• Tidak ada hasil yang ditemukan

Data diambil dari Liputan6.com ditulis oleh Akhbar Muhibar pada 17 November 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Data diambil dari Liputan6.com ditulis oleh Akhbar Muhibar pada 17 November 2016"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

169 BAB IV

PEMBAGIAN HARTA BERSAMA SETELAH PERCERAIAN YANG BELUM MELINDUNGI BAGI HAK PEREMPUAN A. Gambaran Masyarakat yang bercerai

Masyarakat yang bercerai dalam penelitian ini terfokus pada Pengadilan agama di tiga wilayah dengan tingkat angka perceraiannya tertinggi di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Data Badan Pengadilan Agama Mahkamah Agung, terdapat tiga provinsi yang menjadi propinsi dengan kasus percerainnya terbanyak yaitu Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.1 Di wilayah Jawa Barat, Kabupaten Indramayu menduduki tingkat angka perceraian tertinggi.

Kabupaten Cilacap merupakan angka perceraian tertinggi di Jawa Tengah sedangkan Kabupaten Malang merupakan kabupaten dengan angka tertinggi perceraiannya di Jawa Timur.

Kabupaten Indramayu merupakan Kabupaten yang berada di Propinsi Jawa Barat dengan ibukotanya Indramayu. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten Cirebon di tenggara, Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Sumedang di selatan serta Kabupaten Subang di barat. Mata pencaharian masyarakat Idramayu sebagai petani dan sebagian besar wilayah Indramayu merupakan lahan pertanian. Kabupaten Indramayu terdiri dari 33 kecamatan, jumlah penduduk 1,8 juta jiwa.

Kabupaten Cilacap merupakan Kabupaten yang berada di propinsi Jawa Tengah dengan luas wilayah sekitar 62% dari total wilayah Jawa Tengah. Ibukotanya adalah kota Cilacap. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Brebes dan Kabupaten Banyumas di utara, Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Kebumen di timur, Samudra Hindia di selatan serta Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, dan Kabupaten Pangandaran di sebelah Barat. Kabupaten Cilacap terdiri dari 24 Kecamatan, mata pencaharian pertanian, nelayan, buruh pabrik dan buruh migran.

1 Data diambil dari Liputan6.com ditulis oleh Akhbar Muhibar pada 17 November 2016

(2)

commit to user

170

Penyumbang devisa terbesar di Kabupaten Cilacap adalah buruh migran.

Kecenderungan buruh migran sekarang bukan lagi ke Negara Malaysia, Singapura atau Brunei Darussalam, akan tetapi ke beberapa negara asia timur seperti Korea Selatan, Hongkong dan Taiwan.2Angka perceraian di Kabupaten Cilacap terus mengalami peningkatan tiap tahunnya, data tahun 2015 menunjukkan terdapat 5950 perkara perceraian dengan cerai talak 1852 perkara dan cerai gugat 4098 perkara.

Kabupaten Malang merupakan wilayah terluas kedua di Jawa Timur setelah Kabupaten Banyuwangi dan merupakan Kabupaten terluas ketiga di Jawa setelah Kabupaten Banyuwangi dan Sukabumi. Ibukota Kabupaten Malang berada di Kepanjen. Penduduk Kabupaten Malang tahun 2015 terdapat 3.092.714 jiwa yang terbagi dalam 33 Kecamatan.

Mata pencaharian penduduknya rata-rata agrobisnis yang meliputi pertanian, perkebunan dan peternakan.3 Angka perceraian di Kabupaten Malang Tahun 2015 menduduki angka tertinggi kedua setelah Kabupaten Indramayu. Jumlah perkara perceraian yang diputus tahun 2015, cerai talak 2298 dan cerai gugat 4546 perkara. Rata-rata 600-700 kasus perceraian tiap bulannya.4 Meskipun upaya untuk mempersukar terjadinya perceraian sudah dilakukan, mediasi juga dilakukan namun realitanya di Wilayah Kabupaten Indramayu, Cilacap dan Malang tidak berdampak secara signifikan, hal tersebut terbukti dengan semakin meningkatnya angka perceraian.Sebagaimana di jelaskan dalam tabel:

2 Data diambil dari Kabupaten Cilacap dalam Angka Tahun 2016, bps.go.id.

3 Data diambil dari Kabupaten Malang dalam Angka tahun 2016, bps.go.id.

4 Wawancara dengan Bapak Bambang, Ketua Pengadilan Agama Kabupaten Malang Tanggal 30 Juni 2016.

(3)

commit to user

171 Tabel 4.1

Jumlah Perkara Perceraian Yang diputus Tiga Tahun Terakhir

NO Jenis Perkara Tempat Perkara Tahun Perkara 2014 2015 2016

1 Cerai Talak Pengadilan Agama

Indramayu

1983 2058 1479 ( jan- Agusts) Pengadilan Agama Cilacap 1848 1852 1520

(Jan-Nov) Pengadilan Agama Malang 2537 2298 1163 (Jan-

Juni)

2 Cerai Gugat Pengadilan Agama

Indramayu

5463 5372 3389 (Jan- Agst) Pengadilan Agama Cilacap 4035 4098 3380

(Jan-Nov) Pengadilan Agama Malang 4955 4546 2285

(Jan-Jun) 3 Harta Bersama Pengadilan Agama

Indramayu

4 8 5

Pengadilan Agama Cilacap 10 10 6 Pengadilan Agama Malang 8 2 4 Sumber Data: Pegadilan Agama Indramayu, Cilacap dan Malang

Jumlah cerai talak dan cerai gugat di tiga kabupaten terus meningkat di tiap tahunnya, membawa akibat yang harus ditanggung oleh suami dan istri dan anak hasil perkawinan mereka. Pasal 41 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menjelaskan akibat dari perceraian:

a. Baik bapak atau ibu tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan memberi keputusannya.

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memberi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.

Selain ketentuan mengenai penguasaan anak, perceraian juga membawa akibat hukum terhadap harta bersama sebagaimana diatur dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1975 yang memuat ketentuan bahwa “ Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur

(4)

commit to user

172

menurut hukumnya masing-masing.” Ketentuan mengenai pengasuhan anak dan pembagian harta bersama yang diatur dalam Undang-undang Perkawinan ini bertujuan agar setelah terjadinya perceraian hak-hak anak dan hak-hak mantan suami/istri terlindungi dengan baik karena itu semuanya merupakan bagian dari hak asasi manusia.

Akibat hukum perceraian terhadap kedudukan, hak dan kewajiban mantan suami/istri sebgaimana dijelaskan dalam pasal 41 huruf c Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974, “pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan, dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri. “ dalam hal ini, ketentuan tersebut selaras dengan hukum Islam. Ketentuan mengenai kedudukan, hak, kewajiban mantan istri yang diatur dalam hukum Islam diatur di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) khususnya pasal 149 yang menjelaskan bahwa suami wajib:

a. Memberikan mut’ah5 yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda kecuali bekas istri tersebut qobla aldukhul; Mut’ah (memberikan untuk menggembirakan hati) kepada bekas istri. Suami yang menjatuhkan talak kepada istrinya hendaklah memberikan mut’ah kepada bekas istrinya. Mut’ah itu boleh berupa pakaian, barang-barang atau uang sesuai dengan keadaan dan kedudukan suami. Firman Alloh (Qs. 2:241) yang menyatakan; untuk perempuan-perempuan yang ditalak berikanlah mu’ah itu, maka boleh diminta keputusan kepada hakim menetapkan kadarnya mengingat keadaan dan kedudukan suami.

b. Memberikan nafkah, mas kawin dan kiswah kepada bekas istri selama masa iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak bain atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil; Dalam Kompilasi Hukum Islam dijelaskan bahwa Talak adalah ikrar suami dihadapan sidang pengadilan agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan dengan cara dimaksud dalam pasal 129, 130 dan 131; Macam-macam talak, talak raj’i adalah talak kesatu atau ke dua, dimana suami berhak rujuk selama istri dalam masa iddah (pasal 118); Talak Ba’in Sughara adalah talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam masa iddah. (pasal 119 ayat (1)): Talak Ba’in Sguhra sebagaimanatersebut pada ayat (1) adalah: a. Talak yang terjadi qobla al dukhul; b. Talak dengan tebusan atau khuluk; c. Talak yang dijatuhkan oleh pengadilan agama (Pasal 119 ayat (2)); Talak Ba’in Kubraa adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak jenis

5 Sajuti Thalib, op.cit, hlm.147

(5)

commit to user

173

ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali, kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas istri menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba’da al dukhul dan habis masa iddahnya. (Pasal 120); Talak sunny adalah talak yang diperbolehkan yaitu talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci tersebut (Pasal 121); Talak bid’i adalah talak yang dilarang yaitu talak yang dijatuhkan pada waktu istri dalam keadaan haid atau istri dalam keadaan suci tapi sudah dicampuri pada waktu suci tersebut. (Pasal 122).

c. Melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya, dan separuh apabila qobla aldikhul;

d. Memberikan hadhanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun.

