• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanah

Tanah dalam dunia konstruksi berperan sebagai dasar suatu struktur. Menurut Das (1995), Tanah merupakan material yang terdiri dari butiran mineral-mineral padat yang tidak terikat secara kimia satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut. Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada berbagai macam pekerjaan teknik sipil. Selain itu, tanah juga berfungsi sebagai pendukung pondasi dari bangunan.

Menurut Hardiyatmo (2002), tanah adalah himpunan mineral, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar (bedrock). Ikatan antara butiran yang relatif lemah dapat disebabkan oleh karbonat. zat organik, atau oksida – oksida yang mengendap di antara partikel-partikel. Ruang di antara partikel-partikel dapat berisi air, udara ataupun keduanya. Proses pelapukan batuan atau proses geologi lainnya yang terjadi di dekat permukaan burni membentuk tanah. Pembentukan tanah dari batuan induknya, dapat berupa proses fisik maupun kimia. Proses pembentukan tanah secara fisik yang mengubah batuan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, terjadi akibat pengaruh erosi, angin, air, es, manusia, atau hancurnya partikel tanah akibat perubahan suhu atau cuaca. Partikel-partikel mungkin berbentuk bulat, bergerigi maupun bentuk - bentuk diantaranya. Umumnya. pelapukan akibat proses kimia dapat terjadi oleh pengaruh oksigen. karbondioksida, air (terutama yang mengandung asam atau alkali) dan proses – proses kimia yang lain. Jika hasil pelapukan masih berada di tempat asalnya, maka tanah ini disebut tanah residual (residual soil) dan apabila tanah berpindah tempatnya. disebut tanah terangkut (transported soil).

(2)

Jenis Tanah Prefiks Sub Kelompok Sufiks

Gradasi Baik W

Kerikil G Gradasi Buruk P

Pasir S Berlanau M Berlempung C Lanau M Lempung C wL < 50% L Organik O wL > 50% H Gambut Pt

2.1.1. Klasifikasi Tanah menurut USCS

Sistem klasifikasi yang digunakan pada tugas akhir ini ialah sistem klasifikasi tanah menurut USCS atau Unified Soil Classification System. USCS diajukan pertama kali oleh Casagrande pada tahun 1942 dan selanjutnya dikembangkan oleh United State Bureau of Reclamation (USBR) dan United State Army Corps of Engineer (USACE). Hingga sekarang sistem klasifikasi ini digunakan pada semua pekerjaan tanah. USCS mengklasifikasikan tanah ke dalam dua kategori utama yaitu :

1. Tanah berbutir kasar (coarse-grained soil), yaitu tanah kerikil dan pasir yang kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos saringan No.200. Simbol untuk kelompok ini adalah G untuk tanah berkerikil (gravelly soil) dan S untuk pasir (sand) atau tanah berpasir (sandy soil). Selain itu juga dinyatakan gradasi tanah dengan simbol W untuk tanah bergradasi baik dan P untuk tanah bergradasi buruk.

2.

Tanah berbutir halus (fine-grained soil), yaitu tanah yang lebih dari 50% berat total contoh tanahnya lolos dari saringan No.200. Simbol kelompok ini adalah C untuk lempung anorganik dan O untuk lanau organik. Simbol Pt digunakan untuk gambut (peat), dan tanah dengan kandungan organik tinggi. Plastisitas dinyatakan dengan L untuk plastisitas rendah (low plasticity) dan H untuk plastisitas tinggi (high plasticity).

Tabel 2.1. Sistem klasifikasi tanah USCS

(3)

Simbol Nama Umum

Garis A : PI = 0.73 (LL-20) Lanau anorganik atau pasir halus

diatomae, atau lanau diatomae, lanau yang elastis

Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung "gemuk" (fat clays ) Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai dengan tinggi

Diagram Plastisitas

Unutuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya mengunakan dua simbol.

Peat (gambut), muck , dan tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi

PT Tanah-tanah dengan

kandungan organik sangat tinggi

Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488 L an au d an le m pu ng b at as c ai r ≤ 5 0% MH CH OH L an au d an le m pu ng b at as c ai r ≥ 5 0% T a n a h b e rb u ti r h a lu s 5 0 % a ta u l e b ih l o lo s a y a k a n N o . 2 0 0 Pa si r ≥ 5 0% fr ak si k as ar lo lo s sa ri ng an N o. 4 T an ah b er bu ti r k as ar ≥ 5 0% b ut ir an te rt ah an s ar in ga n N o. 2 00 Cu ≥ 6 1 ≤ Cc ≤ 3 ML CL

Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan sedang lempung berkrikil, lempung berpasir, lempung berlanau, lempung "kurus" (lean clays )

Lanau-organik dan lempung berlanau organik dengan plastisitas rendah OL Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI > 7 Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI <4

Bila batas Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol Pasir bergradasi-baik, pasir

berkrikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus Pasir bergradasi-buruk, pasir berkrikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Pasir berlanau, campuran pasir-lanau

Pasir berlempung, campuran pasir-lempung K la si fi k a si b e rd a sa rk a n p ro se n ta se b u ti ra n h a lu s; K u ra n g d a ri 5 % l o lo s sa ri n g a n n o .2 0 0 ; G M , G P , S W , S P . L e b ih d a ri 1 2 % l o lo s sa ri n g a n n o . 2 0 0 ; G M , G C, S M , S C, 5 % -1 2 % l o lo s sa ri n g a n N o . 2 0 0 ; Ba ta sa n k la si fi k a si y a n g m e m p u n y a i si m b o l d o b e l. P a si r b e rs ih ( h a n y a p a si r) SM SC P a si r d e n g a n b u ti ra n h a lu s Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI > 7

