• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. atau hukum syara yang sekarang ini disebut hukum Islam.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. atau hukum syara yang sekarang ini disebut hukum Islam."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang Masalah

Allah telah menetapkan aturan main bagi kehidupan manusia di atas dunia ini. Aturan ini dituangkan dalam bentuk titah atau kehendak Allah tentang perbuatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh manusia. Aturan Allah tentang tingkah laku manusia secara sederhana adalah syariah atau hukum syara‟ yang sekarang ini disebut hukum Islam.

Hukum Islam melingkupi seluruh segi kehidupan manusia di dunia, baik untuk mewujudkan kebahagiaan di atas dunia maupun di akhirat kelak. Di antara hukum tersebut ada yang tidak mengandung sanksi, yaitu tuntutan untuk patuh dan ada juga yang mengandung sanksi yang dapat dirasakan didunia layaknya sanksi hukum pada umumnya. Ada pula saksi yang tidak dirasakan didunia namun ditimpakan di akhirat kelak dalam bentuk dosa dan balasan atas dosa tersebut.

Segi kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari kodrat kejadiannya sebagai manusia. Pada diri manusia sebagai makhluk hidup, terdapat dua naluri yang juga terdapat pada makhluk hidup lainnya, yaitu naluri untuk mempertahankan hidup dan naluri untuk melanjutkan hidup. Untuk terpenuhinya dua naluri tersebut, Allah menciptakan dalam setiap diri manusia dua nafsu, yaitu nafsu makan dan nafsu syahwat. Nafsu makan berpotensi untuk memenuhi naluri mempertahankan hidup, karena ia

(2)

memerlukan yang dapat dimakannya. Nafsu syahwat berpotensi untuk memenuhi naluri melanjutkan kehidupan, untuk itu manusia memerlukan lawan jenisnya dalam menyalurkan hawa nafsu syahwatnya. Sebagai makhluk yang berakal, manusia memerlukan sesuatu untuk mempertahankan dan meningkatkan daya akalnya. Sebagai makhluk beragama, manusia membutuhkan sesuatu untuk mempertahankan dan menyempurnakan agamanya.3

Dengan demikian, terdapat lima hal yang yang merupakan syarat bagi kehidupan manusia, yaitu agama, akal, jiwa, harta, dan keturunan. Kelima hal ini disebut dengan daruriyat al-khamsah (lima kebutuhan dasar) pada diri manusia.4

Nafsu yang adapada diri manusia merupakan sunnatullah, namun nafsu itu sendiri cenderung kearah keburukan. Nafsu yang tidak dikontrol dan dikendalikan dapat menimbulkan pertumpahan darah di muka bumi ini. Untuk itulah tujuan dari berbagai aturan yang ditetapkan oleh Allah yang bernama hukum adalah untuk kebahagiaan dan kemaslahatan hidup manusia.

Segi kehidupan yang diatur oleh Allah tersebut dikelompokkan kepada dua kelompok. Pertama, hal-hal yang berkaitan dengan hubungan lahir manusia dengan Allah penciptanya. Aturan tentang hal ini disebut hukum ibadah. Tujuan untuk menjaga hubungan antara Allah dengan hamba-Nya, yang disebut dengan hablum min Allah. Kedua,hal-hal yang

3

Amir syarifuddin,. 2004, Hukum Kewarisan Islam, Kencana, Jakarta, hlm. 2

4

(3)

berkaitan denganhubungan antara manusia satu dengan manusia lainnya dan alam sekitarnya. Aturan tentang hal ini disebut hukum muamalat.

Di antara aturan yang mengatur hubungan sesama manusia yang ditetapkan Allah adalah aturan tentang harta warisan, yaitu harta dan pemilihan yang timbul sebagai akibat dari suatu kematian. Harta yang ditinggalkan oleh seorang yang meninggal dunia memerlukan pengaturan tentang siapa yang berhak menerimanya, berapa jumlahnya dan bagaimana cara mendapatkannya.

