• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Pada dasarnya semua penelitian itu baik, yakni ingin mencarikan solusi terkait dengan fenomena atau masalah yang sedang diamati. Namun, penelitian akan dianggap percuma atau penelitian kosong jika tidak di dasari oleh bukti- bukti. Salah satu bukti yang dapat digunakan ialah kajian dari penelitian terdahulu. Kemudian penelitian tersebut dapat digunakan sebagai dasar dalam menyelesaikan permasalahan. Selain itu, juga dapat digunakan seseorang sebagai dasar untuk memperkuat argumen-argumennya. Berikut daftar penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

(2)

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No. Penulis, Judul, Tahun Hasil Relevansi Perbedaan

1. Suharno

Pawirosumarto, Purwanto Katijan Sarjana, Rachmad Gunawan (2017) dengan judul “The Effect of Work Environment,

Leadership Style, and Organizational Culture towards Job Satisfaction and Its Implication towards Employee

Performance in Parador Hotels and Resorts, Indonesia”.

Hasilnya menunjukkan bahwa lingkungan kerja, gaya kepemimpinan, dan budaya organisasi di Parador Hotels and Resort, Indonesia

memiliki dampak positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, tetapi hanya gaya kepemimpinan yang memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Sedangkan, kepuasan kerja tidak memberikan pengaruh yang signifikan dan positif terhadap kinerja karyawan dan ini bukan variabel mediasi.

Relevansi Penelitian ini dengan penelitian yang saya tulis yakni, pengkajian mengenai kepuasan kerja yang implikasinya

mempengaruhi kinerja karyawan.

Obyek dalam penelitian tersebut ialah pegawai di lingkungan Parador Hotels and Resort, Indonesia.

Notabene

pegawai tersebut berada di

lingkungan organisasi privat.

(3)

2. Sununta Siengthai dan Patarakhuan Pila- Ngarm (2016) dengan judul “The interaction effect of job redesign and job satisfaction on employee

performance”.

Penelitian ini menemukan bahwa job redesign secara signifikan dan berbanding terbalik dengan kinerja karyawan. Sementara kepuasan kerja ditemukan berhubungan positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Terlebih lagi, efek interaksi antara perancangan ulang pekerjaan dan kepuasan kerja ditemukan

berhubungan positif dan signifikan dengan kinerja karyawan. Oleh karena itu, perusahaan harus berusaha untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan saat melaksanakan perancangan ulang pekerjaan sehingga perancangan ulang pekerjaan akan

menghasilkan peningkatan kinerja karyawan. Temuan menunjukkan bahwa menerapkan perancangan ulang pekerjaan tanpa kepedulian terhadap kepuasan karyawan atau hanya melaksanakan perancangan ulang pekerjaan saja akan menimbulkan terjadinya penurunan kinerja.

Temuan ini juga

menunjukkan bahwa setiap desain ulang pekerjaan

Penelitian ini relevan dengan penelitian saya karena

mengungkapkan bahwa adanya pengaruh signifikan antara kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan. Sesuai dengan yang akan angkat bahwa kepuasan kerja menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi kinerja pegawai Ombudsman RI Jateng.

Namun yang membedakan dengan penelitian saya, desain ulang pekerjaan

merupakan variabel yang berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja.

Namun, justru berbanding terbalik dengan kinerja karyawan.

Dan variabel itu tidak saya jadikan dasar dalam penelitian ini.

(4)

yang diusulkan akan menjadikan Strategi SDM secara signifikan efektif memobilisasi kinerja karyawan hanya jika perusahaan memastikan bahwa pelaksanaan perancangan ulang pekerjaan melibatkan karyawan yang bersangkutan dan meningkatkan kepuasan kerja mereka.

3. Kelvin pang, Chin- Shan Lu (2018) dengan judul

“Organizational motivation, employee job satisfaction and organizational performance: An empirical study of container shipping companies in Taiwan”.

Penelitian ini untuk mengevaluasi pengaruh motivasi terhadap

kepuasan kerja dan kinerja organisasi dalam konteks perusahaan pengiriman kontainer di Taiwan.

Empat dimensi motivasi diidentifikasi berdasarkan analisis faktor

eksploratori, termasuk remunerasi, pencapaian pekerjaan, keamanan kerja dan lingkungan kerja.

Selain itu, lima dimensi kepuasan kerja

diidentifikasi, yaitu: job policy, otonomi kerja, beban kerja, kinerja pekerjaan dan status pekerjaan. Dimensi kinerja organisasi termasuk

kinerja keuangan dan non-

Penelitian ini relevan dengan penelitian yang saya angkat karena Meneliti Pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja dan kinerja pegawai.

Perbedaan dalam penelitian ini dengan penelitian saya yakni

terdapat di obyek penelitiannya.