Bila batas Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW Cu ≥ 4 1 ≤ Cc ≤ 3

SW

SP Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW

Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau

GM

Kerikil berlempung, campuran kerikil-pasir-lempung GC K e ri k il d e n g a n B u ti ra n H a lu s

Divisi Utama Kriteria Klasifikasi

Kerikil bergradasi-baik dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus GW

GP

Kerikil bergradasi-buruk dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

K e ri k il b e rs ih ( h a n y a k e ri k il ) K er ik il 5 0% ≥ fr ak si k as ar te rt ah an s ar in ga n N o. 4 Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI < 4 Tabel 2.2. Klasifikasi tanah USCS

(4)

2.1.2. Parameter Dasar Tanah Dalam Model Mohr-Coulomb

Parameter tanah digunakan untuk mendeskripsikan sifat – sifat tanah dan perilaku karakteristik tanah. Parameter tanah yang dimaksud diantaranya dari kohesi (c), sudut geser (Ø), modulus young (E), sudut dilatansi (ψ), dan angka poisson (ν). 1. Modulus Young (E)

Modulus Young mempunyai dimensi sama dengan dimensi tegangan. Nilai dari parameter kekakuan yang digunakan dalam suatu perhitungan memerlukan perhatian khusus karena banyak material tanah yang menunjukkan perilaku yang non-linear dari awal pembebanan. Lapisan tanah yang dalam cenderung memiliki kekakuan yang tinggi dibandingkan dengan lapisan tanah dangkal. Terlebih lagi, kekakuan dari tanah bergantung pada lintasan tegangan yang dilalui. Kekakuan akan jauh lebih tinggi untuk kasus pengurangan beban dibandingkan dengan kasus peningkatan pembebanan. Berikut korelasi nilai modulus young berdasarkan konsistensi tanah.

Tabel 2.3. Korelasi Nilai Modulus Young Eu

Clay Eu (Mpa)

Very soft clay 0.5-5

Soft clay 5-20

Medium clay 20-50

Stiff clay, silty clay 50-100

Sandy clay 25-200

Clay shale 100-200

(Sumber: Setelah U.S. Army, 1994 dan Bowles, 1986)

Tabel 2.4. Korelasi Nilai Modulus Young Dengan N-SPT

Jenis Tanah N-SPT (kN/m2)

Sand (Normally Consolidated) Es = 500 (N+15) Es = 7000 N 0.5 Es = 6000 N

Es = (15000 - 22000) ln N

Sand (Saturated) Es = 250 (N+15)

Sand, all (Normally Consolidated) Es = (2600 - 2900) N Sand (Overconsolidated) Es = 4000 + 1050 N

Es (ocr) = Es (ocr). 0.5

Gravelly Sand Es = 1200 (N + 15)

Es = 600 (N + 6). N<15

Clayey Sand Es = 320 (N + 15)

Silt, Sandy silt or clayey silt Es = 300 (N+6)

(5)

2. Poisson ratio (ν)

Angka poisson atau Poisson Ratio ditentukan berdasarkan perbandingan antara perubahan lateral dengan perubahan longlitudinal dari material tanah. Nilai poisson ratio dapat ditentukan berdasarkan jenis tanah seperti pada Tabel 2.5. dibawah ini.

Tabel 2.5. Korelasi Nilai Poisson Ratio Dengan Jenis Tanah

Material Poisson ratio

Lempung jenuh (Undrained) 0.5 Lempung jenuh (Drained) 0.2-0.4

Pasir rapat 0.3-0.4 Pasir lepas 0.1-0.3 Loess 0.1-0.3 Es 0.36 Aluminium 0.35 Besi 0.29 Beton 0.15

(Sumber: Bowles (1986), Kulhawy dan Mayne (1990), dan Lambe dan Whitman (1979))

3. Kohesi (c)

Craig (1989), Kohesi merupakan ukuran dari daya tarik antara partikel-partikel tanah kohesif yang disimbolkan dengan c. Kohesi bersama dengan sudut geser dalam merupakan parameter dari kekuatan geser pada tegangan efektif. Dengan demikian keruntuhan akan terjadi pada titik yang mengalami kritis yang disebabkan oleh kombinasi antara tegangan geser dan tegangan normal efektif. Nilai dari kohesi tanah dapat dikorelasikan dengan N-SPT seperti pada Tabel 2.6. untuk keadaan undrained dan Tabel 2.7. untuk keadaan drained.

Tabel 2.6. Korelasi Nilai Kohesi Dengan N-SPT

Konsistensi N Cu(kN/m2) Sangat lunak 0-2 <12 Lunak 2-4 12-25 Sedang 4-8 25-50 Kaku 8-15 50-100 Sangat kaku 15-30 100-200 Keras >30 >200

(6)

Tabel 2.7. Korelasi Nilai Kohesi Dengan Jenis Tanah

Soil

group Typical soils in group

Soil parameters c' (kPa) ∅’(o) Poor

Soft and firm clay of medium to high plasticity; silty clays; loose variable clayey fills; loose sandy

silts

0-5 17-25

Average Stiff sandy clays; gravelly clays; compact clayey

sands and sandy silts; compacted clay fills 0-10 26-32 Good

Gravelly sands, compacted sands, controlled crushed sandstone and graveled fills, dense well

graded sands

0-5 32-37

Very good

Weak weathered rock, controlled fills of road

base, gravel and recycled concrete 0-25 36-43

(Sumber: Australian Standard 4678, 2002)

4. Sudut Geser Dalam (∅)

Sudut geser dalam merupakan sudut yang dibentuk dari hubungan antara tegangan normal dan tegangan geser di dalam material tanah atau batuan. Sudut geser dalam adalah sudut rekahan yang dibentuk jika suatu material dikenai tegangan atau gaya terhadapnya yang melebihi tegangan gesernya. Semakin besar sudut geser dalam suatu material maka material tersebut akan lebih tahan menerima tegangan luar yang dikenakan terhadapnya. Berikut merupakan korelasi nilai sudut geser dalam terhadap jenis material pada Tabel 2.8. dibawah ini.