Aturan tentang waris tersebut ditetapkan oleh Allah melalui firman-Nya yang terdapat dalam Al-Qur‟an, terutama Surah An-Nisa ayat 7, 8, 11, 12, dan 176, pada dasarnya ketentuan Allah yang berkenaan dengan warisan telah jelas maksud, arah dan tujuannya. Hal-hal yang memerlukan penjelasan, baik yang sifatnya menegaskan ataupun merinci, telah disampaikan oleh Rasulullah saw, melalui hadistnya. Namun demikian penerapannya masih menimbulkan wacana pemikiran dan pembahasan di kalangan para pakar hukum Islam yang kemudian diabadikan dalam lembaran kitab fiqh serta menjadi pedoman bagi umat muslim dalam menyelesaikan permasalahan tentang kewarisan.5

Timbulnya kebutuhan untuk mengetahui kejelasan ketentuan hukum kewarisan tersebut tidak harus menunggu karena adanya sengketa perkara waris, tetapi seyogyanya karena ingin agar dapat melaksanakan ketentuanhukum waris ini sebagaimana menurut ketentuan hukum Islam,

5

(4)

mengingat sebagian besar bangsa Indonesia adalah penganut agama Islam. Sekalipun di antara mereka penganut agama Islam, tetapi belum tentu memiliki pengetahuan yang mantap tentang kewarisan Islam, sekalipun hanya sekedar dasar-dasarnya. Mungkin seorang Islam yang taat pada aturan agamanya menginginkan untuk melaksanakan hukum waris Islam, tetapi kadang-kadang ia ragu dan takut salah yang akan menimbulkan dosa, sehingga untuk menghilangkan keragu-raguan atau kekhawatiran berbuat salah terhadap harta peninggalan itu, ia akan meminta jasa pengetahuan para sarjana hukum. Tentu saja pengetahuan hukum waris Islam ini akan lebih penting lagi bagi seorang hakim dan pengacara yang menghadapi perkara demikian yang secara moral berkewajiban untuk menguasai pengetahuan hukum waris Islam tersebut.

Hukum kewarisan, termasuk salah satu aspek yang diatur secara jelas dalam Al-Qur‟an dan Sunnah Rasul. Hal ini membuktikan bahwa, masalah kewarisan cukup penting dalam agama Islam. Apalagi Islam pada awal pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang berlaku pada masyarakat Arab Jahiliyah. Sedikitnya ada empat macam konsep baru yang ditawarkan Al-Qur‟an ketika itu dan untuk seterusnya. pertama, Islam mendudukan anak bersamaan dengan orang tua pewaris serentak sebagai ahli waris. Dalam kewarisan di luar Islam orang tua baru mungkin dapat warisan kalau pewaris mati tidak berketurunan. Kedua, Islam juga memberi kemungkinan beserta orang tua (minimal dengan ibu) pewaris yang mati tanpa keturunan sebagai ahli waris. Ketiga,

(5)

suami istri saling mewarisi. Suatu hal yang bertolak belakang dengan tradisi Arab Jahiliyah yang menjadikan istri sebagai salah satu bentuk harta warisan. Keempat, adanya perincian bagian tertentu bagi orang-orang tertentu dalam keadaan tertentu.6

Urgensi kewarisan yang lain adalah karena kewarisan berkaitan langsung dengan harta benda yang apabila tidak diberikan ketentuan-ketentuan (rincian bagian) sangat mudah menimbulkan sengketa diantara ahli waris. Pentingnya masalah hukum kewarisan ini dapat dibuktikan melalui pesan Nabi kepada umatnya untuk mempelajarinya. Seperti sabda beliau yang diriwayatkan Ahmad Ibnu Hambal:

Pelajarilah Al-Qur‟an dan ajarkanlah kepada orang banyak; pelajarilah pula faraidl dan ajarkanlah kepada orang banyak, karena aku adalah manusia yang pada suatu ketika mati dan ilmu pun akan hilang hampir-hampir dua orang bersengketa dalam faraidl dan masalahnya, maka tidak menjumpai orang yang memberitahu bagaimana penyelesaiannya.

Hukum Kewarisan Islam atau yang juga dikenal the Islamic Law of Inheritance mempunyai karakteristik tersendiri jika dibandingkan dengan sistemhukum lainnya, misalnya Civil Law atau Common Law. Di dalam hukum Islam ketentuan materiil bagi orang-orang yang ditinggalkan si mati (pewaris), telah digariskan dalam Al-Qur‟an dan Al-Hadist secara rinci dan jelas. Adapun di dalam sistemhukum Barat pada pokoknya menyerahkan persoalan harta peninggalan si mati berdasarkan kepada keinginan yang bersangkutan itu sendiri, yaitu si mati membuat wasiat pada saat hidupnya.

