KAJIAN FONETIS PADA TUTURAN ANAK PENYANDANG
TUNAGRAHITA DI SLB-C SUKAPURA KIARACONDONG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat untuk Memeroleh Gelar Sarjana Sastra
Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia
Konsentrasi Linguistik
oleh
Debby Yuwanita Anggraeni
0906433
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAJIAN FONETIS PADA TUTURAN ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA DI SLB-C SUKAPURA KIARACONDONG
Oleh
Debby Yuwanita Anggraeni
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
© Debby Yuwanita Anggraeni 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
November 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
KAJIAN FONETIS PADA TUTURAN ANAK PENYANDANG
TUNAGRAHITA DI SLB-C SUKAPURA KIARACONDONG
oleh
Debby Yuwanita Anggraeni
0906433
Disetujui dan disahkan oleh:
Pembimbing I,
Drs. Aceng Ruhendi Saefullah, M.Hum.
NIP 195608071980121001
Pembimbing II,
Sri Wiyanti, S.S., M.Hum.
NIP 197803282006042001
diketahui oleh
Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Dr. Dadang S. Anshori, M.Si.
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tuturan dari bahasa anak penyandang tunagrahita taraf ringan, taraf sedang, dan taraf berat di SLB-C Sukapura Kiaracondong yang setiap realisasi tuturannya memiliki variasi bunyi bahasa, bahkan ada beberapa pelafalannya yang belum sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan realisasi tuturan dan variasi pelafalan tuturan bunyi bahasa pada anak penyandang tunagrahita taraf ringan, taraf sedang, dan taraf berat, lalu membandingkan tingkat perbandingan pelafalannya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan linguistik struktural, khususnya kajian fonologi, karena penelitian ini membahas tuturan pelafalan anak penyandang tunagrahita secara fonetis dan perubahan bunyi yang dilafalkannya. Dalam kajian fonologi dapat terungkap jelas bunyi-bunyi suatu bahasa. Data yang digunakan adalah data kebahasaan berupa kata, frasa, dan kalimatdalam realisasi pengucapan dan pelafalan anak penyandang tunagrahita taraf ringan, taraf sedang, dan taraf berat.
ABSTRACT
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERSEMBAHAN
LEMBAR PERNYATAAN
KATA PENGANTAR ... i
UCAPAN TERIMA KASIH ... ii
ABSTRAK ...iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR ISTILAH ... x
DAFTAR LAMBANG ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB 1: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Masalah Penelitian ... 5
1.2.1 Identifikasi Masalah ... 5
1.2.2 Batasan Masalah... 5
1.2.3 Rumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
1.4.1 Manfaat Teoretis ... 6
1.4.2 Manfaat Praktis ... 7
BAB 2 : KAJIAN PUSTAKA, FONOLOGI, FONETIS, KLASIFIKASI
BUNYI BAHASA, GEJALA PERUBAHAN BUNYI, BUNYI PENGIRING,
DAN ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA
2.1 Kajian Pustaka ... 9
2.2 Landasan Teoretis ... 12
2.2.1 Fonologi ... 12
2.2.2 Fonetis ... 12
2.2.2.1 Jenis-Jenis Fonetis ... 13
1) Akustis ... ... 13
2) Auditoris ... 13
3) Organis atau Artikulatoris ... 13
2.2.2.2 Alat Ucap ... 14
2.2.2.3 Uraian Fungsi-Fungsi Alat Ucap ... 16
1) Paru-paru ... 16
2) Pangkal Tenggorok ... 16
3) Rongga Kerongkongan ... 16
4) Langit-langit Lunak ... 16
5) Langit-langit keras ... 17
6) Ujung Lidah ... 17
7) Daun Lidah ... 17
8) Ceruk Gigi ... 17
9) Gigi ... 17
10) Bibir ... 17
11) Bibir Atas dan Bibir Bawah ... 18
12) Lidah ... 18
13) Mulut dan Rongga Mulut ... 18
14) Rongga Hidung ... 18
2.2.3 Klasifikasi Bunyi Bahasa ... 18
VI
2.2.3.2 Semi Vokal ... 19
2.2.3.3 Konsonan ... 19
1) Tempat Artikulasi ... 20
2) Cara Artikulasi ... 20
3) Pita Suara ... 20
4) Striktur ... 20
2.2.4 Gejala Perubahan Bunyi ... 20
2.2.4.1 Protesis ... 21
2.2.4.2 Epentesis ... 21
2.2.4.3 Paragog ... 21
2.2.4.4 Aferesis ... 21
2.2.4.5 Sinkop ... 21
2.2.4.6 Apokop ... 21
2.2.4.7 Rotatisme ... 22
2.2.4.8 Fusi ... 22
2.2.4.9 Diftongisasi ... 22
2.2.4.10 Lenisi ... 22
2.2.5 Bunyi Pengiring ... 22
2.2.6 Anak Penyandang Tunagrahita ... 23
2.2.7 Asumsi Dasar ... 24
BAB 3: METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Subjek ... 25
3.2 Desain Penelitian ... 26
3.3 Metode Penelitian... 27
3.3.1 Definisi Operasional... 27
