ini yaitu kedalaman gambut, kedalaman muka air tanah, warna gambut, kematangan gambut, Bulk Density, dan kadar air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketebalan gambut di lokasi penelitian yaitu antara 203-403 cm. Kedalaman muka air tanah cukup bervariasi antara 33-56 cm.Warna tanah lebih didominasi oleh warna coklat dan hitam. Tingkat kematangan gambut pada kedalaman 0-50 cm, maupun 50-100 cm sudah tergolong gambut jenis hemik (setengah matang) dan gambut jenis saprik (matang). Nilai Bulk Density pada lahan kelapa sawit usia 2, 4, 6 dan 8 tahun masing-masing 0.76, 0.71, 0.63 dan 0.69 g/cm3. Kadar air pada lahan kelapa sawit usia 2 tahun sebesar (21%), pada lahan kelapa sawit usia 4 tahun sebesar (31%), pada lahan kelapa sawit usia 6 tahun sebesar (34%), dan pada lahan kelapa sawit usia 8 tahun sebesar (21%).
Kata Kunci : Lahan Gambut, Sifat Fisik, Kelapa Sawit
iii PHYSICAL PROPERTIES OF PEAT SOIL CONVERSED TO OIL PALM
PLANTATIONS IN DIFFERENT AGE POST REPLANTING IN PT. ASAM JAWA
Aldi Pratama Putra (11782100035)
Under the guindance of Ervina Aryanti and Penti Suryani
ABSTRACT
The use of peatlands for oil palm plantations can cause a decrease in soil quality, both in physical, and chemical properties. This study aims to determine the physical properties of peat soils that are converted to oil palm plantations at different ages after replanting at PT. Asam Jawa. This research is a descriptive study with an observational method, which consists of direct field observation and laboratory observation. This research was conducted in October- November 2020 at PT. Asam Jawa and the Laboratory of Pathomology, Entomology, Microbiology and Soil Science, Faculty of Agriculture and Animal Husbandry, Sultan Syarif Kasim Riau Islamic University. The parameters observed in this study were peat depth, groundwater level depth, peat colour, peat maturity, Bulk Density, and water content. The results showed that the thickness of the peat in the study area was between 203-403 cm. The depth of the groundwater level varies considerably between 33-56 cm. The colour of the soil is dominated by brown and black. The level of maturity of peat at a depth of 0-50 cm, and 50-100 cm is classified as hemic (semi-ripe) and sapric (ripe) peat. Bulk Density values for oil palm fields aged 2, 4, 6 and 8 years, respectively 0.76, 0.71, 0.63, and 0.69 g/cm3. The water content of 2 year old oil palm land was (21%), on 4 year old oil palm land was (31%), on 6 year old oil palm land was (34%), and 8 year old oil palm land was (18%).
Keywords: Peatlands, Physical Properties, Palm Oil.
iv DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
INTISARI ... ... ii
ABSTRACT ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR SINGKATAN ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan Penelitian ... 3
1.3. Manfaat Penelitian ... 3
1.4. Rumusan Masalah ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1. Pengertian Gambut... 4
2.2. Pembentukan Gambut ... ... 4
2.3. Klasifikasi Gambut ... 6
2.4. Karakteristik dan Sifat Fisik Gambut ... 6
2.5. Kelapa Sawit ... 10
III. MATERI DAN METODE ... 13
3.1. Waktu dan Tempat ... 13
3.2. Bahan dan Alat ... 13
3.3. Metode Penelitian ... 13
3.4. Pelaksanaan Penelitian ... 14
3.5. Analisis Data ... 18
IV. PEMBAHASAN ... 19
4.1. Gamabaran Umum Lokasi Penelitian ... 19
4.2. Hasil Analisis Tanah di Lapangan... ... 22
4.3. Hasil Analisis Tanah di Laboratorium ... 29
V. PENUTUP ... 36
5.1. Kesimpulan ... 36
5.2. Saran... ... 36
DAFTAR PUSTAKA ... 37
LAMPIRAN ... 43
v DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1. Rekomendasi Pupuk Kelapa Sawit Belum Menghasilkan... 20
4.2. Rekomendasi Pupuk Anorganik Kelapa Sawit Menghasilkan... 21
4.3. Rekomendasi Pupuk Organik Kelapa Sawit Menghasilkan... 21
4.4. Titik Koordinat Pengambilan Sampel... 22
4.5. Warna Tanah Gambut Kelapa Sawit Usia 2 Tahun... 26
4.6. Warna Tanah Gambut Kelapa Sawit Usia 4 Tahun... 27
4.7. Warna Tanah Gambut Kelapa Sawit Usia 6 Tahun... 27
4.8. Warna Tanah Gambut Kelapa Sawit Usia 8 Tahun... 28
vi DAFTAR GAMBAR
Tabel Halaman
3.1. Petak Pengambilan Sampel Tanah... 14
3.2. Sketsa Pengambilan Sampel... 15
4.1. Grafik Kedalaman Gambut... ... 23
4.2. Grafik Kedalaman Muka Air Tanah... 24
4.3. Grafik Kematangan Gambut... 30
4.4. Grafik Bulk Density... 32
4.5. Grafik Kadar Air... 34
vii DAFTAR SINGKATAN
BD Bulk Density
CPO Crude Palm Oil
MDPL Meter Diatas Permukaan Laut
DPL Dari Permukaan Laut
BV Berat Volume
TM Tanaman Menghasilkan
TBM Tanaman Belum Menghasilkan
viii DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Peta Lokasi Penelitian... 43
2. Sketsa Lokasi Penelitian... 44
3. Analisis Data... 45
3. Dokumentasi Penelitian... 45
1 I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan luas areal perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia. Luas areal tanaman kelapa sawit terus berkembang dengan pesat di Indonesia. Pada tahun 2017, luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia yaitu 14.048.722 ha, dengan proporsi pengelolaan sebesar 5.697.892 ha berupa perkebunan rakyat, perkebunan milik negara sebesar 638.143 ha, dan perkebunan milik swasta sebesar 7.712.687 ha. Diestimasikan terus meningkat hingga tahun 2019 yaitu menjadi 14.677.560 ha, dengan proporsi pengelolaan rakyat sebesar 5.958.502 ha, perkebunan milik negara sebesar 633.924 ha, dan perkebunan milik swasta sebesar 8.085.134 ha (Direktorat Jendral Perkebunan, 2018).
Sebagain besar pekebunan kelapa sawit diusahakan pada tanah mineral, namun dewasa ini karena jumlah lahan mineral terus berkurang, maka upaya ekspansi perkebunan kelapa sawit diarahakan pada pengembangan lahan gambut (Soewandita, 2018). Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang memiliki sebaran adaptasi cukup luas, dapat tumbuh pada berbagai agroekosistem dengan baik dan memberikan potensi produksi yang optimal mulai dari tanah-tanah di lahan kering (Ultisol, Inceptisol, Oxisol) hingga tanah-tanah yang berkembang di agroekosistem rawa pasang surut (Gambut, sulfat masam) (Firmansyah, 2014).