6

Abdul Ghofur Anshori, 2005, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Eksistensi dan

(6)

Dengan perkataan lain, kehendak atau keinginan si mati merupakan sesuatu yang utama dan hukum baru ikut campur, apabila si mati tidak meninggalkan wasiat yang sah. Hukum waris Islam telah merombak secara mendasar sistem kewarisan yang berlaku pada masa sebelum Islam yang pada pokoknya tidak memberikan hak kewarisan pada wanita dan anak-anak. Dengan demikian, hukum kewarisan Islam telah meletakkan dasar keadilan hukum yang sesuai dengan hak asasi dan martabat manusia.7

Ditinjau dari perspektif sejarah, implementasi hukum kewarisan Islam pada zaman penjajahan Belanda ternyata tidak berkembang, bahkan secara politis posisinya dikalahkan oleh sistem kewarisan hukum adat. Pada masa itu diintrodusir teori resepsi yang bertujuan untuk mengangkut hukum kewarisan adat dan menyisihkan penggunaan hukum kewarisan Islam.8

Banyak para sarjana hukum Barat menganggap Hukum Kewarisan Islam tidak mempunyai sistem hukum-hukum Islam itu hanya bersandar pada asas patrilineal. Sementara itu, di kalangan umat islam sendiri banyak pula yang mengira tidak ada sistem tertentu dalam hukum kewarisan Islam, sehingga menimbulkan sebuah anggapan seolah-olah hukum kewarisan Islam merupakan hukum yang sangat rumit dan sulit. Kondisi yang demikian itulah yang menyebabkan hukum kewarisan Islam menurut fiqh kebudayaan Arab itu sangat sulit diterima masyarakat Islam di Indonesia.9

7

Tahir Azhary, 1992, Karakteristik Hukum Kewarisan Islam dalam Bunga Rampai Hukum Islam, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 4

8

Muhibbin, 2007, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum di Indonesia, Jurnal Ilmiah Buana, Jakarta, hlm. 74

9

Abdullah Siddik, 1984, Hukum Waris Islam dan Perkembangannya di Seluruh Dunia, Wijaya, Jakarta, hlm. 52

(7)

Di samping hal di atas, banyak kitab yang membahas tentang hukum kewarisan Islam selalu mengandung perbedaan pendapat, baik di kalangan ulama yang satru mahzab, maupun yang berbeda mahzab. Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum yang dapat membingungkan umat yang berperkara dan juga dapat menyulitkan para hakim pengadilan agama untuk menentukan pendapat mana yang diambil di antara sekian banyak pendapat itu.

Seiring dengan diterbitannya Kompilasi Hukum Islam sebagai Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 dan ditindaklanjuti oleh Keputusan Menteri Agama, para hakim pengadilan agama telah mempunyai sandaran hukum (pijakan hukum) yang jelas dalam memutuskan perkara, khususnya masalah hukum kewarisan.

Bagi umat Islam Indonesia dewasa ini, aturan Allah tentang kewarisan Islam telah menjadi hukum positif yang dipergunakan di pengadilan agama dalam memutuskan kasus pembagian maupun persengketaan berkenaan dengan harta kewarisan tersebut.10

Dalam pandangan Islam, bahwa bumi dan segala isinya merupakan “amanah Allah kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi ini, untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan ummat manusia”.11 Untuk mencapai tujuan yang suci ini Allah tidak meninggalkan manusia sendirian, tetapi diberikan-Nya petunjuk melalui Rasul-Nya. Dalam

10

Moh. Muhibbin & Abdul Wahid, 2009, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum

Positif di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 4

11

M. Quraish Shihab, 1998, Wawasan Al-Qur’an : Tafsir Maudlu’i atasPelbagai Persoalan Umat, Cet. VII, Mizan, Bandung, hlm. 411

(8)

petunjuk ini Allah memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia, yaitu aqidah, akhlak maupun syari‟ah.12

Dua komponen yang pertama aqidah dan akhlak, sifatnya konstan dan tidak mengalami perubahan dengan berbedanya masa/waktu dan tempat. Adapun komponen yang terakhir yaitu syari‟ah dalam pengertian sempit (baca : fiqh) senantiasa diubah sesuai kebutuhan dan taraf peradaban umat, dimana seorang Rasul diutus.13

Pada masyarakat muslim Indonesia sudah lama mengenal pewarisan adat dan pewarisan Islam tetapi pemahaman dan perilaku/praktek mengenai harta waris belum sepenuhnya berdasarkan tuntutan agama Islam, baik Al-Qur‟an dan as-Sunnah maupun peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan waris yang berlaku di Indonesia.

