• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Parameter Tanah Untuk Stabilitas Lereng

Sifat-sifat tanah sangat penting artinya dalam perencanaan suatu proyek bangunan, tetapi tingkat kepentingannya sangat bergantung dari maksud dan tujuan bangunan itu sendiri. Nilai paramater Cu (kohesi tanah) dan Ø (sudut geser dalam) sangatlah penting untuk menganalisa suatu penyebab longsoran pada lereng. Nilai parameter ini dapat dicari dari hasil uji laboratorium tes maupun uji lapangan.

2.1.1 Kekuatan Geser Tanah

Parameter kuat geser tanah diperlukan untuk analisis-analisis kapasitas dukung tanah, stabilitas lereng, dan gaya dorong pada dinding penahan tanah.

Menurut teori Mohr (1910) kondisi keruntuhan suatu bahan terjadi oleh akibat adanya kombinasi keadaan kritis dari tegangan normal dan tegangan geser pada bidang runtuhnya, dimana dinyatakan oleh persamaaan :

τ= f (σ)

Gambar 2.1 Kriteria kegagalan Mohr & Couloumb (Sumber : Cristiady Harry,2012)

(2)

dengan τ adalah tegangan geser pada saat terjadinya keruntuhan atau kegagalan (failure), dan σ adalah tegangan normal pada saat kondisi tersebut.

Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap desakan atau tarikan. Dengan dasar pengertian ini, bila tanah mengalami pembebanan akan ditahan oleh :

1. Kohesi tanah yang bergantung pada jenis tanah dan kepadatannya, tetapi tidak tergantung dari tegangan normal yang bekerja pada bidang geser.

2. Gesekan antara butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan normal pada bidang gesernya.

Coulumb (1776) mendifinisikan f(σ) sebagai : τ = c + σ tg ϕ

dimana :

τ = kuat geser tanah (kN/m2) c = kohesi tanah (kN/m2)

σ = Tegangan normal pada bidang runtuh (kN/m2)

Tegangan efektif yang terjadi didalam tanah sangat di pengaruhi oleh tekanan air pori. Terzaghi (1925) mengubah persamaan coulomb dalam bentuk tegangan efektif sebagai berikut :

τ = c’ + (σ – u) tg ϕ’, maka τ = c’ + σ’ tg ϕ’

dengan :

c = Kohesi tanah efektif (kN/m2) σ = Tegangan normal efektif (kN/m2) u = Tekanan air pori (kN/m2)

ϕ’= sudut gesek dalam tanah efektif (kN/m2)

(3)

Kuat geser tanah juga bisa dinyatakan dalam bentuk tegangan-tegangan normal σ1’ dan σ3’ pada saat keruntuhan terjadi. σ1’ adalah tegangan efektif utama mayor efektif dan σ3’ adalah tegangan utama minor efektif.

Untuk mempelajari kuat geser tanah, istilah-istilah berikut ini sering di pakai:

Kelebihan tekanan air pori (excess pore pressure), adalah kelebihan tekanan air pori akibat dari tambahan tekanan yang mendadak.

a. Tekanan overburden adalah tekanan pada suatu titik didalam tanah akibat dari berat material tanah dan air yang ada diatas tititk tersebut.

b. Tekanan overburden consolidated (terkonsolidasi normal) adalah tanah dimana tegangan efektif yang membebani pada waktu sekarang, adalah nilai tegangan maksimum yang pernah dialaminya.

c. Tanah overconsolidated (terkonsolidasi berlebihan) adalah tanah dimana tegangan efektif yang pernah membebaninya pada waktu lampau, lebih besar daripada tegangan efektif yang bekerja pada waktu sekarang.

d. Tekanan prakonsolidasi (preconsolidation pressure) adalah nilai tekanan maksimum yang pernah dialami oleh tanah tersebut.

e. Rasio overconsolidation (overconsolidation ratio = OCR) adalah nilai banding antara tekanan prakonsolidasi dengan tekanan overburden efektif yang ada sekarang. Jadi, bila OCR = 1, tanah dalam kondisi normally consolidated, dan bila OCR >1, tanah dalam kondisi overconsolidated.

2.1.2 Menentukan Kekuatan Geser Tanah.

Kekuatan geser tanah diperoleh melalui pengujian laboratorium maupun pengujian langsung dilapangan (in-situ test).

(4)

Pada pengujian laboratorium, sampel tanah yang digunakan harus dibedakan antara sampel remoulded dan undisturbe. Pada sampel remoulded, struktur dan prilaku mekanis tanah telah berubah sehingga hasil uji sampel remouded dan undisturbe harus dibedakan. Berdasarkan kondisi drainase, terdapat tiga jenis uji geser tanah dilaboratorium, yaitu :

1. Unconsolidated Undrained ( UU Test).

Pada uji ini, saat bekerja tegangan normal maupun geser, drainase tidak diperbolehkan. Drainase dikontrol dengan menggunakan sistem tertutup atau dengan kecepatan regangan yang tinggi

2. Consolidated Drained ( CD Test).

Drainase diperbolehkan pada saat bekerja teganagn normal, saat konsolidasi terjadi maupun saat terjadi geser. Untuk mencapai drainase sempurna pada tanah kohesif diperlukan waktu yang lama untuk setiap pengujian

3. Consolidated Undrained ( CU Test).

Pada uji ini, drainase diperbolehkan pada saat bekerja tegangan normal sampai konsolidasi selesai. Kemudian drainase dihentikan dan sampel dibebani sampai runtuh.