Yang mana, obyek penelitian tersebut berada pada sektor privat, sedangkan obyek penelitian yang saya lakukan berada pada sektor publik.

(5)

keuangan. Kemudian hasilnya menunjukkan bahwa remunerasi dan kinerja pekerjaan memiliki efek positif pada dimensi kinerja keuangan seperti laba atas aset, tingkat pertumbuhan perputaran dan profitabilitas selama pekerjaan lingkungan dan otonomi kerja memiliki efek positif pada dimensi kinerja non-keuangan, seperti layanan pelanggan, produktivitas karyawan dan kualitas layanan.

4. I Wayan Gede

Juniantara dan I Gede Riana (2015) dengan judul “Pengaruh Motivasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Koperasi Di Denpasar”.

Penelitian ini adalah bertujuan untuk mengetahui pengaruh motivasi dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan koperasi di Denpasar. Populasi data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah seluruh account officer yang berjumlah 130 orang dari 39 koperasi yang dijadikan obyek penelitian. Hasil penelitian menyatakan bahwa motivasi

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja, motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, kepuasan

Penelitian ini memiliki relevan dengan penelitian saya karena berfokus pada kajian mengenai motivasi dan kepuasan kerja yang

berpengaruh terhadap kinerja pegawai/

karyawan.

Kemudian jurnal ini saya jadikan dasar dalam penelitian saya.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan ialah teknik

proportional stratified random sampling, karena populasi

heterogen dan berstrata.

Sedangkan penelitian yang dilakukan kali ini sampel yang di ambil ialah seluruh populasi pegawai.

Terdapat kemungkinan kesamaan hasil,

(6)

kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Implikasi dari penelitian ini adalah teori dua faktor juga memiliki keterbatasan lain yaitu variabel situasional.

begitupun bisa sebaliknya.

5. Rudie Yobie

Lumantow, Bernhard Tewal, dan Victor P.

K. Lengkong (2015) dengan judul

“Pengaruh Motivasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan

Dimoderasi Oleh Masa Kerja Pada PT.

Deho Canning Company Bitung”

Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang memegang peran penting pada perusahaan. Dalam melakukan kegiatan perusahaan, diperlukan sumber daya manusia yang disebut tenaga kerja atau karyawan. Tujuan

penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh motivasi dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan, dimana Variabel motivasi dan Variabel kepuasan kerja dimoderasi oleh masa kerja. Hasil penelitian diketahui bahwa motivasi dan kepuasan kerja secara simultan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan, motivasi secara parsial berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan, kepuasaan kerja secara parsial berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan, hubungan motivasi dan kinerja karyawan tidak dimoderasi oleh masa

Penelitian ini relevan dengan penelitian saya karena penelitian ini sama-sama

mengungkap adanya pengaruh kepuasan kerja dan motivasi terhadap kinerja karyawan/pegawai.

Terdapat pembatasan kategori

responden. Yang mana dalam penelitian tersebut populasi yang di jadikan sampel di dasari oleh masa kerjanya.

Sedangkan dalam penelitian saya sampel yang di ambil ialah seluruh pegawai.

(7)

kerja dan hubungan kepuasan kerja dengan kinerja karyawan tidak dimoderasi oleh masa kerja. Sebaiknya manajer tetap pada prinsip untuk selalu berusaha

memotivasi karyawan dan mencari ide-ide terbaik untuk pencapaian

kepuasan kerja maksimal dengan berpegang pada prinsip kebersamaan tanpa mengurangi nilai-nilai etika kerja di perusahaan 6. Ria Novia Sari (2016)

dengan judul

“Efektivitas

Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Riau Dalam Menyelesaikan Laporan Masyarakat Dibidang Pelayanan Publik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2009 Tentang

Ombudsman Republik Indonesia Di Provinsi Riau Tahun 2013- 2014.”

 Ditemukan beberapa tugas Ombudsman dari Perwakilan Republik Indonesia Provinsi Riau yang masih belum berjalan sama efektifnya, hal ini disebabkan kendala yang ada antara lain kurangnya manusia sumber daya, dana terbatas, kurangnya fasilitas untuk mendukung kinerja Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Riau.

 saran dari penulis yaitu kebutuhan sumber daya manusia tambahan, peningkatan dana, fasilitas pendukung

Obyek penelitian yang dilakukan memiliki kesamaan yakni Ombudsman RI di tingkat perwakilan.

Lokasi penelitian yang berbeda, yakni dalam penelitian terdahulu penelitian dilakukan di Ombudsman RI Perwakilan Riau, sedangkan dalam penelitian ni diliakukan di ORI Jateng.

(8)

tambahan, dan kebutuhan sosialisasi secara merata di setiap kota / kabupaten di provinsi Riau terkait dengan keberadaan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Riau.