Gambut adalah suatu ekosistem yang terbentuk karena adanya produksi biomassa yang melebihi proses dekomposisinya (Ramdhan dkk., 2018). Tanah gambut merupakan tanah yang terbentuk dari timbunan sisa-sisa jaringan tumbuhan alami, pada berbagai tingkat dekomposisi (pelapukan) bahan organiknya (Norsiah dkk., 2017). Luas lahan gambut di Indonesia yaitu 13,43 juta hektar (BBSLDP, 2019). Berdasarkan data dari Ditjen Perkebunan Kementrian Pertanian (2011), luas lahan gambut hingga tahun 2011 yang dimanfaatkan untuk pengembangan perkebunan sawit adalah seluas 1.539.579 ha, itu artinya masih ada potensi lahan gambut yang cukup luas untuk dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit.
2 Perlu diketahui, tanah gambut yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit akan meyebabkan perubahan pada sifat fisik maupun kimia tanah (Sufardi dkk., 2016). Sifat fisika tanah merupakan kunci penentu kualitas suatu lahan dan lingkungan. Lahan dengan sifat fisika yang baik akan memberikan kualitas lingkungan yang baik juga (Yulnafatmawati dkk., 2007 dalam Susandi dkk., 2015). Sifat fisik tanah gambut merupakan faktor yang sangat menentukan tingkat produktivitas tanaman yang diusahakan pada lahan gambut, karena menentukan kondisi aerasi, drainase, daya menahan beban, serta tingkat atau potensi degradasi lahan gambut (Dairiahdkk., 2014). Karakteristik fisik gambut yang penting dalam pemanfaatannya untuk tanaman kelapa sawit meliputi kadar air, berat isi (bulk density), daya menahan beban, subsiden dan kering tidak balik (Soewandita, 2018).
Berdasarkan penelitian Susiani (2020), menunjukkan kecenderungan berat isi (bulk density) yang semakin meningkat pada tanah gambut yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Sufardi dkk., (2016) menyatakan pembuatan drainase yang berukuran lebar 2-3 m dengan kedalaman 2-4 meter lebih dapat membuat lahan gambut cepat mengering dan terjadi pengeringan berlebih (over drying). Hairiah dkk., (2011) menyatakan bahwa subsidensi merupakan salah satu kondisi fisik tanah gambut yang telah mengalami pengeringan karena drainase.
PT. Asam Jawa merupakan perkebunan kelapa sawit swasta yang menanam sawit di tanah gambut dengan luasan pemanfaatan yang cukup besar.
Selama ini PT. Asam Jawa telah menerapkan pendekatan pengelolaan tanah gambut sesuai aturan pemerintah. Produksi kelapa sawit PT. Asam Jawa dari tanah gambut cukup tinggi bahkan hampir menyamai produksi di tanah mineral.
Hal ini diduga karena pemanfaatan tanah gambut yang dilakukan belum terlalu berpengaruh terhadap perubahan sifat fisik tanah gambut yang merupakan salah satu kunci penentu kualitas tanah. Kegiatan replanting dapat memicu perubahan sifat fisik gambut seperti peningkatan berat isi dan ketebalan gambut. Semakin lama usia tanam perkebunan kelapa sawit akan semakin rendah kadar air pada lahan gambut tersebut (Suwondo dkk., 2010). Selama ini masih sedikit penelitian mengenai perubahan sifat fisik tanah gambut yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit khusunya di PT. Asam Jawa. Oleh karena itu, diperlukan kajian
3 untuk melihat perubahan sifat fisik tanah gambut yang dikonversi menjadi kebun kelapa sawit. Berdasarkan uraian diatas maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian terhadap sifat fisik tanah gambut yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit pada usia yang berbeda pasca replanting di PT. Asam Jawa.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan sifat fisik tanah gambut yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit pada usia 2, 4, 6, dan 8 tahun pasca replanting di PT. Asam Jawa.
1.3. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan informasi mengenai perubahan sifat fisik tanah gambut yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit bagi PT. Asam Jawa khususnya, dan bagi petani kelapa sawit pada umumnya.
2. Sebagai bahan acuan dan pertimbangan dalam pengelolaan tanah gambut yang baik dan benar sehingga tidak merusak sifat fisik tanah.
1.4. Rumusan Masalah
Tanah gambut merupakan tanah yang mengandung bahan organik sangat tinggi. Selain itu, tanah gambut juga memiliki sifat yang mudah rusak apabila digunakan untuk kegiatan pertanian. Alih fungsi atau konversi hutan gambut yang paling masif dilakukan adalah untuk perkebunan kelapa sawit. Hal inilah yang kemudian di asumsikan sebagai penyebab utama berubahnya sifat-sifat tanah gambut (kimia, fisika), terutama sifat fisiknya. Sifat fisik tanah yang baik akan mendukung pertumbuhan tanaman, karena akan memudahkan akar tanaman dalam melakukan penetrasi di dalam tanah dan juga dalam penyerapan hara.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian sifat fisik tanah gambut yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit.
4 II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Gambut
Kata gambut adalah merupakan kosakata bahasa Suku Melayu Banjar yang tinggal di Kalimantan Selatan. Kata Gambut juga merupakan nama salah satu ibukota kecamatan gambut yang terletak 15 km dari kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Daerah ini mempunyai lahan gambut yang cukup luas sejak dibuka tahun 1920 dan berhasil dibuka menjadi wilayah sentra poduksi padi sampai sekarang. Masing-masing daerah memiliki sebutan tesendiri untuk gambut, di Jawa tanah gambut disebut tanah hitam, di Riau disebut tanah rawang dan di Kalimantan Barat disebut sepuk (Wahyunto, 2015).
Gambut adalah material organik yang terbentuk secara alami dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 cm atau lebih dan terakumulasi pada rawa (Permen LHK No.14 /2017). Lahan gambut adalah lahan dengan tanah jenuh air, yang terbentuk dari endapan yang berasal dari penumpukan sisa-sisa tumbuhan yang sebagian belum melapuk sempurna dengan ketebalan 50 cm atau lebih, dan kandungan carbon organik (C-organic content) sekurang-kurangnya 12% (berdasarkan berat kering), (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2012).
Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik> 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Oleh karenanya, lahan gambut banyak dijumpai di daerah rawa belakang (back swamp) atau daerah cekungan yang drainasenya buruk, sedangkan hutan gambut merupakan ekosistem hutan yang unik tumbuh di lahan gambut atau lapisan organik dalam kondisi banjir selama ribuan tahun (Susanto dkk., 2018).
2.2. Pembentukan Gambut
Tanah gambut tropika terbentuk melalui proses penebalan gambut karena adanya tumpukan bahan organik dalam keadaan tergenang air, atau disebut dengan proses paludifikasi. Pembentukan gambut tropika dapat dipahami sebagai
5 hasil proses transformasi dan translokasi. Proses transformasi yaitu proses pembentukan biomassa dengan dukungan nutrisi terlarut, air, udara, dan radiasi matahari. Proses translokasi yaitu pemindahan bahan oleh gerakan air dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah dan gerakan angin yang disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan. Akibat proses pembentukan biomassa dari sisa tumbuhan setempat lebih cepat dibandingkan dengan proses penguraian, maka terbentuklah lapisan bahan organik yang semakin tebal yang disebut tanah gambut (Noor dkk., 2014).