2.2 Penyelidikan Tanah Dan Investigasi Longsoran

Penyelidikan geoteknik dan observasi lapangan merupakan bagian yang menentukan dalam menangani longsoran yang terjadi maupun untuk perencanaan kestabilan lereng. Penyelidikan ini mempunyai dua kepentingan :

 Untuk mengidentifikasi daerah yang berpotensi mengalami longsoran.

 Menentukan faktor lingkungan yang menyebabkan longsoran

(5)

Daerah yang berpotensi longsor pada umumnya menunjukan adanya bekas-bekas longsoran pada masa lalu.

2.2.1 Topografi

Topographi atau geometri dari permukaan tanah merupakan kunci utama dalam menentukan aktivitas gerakan tanah pada masa yang lalu dan potensi kestabilan lereng, karena topograpi permukaaan tanah yang sedang bergerak selalu berubah maka pengamatan topografi harus dilaksanakan dalam saat yang berbeda. Secara ideal, peta topografi yang lengkap dapat meliputi :

1. Kondisi beberapa tahun sebelum kejadian longsoran 2. Pada saat terjadi longsoran

3. Pada interval waktu tertentu sesudah longsoran (2 minggu) 4. Sesudah perbaikan lereng.

2.2.2 Tinjauan Geologi Dan Prosedur Penyelidikan Lapangan

Peninjaunan geologi secara terinci dilaksanakan untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk analisis dalam perancangan perbaikan atau peningkatan kestabilan kestabilan lereng yang telah ada. Pada umumnya langkah pertama adalah untuk mengenali kondisi lapangan secara geologis (reconaissance study),termasuk didalamnya adalah pemetaan lapngan. Tujuan dari penyelidikan ini adalah untuk mendapatkan kondisi umum dilapngan dan informasi geologis serta memperoleh profil potongan ditanah.

(6)

2.2.3 Penyelidikan Tanah

a. Uji Lapangan

Uji lapangan memilik keuntungan karena praktis, cepat dan murah.

Disamping dengan uji lapangan bisa diperoleh profil tanah secara kontinu. Namun demikian pada uji lapangan, parameter tanah yang diperoleh berdasarkan suatu korelasi emperik yang membutuhkan verifikasi dari uji laboratorium, disamping itu uji lapangan pada umumnya berlaku untuk kondisi tidak terdrainase. Salah satu keuntungan lain dengan uji lapangan bahwa lokasi bidang gelincir pada lereng yang telah mengalami longsor dapat dideteksi karena pada lokasi tersebut kuat geser tanah mendekati nol.

Termasuk dalam pengujian ini adalah :

 Pengeboran dan pengambilan sample

 Standard Penetration Test (SPT)

Uji Sondir (Cone Peneteration Test/CPT)

b. Uji Laboratorium

Peranan uji Laboratorium adalah mendapatkan parameter tanah yang lebih teliti dan dapat disesuaikan dengan kondisi dalam pemodelan (analisa jangka pendek atau jangka panjang). Peranan uju laboratorium dapat juga untuk verifikasi korelasi yang digunakan dalam hal diperlukan suatu profil kontinu dari uji lapangan.

Termasuk dalam pengujian ini adalah :

 Indeks Properties Tanah

 Uji Triaxial UU, Triaxial CU dan Triaxial CD

(7)

 Uji tekan bebas (Unconfined Compression Test)

 Uji geser langsung

 Uji konsolidasi

2.3 Definisi Longsoran Dan Kestabilan Lereng

2.3.1 Pengertian Umum Longsoran

Longsoran secara sedehana menurut (Critiadi harry, 2012 pada buku tanah erosi dan longsoran) dipahami sebagai gerakan tanah atau batuan kearah bawah, terutama akibat pengaruh gravitasi. Gerakan tiba-tiba dari longsoran ini dapat menegakibatkan kerusakan yang cukup besar pada infrastruktur, perumahan dan fasilitas lain, merusak lngkungan dan mengganggu keseimbangan alam dan korban jiwa serta kerugian harta benda yang amat berarti.

Gerakan tanah banyak dipahami sebagai perpindahan masa tanah yang biasanya memiliki kecepatan relatif yang rendah, tidak seketika tetapi juga dapat menyebabkan kerusakan tanah. Tanah-tanah yang labil mempunyai karakteristik bergerak secara perlahan-lahan dan seringkali berupa rayapan.

Gambar 2.2 Jenis-jenis longsoran (Sumber : Cristiady Harry 2012)

(8)

Perpindahan material total sebelum terjadinya longsoran bergantung pada besarnya regangan yang dibutuhkan untuk mencapai kuat geser puncak dari tanah pada zona disekitar bidang lonsor. Perpindahan total tersebut lebih kecil pada tanah lempung normaly consolidated daripada lempung kaku consolidated.

Zaruba dan Mecl (1968) menyimpulkan bahwa tanah-tanah lempung kaku dapat mengalami perpindahan geser sampai 2,5 % dari tebal zona longsor. Untuk serpih kaku (stiff shales) perpindahan geser dapat mencapai sekitar 0,8 %-nya.

Klasifikasi longsoran terkait dengan kedalaman maksimum material yang longor disarankan oleh Broms (1975) seperti dilihatkan pada Tabel 2.1 dibawah ini.