Ketentuan sebagaimana dijelaskan diatas terjadi apabila suami yang mengajukan gugatan cerai atau cerai talak, akan tetapi apabila seorang istri mengajukan gugat cerai maka bekas istri tidak dapat mendapatkan nafkah iddah, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 152 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Meskipun demikian, istri tetap mempunyai hak atas kepemilikan harta bersama sebagaimana dijelaskan dalam pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, “harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta benda bersama.” Selanjutnya pasal (2) menjelaskan, “ harta bawaan dari masing-masing suami istri dan harta benda yang diperoleh masing- masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing- masing sipenerima para pihak tidak menentukan lain.” Menurut bu Sri Wahyuningsih6 umumnya perempuan tidak memahami adanya ketentuan tersebut, meskipun Undang-Undang tentang Perkawinan sudah lebih dari 40 tahun, akan tetapi penggugat maupun tergugat perceraian banyak yang tidak mengetahui hak dan kewajiban pasca perceraian. Mereka paham setelah di persidangan, atau pada saat di dampingi pengacara.

Tujuan perkawinan menurut hukum perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sebagaimana dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Perkawinan

6 Wawancara dengan Sriwahyunungsih, Ketua WCC Dian Mutiara Malang, tanggal 30 Juli 2018

(6)

commit to user

174

adalah “ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga), yang bahagia, kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa.”7

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan diperuntukkan bagi warga negara Indonesia untuk menjadi keluarga yang tenteram dan bahagia, yang bertujuan untuk mengubah tatanan aturan yang telah ada dengan aturan yang baru yang menjamin cita-cita luhur dari perkawinan. Untuk mewujudkan hal tersebut, terdapat 6 asas atau prinsip dalam perkawinan, yaitu:

a) asas sukarela, antar suami istri harus saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material;

b) asas partisipasi keluarga dan dicatat, partisipasi orang tua diperlukan terutama dalam pemberian izin sebagai perwujudan pemeliharaan garis keturunan keluarga. Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut agama dan kepercayaannya masing-masing juga harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku;

c) asas monogami, apabila yang bersangkutan menghendaki karena hukum dan agama yang bersangkutan mengizinkan, maka seorang suami dapat beristri lebih dari satu (poligami). Apabila pegawai negeri sipil berpoligami, diatur dalam PP. Nomor 10 Tahun 1983;

d) asas perceraian dipersulit, tujuan dari perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan sejahtera, maka mempersulit terjadinya perceraian dikedepankan. Perceraian merupakan perbuatan hal yang dibenci Alloh;

e) asas kematangan calon mempelai, seorang suami dan istri yang menikah harus sudah matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan agar tujuan perkawinan dapat dilaksanakan dengan baik;

f) asas memperbaiki derajat kaum wanita, hak dan kewajiban suami dan istri dalam perkawinan seimbang.

Namun, di dalam perjalanan kehidupan, tidak semua perkawinan dapat dijalankan sesuai dengan tujuan diatas. Terdapat beberapa alasan yang membuat perkawinan tidak dapat dilanjutkan karena ketidakcocokan, hak dan kewajiban suami istri tidak dapat dilaksanakan, ekonomi,

7 Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perkawinan Islam Perspektif Fikih dan Hukum Positif, UII Press, Yogyakarta, 2011

(7)

commit to user

175

perselingkungan dan sebagainya sehingga berujung pada perceraian.

Perceraian adalah putusnya ikatan lahir batin antara suami dan istri yang mengakibatkan berakhirnya hubungan keluarga (rumah tangga) antara suami dan istri tersebut.

Perceraian menurut hukum Islam telah dipositifkan dalam Pasal 38 dan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang telah dijabarkan dalam PP Nomor 9 Tahun 1975 yang mencakup:

a) Cerai talak yaitu perceraian yang diajukan permohonan cerainya oleh dan atas inisiatif suami kepada pengadilan agama, yang dianggap terjadi dan berlakubeserta segala akibat hukumnya sejak saat perceraian itu dinyatakan(diikrarkan) di depan sidang Pengadilan Agama.8

b) Cerai gugat yaitu perceraian yang diajukan gugatan cerainya oleh dan atas inisiatif istri kepada pengadilan agama, yang dianggap terjadi dan berlaku beserta segala akibat hukumnya sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. 9

Secara esensial, tujuan perkawinan sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, mempersulit adanya perceraian karena dengan perceraian akan berakibat gagalnya ihtiar untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal, karena dengan putusnya ikatan lahir batin antara suami istri dalam realitanya di masyarakat putus pula ikatan silaturahmi antara mantan suami dan istri serta keluarganya. Belum lagi apabila terjadi konflik pasca perceraian berupa perebutan harta bersama, hak asuh anakyang dilahirkan dalam perkawinan. Menurut Abdul Kadir Muhammad10 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada dasarnya mempersukar terjadinya perceraian dengan alasan:

a) Perkawinan tujuannya suci dan mulia, sedangkan perceraian adalah perbuatan yang dibenci oleh Tuhan;

b) Untuk membatasi kesewenang-wenangan suami terhada istri

8 Pasal 14-18 PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

9 Pasal 20-36 PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

10 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm.109.

(8)

commit to user

176

c) Untuk meningkatkan derajat dan martabat istri (wanita) sehingga setara dengan derajat dan martabat suami.

Asas mempersukar proses hukum perceraian juga termuat di dalam pasal 39 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang memuat ketentuan “untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.”

Ketentuan pasal ini dijabarkan lebih lanjut dalam pasal 19 PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Perkawinan, perceraian dapat terjadi karena alasan- alasan:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya;

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan orang lain;

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri

f. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Yang di maksud dengan harta bersama adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan karena pekerjaan suami atau istri. Ini berarti harta bersama adalah harta benda yang diperoleh selama jangka waktu antara saat perkawinan sampai perkawinan itu putus, baik karena kematian ataupun perceraian. Sedangkan harta bawaan adalah harta dari masing- masing suami istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing suami istri dari hadiah ataupun warisan yang berada dibawah penguasaan masing-masing selama suami istri tidak menentukan lain. Suami istri dapat bertindak terhadap harta bersama atas persetujuan kedua belah pihak.

Ketidaktahuan perempuan tentang hak pasca perceraian tersebut mengakibatkan mereka banyak yang mengambil keputusan final untuk bercerai yang mendapatkan hak asuh anak tanpa menuntut lebih

(9)

commit to user

177

Dalam penelitian ini, ditemukan tiga pilihan tindakan berkaitan dengan penyelesaian harta bersama yang terjadi di masyarakat:

1) Istri tidak mengetahui terdapat akibat hukum termasuk harta bersama setelah terjadinya perceraian

Setelah terjadinya perceraian, terdapat beberapa hak yang harus diselesaikan oleh kedua belah pihak, diantaranya tentang penyelesaian harta bersama. Akan tetapi, di dalam realitanya tidak semua mantan suami istri mengetahui bahwa terdapat akibat hukum setelah terjadinya perceraian, sebagaimana di jelaskan oleh Tuti bahwa tuntutan yang diinginkan segera berpisah dengan suami karena sudah tidak betah (tahan) lagi hidup bersama suaminya, sebagaimana dijelaskan oleh Tuti11 saya menikah selama 16 tahun, suami saya suka minum, penjudi dan berperilaku kasar, saya bertahan demi anak-anak.

