• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Teori Dasar Elastisitas

Teori Elastisitas merupakan cabang yang sangat penting dari fisis matematis, yang mengkaji hubungan antara gaya, perpindahan, tegangan dan regangan dalam sebuah benda elastis. Bila suatu benda dibebani oleh gaya luar, benda tersebut akan mengalami deformasi sehingga timbul tegangan dan regangan. Perubahan bentuk ini tergantung pada konfigurasi geometris dari benda tersebut dan pada sifat mekanis bahannya. Dalam teori elastisitas kita batasi pembahasan hanya pada bahan yang elastis linier, yaitu keadaan dimana hubungan antara regangan dan tegangan bersifat linier dan perubahan bentuk serta tegangan akan hilang bila gaya luar dihilangkan.Selain hal tersebut, teori elastisitas menganggap bahan bersifat homogen dan isotropik, dengan demikian sifat mekanis bahan sama dalam segala arah.

Dalam statika benda tegar (rigid body), kita hanya mengkaji gaya luar (External Force) yang bekerja pada suatu benda dan tidak meninjau perubahana bentuk yang timbul. Sebaliknya, dalam teori elastisitas kita meninjau perubahan bentuk akibat gaya luar. Melalui perubahan bentuk pada benda tersebut, gaya-gaya luar dikonversikan menjadi gaya-gaya dalam (Internal Force).

(2)

II.1.1. Komponen Tegangan

Tegangan didefinisikan sebagai intensitas gaya yang bekerja pada tiap satuan luas bahan. Untuk menjelaskan ini, maka akan ditinjau sebuah benda yang dalam keadaan setimbang seperti terlihat pada Gambar.2.1. Akibat kerja gaya luar

P1, P2, P3, P4, P5, P6, dan P7, maka akan terjadi gaya dalam di antara benda.

Untuk mempelajari besar gaya ini pada titik sembarang O, maka benda diandaikan dibagi menjadi dua bagian A dan B oleh penampang mm yang melalui titik O.

(sumber : Theory of elasticity, S. Timoshenko)

Kemudian tinjaulah salah satu bagian ini, misalnya A. Bagian ini dapat dinyatakan dalam keadaan setimbang akibat gaya luar P1, P2, P3, P4, P5, P6, P7

dan gaya dalam terbagi di sepanjang penampang mm yang merupakan kerja bahan. Oleh karena intensitas distribusi ini, tegangan dapat diperoleh dengan membagi gaya tarik total P dengan luas potongan penampang A.

x y z P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7

Gambar.2.1.Benda Tampang Sembarang yang Dibebani oleh Gaya-Gaya Luar m

m

O

B

(3)

Untuk memperoleh besar gaya yang bekerja pada luasan kecil δA, misalnya dari potongan penampang mm pada titik O, dapat diamati bahwa gaya yang bekerja pada elemen luas ini diakibatkan oleh kerja bahan bagian B terhadap bahan bagian A yang dapat diubah menjadi sebuah resultante δP. Apabila tekanan terus diberikan pada luas elemen δA, harga batas δP/δA akan menghasilkan besar tegangan yang bekerja pada potongan penampang mm pada titik O. arah batas resultante δP adalah arah tegangan.

Umumnya, arah tegangan ini miring terhadap luas δA tempat gaya bekerja sehingga dapat diuraikan menjadi dua komponen tegangan yaitu tegangan

normal yang tegak lurus terhadap luas dan tegangan geser yang bekerja pada

bidang luas δA.

Tegangan normal dinotasikan dengan huruf σ dan tegangan geser dengan huruf τ. Untuk menunjukkan arah bidang dimana tegangan tersebut bekerja, digunakan subskrip terhadap huruf-huruf ini. Tegangan normal menggunakan sebuah subskrip yang menunjukkan arah tegangan yang sejajar terbadap sumbu koordinat tersebut, sedangkan tegangan geser menggunakan dua buah subskrip dimana huruf pertama menunjukkan arah normal terhadap bidang yang ditinjau dan huruf kedua menunjukkan arah komponen tegangan. Gambar.2.2 menunjukkan arah komponen-komponen tegangan yang bekerja pada suatu elemen kubus kecil pada titik O.

(4)

(sumber : Theory of elasticity, S. Timoshenko)

Untuk menjelaskan tegangan yang bekerja pada keenam sisi elemen ini diperluka n tiga simbol σx, σy, σz untuk tegangan normal dan enam simbol τxy, τyx, τxz, τzx, τyz, τzy untuk tegangan geser. Dengan meninjau kesetimbangan elemen secara sederhana, maka jumlah simbol tegangan geser dapat dikurangi menjadi tiga.