3.3.2 Instrumen Penelitian... 27
3.3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 35
3.3.4 Teknik Penganalisisan Data ... 36
4.1 Hasil Penelitian ... 37
4.1.1 Realisasi Tuturan, Variasi Pelafalan Tuturan, dan Tingkat Perbandingan
Anak Penyandang Tunagrahita Taraf Ringan, Sedang, dan Berat
Berdasarkan Kata ... 37
4.1.2 Realisasi Tuturan, Variasi Pelafalan Tuturan, dan Tingkat Perbandingan
Anak Penyandang Tunagrahita Taraf Ringan, Sedang, dan Berat
Berdasarkan Frasa ... 120
4.1.3 Realisasi Tuturan, Variasi Pelafalan Tuturan, dan Tingkat Perbandingan
Anak Penyandang Tunagrahita Taraf Ringan, Sedang, dan Berat
Berdasarkan Kalimat ... 152
4.2 Pembahasan ... 177
4.2.1 Realisasi Tuturan dan Variasi Pelafalan Tuturan Anak Penyandang
Tunagrahita Taraf Ringan, Sedang, dan Berat Berdasarkan Kata ... 177
4.2.2 Realisasi Tuturan dan Variasi Pelafalan Tuturan Anak Penyandang
Tunagrahita Taraf Ringan, Sedang, dan Berat Berdasarkan Frasa ... 238
4.2.3 Realisasi Tuturan dan Variasi Pelafalan Tuturan Anak Penyandang
Tunagrahita Taraf Ringan, Sedang, dan Berat Berdasarkan Kalimat ... 260
4.2.4 Tingkat Perbandingan Anak Penyandang Tunagrahita Taraf Ringan, Sedang,
dan Berat ... 280
BAB 5: SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ... 262
5.2 Saran ... 264
DAFTAR PUSTAKA ... 265
LAMPIRAN
1. Surat Keputusan ... 266
2. Rekap Fonetis Pelafalan ... 267
3. Data-data Anak Penyandang Tunagrahita Taraf Ringan, Taraf Sedang, dan
Taraf Berat ... 277
BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam bagian ini, dipaparkan mengenai pendahuluan penelitian yang
dapat diuraikan sebagai berikut. Adapun uraiannya meliputi (1) latar belakang, (2)
identifikasi masalah, (3) batasan masalah, (4) rumusan masalah, (5) tujuan
penelitian, (6) manfaat penelitian, dan (7) struktur organisasi penulisan.
1.1 Latar Belakang
Bahasa adalah salah satu alat komunikasi manusia untuk berinteraksi
dengan sesamanya. Tanpa berbahasa, manusia tidak dapat mendapatkan informasi
yang dibutuhkan seperti biasanya. Bahasa juga bermacam-macam sesuai dengan
ruang dan waktu yang melatari hidup manusia.
Carrol (1986: 65), mengemukakan bahasa sebagai sebuah sistem struktural
mengenai bunyi dan urutan bunyi bahasa yang sifatnya manasuka, yang
digunakan, atau yang dapat digunakan dalam komunikasi antarindividu oleh
sekelompok manusia dan yang secara agak tuntas memberi nama kepada
benda-benda, peristiwa-peristiwa, dan proses-proses dalam lingkungan hidup manusia.
Bahasa juga dapat dikatakan sebagai ucapan yang bukan merupakan
sebuah tulisan karena sejatinya bahasa merupakan sebagai lambang bunyi. Bentuk
komunikasi verbal atau berbahasa juga ditunjukkan dengan adanya interaksi yang
disebut bicara. Selain itu, bahasa juga merupakan salah satu kemampuan manusia
yang berasal dari kematangan kognitif.
Salah satu unsur bahasa yang memegang peranan sangat penting adalah
kosakata. Kosakata merupakan bahan baku yang membangun bahasa. Kumpulan
kosakata yang disusun menjadi sebuah kalimat lalu terbangun menjadi beberapa
wacana yang berupa informasi yang dapat disampaikan menjadi bahasa.
Begitu juga, dalam berbahasa akan menimbulkan suatu bunyi yang
„fonologi‟ ini dibentuk dari kata “fon” yang bermakna „bunyi‟ dan “logi” yang berarti „ilmu‟. Jadi, secara sederhana dapat dikatakan bahwa fonologi merupakan ilmu yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa pada umumnya. Objek kajiannya adalah “fon” atau bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Fonologi memiliki dua kajian, yaitu fonetis danfonemis.Menurut Muslich
(2008), fonetis adalah bunyi-bunyi ujar dipandang sebagai media bahasa semata,
tak ubahnya seperti benda atau zat. Dengan demikian, bunyi-bunyi dianggap
sebagai bahan mentah, bagaikan batu, pasir, semen sebagai bahan mentah
bangunan rumah. Fonemis adalah suatu kajian yang mempelajari fonem, fonem
itu sendiri adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang dapat membedakan arti atau
makna.
Namun, dalam penelitian ini penulis lebih fokus pada kajian fonetisnya
saja. Hal itu, sesuai dengan penelitian yang dilakukan, data beberapa tuturan anak
penyandang tunagrahita, diteliti dari bunyi-bunyi tuturannya saja.