Tetapi lama kelamaan saya ndak kuat, anak-anak saya juga menyerahkan keputusan yang terbaik untuk saya, akhirnya saya mengajukan gugatan cerai tanpa bantuan pengacara, meskipun suami saya meminta bantuan pengacara. Mengenai harta bersama saya ndak paham, yang jelas harta warisan saya juga sebagian habis dibuat berjudi oleh suami saya, biarkan aja, yang penting saya segera bercerai dengan cepat.

Apa yang dijelaskan oleh informan pertama dikuatkan lagi oleh Poni12 ia berangkat ke luar negeri untuk membantu mencari tambahan nafkah keluarga, uang hasil bekerja dikirimkan ke suaminya untuk menambah biaya hidup suami dan anaknya di rumah, begitu suami terkena godaan perempuan lain. Setelah pulang ke Indonesia, Poni hanya mengharapkan bercerai karena merasa sudah dihianati suaminya.

11 Wawancara dengan Tuti di Pengadilan Agama Malang, Tanggal 01 Agustus 2016

12 Wawancara dengan Poni di Desa Danasri Nusa Wungu Cilacap, Tanggal 23 Agustus 2016

(10)

commit to user

178

Sebagaimana dialami informan satu dan dua, juga sama sebagaimana dijelaskan oleh Sami13 menjelaskan sebelum menikah, sudah menjadi TKW, ada tabungan yang kemudian digunakan untuk membenahi rumah suami, akan tetapi begitu menjadi TKW untuk membantu kebutuhan rumah tangga dan masa depan anak, ternyata suami selingkuh dan menikah dengan tetangga, makanya lebih baik bercerai dan kembali ke rumah ibuk. Saya telah mendaftarkan diri lagi untuk berangkat ke Taiwan dan anak dititipkan saudara agar dapat sekolah dengan baik. Mengenai harta bersama, saya ndak paham yang penting saya cepat cerai.

Menurut Rosmiati14Bahwa tidak semua istri/suami yang mengajukan gugat cerai atau karena cerai talak umumnya mereka yang berkonflik hanya menginginkan segera selesai urusan perceraiannya. Sebagaimana yang terjadi banyaknya kasus gugat cerai yang dilakukan oleh para mantan TKW Hongkong, Taiwan, Korea, menurut mereka yang penting cerai, untuk harta bersama mereka tidak ambil pusing karena mereka dapat mencari uang lagi dengan menjadi TKW.

2) Istri mengetahui terdapat akibat hukum termasuk harta bersama tetapi tidak memperjuangkan hak-hak mereka

Seorang istri apabila telah diceraikan oleh suaminya, istri mendapatkan beberapa hak-hak diantaranya hak mut’ah dan pembagian harta bersama. Akan tetapi karena sudah sakit hati, istri ndak tidak mau ribet (berbelit-belit) yang penting segera berpisah dan menata hidupnya kembali lebih baik, sebagaimana di jelaskan oleh Wina15 saya menikah dengan suami sudah 7 tahun dan tidak dikaruniai seorang anak. Kami sering bertengkar, pada akhirnya suami menceraikan saya. Rumah, mobil dan harta benda lainnya dikuasai

13 Wawancara dengan Sami di Desa Pringgacala Karangasem Indramayu, Tanggal 30 September 2016

14 Wawancara dengan Rosmi, Hakim di Pengadilan Agama Indramayu Tanggal 28 September 2016

15 Wawancara dengan Wina warga Desa Talangsuko Kecamatan Turen Kabupaten Malang Tanggal 03 Agustus 2016

(11)

commit to user

179

suami saya. Akan tetapi saya males berkonflik lagi, biarkan saja saya tidak dapat apa-apa, rejeki ada yang mengatur.

Kepasrahan seperti diatas, dilakukan juga oleh Dami16 4 tahun menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke Arab Saudi sesampainya di rumah, suami saya menikah kembali dengan wanita lain dan sekarang mereka pergi ke luar Jawa, anak saya hidup bersama neneknya.

Karena 4 tahun tidak ada kabar, akhirnya Darmi mengajukan gugatan cerai secara verstek. Harta bersama yang menjadi haknya serta hasil jerih payahnya selama dia menjadi TKW ataupun harta lainnya, dihabiskan suaminya. Hanya tersisa rumah tempat tinggal anak dan ibuknya saja.

Begitu juga yang dialami oleh Tiya17 harapan saya untuk menyelesaikan masalah pembagian harta bersama dengan damai tidak terwujud, kami menikah selama lima belas tahun tahun, dikarunia anak, akan tetapi kebanyakan aset di tangan suami dan atas nama suami, sehingga saya hanya di beri beberapa aset yang sebenarnya tidak imbang dengan usaha yang telah saya lakukan, peran kepala desa sangat membantu suami saya dan nanti kalau saya bawa ke pengadilan nanti malah butuh waktu, biaya dan tenaga yang lama apalagi suami saya dibantu oleh pengacara.

Menurut Andi18 agar kasus perceraian dan harta bersama dapat terselesaikan dengan baik, sebaiknya kasus ini diajukan sendiri- sendiri, setelah proses perceraian diputuskan, maka gugatan harta bersama dapat diajukan, akan tetapi realitanya di Kabupaten Indramayu kesadaran masyarakat untuk memperjuangkan harta bersama pasca perceraian sangat sedikit dibanding jumlah perceraian yang terus meningkat tiap tahunnya, hal ini disebabkan bermacam- macam sebab diantaranya pasangan yang akan bercerai waktu

16 Wawancara dengan Dami warga Desa Pringgacala Kecamatan Karangampel Kabupaten Indramayu Tanggal 28 September 2016

17 Wawancara dengan Tiya warga Desa Danasri Kecamatan Nusawungu Kabupaten Cilacap Tanggal 23 Agustus 2016

18 Wawancara dengan Andi, Hakim Pengadilan Agama Indramayu, Tanggal 28 September 2016

(12)

commit to user

180

pernikahannya sangat singkat sehingga tidak mempunyai harta bersama, suami istri mempunyai harta bersama tapi ndak mempermasalahnya harta bersamanya karena diserahkan anak, harta bersama diselesaikan secara kekeluargaan dan sebagainya.

3) Istri mengetahui terhadap hak-hak yang harus diperoleh setelah perkawinan dan memperjuangkannya

Apabila suami istri sudah tidak ada kata sepakat untuk melanjutkan perkawinannya maka perceraian ini membawa beberapa akibat yang harus disepakati oleh kedua belah pihak. Diantaranya harta bersama. Mekanisme penyelesaian harta bersama di dalam realitanya bermacam-macam, diantaranya karena suami istri merasa mempunyai kontribusi yang sama saat perkawinan maka mereka merasa berhak untuk memperjuangkan hak-hak mereka, penyelesaiannya dapat dilakukan di pengadilan maupun di luar pengadilan. Apabila sudah ada kata sepakat pembagian harta bersama, maka penyelesaian harta bersama berakhir ditingkat perundingan di luar pengadilan. Akan tetapi apabila tidak ada kata sepakat, maka proses penyelesaiannya dapat dilakukan di pengadilan.

Terdapat beberapa cara dalam menyelesaikan perkara di pengadilan, harta bersama diajukan bersama-sama dengan perceraian, harta bersama muncul saat rekovensi atau harta bersama diajukan tersendiri setelah perceraian diputuskan di pengadilan agama. Menurut Diyah19 pengajuan harta bersama setelah putusan perceraian pada umumnya harta bersamanya dalam jumlah banyak karena penikahan dalam waktu yang sudah lama dan sengketa sudah memuncak tidak dapat lagi diselesaikan dengan jalan kekeluargaan dan saat rekonpensi. Rata-rata suami/istri yang mengajukan harta bersama didampingi oleh pengacara karena seringkali suami/istri yang permohonan tidak memahami dan hanya mencatat yang dia tau saja

19 Wawancara dengan Diyah, Hakim Pengadilan Agama Cilacap Tanggal 23 Agustus 2016

(13)

commit to user

181

apabila pengacara tidak mendampingi dan menguraikan hak-hak apasaja yang dapat mereka perjuangkan.