Menurut Anshari (2010), laju pembentukan gambut sangat lambat dan berbeda dari satu tempat dengan tempat lainnya. Laju pembentukan gambut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti (a) sumber dan neraca air, (b) kandungan mineral yang ada dalam air, (c) iklim yang meliputi curah hujan, suhu dan kelembaban, (d) tutupan vegetasi menyangkut kerapatan dan jenis vegetasinya, dan (e) pengelolaan setelah drainase (Husnain et al., 2014).
Berdasarkan lingkungan pembentukannya, tanah gambut dibedakan menjadi : (a) tanah gambut ombrogen, terbentuk pada lingkungan yang hanya bergantung pada air hujan, tidak terkena pengaruh air pasang, membentuk suatu kubah (dome) dan umumnya tebal, (b) tanah gambut topogen, terbentuk pada bagian pedalaman dari dataran pantai/sungai yang dipengaruhi oleh limpasan air pasang/banjir yang banyak mengandung mineral, sehingga relatif lebih subur, dan tidak terlalu tebal. Tanah gambut topogen dikenal sebagai gambut eutropik, sedangkan tanah gambut ombrogen dikenal sebagai tanah gambut oligotrofik dan mesotrofik (Sukarman, 2014).
Berdasarkan proses dan lokasi pembentukannya, tanah gambut dibagi menjadi: (a) tanah gambut pantai yang terbentuk dekat pantai dan mendapat pengkayaan mineral dari air laut, (b) tanah gambut pedalaman yang terbentuk di daerah yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut tetapi dipengaruhi oleh air hujan, dan (c) tanah gambut transisi yang terbentuk di antara kedua wilayah tersebut, yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh air pasang laut (Sukarman, 2014).
6 2.3. Klasifikasi Gambut
Tanah gambut berdasarkan klasifikasi tanah (taksonomi tanah) termasuk dalam ordo Histosol (Soil Survey Staff, 2010), yang berasal dari bahasa Yunani, histos yang berarti jaringan. Tanah gambut dicirikan oleh adanya lapisan gambut dengan ketebalan lebih dari 40 cm dan mengandung bahan organik lebih dari 30%
jika fraksi mineralnya mengandung lempung sebesar 60%, atau mengandung bahan organik lebih dari 20% jika fraksi mineralnya tidak mengandung lempung (Masganti, dkk 2017). Berdasarkan kedalamannya, gambut dibedakan menjadi gambut dangkal (50-100 cm), gambut sedang (100-200 cm), gambut dalam (200- 300 cm), dan gambut sangat dalam (> 300 cm), (Mulyani dan Noor 2011).
Berdasarkan tingkat kematangannya gambut dibedakan menjadi saprik : gambut matang tingkat pelapukannya sudah lanjut, hemik: gambut setengah matang atau setengah melapuk, dan fibrik: gambut mentah yang belum melapuk.
Penetapan tingkat kematangan/pelapukan tanah gambut di lapangan dapat dilakukan dengan cara mengambil segenggam tanah gambut kemudian diperas dengan telapak tangan secara pelan-pelan, lalu diamati sisa-sisa serat yang tertinggal dalam telapak tangan: (1) bila kandungan serat yang tertinggal dalam telapak tangan setelah diperas adalah tiga perempat bagian atau lebih (≥3/4), maka tanah gambut tersebut digolongkan ke dalam jenis fibrik; (2) bila kandungan serat yang tertinggal dalam telapak tangan setelah pemerasan kurang dari tiga perempat sampai seperempat bagian atau lebih (≤3/4 - ≥1/4), maka tanah gambut tersebut digolongkan kedalam jenis hemik, dan (3) bila kandungan serat yang tertinggal dalam telapak tangan setelah pemerasan kurang dari seperempat bagian (≤1/4), maka tanah gambut tersebut digolongkan ke dalam jenis saprik (Subiksa dan Wahyunto, 2011).
2.4. Karakteristik Sifat Fisik Tanah Gambut 2.4.1. Kematangan Gambut
Kematangan gambut diartikan sebagai tingkat pelapukan bahan organik yang menjadi komponen utama dari tanah gambut. Kematangan gambut sangat menentukan tingkat produktivitas lahan gambut, karena sangat berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah gambut, dan ketersediaan hara. Ketersediaan
7 hara pada lahan gambut yang lebih matang relatif lebih tinggi dibandingkan lahan gambut mentah. Struktur gambut yang relatif lebih matang juga lebih baik, sehingga lebih menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, tingkat kematangan gambut merupakan karakteristik fisik tanah gambut yang menjadi faktor penentu kesesuaian gambut untuk pengembangan pertanian.
Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi (saprik) matang, (hemik) setengah matang, dan (fibrik) mentah (Dariah dkk., 2014).
Pengamatan kematangan gambut berguna untuk menaksir kesuburan dan kandungan karbon gambut. Gambut yang lebih matang biasanya lebih subur, walaupun banyak faktor lain yang menentukan kesuburan gambut, misalnya campuran liat dan abu. Gambut yang lebih matang juga mempunyai kandungan karbon per volume tanah yang lebih tinggi. Pengamatan kematangan gambut dapat dilakukan di lapangan atau di laboratorium berdasarkan kadar seratnya (Agus dkk., 2011). Tingkat kematangan gambut ditentukan oleh dekomposisi bahan organik, pada kedalaman 50 cm tingkat kematangan lebih tinggi dari pada kedalaman 100 cm, karena kedalaman 100 cm dalam kondisi jenuh air sehingga menghambat dekomposisi bahan organik (Indrayanti dkk., 2017).
2.4.2. Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi sifat fisik tanah gambut. Tanah gambut mempunyai kapasitas mengikat atau memegang air yang relatif sangat tinggi atas dasar berat kering (Simatupang dkk., 2018). Lahan gambut mempunyai kemampuan menyerap dan menyimpan air jauh lebih tinggi dibanding tanah mineral. Komposisi bahan organik yang dominan menyebabkan gambut mampu menyerap air dalam jumlah yang relatif tinggi.
Kadar air tanah gambut berkisar antara 100–1.300% dari berat keringnya (13 kali bobotnya) menyebabkan BD menjadi rendah (Ratmini, 2012).
Tingkat kematangan gambut menentukan rata-rata kadar air gambut jika berada dalam kondisi alaminya (tergenang). Pada tingkat kematangan fibrik (gambut sangat mentah), gambut bersifat sangat sarang, sehingga ruang diantara massa gambut terisi air. Namun demikian, karena air sebagian besar berada dalam pori makro, maka begitu gambut didrainase maka air menjadi cepat sekali hilang.
8 Pada kondisi gambut yang lebih matang, air tersimpan pada tingkat jerapan yang lebih tinggi, karena pori mikro dan meso mulai terbentuk. Gaya gravitasi tidak cukup untuk mengalirkan air yang tersimpan dalam pori mikro atau meso (Dariah dkk., 2014).