7. Solechan (2018) dengan judul

“Memahami Peran Ombudsman Sebagai Badan Pengawas Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Indonesia”

Ombudsman sebagai badan pengawas

penyelenggara pelayanan publik dalam pelaksanaan perannya untuk

mendukung good

governance, menjalankan tugasnya dengan cara menerima

Laporan/pengaduan setiap Warga Negara Indonesia atau penduduk terhadap dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh penyelenggara negara.

Berdasarkan hasil pemeriksaan substantif maka Ombudsman dapat melakukan klarifikasi tertulis investigasi lapangan maupun pemanggilan. Hasil pemeriksaan Ombudsman dapat berupa: a. menolak laporan, atau b. menerima laporan dan memberikan rekomendasi. Selain itu

Dalam penelitian ini membahas mengenai tata cara penyelesain laporan, ruang lingkup pengawasan

Ombudsman RI sebagai lembaga pengawas

penyelenggaraan layanan pubik.

Variabel

penelitian dalam penelitian ini berupa kepuasan kerja dan

motivasi pegawai , sedangkan dalam penelitian terdahulu meneliti tentang efektivitas dalam

menyelesikan laporan masyarakat.

(9)

Ombudsman dapat melakukan

mediasi/konsiliasi untuk memperoleh kesepakatan di antara para pihak, dan juga melakukan ajudikasi khusus yang berkaitan dengan penyelesaian ganti rugi apabila tidak dapat diselesaikan melalui mediasi dan konsiliasi.

Dalam melakukan pengawasan pelayanan publik, selain menerima Laporan dari masyarakat, Ombudsman juga dapat melakukan atas inisiatif sendiri melalui systemic review yang hasilnya dapat berupa rekomendasi/saran.

Untuk memastikan ditaatinya upaya

penyelesaian Ombudsman oleh Terlapor atau Atasan Terlapor, maka

Ombudsman melakukan monitoring langsung maupun melalui media/publikasi serta menyampaikan laporan berkala dan tahunan kepada Presiden Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat.

8 Putri Dwi Andana (2017) dengan judul

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa

Obyek penelitian yang dilakukan memiliki

Pembahasan dalam penelitian

(10)

“Efektivitas Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Tengah Dalam Melaksanakan Fungsi Monitoring

penyelenggaraan Ujian Nasional Berbasis Komputer Tingkat Sma/Smk/Ma Di Jawa Tengah

Ombudsman RI

Perwakilan Provinsi Jawa Tengah belum efektif, karena tujuan dari pelaksanaan monitoring belum dapat tercapai.

Ombudsman RI belum dapat memastikan

penyelenggaraan UN dapat berjalan dengan baik, tertib, dan akuntabel, sebagaimana tertulis di dalam surat edaran dari Ombudsman RI tersebut.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas lembaga ini yang utama adalah sumber daya, yaitu SDM dan fasilitas

(sarana/prasarana) yang dimiliki.

kesamaan yakni Ombudsman RI di tingkat perwakilan Jawa Tengah.

terssebut berbicara mengenai salah satu kebijakan saja, sedangkan dalam penelitian ini membahas mengenai kinerja Ombudsman RI perwakilan Jawa Tengah secara keseluruhan untuk menarik sebuah kesimpulan.

(11)

B. Kinerja

Dalam melakukan sebuah pekerjaan pastilah bertujuan untuk mencapai hal-hal yang sudah direncanakan sebelumnya. Guna mengetahui seluruh kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya dapat tercapai, perlu adanya penilaian kinerja. Tujuannya untuk mengukur nilai suatu pekerjaan, sehingga diketahui tingkat pencapaian tujuan organisasi. Hasil dari penilaian pekerjaan biasa disebut sebagai kinerja, yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam memberikan sistem upah yang adil.

1. Pengertian kinerja

Kinerja diambil dari sebuah kata dasar “kerja”. Menurut Maluyu S.P. Hasibuan (dalam wibowo 2007:34) mengemukakan “kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai pegawai dalam menjalankan tugas yang dibebankan berdasar pada kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu menyelesaikannya”. Lain halnya dengan Robbins (2001:45), kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan.

2. Indikator Kinerja Pegawai

Menurut Robbins (2006) kinerja dapat diukur dengan enam indikator, diantaranya:

1) Kualitas. Berkaitan dengan kualitas pekerjaan serta kesempurnaan tugas yang dihasilkan.

2) Kuantitas. Berkaitan dengan jumlah pekerjaan yang dihasilkan dalam suatu periode tertentu.

(12)

3) Ketepatan Waktu. Tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang telah disepakati bersama.

4) Efektivitas. Tingkat penggunaan sumber daya yang ada secara maksimal.

5) Kemandirian. Tingkat seorang pegawai dalam menjalankan fungsi kerjanya sesuai dengan tujuan organisasi secara mandiri.

6) Komitmen Kerja. Tingkat tanggung jawab pegawai terhadap organisasi.

3. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja berdasarkan pada Peraturan Ombudsman RI No. 13 Tahun 2013 ialah hasil kerja yang dicapai berdasarkan perilaku nyata yang ditampilkan oleh individu, kelompok bidang kerja, dan unit kerja Ombudsman dalam upaya mencapai tujuan Ombudsman. Penilaian ini meliputi:

1) Kecakapan dalam hal pemahaman terhadap substansi tugas yang diberikan.

2) Ketepatan dan akurasi dalam menganalisis tugas yang diberikan.

3) Kerajinan dan ketepatan waktu dalam penyelesaian/pelaksanaan tugas.

4) Komunikasi dan kerjasama.

5) Insisiatif dalam melaksanakan tugas.

4. Pelaku penilaian kinerja

Dari segi pelakunya, penilaian kinerja dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:

(13)

1) Atasan langsung

Penilaian ini dijalankan oleh atasan langsung dari para pekerja atau karyawannya.

2) Rekan kerja

Salah satu yang dapat dijadikan sebagai sumber data penilaian yang dapat ialah rekan kerja. Alasannya karena interaksi yang berkesinambungan memberikan sebuah sudut pandang pemahaman yang menyeluruh terhadap kinerja seorang pekerja.

3) Evaluasi diri

Penilain yang dilakukan dengan memberikan kesempatan pegawai untuk melakukan penilaian kinerja atas dirinya sendiri. Tujuannya untuk mengurangi sifat membela diri yang biasanya terjadi pada saat proses penilaian. Selain itu, juga dapat dijadikan sebagai wahana diskusi antara dirinya dengan atasan.

4) Bawahan langsung

Penilaian kinerja terhadap atasan yang dilakukan oleh bawahan. Cara ini dilakukan untuk memperoleh informasi yang tepat dan rinci atas perilaku seorang manajer.

5) Pendekatan menyeluruh

Pendekatan ini merupakan kombinasi dari ke empat metode penilaian kinerja di atas. Cara ini cocok untuk organisai yang program tim yang menerapkan program TQM.

(14)

Di Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah, penilaian peringkat kinerja asisten setiap bulan dilakukan oleh kepala perwakilan atau pelaksana tugas kepala perwakilan bagi asisten di kantor perwakilan Ombudsman.

C. Motivasi Kerja

Tujuan organisasi ialah suatu target yang dicapai dalam kurun waktu tertentu.

Tujuan organisasi itu sendiri harus jelas dalam perumusannya. Sehingga dapat dipahami dan diterima oleh seluruh elemen organisasi. Tujuan organisasi yang baik ialah yang dapat mengakomodir pula tujuan pegawainya. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa masing-masing pegawai ketika memasuki suatu organisasi pastilah memiliki tujuan yang berbeda-beda. Sehingga perlu dikelola dan dipahami dengan baik oleh pimpinan untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Jadi dapat disimpulkan apabila organisasi dapat mengakomodir keinginan pegawainya maka pegawai tersebut akan cenderung termotivasi untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan.

1. Pengertian motivasi

Pada umumnya motivasi didefinisikan sebagai dorongan yang timbul pada diri seorang untuk bekerja dalam mencapai tujuan organisasi. Menurut Robbins (dalam Wibowo, 2016:322) motivasi merupakan proses individu untuk berusaha secara terus menerus guna mencapai tujuan. Pegawai yang memiliki motivasi tinggi, belum tentu mengarah pada hasil kinerja yang baik tanpa diimbangi kualitas dari usahanya tersebut. Guna mendapatkan kualitas yang diinginkan, perlu membutuhkan waktu bagi pegawai dalam menjalankan setiap tugas.

(15)

Sedangkan menurut Greenberg dan Baron (dalam Wibowo 2016: 332) motivasi merupakan rangkaian dari proses membangkitkan, mengarahkan, dan menjaga perilaku manusia mencapai tujuan. Proses membangkitkan berkaitan dengan dorongan atau energi pegawai untuk melakukan sebuah usaha. Proses mengarahkan berkaitan dengan pilihan yang dilakukan seseorang. Sedangkan proses menjaga yakni berkaitan dengan berapa lama orang akan terus menerus berusaha untuk mencapai tujuan.

Dapat disampaikan bahwa motivasi merupakan unsur penting yang harus dimiliki individu dalam sebuah organisasi. Karena dalam motivasi terdapat unsur- unsur pendorong bagi pegawai. Sehingga mereka akan terpacu menyelesaikan segala jenis pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama.

2. Teori Motivasi

Menurut Robbins (2001:173), terdapat beberapa teori tentang motivasi, yaitu teori motivasi awal dan teori kontemporer.

a. Teori motivasi Awal terdiri dari:

1) Teori hierarki kebutuhan (Abraham Maslow)

Dalam teori maslow, pada dasarnya manusia memiliki lima tingkatan kebutuhan yang dapat memotivasi dirinya. Apabila kebutuhan dasar tersebut sudah terpenuhi maka kebutuhan di tingkat selanjutnya menjadi prioritas.