Dengan begitu, kemampuan menyampaikan informasi secara lisan sangat
dipengaruhi oleh kemampuan merangkai dan melafalkan bunyi-bunyi bahasa.
Seperti halnya kemampuan berbahasa anak berkebutuhan khusus, anak
penyandang tunagrahita memiliki hambatan bicara. Hambatan tersebut terletak di
lidah si anak. Sementara itu, komunikasi mereka terhambat dan kadang pelafalan
suatu kosakatanya itu terdengar samar dan kurang jelas. Berdasarkan fenomena
tersebut, dalam penelitian ini akan dikaji bahasa pada anak tunagrahita,
bagaimana pengucapan, dan bagaimana pelafalan setiap bunyi bahasa yang
mereka ucapkan.
Tunagrahita merupakan asal dari kata tuna yang berarti “merugi”, sedangkan grahita yang berarti “pikiran”. Tunagrahita merupakan kata lain dari retardasi mental mentalretardation yang artinya terbelakang mental. Penelitian ini
menggunakan ilmu fonologi (fonetis) untuk meneliti pengucapan dan pelafalan
bahasa dari anak tunagrahitanya itu.
Gangguan bicara dalam berbahasa merupakan salah satu penyebab
3
penyandang tunagrahita. Komunikasi untuk menyampaikan isi pikiran, perasaan,
dan emosi dengan orang lain pada anak tunagrahita dikemukakan dengan simbol
verbal atau akustik sehingga tidak dapat membentuk hubungan sosial dan
komunikasi yang normal.
Kajian tentang pelafalan dan pengucapan tuturan dari anak tunagrahita
telah dilakukan oleh beberapa peneliti dan beberapa penelitian lain hanya sama
dengan kajian yang mendekati penelitian ini. Sebagai contoh, penelitian tentang
pengucapan kosakata dasar anak tunagrahita taraf sedang yang dilakukan oleh
Tisnasari (2003), lalu penelitian tentang tuturan direktif anak penyandang
tunagrahita pernah dilakukan oleh Priwati (2010). Ada juga penelitian lain yang
terkait dengan penelitian ini, yaitu kajian kompetensi fonologis anak down
sindrom oleh Sefiani (2011). Selanjutnya, penelitian lainnya yang terkait dengan
kajian penelitian ini adalah kajian fonetis tuturan penderita gagap yang dilakukan
oleh Monteiro (2009), dan terakhir penelitian kajian fonetis tuturan penderita
Afasia Broca yang mengalami gangguan stroke pada usia 40-50 tahun oleh
Suryanita (2010).
Berdasarkan tinjauan di atas, kajian tentang pelafalan dan pengucapan
yang dilihat dari segi fonetis, yang diambil dari beberapa tuturan yang mengalami
perubahan dan penghilangan kosakata, banyak perbedaan dalam setiap
penelitiannya, dan banyak ragam penelitiannya. Seperti penelitian yang dilakukan
oleh Tisnasari (2003) yang meneliti gambaran sistem pelafalan kosakata dasar
pada anak tunagrahita taraf sedang, mengetahui variasi pelafalan koskata dasar
pada anak tunagrahita, dan kemampuan anak tunagrahita memahami kosakata
dasar yang dilafalkannya. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Priwati
(2010) yang meneliti tuturan direktif dari anak penyandang tunagrahita, tekanan
ilokusi dari tuturan direktif, dan wujud tindak tutur anak penyandang
tunagrahitanya itu. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Sefiani (2011)
yang meneliti proses artikulasi pelafalan fonem anak down sindrom, perubahan
bunyi-bunyi yang dilafalkan dan bagaimana keterbelakangan mental mereka
Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Monteiro (2009) yang meneliti kajian
fonetis tuturan dari penderita gagap, dan terakhir penelitian yang dilakukan oleh
Suryanita (2010) yang meneliti kajian fonetis tuturan penderita Afasia Broca yang
mengalami gangguan stroke pada usia 40-50 tahun, kedua penelitian ini diambil
dari kesamaan kajiannya saja dan banyak masalah yang penting untuk diteliti.