Gambar.2.2.Komponen-Komponen Tegangan yang Bekerja Pada Potongan Kubus Kecil x y z σx τxy τxz τzx σy τyz τzy τyx σz σz τzx τzy τyz σy τyx τxz τxy σx P

(5)

(sumber : Theory of elasticity, S. Timoshenko)

Apabila momen gaya yang bekerja pada elemen terhadap garis yang melalui titik tengah C dan sejajar sumbu x, maka hanya tegangan permukaan yang diperlihatkan pada Gambar.2.3 yang perlu ditinjau. Gaya benda, seperti berat elemen, dapat diabaikan karena semakin kecil ukuran elemen, maka gaya benda yang bekerja padanya berkurang sebesar ukuran linier pangkat tiga. Sedangkan gaya permukaan berkurang sebesar ukuran linier kuadrat. Oleh karena itu, untuk elemen yang sangat kecil, besar gaya benda sangat kecil jika dibandingkan dengan gaya permukaan sehingga dapat dihilangkan ketika menghitung momen.

Dengan cara yang sama, orde momen akibat ketidak-merataan distribusi gaya normal lebih tinggi dibandingkan dengan orde momen akibat gaya geser dan menjadi nol dalam limit. Juga gaya pada masing-masing sisi dapat ditinjau sebagai luas sisi kali tegangan di tengah. Jika ukuran elemen kecil pada Gambar.2.3 adalah dx, dy, dz, maka momen gaya terhadap P, maka persamaan kesetimbangan elemen ini adalah :

τxz dx dy dz = τzx dx dy dz (2.1) z x C P τZX τXZ τZX τXZ

(6)

Dua persamaan lain dapat diperoleh dengan cara yang sama sehingga didapatkan :

τxy = τyx τzx = τxz τzy = τyz (2.2)

Dengan demikian enam besaran σx, σy, σz, τxy = τyx, τzx = τxz, τzy = τyz cukup untuk menjelaskan tegangan yang bekerja pada koordinat bidang melalui sebuah titik. Besaran-besaran ini disebut komponen tegangan pada suatu titik.

Jika kubus pada Gambar 2.3 diberikan suatu komponen gaya per satuan volume sebesar X, Y, Z pada masing-masing sumbu x, y, dan z maka gambar komponen tegangan dalam Gambar.2.3 akan menjadi seperti pada Gambar.2.4 di bawah ini dan persamaan kesetimbangan akan dapat diperoleh dengan menjumlahkan semua gaya pada elemen dalam arah x yaitu :

[(σx + jσx) – σx] jy jz + [(τyx + jτyx) – τyx] jx jz + [(τzx + jτzx) – τzx] jx jy + X jx jyjz = 0 [(σy + jσy) – σy] jx jz + [(τxy + jτxy) – τxy] jy jz + [(τzy + jτzy) – τzy] jx jy + Y jx jyjz = 0 [(σz + jσz) – σz] jx jy + [(τxz + jτxz) – τxz] jy jz + [(τyz + jτyz) – τyz] jx jz + Z jx jyjz = 0

(7)

(sumber : Theory of elasticity, S. Timoshenko)

Sesudah dibagi dengan jx, jy, jz, dan seterusnya hingga batas penyusutan elemen hingga titik x, y, z maka akan didapatkan :

0 = + ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ X z zx y yx x x τ τ σ 0 = + ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ Y z zy x xy y y τ τ σ (2.3) 0 = + ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ Z y yz x xz z z τ τ σ

Persamaan (2.3) ini harus dipenuhi di semua titik di seluruh volume benda. Tegangan berubah di seluruh volume benda, dan apabila sampai pada permukaan, tegangan-tegangan ini harus sedemikian rupa sehingga setimbang dengan gaya luar yang bekerja pada permukaan benda.

Gambar.2.4.Komponen-Komponen Tegangan yang Bekerja Pada Potongan Kubus Kecil Dimana Gaya Luar Per Satuan Volume X, Y, Z Bekerja

x y z σx+ σx τxy + τxy τzx τzy σz τyz σy τyx τxz τxy σx P τxz + τxz σz+ σz τzx + τzx τzy + τzy σy+ σy τyx + τyx τyz + τyz

(8)

II.1.2. Komponen Regangan

Regangan didefinisikan sebagai suatu perbandingan antara perubahan dimensi suatu bahan dengan dimensi awalnya. Karena merupakan rasio antara dua panjang, maka regangan ini merupakan besaran tak berdimensi, artinya regangan tidak mempunyai satuan. Dengan demikian, regangan dinyatakan hanya dengan suatu bilangan, tidak bergantung pada sistem satuan apapun. Harga numerik dari regangan biasanya sangat kecil karena batang yang terbuat dari bahan struktural hanya mengalami perubahan panjang yang kecil apabila dibebani.

Dalam membahas perubahan bentuk benda elastis, selalu dianggap bahwa benda terkekang sepenuhnya sehingga tidak bisa bergerak sebagai benda kaku sehingga tidak mungkin ada perpindahan partikel benda tanpa perubahan bentuk benda tersebut.