Sebagaimana di lakukan oleh Adhim20, berpuluh puluh tahun dia menikah dengan suaminya dari anaknya kecil hingga SMA, Adhim pergi ke luar negeri (Arab Saudi) untuk menambah penghasilan suaminya di rumah, akan tetapi realitanya modal yang dikirimkan untuk suami untuk berdagang selalu habis tidak tersisa bahkan seringkali menanggung banyak hutang karena gaya hidup suaminya yang selalu berpenampilan menarik dan makan yang enak.

Adhim lama kelamaan tidak tahan, akhirnya dia mengajukan cerai, dalam proses bercerai, Adhim membuat rumah, mantan suaminya menuntut Adhim untuk membagi rumah tersebut karena suaminya menganggap itu bagian dari hak suaminya juga. Proses berlanjut sampai pada tingkat desa, akan tetapi Adhim kekeh mempertahankan pendapatnya bahwa uang membangun rumah tersebut adalah hasil jerih payahnya selama dia menjadi TKW setelah suaminya menikah lagi dengan orang lain. Dengan bukti bukti seperti buku tabungan, sertifikat tanah atas nama Adhim beserta saksi dari pihak Adhim, akhirnya kepala desa beserta perangkatnya mengakui bahwa itu memang benar hak sepenuhnya dari Adhim. Meskipun mantan suami bersama pengacaranya, akan tetapi Adhim tetep kekeh dengan argumen dan bukti buktinya sehingga pihak suami dan pengacaranya mengalah karena memang tidak mempunyai cukup alat bukti.

Begitu juga yang diperjuangkan oleh Dria21 meskipun perkawinannya hanya bertahan lima tahun, tapi dia merasa mempunyai hak untuk memperjuangkan hak-haknya dari hasil kesepakatan dengan suami saat mediasi, Indri mendapatkan sepeda motor, almari, kipas angin dan blender. Sedangkan hak asuh anak

20 Wawancara dengan Adhim, warga Desa Danasri Kecamatan Nusawungu Kabupaten Cilacap Tanggal 23 Agustus 2016

21 Wawancara dengan Dria di Pengadilan Agama Kabupaten Malang Tanggal 02 Agustus 2016

(14)

commit to user

182

jatuh di tangan suaminya, Arie, dengan kesepakatan ayahnya (Arie) selalu memberikan informasi apapun terkait dengan kondisi dan keadaan anak.

Beberapa pilihan tindakan diatas menunjukkan bahwa pada kenyataannya tidak semua mantan istri mengetahui hak-hak yang akan dia peroleh setelah terjadinya perceraian, ada yang mengerti akan tetapi mereka tidak mau memperjuangkannya, ada yang memperjuangkan tetapi banyak terjadi pertentangan dan penipuan karena budaya masyarakat kita yang masih menganggap perempuan yang memperjuangkan hak-haknya tersebut tidak penting dan kalau bisa dikalahkan dengan berbagai macam cara yang merugikan pihak perempuan. Sebagaimana di jelaskan oleh Atun22 pada umumnya perempuan Cilacap yang bercerai pasca menjadi Tenaga Kerja Wanita berpendidikan rendah begitu bercerai mereka dikalahkan dengan laki laki sebagai mantan suaminya karena suami telah bekerja sama dengan pengacara dan perangkat desa setempat sehingga perempuan yang bercerai tidak mempunyai bergaining position hanya menerima arahan dari perangkat desa setempat dan tanpa berpikir panjang untuk menyetujuinya karena tidak mempunyai teman yang paham untuk sharing dan membelanya.

B. Hal-hal yang Menjadi Penyebab Harta Bersama Belum melindungi Bagi Hak Perempuan

Dari hasil pengkajian melalui observasi dan wawancara hal-hal yang menjadikan pembagian harta bersama belum memberikan perlindungan bagi hak perempuan dapat disebabkan dari beberapa unsur di bawah ini:

1. Substansi Hukum

Ketentuan mengenai kedudukan perempuan dalam perkawinan dalam KUH perdata yang menganggap perempuan (istri) tidak dapat (tidak cakap) melakukan perbuatan hukum tidak berlaku lagi, hal ini

22 Wawancara dengan Habibah, Anggota Lembaga Citra (Cilacap Tanpa Kekerasan), tanggal 21 Agustus 2016

(15)

commit to user

183

karena tuntutan gerakan emansipasi (gender) yang menempatkan perempuan (termasuk istri) dapat melakukan aktifitas bekerja dan kegiatan sosial. Ketentuan Pasal 108 KUH Perdata tentang kewenangan istri dalam melakukan perbuatan hukum harus dibantu oleh suaminya dinyatakan tidak berlaku lagi setelah dikeluarkan SEMA Nomor 3 Tahun 1963, kemudian di dalam hukum perkawinan juga mengalami perombakan bahwa di dalam ikatan perkawinan status perempuan dalam perkawinan tidak menghapus kedudukan istri dalam melakukan perbuatan hukum dan dapat melakukan pengurusan terhadap harta pribadi maupun harta kekayaan.

Ketentuan mengenai hukum perkawinan dan ruang lingkupnya di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam Pasal 31 menyatakan:

1) Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat

2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum 3) Suami adalah kepala rumah tangga dan istri ibu rumah tangga

Dari ketentuan pasal 31 ayat 1 dan 2 menunjukkan kedudukan yang sama dan sederajat antara suami dan istri dalam rumah tangga, istri tidak lagi berada di bawah kekuasaan suami seperti dalam KUHPerdata. Suami istri mempunyai kedudukan yang sama dalam rumah tangga dan dalam pergaulan di masyarakat. Masing-masing dapat melakukan perbuatan hukum. Akan tetapi dicantumkannya ketentuan ayat 3 yang menyatakan suami adalah kepala rumah tangga dan istri adalah ibu rumah tangga menjadikan polemik yang sampai sekarang belum terpecahkan.

Terdapat dua pandangan berkaitan dengan ketentuan pasal tersebut. Pertama, ketentuan yang ada di pasal 31 ayat 3 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang menyatakan suami sebagai kepala keluarga, istri ibu rumah tangga. Pembedaan

(16)

commit to user

184

dalam ketentuan ayat tersebut bukan berarti kedudukan istri berbeda di hadapan suami namun sekedar pada pembagian peran saja dalam pengurusan rumah tangga yang bersangkutan. Suami berkewajiban mencari nafkah kepada istri dan anak-anaknya sehingga suami dituntut untuk bekerja. Sedangkan istri sebagai ibu rumah tangga berkewajiban mengasuh, membesarkan dan mendidik anak termasuk tugas kepengurusan rumah tangga lainnya. Pembagian kedua peran tersebut tidak ketat dalam artian istri masih diperbolehkan melakukan kegiatan dan aktifitas di luar rumah. Jadi ketentuan ini tidak diterapkan secara rigid (kaku)23 dalam artian suami tidak boleh bertindak main kuasa dan melarang istri bekerja sementara kebutuhan nafkah istri dan anak-anaknya tidak dapat dicukupi oleh suaminya.

Menurut Habibah24 seringkali karena tidak memahami pola relasi suami inilah yang mengakibatkan adanya subordinasi, karena suami pencari nafkah utama, atau karena sebagai kepala rumah tangga, dia dengan seenaknya memperlakukan dan melarang istri untuk tidak bekerja. Kalaupun mencukupi dan istri menerima tidak ada apa-apa, sudah tidak dapat mencukupi kebutuhan, melarang lagi.

Pendapat kedua, ketentuan pasal 31 ayat 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dalam ketentuan ini menempatkan istri dalam posisi subordinat terhadap suami. Meskipun mendapat pengakuan legal capacity, akan tetapi dilain pihak terdapat pengukuhan peranan berdasarkan jenis kelamin (sex roles) dan pelabelan (stereotype) terhadap perempuan dan laki-laki dengan membagi secara kaku bahwa peran perempuan di sektor domestik dan laki-laki di sektor publik.25 Disamping itu, pengakuan peran merugikan kedua belah pihak baik istri maupun suami. Karena apabila suami sakit dan tidak dapat mencari nafkah, bagaimana istri mereka

23 Andy Hartanto, Hukum Harta Kekayaan Perkawinan, LaksBang Pressindo, Yogyakarta, 2017, hlm.27

24 Wawancara dengan Habibah Anggota Lembaga Citra Cilacap, wawancara tanggal 21 Agustus 2016

25 Agnes Widanti, Hukum Berkeadilan Jender, Kompas, Jakarta, 2005, hlm.129

(17)

commit to user

185

kalau tetap menuntut suami untuk memberi nafkah.26 Ketentuan inilah yang dipengaruhi oleh sosial budaya masyarakat kita yang terjadi karena budaya patriarkhi, penafsiran ajaran agama yang salah.