Tabel 2.8. Korelasi Nilai Sudut Geser Dalam Dengan Jenis Material

Material ∅’(o)

Soils Soft and firm clay of medium to high plasticity, silty clays,

loose variable clayey fills, loose sandy silts (use c' = 0-5 kPa) 17-25 Stiff sandy clays, gravelly clays, compacted clayey sands and

sandy silts, compacted clay fill (use c' = 0-5 kPa) 26-32 Gravelly sands, compacted sands, controlled crushed sandstone

and gravel fills, dense well graded sands (use c' = 0-5 kPa) 32-37 Weak weathered rock, controlled fills of roadbase, gravelly and

recycled concrete (use c' = 0-25 kPa) 36-43

Rocks Chalk 35 Weathered granite 33 Fresh basalt 37 Weak sandstone 42 Weak siltstone 35 Weak mudstone 28

(7)

5. Sudut Dilatansi (ψ)

Sudut dilatansi, ψ (psi), dinyatakan dalam derajat. Berdasarkan Bolton (1986), selain tanah lempung yang terkonsolidasi sangat berlebih, tanah lempung cenderung tidak menunjukan dilatansi sama sekali (ψ = 0). Dilatansi dari tanah pasir bergantung pada kepadatan serta sudut gesernya.

2.2. Tekanan Tanah Lateral

Menurut Hardiyatmo (2003), tekanan tanah lateral adalah gaya yang ditimbulkan oleh akibat dorongan tanah dibelakang struktur penahan tanah. Besarnya tanah lateral sangat dipengaruhi oleh perubahan letak (displacement) dari dinding penahan tanah dan sifat - sifat tanahnya. Berikut merupakan asumsi letak dari tekanan tanah lateral dijelaskan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Asumsi Letak Tekanan Tanah Tipe Gravity Walls (Sumber: Braja M. Das, 2014)

Teori yang digunakan dalam mencari besarnya tekanan tanah lateral diantaranya teori Rankine dan Coulomb. Dimana terdapat 3 jenis tekanan tanah lateral yaitu tekanan aktif, tekanan pasif, dan tekanan diam. Untuk tekanan aktif dan pasif dijelaskan dengan perbedaan kondisi pada kedua teori sebelumnya.

2.2.1. Teori Rankine

Pada Teori Rankine (1857), asumsi yang dipakai sebagai berikut: 1. Muka tanah di belakang dinding adalah datar ;

(8)

2. Tidak ada gaya gesekan antara dinding dengan tanah, yaitu dinding dianggap ‘licin’ (smooth) ;

3. Tidak ada rembesan air atau tekanan air dalam tanah yang ditahan.

Selanjutnya ialah penjelasan lebih lanjut mengenai tekanan aktif dan pasif dari Teori Rankine.

1. Tekanan Aktif

Suatu dinding penahan tanah dalam keseimbangan menahan tekanan tanah horizontal dapat dihitung berdasarkan koefisien tanah aktif yang merupakan konstanta yang merubah tekanan vertikal ke tekanan tanah horizontal, dengan kedalaman tertentu dan berat volume tanah. Sehingga besar tekanan tanah aktifnya dapat dituliskan pada persamaan 2.1.

P𝑎 = 1 2γH 2K 𝑎 − 2c′H√K𝑎 (2.1) Dimana:

γ = Berat volume tanah (KN/m3) H = Tinggi (m)

Ka = Koefisien tekanan tanah aktif C’ = Kohesi tanah (KN/m2)

Koefisien aktif apabila tanah timbunan jenis granular (C’ = 0) dan miring :

K𝑎 =

cos (α − θ)√1 + sin 2− 2sin∅cos𝜓 𝑎

cos2θ(cosα + √sin2− sin2𝛼) (2.2)

Dimana:

∅’ = Sudut geser tanah efektif β = Sudut kemiringan dinding

θ = Sudut dinding dengan garis vertikal

(9)

Gambar 2.2. Letak Tekanan Aktif Permukaan Tanah Miring (Sumber: Braja M. Das, 2014)

Koefisien aktif apabila tanah timbunan berkohesi dan datar: K𝑎 = tan2(45 −

′ 2)

(2.3)

Dimana:

∅’ = Sudut geser tanah efektif

Gambar 2.3. Letak Tekanan Aktif Permukaan Tanah Datar (Sumber : Braja M. Das, 2014)

2. Tekanan Pasif

Dalam kondisi tertentu suatu dinding penahan tanah dapat terdorong kearah tanah yang ditahan akibat pengaruh tekanan tanah aktif. Arah tekanan tanah pasif berlawanan dengan arah tekanan tanah aktif. Sehingga tekanan tanah pasif dirumuskan menjadi:

P𝑝 = 1 2γH

2K

(10)

Dimana:

γ = Berat volume tanah (KN/m3) H = Tinggi (m)

Kp = Koefisien tekanan tanah pasif C’ = Kohesi tanah (KN/m2)

Rumus dari koefisien pasif teori rankine: K𝑝= tan2(45 +

2) (2.5)

Dimana:

∅’ = Sudut geser tanah efektif

Gambar 2.4. Letak Tekanan Pasif (Sumber: Braja M. Das, 2014)

2.2.2. Teori Coulomb

Teori Coulomb (1776) memiliki muka tanah miring dengan bentuk yang tidak teratur, serta rembesan air di belakang dinding. Asumsi yang dipakai coulomb diantaranya:

1. Coulomb mempertimbangkan gesekan dinding;

2. Gaya lateral pada dinding penahan berdasarkan batas keseimbangan;

3. Pergeseran dinding disebabkan masuknya bidang ke dalam lengkungan, yang menyebabkan tekanan tanah pasif berlebihan;

4. Gaya aktif dan pasif membentuk sudut δ (sudut bidang tembok dengan tanah). Sama halnya dengan Teori Rankine. Teori Coulomb juga membagi antara tekanan aktif dan pasif.