Pada pembahasan ini yang ditinjau hanya perubahan bentuk yang kecil yang biasa terjadi pada struktur teknik. Perpindahan kecil pertikel yang berubah bentuk ini diuraikan ke dalam komponen u, v, w berturut-turut sejajar dengan sumbu koordinat. Besar komponen ini dianggap sangat kecil dan bervariasi di seluruh volume benda.

x y z O dx dy dz A C B P

(9)

Tinjau elemen kecil dx dy dz dari sebuah benda elastis seperti terlihat pada Gambar.2.5. Apabila benda mengalami perubahan bentuk dan u, v, w merupakan komponen perpindahan titik P, perpindahan titik di dekatnya , A, dalam arah x pada sumbu x adalah orde pertama dalam dx, yaitu u + (ju/jx) dx akibat pertambahan fungsi u sebesar (ju/jx) dx sesuai dengan pertambahan panjang elemen PA akibat perubahan bentuk adalah (ju/jx) dx. Sedangkan satuan

perpanjangan (unit elongation) pada titik P dalam arah x adalah (ju/jx). Dengan

cara yang sama, maka diperoleh satuan perpanjangan dalam arah y dan z adalah (jv/jy) dan (jw/jz).

(sumber : Theory of elasticity, S. Timoshenko)

Sekarang tinjaulah pelentingan sudut antara elemen PA dan PB dalam Gambar.2.6. Apabila u dan v adalah perpindahan titik P dalam arah x dan y, perpindahan titik A dalam arah y dan titik B dalam arah x berturut-turut adalah

v + (jv/jx) dx dan u + (ju/jy) dy. Akibat perpindahan ini, maka P’A’ merupakan

arah baru elemen PA yang letaknya miring terhadap arah awal dengan sudut kecil yang ditunjukkan pada gambar, yaitu sama dengan (jv/jx). Dengan cara yang

O y x dx dy v u P' A' B' v v +xdx u u +ydy B A P

(10)

sama arah P’B’ miring terhadap PB dengan sudut kecil (ju/jy). Dari sini dapat dilihat bahwa sudut awal APB yaitu sudut antara kedua elemen PA dan PB berkurang sebesar (jv/jx) + (ju/jy). Sudut ini adalah regangan geser (shearing

strain) antara bidang xz dan yz. Regangan geser antara bidang xy dan xz dan

bidang yx dan yz dapat diperoleh dengan cara yang sama.

Selanjutnya kita menggunakan huruf Є untuk satuan perpanjangan dan huruf γ untuk regangan geser. Untuk menunjukkan arah regangan digunakan subskrip yang sama terhadap huruf ini sama seperti untuk komponen tegangan. Kemudian diperoleh dari pembahasan di atas beberapa besaran berikut :

x u x ∂ = ∈ y v y ∂ = ∈ z w z ∂ = ∈ x v y u yx xy ∂ ∂ + ∂ ∂ = =γ γ x w z u zx xz ∂ ∂ + ∂ ∂ = =γ γ y w z v zy yz ∂ ∂ + ∂ ∂ = =γ γ (2.4)

Keenam besaran ini disebut sebagai komponen regangan geser.

II.1.3. Hubungan Tegangan dan Regangan (Hukum Hooke)

Hubungan linier antara komponen tegangan dan komponen regangan umumnya dikenal sebagai hukum Hooke. Satuan perpanjangan elemen hingga batas proporsional diberikan oleh

E x x σ = ∈ (2.5)

dimana E adalah modulus elastisitas dalam tarik (modulus of elasticity in tension). Bahan yang digunakan di dalam struktur biasanya memiliki modulus yang sangat besar dibandingkan dengan tegangan izin, dan besarnya perpanjangan sangat

(11)

kecil. Perpanjangan elemen dalam arah x ini akan diikuti dengan pengecilan pada komponen melintang yaitu

E x y σ ϑ − = ∈ E x z σ ϑ − = ∈ (2.6)

dimana adalah suatu konstanta yang disebut dengan ratio Poisson (Poisson’s

Ratio). Untuk sebagian besar bahan, ratio poisson dapat diambil sama dengan

0,25. Untuk baja struktur biasanya diambil sama dengan 0,3.

Apabila elemen di atas mengalami kerja tegangan normal σx, σy, σz secara serempak, terbagi rata di sepanjang sisinya, komponen resultante regangan dapat diperoleh dari persamaan (2.5) dan (2.6) yaitu :

(

)

[

x y z

]

x E σ −ϑσ +σ = ∈ 1

(

)

[

y x z

]

y E σ −ϑ σ +σ = ∈ 1

(2.7)

(

)

[

z x y

]

z E σ −ϑσ +σ = ∈ 1

Pada persamaan (2.7), hubungan antara perpanjangan dan tegangan sepenuhnya didefinisikan oleh konstanta fisik yaitu E dan . Konstanta yang sama dapat juga digunakan untuk mendefinisikan hubungan antara regangan geser dan tegangan geser.