Hukum waris yang berlaku di Indonesia terdiri dari hukum waris adat misalnya waris adat patrilineal, waris adat matrilineal dan waris adat parental. Ada juga yang melakukan pembagian waris dengan pola waris adat digabung dengan waris Islam, dan ada juga menurut BW atau hukum perdata yang berlaku di Indonesia.14

Dalam tertib parental semua harta benda kepunyaan kedua orang tua diwariskan kepada anaknya dengan sama rata.15 Sedangkan dalam tertib pembagian waris matrilineal bahwa yang menjadi ahli waris adalah semua

12

Yusuf Qardlawi, 1997, Daaru al-Qiyam wa al-Akhlaq fi al-Iqtisad al Islam, edisi Terjemah oleh Zainul Arifin, Cet. III, Dana Bakti Primayasa, Yogyakarta, hlm. 43

13

Ibid, hlm. 26

14

Hilman Hadikusuma, 1983, Hukum Waris Adat, Alumni, Bandung, hlm. 56

15

R. Vandijk, 1979, pengantar Hukum Adat Indonesia, Edisi Terjemah oleh Mr. A. Soekardi, Sumur Bandung, hlm. 49

(9)

anak dari nasab ibu, tegasnya setidak-tidaknya di semua daerah (seperti Minangkabau) di mana si ayah tetap tinggal menjadi anggota dari “claen”nya (family sendiri). Jika yang meninggal itu laki-laki maka yang menjadi ahli warisnya adalah saudara yang perempuan beserta anak-anak mereka.16 Adapun pembagian waris dengan sistem parental hanyalah anak laki-laki yang menjadi ahli waris oleh karena anak perempuan keluar dari golongan family patrilinealnya semua, sesudah mereka menikah (kawin), maka anak laki-laki mendapat warisan dari bapak maupun ibu dan pada asasnya berhak atas semua harta benda.17

Masyarakat Dusun Ploso Kuning di Kabupaten Sleman adalah masyarakat yang agamis, artinya dalam setiap kehidupan mereka sehari-hari selalu menerapkan adat istiadat yang berasal dari Al-Qur‟an dan Hadist Rasullulah. Berdasarkan hal tersebut maka dalam pembagian harta warisan masyarakat Ploso Kuning juga masih berpedoman pada sistem kewarisan Islam dan disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat.

Sebutan Ploso Kuning terdengar begitu unik. Keunikan itu membuat banyak orang bertanya-tanya jenis apakah Ploso Kuning itu. Lantas apa kaitannya dengan Pathok Negoro? Sejumlah pertanyaan janggal mendedah masyarakat mendengar kata Ploso Kuning yang misteri itu.

Nama Ploso Kuning begitu harum karena bersanding dengan nama Pathok Negoro yang juga memiliki makna luhur. Lain Pathok Negoro, lain pula arti Ploso Kuning. Sejatinya, dari nama akhir saja “kuning” sebetulnya

16

Ibid, hlm. 50

17

(10)

kita sudah sedikit memahami apa arti dari kata Ploso Kuning. Kata kuning, jika diraba-raba menunjukkan pemahaman warna sesuatu. Akan tetapi kita tidak tahu kuning di sini yang dimaksud sebetulnya apa.

Dari prasasti sejarah di sebutkan asal muasal nama Ploso Kuning diambil dari nama sebuah pohon Ploso yang daunnya berwarna kuning, di mana pohon itu dulunya tumbuh dan berkembang 300 meter di sebelah selatan Masjid Pathok Negoro. Singkat cerita, konon dari pohon itulah, menginspirasi bangsawan Kraton dan masyarakat sekitar untuk memberi nama daerah itu dengan Ploso Kuning.18

Dengan demikian, kita makin memahami bahwa nama Ploso Kuning yang sering disandingkan dengan nama besar Pathok Negoro menunjukkan nama suatu daerah yang berasal dari nama sebuah pohon Ploso. Sayang, pohon ploso sebagai saksi sejarah kini sudah tidak ada lagi.

Tidak heran kemudian, bila pengaruh Islam di Ploso Kuning dengan ikon Masjid Pathok Negoro yang mereka pilih menjadi identitas kuat desa Minomartani. Bahkan, saking kuatnya pengaruh Islam, di daerah Ploso Kuning di kenal masyarakat luas sebagai kampung santri. Padahal, di desa itu tidak banyak didirikan pondokpesantren formal. Hanya ada beberapa pondok pesantren seperti: Ponpes Mursidul Hadi, Qoslul Arifin, Nailul Ula, dan At-Tafsir.19

Inilah hikmah dibalik aktivitas religius yang dilakukan masyarakat di Masjid Pathok Negoro Ploso Kuning yang memberikan pengaruh bukan saja

18

Andi Andriyanto, 2010, Masjid Pathok Negoro Ploso Kuning, Sebuah Reportase, Rumah Indonesia, Cahaya Institute Yogyakarta, hlm. 56

19

(11)

dalam bidang keagamaan namun juga memberi dampak yang sangat luas dalam kehidupan masyarakat di bidang lain, termasuk masalah kewarisan.