(11)

1. Tekanan Aktif

Suatu dinding penahan tanah dalam keseimbangan menahan tekanan tanah horizontal dapat dihitung berdasarkan koefisien tanah aktif yang merupakan konstanta yang merubah tekanan vertikal ke tekanan tanah horizontal, dengan kedalaman tertentu dan berat volume tanah. Tekanan aktif pada teori ini dimaksudkan untuk timbunan dengan jenis tanah granular.

P𝑎 = 1 2γH 2K 𝑎 (2.6) Dimana:

γ = Berat volume tanah (KN/m3) H = Tinggi (m)

Ka = Koefisien tekanan tanah aktif Rumus dari koefisien aktif teori coulomb :

K𝑎 = sin

2(𝛽 + ∅)

sin2β sin(β − 𝛿)[1 + √sin(∅′+ 𝛿′) sin(∅′− 𝛼) sin(β − 𝛿′) sin(α + β) ]2

(2.7)

Dimana:

∅’ = Sudut geser tanah efektif β = Sudut kemiringan dinding

δ’ = Sudut geser tanah dengan dinding = ∅ 3

α = sudut antara permukaan dengan permukaan tanah = 0

Gambar 2.5. Letak Tekanan Aktif Teori Coulomb (Sumber: Braja M. Das, 2014)

(12)

2. Tekanan Pasif

Dalam kondisi tertentu, suatu dinding penahan tanah dapat terdorong kearah tanah yang ditahan akibat pengaruh tekanan tanah aktif.

P𝑝 = 1 2γH 2K 𝑝 (2.8) Dimana:

γ = Berat volume tanah (KN/m3) H = Tinggi (m)

Kp = Koefisien tekanan tanah pasif Rumus dari koefisien pasif Teori Coulomb:

K𝑝 = sin

2(𝛽 − ∅)

sin2β sin(β + 𝛿)[1 + √sin(∅′+ 𝛿′) sin(∅′+ 𝛼) sin(β + 𝛿′) sin(α + β) ]2

(2.9)

Dimana:

∅’ = Sudut geser tanah efektif β = Sudut kemiringan dinding

δ’ = Sudut geser tanah dengan dinding = ∅ 3

α = sudut antara permukaan dengan permukaan tanah = 0

Gambar 2.6. Letak Tekanan Pasif Teori Coulomb (Sumber: Braja M. Das, 2014)

2.2.3. Tekanan Tanah Diam

Hardiyatmo (2003), tekanan tanah ke arah lateral dengan tidak ada regangan yang terjadi dalam tanah. Hal ini dinyatakan dalam persamaan:

(13)

P0 = 1 2γH

2K

0 (2.10)

Dimana:

γ = Berat volume tanah (KN/m3) H = Tinggi (m)

Ko = Koefisien tekanan tanah diam

Rumus dari koefisien tekanan tanah diam (at Rest):

K0 ≈ 1 − sin ∅′ (2.11)

Dimana:

∅’ = Sudut geser tanah efektif

2.3. Dinding Penahan tanah

Berdasarkan Nakazawa (2000), dinding penahan tanah merupakan suatu bangunan yang dibangun untuk mencegah keruntuhan tanah yang curam atau lereng yang dibangun dengan kondisi kemantapannya tidak dapat dijamin oleh lereng tanah itu sendiri. Dipengaruhi oleh kondisi gambaran topografi tempat tersebut, dan apabila dilakukan pekerjaan tanah seperti penaggulangan atau pemotongan tanah. Dinding penahan tanah merupakan suatu struktur yang direncanakan untuk menahan tekanan tanah lateral yang ditimbulkan oleh tanah asli yang tidak stabil, sehingga dinding penahan tanah menjadi aman dari geser, guling dan keruntuhan.

2.3.1. Dasar – Dasar Dalam Merencanakan Dinding Penahan

Berikut hal – hal dasar dalam merencanakan dinding penahan menurut Nakazawa (2000), sebagai berikut:

1. Beban yang dipakai untuk perencanaan. a. Berat sendiri tembok penahan

Berat sendiri dinding penahan yang digunakan dalam perhitungan stabilitas adalah berat dinding penahan itu sendiri dan berat tanah pada bagian atas tumit pelat lantai.

(14)

Tekanan tanah yang dicari seperti pada penjelasan pada tekanan lateral tanah pada sub bab sebelumnya.

c. Beban pembebanan

Apabila permukaan tanah di belakang dinding akan digunakan untuk jalan raya atau lainnya, maka harus memasukkan dalam perhitungan.

d. Beban lainnya

Maksudnya disini seperti daya apung dan tekanan air bila disebutkan maka beban itu harus dimasukkan dalam perhitungan.

2. Kestabilan dinding penahan. a. Stabilitas terhadap guling; b. Stabiltias terhadap geser;

c. Stabilitas terhadap daya dukung tanah.