(12)

(sumber : Theory of elasticity, S. Timoshenko)

Tinjaulah kasus khusus yaitu perubahan bentuk segi empat paralelogram di mana σz = σ, σy = –σ , dan σx = 0. Potonglah sebuah elemen abcd dengan bidang yang sejajar dengan sumbu x dan terletak 45˚ terhadap sumbu y dan z (Gambar.2.9). Dengan menjumlah gaya sepanjang dan tegak lurus bc, bahwa tegangan normal pada sisi elemen ini nol dan tegangan geser pada sisi adalah :

τ

= ½ (σz – σy) = σ (2.8)

Kondisi tegangan seperti itu disebut geser murni (pure shear). Pertambahan panjang elemen tegak Ob sama dengan berkurangnya panjang elemen mendatar

Oa dan Oc, dan dengan mengabaikan besaran kecil dari orde kedua, kita bisa

menyimpulkan bahwa panjang elemen ab dan bc tidak berubah selama terjadinya perubahan bentuk. Sudut antara sisi ab dan bc berubah dan besar regangan geser yang bersangkutan γ bisa diperoleh dari segi tiga Obc. Sedudah perbuahan bentuk akan didapatkan : b y z d a 45° o c b c o σ σ τ τ τ τ τ

(13)

z y y Ob Oc ∈ + ∈ + =       − = 1 1 2 4 tan π

Untuk γ yang kecil, tan (γ/2) ≈ γ/2, maka :

z y y y y y y Ob Oc ∈ + ∈ + = + − = + − =       − = 1 1 2 1 2 1 2 tan 4 tan 1 2 tan 4 tan 2 4 tan π π π Maka diperoleh : 2 y y=− ∈ dan 2 y z= ∈

Sedangkan jika nilai-nilai σz = σ, σy = –σ , dan σx = 0 disubstitusikan ke dalam persamaan (2.7) maka akan diperoleh :

(

)

2 1 ) ( 1 y E E y =− + − = − − = ∈ σ ϑσ ϑ σ

( )

[

]

(

)

2 1 1 y E E z = + − = − − − = ∈ σ ϑ σ ϑ σ

Maka diperoleh hubungan antara regangan dengan regangan geser :

2

y

∈=

(2.9)

Hubungan antara regangan dan tegangan geser didefinisikan oleh konstanta E dan

v yaitu :

(

)

(

)

E E τ ϑ σ ϑ γ = 21+ =21+ (2.10)

Jika digunakan notasi :

(

)

= 1 2 E G (2.11)

(14)

G

τ

γ = (2.12)

dimana konstanta G didenisikan oleh (2.11), dan disebut modulus elastisitas

dalam geser (modulus of elasticity in shear) atau modulus kekakuan (modulus of rigidity).

Apabila tegangan geser bekerja ke semua sisi elemen, seperti terlihat pada Gambar.2.5, pelentingan sudut antara dua sisi yang berpotongan hanya tergantung kepada komponen tegangan geser yang bersangkutan dan diperoleh :

G xy xy τ γ = G yz yz τ γ =

G xz xz τ γ =

II.2. Analisa Pelat Lentur

Pelat dan shell pada mulanya adalah suatu elemen struktur bidang rata maupun lengkung dimana ketebalannya lebih kecil dibandingkan dimensi lainnya, Ketebalan suatu pelat biasanya diukur pada arah normal sumbu (garis berat) pelat. Dilihat dari segi ketebalannya, pelat dapat dikategorikan menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Pelat tipis dengan lendutan kecil (thin plate with small deflection) 2. Pelat tipis dengan lendutan besar (thin plate with large deflection) 3. Pelat tebal (thick plate)

Melihat kategori tersebut sering digunakan dan diaplikasikan untuk mendefenisikan pelat tipis sebagai perbandingan tebal dengan bentang terpendek pelat lebih kecil dari 1/20 (untuk material beton). Dengan hanya mempertimbangkan lendutan kecil dengan pelat tipis, terdapat suatu

(15)

penyederhanaan yang konsisten dengan besarnya lendutan yang biasanya ditemukan pada struktur pelat.

Asumsi yang mendasar di dalam teori lendutan kecil pada pelat terlentur atau disebut teori klasik untuk material isotropik, homogen dan elastis didasarkan pada geometri lendutan (deformasi), antara lain:

1. Lendutan di tengah bentang pelat lebih kecil disbanding ketebalan pelat itu sendiri dan kemiringan lengkungan pelat sangat kecil sehingga dapat diabaikan.

2. Penampang pada bidang system pelat tidak berubah pada saat lenturan. 3. Bdang tegak lurus pada bidang system pelat akan tetap tegak lurus setelah

pelenturan sehingga regangan geser vertical γxzdan γyz dapat diabaikan.