Tabel 2.1 Klasifikasi kedalaman longsoran

Tipe Kedalaman

Longsoran permukaan (surface slide) < 1,5 m Longsoran dangkal (shallow slide) 1,5 - 5,0 m Longsoran dalam (deep slide) 5,0 - 20,0 m Longsoran sangat dalam (very deep

slide) >20 m

(Sumber : Broms, 1975)

Berdasarkan geometri bidang gelincir terdapat 2 jenis bidang longsor (Borm, 1975).

1). Longsoran Ratisional (rational slides)

Longsoran ratisional (rational slides) mempunyai bidang longsor melengkung keatas dan sering terjadi pada massa tanah yang bergerak dalam satu kesatuan. Longsoran rotasional murni (slump) terjadi pada material yang relatif homogen.

Borms (1975) membedakan longsoran rotasional menjadi tiga tipe,yaitu : a. Penggelinciran (slips)

(9)

Penggelinciran atau longsoran rotasional (slumps) pada lempung lunak mempunyai bidang longsor yang membentuk mendekati lingkaran. Massa tanah yang longsor bergerak bersama-sama dalam satu kesatuan disepanjang bidang longsor atau bidang gelincir yang relatif tipis.

b. Longsoran rotasional berlipat

Longsoran rotasional berlipat (multiple rotasional slides) terjadi dengan lebih dulu diawali dengan gerakan longsoran yang bersifat lokal

c. Longsoran berurutan

Longsoran beruntun ( succesive slips ) merupakan deretan sejumlah longsoran rotasional dangkal yang terjadi secara beruntun pada lereng lempung overconsolidated retak-retak.

Gambar 2.3 Longsoran rotasional (Broms, 1975) (Sumber : Borm, 1975)

2). Longsoran Translasional

Longsoran translasional merupakan gerakan di sepanjang diskontinuitas atau bidang lemahyang secara pendekatan sejajar dengan permukaan lereng, sehingga gerakan tanah terjadi secara translasi.

Broms (1975) membedakan longsoran translasional menjadi empat tipe, yaitu :

(10)

a. Longsoran blok translasional

Longsoran terjadi dengan bidang longsor yang relati datar. Longsoran ini banyak terjadi pada lapisan batuan, dengan bidang longsor yang bisa di prediksi sebelumnya. Longsoran semacam ini di sebabkan oleh penggalian bawah dan terjadi jika kemiringan lereng melampaui sudut geser dalam (ϕ) dari masa batuan disepanjang bidang longsor.

b. Longsoran pelat

Merupakan longsoran dengan bidang longsor datar. Longsoran ini sering terjadi dalam lereng batu lempung lapuk atau lereng yang terbentuk dari debris dangkal yang terletak pad lapisan batu.

c. Longsoran Translasional berlipat

Kejadian longsoran translasional berlipat (multiple translasional slided) umumnya diawali terjadinya kelongsoran pelat. Longsoran demikian menyebar keatas secara bertahap ketika tanah tanah bagian belakang scarp dipuncak longsoran melunak karena air hujan.

d. Sebaran Lateral

Longsoran translasional mundur (retrogressive translational slides) termasuk dalam kategori keruntuhan sebaran. Saat kejadian, longsoran berlangsung sangat cepat. Hal ini dapat terjadi pada lereng yang tidak begitu miring atau datar. Tipe keruntuhan ini sering terjadi pada lempung yang berlapis, dimana tekanan air pori sangat tinggi berkembang pada lapisan pasir tipis atau lanau yang tersisip di dalam lempung tersebut.

(11)

Gambar 2.4 Longsoran translasional (Broms, 1975) (Sumber : Cristiadi Harry, 2012 )

2.3.2 Stabilitas Lereng

Istilah kestabilan lereng memberikan arti umum baik pada persoalan longsoran, gerakan tanah maupun pada infrastruktur yang dirancang oleh para praktisii teknik sipil. Kebanyakan persoalan yang dihadapi oleh Teknik Sipil adalah pada lereng yang dibuat oleh manusia termasuk didalamnya adalah galian dan tmbunan untuk pekerjan jalan, galian untuk basement bangunan gedung maupun timbunan untuk dam dimana kegiatan tersebut melbatkan perencanaan yang matang dan pelaksanaan yang lebih terkontrol. Para ahli geologi lebih memperhatikan proses alami/geologis untuk pengamatan dan pemahaman longsoran didasari pengetahuan geologi dan biasanya mempunyai skala yang besar karena menyebabkan dampak yang lebih luas sedangkan para praktisi teknik sipil melakukan rekayasa untuk lereng-lereng yang skala yang lebih terbatas namun bisa juga luas misalnya pada pekerjaan-pekerjaan dam besar. Pekerjaan teknik sipil umumnya lebih mendetail dan menggunakan prinsip-prinsip geoteknik yang didasari ilmu mekanika tanah dan ilmu mekanika batuan.

Menurut (Christiady Harry,2012) Analisis Stabilitas lereng tidaklah mudah, karena terdapat banyak faktor yang sangat mempengaruhi hasil hitungan. Faktor-

(12)

faktor tersebut misalnya, kondisi tanah yang berlapis-lapis, kuat geser yang anisotropis, gangguan contoh benda uji laboratorium, aliran rembesan air dalam tanah dan lain-lain.