2.3.2. Dinding Penahan Tanah Tipe Gravity Walls

Dinding penahan tanah tipe gravitasi atau gravity walls dibuat dari pasangan batu maupun beton bertulang (Reinforced Concrete). Dinding dengan jenis ini digunakan untuk menahan tekanan tanah lateral pada timbunan maupun lereng. Prinsip kerja dari dinding penahan ini yaitu memanfaatkan berat sendiri konstruksinya untuk menstabilkan dari tekanan lateral tanah. Untuk dinding penahan tanah tipe Gravity Walls digambarkan pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7. Tipe Gravitasi (Gravity Walls) (Sumber: Braja M. Das, 2014)

(15)

2.4. Stabilitas Dinding Penahan

Perhitungan kestabilan terhadap dinding penahan tanah. Pada dasarnya perhitungan stabilitas dinding terbagi menjadi; Stabilitas terhadap geser, stabilitas terhadap guling, dan daya dukung tanah. Berdasarkan Das (2014) berikut merupakan rumus yang digunakan untuk mencari stabilitas dinding penahan.

2.4.1. Stabilitas Terhadap Guling (Overturning)

Tekanan tanah lateral yang diakibatkan oleh tanah di belakang dinding penahan, cenderung menggulingkan dinding, dengan pusat rotasi terletak pada ujung kaki depan dinding penahan tanah. Hal ini terjadi akibat adanya momen lateral pada tanah seperti dijelaskan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8. Kegagalan Dinding Karena Guling (overturning) (Sumber: Braja M. Das, 2014)

SFguling = ΣMr

ΣMo (2.12)

Dimana:

ΣMr = Total Momen yang menahan guling terhadap titik C ΣMo = Total Momen yang menggulingkan terhadap titik C

Total momen relatif merupakan jumlah momen yang menahan guling dari titik C. Berikut contoh perhitungan tabel total momen relatif dijelaskan pada Tabel 2.9.

(16)

Tabel 2.9. Contoh Total Momen Relatif

Segmen Luas Berat Jarak dari titik C Momen

1 A1 W1=γ1 x A1 X1 M1 2 A2 W2=γ1 x A2 X2 M2 3 A3 W3=γc x A3 X3 M3 4 A4 W4=γc x A4 X4 M4 5 A5 W5=γc x A5 X5 M5 Pv B Mv ΣV ΣMr

(Sumber: Braja M. Das, 2014)

γ1 = Berat jenis dari timbunan γc = Berat jenis dari beton

X = jarak horizontal dari C ke titik berat segmen

ΣMo merupakan total momen yang menggulingkan dinding di titik C. Dengan total momen merupakan hasil dari total tekanan tanah yang ada di belakang dinding. Persamaan 2.13 digunakan untuk momen yang menggulingkan dinding.

ΣM𝑜= P(H ′

3) (2.13)

Dimana:

ΣMo = Total momen yang menggulingkan

Ph = Tekanan tanah horizontal dari tekanan efektif H’ = Tinggi dinding (m)

Tekanan horizontal (Ph) merupakan tekanan tanah secara horizontal yang berasal dari tekanan aktif. Persamaan 2.14 digunakan untuk menentukan tekanan horizontal.

Pℎ = P𝑎cos(θ + 2

3∅) (2.14)

Dimana:

Ph = Tekanan tanah horizontal dari tekanan aktif Pa = Tekanan lateral aktif

θ = Sudut dinding dengan garis vertikal ∅ = Sudut geser tanah efektif

(17)

Tekanan vertikal (Pv) merupakan tekanan searah garis vertikal selain dari dinding dan tanah atau tekanan di luar konstruksi. Persamaan 2.15 digunakan untuk menentukan tekanan vertikal.

P𝑣 = P𝑎sin(θ +2

3∅) (2.15)

Dimana:

Pv = Tekanan tanah vertikal dari tekanan aktif Pa = Tekanan lateral aktif

θ = Sudut dinding dengan garis vertikal ∅ = Sudut geser tanah efektif

Penjelasan mengenai letak tekanan pada dinding penahan tanah, dijelaskan pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9. Letak Tekanan Akibat Guling (Sumber: Braja M. Das, 2014)

2.4.2. Stabilitas Terhadap Geser (Sliding)

Gaya – gaya lateral seperti tekanan aktif yang bekerja pada tanah menyebabkan dinding penahan dapat bergeser. Tekanan aktif yang terjadi dapat ditahan dengan adanya tekanan pasif dan gaya gesek antara dasar dinding dan tanah. Pada Gambar 2.10. menjelaskan tentang kegagalan dinding akibat adanya geser. Safety factor pada geser dapat dilihat persamaan 2.16.

(18)

Gambar 2.10. Kegagalan Dinding Karena Geser (sliding) (Sumber: Braja M. Das, 2014)

SFgeser=

(ΣV) tan (23 ∅2) + 23 C2β + Pp Ph

(2.16) Keterangan:

Pp = Tekanan lateral pasif Ph = Tekanan lateral aktif ΣV = Total gaya vertikal β = Sudut kemiringan dinding ∅ = Sudut geser tanah efektif C’ = Kohesi tanah (KN/m2)

Gambar 2.11. Letak Tekanan Akibat Geser (Sumber : Braja M. Das, 2014)

2.4.3. Daya Dukung Tanah (Bearing Capacity)

Daya dukung tanah (bearing capacity) adalah kekuatan tanah untuk menahan beban yang bekerja dan disalurkan melalui pondasi. Kapasitas/daya dukung tanah batas

(19)

(qu = qult = ultimate bearing capacity) adalah tekanan maksimum yang diterima oleh tanah akibat beban yang bekerja tanpa menimbulkan kelongsoran geser pada tanah pendukung tepat di bawah maupun di sekeliling dari pondasi. Gambar 2.12. menjelaskan kegagalan dinding akibat faktor daya dukung tanah.

Gambar 2.12. Kegagalan Dinding Karena Daya Dukung (bearing capacity) (Sumber: Braja M. Das, 2014)

SF𝑑𝑎𝑦𝑎 𝑑𝑢𝑘𝑢𝑛𝑔 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ = 𝑞𝑢

𝑞𝑚𝑎𝑥 (2.17)

Dimana:

qu = Tekanan Kesetimbangan batas (Ultimate bearing capacity) qmax = Tekanan Maksimal

Tekanan yang terjadi pada dinding akibat daya dukung sudah dijelaskan sebelumnya . Letak tekanan yang bekerja akibat daya dukung tanah dijelaskan pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13. Letak Tekanan Akibat Daya Dukung (Sumber: Braja M. Das, 2014)

(20)

Tahapan awal dari perhitungan daya dukung tanah adalah menghitung eksentrisitas dari resultan gaya yang bekerja. Eksentrisitas gaya yaitu suatu gaya R bekerja pada garis kerja gaya yang tidak melewati titik berat pondasi maka akan timbul efek akibat beban tersebut. Beban yang dimaksud merupakan beban eksentris. Dan kondisi yang dihasilkan dari hal tersebut disebut sebagai geser eksentris. Berikut persamaan 2.18 digunakan untuk menentukan besar nilai eksentrisitas dari resultan gaya. 𝑒 = B 2− ΣM𝑟ΣM𝑜 ΣV (2.18) Dimana: e = eksentrisitas B = Lebar pondasi (m)

Untuk mengatahui nilai tekanan dengan rumus dasar: 𝑞 = Σ𝑉 A ± M𝑛𝑒𝑡𝑦 I (2.19) Dimana:

Mnet = Momen = (ΣV)e

I = Momen inersia dari tiap-tiap bagian

Untuk penjelasan pada persamaan 2.19 menjadi tekanan maksimal dan minimal seperti yang dijelaskan pada persamaan di bawah.

1. Tekanan Maksimal 𝑞𝑚𝑎𝑥 = Σ𝑉 B (1 + 6e B) (2.20) 2. Tekanan Minimal 𝑞𝑚𝑖𝑛= Σ𝑉 𝐵 (1 − 6e B) (2.21)

Ketika hasil dari eksentrisitas lebih dari B/6, maka qmin hasilnya negatif. Sehingga menyebabkan terjadinya tegangan tarik pada bagian heel dinding penahan. Dan perlu mendesain dan melakukan perhitungan kembali dinding penahan.

Berikut pesamaan daya dukung batas: q𝑢 = c2′N𝑐F𝑐𝑑F𝑐𝑖+ qN𝑞F𝑞𝑑F𝑞𝑖+

1 2𝛾2B

N

(21)

Dimana: q = γ2D B’ = B – 2e

Untuk faktor dari bentuk, kedalaman, dan kemiringan yang direkomendasikan dijelaskan pada Tabel 2.10.

Tabel 2.10. Faktor Bentuk, Kedalaman, dan Kemiringan yang Direkomendasikan.

Faktor Rumus Sumber

Bentuk Fcs= 1 + B L. Nq Nc Fqs= 1 + B L. tan ∅ Fγs= 1 − 0,4 . B L De Beer (1970) Kedalaman a. Bila Df/B ≤ 1 Untuk ∅ = 0 Fcd= 1 + 0,4 . Df B Fqd= 1 Fγd= 1 Untuk ∅ > 0 Fcd= Fqd− 1 − Fqd Nc− tan ∅ Fqd= 1 + 2 tan ∅(1 − sin ∅)2. Df B Fγd= 1 b. Bila Df/B > 1 Untuk ∅ = 0 Fcd= 1 + 0,4. tan−1( Df B) Fqd= 1 Fγd= 1 Untuk ∅ > 0 Fcd= Fqd− 1 − Fqd Nc− tan ∅ Hansen (1970)

(22)

Fqd= 1 + 2 tan ∅(1 − sin ∅)2tan−1( Df B) Fγd= 1 Kemiringan F𝑐𝑖 = F𝑞𝑖 = (1 − 𝛽𝑜 90𝑜) 2 F𝛾𝑖 = (1 − 𝛽𝑜 ∅𝑜)2 Mayerhof (1963); Hanna dan Mayerhof (1982)

(Sumber: Braja M. Das, 2014)

Untuk faktor daya dukung Mayerhof (1963) dijelaskan pada Tabel 2.11. Nc = tan2(45 + ∅ 2) . e 𝜋𝑡𝑎𝑛∅ Nq = (Nq – 1).cot ∅ Nγ = 2(Nq + 1).tan ∅

Tabel 2.11. Faktor Daya Dukung Mayerhof (1963)