Sehingga kebutuhan yang telah terpenuhi sudah tidak lagi memotivasi baginya.

Begitu seterusnya hingga pada tingkatan puncak. Jadi apabila ingin memotivasi

(16)

pegawainya peran manajer disini haruslah memahami dimana tingkatan hierarki kebutuhan pegawainya tersebut berada saat ini

Maslow memisahan lima kebutuhan di dalam urutan-urutan yang lebih tinggi dan lebih rendah. Kebutuhan fisiologis dan rasa aman digolongkan sebagai kebutuhan tingkat bawah, sedangkan kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas. Perbedaan kedua tingkatan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa kebutuhan tingkat atas dapat dipenuhi secara internal (di dalam diri seseorang) sementara kebutuhan tingkat rendah secara dominan dipenuhi secara eksternal (seperti imbalan kerja, kontrak kerja, dan masa jabatan).

Gambar 2.1. Hierarki Kebutuhan Maslow

Menurut Robbins (2008), dalam teori Maslow bahwa 5 tingkatan kebutuhan dalam diri manusia tersebut diantaranya:

(17)

- Kebutuhan fisiologis

Merupakan tingkat kebutuhan yang paling mendasar, artinya kebutuhan manusia pada tingkatan ini paling penting untuk di penuhi karena menyangkut pada kebutuhan yang bersifat jasmani. Kebutuhan tersebut contohnya: makan minum, pakaian, dsb.

- Kebutuhan keamanan

Memberikan kebutuhan akan menjamin keamannan baik untuk keselamatan badaniah, keselamatan individu dan keluarga, perlindungan, dan kesakitan.

- Kebutuhan sosial

Memberikan dan meneriman rasa cinta, kepuasan dan perasaan memiliki, kasih sayang serta diterima dalam kelompok kebutuhan organisasi.

- Kebutuhan penghargaan

Kebutuhan penghargaan diri sendiri maupun kebutuhan menerima penghargaan dari orang lain.

- Kebutuhan aktualisasi diri

Merupakan kebutuhan tertinggi yaitu dorongan untuk menjadi apa yang mampu dilakukan meliputi pertumbuhan, pencapaian potensi diri dan pemenuhan kebutuhan diri sendiri.

2) Teori X dan Y (Douglas McGregor)

Menurut Douglas Mc Gregor (dalam Robbins, 2006: 57-58) mengemukakan bahwa pada dasarnya sifat dasar manusia terbagi menjadi dua, yakni negatif dan positif. Kemudian untuk manusia yang memiliki sifat negatif digambarkan dalam

(18)

teori X, sedangkan yang bersifat positif di sebut teori Y. Jadi dapat diartikan dari teori ini bahwa ada orang yang suka bekerja, dan ada juga orang yang tidak suka bekerja maka cenderung bermalas-malasan. Sehingga dalam teori ini dibentuk oleh McGregor berdasarkan beberapa kelompok asumsi. Kemudian para manajer dapat menyesuaikan dirinya bagaimana ia harus bersikap terhadap pegawainya.

3) Teori dua Faktor/ Teori Hygiene

Teori ini dikemukakan oleh Herzberg (dalam Umar, 1999:173) bahwa pekerja dalam melaksanakan pekerjaanya di pengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu:

a) Faktor pemeliharaaan (maintenance factors)

Faktor ini merupakan faktor pemeliharaaan yang berkaitan dengan ketentraman pegawai dalam bekerja. Kebutuhan ini berlangsung secara berkesinambungan contohnya, lapar maka butuh makan, haus butuh minum, sakit butuh berobat, dan seterusnya. Jadi faktor ini berkaitan dengan kebutuhan fisiologis pegawai yang merupakan keharusan bagi perusahaan untuk memenuhinya. Diantaranya kebutuhan akan gaji, jaminan kerja, hubungan antar pegawai, kondisi kerja, kebijakan lembaga, kualitas supervisi, dsb.

b) Faktor faktor motivasi (motivation factor)

Faktor ini merupakan faktor motivasi yang berkaitan dengan kebutuhan psikologis pegawai. Kebutuan ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi. Misalnya pendelegasian, pendidikan dan pelatihan, dsb.