Jumlah penduduk Dusun Ploso Kuning adalah 3.200 jiwa dan mayoritas beragam Islam sehingga adat istiadat dan kehidupan masyarakat Dusun Ploso Kuning sangat dipengaruhi oleh ajaran agam Islam, termasuk dalam hal sistem kewarisan yang dianut oleh masyarakat Dusun Ploso Kuning adalah sistem kewarisan Islam.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian guna penulisan tesis dengan mengambil judul “Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam pada Masyarakat Dususn Ploso Kuning di Kabupaten Sleman.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, maka permasalahan dalam penulisan tesis ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana hukum kewarisan yang berlaku di masyarakat Dusun Ploso

Kuning Kabupaten Sleman?

2. Bagaimana kendala pelaksanaan kewarisan Islam pada masyarakat Dusun Ploso Kuning Kabupaten Sleman?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan mengkaji pelaksanaan kewarisan pada masyarakat Dusun Ploso Kuning Kabupaten Sleman.

(12)

2. Untuk mengetahui kendala pelaksanaan kewarisan Islam pada masyarakat Dusun Ploso Kuning Kabupaten Sleman.

D. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pengamatan penulis, penelitian tentang pelaksanaan hukum kewarisan Islam pada masyarakat Dusun Ploso Kuning di Kabupaten Sleman berbeda dengan penelitian sejenis di tempat lain seperti penelitian: 1. Keaslian Penelitian

Prof. Abdul Ghofur Anshori tentang pelaknaan hukum kewarisan Ilsam di Kota Gede Yogyakarta diambil kesimpulan, bahwa pembagian warisan di Kota Gede setiap ada harta yang dibagi para ahli waris mengadakan musyawarah mufakat agar hubungan kekeluargaan tetap terjalin dengan baik.dan apabila dilihat secara lahiriah pembagian harta warisan tidak dijalankan sebagaimana angka-angka faraidl dalam hukum kewarisan Islam dalam masyarakat Kota Gede. Tetapi masih mengedepankan Asa musyawarah dalam prakteknya. Peran kerelaan juga dikedepankan tanpa meniadakan hak-hak ahli waris yang lain sehingga praktek semacam itu masih ditolerir oleh Islam. Dan setelah kita teliti lebih lanjut bahwa pelaksanaan kewarisan Islam antara masyarakat Kota Gede dengan masyarakat Dusun Ploso Kuning tidak ada perbedaan di dalamnya, walaupun masyarakat Kota Gede mengikuti aliran Muhammadiyah sedangkan masyarakat Dusun Ploso Kuning mengikuti aliran Nahdatul Ulama (NU).

(13)

E. Faedah Penelitian

1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan sistem kewarisan menurut Hukum Islam.

2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat dalam melaksanakan kewarisan menurut hukum islam.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil indek seritrosit sebanyak 1 orang (4%) berjenis kelamin laki-laki mengalami anemia mikrositikhipokrom yang bias disebabkan oleh defisiensi besi, dan 1 orang

Atas karunia yang Allah berikan penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul: “Asuhan Keperawatan Pada Tn.S Dengan Sistem Gangguan Persyarafan :

Selain tersebut di atas, cara singkat yang dapat digunakan untuk melihat pengamh parsial variabel independent terhadap variabel dependen. adalah dengan membandingkan nilai pdengan

Jumlah total hasil tangkapan Pangilar (Fish Trap) baik yang menggunakan umpan hidup dan yang tidak menggunakan umpan hidup adalah 75 ekor atau dengan berat 5350

Yleistetyn lineaarisen mallin kuvaajat lajiryhmittäin Etelä-Suomen lehtomaisilla, tuoreilla ja kuivahkoilla kankailla: pintakasvillisuuden peittävyyksien kehityksen

Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian Pneumonia pada balita

Jika terlalu memaksakan sistem alarm dengan mengecilkan angka parameter akan mengakibatkan tidak akan adanya aktivitas disekitar area dan jika parameternya terlalu longgor

Substansi laporan pengelolaan limbah B3 untuk kegiatan Pengolahan limbah B3 (Pasal 143 PP 101 Tahun 2014) paling sedikit memuat:. sumber, nama, jumlah, dan karakteristik