Nc Nq Nq/Nc tan ∅ Nc Nq Nq/Nc tan ∅ 0 5,14 1,00 0,00 0,20 0,00 26 22,25 11,85 12,54 0,53 0,49 1 5,38 1,09 0,07 0,20 0,02 27 23,94 13,20 14,47 0,55 0,51 2 5,63 1,20 0,15 0,21 0,03 28 25,80 14,72 16,72 0,57 0,53 3 5,90 1,31 0,24 0,22 0,05 29 27,86 16,44 19,34 0,59 0,55 4 6,19 1,43 0,34 0,23 0,07 30 30,14 18,40 22,40 0,61 0,58 5 6,49 1,57 0,45 0,24 0,09 31 32,67 20,63 25,99 0,63 0,60 6 6,81 1,72 0,57 0,25 0,11 32 35,49 23,18 30,22 0,65 0,62 7 7,16 1,88 0,71 0,26 0,12 33 38,64 26,09 35,19 0,68 0,65 8 7,53 2,06 0,86 0,27 0,14 34 42,16 29,44 41,06 0,70 0,67 9 7,92 2,25 1,03 0,28 0,16 35 46,12 33,30 48,03 0,72 0,70 10 8,35 2,47 1,22 0,30 0,18 36 50,59 37,75 56,31 0,75 0,73 11 8,80 2,71 1,44 0,31 0,19 37 55,63 42,92 66,19 0,77 0,75 12 9,28 2,97 1,69 0,32 0,21 38 61,35 48,93 78,03 0,80 0,78 13 9,81 3,26 1,97 0,33 0,23 39 67,87 55,96 92,25 0,82 0,81 14 10,37 3,59 2,29 0,35 0,25 40 75,31 64,20 109,41 0,85 0,84 15 10,98 3,94 2,65 0,36 0,27 41 83,86 73,90 130,22 0,88 0,87 16 11,63 4,34 3,06 0,37 0,29 42 93,71 85,38 155,55 0,91 0,90 17 12,34 4,77 3,53 0,39 0,31 43 105,11 99,02 186,54 0,94 0,93 18 13,10 5,26 4,07 0,40 0,32 44 118,37 115,31 224,64 0,97 0,97 19 13,93 5,80 3,68 0,42 0,34 45 133,88 134,88 271,76 1,01 1,00 20 14,63 6,40 5,39 0,43 0,36 46 152,10 158,51 330,35 1,04 1,04 21 15,82 7,07 6,20 0,45 0,38 47 173,64 187,21 403,67 1,08 1,07

(23)

22 16,88 7,82 7,13 0,46 0,40 48 199,26 222,31 496,01 1,12 1,11

23 18,05 8,66 8,20 0,48 0,42 49 229,93 265,51 613,16 1,15 1,15

24 19,32 9,60 9,44 0,50 0,45 50 266,89 319,07 762,89 1,20 1,19

25 20,72 10,66 10,88 0,51 0,47

(Sumber: Braja M. Das, 2014)

2.5. Kondisi Jangka Panjang (Drained) Dan Jangka Pendek (Undrained)

Menurut J. Michael dan Stephen (1943), Konsep kondisi drained dan undraiend sangat penting dalam perilaku mekanik tanah, dan penting untuk meninjau konsep – konsep ini di awal pemeriksaan prinsip mekanika tanah. Definisi umum drained dan undrained (drained = kering atau dikosongkan, undrained = tidak kering atau tidak dikosongkan) tidak menjelaskan cara tersebut dalam mekanika tanah. Definisi yang digunakan dalam mekanika tanah berkaitan dengan kemudahan dan kecepatan terhadap perbandingan dengan air yang masuk atau keluar dari tanah dan lamanya waktu tanah berdasarkan beberapa perubahan beban.

2.5.1. Kondisi Jangka Panjang (Drained)

Menurut J. Michael dan Stephen, (1943), Kondisi jangka panjang (Drained) merupakan kondisi air mampu mengalir masuk atau keluar dari massa tanah sepanjang waktu tanah mengalami beberapa perubahan pembebanan. Dalam kondisi ini, perubahan dalam beban di tanah tidak menyebabkan perubahan air tekanan di lubang-lubang di tanah, karena air dapat masuk atau keluar dari tanah dengan bebas saat pori tanah meningkat atau menurun sebagai respon terjadinya perubahan pembebanan.

2.5.2. Kondisi Jangka Pendek (Undrained)

Berdasarkan J. Michael dan Stephen, (1943), Kondisi jangka pendek (Undrained) merupakan kondisi tidak ada aliran air masuk atau keluar dari massa tanah sepanjang waktu tanah mengalami beberapa perubahan beban. Perubahan beban di tanah menyebabkan perubahan tekanan air di rongga, karena air tidak bisa masuk atau keluar sebagai respon dengan kecenderungan perubahan volume rongga.

(24)

2.6. Metode Elemen Hingga

FEM adalah singkatan dari Finite Element Method, dalam bahasa Indonesia disebut Metode Elemen Hingga. Menurut Winarni Hadipratomo (2005), konsep paling dasar FEM adalah menyelesaikan suatu masalah dengan cara membagi suatu objek menjadi bagian-bagian kecil atau elemen, sehingga solusi dalam tiap bagian kecil dapat dinyatakan dalam fungsi yang jauh lebih sederhana daripada fungsi untuk keseluruhannya. Bagian – bagian kecil tadi secara matematis dihubungkan satu sama lain dengan kondisi sedemikian sehingga kompatibel dan kontinu antar bagian kecil atau elemen.

Cook (1990), Metode Elemen Hingga adalah prosedur numerik untuk memecahkan masalah mekanika kontinum dengan ketelitian yang dapat diterima oleh rekayasawan. Pada dasarnya, elemen hingga merupakan bagian – bagian kecil dari struktur aktual. Untuk memformulasikan suatu elemen, perlunya mencari gaya – gaya titik simpul (nodal forces) yang menghasilkan berbagai ragam deformasi elemen. Berikut contoh gambar dari penjelasan konsep metode elemen hingga pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14. Konsep Metode Elemen Hingga (Sumber: Winarni Hadipratomo, 2005)

(25)

2.7. Plaxis 2D – Versi 8

Plaxis versi 8 merupakan paket program elemen hingga untuk digunakan dalam analisis deformasi dan stabilitas dua dimensi dalam rekayasa geoteknik. Aplikasi geoteknik umumnya membutuhkan model konstitutif tingkat lanjut untuk memodelkan perilaku tanah maupun batuan yang non-linier, bergantung pada waktu serta anisotropis. Selain itu, karena tanah merupakan material multi-fase, maka diperlukan prosedur – prosedur khusus untuk melakukan analisis terhadap tekanan hidrostatis dan tekanan non-hidrostatis dalam tanah. Faktor keamanan didapatkan dengan cara mengurangi nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam tanah (∅), secara bertahap hingga tanah mengalami keruntuhan. Persamaan 2.23 menjelaskan tentang nilai faktor keamanan.

ΣMsf = C C𝑟𝑒𝑑𝑢𝑐𝑒𝑑 =

tan ∅

tan ∅𝑟𝑒𝑑𝑢𝑐𝑒𝑑 (2.23)

2.8. Penelitian Terdahulu

Berikut merupakan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan, diantaranya :

1. Ramadhani (2010), Perencanaan Dinding Penahan Tipe Gravitasi Pada Lokasi Bukit BTN Teluk Palu Permai.

Dari analisis lapangan yang dilakukan, didapatkan hasil perencanaan dari dinding penahan tipe gravitasi dengan kondisi tanah di lapangan. Perencanaan dinding harus aman terhadap stabilitas geser, guling, daya dukung dan penurunan yang terjadi. Berikut hasil perencanaan dinding penahan :

1. Dimensi dari dinding penahan yang diperoleh yaitu sebesar 0,3 m lebar atas, lebar pondasi sebesar 2,4 m, tinggi dinding penahan sebesar 4,5 m, dan tebal dasar pondasi sebesar 0,6 m.

2. Dengan stabilitas guling sebesar 3,6, stabilitas geser sebesar 1,5, dan stabilitas daya dukung sebesar 14,587 serta penurunan yang terjadi sebesar 0,026 cm.

(26)

2. Winanda (2017), Perencanaan Dinding Penahan Tanah Concrete Cantilever Dengan Menggunakan Program Plaxis Pada Jalan Liwa – Simpang Gunung Kemala Krui KM. 264 + 600.

Kondisi lereng yang curam yang menyebabkan sering terjadinya longsor. terutama ketika intensitas hujan yang besar menyebabkan kondisi tanah menjadi jenuh dan tidak mampu menampung air. Selain tanah yang jenuh, tekanan lateral pada tanah juga membesar sehingga mudah terjadinya longsor. Hasil analisis yang dilakukan penulis yaitu penanganan dinding penahan tanah tipe kantilever dengan program plaxis. Kesimpulan yang didapat sebagai berikut :

1. Kondisi A, perletakan dinding penahan setinggi 6 meter berada di dasar lereng setinggi 10 meter, diperoleh safety factor sebesar 2,0503 dengan displacement sebesar 79,95 x 10-3 meter.

2. Kondisi B, perletakan dinding penahan setinggi 6 meter diletakkan 2,4 meter dari dasar lereng, lereng utama dan tanah timbunan cenderung mengalami displacement, dengan nilai maksimum sebesar 56,25 x 10-3 meter. Dan safety factor sebesar 1,4953.

3. Kondisi C, perletakan dinding penahan setinggi 6 meter diletakkan sejajar dengan permukaan lereng. Tingginya perletakan dinding penahan tanah menimbulkan tekanan pada tanah didasar lereng dan mengakibatkan tanah timbunan pada dasar lereng juga mengalami displacement, dengan safety factor sebesar 1,4380 dan nilai displacement maksimum sebesar 86,73 x 10 -3 meter.

4. Lereng dengan perkuatan dinding kantilever pada kondisi B dianggap lebih aman dikarenakan nilai displacement dan settlement yang kecil serta memenuhi syarat stabilitas lereng dengan stabilitas geser sebesar 2,8200 > 2 (Aman), stabilitas guling sebesar 3,9631 > 2 (Aman), dan stabilitas daya dukung tanah sebesar 2,2782 > 2 (Aman).

5. Struktur dinding penahan tanah kantilever kondisi B menggunakan tulangan D19-100, bagian telapak menggunakan tulangan D19-150 dan bagian tumit menggunakan tulangan D19-150.

Gambar

Tabel 2.2. Klasifikasi tanah USCS
Tabel 2.4. Korelasi Nilai Modulus Young Dengan N-SPT
Tabel 2.8. Korelasi Nilai Sudut Geser Dalam Dengan Jenis Material
Gambar 2.1. Asumsi Letak Tekanan Tanah Tipe Gravity Walls
+7

Referensi

Dokumen terkait

timbulan  sampah  yang  ada  di  Pantai  Baru  Pandansimo  karena  belum  adanya  sistem  pengelolaan  sampah 

Di dalam system yang ingin dibuat juga disediakan fasilitas untuk mencatat transaksi peminjaman dari dokumen yang asli(bentuk fisik), fasilitas untuk mencatat jobs/pekerjaan

Faktor lain yang memicu terjadinya perubahan fonem dalam kosakata serapan bahasa Sanskerta dalam bahasa Bali adalah bahasa Bali tidak memiliki konsonan beraspirasi seperti

Dalam pelaksanaan sosialiasi digunakan media sebagai instrument untuk mengkomunikasi informasi maupun pesan melalui slide presentasi yang dikondisikan dengan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak lebih mengedepankan penyelesaian anak yang berkonflik dengan hukum secara

Setiap mahasiswa pada saat Laporan Penelitian telah disidangkan dan dinyatakan lulus, wajib menyerahkannya ke perpustakaan, 1 (satu) keping CD dengan informasi sebagai berikut

1. Kode jabatan pada Kementerian Agama Pusat, Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi, Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri, Balai Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan, Balai