Dalam analisis stabilitas lereng, bila geometri lereng dan kondisi tanah sudah diketahui, maka analisis stabilitas lereng dapat dilakukan dengan baik dengan menggunakan diagram-diagram atau penyelesaian dengan program- program komputer. Kebanyakan program-program komputer yang digunakan dalam menganalisis stabilitas lereng, menggunakan pendekatan keseimbangan batas pada model dua dimensi, walaupun ada juga yang didasarkan pada analisis tiga dimensi.

2.3.3 Tujuan Stabilitas Lereng

Tujuan utama dari analisis kestabilan lereng adalah untuk memberikan suatu tinjauan dan perencanaan lereng yang aman dan ekonomis. Metode analisis untuk kstabilan lereng tidak dapat dilepaskan dari pengetahuan mengenai mekanisme dari keruntuhan lereng. Jenis material dan asal usulnya, topografi dan kondisi geologi setempat. Kondisi amat menentukan batasan-batasan dari penerapan metode yang dipilih.

Analisa kestabilan lereng ini diantaranya digunakan untuk :

 Memberikan tinjauan kestabilan lereng dari berbagai jenis lereng yang terjadi dialam maupun buatan manusia.

 Untuk Memberikan evaluasi terhadap potensi longsoran dari lereng

 Untuk menganalisa kelongsoran yang telah terjadi.

 Untuk memberikan kemungkinan re-desain dari lereng yang baru.

(13)

 Untuk mengkaji pengaruh dari beban yang tak terduga seperti gempa dan beban lalu lintas.

2.3.4 Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng

Konsep dasar mengenai tegangan efektif tanah menurut (Terzaghi), sangat relevan dalam analisis kestabilan lereng. Dalam analisis kestabilan lereng ini pada intinya adalah untuk menentukan faktor keamanan pada suatu lereng. Faktor keamanan pada suatu lereng didefinisikan sebagai.

Dimana :

FK = Faktor keamanan suatu lereng = kuat geser rata-rata dari tanah

= tegangan geser rata-rata yang bekerja pada sepanjang bidang tergelincir Suatu lereng dapat dikatakan mengalami keruntuhan atau longsor apabila mempunyai nilai faktor kemanan lebih kecil dari 1 yaitu gaya-gaya pendorong yang bekerja pada lereng tersebut lebih besar dari kekuatan tanah untuk menahan gaya-gaya tersebut. Sehingga penyebab menurunnya faktor keamanan dapat dikatakan terdiri dari dua bagian besar yaitu meningkatnya tegangan geser yang bekerja pada tanah akibat gaya luar dan menurunnya kekuatan geser tanah akibat perubahan fisik tanah.

Pengetahuan mengenai faktor keamanan merupakan komponen yang sangat vital dalam setiap desain lereng. Besar suatu faktor keamanan menunjukan adanya suatu ketidakpastian dalam desain dan anlisis kestabilan lereng. Dalam penentuan faktor keamanan suatu lereng sangat bergantung pada pengalaman desainer

(14)

lereng, smakin besar faktor keamanan juga menunjukan adanya pengalaman yang terbatas dari desainer lereng dengan kondisi tanah lereng tersebut. Pada analisis berdasarkan metode limit equilibrium, penentuan faktor keamanan berdasarkan pada shear strength pada tanah. Lereng akan mengalami keruntuhan bila gaya yang bekerja pada tanah yang melebihi kuat geser tanah ultimate.

Faktor keamanan pada analisis berdasarkan adanya gaya-gaya yang bekerja (force), faktor keamanan berdasarkan adanya gaya geser yang bekerja pada bidang gelincir planar dalam suatu lereng. Lereng akan mengalami keruntuhan apabila komponen gaya-gaya yang menahan. Faktor keamanan pada analisis berdasarkan adanya momen, penentuan faktor keamanan berdasarkan pada momen yang bekerja pada bidang gelincir circular pada suatu lereng dengan jarak momen sampai titik pusat lingkaran gelincir tersebut.

Analisa berdasarkan jenis lereng terbagi menjadi dua yaitu analisis pada lereng menerus dan pada lereng terbatas. Metode analisis kstabilan lereng juga terbagi menjadi dua bagian yaitu metode analitik dan metode grafis.

2.3.5 Analisis Kestabilan Lereng Menerus Tanpa Rembesan

Analisis lereng meneruskan dengan rembesan dapat ditunjukan pada gambar 2.5. Dalam hal ini akan dievaluasi suatu nilai faktor keamanan terhadap kemungkinan terjadi pergeseraan lereng pada bidang AB dengan kemiringan β dan kedalaman H di bawah permukaan tanah. Pergeseran terjadi akibat adanya pergerakan tanah dari bagian atas ke bawah lereng pada bidang tersebut. Tekanan air pori di anggap nol.

(15)

Gambar 2.5 Analisis lereng menerus tanpa rembesan (Sumber : Cristiadi Harry, 2012 )

Berdasarkan analisis, faktor keamanan lereng ditentukan sebagai berikut :

Sehingga dapat dikatakan suatu nilai faktor keamanan lereng ditentukan oleh besar kedalaman H dan lereng akan tetap stabil selama β < ф. Kedalaman kritis Hcr dapat ditentukan dengan memasukan Fs = 1 kedalam persamaan diatas.