2.4.3. Berat Isi (Bulk Density)
Berat isi (bulk density) atau sering disebut juga dengan istilah berat volume merupakan sifat fisik tanah yang menunjukkan berat massa padatan dalam suatu volume tertentu. Berat isi atau BD umumnya dinyatakan dalam satuan g cm3 atau kg, dm3 atau tm3. BD merupakan sifat fisik tanah yang paling sering dianalisis, karena bisa dijadikan gambaran awal dari sifat fisik tanah lainnya seperti porositas, bearing capacity, dan potensi daya menyimpan air. Tanah dengan nilai BD relatif rendah umumnya mempunyai porositas yang tinggi, sehingga potensi menyerap dan menyalurkan air menjadi tinggi, namun jika nilai BD terlalu rendah menyebabkan tanah mempunyai daya menahan beban (bearing capacity) yang rendah (Dairiah dkk., 2014).
Bobot isi tanah gambut dipengaruhi oleh kadar air. Jika kadar air tinggi maka bobot isi akan otomatis rendah. Bobot isi gambut bervariasi yaitu berkisar antara 0,1 sampai 2 gr/cm3 tergantung pada tingkat dekomposisinya. Bobot isi gambut nilainya sangat rendah apabila dibandingkan dengan bobot isi tanah mineral (Simatupang dkk., 2018). Menurut Suswati dkk., (2011) berat volume (BV) tanah gambut sangat rendah berkisar antara 0,1–0,3 g/cm3 dan dipengaruhi tingkat kematangan gambut, campuran dengan bahan mineral, kadar lengas, kadar abu.
2.4.4. Subsiden
Subsiden atau penurunan permukaan lahan merupakan kondisi fisik yang sering dialami lahan gambut yang telah didrainase. Proses drainase menyebabkan air yang berada diantara massa gambut mengalir keluar, akibat proses ini gambut mengempis atau mengalami penyusutan. Subsiden juga bisa terjadi akibat massa gambut mengalami pengerutan akibat berkurangnya air yang terkandung dalam bahan gambut. Proses lainnya yang menyebabkan penurunan permukaan gambut
9 adalah proses pelapukan (dekomposisi). Drainase menyebabkan perubahan kondisi gambut dari anaerob (miskin oksigen) menjadi aerob (kaya oksigen) sehingga mikroba pembusuk (dekomposer) menjadi lebih aktif yang mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi gambut sebagai penyimpan karbon dan berkontribusi terhadap peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer (Ratnaningsih dan Prastyaningsih, 2017).
Secara umum, subsidensi terjadi disebabkan beberapa faktor, antara lain tingkat kematangan gambut, tipe gambut, kecepatan dekomposisi, kepadatan dan ketebalan gambut, tinggi muka air tanah, kedalaman drainase, jarak dari saluran drainase, serta penggunaan lahan. Subsidensi merupakan permasalahan penting pada pemanfaatan lahan gambut yang harus menjadi perhatian. Semakin lama lahan gambut dibuka dan ditanam berbagai tanaman, subsidensi akan semakin tinggi (Pronger et al, 2014).
2.4.5. Daya Menahan Beban (Bearing Capacity)
Daya menahan beban (bearing capacity) gambut yang tergolong rendah merupakan karakteristik tanah gambut yang sering menjadi faktor penghambat produktivitas tanaman, terutama tanaman tahunan. Kondisi tanaman yang tidak tegak (doyong) yang sering ditemukan di lahan gambut merupakan indikasi rendahnya daya menahan beban tanah gambut. Setelah doyong, tidak sedikit pohon yang roboh, dan akarnya tercabut dari dalam tanah. Daya menahan beban tanah gambut dipengaruhi oleh tingkat kematangan gambut. Gambut yang relatif lebih matang umumnya lebih padat sehingga daya menahan bebannya menjadi lebih tinggi (Dariah dkk., 2014).
Daya dukung tanah berbeda-beda, tergantung pada jenis tanah, mulai dari tanah berbutir kasar yakni kerikil dan pasir, dan tanah berbutir halus seperti lempung, lanau, serta gambut. Diantara tanah-tanah tersebut, gambut merupakan tanah yang memiliki daya dukung kurang baik dari semua jenis tanah. Tanah gambut juga memiliki daya tahan rendah sehingga tanaman yang tumbuh mudah tumbang/roboh (Martini, 2015).
10 2.4.6. Irreversible Drying (Kering Tidak Balik)
Salah satu sifat fisik lainnya dari tanah gambut yaitu sifat kering tak balik.
Pada kondisi gambut yang kering atau kering berkelanjutan, gambut akan sangat ringan dengan berat volume yang sangat rendah dan akan kesulitan dalam menyerap air karena mempunyai sifat hidrofobik. Gambut yang kering tersebut bersifat seperti kayu kering yang gampang hanyut terbawa air dan mudah terbakar bila dalam kondisi kering (Putri dkk., 2019).
Tanah gambut yang telah mengalami kering tak balik sering terlihat di permukaan gambut, atau mengambang di permukaan air. Dalam kondisi kering tak balik gambut nampak seperti pasir, sehingga sering diistilahkan sebagai pasir semu (pseudosand). Gambut dalam kondisi kering tak balik juga menjadi sulit diakses mikroba decomposer (Dariah dkk., 2014).
2.5. Kelapa Sawit
Bagi Indonesia, tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai perolehan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit. Permintaan yang besar terhadap kebutuhan tersebut membuat Indonesia sebagai produsen minyak kelapa sawit berupaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi kelapa sawit diantaranya melalui usaha ekstensifikasi (Didimus dkk., 2017).
Pada tahun 2017, luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia yaitu 14.048.722 ha, dengan proporsi pengelolaan sebesar 5.697.892 ha berupa perkebunan rakyat, perkebunan milik negara sebesar 638.143 ha, dan perkebunan milik swasta sebesar 7.712.687 ha. Sementara itu, total produksi CPO (crude palm oil) Indonesia pada tahun 2017 yaitu mencapai 37.965.224 ton, dengan rincian perkebunan milik swasta memproduksi sebesar 22.912.772 ton , kemudian diikuti perkebunan milik rakyat sebesar 13.191.189 ton, dan perkebunan milik negara sebesar 1.861.263 ton (Direktorat Jendral Perkebunan, 2018).
11 2.5.1. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik kelabu, aluvial, atau regosol. Nilai pH optimum adalah 5,0–5,5.
Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase baik dan memiliki lapisan solum yang dalam tanpa lapisan padas. Kondisi topografi pertanaman kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari kelerengan 25%. Artinya, perbedaan ketinggian antara dua titik yang berjarak 100 m tidak lebih dari 25 m (Pahan, 2015).
Suhu rata-rata tahunan untuk pertumbuhan dan produksi sawit berkisar antara 24–29 oC, dengan produksi terbaik antara 25–27 oC. Di daerah tropis, suhu udara sangat erat kaitannya dengan tinggi tempat di atas permukaan laut (dpl).
Tinggi tempat optimal adalah 200 meter diatas permukaan laut (mdpl), dan disarankan tidak lebih dari 400 m dpl, meskipun di beberapa daerah, seperti di Sumatera Utara, dijumpai pertanaman sawit yang cukup baik hingga ketinggian 500 m dpl. Suhu minimum dan maksimum belum banyak diteliti, tetapi dilaporkan bahwa sawit dapat tumbuh baik pada kisaran suhu antara 8 hingga 38
oC (Allorerung dkk., 2010).