4. Tegangan normal pada bentang σz sangat kecil dibandingkan komponen

lainnya sehingga dapat diabaikan. Pada pelat tebal, regangan geser sangat penting seperti blok pada umumnya.

II.2.1 Hubungan Regangan – Kelengkungan

Beranjak dari anggapan tersebut di atas, hubungan regangan – perpindahan dapat digambarkan sebagai berikut :

x u x ∂ ∂ = ε =0 ∂ ∂ = z w z ε y u y ∂ = ε =0 ∂ ∂ + ∂ ∂ = z u x w xz γ (2.13) x v y u xy ∂ + ∂ ∂ = γ =0 ∂ ∂ + ∂ ∂ = z v y w xz γ

(16)

Melalui Persamaan : 0 = ∂ ∂ + ∂ ∂ = z u x w xz γ z u x w ∂ ∂ − = ∂ ∂ x z u w ∂ ∂ ∂ − = ∂ ) , ( 0 x y u x w z u + ∂ ∂ − = dan v(x,y) y w z v + ∂ ∂ − =

akan didapat fungsi w dalam parameter x,y atau w = (x,y), dengan kata lain perpindahan lateral tidak dipengaruhi fungsi komponen z (tebal pelat). Dengan asumsi kedua di atas didapatkan harga u0 (x,y) = 0 dan v0 (x,y) = 0

sehingga didapat: x w z u ∂ ∂ − = dan y w z v ∂ ∂ − = (2.14)

subtitusi persamaan (2.14) ke persamaan (2.13) menghasilkan:

2 2 ) ( x w z x w z x x ∂ − = ∂ ∂ − ∂ ∂ = ε 22 y w z y ∂ ∂ − = ε y x w z xy ∂ ∂ ∂ − = 2 2 γ (2.15)

Persamaan ini memberikan nilai regangan di setiap titik. Kelengkungan dari pelat lentur didefenisikan sebagai laju perubahan kemiringan sudut sepanjang pelat. Dengan asumsi pertama dan persamaan mewakili kelengkungan pelat.

Sehingga kelengkungan k (kappa) pada tengah bentang yang paralel dengan bidang xz, yz, dan xy dapat digambarkan sebagai berikut :

x x k x w x r ∂ = ∂ ∂ ∂ = ( ) 1 x y k x w x r ∂ = ∂ ∂ ∂ = ( ) 1 (2.16)

(17)

xy xy k y w x r ∂ = ∂ ∂ ∂ = ( ) 1

Sehingga hubungan regangan dan kelengkungan adalah superposisi persamaan dan sebagai :

x x =−zk

ε εy =−zky εxy =−2zkxy (2.17)

II.2.2 Tegangan dan Resultan Tegangan

Pada kasus tegangan dan regangan tiga dimensi yang mengikuti hukum hook untuk benda isotropis, homogen dan elastis, hubungan tegangan dan regangan adalah sebagai berikut :

)] ( [ 1 z y x x v E σ σ σ ε = − + G rxyxy )] ( [ 1 z x y y v E σ σ σ ε = − + G rxz xz τ = (2.18) )] ( [ 1 y x z z v E σ σ σ ε = − + G ryzyz dimana :

E = Modulus Elastisitas Bahan v = Poisson Ratio G = Modulus Geser ] ) 1 ( 2 [ v E G + =

Notasi untuk tegangan normal digunakan lambang σ (sigma) dan tegangan geser digunakan lambang τ (tau). Subscript pertama menunjukkan arah normal terhadap bidang yang ditinjau dan huruf kedua menunjukkan tegangan itu sendiri.

(18)

Tegangan normal bernilai positif bila tegangan tersebut menghasilkan tegangan tarik dan sebaliknya. Arah positif tegangan geser pada sisi seberang dari elemen kubus diambil sebagai arah positif sumbu koordinat, apabila tegangan tarik pada sisi yang sama mempunyai arah positif dari sumbu yang bersangkutan. Apabila arah tegangan tarik berlawanan dengan arah positif maka arah positif komponen tegangan geser dibalik.

Dengan memasukkan : εx = γyz = γxz = 0 diperoleh : ) ( 1 2 x y x v v E ε ε σ + − = ) ( 1 2 y x y v v E ε ε σ + − = (2.19) xy xy Gγ τ =

Untuk pelat lengkung persamaan menjadi :

) ( 1 . ) ( 1 . 2 2 2 2 2 2 y w v x w v z E vk k v z E y x x ∂ ∂ + ∂ ∂ − − = + − − = σ ) ( 1 . ) ( 1 . 2 2 2 2 2 2 x w v y w v z E vk k v z E x y y ∂ ∂ + ∂ ∂ − − = + − − = σ (2.20) y x w v z E k v z E xy xy ∂ ∂ ∂ − = − − = . 1 . ) ( 1 . 2 τ

(19)

Dari persamaan-persamaan di atas dapat diketahui bahwa tegangan tidak terjadi pada sumbu pelat dan akan berubah secara linier sepanjang tebal pelat. Tegangan terdistribusi sepanjang tebal pelat yang diakibatkan oleh momen lentur Mx, My dan Mxy.