Oleh karena itu diperlukan pemahaman dan kesadaran bersama untuk memrekonstruksi budaya yang merugikan salah satu pihak ini.27

Pasal 35, 36 dan 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjelaskan tentang harta benda dalam perkawinan. Di dalam perkawinan harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Sedangkan harta bawaan masing- masing suami istri tetap berada di bawah pengawasan masing-masing.

Dalam pengelolaan harta bersama, transaksi apapun harus mendapatkan persetujuan kedua belah pihak dan apabila terjadi perceraian, penyelesaian harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Dalam penjelasan pasal ini menyebutkan, “Yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing ialah hukum agama, hukum adat dan hukum-hukum lainnya.” Apabila merujuk pada ketentuan pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan penjelasan pasalnya, seakan-akan pembagian harta bersama tidak ada acuan bakunya karena Undang-Undang Perkawinan tidak mengatur hal tersebut secara mendetail jumlah porsi jika terjadi perceraian antara mantan suami dan istri.

Penyelesaian harta bersama bagi penganut agama Islam diatur di dalam Kompilasi Hukum Islam bab XIII yang termuat di dalam Pasal 85 sampai pasal 97. Kompilasi Hukum Islam menegaskan isyarat yang ada di dalam al Qur’an surat an Nisa ayat 32. Pasal 85-87 menjelaskan yang intinya dalam perkawinan tidak menutup kemungkinan adanya hak milik masing-masing suami istri. Harta istri tetap harta istri dan dapat dikuasai sepenuhnya begitu juga sebaliknya termasuk harta

26 Ibid.,hlm.19

27 Wawancara dengan Niingsih, Ketua WCC Dian Mutiara, Malang, wawancara tanggal 30 Juli 2018

(18)

commit to user

186

bawaan yang di dapat dari hadiah atau warisan. Sepanjang pihak lain tidak menentukan dalam perjanjian perkawinan.

Ketentuan yang ada di dalam Pasal 87 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan harta bawaan dari masing-masing suami istri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Ketentuan tentang perjanjian perkawinan selama ini dianggap “tidak etis’ di masyarakat. Hal ini terjadi karena masyarakat belum memahami manfaat dari adanya perjanjian perkawinan. Sebagaimana di jelaskan oleh 28 Ipul, perjanjian perkawinan dilakukan oleh orang yang sama- sama mempunyai pendidikan tinggi, tidak sembarang orang di Kabupaten Malang melakukan perjanjian perkawinan karena dianggap

”ora umume” (tidak biasa).

Dalam realitanya tidak dibuatnya perjanjian perkawinan akan memicu konflik antara suami istri. Dengan tidak dibuatnya perjanjin perkawinan terjadi pembauran semua harta suami istri. Kemudian semua harta suami dan istri dianggap sebagai harga bersama. Hal ini akan menimbulkan masalah apabila porsi pembagian masing-masing harta tidak berimbang sebagaimana yang dialami oleh beberapa informan yang ada di Kabupaten Malang, Indramayu dan Cilacap.

Perjanjian perkawinan dibuat untuk kepentingan perlindungan hukum bagi harta suami istri meskipun di dalam peraturan perundang- undangan tidak mengatur tujuan perjanjian perkawinan dan apa yang dapat diperjanjikan segalanya diserahkan kepada kedua belah pihak.29

Konflik pemisahan antara harta bawaan dan harta bersama ini tidak akan terjadi apabila mereka melakukan perjanjian perkawinan.

Pasal 139 KUHPerdata menjelaskan bagi calon suami istri yang ingin

28 Ipul, pengacara praktek di Kabupaten Malang, wawancara tanggal 01 Agustus 2016

29 Zulfiani, Perlindungan Hukum Terhadap Penguasaan Harta Bawaan dan Harta Bersama Setelah Perceraian Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Berbasis Keadilan, Jurnal Pembaharuan Hukum, Volume II Nomor 2, Mei-Agustus. hlm. 361

(19)

commit to user

187

menghindarkan terjadinya percampuran harta benda secara bulat dalam perkawinan, maka undang-undang menyediakan sarana yaitu dengan membuat suatu perjanjian khusus yaitu perjanjian perkawinan.

Perjanjian Perkawinan adalah suatu perjanjian mengenai harta atau mengenai pengurusan atas harta benda perkawinan. Pasal 29 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 ayat (1) pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawina, setelah mana isinya berlku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut; ayat (2) perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, gma dan kesusilaan; ayat (3) perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan; ayat (4) selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat diubah, kecuali apabila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.

Menurut ketentuan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut. Ketentuan ini menjelaskan bahwa perjanjian perkawinan hanya dapat dibuat sebelum atau pada waktu perkawinan dilangsungkan. Dalam perkembangannya ketentuan tersebut dianggap menyalahi hak asasi manusia dan membatasi waktu pembuatan perjanjian perkawinan karena hanya dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan.

Menurut KUHPerdata, perlindungan hukum terhadap harta dalam perkawinan diberikan kebebasan dalam menentukan isi perjanjian kawin untuk membuat penyimpangan dari peraturan

(20)

commit to user

188

KUHPerdata tentang persatuan harta kekayaan tetapi pembatasannya diantaranya:

1. Perjanjian kawin tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. (Pasal 139 KUHPerdata).

2. Di dalam perjanjian juga tidak boleh membuat janji yang menyimpang dari: a) hak-hak yang timbul dari kekuasaan suami, misalnya untuk menentukan tempat kediaman atau hak suami untuk mengurus persatuan harta perkawinan. b)hak-hak yang timbul dari kekuasaan orang tua misalnya hak untuk mengurus kekayaan anak-anak atau pendidikan anak. c) hak yang ditentukan undang-undang bagi suami istri yang hidup terlama. Misalnya menjadi wali atau menunjuk wali. (pasal 140 KUHPerdata)

3. Tidak dibuat janji yang mengandung pelepasan hak atas harta peninggalan orang-orang yang menurunkannya. (Pasal 141 KUHPerdata)

4. Tidak boleh mereka menjanjikan satu pihak harus membayar sebagian hutang yang lebih besar daripada bagiannya dalam laba persatuan. (Pasal 142 KUHPerdata)

5. Tidak boleh dibuat janji bahwa perkawinan mereka akan diatur oleh hukum asing. (pasal 143 KUHPerdata).30

Berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU- XIII/2015 menjelaskan bahwa perjanjian perkawinan merupakan suatu kebutuhan bagi setiap pasangan suami istri, sehingga oleh karenanya tidak perlu dibatasi masa pembuatannya hanya pada saat sebelum atau pada waktu perkawinan dilangsungkan, akan tetapi tetap harus terbuka selama perkawinan berlangsung. Pembatasan tersebut dinilai melanggar kebebasan dan hak konstitusional pasangan suami istri.

Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut terdapat beberapa ketentuan normatif, pertama, perjanjian perkawinan dibuat kapan saja tidak hanya pada saat atau sebelum perkawinan dilangsungkan, akan tetapi dapat dibuat selama perkawinan berlangsung. Hal ini untuk memenuhi tuntutan kebutuhan pembuatan perjanjian perkawinan, jika hal tersebut diarasa atau dipandang perlu dibuat oleh pasangan suami istri. Dengan demikian, pasaangan suami istri dapat membuat perjanjian perkawinan setiap saat jika kebutuhan diperlukan.

30 Ibid., hlm.361

(21)

commit to user

189

Perjanjian perkawinan juga dapat dirubah kapan saja dengan catatan perubahan tersebut dikehendaki oleh kedua belah pihak dan tidak menimbulkan kerugian kepada pihak ketiga. Suatu perjanjian perkawinan juga dapat dicabut atas persetujuan kedua belah pihak asal pencabutan itu tidak merugikan pihak ketiga.

Kedua, pembuatan perjanjian perkawinan harus disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris. Ketentuan tersebut berdasarkan norma hukum yang ada di KUH Perdata yang menyatakan perjanjiankawin harus dibuat dengan akta notaris. Namun dalam putusan Mahkamah Konstitusi tersebut tidak ada kewajiban untuk mendaftarkan perjanjian perkawinan dalam register umum di kantor kepaniteraan pengadilan (Negeri/Agama). Pendaftaran perjanjian perkawinan pada buku register umum adalah untuk memenuhi asas publisitas agar dapat diketahui oleh pihak ketiga.

Menurut KUHPerdata, jika suatu perjanjian tidak didaftarkan pada register umum kepaniteraan pengadilan maka perjanjian kawin tersebut tidak mengikat pihak ketiga atau pihak ketiga dapat menganggap tidak ada atau tidak dibuat perjanjian kawin antara suami istri tersebut.

Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum yang intinya menyatakan bahwa pembuatan suatu perjanjin perkawinan merupakan suatu kebutuhan pasangan suami istri baik sebelum atau pada saat melangsungkan perkawinan dan bahkan selama dalam perkawinan kadangkala pasangan suami istri memandang perlu dibuat suatu perjanjian perkawinan. Mahkamah Konstitusi menganggap ketentuan mengenai Pasal 29 Undang-Undang Perkawinan pada kenyataannya tidak diketahui oleh semua pasangan suami istri, sehingga akibat mereka tidak membuat perjanjian perkawinan pada saat berlangsungnya perkawinan atau sebelumnya.31 Oleh karena itu di era sekarang, perjanjian dianggap sebagai suatu kebutuhan bagi

31 Andy Hartanto, op.cit., hlm.72

(22)

commit to user

190

setiap pasangan suami istri sehingga oleh karenanya tidak perlu dibatasi masa pembuatannya hanya pada saat sebelum atau pada saat perkawinan dilangsungkan akan tetapitetap harus terbuka selama perkawinan berlangsung. Pembatasan tersebut diilai melanggar kebebasan dan hak konstitusional pasangan suami istri.

Perjanjian perkawinan dilakukan untuk membuktikan bahwa hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang baik dalam pergaulan di rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat sehingga dengan demikian segala sesuatu harus di musyawarahkan dan diputuskan bersama suami istri. Kesepakatan dan perjanjian tersebut harus dilakukan secara musyawarah antara keduanya. Kedua belah pihak melakukan perjanjian harus atas persetujuan bersama untuk mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris. Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan apabila melanggar bats-batas hukum, agama, dan kesusilaan serta syarat sahnya perjanjian.

Perjanjian perkawinan lazimnya berupa perolehan harta kekayaan terpisah, masing-masing pihak memperoleh apa yang diperoleh atau didapat selama perkawinan itu termasuk keuntungan dan kerugian. Perjanjian perkawinan berlaku sebagai Undang-Undang bagi yang membuatnya juga berlaku bagi pihak ketiga yang memiliki kepentingan terhadapnya. Alasan dibuatnya perjanjian perkawinan adalah adanya kealpaan atau ketidaktahuan bahwa dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 terdapat ketentuan yang mengatur mengenai perjanjian perkawinan sebelum perkawinan dilakukan.

Tujuan dibuatnya perjanjian perkawinan adalah:

1. Memisahkan harta kekayaan antara pihak suami dengan pihak istri sehingga harta kekayaan mereka tidak bercampur. Oleh karena itu, jika suatu saat mereka bercerai, harta masing-masing pihak terlindungi, tidak ada perebutan harta kekayaan bersama atau gono gini

(23)

commit to user

191

2. Atas hutang masing-masing pihakpun yang mereka buat dalam perkawinan mereka, masing-masing akan bertanggung jawab sendiri-sendiri

3. Jika salah satu pihak ingin menjual harta kekayaan mereka tidak perlu meminta ijin dari pasangannya (suami/istri)

4. Begitu juga dengan fasilitas kredit yang mereka ajukan, tidak lagi harus meminta ijin terlebih dahulu dari pasangan hidupnya (suami/istri) dalam hal menjaminkan aset yang terdaftar atas nama salah satu dari mereka.32

Perjanjian berlaku antara suami istri mulai sejak perkawinan dilangsungkan. Isi perjanjian tergantung kesepakatan pihak-pihak calon suami istri asalkan tidak bertentangan dengan Undang-Undang, agama dan kepatutan atau kesusilaan. Adapun bentuk dan isi perjanjian perkawinan diserahkan kepada kedua belah pihak diberikan kebebasan dan kemerdekann seluas-luasnya sesuai dengan asas hukum “Kebebasan berkontrak”.

2. Struktur Hukum

Hakim sebagai aparat penegak hukum di dalam memutuskan suatu perkara perceraian terlebih dahulu mempunyai kewajiban untuk menasehati suami istri yang mau bercerai (penggugat dan tergugat).

Menurut Socrates terdapat 4 kode etik hakim yaitu to hear corteously (mendengar dengan sopan dan beradab); to answer wisely (menjawab dengan arif dan bijaksana); to consider soberly (mempertimbangkan tanpa pengaruh apapun); dan to decide impartially (memutus tidak berat sebelah). Sebagai perwujudan dari sikap atas sifat diatas, maka sebagai penegak hukum hakim memiliki etika kepribadian sebagai berikut:

a. Percaya dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. Menjunjung tinggi citra, wibawa, dan martabat hakim;

c. Kelakuan baik dan tidak tercela;

d. Menjadi teladan bagi masyarakat;

e. Menjauhkan diri dari perbuatan asusila dan kelakuan yang dicela oleh masyarakat;

f. Tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat hakim;

32 Ibid., hal.74-75

(24)

commit to user

192

g. Bersikap jujur, adil, penuh rasa tanggung jawab;

h. Berkepribadian sabar, bijaksana dan berilmu;

i. Dapat dipercara;

j. Berpandangan luas.

Kode etik diatas harus diimplementasikan hakim dalam menjalankan tugasnya. Secara umum, yang harus dilakukan hakim terhadap pihak pencari keadilan dalam persidangan adalah bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang ditentukan dalam hukum acara perdata; tidak dibenarkan bersikap menunjukkan memihakdan simpati atau antipati terhadap pihak-pihak yang berperkara; harus bersikap sopan, tegas, bijaksana dalam memimpin sidang, baik ucapan maupun perbuatan; dan harus menjaga kewibawaan dan kekhidmatan persidangan.

Penyelesaian harta bersama di pengadilan membutuhkan kejelian dri hakim, hakim harus memilah-milah mana yang termuk harta bersama dan man yang bukan dengan tetap mengacu pada aturan bahwa harta bersama adalah harta yang diperoleh pada saat perkawinan berlangsung. Setelah dilakukan penyortiran melalui proses pembuktian, ditetapkanlah mana yang menjadi harta bersama dan mana yang bukan. Atas penetapan terhadap hrta bersama itulah kemudian oleh hakim dibagi antara penggugat dan tergugat. Bagi yang menguasai harta tersebut (umumnya tergugat) dihukum untuk membagi dan menyerahkan seperdua dari harta bersama. Apabila tidak dapat dibagi secara langsung, maka harta tersebut dapat dijual kemudian hartanya dapat di bagi bersama.

Dengan adanya Peraturan Mahkamah Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum, merupakan angin segar bagi perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum, hal ini sebagaimana dijelaskan oleh A.

(25)

commit to user

193

Chairi33 bahwa sebelum adanya PEMA ini, Pengadilan tidak berpihak kepada istri (perempuan), karena apabila terdapat kewajiban hukum sebagai akibat terjadinya Cerai Talak tersebut, misalnya : Mut’ah, nafkah iddah, atau pembayaran nafkah lampau (madhiyah), maka pihak istri (perempuan) harus mengajukan permohonan eksekusi putusan tersebut secara prosedural, tentu harus terlebih dahulu membayar panjar biaya eksekusi dengan semua prosesnya. Sedangkan sebagian kecil Hakim yang mempertimbangkan nilai-nilai keadilan gender dengan menetapkan kewajiban hukum akibat talak yang menjadi hak istri (perempuan) tersebut harus dibayarkan secara langsung dan tunai pada saat sidang ikrar talak dilaksanakan, karena tidak dibenarkan oleh Kamar Agama Mahkamah Agung RI, karena dianggap sebagai “Premature eksekusi”. Akan tetapi dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum”

menjadi berkah bagi anak-anak korban perceraian, karena Perma tersebut bukan saja ditujukan kepada kaum perempuan, tetapi juga terhadap anak-anaknya yang secara yuridis dan sosiologis lebih banyak berdekatan dengan kaum perempuan.

Pasal 4 PEMA ini mnjelaskan bahwa dalam pemeriksaan perkara, hakim agar mempertimbangkan kesetaraan gender dan non diskriminasi dengan mengidentifikasi fakta persidangan:

a. Ketidaksetaraan status sosial antara para pihak yang berperkara b. Ketidaksetaraan perlindungan hukum yang berdampak pada akses

keadilan c. Diskriminasi

d. Dampak psikis yang dialami korban e. Ketidakberdayaan fisik dan psiskis korban

f. Relasi kuasa yang mengakibatkan korban/saksi tidak berdaya g. Riwayat kekerasan dari pelaku terhadap korban/saksi

33 A. Chairi, Berkah Perma Nomor 3 Tahun 2017 Bagi Kaum Perempuan Dan Anak yang Menjadi Korban Perceraian, https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/berkah-perma-no 3-tahun 2017, diakses tanggal 26 Agustus 2018

(26)

commit to user

194

Pasal 5 selanjutnya menjelaskan larangan yang tidak boleh dilakukan oleh hakim apabila melakukan pemeriksaan terhadap perempuan yang berhadapan dengan hukum, larangan tersebut adalah:

a. Menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan yang merendahkan, menyalahkan dan/atau mengitimindasi perempuan berhadapan dengan hukum

b. Membenarkan terjadinya diskriminasi terhadap perempuan dengan menggunakan kebudayaan, aturan adat, dan prakteik tradisional lainnya maupun menggunakan penafsiran ahli yang bias gender

c. Mempertanyakan dan/atau mempertimbangkan mengenai pengalaman atau latar belakang seksualitas korban sebagai dasar untuk membebaskan pelaku atau meringankan hukuman pelaku;

dan

d. Mengeluarkan pernyataan atau pandangan yang mengandung stereotip gender

Pasal 6 menjelaskan bagaimana hakim harus bersikap, apabila mengadili perkara perempuan yang berhadapan dengan hukum, diantaranya:

a. Mempertimbangkan kesetaraan gender dan stereotip gender dalam peraturan perundang-undangan dan hukum tidak tertulis b. Melakukan penafsiran peraturan perundang-undangan dan/atau

hukum tidak tertulis yang dapat menjamin kesetaraan gender c. Menggali nilai-nilai hukum, kearifan lokal dan rasa keadilan yang

hidup dalam masyarakat guna menjamin kesetaraan gender, perlindungan yang setara dan non diskriminasi, dan

d. Mempertimbangkan penerapan konvensi dan perjanjian- perjanjian international terkait kesetaraan gender yang telah diratifikasi.

Dari beberapa ketentuan diatas menunjukkan bahwa kesetaraan gender dalam menyelesaikan perkara khususnya bagi perempuan yang berkonflik dengan hukum sangat diperlukan. Oleh karena itu komitmen hakim sangat diperlukan sehingga kesetaraan dan keadilan gender dapat diwujudkan dalam perkara pidana maupun perdata khususnya penyelesaian harta bersama.

Hakim dalam menyelesaikan konflik harta bersama harus mengupayakan semaksimal mungkin memberikan nasehat atau

(27)

commit to user

195

memberikan solusi yang terbaik kepada penggugat dan tergugat melalui mediasi. Kendala yang dihadapi hakim, jumlah hakim sedikit, ketidakhadiran para pihak saat mau diadakan mediasi, kesulitan di damaikan karena terdapat faktor emmateriil (perasaan) yang menyertainya terdapat penambahan biaya apabila mediator diluar hakim dan sebagainya. Apabila tidak ada solusi terbaik dalam proses perdamaian, barulah hakim mengambil tindakan sesuai dengan prosedur yang ada di persidangan. Sebelum memutuskan suatu perkara hakim harus melakukan musyawarah terlebih dahulu, apabila salah satu pihak tidak setuju atas putusan hakim dalam persidangan tersebut, maka hakim menasehati dan memberikan informasi kepada salah satu pihak yang tidak setuju kepada keputusan di dalam majelis persidangan ditingkat pertama, maka hakim memberikan kesempatan kepada pihak yang tidak setuju tersebut untuk menempuh jalur hukum selanjutnya yaitu banding.

Permasalahan yang sering dialami oleh hakim dalam menyelesaikan perkara perceraian dan akibat hukumnya seringkali hakim mengalami kesulitan dalam memberikan pemahaman atau memberikan nasehat di dalam persidangan, diantaranya pengarahan yang tidak biasa diterima bagi para pihak yang berperkara khususnya yang mempunyai latar belakang pendidikan rendah atau yang sangat rendah, sulitnya komunikasi dengan hakim pada saat dipersidangan (kesulitan memahami bahasa atau telah disetting terlebih dahulu sebelum persidangan).34 Di samping itu, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan pola pikir hakim dalam memutuskan perkara, pertama, latar belakang pendidikan; kedua, nilai patriarkhis yang dibangun oleh lingkungan keluarga dan sosial.

Setelah terjadinya perceraian, terdapat beberapa hak yang dapat dimilik oleh mantan istri diantaranya hak nafkah dan pengasuhan anak

34 Wawancara dengan Ibu Rosmi, Hakim di Pengadilan Agama Indramayu Tanggal 28 September 2016

(28)

commit to user

196

dan harta bersama. Hakim di dalam memutus harta bersama harus menghilangkan anggapan35 bahwa:

1) status suami lebih besar kontribusinya dalam perolehan harta bersama oleh karena itu harus diberikan porsi yang lebih besar dalam pembagian harta bersama;

2) apabila pencari nafkah dominan yang melakukan suami, maka secara otomatis perolehan harta bersama suami lebih besar;

3) anggapan untuk tidak perlu mendapat persetujuan istri apabila melakukan peristiwa hukum terhadap obyek harta bersama adalah salah;

4) Apabila suami istri meninggal maka hakim harus memutuskan bahwa yang menjadi ahli waris adalah keluarga kedua belah pihak baik keluarga laki-laki maupun perempuan meskipun atas nama harta tersebut di tangan suaminya.

Menurut Fani36 pada dasarnya asas pembagian harta bersama dalam hukum perkawinan di Indonesia 1:1 kecuali ada pertimbangan lain yang lebih adil. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa pada umumnya istri juga bekerja meskipun di wilayah domestik yakni istri wajib berbakti kepada suami didalam batas-batas yang ditentukan dalam hukum Islam dan istri juga menyelenggarakan serta mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya. (Pasal 83 KHI). Pada dasarnya suami istri adalah teamwork, oleh karena itu dalam pembagian harta bersama hakim harus mempertimbangkan:

a) Apakah masing-masing suami istri telah menjalankan fungsinya dalam membina rumah tangga dan

b) Adakah hubungan kerja sama satu sama lain

c) Ada keseimbangan antara kontribusi dalam membina rumah tangga dengan distribusi dalam pembagian harta bersama.

35A. Mukti Arto, Pembaharuan Hukum Islam Melalui Putusan Hakim, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

2015, hlm. 265-266

36 Wawancara dengan Fani, hakim Pengadilan Agama Malang tanggal 20 Juli 2016.

(29)

commit to user

197 3. Budaya Hukum

Budaya hukum merupakan sikap manusi terhadap hukum dan sistem hukum, kepercayaan, nilai serta harapannya. Budaya hukum dibagi menjadi budaya hukum internal dan eksternal. Budaya hukum internal merupakan budaya hukum dari warga masyarakat yang melaksanakan tugas-tugas hukum secara khusus seperti hakim dan jaksa. Sedangkan budaya hukum eksternal merupakan budaya hukum masyarakat. Konsep Hukum meletakkan hukum dalam suatu realitas masyarakat sehingga kajiannya tidak lagi dogmatik melainkan melihat bagaimana bekerjanya hukum di masyarakat yang dilayaninya. Budaya hukum inilah yang menentukan sikap, ide, nilai-nilai seseorang terhadap hukum dalam masyarakat.