Adapun beberapa contoh yang peneliti lakukan yaitu, pelafalan anak
tunagrahita berdasarkan taraf ringan, sedang, dan berat. Anak penyandang
tunagrahita taraf ringan, pada saat mengucapkan suku kata /fa/, melafalkannya
menjadi [pa], pelafalan /f/ tersebut seharusnya terjadi pada tempat artikulasi
labio-dental, namun anak tersebut melafalkannya menjadi /p/ dan itu terjadi pada tempat
artikulasi bilabial, selanjutnya kata /ember/, dilafalkannya [émbél], pelafalan
bunyi /r/ seharusnya terjadi pada tempat artikulasi apiko alveolar, dan cara
artikulasinya getar (trill), berubah menjadi /l/ tempat artikulasinya pada apiko
alveolar, dan cara artikulasinya sampingan (lateral), hal tersebut mengalami gejala
perubahan bunyi rotatisme. Selanjutnya, anak penyandang tunagrahita pada taraf
sedang, saat mengucapkan suku kata /fa/, dapat melafalkannya dengan benar,
yaitu [fa], dan kata /ember/, dilafalkannya [ébér], pelafalan bunyi /m/ seharusnya
terjadi pada tempat artikulasi bilabial, dan cara artikulasinya nasal (sengau),
namun terjadinya penghilangan bunyi /m/ di tengah, hal tersebut mengalami
gejala perubahan bunyi sinkop. Terakhir, anak penyandang tunagrahita pada taraf
berat, saat mengucapkan suku kata /fa/, melafalkannya menjadi [pha], pelafalan /f/
tersebut seharusnya terjadi pada artikulasi labio-dental, namun anak tersebut
melafalkannya menjadi /p/ dan adanya bunyi aspirasi, dengan bunyi sertaan [h] di
tengah, selanjutnya kata /ember/, dilafalkannya [émbé], pelafalan bunyi /r/
seharusnya terjadi pada tempat artikulasi apiko alveolar, dan cara artikulasinya
getar (trill), namun terjadinya penghilangan bunyi /r/ di akhir kata, hal tersebut
mengalami gejala perubahan bunyi apokop.
5
Indonesia yang dituturkan oleh anak penyandang tunagrahita pada taraf ringan,
sedang, dan berat.
1.2 Masalah
Dalam bagian ini akan dijelaskan masalah yang menjadi fokus penelitian.
Adapun penjelasannya meliputi (1) identifikasi masalah, (2) batasan masalah, dan
(3) rumusan masalah.
1.2.1 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah diperlukan untuk mengetahui masalah yang timbul
dari topik penelitian. Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1) Anak penyandang tunagrahita mengalami hambatan berkomunikasi berbicara
dan memahami bahasa.
2) Anak tunagrahita yang mengalami keterlambatan bicara dan bahasa berisiko
mengalami kesulitan belajar, kesulitan membaca dan menulis, serta akan
menyebabkan pencapaian akademik yang kurang secara menyeluruh.
3) Keterlambatan berbahasa mengakibatkan anak penyandang tunagrahita sulit
melafalkan bunyi-bunyi bahasa Indonesia, kata, frasa, dan kalimat dengan
baik, bahkan cenderung sulit untuk memahaminya.
1.2.2 Batasan Masalah
Penelitian ini perlu memberikan batasan terhadap masalah yang akan
diteliti agar penelitian ini lebih terarah dan terhindar dari penyimpangan. Batasan
masalah tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut.
1) Penelitian ini meneliti pengucapan terhadap tuturan berbagai macam kosakata
dasar pada anak penyandang tunagrahita dilihat dari segi fonetis.
2) Responden yang diteliti adalah anak tunagrahita dalam responden yang
3) Penelitian ini dilakukan dengan metode linguistik struktural, khususnya
fonologi dan lebih khususnya yaitu fonetis.
4) Responden yang dipilih dilihat berdasarkan 3 taraf penyandang tunagrahita,
yaitu ringan, sedang, dan berat.
5) Lokasi penelitian ini dilaksanakan di SLB (Sekolah Luar Biasa)-C, Jl. Terusan
PSM Perumahan Bumi Asri Sukapura No.3 - Kiaracondong.
6) Datanya berdasarkan kata, frasa, kalimat, dan suku kata.
7) Kajian ini dibatasi dengan bunyi-bunyi segmental
1.2.3 Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini dirumuskan masalah-masalah yang akan dianalisis
pada bagian pembahasan. Rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut.
1) Bagaimanakah realisasi tuturan bunyi bahasa pada anak penyandang
tunagrahita pada tingkat ringan, sedang, dan berat?
2) Bagaimana variasi pelafalan tuturan bunyi bahasa pada anak tunagrahita pada
tingkat ringan, sedang, dan berat?
3) Bagaimanakah tingkat perbandingan pelafalan tuturan anak tunagrahita antara
tingkat ringan, sedang, dan berat?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan
menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
1)realisasi tuturan bunyi bahasa pada anak penyandang tunagrahita pada tingkat
ringan, sedang, dan berat;
2)variasi pelafalan tuturan bunyi bahasa pada anak tunagrahita pada tingkat
ringan, sedang, dan berat;
3)tingkat perbandingan pelafalan tuturan anak tunagrahita antara tingkat ringan,
sedang, dan berat.
7
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis dan praktis.
Adapun uraiannya adalah sebagai berikut.
1.4.1 Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
bahwa bahasa yang selama ini diperlukan untuk komunikasi ternyata tidak
selamanya dapat diucapkan dengan sempurna. Semuanya bisa berubah dan
menjadi berbeda dengan adanya kekurangan beberapa orang tertentu.
Dalam ilmu fonologi juga dapat dibuktikan bahwa setiap pelafalan yang
terucap pada setiap kosakata memiliki arti dan gejala bahasanya masing-masing,
mau itu perubahan huruf konsonan dan vokal, maupun penghilangan suatu huruf
konsonan dan vokal.
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis,melalui penelitian ini akan diketahui kemampuan berbahasa
anak penyandang tunagrahita sesuai dengan tingkat antara ringan, sedang dan
parah. Selain itu, dapat diketahui apa saja yang menurut mereka sukar untuk
dilafalkan dan jarang terdengar dengan jelas sesuai dengan suatu pelafalan apa
yang dimaksudkan. Dapat juga penelitian ini digunakan untuk terapi bicara/ terapi
pelafalan bunyi-bunyi bahasa Indonesia, baik vokal maupun konsonan.
1.5 Struktur Organisasi Penulisan
Hasil penelitian ini dilaporkan dalam bentuk skripsi. Untuk memudahkan
penyajiannya, struktur organisasi penulisan skripsi ini disusun dari bab satu
sampai bab lima. Hal ini dilakukan untuk memudahkan penulis dalam mencapai
tujuan yang telah direncanakan. Berikut ini adalah uraian struktur organisasi
Pada bab satu dipaparkan latar belakang penelitian, masalah penelitian
yang mencakup pengidentifikasian masalah, dan perumusan masalah. Setelah itu,
dilanjutkan dengan tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi.
Pada bab dua dipaparkan mengenai teori yang digunakan dalam penelitian
skripsi. Pada bab ini, penulis memaparkan tentang penelitian-penelitian terdahulu
dan teori-teori dari beberapa ahli yang relevan terhadap masalah dan asumsi dasar.
Pada bab tiga dipaparkan mengenai metodologi penelitian. Metodologi
penelitian tersebut mencakup beberapa penjelasan mengenai lokasi dan subjek
penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen
penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.
Selanjutnya pada bab empat dipaparkan analisis data dan pembahasannya.
Pada bab ini penulis menganalisis data dengan menggunakan teknik analisis data
dan pembahasan lebih lanjut terhadap hasil analisis data.
Penelitian ini ditutup dengan bab lima yang berisi simpulan dan saran.
Simpulan dideskripsikan secara singkat, jelas, dan mudah dipahami yang
mencakup dari permasalahn skripsi yang sudah dibahas. Saran yang diberikan
penulis pun berisi rekomendasi penulis terhadap tindak lanjut penelitian yang
25 BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bagian ini, dipaparkan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
metodologi penelitian, dan dapat diuraikan sebagai berikut. Adapun uraiannya
meliputi (1) lokasi dan subjek, (2) desain penelitian, (3) metode penelitian, (4)
definisi operasional, (5) instrumen penelitian, (6) teknik pengumpulan data, dan
(7) teknik analisis data.
3.1 Lokasi dan Subjek
Lokasi penelitian dilaksanakan di sekolah SLB-C, Jl. Terusan PSM
Perumahan Bumi Asri Sukapura No.3, Kiaracondong-Bandung.
Subjek dari penelitian ini yaitu, anak penyandang tunagrahita taraf ringan,
sedang, dan berat. Jumlah dari anak penyandang tunagrahita tersebut,
masing-masing tarafnya satu. Adapun data dari anak tersebut.
Taraf Ringan
Nama : Tifanny Ananda Melva
Kelas : 2 SD
Umur : 9 Tahun
Alamat : Jl. Kebon Jayanti RT 01/RW 12
Taraf Sedang
Nama : Yunita
Kelas : 5 SD
Umur : 15 Tahun
Alamat : Sayang Kaak, Kebon Jayanti RT 01/RW 06
Taraf Berat
Nama : Muhammad Ridho Nugraha
Kelas : XII
Alamat : Komplek Bumi Asri, Sukapura. Jl. Kiara Asri Barat 1/E 15-7
Bandung.
3.2 Desain Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan desain penelitian dalam bentuk diagram
model case study oleh Milles dan Huberman (1994: Yin 2009). Untuk
memperjelas tentang metode penelitian yang dipaparkan sebelumnya, pada bagian
ini akan digambarkan desain penelitian dalam bentuk diagram berikut.
Kajian Fonetis Pada Tuturan Anak Penyandang Tunagrahita Di SLB-C Sukapura Kiaracondong
1. Mengklasifikasikan data sesuai rekaman dan catatan. 2. Data daftar tanyaan ditranskripsikan berdasarkan fonetis. 3. Dideskripsikan bunyi-bunyi pelafalannya.
4. Membuat kode-kode fonetis pada pengucapan dan pelafalan bunyi.
5. Membandingkan data yang sudah dideskripsikan, antara taraf ringan, sedang, dan berat.
Hasil
1. realisasi tuturan kosakata dasar pada anak penyandang tunagrahita pada tingkat ringan, sedang, dan berat.
2. variasi pelafalan tuturan kosakata dasar pada anak tunagrahita pada tingkat ringan, sedang, dan berat.
3. tingkat perbandingan pelafalan tuturan anak tunagrahita antara taraf ringan, sedang, dan berat.
Simpulan
27
Diagram 3.1
Desain Penelitian
3.3 Metode Penelitian
Dalam bagian ini akan diuraikan beberapa bagian dari metode penelitian,
yang mendasari penelitian ini, yaitu sebagai berikut: (1) definisi operasional, (2)
instrumen penelitian, (3) teknik pengumpulan data, dan (4) teknik analisis data.
Adapun uraiannya sebagai berikut.