(19)

b. Teori Kontemporer tentang motivasi

1) Teori ERG (Existence, Relatedness, and Growth)

Teori yang ditemukan oleh Clayton Alderfer menganggap bahwa kebutuhan manusia tersusun dalam sebuah tingkatan. Alderfer dan Maslow sependapat bahwa orang cenderung meningkatkan hierarki kebutuhannya beriringan dengan terpuaskannya kebutuhan hirarki di bawahnya. Teori ini dikemukakan bahwa terdapat tiga kelompok kebutuhan yang utama, yaitu:

a) Kebutuhan akan keadaan (Existence)

Kebutuhan ini berupa kebutuhan dasar yang termasuk dalam kebutuhan fisiologis serta kebutuhan rasa aman. Seperti kebutuhan akan makanan, kesehatan, tempat tinggal, dan jaminan lainnya. Dalam kelompok kebutuhan ini berupa kebutuhan akan upah yang layak, kondisi kerja yang nyaman, jaminan sosial, dan sebagainya.

b) Kebutuhan akan keterkaitan (Relatedness)

Kebutuhan berkaitan dengan segala macam bentuk hubungan. Baik itu antar pegawai maupun pegawai dengan atasan.

c) Kebutuhan akan pertumbuhan (Growth)

Kebutuhan yang berkaitan dengan pengembangan potensi seseorang.

Biasanya berupa kesempatan mendapat pendidikan maupun pelatihan yang di berikan lembaga.

(20)

2) Teori Motivasi Prestasi (Achievement Motivation)

Teori Mc Clelland menyatakan bahwa potensi seorang pekerja dapat dimanfaatkan tergantung dari dorongan motivasi, peluang, dan situasi yang ada.

Kebutuhan pekerja yang dapat meningkatkan gairah kerja apabila kebutuhan berikut ini terpenuhi:

a) Kebutuhan akan prestasi

Merupakan dorongan untuk menjadi yang terbaik dan berprestasi. Sehingga dalam pemenuhan kebutuhan ini cenderung menimbulkan persaingan yang adil dan terbuka.

b) Kebutuhan akan afiliasi

Kebutuhan untuk seseorang berbuat sesuatu tanpa adanya paksaan.

Sehingga mereka bekerja itu karena memang mereka ingin melakukannya.

c) Kebutuhan akan kekuasaan

Hasrat akan hubungan antar pribadi yang erat dan cenderung kekeluargaan

D. Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja ialah reaksi yang tercipta dari pegawai dalam sebuah organisasi. Reaksi ini biasanya mengacu kepada sikap yang ditunjukkan seorang pegawai. Pegawai yang tidak memperoleh kepuasan kerja biasanya cenderung bisa diketahui melalui sikap-sikap yang tidak biasa. Ciri perilaku yang dapat terlihat dari

(21)

pegawai yang tidak puas atas pekerjaannya, mereka cenderung malas untuk bekerja, dan sering menunda pekerjaan. Lain halnya dengan pegawai yang merasa puas dengan pekerjaannya, mereka cenderung lebih senang dan lebih termotivasi untuk melakukan pekerjaannya.

Menurut Locke, kepuasan kerja meliputi reaksi atau sikap yang ditimbulkan oleh seseorang yang kemudian dinyatakan dalam bentuk keadaan emosi yang bersifat postif maupun negatif terhadap pekerjaannya. Jadi cenderung membandingkan dengan pengalaman kerjanya sebelum dia bekerja di tempat yang baru. Pendapat lain menurut Luthans, kepuasan kerja merupakan hasil dari sudut pandang pegawai dalam menilai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan dampak yang dinilai penting.

Lain halnya dengan Robbins (2001) mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah perilaku individu terhadap pekerjaannya. Pegawai yang mendapatkan kepuasan di tempat kerja cenderung lebih memberikan dampak dibandingkan dengan mereka yang tidak merasakan kepuasan bekerja. Orang yang paling tidak merasa puas adalah mereka yang tidak terpenuhi segala kebutuhan yang menjadi keinginannya.

Sedangkan yang merasa paling puas adalah orang yang terpenuhi keinginannya.

Sehingga kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai respon sikap atau emosi terhadap berbagai macam jenis pekerjaan (Kinicki and Kreitner, 2005).

Disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan cara pandang pegawai akan perasaannya terhadap pekerjaannya. Kepuasan ini akan di dapat atas interaksi seorang pegawai terhadap lingkungan kerjanya. Kemudian, setiap individu memiliki penilaian

(22)

yang berbeda terhadap kepuasan kerja karena mereka memiliki kriteria masing- masing dalam mengkategorikan sesuatu sebagai sebuah bentuk kepuasan kerja.

1. Teori kepuasan kerja 1) Teori keseimbangan

Teori ini dikemukakan oleh Wexley dan yukl, mengatakan bahwa komponen dalam teori ini adalah input, outcome dan comparison person. Input adalah semua nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang pekerjaan. Misalnya, pendidikan, pengalaman, skill, usaha, dan jam kerja. Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai, seperti upah, bonus, dan penghargaan lainnya. Comparison Person adalah pegawai dalam organisasi yang sama atau yang berbeda atau dirinya sendiri atas pekerjaan sebelumnya.