Daerah pengembangan kelapa sawit yang sesuai berada pada 15o LU–15o LS. Ketinggian lokasi (altitude) perkebunan kelapa sawit yang ideal berkisar antara 0–500 m diatas permukaan laut (dpl). Lama penyinaran matahari yang baik untuk kelapa sawit antara 5-7 jam/hari. Minimal 5 jam penyinaran per hari, sepanjang tahun. Kondisi ideal : paling tidak terdapat periode 3 bulan dalam 1 tahun yang penyinarannya 7 jam per hari. Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah, yang terpenting adalah kebutuhan air tercukupi. Tanah yang baik untuk budidaya tanaman kelapa sawit adalah tanah yang tidak tergenang air pada musim hujan dalam waktu yang lama dan tidak kekurangan air saat musim kemarau (Noradan Carolina, 2018).
2.5.2. Budidaya Sawit Di Lahan Gambut
Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk mendorong alih fungsi lahan gambut menjadi lahan pertanian dalam rangka mendukung ketahanan pangan, memenuhi bahan baku industri kertas, memenuhi kebutuhan areal
12 perkebunan serta dalam rangka pengembangan bioenergi. Upaya pemanfaatan lahan gambut yang paling menonjol saat ini adalah alih fungsi lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit. Hal ini karena adanya program pemerintah untuk mencari energi alternatif dengan memanfaatkan minyak kelapa sawit sebagai biofuel (Widyawati, 2011).
Untuk mencegah kerusakan lahan gambut Menteri Pertanian mengeluarkan Peraturan Menteri No.14/2009 tentang pedoman pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya kelapa sawit. Dalam Peraturan Menteri tersebut diatur bahwa pengusahaan budidaya kelapa sawit dapat dilakukan di lahan gambut tetapi harus memenuhi persyaratan yang dapat menjamin kelestarian fungsi lahan gambut. Persyaratan tersebut antara lain: (a) diusahakan hanya pada lahan masyarakat dan kawasan budidaya, (b) ketebalan lapisan gambut kurang dari 3 (tiga) meter, (c) substratum tanah mineral di bawah gambut bukan pasir kuarsa dan bukan tanah sulfat masam, (d) tingkat kematangan gambut saprik (matang) atau hemik (setengah matang), dan (e) tingkat kesuburan tanah gambut tergolong eutropik.
Untuk dapat melakukan budidaya pada lahan gambut yang terganggu terlebih dahulu harus dilakukan reklamasi. Menurut Direktorat Pengelolaan Lahan Deptan (2008), Reklamasi lahan rawa adalah suatu upaya pemanfaatan lahan rawa yang telah diusahakan untuk usaha pertanian melalui perbaikan prasarana dan sarana pertanian di kawasan tersebut sehingga meningkatkan luas areal tanam dan produktivitas lahan. Pengertian reklamasi lahan rawa gambut untuk perkebunan kelapa sawit dapat diartikan sebagai kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki sarana dan prasarana agar lahan gambut tersebut dapat mendukung usaha budidaya kelapa sawit tersebut secara optimal, yaitu menurunkan permukaan air dan memperbaiki tanah sebagai media tumbuhnya tanaman. Reklamasi lahan gambut untuk kepentingan perkebunan yang telah umum dipraktekkan diawali dengan proses drainase yaitu kanalisasi, pembukaan lahan (land clearing) dan persiapan lahan untuk komoditas tanaman tertentu (Widyawati, 2011).
13 III. MATERI DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2020.
Pengambilan sampel dilakukan di empat lokasi milik PT. Asam Jawa yaitu kelapa sawit usia 2 tahun, kelapa sawit usia 4 tahun, kelapa sawit usia 6 tahun, dan kelapa sawit usia 8 tahun pasca replanting yang pertama. Analisis tanah dilakukan di laboratorium Patomologi, Entomologi, Mikrobiologi dan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negri Sultan Syarif Kasim Riau.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu sampel tanah gambut pada lahan perkebunan kelapa sawit PT. Asam Jawa dengan usia yang berbeda, dan bahan-bahan analisis sifat fisik tanah di laboratorium. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah ring sampel, cangkul, bor gambut, meteran, parang, karet gelang, pisau, palu, kantong plastik, aluminium foil, alat tulis (buku, pena, pensil, penggaris), kertas label, timbangan analitik, oven, saringan 100 mesh, suntikan 10 ml, buku Munsel soil colour chart, botol semprot dan kamera.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode observasi, yang terdiri dari observasi langsung dilapangan dan observasi di laboratorium untuk mendapatkan data kuantitatif. Penetuan titik sampel dilakukan secara sengaja dengan metode purposive sampling. Menurut Sugiono (2016), menyatakan purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan atau kriteria-kriteria tertentu. Lokasi pengambilan sampel yaitu pada penggunaan lahan yang ditanami kelapa sawit usia 2, 4, 6 dan 8 tahun pasca replanting yang pertama. Setiap unit petak sampel terdiri dari 4 titik pengamatan.
Metode analisis kedalaman gambut (cm), kedalaman muka air tanah (cm), dilakukan dengan pengeboran langsung di lapangan. Warna tanah gambut diamati dengan buku Munsel soil colour chart, sedangkan kematangan gambut dengan
14 perbandingan jumlah serat, bulk density (g/cm3), dan kadar air (%) menggunakan metode gravimetric.
3.4. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakasanakan melalui beberapa tahapan meliputi : persiapan, survey pendahuluan, penentuan titik sampel, pengambilan sampel tanah, pengamatan di lapangan, pengamatan di laboratorium dan analisis data.
1. Persiapan
Pada tahap ini terlebih dahulu dilakukan pengurusan legalitas perizinan pada lokasi penelitian. Setelah itu, pengadaan alat dan bahan yang diperlukan pada saat penelitian seperti peta lokasi penelitian, GPS, alat tulis, meteran, alat dokumentasi dan transportasi.
2. Survei Pendahuluan
Kegiatan survey pendahuluan meliputi penentuan lokasi penelitian yang digunakan sebagai lokasi pengambilan sampel, dan wawancara langsung dengan pihak PT. Asam Jawa.
3. Penentuan Titik Sampel
Penentuan titik sampel ditentukan berdasarkan perbedaan usia tanaman kelapa sawit, masing-masing usia tanaman yaitu 2, 4, 6 dan 8 tahun pasca replanting pertama. Penentuan titik sampel dibuat sebanyak 4 ulangan pada setiap usia tanaman kelapa sawit, sehingga diperoleh 16 titik sampel. Jarak titik sampel berada 100 meter dari drainase. Lokasi titik pengambilan sampel disajikan pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Petak Pengambilan Sampel Tanah
15 4. Pengambilan Sampel Tanah
Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan menggunakan ring sampel dan bor gambut (Eijkelkamp). Pada masing-masing penggunaan lahan yakni kelapa sawit usia 2, 4, 6, dan 8 tahun pasca replanting pertama. Pengambilan sampel dilakukan pada kedalaman 0-50 cm, dan 50-100 cm. Di mana pada setiap petak sampel diambil sebanyak 4 titik pengeboran/pengamatan, jadi total ada 16 titik pengamatan. Setelah tanah diambil dengan menggunkan bor gambut (Eijkelkamp), serta ring sampel kemudian diberi label dan dimasukkan ke dalam kantong plastik, setelah itu dibawa ke laboratorium untuk dianalisis sifat fisiknya.
Sketsa pengambilan sampel disajikan pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Sketsa Pengambilan Sampel 5. Pengamatan di Lapangan
Ada beberapa sifat fisik tanah gambut yang dapat secara langsung ditentukan atau diamati dilapangan yaitu seperti kedalaman gambut, kedalaman muka air tanah, dan warna gambut.
6. Pengamatan di Laboratorium
Sampel yang telah diambil dilapangan kemudian dianalisis sifat fisiknya di laboratorium. Sifat fisik yang dianalisis meliputi bulk density, kadar air, dan kematangan gambut.
3.4.1. Analisis Tanah di Lapangan
Parameter atau sifat fisik yang diamati untuk analisis tanah dilapangan yaitu kedalaman gambut, muka air tanah, dan warna gambut.
16 1. Kedalaman Gambut (cm)
Pengukuran kedalaman tanah gambut di setiap lokasi dilakukan dengan cara pengeboran menggunakan bor gambut dari lapisan atas sampai dengan lapisan mineral (Suswati dkk., 2011). Adapun prosedur kerja untuk mengetahui kedalaman tanah gambut adalah sebagai berikut; pertama, bersihkan serasah dan tanaman yang ada di atas permukaan tanah terlebih dahulu menggunakan cangkul.
Kedua, tekan bor gambut yang dimodifikasi secara bertahap ke dalam gambut secara vertikal tanpa memutarnya sampai kedalaman yang diinginkan, setelah bor berada pada kedalaman yang diinginkan, putar bor searah jarum jam, kemudian cabut bor dan keluarkan dari gambut secara perlahan-lahan, rebahkan bor di atas permukaan tanah dengan sayapnya berada di bagian atas. Ketiga, catat kedalamannya dan dipindahkan sampel tanah dari sayap bor gambut ke atas permukaan tanah, apabila bor belum mencapai lapisan tanah mineral maka sambungkan dengan batang bor berikutnya.
2. Kedalaman Muka Air Tanah (cm)
Kedalaman muka air tanah ditentukan pada saat pengamatan di lapangan dengan menggunakan meteran dari permukaan tanah sampai ke batas muka air tanah. Pengukuran ketinggian muka air tanah dilakukan sebanyak satu kali pada setiap titik sampelnya. Pengukuran kedalaman muka air tanah dibuat lubang hingga pada kedalaman tertentu sampai ditemukannya muka air tanah.
Pengukuran dimulai dari titik acuan (0 cm), tepat pada permukaan tanah hingga ditemukan muka air tanah. Titik acuan muka air tanah ditandai dengan garis pada sebuah patok bambu yang ditancapkan di sisi lubang (Suswati dkk., 2011).
3. Warna Gambut
Prosedur kerja pengamatan warna tanah sebagai berikut : pertama membersihkan serasah dipermukaan tanah, lalu tancapkan bor gambut kedalam tanah secara vertikal sampai dengan kedalaman 50 cm, dan 50-100 cm, setelah bor gambut mencapai kedalaman tersebut, putar bor gambut searah jarum jam, kemudian angkat dan rebahkan bor gambut di atas permukaan tanah dengan sayapnya berada di bagian atas, setelah itu dilakukan pengamatan warna tanah menggunakan standar warna dari buku Munsell soil colour chart yang dinyatakan dalam 3 satuan yakni Hue, Value, dan Chroma (Hanafiah, 2010).
17 3.4.2. Analisis Tanah di Laboratorium
Analisis tanah di laboratorium merupakan tahap penelitian setelah pengambilan sampel di lapangan. Sampel tanah dari lapangan dianalisis di laboratorium dengan parameter yang diamati yakni : tingkat kematangan gambut, bulk density (kepadatan tanah), dan kadar air.
1. Kematangan Gambut (%)
Pengukuran kadar serat di laboratorium dilakukan dengan metode perbandingan jumlah serat dalam suntikan (syringe) yakni menetukan sejumlah contoh tanah dalam volume suntikan 10 ml sebagai V1, kemudian contoh tanah tersebut dibilas dengan air menggunakan saringan 100 mesh kemudian ditetapkan kembali volumenya sebagai V2. Gambut memiliki kematangan fibrik apabila V2/V1 , hemik apabila V2/V1 antara 15-75%, dan saprik apabila V2/V1 (Agus dkk., 2011).
Prosedur kerja untuk menentukan kadar serat di laboratorium yaitu sebagai berikut : pertama-tama kita mengambil segenggam gambut segar dari wadah dan masukkan ke dalam syringe bervolume 10 ml, kemudian mampatkan sampel dengan menekan pompa syringe dan catat volume gambut, sebagai Vol 1. Kedua, apabila sampel gambut tidak bisa lagi dimampatkan, pindahkan gambut dari dalam syringe ke dalam ayakan dengan ukuran lubang 100 mesh, setelah itu semprot sampel menggunakan botol semprot untuk membilas gambut yang halus, sesudah serat halus lolos dari ayakan, pindahkan kembali serat kasar ke dalam syringe dan mampatkan. Catat volume serat kasar, sebagai Vol 2. Ketiga, untuk menentukan kadar serat dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
2. Bulk Density (g/cm3)
Pengambilan sampel bulk density dilakukan dengan menggunakan 5 ring sampel yang memiliki panjang ring sampel 7 cm dengan diameter 5,5 cm.
Prosedur kerja pengukuran bulk density adalah sebagai berikut : pertama mempersiapkan ring sampel kosong yang telah ditimbang beratnya terlebih dahulu, kemudian membersihkan permukaan tanah dari vegetasi yang ada diatasnya, ring sampel diletakkan di atas permukaan tanah dan ditekan kedalam
18 hingga rata tenggelam ke dalam tanah. Ring sampel diambil dengan cara menggali dan setelah ring sampel dinaikkan, kemudian diberikan label sesuai urutannya.
Analisis di laboratorium dilakukan dengan menggunakan tanah utuh yang telah diambil di lapangan dengan menggunakan ring sampel kemudian timbang contoh tanah sebelum oven beserta ring, kemudian dilakukan pengovenan pada suhu 1050 C selama 24 jam, selanjutnya timbang kembali contoh tanah setelah oven beserta ring. Kemudian tetapkan bobot isi tanah. Bulk density merupakan perbandingan antara berat kering oven dengan volume tanah, bobot isi dihitung dengan rumus:
Dimana : BTSO = Berat Tanah Setelah Oven BR = Berat Ring
VR = Volume Ring 3. Kadar Air (%)
Kadar air tanah ditentukan dengan cara mengambil tanah menggunakan ring oven, kemudian tanah yang telah diambil selanjutnya dioven pada suhu 105
oC selama 1x24 jam, sebelum dioven tanah ditimbang lagi untuk mengetahui berat basahnya, dan lakukan perhitungan dengan rumus sebagai berikut (Lembaga Penelitian Tanah, 1997) :
Dimana : BTSO = Berat Tanah Sebelum Oven BTKO = Berat Tanah Kering Oven
3.5. Analisis Data
Data primer yang didapat dari analisis di lapangan dan analisis di laboratorium, selanjutnya dianalisis menggunakan software Microsoft Excel 2010 dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik, serta dilengkapi juga dengan data sekunder.
36 V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Terjadi perubahan sifat fisik tanah gambut yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit, diantaranya penurunan kedalaman muka air tanah menjadi 46 cm dari yang awalnya hanya 33 cm. Warna tanah turut mengalami perubahan dari yang semula berwarna coklat kemerahan menjadi coklat kehitaman sampai hitam. Kedalaman gambut berada di kedalaman 203-403 cm sehingga termasuk jenis gambut dalam dan gambut sangat dalam. Tingkat kematangan gambut tergolong gambut jenis hemik (setengah matang) dan saprik (matang) dengan kadar serat 10-33%. Nilai Bulk Density turut mengalami perubahan menjadi lebih tinggi yaitu 0.63-0.76 g/cm3, sementara nilai kadar air turut mengalami penurunan menjadi 21-34%.
5.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai sifat biologi dan kimia tanah gambut yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit pasca replanting untuk dijadikan sebagai pedoman dalam pemanfaatan tanah gambut untuk perkebunan kelapa sawit.
37 DAFTAR PUSTAKA
Agus, F., Hairiah. K, dan A. Mulyani. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon Tanah Gambut. Petunjuk Praktis. World Agroforestry Centre-ICRAF, SEA Regional Office dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Bogor, Indonesia.
Allorerung, D., Syakir. M, Poeloengan. Z, Syafaruddin, dan W. Ruraini. 2010.
Budidaya Kelapa Sawit. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor.
Anshari, G.Z. 2010. A Preliminary Assessment of Peat Degradation in West Kalimantan. Biogeosciences Discuss. 7: 3503-3520.
Astuti, Y., Astiani. D, dan R. Herawatiningsih. 2020. Pengaruh Pembakaran Berulang Pada Lahan Gambut Terhadap Beberapa Karakteristik Tanah di Desa Rasau Jaya Umum Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat.
Pontianak. Jurnal Hutan Lestari, 8(3): 668–681.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2012. Lahan Gambut Indonesia : Pengertian, Istilah, Definisi dan Sifat Tanah Gambut. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Barchia, M.F. 2012. Gambut Agroekosistem dan Transformasi Karbon.
Yogyakarta: Gadjah Mada Press. 196 hal.
BBSLDP. 2019. Peta Gambut. Diakses di https://www.gatra.com. Diakses pada 06 Juli 2020.
Chimner, R.A. and D.J. Cooper. 2003. Influence of Water Table Position on CO2 Emissions in A Colorado Subalpine Fen: An In Situ Microcosm Study.
Soil Biology and Biogeochemistry 35: 345-351.
Dariah, A., Maftuah. E, dan Maswar. 2014. Karakteristik Lahan Gambut. Hal 16- 18. Dalam Panduan Pengelolaan Berkelanjutan Lahan Gambut Terdegradasi. Bogor. 2014. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian.
Didimus, Y., Rohmiyati. S.M, dan S. Gunawan. 2017. Kajian Produktivitas Kelapa Sawit pada Tingkat Kesesuaian Lahan yang Berbeda. Jurnal Agromast, 2(2): 1-10.
Dikas, T.M. 2010. Karakterisasi Fisik Gambut di Riau pada Tiga Ekosistem (Marine, Payau, dan Air Tawar). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
38 Ditjen Perkebunan. 2011. Kebijakan Pengembangan Kelapa Sawit Berkelanjutan.
Makalah disampaikan pada Seminar Implementasi RSPO di Indonesia.
Jakarta, 10 Februari 2011.
Ditjenbun. 2018. Statistik Perkebunan Indonesia: Kelapa Sawit. Jakarta. 82 hlm.
Fiantis, D. 2015. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Padang. Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi. 262 hal.
Firmansyah, M.A. 2014. Karakterisasi, Kesesuaian Lahan dan Teknologi Kelapa Sawit Rakyat di Rawa Pasang Surut Kalimantan Tengah. J. Penelitian Pertanian Terapan, 14(2): 97-105.
Fitra, S.J., Prijono. S, dan Maswar. 2019. Pengaruh Pemupukan Pada Lahan Gambut Terhadap Karakteristik Tanah, Emisi CO2, dan Produktivitas Tanaman Karet. Malang. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan, 6(1):
1145-1156.
Hairiah, K. dan S. Rahayu. 2007. Pengukuran „Karbon Tersimpan‟ di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Bogor. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office. Universityof Brawijaya, Unibraw, Indonesia. 77 p.
Hairiah, K., Ekadinata. A, Sari. R.R, dan S. Rahayu. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon Dari Tingkat Lahan ke Bentang Lahan. Edisi 2. World Agroforestry Centre, ICRAF Southeast Asia dan Universitas Brawijaya.
Bogor dan Malang. Indonesia.
Hanafiah, K.A. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT Rajagrafindo Persada.
Jakarta. 386 hlm.
Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. 296 hal.
Husnain, H., Wigena. I.G.P, Dariah. A, Marwanto. S, Setyanto.P, dan F. Agus.
2014. CO2 Emissions from Tropical Drained Peat in Sumatra, Indonesia.
Mitig. Adapt. Strateg. Global Change. 19 :845-862.
Imanudin, M.S. dan Bakri. 2016. Model Drainase Lahan Gambut Untuk Budidaya Kelapa Sawit Berbasis Evaluasi Lahan. Palembang. Seminar dan Lokakarya Kelapa Sawit Tema Pengembangan Kelapa Sawit Terpadu dan Berkelanjutan. Unsri-PERHEPI.
Indrayanti, L., Marsoem. S.N, Prayitno. T.A, Supriyo. H, dan B. Radjagukguk.
2017. Distribusi Ketebalan Gambut dan Sifat-Sifat Tanah di Hutan Rawa Gambut Kalampangan, Kalimantan Tengah. Yogyakarta. Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.
39 Lisnawati, Y., Haryono. S, Erny. P, dan Musyafa. 2014. Hubungan Kedekatan Ekologis Antara Fauna Tanah dengan Karakteristik Tanah Gambut yang di Drainase untuk HTI Acacia Crassicarpa. Jurnal Manusia Dan Lingkungan, 21(2): 170 -178.
Martini. 2015. Kajian Daya Dukung Tanah Gambut dengan Perkuatan Geotekstil dan Perubahan Muka Air Tanah. Palu. J. Infrastruktur, 5(1): 51-59.
Masganti., Anwar. K, dan M.A. Susanti. 2017. Potensi dan Pemanfaatan Lahan Gambut Dangkal untuk Pertanian. Banjarbaru. Jurnal Sumberdaya Lahan, 11(1): 43-52.
Melling, L., Hatano. R, and K.J. Goh. 2005. Soil CO2 Flux from Three Ecosystem in Tropical Peatland of Serawak, Malaysia. Tellus 57B: 1-11. UK.
Mulyani, A. dan M. Noor. 2011. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Pengembangan Pertanian Di Lahan Gambut. Hal 30. Dalam Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. 2011. Bogor. Balai Penelitian Tanah Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian.
Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut Potensi dan Kendala. Penerbit Kanisius. Jakarta. 100 hal.
Noor, M., Masganti, dan F. Agus. 2014. Pembentukan dan Karakteristik Gambut Tropika Indonesia Hal 7-9. Dalam Lahan Gambut Indonesia : Pembentukan, Karakteristik, dan Potensi Mendukung Ketahanan Pangan.
Jakarta. 2014. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian.
Nora, S., Carolina. D, dan Mual. 2018. Budidaya Tanaman Kelapa Sawit. Jakarta.
Pusat Pendidikan Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Kementerian Pertanian
Norseta, A.S. dan R. Respati. 2018. Stabilisasi Tanah Gambut Palangka Raya dengan Bahan Campuran Tanah Non Organik dan Kapur. Media Ilmiah Teknik Sipil, 2 : 124-131.
Norsiah., Ihwana. A, dan J. Sampurno. 2017. Identifikasi Jenis Gambut Berdasarkan Struktur Porinya dengan Menggunakan Geometri Fraktal. J.
Prisma Fisika. (2): 55-60.
Nusantara, R.S., Sudarmadji, Djohan. T.S, dan E. Haryono. 2012. Karakteristik Fisik Lahan Akibat Alih Fungsi Lahan Hutan Rawa Gambut. J.
Perkebunan & Lahan Tropika. 2(2): 58-70.
Page, S. E., Morrison. R, Malins. C, Hooijer. A, Rieley. J.O, and J. Jauhiainen.
2011. Review of Peat Surface Greenhouse Gas Emissions from Oil Palm Plantations in Southeast Asia. White Paper Number 15. Indirect Effects of Biofuel Production Series. International Council on Clean Transportation.p.77.
40 Pahan, I. 2015. Panduan Teknis Budidaya Kelapa Sawit Untuk Praktisi
Perkebunan. Penebar Swadaya. Bogor. 116 hal.
Permen LHK No.14/Menlhk/Setjen/Kum.1/2/2017. Tentang Tata Cara Inventarisasi dan Penetapan Fungsi Ekosistem Gambut.
Permentan No.14/Permentan/P1.110/2009. Pedoman Pemanfaatan Lahan Gambut Untuk Budidaya Kelapa Sawit.
Pronger, J., Schipper. L.A, Hill. R.B, Campbell. D.I, and M. McLeod. 2014.
Subsidence Rates of Drainaged Agricultural Peatlands in New Zealand and The Relationship with Time Since Drainage. Journal of Enviroment Quality, 43: 1442-1449.
Pulunggono, H.B., Anwar. A, Mulyanto. B, dan S. Sabiham. 2019. Dinamika Hara pada Lahan Gambut dengan Penggunaan Lahan Kebun Kelapa Sawit, Semak dan Hutan Sekunder. Bogor. Jurnal Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 9(3): 692-699
Putri, R.A., Rinaldi, dan S. Sutikno. 2019. Analisis Pengaruh Penyekatan Kanal Terhadap Pembasahan di Lahan Gambut (Studi Kasus : Desa Lukun, Kecamatan Tebing Tinggi Timur, Kabupaten Kepulauan Meranti).
Pekanbaru. Jom FTEKNIK, 6: 1-8.
Ramdhan, M. dan Z.A. Siregar. 2018. Pengelolaan Wilayah Gambut Melalui Pemberdayaan Masyarakat Desa Pesisir di Kawasan Hidrologis Gambut Sungai Katingan dan Sungai Mentaya Provinsi Kalimantan Tengah. J.
Segara. 14(3): 145-157.
Ratmini, S. 2012. Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Gambut untuk Pengembangan Pertanian. Palembang. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan. Jurnal Lahan Suboptimal. 1(2): 197- 206.
Ratnaningsih, A.T. dan S.R. Prastyaningsih. 2017. Dampak Kebakaran Hutan Gambut Terhadap Subsidensi di Hutan Tanaman Industri. Pekanbaru.
Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan. 12(1): 37-43.
Sahputra, R., Wawan, dan E. Anom. 2016. Pengaruh Kedalaman Muka Air Tanah dan Bahan Organik Terhadap Ketersediaan Hara dan Pertumbuhan Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) in Peatlands. Pekanbaru.
JOM Faperta, 3(1): 1-15.
Sihite, L.W., Marbun. P, dan Mukhlis. 2013. Klasifikasi Tanah Gambut Topogen yang Dijadikan Sawah dan di Alihfungsikan Menjadi Pertanaman Kopi Arabika dan Hortikultura. Medan. Jurnal Online Agroekoteknologi, 1:
200-212.
41 Simatupang, D., Astiani. D, dan T. Widiastuti. 2018. Pengaruh Tinggi Muka Air Tanah Terhadap Beberapa Sifat Fisik dan Kimia Tanah Gambut di Desa Kuala Dua Kabupaten Kubu Raya. Pontianak. Jurnal Hutan Lestari, 6(4):
988–1008.
Soewandita, H. 2018. Kajian Pengelolaan Tata Air dan Produktivitas Sawit di Lahan Gambut (Studi Kasus : Lahan Gambut Perkebunan Sawit PT Jalin Vaneo di Kabupaten Kayong Utara, Provinsi Kalimantan Barat). Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, 19(1): 41–50.
Soil Survey Staff. 2010. Keys to Soil Taxonomy. Eleventh Edition. United States Departement of Agriculture. Natural Resources Conservation Services.
USDA. Washington D. C. 869 hal.
Subiksa, I.G.M. dan Wahyunto. 2011. Genesis Lahan Gambut di Indonesia. Hal 10. Dalam Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. 2011. Bogor. Balai Penelitian Tanah Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian.
Sufardi., Basri. H, Ali. S.A, dan Khairullah. 2013. Perubahan Sifat Fisika Tanah Akibat Konversi Lahan di Ekosistem Hutan Rawa Gambut Tripa Provinsi Aceh (Indonesia). Pekanbaru. Prosiding Seminar Nasional “Pelestarian Lingkungan & Mitigasi Bencana”.
Sufardi., Manfarizah, dan Khairullah. 2016. Pemanfaatan Lahan Gambut Untuk Perkebunan Kelapa Sawit di Areal Hutan Rawa Gambut Tripa Provinsi Aceh : Kendala dan Solusi. Jurnal Pertanian Tropik, 3(30): 267-277.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: PT Alfabet. 380 hal.
Sukarman. 2014. Pembentukan, Sebaran dan Kesesuaian Lahan Gambut Indonesia. Hal 3-4. Dalam Panduan Pengelolaan Berkelanjutan Lahan Gambut Terdegradasi. Bogor. 2014. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian.
Suratman., Widiatmaka, Pramudya. B, Yanuar. M, Purwanto. J, dan F. Agus.
2019. Variasi Karakteristik Biofisik Lahan Gambut dengan Beberapa Penggunaan Lahan, di Semenanjung Kampar, Provinsi Riau. Bogor. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian.
Jurnal Tanah dan Iklim, 43(2): 97-108.
Susanto, D., Manikasari. G.P, dan M. Putri. 2018. Buku Panduan Karakteristik Lahan Gambut. Jakarta. United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) dan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM).