• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Analisis Respon Statis Jembatan Tipe Gelagar Beton Bertulang Dengan Metode Pembebanan (Loading Test)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kajian Analisis Respon Statis Jembatan Tipe Gelagar Beton Bertulang Dengan Metode Pembebanan (Loading Test)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Kajian Analisis Respon Statis Jembatan Tipe Gelagar

Beton Bertulang Dengan Metode Pembebanan (Loading

Test)

N. Retno Setiati

Puslitbang Jalan dan Jembatan Jl. A.H. Nasution No. 264, Bandung 40294

E-mail : retnosetiati@yahoo.com

Abstrak

Saat ini jembatan di Indonesia yang berada dalam masa layan sering dijumpai mengalami keruntuhan. Keruntuhan tersebut dapat diakibatkan oleh banyak faktor diantaranya kurangnya pemeliharaan rutin yang dilakukan terhadap jembatan tersebut. Salah satu bentuk pemeliharaan yang perlu dilakukan adalah dengan mengetahui kapasitas jembatan eksisting. Pengujian pembebanan jembatan dengan cara statis merupakan metode yang dapat dilakukan untuk mengetahui nilai kapasitas dan kinerja dari jembatan. Dalam makalah ini, akan dilakukan analisis dan evaluasi hasil pengujian pembebanan dengan cara statis terhadap jembatan gelagar beton bertulang panjang 60 meter . Metode pembebanan (loading test) mengacu kepada RSNI T-02-2005 Pembebanan Jembatan. Parameter yang digunakan adalah pengukuran lendutan akibat beban truk. Berdasarkan analisis dan evaluasi yang dilakukan diperoleh besarnya lendutan akibat beban truk sebesar 9.5 mm, artinya bahwa lendutan yang terjadi masih lebih kecil dari lendutan yang diizinkan sebesar L/480 atau 42 mm.

Kata kunci : pembebanan, bentang, lendutan, kapasitas

Abstract

Currently the bridge in Indonesia that are often encountered during the service life of collapse. Collapse can be caused by many factors, including lack of routine maintenance done on the bridge. One form of maintenance that needs to be done is to know the capacity of the existing bridge. Testing by means of static loading bridge is a method that can be done to determine the capacity and performance of the bridge. In this paper, we will perform analysis and evaluation of test results by means of static loading of a reinforced concrete girder bridge 60 meters long. Method of loading (loading test) refers to RSNI T-02-2005 Imposition Bridge. The parameters used are the measurement of the deflection and strain due to load trucks. Based on the analysis and evaluation obtained by the amount of deflection caused by the truck load of 9.5 mm and the amount of strain 1300 μ ε, which means that the deflection that occurs is still smaller than the allowable deflection of L/480 or 42 mm Key words: loading, span, deflection, strain, capacity

1. PENDAHULUAN

Akhir-akhir ini jembatan di Indonesia yang dibangun pada dekade tahun 80-an banyak yang mengalami keruntuhan sebelum mencapai masa layan nya. Keruntuhan suatu jembatan dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Desain jembatan yang dibangun tahun 80-an tidak dapat mengakomodasi

perkembangan beban lalu lintas untuk tahun 90-an sampai sekarang ;

2. Pelaksanaan pekerjaan tidak mengacu kepada ketentuan spesifikasi yang disyaratkan ;

3. Tidak berjalan nya pengendalian mutu pekerjaan dan kurangnya pemeliharaan rutin terhadap jembatan.

Dengan melihat fenomena tersebut diatas, maka perlu dilakukan pengkajian terhadap nilai kapasitas dan kinerja jembatan yang ada                    

(2)

jembatan eksisting). Hal tersebut sejalan dengan kebijakan yang berkaitan dengan penyediaan sarana dan prasarana di bidang ke-PU-an yaitu pemeliharaan struktur jembatan yang ada. Untuk mengetahui kapasitas dan kinerja daripada jembatan dapat dilakukan dengan uji beban (loading test).

Perilaku jembatan saat uji beban statis (static

load test) dilakukan dengan menutup lalu

lintas kendaraan untuk mengetahui respon struktur jembatan akibat beban truk. Prediksi lendutan maksimum ditentukan dengan analisis statis berdasarkan standar pembebanan truk yang berlaku saat ini. Uji beban meliputi penempatan posisi as truk pada gelagar kemudian diukur lendutan yang dihasilkan pada lokasi tersebut. Pengukuran defleksi menghasilkan data lendutan pada masing-masing kombinasi saat pembebanan truk (loaded) dan tanpa pembebanan truk (unloaded).

Dalam pengkajian ini diambil contoh kasus jembatan Dewi Sartika Fly Over A (KM. CTC 01 + 000 A) yang mengalami kerusakan pada pelat lantai berupa kerontokan beton dan karat besi tulangan. Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui nilai kapasitas struktur jembatan dalam memikul beban-beban yang dijadikan acuannya.

Pengkajian ini membahas mengenai lendutan yang terjadi pada saat struktur belum mengalami perkuatan.

2. KAJIAN PUSTAKA

Perilaku Struktur Beton

Dewasa ini penggunaan material beton sebagai material bangunan sangat dominan dibanding material lain dalam industri konstruksi. Jika dibandingkan dengan material lain seperti baja ataupun kayu, material beton jelas memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh material lain selain daripadanya. Beberapa keunggulan material beton adalah

• Mempunyai kekuatan dan kekakuan tinggi, • murah, mudah dibentuk dan tanpa

memerlukan biaya perawatan

Beton selain memiliki keunggulan-keunggulan seperti diatas, ternyata material ini mempunyai beberapa kekurangan antara lain adalah lemah dalam menahan beban tarik, oleh karena itu

penggunaan material beton pada struktur sering disertai dengan penggunaan material lain yang mempunyai kuat tarik tinggi. Dalam praktek beton sering dikomposisikan dengan material baja tulangan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan struktur beton dalam menahan tarik.

Lemahnya beton terhadap tarik menjadi menjadi penyebab utama terjadinya retak (crack) pada struktur beton bertulang dalam kondisi beban kerja.

Pembebanan

Pembebanan jembatan mengacu pada peraturan teknik perencanaan jembatan “RSNI

T-02-2005”. Beban truk berdasarkan RSNI

tersebut terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan dan berat as seperti terlihat dalam Gambar 1. Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.

Gambar1. Pembebanan truk “T”

Selama ini perilaku struktur jembatan yang mendapat beban statis mengandung arti bahwa beban-beban tersebut tetap, baik intensitasnya, tempatnya, maupun arah garis kerjanya. Dalam pengujian pembebanan statis, perilaku jembatan saat uji beban statis (static load test) dilakukan dengan menutup lalu lintas kendaraan agar dapat mengetahui respon struktur jembatan akibat beban truk. Prediksi                    

(3)

defleksi maksimum ditentukan dengan analisis statis berdasarkan standar pembebanan truk yang berlaku saat ini. Uji beban meliputi penempatan posisi as truk dengan beberapa konfigurasi pembebanan. Kemudian diukur lendutan yang dihasilkan pada beberapa lokasi konfigurasi tersebut. Pengukuran defleksi menghasilkan data lendutan pada masing-masing konfigurasi saat pembebanan truk (loaded) dan tanpa pembebanan truk (unloaded).

Lendutan

Komponen struktur beton bertulang yang mengalami lentur harus direncanakan agar mempunyai kekakuan yang cukup untuk membatasi lendutan atau deformasi apapun yang dapat memperlemah kekuatan ataupun mengurangi kemampuan layan struktur pada beban kerja. Besar lendutan yang terjadi dapat diatasi dengan meningkatkan inersia penampang tersebut. Untuk struktur beton, semua lendutan yang dihitung dengan menggunakan formula standar atau cara lain tidak boleh melebihi nilai lendutan izin maksimum yang ditetapkan dalam SNI 03-2847-2002. Rumus-rumus standar untuk perhitungan lendutan diberikan dalam buku-buku mekanika teknik. Rumus lendutan δ untuk tengah-tengah bentang sebuah balok tertumpu bebas dengan panjang L dan EI konstan, serta letak beban terpusat ditengah bentang adalah :

EI

ML

12

2

=

δ

………..……(1)

Untuk balok yang mendapatkan beban terbagi rata sepanjang balok, lendutan di tengah-tengah bentang adalah :

EI

ML

48

5

2

=

δ

……….(2)

Sedangkan lendutan dari pelat pada umumnya dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

EI

cML

2

=

δ

……….………(3) atau

EI

cwL

4

=

δ

………..………(4)

Rumus (1) sampai dengan (4) memberikan keterangan sebagai berikut :

δ = lendutan (mm), M = momen yang bekerja (N.mm),

L = panjang bentang, c = konstanta, E = modulus elastisitas beton ( N/mm2), I = momen inersia penampang (mm4), w = beban terbagi rata (N/mm).

Tabel 1. Lendutan Izin Maksimum (SNI

03-2847-2002) Keterangan :                    

(4)

3. METODOLOGI

Pengkajian ini mengambil kasus jembatan Dewi

Sartika Fly Over A (KM. CTC 01 + 000 A) yang mengalami kerusakan pada pelat lantai seperti terlihat pada Gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2. Kerontokan dan karat besi

tulangan pada pelat lantai beton jembatan Data teknis jembatan Dewi Sartika Fly Over A (KM. CTC 01 + 000 A) adalah sebagai berikut :

1. Sistem gelagar boks beton menerus dengan panjang 60 m (3 bentang), tipe pelat lantai beton bertulang ;

2. Lebar lajur kendaraan 13,3 m (untuk ruas tol) dan 6,6 m (untuk ruas arteri) ;

3. Lebar trotoar (2 x 3) m, jumlah gelagar 8 buah ;

4. Jumlah jalur/lajur : untuk ruas tol terdiri dari 1 jalur/4 lajur sedangkan untuk ruas arteri terdiri dari 1 jalur/2 lajur ;

5. Jumlah pilar sebanyak 2 tipe 4 kolom. Persiapan pengujian meliputi kegiatan penyiapan titik pengamatan berupa pemasangan target point untuk total ttation dan digital level, pemasangan tranduser berupa strain gauges, deflectometer dan accelerometer beserta instalasi kabel (wiring), penandaan penempatan beban (marking) dan identifikasi beban.

Pengujian respon jembatan dilakukan dengan metoda pembebanan statis di mana pengamatan difokuskan pada respon bangunan

atas jembatan dengan parameter pengukuran sebagai berikut :

Pengukuran lendutan

Pengukuran lendutan menggunakan peralatan digital level, total station dan deflectometer dengan lokasi titik pengamatan sebagaimana terlihat pada gambar 3 berikut.

Total Station = 17 Titik Digital Level = 21 Titik

Deflecto Meter = 5 Titik

Gambar 3. Titik pengamatan lendutan pada

Jembatan Dewi Sartika Fly Over A

Pengukuran regangan

Pengukuran regangan menggunakan strain gauges sebagai tranduser dan data logger sebagai perekam data dengan lokasi titik pengamatan sebagaimana terlihat pada gambar 4 berikut.

Strain Gauges = 5 Titik

Gambar 4. Titik pengamatan regangan pada

Jembatan Dewi Sartika Fly Over A                    

(5)

Berat Beban Berat Beban (kg) (kg) Depan 3.470 Depan 3.440 Belakang 1 8.160 Belakang 1 7.180 Belakang 2 6.540 Belakang 2 5.480 TOTAL 18.170 TOTAL 16.100 Kiri Kanan Truk 1 (B 9252 AM) Roda Roda Konfigurasi Roda

Berat Beban Berat Beban

(kg) (kg) Depan 4.600 Depan 3.890 Belakang 1 8.120 Belakang 1 6.680 Belakang 2 6.520 Belakang 2 5.400 TOTAL 19.240 TOTAL 15.970 Truk 2 (B 9168 YO) Kiri Kanan Roda Roda Konfigurasi Roda ABT1 P2 1/4 L L/2 3/4 L P1 ABT2 Konfigurasi 1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Konfigurasi 2 1,1 0,3 -3,6 -7,5 -3,3 0,8 1,0 Konfigurasi 3 0,1 0,2 0,3 -0,6 -0,5 -0,4 -0,3 Konfigurasi 1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Konfigurasi 2 -0,1 -2,2 -3,4 -6,5 -2,6 0,2 1,1 Konfigurasi 3 -4,7 -4,8 -0,9 -1,0 -0,1 -1,2 -1,3 Konfigurasi 1 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 Konfigurasi 2 2,0 1,2 -0,7 -5,5 -3,4 -0,3 0,9 Konfigurasi 3 -0,6 -0,5 0,6 1,7 -0,2 -1,2 -1,1

Lokasi Pengamatan Konfigurasi Pembebanan Lendutan (mm)

Girder 1 (G1)

Girder 2 (G2)

Girder 3 (G3) Pengujian statis pada Jembatan Dewi Sartika

A dilakukan di ruas tol pada jalur 2 dan jalur 3, sedangkan pada jalur darurat/bahu jalan, jalur 1 dan jalur arteri tetap terbuka untuk lalu lintas (Gambar 5).

Keterangan :

Tutup Jalur (Close Traffic) Buka Jalur (Open Traffic)

Penutupan jalur pada ruas jalan Tol sesuai gambar diatas dengan jarak sepanjang Jembatan Dewi Sartika A + 100 m sebelum dan sesudah Jembatan Dewi Sartika A.

Gambar 5. Tampak Atas Jembatan Dewi

Sartika Fly Over A (Penutupan Jalur Kendaraan) Perekaman data pada pengujian statis terbagi atas tiga konfigurasi beban yaitu :

• Konfigurasi beban 1, adalah pada saat jembatan dalam kondisi kosong/tanpa beban sebelum dilakukan penempatan beban.

• Konfigurasi beban 2, adalah beban kendaraan berupa 2 buah truk dengan berat total masing-masing kendaraan ± 40 ton ditempatkan pada tengah bentang pada arah longitudinal dan asimetris pada arah tranversal.

• Konfigurasi beban 3, adalah pada saat jembatan dalam kondisi kosong/tanpa beban sesudah dilakukan penempatan beban.

Identifikasi beban

Beban yang digunakan adalah 2 buah truk dengan identifikasi masing-masing truk dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2. Idenfikasi beban truk 1 pada

Jembatan Dewi Sartika Fly Over A

Tabel 3. Idenfikasi beban truk 2 pada

Jembatan Dewi Sartika Fly Over A

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengolahan data dilakukan terhadap seluruh parameter pengukuran pada saat sebelum dilakukan perbaikan dan perkuatan pada jembatan Dewi Sartika Fly Over A.

Hasil Pengukuran lendutan

a. Pengukuran lendutan dengan digital level

Tabel 4 menunjukkan hasil pengukuran lendutan dengan alat digital level.

Tabel 4. Hasil Pengukuran lendutan dengan

Digital Level pada Jembatan Dewi Sartika Fly

Over A                    

(6)

Dari tabel 3, lendutan maksimum terjadi pada gelagar 1 (G1) sebesar 7,5 mm dengan konfigurasi beban 2. Artinya bahwa gelagar 1 menerima lendutan yang lebih besar dibandingkan dengan gelagar 2 (6,5 mm) dan gelagar 3 (5,5 mm). Besaran negatif menunjukkan arah lendutan ke bawah dan positif menunjukkan arah lendutan ke atas. Keterangan tersebut dapat dijelaskan dalam gambar 6 di bawah ini.

Gambar 6. Identifikasi titik pengamatan

digital level pada Jembatan Dewi Sartika Fly

Over A

Keterangan :

• G1 = gelagar 1, G2 = gelagar 2, dan G3 = gelagar 3 ;

• ABT1 = titik pengamatan pada abutment 1, ABT2 = titik pengamatan pada abutment 2 ;

• L2 = titik pengamatan pada tengah bentang, L/4 = titik pengamatan pada L/4 bentang, 3L/4 = titik pengamatan pada 3L/4 bentang ;

• P1 = titik pengamatan pada gelagar di atas pilar 1, P2 = titik pengamatan pada gelagar di atas pilar 2

Diagram lendutan untuk konfigurasi 2 dan 3 dapat dibuat dalam bentuk grafik pada gambar ( 7 - 10) berikut.

Gambar 7. Diagram lendutan untuk

konfigurasi pembebanan 1 dan 2 dengan digital level pada gelagar 1 (G1)

Dari gambar 7 dapat dilihat pada gelagar 1 terdapat perbedaan lendutan untuk konfigurasi beban 2 dengan 3 sebesar 6,9 mm di titik L/2. Pada titik tersebut masih terjadi sisa lendutan sebesar 0,6 mm akibat beban truk.

Gambar 8. Diagram lendutan untuk

konfigurasi pembebanan 1 dan 2 dengan digital level pada gelagar 2 (G2) Pada gambar 8 perbedaan lendutan antara konfigurasi 2 dan 3 sebesar 5,5 mm terjadi pada titik L/2 gelagar 2. Sisa lendutan terbesar terjadi pada titik ABT1 sebesar 4,7 mm.

Gambar 9. Diagram lendutan untuk

konfigurasi pembebanan 1 dan 2 dengan digital level pada gelagar 3 (G3) Pada gelagar 9 (G3) terjadi perbedaan lendutan sebesar 7,2 mm. Sisa lendutan sebesar 1,7 mm ke arah atas terjadi pada titik L/2.                    

(7)

ABT1 P1 L/2 P2 ABT2 Konfigurasi 1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Konfigurasi 2 1,6 -0,6 -7,6 -1,4 0,7 Konfigurasi 3 0,6 0,8 0,3 -0,5 1,3 Konfigurasi 1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Konfigurasi 2 -0,3 -0,1 -8,0 -1,0 2,3 Konfigurasi 3 -1,2 0,1 -1,1 -0,1 2,1 Konfigurasi 1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Konfigurasi 2 -0,9 -6,7 -0,9 Konfigurasi 3 0,9 0,8 0,1 Girder 3 (G3)

Lokasi Pengamatan Konfigurasi Pembebanan Lendutan (mm)

Girder 1 (G1) Girder 2 (G2) ABT2 P2 L/2 P1 ABT1 G1 G2 G3

Berdasarkan hasil tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa lendutan maksimum terjadi untuk konfigurasi beban 2 pada masing-masing gelagar 1, 2, dan 3 (gambar 10).

Gambar 10. Diagram lendutan untuk

konfigurasi pembebanan 2 dengan digital level pada gelagar 1, 2, dan 3 (G1, G2, G3)

b. Pengukuran lendutan dengan total station

Tabel 5 menunjukkan hasil pengukuran lendutan dengan alat total station.

Tabel 5. Hasil Pengukuran lendutan dengan

Total Station pada Jembatan Dewi Sartika Fly

Over A

Dari tabel 5, lendutan maksimum terjadi pada gelagar 2 (G2) sebesar 8 mm dengan konfigurasi beban 2. Artinya bahwa gelagar 2 menerima lendutan yang lebih besar dibandingkan dengan gelagar 1 (7,6 mm) dan gelagar 3 (6,7 mm).

Titik-titik pengamatan untuk pengukuran lendutan disederhanakan dalam gambar 11 berikut.

Gambar 11. Identifikasi titik pengamatan

total station pada Jembatan Dewi Sartika Fly

Over A

Untuk keterangan notasi pada gambar 11 mengacu ke gambar 6.

Diagram lendutan untuk konfigurasi 2 dan 3 dapat dibuat dalam bentuk grafik pada gambar ( 12 - 15) berikut.

Gambar 12. Diagram lendutan untuk

konfigurasi pembebanan 1 dan 2 dengan total station pada gelagar 1 (G1)

Dari gambar 12 dapat dilihat pada gelagar 1 terdapat perbedaan lendutan untuk konfigurasi beban 2 dengan 3 sebesar 7,9 mm di titik L/2. Pada titik tersebut masih terjadi sisa lendutan sebesar 0,3 mm kearah atas akibat beban truk.

Gambar 13. Diagram lendutan untuk

konfigurasi pembebanan 1 dan 2 dengan total station pada gelagar 2 (G2)

                   

(8)

G1 G2 G3 G4 Konfigurasi 1 0,0 0,0 0,0 0,0 Konfigurasi 2 -9,5 -8,6 -7,2 -5,2 Konfigurasi 3 -0,4 -0,4 -0,3 -0,2

Konfigurasi Pembebanan Lendutan (mm)

Konfigurasi 1 Konfigurasi 2 Konfigurasi 3 Konfigurasi 1 Konfigurasi 2 Konfigurasi 3

STG 01 0 580 58 0 602 71 STG 02 0 32 10 0 44 -2 STG 03 0 157 81 0 151 94 STG 04 0 1120 713 0 1301 813 STG 05 0 174 140 0 178 146 STG 06 0 66 31 0 62 27 STG 07 0 23 -11 0 29 -2 STG 08 0 227 60 0 270 73 STG 09 0 182 150 0 179 144 Lokasi Pengamatan Regangan (με)

Peak Maksimum Peak Minimum

Pada gambar 13 perbedaan lendutan antara konfigurasi 2 dan 3 sebesar 6,9 mm terjadi pada titik L/2 gelagar 2. Sisa lendutan terbesar terjadi pada titik ABT2 sebesar 2,1 mm.

Gambar 14. Diagram lendutan untuk

konfigurasi pembebanan 1 dan 2 dengan total station pada gelagar 3 (G3)

Pada gelagar 14 (G3) terjadi perbedaan lendutan sebesar 7,5 mm. Sisa lendutan sebesar 0,8 mm ke arah atas terjadi pada titik L/2.

Dari hasil tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa lendutan maksimum terjadi untuk konfigurasi beban 2 pada masing-masing gelagar 1, 2, dan 3 (gambar 15).

Gambar 15. Diagram lendutan untuk

konfigurasi pembebanan 2 dengan total station pada gelagar 1, 2, dan 3 (G1, G2, G3)

c. Pengukuran lendutan dengan Deflectometer

Dari hasil pengukuran dengan menggunakan peralatan deflectometer, diperoleh gambaran perilaku respon jembatan akibat pembebanan statis pada tabel 6 sebagai berikut.

Tabel 6. Hasil Pengukuran lendutan dengan

deflectometer pada Jembatan Dewi Sartika Fly

Over A

Dari tabel 6 lendutan maksimum terjadi pada gelagar 1 (G1) akibat konfigurasi beban 2. Penurunan lendutan secara berurutan adalah 8,6 mm (G2); 7,2 mm (G3) ; dan 5,2 mm (G4). Hasil tabel 5 dapat dibuat dalam bentuk grafik berikut (gambar 16).

Gambar 16. Perilaku lendutan antar gelagar

akibat pembebanan statis hasil pengukuran deflectometer pada Jembatan Dewi Sartika Fly

Over A

Berdasarkan gambar 16 terdapat perbedaan lendutan antara konfigurasi beban 2 dengan 3 sebesar 9,1 mm pada gelagar 1 (G1).

Pengukuran regangan

Tabel 7 menunjukkan hasil pengukuran regangan dengan lokasi titik pengamatan pada gambar 17 berikut.

Tabel 7. Hasil Pengukuran regangan pada

Jembatan Dewi Sartika Fly Over A                    

(9)

Gambar 17. Identifikasi titik pengamatan regangan pada Jembatan Dewi Sartika Fly Over A

Hasil pengukuran regangan pada tabel 7 dapat dibuat dalam bentuk grafik berikut (gambar 18 - 19).

Gambar 18. Data regangan peak maksimum

pada Jembatan Dewi Sartika Fly Over A

Gambar 19. Data regangan peak minimum

pada Jembatan Dewi Sartika Fly Over A

Berdasarkan data tersebut diatas, pembacaan regangan tidak stabil dan kurang responsif, hal ini disebabkan oleh terdapat retak melintang pada tengah bentang jembatan dan pengaruh beban lalu lintas.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Struktur jembatan yang mengalami defleksi akibat pembebanan truk sebelum dilakukan perkuatan masih jauh lebih kecil dari nilai lendutan izin maksimum (berdasarkan SK SNI T-15-1991-03, lendutan izin maksimum adalah

L/480 = 42 mm) di mana lendutan yang terjadi sebesar 9,5 mm.

5.2 Saran

• Perlu dilakukan uji beban setelah struktur jembatan tersebut diperbaiki/diperkuat ; • Perlu dilakukan analisis lendutan dengan

memperhatikan besarnya momen inersia penampang gelagar yang telah mengalami retak.

6. DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Pekerjaan Umum, 2005.

Pembebanan untuk jembatan RSNI

T-02-2005, Jakarta : Departemen PU ; 2. http://kampustekniksipil.blogspot.com /2011/03/spreadsheet-excel-analisa-crack-pada.html ; 3. http://repository.usu.ac.id/bitstream/12 3456789/20881/4/chapter%20II.pdf ; 4. Laporan Kegiatan Pengujian Jembatn

(Loading Test) Jembatan Semanggi dan Jembatan Dewi Sartika Fly Over A Cabang Cawang-Tomang-Cengkareng PT. Jasa Marga (Persero), Januari 2012 ;

5. Wang K C, Salmon, Desain Beton Bertulang, Edisi Ke empat, Jilid 1, Binsar Hariandja, Penerbit Erlangga 1991 STG 01 & STG02 STG 03 & STG 04 STG 05 & STG 06 STG 07 & STG08 STG 09 & STG10                    

Gambar

Tabel 1.  Lendutan Izin Maksimum (SNI 03- 03-2847-2002)   Keterangan :           
Gambar 2. Kerontokan dan karat besi  tulangan pada pelat lantai beton jembatan
Gambar 5.  Tampak Atas Jembatan Dewi  Sartika Fly Over A (Penutupan Jalur Kendaraan)
Gambar 6.  Identifikasi titik pengamatan  digital level pada Jembatan Dewi Sartika Fly
+3

Referensi

Dokumen terkait

Secara simultan dan parsial, perbedaan pada PDRB perkapita, pembangunan fisik, ekonomi dan sosial signifikan sebagai sumber utama disparitas (ketimpangan) pembangunan

Artikel ini ini bermaksud untuk mengkaji secara konseptual tentang pertunjukan Wayang Orang di wilayah perkotaan dalam perspektif Konteks penerapan experience economy dalam

Hasil kajian mendapati bahawa modaliti seni dapat membantu mengatasi penolakan klien dalam sesi kaunseling sama ada secara lisan mahupun secara bukan lisan.. 1.0

bagian terbesar Karesidenan Banyumas bagian Timur hampir

Hasil penelitian ini berjalan lurus dengan teori yang menyatakan bahwa pada tangki septik dengan kombinasi sistem anaerob - aerob, air limbah yang masuk tidak

02131 s/d 02172, dan 02191 yang merupakan Keputusan Tata Usaha Negara, (Badan Pertanahan Nasional) adalah cacat hukum, karena diterbitkan bertentangan dengan asas

Seperti yang dikemukakan oleh Zuhairini dan Sardjone (1984:35) bahwa: “Minat adalah suatu rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh,

Namun dari sekian banyak restoran ayam goreng yang telah ada, banyak restoran ayam goreng yang tidak memiliki sistem manajemen jasa yang baik.. Sistem manajemen jasa yang baik