2) Teori Pandangan Kelompok

Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai tidak hanya tergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, melainkan juga bergantung pada pandangan dan pendapat para pegawai dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut dijadikan sebagai tolak ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungan.

Jadi, pegawai akan lebih merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan.

(23)

3) Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy Theory)

Menurut Locke, teori ketidaksesuaian mengungkapkan bahwa kepuasan atau ketidakpuasaan dari beberapa aspek pekerjaan menggunakan dasar pertimbangan dua nilai (values), yaitu (1) ketidaksesuaian yang dipersepsikan antara yang diinginkan individu dengan yang diterima dalam kenyataan dan (2) pentingnya pekerjaan yang diinginkan oleh individu tersebut.

Kepuasan kerja secara keseluruhan bagi individu adalah jumlah dari kepuasan kerja dari setiap aspek pekerjaan yang dialihkan dengan derajat pentingnya aspek pekerjaan individu. Dalam teori ini faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah:

 Pekerjaan yang di emban. Pekerjaan menjadi dimensi yang mempengaruhi

kepuasan pegawai dalam melakukan pekerjaannya. Hal ini terkait dengan jumlah pekerjaan, variasi tugas, kesempatan belajar, kesulitan kerja, kesempatan untuk berhasil, dan metode pekerjaan.

 Pembayaran. Hal ini berkaitan dengan metode pembayaran yang digunakan.

Cara untuk membayar pegawai, jumlah yang di terima pegawai, serta keadilan pembayaran yang diterima tiap pegawai.

 Promosi. Berkaitan dengan keadilan yang di dapat setiap pegawai atas kesempatan yang sama untuk mendapatkan promosi jabatan.

(24)

 Pengakuan. Di dalamnya terkait dengan penghargaan yang di terima oleh

pegawai atas prestasi yang dicapai. Kepercayaan atas tugas yang di berikan, serta kritik atas tugas yang di kerjakan turut serta andil dalam dimensi ini.

 Benefit. Merupakan manfaat yang di terima pegawai selama ia bekerja. Ini

berkaitan dengan kesejahteraan pegawai. Semisal mendapat tunjangan kesehatan, adanya cuti tahunan, adanya tunjangan ketika liburan panjang, bahkan mendapat jaminan di hari tua sesuai purna tugas.

 Kondisi kerja. Kondisi kerja juga turut mempengaruhi puas tidaknya pegawai

atas pekerjaannya. Misalkan saja pengaturan jam kerja, sarana yang digunakan, suhu ruangan, ventilasi, kelembaban, lokasi serta tata ruang kerja.

 Supervisi. Ini terkait dengan gaya pimpinan dalam mengelola pegawainya.

Termasuk di dalamnya kepekaan terhadap suatu kondisi maupun keadaan pegawainya.

 Rekan kerja, termasuk kompetensi antar rekan kerja, komunikasi antar rekan kerja, sikap saling membantu antar pekerja.

 Perhatian perusahaan dan manajemen terkait kebijakan terhadap pekerja baik untuk pembayaran maupun benefit lain yang diterima.

(25)

E. Hubungan motivasi kerja, kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan

1. Hubungan motivasi dengan kinerja

Robbins berpendapat motivasi ialah kesediaan individu untuk mengeluarkan upaya dalam mencapai tujuan organisasi. Kemudian bila seseorang termotivasi maka ia akan berupaya sekuat tenaga untuk mencapai tujuan, namun belum tentu upaya yang tinggi menghasilkan kinerja yang tinggi pula. Individu yang memiliki kebutuhan akan prestasi tinggi berbeda dengan orang yang memiliki hasrat untuk menyelesaikan hal-hal dengan lebih baik. Peraih prestasi tinggi biasanya cenderung menyukai pekerjaannya dengan penuh tanggung jawab dan mereka mengharap adanya imbal balik atas kinerjanya.

Ary Sutrichastini (2015) berpendapat bahwa motivasi pegawai dalam mencapai prestasi tinggi di dasari oleh adanya insentif, motif, dan harapan individu tersebut. Sedangkan Erlangga K.N., Muhammad A.M., dan Heru S.

(2014) berpendapat bahwa semakin tinggi motivasi yang meliputi kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan kekuasaan, dan kebutuhan akan afiliasi maka kinerja karyawan juga semakin meningkat.

2. Hubungan Kepuasan kerja dengan kinerja

Menurut Luthans (2011) bependapat bahwa kepuasan kerja adalah hasil persepsi karyawan tentang bagaimana pekerjaan mereka dapat memberikan suatu yang dianggap penting. Artinya, karyawan akan merasa puas jika apa yang didapat dalam bekerja sudah memenuhi apa yang dianggap penting olehnya, sehingga dengan terpenuhinya hal yang dianggap penting oleh karyawan, akan

(26)

mengarahkan karyawan untuk berkiprah lebih baik dalam kinerjanya, dan sebaliknya apabila hal yang dianggap penting oleh karyawan dirasa tidak terpenuhi maka akan menurunkan kinerja mereka.