Sehingga kedalaman kritis menjadi.

2.3.6 Analisis Kestabilan Lereng Menerus Dengan Rembesan

Secara umum analisis lereng menerus dengan rembesan sama dengan analisis lereng menerus tanpa rembesan karena letak perbedaannya adalah pemakaian berat isi pada kondisi jenuh γsat dan adanya tekanan air pori. Selain itu hal yang membedakan adalah pemakaian tegangan efektif bukan tegangan total.

(16)

Gambar 2.6 Analisis lereng menerus dengan rembesan (Sumber : Cristiadi Harry, 2012 )

Faktor keamanan lereng menerus dengan rembesan adalah sebagai berikut:

Maka dengan demikian persamaan untuk analisis lereng menerus dengan rembesan dapat ditentukan.

2.3.7 Analisis Lereng Terbatas Bidang Planar

Bentuk keruntuhan planar pada suatu lereng terbatas biasanya terjadi pada lereng dengan suatu lapisan tipis daari tanah yang mempunyai kekuatan relatif rendah dibandingkan dengan material melapisinya.

Analisis pada lereng tersebut bergantung pada geometri lereng dan parameter kuat geser dari tanah sepanjang bidang keruntuhan. Berdasarkan gambar dapat ditunjukkan bahwa terdapat gaya-gaya yang bekerja yaitu gaya berat tanah (W), gaya geser yang mengakibatkan pergerakan (Cm) dan gaya normal yang tegak lurus dibidang gelincir (N) yang dibutuhkan untuk mengevaluasi kestabilan lereng.

(17)

Panjang bidang gelincir L dan berat tanah diatas bidang gelincir W di definisikan sebagai berikut :

Gaya reaksi normal N dan gaya geser Cm dapat didefinisikan :

N = W cos θ dan Cm = W sin θ

Bila faktor keamanan kohesi Fc dari faktor keamanan sudut geser dalam Fc didefinisikan sebagai :

Maka persamaan tersebut dapat dikembangkan berdasarkan kriteria keruntuhan Mohr Coulomb menjadi :

W sin θ = Cm L + W cos θ tan фm

Dengan asumsi γ, β dan H konstan maka persamaan tersebut menjadi : Sin (β - 2θ) + tan фm (cos (β-2θ) = 0

Berdasrkan persamaan tersebut dapat di hitung :

Kemudian harga Cm dapat di hitung dengan persamaan :

Tinggi kritis Hcrit juga dapat ditentukan bila F = 1 menjadi :

(18)

Maka dengan demikian persamaan analisis untuk lereng terbatas dengan bidang gelincir planar dapat di tentukan.

2.3.8 Analisis Stabilitas Lereng Terbatas Bidang Keruntuhan Circular

Analisis lingkaran sederhana metode circular arc mempunyai dasar asumsi bahwa tanah diatas bidang gelincir adalah kaku, blok berbentuk silinder akan runtuh secara rotasi pada bidang lingkaran dan kuat geser sepanjang bidang gelincir di definisikan sebagai kuat geser tak teralir (undrained shear strenght) sehingga sudut geser dalam tak teralir dianggap nol ( .

Faktor keamanan lereng diberikan sebagai berikut :

Dimana :

Cu = Undrained shear strenght R = Radius lingkaran

W = Berat massa tanah yang mengalami gelincir

X = Jarak horizontal antara titik pusat lingkaran dan titik pusat massa yang mengalami gelincir.

Metode friction circle digunakan pada lereng dengan kondisi tanah homogen dengan ф > 0 dimana kuat geser tanah tergantung pada tegangan normal. Dalam hal ini di asumsikan bahwa terjadi gaya geser friksi yang menggerakan massa tanah di sepanjang bidang gelincir lingkaran. Berdasarkan bidang gelincir lingkaran friksi mempunyai radius, Rf = r sin фm dan tegangan geser kohesif akan mempunyai resultan, Cm, yang bekerja sepanjang bidang ab.

Jarak Rc di definisikan sebagai :

(19)

Dimana R adalah jari-jari lingkaran keruntuhan dan R adalah jarak tegak lurus dari pusat lingkaran ke gaya, Cm..

2.3.9 Analisis Stabilitas Lereng Terbatas Dengan Metode Irisan

Metode ini menggunakan cara dengan mebagi bidang massa tanah yang menggelincir menjadi bagian yang lebih kecil dan tiap irisan mempunyai masing- masing blok gelincir.

Gambar 2.7 Gaya-gaya yang bekerja pada metode irisan (Sumber : Cristiadi Harry, 2012 )

Terdapat beberapa cara dalam melakukan analisis dengan menggunakan metode ini . Beberapa metode mempunyai asumsi tertentu untuk menentukan faktor keamanan lereng akibat adanya gaya-gaya antar potongan. Hal ini karena pada analisis kestabilan lereng dengan metode irisan mempunyai beberapa komponen persamaan yang tidak diketahui dalam tiap n potongan. Tabel 2.2 menunjukan banyaknya persamaan dan anu dalam analisis dengan metode irisan.

(20)

Tabel 2.2 Persamaan dan Anu yang berhubungan dengan metode irisan

persamaan Kondisi

n Keseimbangan momen untuk tiap potongan

2n Keseimbangan gaya-gaya dalam dua arah (Tiap potongan)

n

Hubungan Morh Coloumb antara kuat geser dan tegangan norman efektif

4n Total jumlah komponen persamaan

Anu Variabel

1 faktor keamanan lereng

n Gaya normal pada dasar tiap potongan, N' n Lokasi dari gaya Normal, N'

n Gaya geser pada dasar tiap potongan n-1 Gaya antar potongan, Z

n-1 Inklinasi gaya antar potongan, θ n-1 Lokasi dari gaya antar potongan 6n-2 total jumlah anu

(Sumber : Abramson et al. 1995)

Beberapa persamaan untuk analisa kestabilan dan asumsi ysng digunakan dengan menggunakan metode irisan akan diuraikan berikut.

1. Ordinary Methode of Slices (OMS)

Metode analisis irisan yang paling awal dipakai untuk megestimasi kestabilan lereng. Metode ini mengasumsi bahwa resultan gaya antar potongan untuk semua potongan adalah mempunyai sudut yang paralel dengan dasar potongan , faktor keamanan lereng dapat ditunjukan sebagai berikut.

Dimana :

(21)

A1= (W(1-kv) + Uβ cos β + Q cos δ) sin α A2= (Uβ sin β + Q sin δ) (

A3= (Uβ sin β + Q sin δ)Kh W ( Sedangkan N’ di definisikan sebagai :

N’ = - Uα – Kh W sin α + W(1- Kv) cos α + Uβ cos (β – α) + Q cos (δ-α)

Seluruh persamaan tersebut dapat digunakan untuk menghitung faktor keamanan,F.

2. Simplified Janbu Methode

Merupakan salah satu metode analisis kestabilan lereng metode irisan yang mengasumsikan bahwa tidak terdapat gaya geser antar potongan. Metode ini berdasarkan keseimbangan gaya vertikal pada tiap potongan.

Faktor keamanan lereng didefinisikan sebagai berikut : ∑

Diamana :

A4= Uα sin α + W Kh + Uβ sin β + Q sin δ

3. Simplified Bishoftp Methode

Metode menetukan nilai faktor keamanan lereng dengan asumsi tidak terdapat gaya geser yang bekerja antar potongan. Metode ini memberikan definisi faktor keamanan lereng adalah sebagai berikut :

(22)

Dimana :

A5= (W(1-Kv) + Uβ cos β + Q cosδ) sin α A6= (Uβ sin β + Q sin δ) ( A7= Kh W (

4. Methode Fellenius

Metode ini paling sederhana diantara metode irisan. Metode ini juga dinamakan sebagai metode lingkaran Swedia, asumsi yang digunakan dalam metode ini adalah resultan gaya antar irisan sama dengan nol dan bekerja sejajar dengan permukaan bidang runtuh, serta bidang runtuh berupa sebuah busur lingkaran. Kondisi kestimbangan yang dapat dipenuhi oleh metode ini hanya kesetimbangan momen untuk semua irisan pada pusat lingkaran runtuh.

Gambar 2.8 Gaya yang bekerja pada setiap irisan(Sumber : Cristiadi Harry, 2012 )

Gaya normal total ditentukan dengan menggunakan kesetimbangan gaya dalam arah tegak lurus dasar irisan, besarnya yaitu :

N = W cos α – Kw sin α

Kesetimbangan momen pada pusat lingkaran runtuh semua irisan adalah sebagai berikut ∑ ∑

(23)

Dimana hc adalah tinggi pusat massa irisan dari titik tengah pada dasar irisan.

Gaya geser yang diperlukan agar lereng berada dalam kondisi setimbang adalah :

Apabila persamaan diatas disubstitusikan kedalam persamaan awal akan diperoleh persamaan untuk menghitung faktor keamanan (F) sebagai berikut :

2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng.

Keruntuhan pada lereng alami atau buatan disebabkan karena adanya perubahan antara lain topografi, seismik, aliran air tanah, kehilangan kekuatan, perubahan tegangan, dan musim/iklim/cuaca.

Akibat adanya gaya-gaya luar yang bekerja pada material pembentuk lereng menyebabkan material pembentuk lereng mempunyai kecenderungan untuk menggelincir. Kecenderungan menggelincir ini ditahan oleh kekuatan geser material sendiri. Meskipun suatu lereng telah stabil dalam jangka waktu yang lama, lereng tersebut dapat menjadi tidak stabil karena beberapa faktor seperti :

1. Jenis dan keadaan lapisan tanah / batuan pembentuk lereng.

2. Bentuk Geometris penampang lereng (misalnya tinggi dan kemiringan lereng).

3. Penambahan kadar air pada tanah (misalnya terdapat rembesan air atau infiltrasi hujan).

4. Berat dan distribusi beban.

5. Getaran atau gempa.

(24)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng dapat menghasilkan tegangan geser pada seluruh massa tanah, dan suatu gerakan akan terjadi kecuali tahanan geser pada setiap permukaan runtuh yang mungkin terjadi lebih besar dari tegangan geser yang bekerja. (Bowles, 1991).

2.5 Analisa Lereng Dengan Program Stabil 2.3

Analisa stabilitas lereng menggunakan program stabil 2.3 A. Veruijtt 1986 dengan menggunakan metode modified fellenius yang tahapan analisanya sebagai berikut :

a. Bentuk dari lereng yang akan dianalisa stabilitasnya ditentukan berdasarkan koordinat 2 dimensi ( x , y ) berupa titik-titik 1, 2, 3 dan seterusnya. Kemudian dari system koordinat tersebut dibagi dalam area-area untuk disesuaikan dengan perlapisan dan parameter tanah, termasuk juga muka air tanah dan beban surcharge.

b. Titik pusat lengkung gelincir (slip circle) ditentukan terlebih dahulu berdasarkan nilai koordinat ( x , y ) dan titik ujung slip circle awal ditentukan senilai x1, kemudian software tersebut akan mengeksekusi nilai stabilitas dari lereng tersebut dengan sistem iterasi secara otomatis dimulai dari x1, hingga xn

pada sepanjang badan.

c. Titik pusat lengkung gelincir (slip circle) pada saat iterasi dilakukan akan bergerak dalam area modul grid dan iterasi akan terus berlangsung hingga tercapai nilai stabilitas yang terkecil (smallest stability).

Adapun nilai parameter-parameter tanah yang diinput dalam software ini antara lain :

(25)

 Berat volume tanah saturated (dry)

 Shear strength berupa kohesi ( c )

 Sudut geser dalam (  )

 Evevasi muka air tanah

2.6 Metoda Perbaikan Stabilitas Lereng

Perbaikan stabilitas lereng umumny dilakukan untuk mereduksi gaya-gaya yang menggerakan, menambah tahanan geser tanah atau keduanya.

Gaya-gaya yang menahan gerakan longsor dapat ditambah dengan cara sebagai berikut (Abramson et all., 1996):

1. Drainase yang menambah kuat geser tanah.

2. Menghilangkan lapisan lemah atau zona berpotensi longsor yang lain.

3. Membangun struktur penahan atau sejenisnya.

4. Melakukan perkuatan tanah ditempat.

5. Penanganan secara kimia atau yang lain (misalnya mengeraskan tanah) untuk menambah kuat geser tanah.

Penanggulangan longsor yang dilakukan bersifat pencegahan sebelum longsor terjadi pada daerah potensial dan stabilisasi, setelah longsor terjadi jika belum runtuh total. Penanggulangan yang tepat pada kedua kondisi diatas dengan memperhatikan penyebab utama longsor, kondisi pelapisan tanah dan juga aspek geologinya.

Sedang langkah yang umum dalam menangani longsor antara lain:

pemetaan geologi topografi daerah yang longsor, pemboran untuk mengetahui bentuk pela-pisan tanah/batuan dan bidang gelincirnya, pemasangan piezometer

(26)

untuk mengetahui muka air atau tekanan air porinya, dan pemasangan slope indicator untuk mencari bidang geser yang terjadi.

2.6.1 Macam-Macam Metoda Perbaikan Lereng.

Sebelum pemilihan metoda stabilisasi dipilih, penyebab ketidakstabilan lereng harus diteliti lebih dulu, karena sering terdapat lebih dari satu faktor penyebab yang memicu ketidakstabilan lereng. Berikut ini akan dibahas macam- macam metoda perbaikan lereng dengan cara :

1. Merubah Geometri Lereng

Umumnya lereng alam menunjukan kemantaban jangka panjang,tetapi pada beberapa kasus tidak demikian. Untuk itu perlu dilakukan perubahan geometri lereng sesuai dengan parameter geotekniiknya. Sebagai bahan perbandingan kemiringan lereng yang mantab untuk batuan lereng alam menunjukan kemantaban lereng jangka panjang, tetapi pada beberapa kasus tidak demikian.

Metoda penanggulangan ini mempunyai prinsip mengurangi gaya dorong dari massa tanah yang longsor dan menambah gaya penahan dengan cara penimbunan pada ujung kaki lereng, sehingga faktor keamanan lereng dapat bertambah. Metoda penanggulangan ini dilakukan untuk tipe longsoran rotasi, keuntungan yang utama dari metoda ini dapat merupakan penanggulangan permanen tergantung pada besarnya faktor keamanan yang diperoleh. Dengan memotong geometri langsung lereng seakan kita akan memberikan kemantaban pada lereng eksisting tersebut dan menimbulkan rasa aman yang sesuai yang diinginkan sehingga menimbulkan lereng yang aman.

(27)

Gambar 2.9 Kemiringan lereng yang sesuai tingkat pelapukan batuan (Sumber : Buku petunjuk teknis & penanganan longsoran )

Gambar 2.10 Contoh pemotongan (Sumber : Buku petunjuk teknis & penanganan longsoran )

Gambar 2.11 Contoh penimbunan (Sumber : Buku petunjuk teknis & penanganan longsoran )

(28)

2. Mengendalikan Air Permukaan

Air permukaan merupakan salah satu faktor penyumbang ketidakmantaban lereng, karena akan meninggikan tekanan air pori. Disamping itu aliran air permukaan juga dapat menimbulkan erosi sehingga akan mengganggu kemantaban lereng yang ada.

Mengendalikan air permukaan dapat dilakukan dengan cara menanam tumbuhan, menutup retakan, tata salir dan permukaan lereng (regrading).

Penanggulangan dengan mengendalikan air permukaan dapat dilihat pada gambar.

Gambar 2.12 Contoh pengendalian air permukaan (Sumber : Buku petunjuk teknis

& penanganan longsoran )

3. Mengendalikan Air Rembesan

Maksud dari mengendalikan air rembesan adalah untuk menurunkan muka air tanah didaerah longsoran. Dalam memilih cara ini yang tepat perlu dipertimbangkan jenis dan letak muka air tanah.

Metoda pengendalian air rembesan yang sering digunakan adalah sumur dalam (deep well), penyalir tegak (vertical drain), penyalir mendatar (horizontal draine), pelantar (drainage gallery), sumur pelega (relief well), penyalir pant pencegat (interceptor drain), dan elektro osmosis.

(29)

Air tanah dikeluarkan dari lereng penyalir, muka air tanah turun dari U0

menhadi U’’. Dengan penurunan muka air tanah tekanan air pori akan berkurang sehingga faktor keamanan akan berubah.

Gambar 2.13 Contoh drainase bawah permukaan (Sumber : Buku petunjuk teknis &

penanganan longsoran )

4. Penambatan Longsoran Tanah

Penambatan merupakan cara penanggulangan yang bersifat mengikat atau menahan massa tanah yang bergerak, sedangkan tindakan lain dilakukan bila penaggulangan dengan cara mengubah geometri lereng, mengendalikan air dan penambatan tidak dapat diterapkan.

Penambatan umumya dilakukan dengan bangunan penahan yang berfungsi sebagai penahan terhadap massa tanah yang bergerak, sehingga meningkatkan tahanan geser. Bangunan penahanan dapat terdiri dari beberapa macam antara lain bronjong, tembok penahan, sumuran, tiang pancang,bor atau turap baja, tanah bertulang degan penopang isian batu (buttress).

5. Tembok Penahan

Tembok penahan merupakan bangunan penambat tanah dari pasangan batu,beton atau beton bertulang. Tipe tembok penahan terdiri dari dinding gaya

(30)

berat (gravity wall), semi gaya berat (Semi gravity) dan dinding pertebalan (Counterfort wall).

Gambar 2.14 Dinding tembok penahan (Sumber : Buku petunjuk teknis &

penanganan longsoran )

6. Bronjong

Merupakan bangunan penambat tanah yang mempunyai konstruksi berupa anyaman kawat yang diisi batu belah. Konstruksinya berbentuk persegi dan disusun secara bertangga yang umumnya berukuran 2 x 1 x 0.5 m3.

Bronjong umumnya dipasang pada kaki lereng yang disamping berfungsi sebagai penahan longsoran, juga berfungsi untuk mencegah penggerusan, keberhasilan penggunaan bronjong sangat tergantung dari kemampuan bangunan ini untuk menahan geseran pada tanah dibawah alasnya.

Gambar 2.15 Penambatan tanah dengan bronjong (Sumber : Buku petunjuk teknis &

penanganan longsoran )

(31)

7. Tiang

Tiang dapat digunakan baik untuk pencegahan maupun penanggulangan longsoran. Cara ini cocok untuk logsoran yang tidak terlalu dalam, tetapi penggunaan tiang ini terbatas oleh kemampuan tiang untuk menembus lapisan tanah yang keras atau material yang mengandung bongka-bongkah. Cara ini cocok untik longsoran tipe aliran, karena sifat tanahnya sangat lembek yang dapat lolos melalui sela tiang. Penaggulangan longsoran dapat menggunakan tiang pancang, tiang bor, dan turap baja.

Gambar 2.16 Penambatan tanah dengan tiang (Sumber : Buku petunjuk teknis &

penanganan longsoran )

Gambar

Gambar 2.2  Jenis-jenis longsoran  (Sumber : Cristiady Harry 2012)
Tabel 2.1  Klasifikasi kedalaman longsoran
Gambar 2.3 L ongsoran rotasional (Broms, 1975)  (Sumber : Borm, 1975)
Gambar 2.4  Longsoran translasional (Broms, 1975)  (Sumber : Cristiadi Harry, 2012 )
+7

Referensi

Dokumen terkait

ditambah sampai bahan mengalami keruntuhan pada kedudukan OS tegangan utama menjadi berotasi sehingga tegangan utama mayor menjadi OS. kondisi permukaan bidang longsor

Kriteria Lereng yang Dianalisis : Lereng rawan longsor yang pernah mengalami keruntuhan pada 5

Dengan menggunakan prinsip tegangan efektif, kuat geser maksimum suatu elemen tanah bukan merupakan fungsi dari tegangan normal total yang bekerja pada bidang tersebut

1) Diasumsikan suatu bidang longsor pada lereng yang akan ditinjau. Untuk lereng dengan kemiringan ≥ 53 0 , bidang kelongsoran harus merupakan kelongsoran ujung dasar lereng.

Berdasarkan Nakazawa (2000), dinding penahan tanah merupakan suatu bangunan yang dibangun untuk mencegah keruntuhan tanah yang curam atau lereng yang dibangun dengan

Kondisi ini dapat dicegah jika gaya dorong (driving force) tidak melampaui gaya perlawanan yang berasal dari kekuatan geser tanah sepanjang bidang longsor seperti yang

Teori kuat geser yang lazim digunakan dalam analisis keruntuhan tanah adalah teori keruntuhan Mohr – Coulomb (Muntohar, 2009). Keruntuhan dalam suatu bahan dapat

Pada tipe keruntuhan ini, saat terjadi keruntuhan (beton mencapai regangan batasnya), tulangan juga pas mencapai tegangan lelehnya (fy). Keruntuhan ini juga terjadi