Dengan mengambil integral :

dy M dz z dy dz dy z x t t x t t x =

=

− − 2 / 2 / 2 / 2 / . . . . . .σ σ (2.21)

Dengan cara yang sama tegangan yang lain akan diperoleh dan dibuat dalam bentuk matriks hubungan momen lentur dan tegangan :

−           =           /2 2 / . . t t xy y x dz z Mxy My Mx τ σ σ (2.22)

dimana : Mxy = Myx

Hubungan gaya geser dan tegangan geser adalah :

−       =       /2 2 / . t t yz xz dz Qy Qx τ τ (2.23)

Melalui persamaan (2.22) diselesaikan seperti :

− = /2 2 / . . t t x zdz Mx σ

(

)

zdz y w x w v z E Mx t t . . . 1 . 2 2 2 2 2 2 / 2 /       ∂ ∂ + ∂ ∂ − − =

(20)

(

)

−

    ∂ ∂ + ∂ ∂ − − = 2 / 2 / 2 2 2 2 2 2 . . . 1 t t dz z y w x w v E Mx

(

)

∂ + ∂  − = 3 2 . 22 22 1 12 . y w x w v t E Mx (2.24) Faktor

(

2

)

3 1 12 . v t E

− disebut faktor kekakuan lentur pelat

Dari persamaan tersebut di atas diperoleh :

3 . . 12 t z Mx x σ 3 . . 12 t z My y = σ 3 . . 12 t z Mxy xy = τ (2.25)

Untuk menentukan komponen-komponen tegangan arah z yaitu : σz, τxz, dan τyz

digunakan persamaan differensial kesetimbangan untuk elemen pelat dalam suatu bentuk tegangan umum :

0 = ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ z y x xz xy x τ τ σ 0 = ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ z x y yz xy y τ τ σ (2.26) 0 = ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ z x z yz xz z τ τ σ

Dari persamaan (2.26) diperoleh :

      ∂ ∂ + ∂ ∂ − = ∂ ∂ y x z xz x xz σ τ τ dz y x t z xy x xz . 2 /

∂ +∂  − = σ τ τ

(21)

dz y x w v z E y y w v x w v z E x t z xz . 1 . 1 . 2 / 2 2 2 2 2 2

                   ∂ ∂ ∂ + − ∂ ∂ +               ∂ ∂ + ∂ ∂ − − ∂ ∂ − = τ

(

)

(

)

x y dz w v z E y w v x w v z E t z xz . . 1 . 1 . 2 / 2 3 3 3 3 3 2

            ∂ ∂ ∂ + +       ∂ ∂ + ∂ ∂ − = τ

(

)

(

)

(

)

dz y x w v z E y x w v v z E x w v z E t z xz . . 1 . . 1 . . 1 . 2 / 2 3 2 3 2 3 3 2

      ∂ ∂ ∂ + + ∂ ∂ ∂ + + ∂ ∂ − = τ

(

)

(

)

(

)

dz v v v y x w z E x w v z E t z xz . 1 1 1 . . 1 . 2 / 2 2 3 3 3 2

            + + + ∂ ∂ ∂ + ∂ ∂ − = τ

(

)

dz y w x w x v z E t z xz . 1 . 2 / 2 2 2 2 2

    ∂ ∂ + ∂ ∂ ∂ ∂ − = τ

(

)

          ∂ ∂ + ∂ ∂ ∂ ∂       − + = 2 2 2 2 2 2 2 4 1 2 y w x w x z t v E xz τ (2.27)

Dengan cara yang sama diperoleh :

(

)

          ∂ ∂ + ∂ ∂ ∂ ∂       − − = 2 22 22 2 2 4 1 2 y w x w y z t v E yz τ (2.28)

Melalui persamaan di atas dapat dilihat distribusi komponen tegangan τxz dan τyz

sepanjang ketebalan pelat merupakan persamaan parabola. Sedangkan komponen tegangan normal σz dapat ditentukan melalui persamaan ketiga pada persamaan

(2.26) dengan mendistribusikan komponen tegangan yang telah diperoleh pada persamaan (2.27) dan (2.28) sebagai berikut :

      ∂ ∂ + ∂ ∂ − = ∂ ∂ y x z yz xz τ τ σ2

(22)

(

)

(

)

dz y w x w y z t v E y y w x w x z t v E x t z . . 4 1 2 . 4 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 / 2 2 2 2 2 2 2 2             ∂ ∂ + ∂ ∂ ∂ ∂       − − ∂ ∂ +             ∂ ∂ + ∂ ∂ ∂ ∂       − − ∂ ∂ − =

σ

(

)