3.3.1 Definisi Operasional
Definisi operasional yang berkenaan dengan penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1) Kajian fonetis adalah kajian yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa pada setiap
pelafalan kosakata yang telah diucapkan anak penyandang tunagrahita, di
SLB-C, Jl. Terusan PSM Perumahan Bumi Asri Sukapura
No.3-Kiaracondong, dengan taraf ringan, sedang, dan berat.
2) Tuturan adalah pelafalan anak penyandang tunagrahita, di SLB-C, Jl. Terusan
PSM Perumahan Bumi Asri Sukapura No.3-Kiaracondong. Dengan taraf
ringan, sedang, dan berat. Yang melafalkan kosakata, dan tuturan tersebut
berdasarkan kata, frasa, kalimat, dan suku kata.
3) Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki keterbelakangan mental dan
keterbatasan dalam melakukan suatu hal, termasuk dalam berbicara, pada taraf
ringan, sedang, dan berat yang ada di SLB-C, Jl. Terusan PSM Perumahan
Bumi Asri Sukapura No.3-Kiaracondong.
3.3.2 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar
tanyaan yang berisi daftar kosakata bahasa Indonesia, seperti kata, frasa, kalimat,
Tabel di bawah ini, merupakan daftar tanyaan berdasarkan kata.
Tabel 3.1
Berikut, uraian daftar tanyaan berdasarkan kata.
68. Sepatu [səpatu] 69. Sepeda [səpɛda] 70. Sesak [səsak] 71. Tahan [tahan] 72. Tanah [tanah] 73. Tape [tapé] 74. Telinga [təliŋa] 75. Telur [təlur] 76. Tembok [témbok] 77. Tepung [təpuŋ]
78. Uang [uaŋ]
Tabel di bawah ini, merupakan daftar tanyaan berdasarkan frasa. Tabel 3.2
Berikut, uraian daftar tanyaan berdasarkan frasa.
No. Frasa Bunyi Ideal
Kategori
Ringan Sedang Berat
31
Tabel di bawah ini, merupakan daftar tanyaan berdasarkan kalimat. Tabel 3.3
Berikut, uraian daftar tanyaan berdasarkan kalimat.
10. Kakek
membuat
layang-layang.
[kaké? məmbuat layaŋ-layaŋ]
Tabel di bawah ini, merupakan daftar tanyaan berdasarkan suku kata.
Tabel 3.4
Berikut, uraian daftar tanyaan berdasarkan suku kata.
35
Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah (1) observasi, (2)
wawancara, (3) teknik rekam, dan (4) teknik catat. Peneliti akan memaparkannya
di bawah ini.
1) Observasi
Peneliti terjun langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data.
Peneliti mewawancarai anak penyandang tunagrahita untuk mendapatkan data
yang nyata dan yang memang berkaitan dengan batasan masalah dalam
penelitian ini.
2) Wawancara
Selain mengadakan observasi, peneliti juga mengadakan kontak
langsung kepada anak penyandang tunagrahita. Wawancara dengan anak
penyandang tunagrahita, dengan melakukan wawancara bebas yang
memaksudkan untuk mengetahui langsung bagaimana pengucapan dan
pelafalan bahasa yang mereka ucapkan. Wawancara tersebut untuk memeroleh
wujud dari kebenaran hasil data yang didapat.
3) Teknik Rekam
Dalam penelitian ini, peneliti juga melakukan teknik rekam. Peneliti
merekam daftar tanyaan yang berisi daftar kosakata bahasa Indonesia, seperti
kata, frasa, kalimat, dan suku kata yang dilafalkan oleh anak penyandang
tunagrahita pada taraf ringan, sedang, dan berat.
Hal ini untuk mempermudah peneliti ketika mewawancarai
narasumber dan melakukan analisis data pada pelafalan anak tunagrahita taraf
ringan, sedang, dan berat.
4) Teknik Catat
Selain teknik rekam, teknik catat juga sangat diperlukan untuk
dokumentasi dari hasil perekaman. Peneliti mencatat daftar tanyaan yang
kata yang dilafalkan oleh anak penyandang tunagrahita pada taraf ringan,
sedang, dan berat.
Dengan teknik catat, semua data akan lebih jelas. Selain itu, bila ada
kekeliruan dari teknik rekam maka peneliti bisa melihat dari teknik catat yang
sudah dilakukan.
3.3.4 Teknik Penganalisisan Data
Dalam menganalisis data yang akan peneliti lakukan, pertama-tama
membuat rekaman dengan data yang akan dikaji. Rekaman tersebut berupa
percakapan atau pembicaraan yang dilakukan peneliti dengan narasumber. Peneliti
merekam daftar tanyaan yang berisi daftar kosakata bahasa Indonesia, seperti
kata, frasa, kalimat, dan suku kata yang dilafalkan oleh anak penyandang
tunagrahita pada taraf ringan, sedang, dan berat. Selain dengan teknik rekam,
peneliti juga melakukan teknik catat dengan mencatat semua data daftar tanyaan
yang sama.
Setelah melakukan perekaman, selanjutnya mengklasifikasikan data sesuai
yang berada dalam rekaman dan catatan yang peneliti lakukan. Data daftar
tanyaan tersebut di transkripsikan berdasarkan fonetis, dan selanjutnya dianalisis
sesuai dengan pelafalan kosakata oleh anak penyandang tunagrahita tersebut.