Budaya hukum internal adalah budaya hukum yang ditentukan oleh pelaksana tugas hukum. Dalam penelitian ini peneliti juga menilai bagaimana budaya hukum hakim dalam menangani perkara konflik harta bersama, hasilnya diantaranya pertama, bahasa yang digunakan hakim tidak boleh menyudutkan salah satu pihak. Meskipun bersifat pasif dalam perkara konflik harta bersama, akan tetapi dalam prosen penanganan hakim harus memeriksa perkara tersebut tanpa menyudutkan salah satu pihak terutama dengan menggunakan bahasa- bahasa yang bias. Menurut Fani hakim dalam menangani perkara perdata khususnya konflik harta bersama selalu bersikap pasif dalam artian tidak melakukan intervensi apapun berkaitan dengan materi perkara. Kedua, dalam mediasi. Sidang mediasi pada umumnya hanya dilakukan satu kali terkadang pemohon (suami) hanya diwakili oleh kuasa hukumnya, kemudian mediasi dinyatakan gagal padahal termohoon menginginkan untuk diberi kesempatan bertemu pemohon dalam mediasi tetapi ditolak oleh hakim dengan alasan tidak jelas.

Dalam Prakteknya medisasi seringkali hanya sekerdar formalitas saja, hakim mediator terkadang hanya menanyai sebentar tergugat dan penggugat mengenai perkaranya hanya dalam waktu beberapa menit

(30)

commit to user

198

saja; Ketiga, pembuktian, beberapa alat bukti dikesampingkan oleh hakim dengan dalil tidak ada relevansinya padahal bukti tersebut dapat memperkuat dalil yang dituduhkan oleh pemohon; keempat, putusan.

Dalam memutus perkara konflik harta bersama seringkali hakim hanya memutus berdasarkan alat bukti yang tertulis saja, terkadang alat bukti tersebut dimanipulasi oleh penggugat untuk kepentingannya.

Aspek budaya hukum eksternal merupakan budaya hukum yang sangat diwarnai oleh perilaku masyarakat di setiap wilayah, meskipun di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (yang berlaku bagi umat Islam di Indonesia) menjelaskan mendetail tentang hak dan kewajiban suami istri yang terperinci tentang harta bersama, akan tetapi realitanya banyak masyarakat yang tidak memahaminya dan mengakibatkan ketidakadilan terhadap salah satu pasangan. Budaya hukum adalah segala bentuk perilaku budaya manusia yang mempengaruhi atau yang berkaitan dengan masalah hukum.37 Satjipto Rahardjo melihat budaya hukum sebagai landasan dijalankannya atau tidak suatu hukum positif di dalam masyarakat karena pelaksanaannya hukum positif banyak ditentukan oleh sikap, pandangan serta nilai yang dihayatinya.

Landasan pendapatnya bertolak dari anggapan bahwa bekerjanya hukum hal yang tidak dapat diabaikan adalah peranan orang-orang/

anggota masyarakat yang menjadi sasaran pengaturan hukum tetapi juga menjalankan ditentukan oleh sikap, pandangan serta nilai yang dihayati oleh anggota masyarakat.38 Budaya hukum sebagai landasan bagi dijalankannya atau tidak suatu hukum postif di dalam masyarakat karena pelaksanaan hukum positif banyak ditentukan oleh sikap, pandangan serta nilai yang dihayatinya.39

37 Derita Prapti Rahayu, Budaya Hukum Pancasila, Thafa Media Yogyakarta, 2014, hlm49-50

38 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial Suatu Tinjauan Teoritis dan Pengalaman- Pengalaman di Indonesia, Alumni, Bandung, hlm.1979, hlm.10

39 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, Angkasa Bandung, 1980, hlm.85

(31)

commit to user

199

Menurut Soerjono Soekanto40 budaya hukum mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, konsep budaya hukum lebih luas dari ajaran-ajaran tentang kesadaran hukum. Sebagaimana di paparkan di dalam bab II desertasi ini yang menjelaskan tentang sistem hukum sebagaimana dikemukakan oleh Friedman, lebih lanjut Friedman mengilustrasikan bahwa sistem hukum diibatkan memproduksi suatu barang, substansi hukum diibaratkan sebagai barang apa yang diproduksi, struktur hukum diibaratkan sebagai mesin-mesin pengelola barang sedangkan budaya hukum diibaratkan sebagai orang-orang yang menjalankan mesin dan mematikan mesin ini agar dapat menentukan baik buruknya hasil barang yang diproduksi.41

Konsep budaya hukum dari Lawrence M. Friedman, yaitu:42 1. Budaya hukum itu mengacu pada bagian-bagian kebudayaan secara

umum (kebiasaan, pendapat, cara bertindak dan berpikir) yang dalam cara tertentu dapat menggerakkan kekuatan sosial mendekat atau menjauh dari hukum

2. Budaya hukumlah yang mnentukan kapan, mengapa dan bagaimana masyarakat memperlakukan hukum. Lembaga hukum atau proses berhukum dan mengapa mereka menggunakan lembaga lain atau sama sekali tidak menggunakannya. Dengan kata lain, faktor budayalah yang mengubah struktur dan peraturan hukum yang statis menjadi hukum yang hidup

3. Budaya hukum adalah sikap-sikap,nilai-nilai dan pendapat-pendapat masyarakat dalam berusrusan dengan hukum dan sistem hukum, budaya hukum adalah sumber hukum

4. Budaya hukum adalah jejaring nilai-nilai dan sikap-sikap yang berkaitan dengan hukum, yang menentukan kapan, mengapa, bagaimana masyarakt mematuhi atau menolak hukum, menentukan struktur hukum apa yang digunakan dan apa alasannya dan peraturan hukum apa yang diilih untuk diterapkan dan dikesampingkan serta apa alasannya

5. Budaya hukum merupakan gagasan-gagasan, sikap-sikap, harapan dan opini-opini tentang hukum yang dipertahankan oleh warga masyarakat.

40 Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Jakarta Press, 1982, hlm.153-154

41 Esmi Warassih, Hukum dalam Perspektif Sosial, Alumni Bandung, 1981, hlm. 124

42 Teddy Asmara dalam Derita Prapti Rahayu, op.cit, hlm.52-53

Gambar

Tabel  4.6;  4.7  dan  4.8  menunjukkan  bahwa  di  dalam  kehidupan  informan  peran  reproduksi  sosial  tidak  hanya  dilakukan  oleh  perempuan, akan tetapi dilakukan oleh laki-laki (suami), hal ini terbukti  pada saat informan kerja ke luar negari men
Tabel  4.6;  4.7;  4.8  menunjukkan  bahwa  perempuan  meskipun  sudah  menikah  mereka  dapat  melakukan  peran  produktifnya,  meskipun  tidak  semua  informan  melakukan  peran  produktifnya

Referensi

Dokumen terkait

Model pengambilan keputusan untuk pemilihan presiden-wakil presiden merupakan model keputusan banyak kriteria dimana setiap kriteria yang digunakan kabur atau tidak

Jadi, jika tidak terjadi interaksi, hasil percobaan faktor tunggal yang terpisah (satu untuk setiap faktor) adalah sama terhadap percobaan faktorial dengan semua faktor

Momen kapasitas balok dapat diperhitungkan sebagai momen rencana yang bekerja pada kolom jika daerah sendi plastis sudah direncanakan penulangannya. Ukuran kolom

Hasil dari studi menunjukkan bahwa kolaborasi perancangan interior dan visual grafis pada Museum “Rumah Air” PDAM Surya Sembada Surabaya dapat menghadirkan “cerita” dalam 4 bagian,

Syukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan judul

Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dianalisis tentang faktor gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional terhadap komitmen tenaga kerja UMKM

Sjafri dan Aida (2007 : 153) tiap manajemen perlu mengelola dan mengetahui kinerja pegawainya, apakah sudah sesuai dengan standar kinerja perusahaan atau

Berdasarkan kepada hasil estimasi maka dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa terdapat kaitan antara produktifitas (kelahiran pertama), prestasi peternak penerima