(

)

dz y w x w y z t v E y w x w x z t v E t z . . 4 1 2 . 4 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 / 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2             ∂ ∂ + ∂ ∂ ∂ ∂       − − +             ∂ ∂ + ∂ ∂ ∂ ∂       − − − =

σ

(

)

dz y w x w y x z t v E t z . . 4 1 2 2 / 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

            ∂ ∂ + ∂ ∂       ∂ ∂ + ∂ ∂       − − − = σ

(

)

            ∂ ∂ + ∂ ∂       ∂ ∂ + ∂ ∂       + − − − = 2 3 2 3 22 22 22 22 2 . 3 4 12 1 2 y w x w y x z z t t v E σ (2.29)

Komponen tegangan arah z selalu kecil dibandingkan dengan tegangan-tegangan pada arah lain (plane stress) dan ini sesuai dengan asumsi ke empat di atas, dimana tegangan arah z pada bidang tengah pelat sangat kecil dan dapat diabaikan.

II.2.3 Variasi Tegangan di dalam Pelat

Komponen tegangan pada umumnya berubah dari titik ke titik lainnya pada suatu pelat yang diberi beban. Perubahan atau variasi ini disebabkan oleh pengaruh kesetimbangan statis antara komponen-komponen tegangan. Untuk memenuhi keadaan ini perlu dibuat suatu hubungan seperti persamaan kesetimbangan.

(23)

Perhatikan suatu elemen pelat kecil dx dy yang memikul beban terbagi merata per satuan luas p. Untuk penyederhanaan, diasumsikan gaya dan momen yang bekerja pada sisi penampang terdistribusi merata sepanjang sisi elemen.

Dengan adanya perubahan tempat misalnya dari sudut kiri atas ke sudut kanan bawah elemen pelat, maka salah satu komponen gaya misalkan Mx yang bereaksi pada sisi elemen negatif akan berubah relatif terhadap permukaan elemen positif.

Turunan parsial dipergunakan karena Mx adalah fungsi dari x dan y. dari gambar, pelat dalam kondisi setimbang bila mana jumlah gaya yang bekerja pada arah z sama dengan nol.

0 . . . . . . . . = + ∂ ∂ + ∂ ∂ dy dx p dy dx y Qy dy dx x Qx sehingga diperoleh : 0 . . + = ∂ ∂ + ∂ ∂ p y Qy x Qx (2.30)

Kesetimbangan momen pada sumbu x : 0 . . . . . . . . = − ∂ ∂ + ∂ ∂ dy dx Qy dy dx y My dy dx x Mxy sehingga diperoleh : 0 . . = ∂ ∂ + ∂ ∂ Qy y My x Mxy (2.31)

begitu juga untuk kesetimbangan momen pada sumbu y : 0 . . = ∂ ∂ + ∂ ∂ Qx x Mx y Mxy (2.32)

(24)

p y My dy x Mxy x Mx − = ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ 2 2 2 2 2 . 2 (2.33)

Persamaan (2.33) merupakan persamaan differensial kesetimbangan pelat tipis. Gaya geser vertikal jika dinyatakan dalam fungsi x dan y adalah turunan pertama dari persamaan kesetimbangan momen pada persamaan (2.23) menjadi :

( )

w x D y w x w x D Qx 2 2 2 2 2 ∇ ∂ ∂ − =       ∂ ∂ + ∂ ∂ ∂ ∂ − = (2.34)

( )

w x D y w x w x D Qy 2 2 2 2 2 ∇ ∂ ∂ − =       ∂ ∂ + ∂ ∂ ∂ ∂ − = dimana : 2 2 2 2 2 y x ∂ ∂ + ∂ ∂ = ∇

II.2.4 Persamaan Lendutan Pelat

Persamaan differensial dasar lendutan pelat diambil dari persamaan (2.24) dan (2.33) menjadi : D p y Ky y x Kxy x Kx = ∂ ∂ + ∂ ∂ ∂ + ∂ ∂ 2 2 2 2 2 . 2

dengan mengganti persamaan kelengkungan di atas menjadi persamaan lendutan dengan memasukkan persamaan (2.16) diperoleh :

D p y w y x w x w = ∂ ∂ + ∂ ∂ ∂ + ∂ ∂ 4 4 2 2 4 4 4 . 2 (2.35)

(25)

Persamaan ini merupakan persamaan differensial lendutan pelat yang dibebani merata sebesar p. Persamaan lendutan w di dapat dengan mengintegrasi persamaan tersebut pada syarat batas yang ada. Jika persamaan (2.34) dan (2.35) dimasukkan ke dalam persamaan tegangan pada (2.27), (2.28) dan (2.29) akan diperoleh :               − = 2 2 1 2 3 t z t Qx xy τ               − = 2 2 1 2 3 t z t Qy yz τ               + − − = 3 2 3 1 2 3 2 4 3 t z t z p z σ (2.36)

II.2.5 Beberapa Syarat Batas

Distribusi tegangan yang terjadi pada pelat tidak terlepas dari syarat batas (Boundary Condition), antara lain gaya dan perpindahan. Pada persamaan differensial kesetimbangan pelat dibutuhkan dua syarat batas utama pada masing-masing tepi yaitu lendutan dan rotasi atau gaya dan momen atau kombinasi diantaranya. Perbedaan yang mendasar antara syarat batas pelat dan balok adalah momen puntir (torsi) di sepanjang tepi pelat.