Meneliti setiap realisasi tuturan kosakata dasar berdasarkan kata, frasa, kalimat,
dan suku kata, selanjutnya meneliti variasi pelafalan tuturan kosakata dasar
berdasarkan kata, frasa, kalimat, dan suku kata, dan dilakukan perbandingan
pelafalan antara anak penyandang tunagrahita taraf ringan, sedang, dan berat.
Dengan begitu akan ditemukannya pelafalan bunyi yang hilang, atau penambahan
bunyi, dan adanya gejala perubahan bunyi.
Setelah dianalisis, peneliti menyimpulkan hasil analisisnya. Selanjutnya, di
tes kebenarannya, dari hasil observasi, wawancara, teknik rekam, teknika catat,
37
Realisasi tuturan dan variasi pelafalan tuturan pada anak penyandang tunagrahita
taraf ringan, dalam melafalkan kata /anggrek/ dilafalkannya [andlék]. pelafalan bunyi /ŋ/ seharusnya terjadi pada tempat artikulasi dorso velar, cara artikulasinya nasal sengau, pelafalan bunyi /g/ seharusnya terjadi pada tempat artikulasi dorso
velar, cara artikulasinya hambat letup, dan pelafalan bunyi /r/ seharusnya terjadi
pada tempat artikulasi apiko alveolar, cara artikulasinya getar (tril). Namun
diubah dengan bunyi /d/ yang seharusnya terjadi pada tempat artikulasi apiko
palatal, cara artikulasinya hambat letup, dan bunyi /l/ yang terjadi pada tempa
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai tuturan anak penyandang
tunagrahita taraf ringan, taraf sedang, dan taraf berat, penulis telah menentukan
tiga temuan sebagai berikut.
1) Realisasi tuturan yang dilafalkan oleh anak penyandang tunagrahita taraf
ringan, pelafalannya hampir sempurna dan dapat dimengerti, hanya saja masih
ada pelafalan yang dapat dikatakan cadel, dan pada awalan bunyi /m/
berhadapan dengan bunyi /ə/, bunyi /m/ sering tidak dilafalkan, lalu bunyi /k/
berhadapan dengan bunyi /ə/, bunyi /k/ tidak dilafalkan juga. Selanjutnya pada
frasa, pelafalan pada kata pertama dan kedua sudah lengkap dan sempurna,
hanya saja ada beberapa bunyi yang tidak dilafalkan pada awal kata, dan pada
kalimat pelafalannya dapat dimengerti, hanya saja sering ada penghilangan
bunyi di awal, dan sering tidak melafalkan bunyi /r/ di awal, tengah, dan bila
akhir hanya diubah bunyinya menjadi bunyi /l/. Berikutnya, anak penyandang
tunagrahita taraf sedang, pelafalannya hampir sempurna, namun ada beberapa
bagian pelafalannya yang tidak dapat dimengerti, adanya kesamaan dengan
anak penyandang tunagrahita taraf ringan, yaitu tidak melafalkan bunyi /m/ di
awal yang berhadapan dengan bunyi /ə/, lalu bunyi /ŋ/ yang sering tidak
dilafalkan pada tengah kata, selain itu pada frasa ada beberapa yang
dihilangkan kata pertamanya, namun masih dapat dimengerti, sedangkan pada
kalimat pelafalannya lebih sering difokuskan pada makna kalimat yang
sebenarnya, tanpa mengikuti kaidah bahasa Indonesia yang seharusnya. Kasus
selanjutnya, anak penyandang tunagrahita taraf berat, pelafalannya banyak
bunyi-bunyi bahasa yang tidak dilafalkan, ada pula beberapa yang mengubah
bunyi bahasanya tersebut, lalu pada frasa pada kata pertama sering tidak
263
memberikan beberapa makna yang berbeda-beda, selanjutnya pada kalimat
pelafalannya kurang sempurna, disebabkan adanya penghilangan beberapa
bunyi bahasa, dan pelafalannya tidak utuh atau tidak sesuai dengan kaidah
bahasa Indonesia.
2) Variasi pelafalan tuturan pada anak penyandang tunagrahita taraf ringan,
ditemukan seringnya tidak melafalkan bunyi bahasa pada awal kata, dengan
begitu anak tersebut jumlah terbanyak dari gejala perubahan bunyinya yaitu
aferesis 29, lalu rotatisme 28. Sementara, anak penyandang tunagrahita taraf
sedang, tidak jauh beda dengan anak penyandang tunagrahita taraf sedang,
yaitu memiliki jumlah terbanyak dari gejala perubahan bunyinya yaitu aferesis
29, lalu sinkop 15. Selanjutnya, anak penyandang tunagrahita taraf berat,
memiliki kesamaan dengan taraf ringan dan taraf sedang, yaitu memiliki jumla
terbanyak dari gejala perubahan bunyinya yaitu aferesis 34, lalu rotatisme 33.