(Wibowo, 2016) berpendapat bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja.

(27)

F. Kerangka Berpikir

Gambar 2.2. Kerangka berpikir kinerja pegawai yang ditinjau dari motivasi dan kepuasan kerja

Kerangka berpikir menurut Husaini Usman dan Purnomo (2008) adalah penjelasan sementara terhadap suatu gejala yang menjadi objek permasalahan kita.

Kerangka berpikir ini disusun dengan berdasarkan pada tinjauan pustaka dan hasil penelitian yang relevan atau terkait. Dalam penelitian ini meninjau kinerja pegawai dari sudut motivasi kerja dan kepuasan kerja pegawai. Apabila pegawai mendapatkan kepuasan dalam bekerja maka kinerja pegawai akan maksimal, dan dengan adanya faktor-faktor pendorong pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya maka kinerja yang dihasilkan akan menjadi baik. Namun untuk menilainya, diperlukan adanya indikator untuk mengukur sejauh mana kinerja dari pegawai tersebut.

Motivasi Kerja:

1. Existence 2. Relatedness 3. Growth

Kepuasan Kerja:

1. Pekerjaan 2. Pembayaran 3. Kondisi kerja 4. Promosi 5. Pengakuan

Motivasi Kerja:

1. Existence 2. Relatedness 3. Growth

Kinerja Pegawai:

Capaian kinerja dan asisten

ombudsman mengenai tugas dan fungsinya berdasarkan pada unit kerja masing- masing

(28)

Tabel 2.2 Indikator variabel Kinerja, Motivasi, dan Kepuasan Kerja

Variabel Dimensi Indikator

Kinerja (Berdasarkan Peraturan

Ombudsman RI No. 13 Tahun 2013)

Penilaian Kinerja a. Kecakapan asisten unit pencegahan, pemeriksaan, dan penerimaan dan verifikasi laporan dalam hal pemahaman terhadap substansi tugas yang diberikan b. Ketepatan waktu dalam

menganalisis tugas yang diberikan.

c. Komunikasi dan kerjasama

d. Inisiatif dalam melaksanakan tugas.

Motivasi

(Berdasarkan pada Teori ERG Clayton Alderferer)

1. Existence (Keberadaan)

- Upah/gaji/insentif pegawai - Keamanan pegawai

- Kondisi kerja - Fasilitas kerja 2. Relatedness

(Hubungan)

- Hubungan dengan pimpinan - Hubungan dengan rekan sejawat

(29)

3. Growth

(Pengembangan)

- Prestasi/penghargaan - Kenaikan jenjang - Pelatihan

Kepuasan kerja (Berdasarkan pada Teori Discrepancy Locke)

1. Pekerjaan - Pekerjaan yang di emban dengan kompetensi yang dimiliki.

- Pekerjaan yang diberikan memberi kesempatan untuk berkreasi.

- Kesibukan pekerjaan

2. Pembayaran - Imbalan yang diberikan sesuai dengan beban kerja yang dikerjakan

3. Promosi - Memberikan kesempatan untuk mengembangkan diri.

4. Pengakuan - Adanya penghargaan yang diberikan atas prestasi pegawai.

5. Kondisi kerja - Fasilitas kerja yang ada - Kondisi lingkungan kerja

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1. Hierarki Kebutuhan Maslow
Gambar 2.2. Kerangka berpikir kinerja pegawai yang ditinjau dari motivasi dan  kepuasan kerja
Tabel 2.2 Indikator variabel Kinerja, Motivasi, dan Kepuasan Kerja

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan berbagai definisi yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan sejauhmana karyawan merasakan

Sikap adalah merupakan suatu reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek, manifestasi sikap-sikap tidak dapat langsung

Dari berbagai uraian tersebut dapt disimpulkan bahwa loyalitas pelanggan meruapakan sebuah sikap yang menjadi dorongan perilaku untuk melakukan pembelian produk/jasa dari

a) Emosi dalam diri individu, kadang – kadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi

Berdasarkan berbagai uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa loyalitas pelanggan merupakan sebuah sikap yang menjadi dorongan perilaku untuk melakukan

Berdasarkan pemaparan proses kerja di atas dapat disimpulkan bahwa jenis pekerjaan yang memiliki risiko untuk mengalami kelelahan pada semua jenis pekerjaannya,

Pengertian yang menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap karyawan terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan situasi kerja, kerja sama antar karyawan, imbalan

Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa music engagement untuk meregulasi emosi, yang menggambarkan keterlibatan individu dengan musik untuk mengelola kondisi emosi