Beberapa kondisi batas untuk suatu pelat persegi panjang, dimana sumbu x dan y diambil sejajar dengan sisi-sisi pelat, yaitu :

a. Tepi terjepit

Jika pada tepi pelat x = a terjepit, lendutan dan kemiringan sepanjang tepi ini adalah nol.

(26)

( )

w x=a =0 ;  =0      ∂ ∂ =a x x w

b. Pelat yang ditumpu sederhana

Jika pada pelat x = a ditumpu sederhana, maka lendutan sepanjang tepi ini adalah nol. Namun tepi ini dapat berputar bebas terhadap garis tepi, sehingga tidak terdapat momen lentur Mx sepanjang tepi ini.

( )

w x=a =0 ;

( )

2 0 2 2 2 =       ∂ ∂ + ∂ ∂ − = = = a x a x y w v x w D Mx c. Tepi Bebas

Jika tepi pelat bebas pada x = a, maka pada tepi ini tidak terdapat momen lentur Mx dan momen puntir Mxy dan gaya geser Qx, Sehingga :

( )

2 0 2 2 2 =       ∂ ∂ + ∂ ∂ − = = = a x a x y w v x w D Mx

(

)

(

)

0 . 1 2 =       ∂ ∂ ∂ − − = = = a x a x y x w v D Mxy

( )

2 0 2 2 2 =       ∂ ∂ + ∂ ∂ ∂ ∂ − = = = a x a x y w x w x D Qx

(

)

     ∂ ∂ ∂ − + ∂ ∂ − = ∂ ∂ + = y x w v y w D x M Q Vy y xy 2 3 3 3 2

Oleh kelvin dan tait dua kondisi batas Mxy dan Qx ini dapat dijadikan satu, karena momen puntir Mxy dy yang bekerja suatu elemen sepanjang dy pada tepi x

(27)

= a dapat dijadikan dengan dua buah gaya vertikal sebesar Mxy dan terpisah dengan jarak sebesar dy.

Dari gambar terlihat bahwa :

a x y Mxy x Q =       ∂ ∂ − = ′ .

Oleh karena persyaratan gabungan antara momen puntir Mxy dan gaya geser Qx sepanjang tepi batas x = a menjadi :

(

)

 =0      ∂ ∂ − = ′ + = =a x y Mxy Qx x Q Qx Vx atau :

(

2

)

2 0 3 3 3 =       ∂ ∂ ∂ − + ∂ ∂ − = =a x y x w v x w D Vx

Dengan mentransformasikan momen puntir seperti yang terlihat pada gambar selain diperoleh gaya sebesar Q’x sepanjang tepi x = a, juga diperoleh dua buah gaya terpusat pada sudut tepi tersebut. Dengan cara yang sama, transformasi momen puntir Myx sepanjang tepi y = b juga akan menghasilkan gaya geser sepanjang tepi dan gaya terpusat pada sudutnya. Sehingga besarnya reaksi pada sudut R untuk x = a dan y = b ialah :

(

)

(

)

b y a x b y a x y x w v D Mxy R = = = =       ∂ ∂ ∂ − = = , 2 , 2 1 . 2

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa gaya ini menghasilkan tegangan geser pada seluruh massa tanah, dan suatu gerakan akan terjadi kecuali tahanan geser pada setiap permukaan kelongsoran

Kekuatan geser suatu massa tanah merupakan perlawanan internal tanah tersebut terhadap keruntuhan atau pergeseran sepanjang bidang geser dalam tanah. Tanah yang dibebani

Maka pada seluruh baut terjadi gaya geser, dengan titik baut yang paling kritis adalah baut yang paling jauh dari titik netral Z , yaitu bekerja Gaya geser

Tegangan geser adalah tegangan yang arahnya paralel dengan penampang permukaan pipa, terjadi jika dua atau lebih tegangan normal yang diuraikan di atas bekerja pada satu

Sudut geser dalam bersama dengan kohesi merupakan faktor dari kuat geser tanah yang menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada

Bersama dengan sudut geser dalam, kohesi merupakan parameter kuat geser tanah yang menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada tanah dalam hal

Kelongsoran atau keruntuhan lereng adalah pergerakan massa tanah atau batuan sepanjang bidang gelincir atau suatu permukaan geser dengan arah tegak, mendatar atau miring

Tegangan normal adalah intensitas gaya yang bekerja normal (tegak lurus) terhadap irisan dan dilambangkan dengan σ (sigma), apabila ada gaya luar yang