3) Tingkat perbandingan antara anak penyandang tunagrahita taraf ringan, taraf
sedang, dan taraf berat, anak penyandang tunagrahita taraf ringan dapat
melafalkan suatu bunyi bahasanya dengan secara baik, dan hampir sempurna,
meskipun ada beberapa bunyi bahasa yang tidak dilafalkan, namun tetap saja
pelafalannya dapat dimengerti, sedangkan anak taraf sedang pelafalannya
hampir sempurna, hanya banyak tidak melafalkan beberapa bunyi bahasa, dan
adanya penyisipan bunyi bahasa yang memang seharusnya tidak ada, dan
sering dimunculkan pada tengah kata, selanjutnya anak taraf berat ada
beberapa pelafalannya yang dapat dimengerti hanya saja masih ada bunyi
bahasa yang tidak dilafalkan, terutama pada kalimat bunyi bahasanya
memiliki perbedaan pelafalan yang sangat berbeda, karena anak tersebut lebih
fokus pada makna yang sebenarnya, bukan pada kaidah bahasa Indonesia,
sehingga menimbulkan pelafalan yang kurang sempurna.
Berdasarkan hasil temuan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa realisasi
anak penyandang tunagrahita pada setiap tarafnya itu berbeda-beda, sesuai dengan
kemampuan dan mental si anak. Dari pelafalan-pelafalannya itu, menimbulkan
gejala perubahan bunyi yang sering dilafalkan oleh anak penyandang tunagrahita.
Selanjutnya, adanya tingkat perbandingan antara anak penyandang tuangrahita
taraf ringan, sedang, dan berat, yang dapat membuktikan bahwa pelafalan anak
taraf ringan dapat lebih baik dan dapat dimengerti, dibandingkan anak taraf
sedang, dan taraf berat.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis mengajukan
beberapa saran sebagai berikut.
1) Penelitian ini lebih difokuskan pada kajian fonologi khususnya fonetis, selain
itu juga kasus atau penelitian ini dapat dikaji kembali atau ditindak lanjuti
dengan kajian sintaksis, kajian morfologi, dan kajian pragmatik.
2) Penelitian ini dapat dijadikan sarana therapy untuk anak-anak yang
berkebutuhan khusus dalam berbicara.
3) Penelitian ini dapat memberikan persiapan dalam bersikap yang seharusnya
kepada anak-anak penyandang tunagrahita.
4) Penelitian ini dapat dijadikan untuk pelatihan pelafalan bunyi-bunyi
DAFTAR PUSTAKA
Amin. 1995. “Pengertian Anak Tunagrahita”. [online]. Tersedia:
http://made688.wordpress.com/pengertian-tuna-grahita/ [30 Mei 2012]
Carrol. 1986:65. “Pengertian Bahasa”. [online]. Tersedia:
http://carapedia.com/pengertian_definisi_bahasa_menurut_para_ahli_info494.htm l [6 Juni 2012]
Chaer Abdul. 2011. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2003. “Pengertian Fonologi”. [online]. Tersedia:
http://uniisna.wordpress.com/2011/07/13/467/ [25 Juni 2012] Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul.2007. Kajian Bahasa Struktur Internal, Pemakaian, dan Pemelajaran.
Jakarta: Rineka Cipta.
Crowley, Terry. 1987. An Introduction To Historical Linguistics. University of Papua New Guinea Press.
Fernandez, Dr. Inyo Yos. 1993/1994. Linguistik Historis Komparatif Bagian Pertama Bagian Kedua. Pascasarjana UGM.
M. Irianty, Novy Intan 2009. “Kajian Fonetis Tuturan Penderita Gagap”. Skripsi Fakultas
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Malmberg, Bertil. 1986. “Pengertian Fonetis”. [online]. Tersedia:
http://cahayaide.blogspot.com/2012/03/tugas-pertama-definisi-fonetik-klas-d.html [6Juni 2012]
Marsono. 2008. Fonetik: seribahasa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Miles, Matthew B dan Hubermen, A Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-metode Baru. Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press.
Mohammad, Dr. Efendi, M.Pd., M.Kes. 2009. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Muslich, Masnur. 2008. Fonologi Bahasa Indonesia:Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Priwati, Sri 2010. “Tindak Tutur Direktif Penyandang Tunagrahita”. Skripsi Fakultas
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Priwati, Sri. 2010. “Skripsi Tindak Tutur Direktif Penyandang Tunagrahita”.
[online].Tersedia:
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_c0151_0606150_abstract.pdf [6 Juni 2012]
Sefiani, Evi. 2011. “Kompetensi Fonologis Anak Sindrom Down”. Skripsi Fakultas
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Somantri. 2006:103. “Pengertian Tunagrahita”. [online]. Tersedia:
Suryanita, Mely Rizki. 2010. “Kajian Fonetis Tuturan Penderita Afasia Broca yang
mengalami gangguan stroke pada usia 40-50 tahun”. Skripsi Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Tisnasari, Sundawati. 2007. “Pengucapan Kosakata Dasar Anak Tunagrahita”. Skripsi
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Trubetzkoy. 1962:11-12. “Pengertian Fonologi”. [online]. Tersedia:
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_a0451_054868_chapter2.pdf [6 Juni 2012]
Verhaar. 1984:36. “Pengertian Fonologi”. [online]. Tersedia: